Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

“SUPERVISI KLINIS DAN NON KLINIS”

Mata Kuliah :
Model Pembinaan dan Supervisi Pendidikan
Dosen Pengampu :
Dr. H. Ahmad Salabi, M.Pd

Disusun oleh:

Suci Damayanti : 230211030088

M. Rezki Aulia : 230211030084

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM


(MPI)PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI
BANJARMASIN
2023/2024
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ............................................................................................................ i

TABEL GAMBAR ................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

A. Latar Belakang ......................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .................................................................................... 2

C. Tujuan ....................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 3

A. Pengertian ................................................................................................. 3

B. Tujuan ....................................................................................................... 4

C. Karakteristik ............................................................................................. 5

D. Prinsip-Prinsip Pelaksanaan ..................................................................... 6

E. Prosedur Pelaksanaan ............................................................................... 7

F. Siklus Pendekatan ........................................................................................ 8

G. Perbedaan Supervisi Klinis dan Non Klinis ........................................... 14

BAB III PENUTUP .............................................................................................. 15

A. Simpulan ................................................................................................. 15

B. Kritik & Saran ........................................................................................ 15

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 16

i
TABEL GAMBAR

No Judul Hal
2.1 Siklus Supervisi Klinis 13
2.2 Tabel Perbedaan Supervisi Klinis dan Non Klinis 14

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan adalah upaya yang disengaja yang dijalankan oleh


manusia. Dalam konteks ini, pemerintah dalam undang-undang sistem
pendidikan nasional telah menyatakan bahwa pendidikan adalah suatu
inisiatif yang disadari dan direncanakan untuk menciptakan lingkungan
belajar dan proses pembelajaran yang memungkinkan peserta didik untuk
secara aktif mengembangkan potensi mereka, termasuk dimensi spiritual,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, moralitas, dan keterampilan
yang berguna bagi diri mereka sendiri, masyarakat, bangsa, dan negara.
Untuk mengimplementasikan pendidikan sesuai dengan yang
dijelaskan dalam undang-undang tersebut, diperlukan pengawasan atau
supervisi. Tujuan dari supervisi atau pengawasan ini adalah untuk menjadi
mekanisme kontrol kualitas yang mengawasi seluruh proses pendidikan dan
semua komponennya yang mendukungnya.
Supervisi dalam konteks lembaga pendidikan adalah suatu praktik
yang esensial untuk meningkatkan mutu pendidikan, baik dari segi klinis
maupun non-klinis. Supervisi adalah proses yang dirancang untuk
memantau, mendukung, dan memperbaiki kinerja individu atau kelompok
dalam suatu organisasi. Dalam lembaga pendidikan, supervisi berperan
penting dalam memastikan bahwa tenaga pendidik dan staf administratif
dapat memberikan layanan yang berkualitas kepada siswa dan anggota
komunitas pendidikan.
Supervisi klinis dan non-klinis adalah dua bentuk supervisi yang
berbeda, namun keduanya memiliki peran penting dalam meningkatkan
kualitas pendidikan di lembaga tersebut. Supervisi klinis lebih berfokus
pada pengembangan keterampilan dan peningkatan hasil belajar siswa,
sementara supervisi non-klinis lebih berfokus pada pengelolaan dan
administrasi lembaga pendidikan.

1
2

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan supervisi klinis ?


2. Bagaimana Karakteristik dan Tujuan Supervisi ?
3. Bagaimana bentuk prinsip dan siklus dalam supervisi klinis ?
4. Apa perbedaan supervisi klinis dan non klinis ?

C. Tujuan

1. Mengetahui penegertian supervisi klinis


2. Memahami karakteristik dan tujuan supervisi klinis.
3. Memahami prinsip dan siklus dalam supervisi klinis.
4. Mengetahui perbedaan supervisi klini dan non klinis.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian

Supervisi klinis termasuk bagian dari supervisi pengajaran. Dikatakan


supervisi klinis karena prosedur pelaksanaannya lebih ditekankan kepada
mencari sebab-sebab atau kelemahan yang terjadi di dalam proses belajar-
mengajar, dan kemudian secara langsung pula diusahakan bagaimana cara
memperbaiki kelemahan atau kekurangan tersebut. Di dalam supervisi
klinis yang dilakukan setelah supervisor mengadakan pengamatan “diskusi
balikan” antar supervisor dan guru yang bersangkutan. Yang dimaksud
dengan “diskusi balikan” di sini ialah diskusi yang dilakukan segera setelah
guru selesai mengajar, dengan bertujuan untuk memperoleh balikan tentang
kebaikan maupun kelemahan yang terdapat selama guru mengajar serta
bagaimana usaha untuk memperbaikinya.
Supervisi klinis mula-mula diperkenalkan dan dikembangkan oleh
Morris L. Cogan, Robert Goldhammer, dan Richard Waller di Universitas
Harvard. Titik tekan supervisi ini adalah pada pendekatan yang diterapakan
bersifat khusus melalui tahap tatap muka dengan guru pengajar. Ada dua
asumsi yang mendasari praktik supervisi klinis Pertama, pengajaran
merupakan aktivitas yang sangat kompleks yang memerlukan pengamatan
dan analisis secara berhari-hari melalui pengamatan dan analisis ini,
supervisor pengajaran akan mudah mengembangkan kemampuan guru
mengelola proses pembelajaran. Kedua, guru-guru yang profesionalnya ini
di kembangkan lebih menghendaki cara yang kolegial dari pada cara
outoritarian. Dalam supervisi klinis ditekankannya pada klinis, yang
diwujudkan adalah bentuk hubungan tatap muka antara supervisor dan calon
guru yang sedang berpraktek
Ada beberapa definisi dari para ahli tentang supervisi klinis sebagai
berikut:
1. Richard Waller

3
4

Supervisi klinis adalah supervisi yang difokuskan pada perbaikan


pengajaran dengan melalui siklus yang sistematis dari tahap
perencanaan, pengamatan, dan analisis intelektual yang intensif
terhadap penampilan mengajar sebenarnya dengan tujuan untuk
mengadakan modifikasi yang rasional. “Clinical supervision may be
defined as supervision focused upon the improvement of instruction
by means of sistematic cycles of planning, observation and intensive
intellectual analysis of actual teaching performances in the interest
of rational modification”.
2. Keith Acheson dan Meredith D. Gall
Supervisi klinis adalah proses membantu guru memperkecil ketidak-
sesuaian (kesenjangan) antara tingkah laku mengajar yang nyata
dengan tingkah laku mengajar yang ideal.

Dari kedua definisi tersebut di atas, Johm J. Bolla menyimpulkan:


supervisi klinis adalah suatu proses bimbingan yang bertujuan untuknya
dalam penampilan mengajar, berdasarkan observasi dan analisis data secara
teliti dan objektif sebagai pegangan untuk perubahan tingkah laku mengajar
tersebut. Secara teknik mereka katakan bahwa supervisi klinis adalah suatu
model supervisi yang terdiri atas tiga fase, yaitu (1) pertemuan perencanaan,
(2) observasi kelas, (3) pertemuan balik.1

B. Tujuan

Tujuan supervisi klinis adalah untuk membantu memodifikasi pola-


pola pengajaran yang tidak atau kurang efektif. Menurut Sergiovanni (1987)
ada dua sasaran supervisi klinis, yang menurut penulis merefleksi multi
tujuan supervisi pengajaran, khususnya pengembangan profesional dan
motivasi kerja guru. Di satu sisi, supervisi klinis dilakukan untuk
membangun motivasi dan komitmen kerja guru. Di sisi lain, supervisi klinis
dilakukan untuk menyediakan pengembangan staf bagi guru. Sedangkan

1
M. Ngalim Purwanto, ADMINISTRASI DAN SUPERVISI PENDIDIKAN (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2012), 90–91.
5

menurut dua orang teoritis lainnya, yaitu Acheson dan Gall (1987) tujuan
supervisi klinis adalah meningkatkan pengajaran guru dikelas. Tujuan ini
dirinci lagi ke dalam tujuan yang lebih spesifik, sebagai berikut;
1. Menyediakan umpan balik yang objektif terhadap guru, mengenai
pengajaran yang di laksakanakan
2. Mendiagnosis dan membantu memecahkan masalah-masalah
pengajaran
3. Membantu guru mengembangkan keterampilannya menggunakan
strategi pengajaran
4. Mengevaluasi guru untuk kepentingan promosi jabatan dan
keputusan lainnya,
5. Membantu guru mengembangkan satu sikap positif terhadap
pengembangan profesional yang berkesinambungan.

C. Karakteristik

Karakter mendasar dari supervisi klinis sebagaimana dikatakan Acheso


dan Gall dalam sagala adalah:
1. Meningkatkan kualitas keterampilan intelektual dan perilaku
mengajar guru secara spesifik.
2. Supervisi harus bertanggung jawab membantu para guru untuk
mengembangkan;, keterampilan menganalisis proses pembelajaran
berdasarkan data yang benar dan sistematis; dan memodifikasi
kurikulum, dan; agar semakin terampil berulang-ulang.
3. Supervisi menekankan apa dan bagaimana guru mengajar untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran, bukan untuk mengubah
kepribadian guru.
4. Perencanaan dan analisis berpusat pada pembuatan dan pengujian
hipotesis pembelajaran berdasarkan bukti-bukti hasil observasi.
5. Konferensi berkaitan dengan sejumlah isu-isu penting mengenai
pembelajaran yang relevan bagi guru mendorong untuk berubah.
6

6. Konferensi sebagai umpan balik menitik beratkan pada analisis


konstruksif dan penguatan terhadap pola-pola yang berhasil
daripada menyalahkan pola-pola yang gagal.
7. Observasi itu didasarkan pada bukti, bukan pada pertimbangan nilai
yang subtasnsial atau nilai keputusan yang tidak benar.
8. Siklus perencanaan, analisa dan pengamatan secara berkelanjutan
dan bersifat kumulatif.
9. Supervisi merupakan proses memberi dan menerima yang dinamis
di mana supervisor dan guru adalah kolega yang meneliti untuk
menemukan pemahaman yang saling mengerti bidang pendidikan.
10. Proses supervisi pada dasarnya berpusat pada analisis pembelajaran
11. Guru secara individual memiliki kebebasan dan tanggung jawab
untuk menganalisis dan menilai isu-isu, meningkatkan kualitas
pengajaran dan mengembangkan gaya mengajar personal guru.
12. Proses supervisi dapat diterima, dianalisis dan dikembangkan lebih
banyak sama dengan keadaan pengajaran yang dapat dilakukan.
13. Seorang supervisor memiliki kebebasan dan tanggungjawab untuk
menganalisis kegiatan supervisinya dalam hal yang sama dengan
analisis evaluasi guru tentang pembelajarannya.2

D. Prinsip-Prinsip Pelaksanaan

Menurut Rosmiaty ada empat prinsip dalam melaksanakan supervisi


klinis, yaitu :
1. Supervisi klinis yang dilaksanakan harus berdasarkan inisiatif dari
para guru terlebih dahulu.
2. Ciptakan hubungan manusia yang bersifat interaktif dan rasa
kesejawatan.
3. Ciptakan suasana bebas dimana setiap orang bebas mengemukakan
apa yang ada didalam nya.

2
Mochamad Nurcholiq, “SUPERVISI KLINIS” 1 (March 1, 2017): 7–8.
7

4. Objek kajian adalah kebutuhan professional guru yang rill yang


mereka sungguh alami.3
Sementara menurut Hartanto & Purwanto pelaksanaan supervisi klinis
harus mengikuti prinsip-prinsip berikut :
1. Bersahabat
2. Demokratis
3. Terbuka, objektif & Konstruktif
4. Kesepakatan Bersama
5. Berpusat pada kebutuhan aspirasi guru
6. Siklus perencanaan, pelaksanaan & balikan (feedback)
7. Berkesinambungan dan berkelanjutan.4

E. Prosedur Pelaksanaan

Penjelasan konsep supervisi klinis dan beberapa hasil penelitian


tentang keefektifannya membawa kita untuk menyakini betapa pentingnya
supervisi klinis sebagai satu pendekatan dalam mengembangkan pengajaran
guru. Sudah seharusnyalah setiap supervisor pengajaran berusaha untuk
menerapkannya bagi guru-guru yang menjadi kawasan tanggung jawabnya.
Pertanyaannya sekarang adalah, bagaimana prosedurnya.
Menurut Cogan (1973) ada delapan kegiatan dalam supervisi klinis
yang dinamainya dengan siklus supervisi klinis. Di sini istilah siklus
mengandung dua pengertian pertama., prosedur supervisi klinis terdiri dari
sejumlah tahapan yang merupakan proses yang berkesinambungan. Kedua,
hasil pertemuan tahap akhir menjadi masukan untuk tatap pertama pada
siklus berikutnya. Kedelapan tahap yang dikemukakan oleh Cogan adalah
sebagai berikut (1) tahap membangun dan memantapkan hubungan guru-
supervisor, (2) tahap perencanaan bersama guru, (3) tahap perencanaan
strategi observasi, (4) tahap observasi pengajaran, (5) tahap analisis proses

3
Rosmiaty Aziz, Supervisi Pendidikan (Yogyakarta: SIBUKU, 2016), 76.
4
Setyo Hartanto and Sodiq Purwanto, MODUL PELATIHAN PENGUATAN KEPALA SEKOLAH
SUPERVISI DAN PENILAIAN KINERJA GURU (MPPKS - PKG) (Jakarta: Direktorat Jenderal
Guru dan Tenaga Kependidikan, 2019), 16.
8

pembelajaran, (6) tahap perencanaan strategi pertemuan, (7) tahap


pertemuan dan (8) tahap penjajakan rencana pertemuan berikutnya.
Menurut Mosher dan Purpel (1972) ada tiga aktivitas dalam proses
supervisi klinis, yaitu (1) tahap perencanaan, (2) tahap observasi, dan (3)
tahap evaluasi dan analisis. Menurut Oliva (1984) ada tiga aktivitas esensial
dalam proses supervisi klinis, yaitu (1) kontak dan komunikasi dengan guru
untuk merencanakan observasi guru, (2) observasi kelas, dan (3) tindak
lanjut kelas. Sedangkan menurut Goldhammer, Anderson,s dan Krajewski
(1981) ada lima kegiatan dalam proses supervisi klinis, yaitu disebutnya
dengan sequence of supervision, yaitu (1) pertemuan sebelum observasi, (2)
observasi, (3) analisis dan strategi, (4) pertemuan supervisi, dan (5) analisis
sesudah pertemuan supervisi.
Demikian, walapun berbeda deskripsi pada para teriotisi di atas
tentang langkah-langkah proses supervisi klinis, sebenarnya langkah-
langkah ini bisa dikembalikan pada tiga tahap esensial yang berbentuk
siklus,yaitu (1) tahap pertemuan awal, (2) tahap observasi mengajar, dan (3)
tahap pertemuan balikan.

F. Siklus Pendekatan

1. Tahap Pertemuan Awal


Tahap pertama dalam proses supervisi klinis adalah tahap
pertemuan awal (preconference). Pertemuan awal dilakukan
sebelum melaksanakan observasi kelas sehingga banyak juga para
teoritisi supervisi klinis yang menyebutkan dengan istilah tahap
pertemuan sebelum observasi (preobservation Conference).
Menurut Sergiovanni (1987) tidak ada tahap yang lebih penting
daripada tahap pertemuan awal ini.
Tujuan utama pertemuan awal ini adalah untuk
mengembangkan, bersama antara supervisor dan guru, kerangka
kerja observasi kelas yang akan dilakukan. Hasil akhir pertemuan
awal ini adalah kesepakatan (contract) kerja antara supervisor dan
9

guru. Tujuan ini bisa dicapai apabila dalam pertemuan awal ini
tercipta kerjasama, hubungan kemanusian dan komunikasi yang
baik antara supervisor dengan guru.
Selanjutnya kualitas hubungan yang baik antara supervisor
dan guru memiliki pengaruh signifikan terhadap kesuksesan tahap
berikutnya dalam proses supervisi klinis. Oleh sebab itu, para
teoritisi banyak menyarankan agar pertemuan awal ini, dilaksanakan
secara rileks dan terbuka. Perlu sekali diciptakan kepercayaan guru
terhadap supervisor, sebab kepercayaan ini akan mempengaruhi
efektivitas pelaksanaan pertemuan awal ini. Kepercayaan ini
berkenaan dengan kenyakinan guru bahwa supervisor
memperhatikan minat atau perhatian guru.
Goldhammer Anderson, dan Krajewski (1981)
mendeskripsikan satu agenda yang harus dihasilkan pada akhir
pertemuan awal, agenda tersebut adalah:
a. Menetapkan kontrak atau persetujuan antara supervisor dan
guru tentang apa saja yang akan diobservasi.
1) Tujuan intruksional umum dan khusus pengajaraan.
2) Hubungan tujuan pengajaran dengan keseluruhan
program pengajaran yang diimplementasikan.
3) Aktivitas yang akan diobervasi.
4) Kemungkinan perubahan formal aktivitas, sistem,
dan unsure-unsur lain berdasarkan persetujuan
interaktif antara supervisor dan guru.
5) Deskripsi spesifik butir-butir atau masalah-masalah
yang balikannya diinginkan guru.
b. Menetepkan mekanisme atau aturan-aturan observasi
meliputi:
1) Waktu (jadwal) observasi
2) Lamanya observasi
3) Tempat observasi
10

c. Menetapkan rencana spesifik untuk melaksanakan observasi


meliputi:
1) Dimana supervisor akan duduk selama observasi
2) Akankah supervisor menjelaskan kepada murid-
murid mengenai tujuan observasinya jika demikian,
kapan sebelum ataukah setelah pelajaran
3) Akankah supervisor mencari satu tindakan khusus
4) Akankah supervisor berinteraksi dengan murid-
murid
5) Perlukah adanya material atau persiapan khusus
6) Bagaimanakah supervisor akan mengakhiri
observasi
2. Tahap Observasi Pembelajaran
Tahap kedua dalam proses supervisi klinis adalah tahap
observasi mengajar secara sistematis dan objektif. Perhatian
observasi ini ditujukan pada guru dalam bertindak dan kegiatan-
kegiatan kelas sebagai hasil tindakan guru. Waktu dan tempat
observasi mengajar ini sesuai dengan kesepakatan bersama antara
supervisor dan guru pada waktu mengadakan pertemuan awal.
Observasi mengajar, mungkin akan terasa sangat kompleks
dan sulit, dan tidak jarang adanya supervisor yang mengalami
kesulitan. Dengan demikian supervisor dituntut untuk menggunakan
bermacam-macam keterampilan. Menurut Daresh (1989) ada dua
aspek yang harus diputuskan dan dilaksanakan oleh supervisor
sebelum dan sesudah melaksanakan observasi mengajar, yaitu; (1)
menentukan aspek-aspek yang akan diobservasi dan (2) bagaimana
cara mengobservasinya.
Aspek-aspek yang akan diobservasi harus sesuai dengan
hasil diskusi antara supervisor dan guru pada waktu pertemuan awal.
Oliva (1984) menegaskan sebagai berikut:
11

“If we follow through with the cycle of clinical supervisor The


teacher and supervisor in the pre observation conference Have
decided on the specific behaviors of teacher and students Which the
supervisor will observe. The supervisor concentrates On the
presence or absence of the specific behaviors.”
Sehubungan dengan teknik dan instrumen ini, sebenarnya para
peneliti telah banyak yang mengembangkan bermacam-macam
teknik yang bisa digunakan dengan mengobservasi pengajaran.
Acheson dan Gall (1987) mereview beberapa teknik dan
mengajurkan kita untuk menggunakan dalam proses supervisi klinis
beberapa teknik tersebut adalah sebagai berikut:
a. Selective verbatim di sini supervisor membuat semacam
rekaman tertulis, yang bisa dibuat dengan a verbatim
transcript. Sudah barang tentu tidak semua kejadian verbal
harus direka dan sesuai dengan kesepakatan bersama antara
supervisor dan guru pada pertemuan awal, hanya kejadian-
kejadian tertentu yang harus direkam secara selektif.
Transkrip ini bisa ditulis langsung berdasarkan pengamatan
dan bisa juga menyalin dari apa yang direkam terlebih
dahulu melalui tape recorder.
b. Rekaman observasional berupa a seating chart. Di sini,
supervisor mendokumentasikan perilaku-perilaku murid-
murid sebagaimana mereka berinteraksi dengan seorang
guru selama pengajaran berlangsung. Sekuruh kompleksitas
perilaku dan interkasi di deskripisikan secara bergambar.
c. Wide-lens techniques di sini supervisor membuat catatan
yang lengkap mengenai kejadian-kejadian di kelas dan cerita
yang panjang lebar.
d. Checkliss and timeline coding di sini supervisor
mengobservasi dan mengumpulkan data perilaku belajar
mengajar. Perilaku pembelajaran ini sebelumnya telah
12

diklasifikasi atau dikategorikan. Dalam supervisi klinis ada


analisis skala interaksi Flanders (Flanders; 1970). Dalam
analisis ini, aktivitas kelas diklasifikasikan menjadi tiga
kategori besar, yaitu pembicaraan gutu, pembicaraan murid
dan tidak ada pembicaraan.
3. Tahap Pertemuan Balikan
Tahap ketiga dalam proses supervisi klinis adalah tahap
pertemuan balikan. Pertemuan balikan dilakukan segera setelah
melaksanakan observasi pengajaran, dengan terlebih dahulu
dilakukan analisis terhadap hasil observasi. Tujuan utama
pertemuan balikan ini adalah ditindak lanjuti apa saja yang dilihat
oleh supervisor, sebagai onserver, terhadap proses belajar mengajar.
Pembicaraan dalam pertemuan balikan ini adalah ditekankan
pada identifikasi dan analisis persamaan dan perbedaan antara
perilaku guru dan murid yang direncanakan dan perilaku actual guru
dan murid, serta membuat keputusan tentang apa dan bagaimana
yang seharusnya akan dilakukan sehubungan dengan perbedaan
yang ada.
Pertemuan balikan ini merupakan tahap yang penting untuk
mengembangkan perilaku guru dengan cara memberikan balikan
tertentu. Balikan ini harus deskriptif, spesifik, konkrit, bersifat
memotivasi, actual, dan akurat sehingga betul-betul bermanfaat bagi
guru (Sergiovanni, 1987).
Oleh sebab banyak para teoritisi yang mengajurkan agar
pertama-tama yang harus dilakukan oleh supervisor dalam setiap
pertemuan balikan adalah memberikan penguatan (reinforcement)
terhadap guru. Baru setelah melanjukan dengan analisis bersama
setiap aspek pengajaran yang menjadi perhatian supervisi klinis.
Berikut ini beberapa langkah penting yang harus dilakukan selama
pertemuan balikan.
13

a. Menanyakan perasaan guru secara umum atau kesannya


terhadap pengajaran yang dilakukan, kemudian supervisor
berusaha memberikan penguatan.
b. Menganalisis pencapaian tujuan pengajaran. Di sini
supervisor bersama guru mengidentifikasi perbedaan antara
tujuan pengajaran yang direncanakan dan tujuan pengajaran
yang dicapai.
c. Menganalisa target keterampilan dan perhatian utama guru.
d. Supervisor menanyakan perasaannya setelah menganalisis
target keterampilan dan perhatian utamanya.
e. Menyimpulkan hasil dari apa yang telah diperolehnya
selama proses supervisi klinis.
f. Mendorong guru untuk merencanakan latihan-latihan
sekaligus menetapkan rencana berikutnya.5

Demikian tiga pokok dalam proses supervisi klinis. Ketiga tahap


ini sebenarnya berbentuk siklus, yaitu tahap pertemuan awal, tahap
observasi mengajar, dan tahap pertemuan balikan. Rincian ketiga
tahap ini telah dibahas di muka, dan terangkum dalam berikut ini.

Gambar 2.1 : Siklus Supervisi Klinis6

5
Muwahid Shulhan, SUPERVISI PENDIDIKAN Teori Dan Terapan Dalam Mengembangkan
Sumber Daya Guru (Surabaya: Acima Publishing, 2012), 86–101.
6
Sulistyorini, dkk, SUPERVISI PENDIDIKAN (Riau: DOTPLUS Publisher, 2021), 149.
14

G. Perbedaan Supervisi Klinis dan Non Klinis

Terhadap beberapa perbedaan antara supervisi klinis dengan


supervisi non klinis, antara lain sebagai berikut La Sulo dalam Supriyanto
dkk menyebutkan perbedaan itu:

Gambar 2.2: Tabel Perbedaan Supervisi Klinis dan Non Klinis7

7
Eko Supriyanto, dkk, Supervision: Bunga Rampai Supervisi Pendidikan From Control To Help
(Yogyakarta, 2012), 330.
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa supervisi klinis


merupakan jenis supervisi yang difokuskan pada peningkatan pengajaran
dengan pendekatan yang terencana, pengamatan, dan analisis yang
mendalam terhadap kinerja pengajaran yang sebenarnya. Tujuan dan
karakteristik supervisi klinis melibatkan peningkatan keterampilan
intelektual dan perilaku guru secara spesifik serta menciptakan kesadaran
guru terhadap tanggung jawab mereka terhadap kualitas proses
pembelajaran.
Model supervisi klinis cenderung bersifat kolaboratif dan
membantu, di mana peran supervisor dapat mempengaruhi proses
pembelajaran. Perbedaan antara supervisi non-klinis dan supervisi klinis
terletak pada tujuannya, dengan supervisi non-klinis lebih cenderung
bersifat evaluatif, sementara supervisi klinis lebih fokus pada bimbingan
yang bersifat analitis dan deskriptif

B. Kritik & Saran

Dalam proses penulisan makalah ini, kami mengalami beberapa


kendala, terutama dalam mencari referensi, khusunya pada poin non klinis,
kebanyakan buku dan jurnal membahas panjang lebar mengenai supervisi
klinis namun sangat sulit dijumpai buku yang membahas supervisi non
klinis secara khusus. Kami ingin menyampaikan terima kasih kepada dosen
pembimbing dan teman-teman kami karena telah memberikan bantuan dan
dukungan. Kami sadar bahwa masih ada kekurangan dan kesalahan dalam
makalah ini, oleh karena itu, kami mengharapkan saran dan arahan lebih
lanjut dari rekan-rekan sekalian.

15
DAFTAR PUSTAKA

Aziz, Rosmiaty. Supervisi Pendidikan. Yogyakarta: SIBUKU, 2016.

Eko Supriyanto, dkk. Supervision: Bunga Rampai Supervisi Pendidikan From


Control To Help. Yogyakarta, 2012.

Hartanto, Setyo, and Sodiq Purwanto. MODUL PELATIHAN PENGUATAN


KEPALA SEKOLAH SUPERVISI DAN PENILAIAN KINERJA GURU
(MPPKS - PKG). Jakarta: Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga
Kependidikan, 2019.

Nurcholiq, Mochamad. “SUPERVISI KLINIS” 1 (March 1, 2017).

Purwanto, M. Ngalim. ADMINISTRASI DAN SUPERVISI PENDIDIKAN.


Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012.

Shulhan, Muwahid. SUPERVISI PENDIDIKAN Teori Dan Terapan Dalam


Mengembangkan Sumber Daya Guru. Surabaya: Acima Publishing, 2012.

Sulistyorini, dkk. SUPERVISI PENDIDIKAN. Riau: DOTPLUS Publisher, 2021.

16

Anda mungkin juga menyukai