Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pembukaan Undang-undang Dasar Republik Indonesia pada alenia
keempat mengungkapkan salah satu tujuan negara yang hendak dicapai adalah
mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka guru
mempunyai peran strategis dalam dunia pendidikan. Kedudukan guru sebagai
tenaga profesional diatur dalam Undang Undang Nomor 14 tahun 2005 pasal
4 yang menyebutkan bahwa guru sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk
meningkatkan mutu pendidikan nasional. Oleh karena itu guru berperan
sebagai fasilitator, motivator, pemacu, perekayasa pembelajaran, dan pemberi
inspirasi untuk mengimplementasikan fungsi guru sebagai agen pembelajaran
(learning agent). Guru dituntut untuk memiliki kemampuan mengajar dan
melaksanakan pembelajaran dengan kreatif untuk mewujudkan efektifitas
pembelajaran yang optimal sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Dalam mewujudkan tujuan pembelajaran, faktor kerjasama antara
semua stake holder di sekolah sangat penting sehingga tercipta kegiatan belajar
mengajar yang kondusif. Tanggungjawab guru, selain sebagai pengajar dan
pendidik yaitu membantu kepala sekolah agar proses pembelajaran di sekolah
dari waktu ke waktu menjadi lebih baik sekaligus mengembangkan kapasitas
guru sebagai pemimpin. Fungsi guru sebagai pengajar adalah membuat
perencanaan program pengajaran, melaksanakan program pengajaran, dan
mengevaluasi program pengajaran yang telah dilaksanakan. Sebagai pendidik,
tugas guru adalah mendidik agar siswa menjadi manusia dewasa yang
berakhlak mulia. Sebagai pemimpin, guru diharapkan dapat menjadi pemimpin
yang baik bagi diri sendiri sehingga menginspirasi siswa, maupun masyarakat
melalui teladan kepemimpinannya. Dengan melihat peran guru yang sangat
penting dan sentral di sekolah maka seorang guru harus bersikap profesional
dengan menunjukkan kinerja yang unggul agar proses pembelajaran di kelas
terus menerus meningkat.

1
Guru yang profesional memerlukan pembinaan sebagaimana amanat
yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 pasal 19 yang
menyebutkan bahwa setiap satuan pendidikan perlu melakukan perencanaan,
pelaksanaan, penilaian, serta pengawasan proses pembelajaran agar tercipta
proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Berdasarkan hal tersebut, maka
pengawasan proses pembelajaran dirasa penting dalam meningkatkan mutu
pendidikan di Indonesia. Selain itu, pada pasal 23 diperjelas lagi bahwa
pengawasan proses pembelajaran yang dimaksud meliputi pemantauan,
supervisi, evaluasi, pelaporan dan tindak lanjut. Pengawas mempunyai
kewajiban untuk memberi dukungan dan bantuan kepada guru agar dapat
melaksanakan tugasnya sebagai pendidik maupun pengajar. Dalam hal ini,
kepala sekolah mempunyai tugas dan tanggungjawab untuk melakukan
supervisi guru. Sebagai supervisor, kepala sekolah mempunyai tanggung jawab
untuk meningkatkan kemampuan guru dalam mengelola kegiatan
pembelajaran di sekolah sehingga guru responsif terhadap perubahan-
perubahan dan inovatif dalam mengembangkan kualitas sumber daya yang
akan mendukung kemampuan guru dalam mengajar maupun mendidik.
Supervisi merupakan bagian dari proses administrasi dan manajemen
jika dilihat dari konteks sekolah sebagai sebuah organisasi pendidikan.
Kegiatan supervisi merupakan fungsi terakhir dari fungsi manajemen yang
akan memberikan penilaian terhadap semua kegiatan dalam mencapai tujuan.
Perkembangan supervisi sekarang mempunyai kecenderungan kepada kegiatan
supervisi klinis. Perkembangan ini didasarkan pada pemahaman bahwa
mengajar tidak dipandang sekedar proses penyampaian pengetahuan saja, tetati
suatu kegiatan yang kompleks, yang terkait dengan unsur-unsur lain seperti
teknologi, ilmu, seni, nilai-nilai pendidikan dan sebagainya. Menurut Priansa
dan Setiana (2017), supervisi klinis merupakan model supervisi akademik
kontemporer. Dalam supervisi klinis ini, kepala sekolah sebagai pemimpin di
sekolah memiliki fungsi strategis karena kepala sekolah berkewajiban
memberikan bantuan profesional secara sistimatis berdasarkan kebutuhan guru
maupun calon guru dengan tujuan membina keterampilan mereka sehingga

2
peningkatan kualitas belajar mengajar dapat tercapai.
Supervisi klinis dilakukan dengan berfokus pada perbaikan proses
pembelajaran bukan dengan mencari kelemahan maupun sebab-sebab yang
terjadi dalam proses belajar mengaja. Supervisi klinis memberikan solusi
alternatif melalui siklus yang sistematis, mulai dari tahap perencanaan,
pengamatan, dan analisis yang intensif terhadap penampilan pembelajarannya.
Pelaksanaan supervisi klinis memiliki manfaat yang baik bagi guru maupun
supervisor (kepala sekolah) untuk meningkatkan profesionalisme dan
kemampuan penelitian.
Berdasarkan latar belakang dan uraian diatas, maka makalah kelompok
3 akan memaparkan salah satu pendekatan supervisi yang dilakukan di sekolah
yaitu supervisi klinis.

1.2. Rumusan Masalah


1.2.1. Apa yang dimaksud dengan Supervisi Klinis?
1.2.2. Apa tujuan dilakukannya Supervisi Klinis ?
1.2.3. Bagaimana prinsip-prinsip Supervisi Klinis ?
1.2.4. Bagaimana langkah-langkah dilakukannya Supervisi Klinis ?
1.2.5. Bagaimana analisa hasil penelitian Supervisi Klinis?

1.3. Tujuan Penulisan


1.3.1. Menjelaskan pengertian dari Supervisi Klinis
1.3.2. Menjelaskan tujuan dilakukannya Supervisi Klinis
1.3.3. Menjelaskan prinsip-prinsip Supervisi Klinis
1.3.4. Mendeskripsikan langkah-langkah dilakukannya Supervisi Klinis
1.3.5. Mendeskripsikan analisa hasil-hasil penelitian terkait dengan Supervisi
Klinis.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Supervisi Klinis


Secara etimologis, akar kata supervisi adalah super and vision. Super
yang artinya diatas, dan vision mempunyai arti melihat atau pandangan, jadi
supervisi diartikan melihat dari atas (Rugaiyah dan Atiek Sismiati, 2011).
Dengan demikian supervisi diartikan sebagai aktivitas yang dilakukan oleh
pengawas dan kepala sekolah sebagai pejabat yang berkedudukan di atas atau
lebih tinggi dari guru untuk melihat atau mengawasi pekerjaan guru. Menurut
Suharsimi Arikunto (2004), istilah klinis diambil dari istilah klinik dalam
dunia kedokteran yang menjelaskan tempat pasien datang kepada dokter untuk
berobat. Terkait dengan dunia pendidikan, guru digambarkan sebagai pasien,
sedangkan dokter mewakili pengawas. Dalam dunia pendidikan, supervisi
klinis menolong atau “menyembuhkan” guru yang datang sebagai “pasien”
kepada pengawas. Guru yang merasa mempunyai masalah dalam proses
belajar mengajar datang ke supervisor untuk mendiskusikan permsalahan, lalu
supervisor melakukan pengamatan terhadap pelaksanaan perbaikan hasil
diskusi, kemudian hasil pengamatan didiskusikan kembali dengan guru. Jadi
supervisi klinis itu merupakan satu model supervisi untuk menyelesaikan
masalah-masalah guru dalam proses pembelajaran.
Supervisi klinis termasuk dalam model supervisi akademik
kontemporer. Supervisi klinis secara umum diartikan sebagai pembinaan
kepada guru melalui suatu sistem yang terstruktur. Menurut Setiyadi, B. (2020),
supervisi klinis merupakan suatu proses bimbingan intensif yang bertujuan
untuk membantu mengembangkan kinerja guru maupun calon guru.
Sergiovanni (1979) mengungkapkan bahwa supervisi klinis merupakan
pertemuan tatap muka antara guru dengan supervisor serta membahas hal-hal
terkait dengan mengajar guru di dalam kelas guna perbaikan pembelajaran serta

4
peningkatan kinerja guru. Selain itu, supervisi klinis juga diartikan sebagai
bentuk bimbingan profesional kepada guru sesuai dengan kebutuhannya
melalui siklus yang sistematis, yaitu melalui perencanaan, observasi, serta
pengkajian hasil observasi (Usman & Murniati, 2019).
Lebih lanjut supervisi klinis oleh Sahertian (2008) didefinisikan sebagai
bentuk supervisi yang ditujukan secara khusus pada peningkatan cara mengajar
dengan proses yang sudah terstruktur, baik dalam proses perencanaan,
pengamatan serta penganalisaan secara berkala dan cermat tentang cara
mengajar langsung. Oleh karena itu, supervisi klinis dapat diartikan sebagai
pembinaan secara langsung kepada guru yang ditujukan khusus pada
peningkatan cara mengajar melalui siklus yang sudah terstruktur.
Menurut Ngalim Purwanto (1992) dalam bukunya administrasi dan
Supervisi Pendidikan, ia berpendapat bahwa “supervisi klinis ialah suatu proses
bimbingan yang bertujuan untuk membantu pengembangan profesional
guru/calon guru, khususnya dalam penampilan belajar, berdasarkan observasi
dan analisis data secara teliti dan objektif sebagai pegangan untuk perubahan
tingkah laku mengajar tersebut”. Ngalim Purwanto juga mengutip pendapat
Richard Waller yang memberikan definisi tentang supervisi klinis sebagai
kegiatan yang berfokus pada perbaikan pengajaran melalui siklus yang
sistematis dari tahap perencanaan, pengamatan, dan analisis intelektual yang
intensif terhadap penampilan mengajar sebenarnya dengan tujuan untuk
mengadakan modifikasi yang rasional.
Ary H. Gunawan dalam bukunya tentang Administrasi Sekolah:
Administrasi Pendidikan Mikro (1996) mengaitkan supervisi dengan proses
kepemimpinan. Ia menjelaskan bahwa supervisi klinis merupakan suatu proses
kepemimpinan dalam pendidikan melalui bantuan yang diberikan bagi
pengembangan profesional guru khususnya dalam kemampuan mengajar
berdasarkan pengamatan dan analisis data secara teliti dan objektif sebagai
pegangan untuk perubahan tingkah laku.
Dari berbagai pendapat diatas, penulis menyimpulkan bahwa supervisi
klinis merupakan suatu proses kepemimpinan dalam pendidikan melalui tatap

5
muka antara supervisor dengan guru melalui bimbingan yang diberikan untuk
peningkatan kinerja guru atau calon guru dengan proses/siklus yang terstruktur
dan sistimatis dengan tahap perencanaan, observasi dan kajian observasi
sehingga guru berkembang secara profesional.
Supervisi klinis berbeda dengan supervisi lainnya. Ciri-ciri supervisi
klinis (Makawimbang, 2013) sebagai berikut:
1. Pembimbingan yang dilakukan oleh Supervisor bersifat bantuan, bukan
perintah atau instruksi.
2. Jenis Keterampilan yang akan disupervisi oleh supervisor diusulkan oleh
guru/calon guru, dengan terlebih dahulu diadakan kesepakatan melalui
pengkajian bersama.
3. Meskipun keterampilan mengajar dapat digunakan secara integrative oleh
guru/calon guru, namun dalam pelaksanaannya dapat dilakukan secara
terisolasi agar mudah dikontrol dan diobservasi. Praktik mengajar tersebut
dapat dilakukan dalam konteks pengajaran micro maupun pengajaran
biasa dalam kelas. Untuk pengajaran di kelas titik perhatian dapat
dipusatkan pada beberapa keterampilan saja, agar diobservasi secara
cermat dan diberikan umpan balik yang tepat.
4. Instrument observasi dikembangkan/disepakati bersama antara supervisor
dengan guru/calon guru sesuai dengan kontrak yang disetujui oleh kedua
belah pihak.
5. Umpan balik kegiatan belajar mengajar guru/calon gurudiberikan dengan
segeradan obyektif (sesuai dengan data yang direkam oleh instrument
observasi)
6. Supervisor telah menganalisis dan menginterpretasikan data yang direkam
oleh instrument observasi, tapi dalam diskusi umpan balik, guru/calon
guru terlebih dahulu diminta menganalisis penampilannya.
7. Supervisor lebih banyak mendengarkan dan bertanya daripada
memerintah/ mengarahkan.
8. Supervisi berlangsung dalam suasana intim, dan bersifat terbuka antara
supervisor dan guru/calon guru.

6
9. Supervisi berlangsung dalam siklus yang meliputi perencanaan, observasi
dan diskusi umpan balik.
10. Supervisi klinis dapat dipergunakan untuk pembentukan/peningkatan dan
perbaikan keterampilan mengajar, di pihak lain supervisi klinis dipakai
dalam konteks pendidikan pra jabatan maupun pendidikan dalam jabatan.

Dalam prosedur pelaksanaannya, supervisi klinis lebih menekankan


kepada mencari sebab-sebab atau kelemahan yang terjadi di dalam proses
belajar-mengajar, dan kemudian secara langsung pula diusahakan bagaimana
cara memperbaiki kelemahan atau kekurangan tersebut. Gambaran akan
pentingnya kegiatan supervisi klinis dalam memberikan solusi atas masalah-
masalah yang dihadapi pendidik dalam menjalankan kegiatan pembelajaran
dengan mempertimbangkan faktor-faktor berikut:

1. Menghindarkan guru dari jebakan penurunan motivasi dan kinerja dalam


melaksanakan proses pembelajaran.
2. Menghindarkan guru dari upaya menutupi kelemahannya sendiri melalui
cara-cara dialog terbuka dengan supervisornya.
3. Mendorong guru untuk selalu adaptif terhadap kemajuan iptek dalam proses
pembelajaran.
4. Menjaga konsistensi guru agar tidak kehilangan identitas diri sebagai
penyanggang profesi yang terhormat dan bermanfaat bagi kemajuan
generasi.
5. Mendorong guru untuk secara cermat dalam bekerja dan berinteraksi dengan
sejawat dan siswa agar terhindar dari pelanggaran kode etik profesi guru.
6. Menghindarkan guru dari praktik-praktik melakukan atau mengulangi
kekeliruan secara pasif dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran.
7. Menghindarkan siswa dari praktik-praktik yang merugikan, karena tidak
memperoleh layanan yang memuaskan, baik secara akademik maupun non
akademik

7
2.2. Tujuan Supervisi Klinis
Pada dasarnya kegiatan mengajar (Syaiful Sagala. 2012) yang
dilakukan oleh guru merupakan kegiatan yang dapat kendalikan, diamati dan
terdiri dari komponen-komponen keterampilan mengajar yang dapat dilatih
secara terbatas. Priansa & Setiana mengemukakan bahwa perbaikan proses
belajar mengajar yang dilakukan guru menjadi dasar dilaksanakannya supervisi
klinis (2018:306). Maka ketiga kegiatan pokok dalam supervisi klinis yaitu
pertemuan pendahuluan, observasi mengajar, dan pertemuan balikan memiliki
tujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan mengajar guru di
kelas.). Tentunya rangkaian perbaikan-perbaikan yang dilakukan harus
terencana dan sistimatis.
Pada umumnya, tujuan supervisi klinis adalah memperbaiki dan
meningkatkan kemampuan dan ketrampilan mengajar guru sehingga guru dapat
memodifikasikan pola-pola pembelajaran agar dapat terlaksana dengan efektif.
Menurut Sergiovani & Staarratt (1987:20) ada dua tujuan supervisi klinis,
pertama, untuk membangun motivasi dan komitmen kerja guru dan yang kedua,
untuk menyediakan pengembangan profesionalitas guru. Motivasi dan
komitmen sangat menentukan kinerja seorang guru. Motivasi dan komitmen
merupakan “penggerak” kehidupan guru untuk mengembangkan potensi dan
kapasitasnya sebagai seorang guru. Alfianto et al (2017) dalam penelitiannya
diperoleh fakta bahwa ada hubungan positif antara motivasi dengan komitmen
artinya semakin tinggi motivasi guru semakin besar komitmen guru.
Menurut Acheson dan Gall dalam buku Manajemen Supervisi &
Kepemimpinan Kepala Sekolah (Priansa & Somad, 2014:156-157) menyatakan
ada 5 tujuan diadakannya supervisi klinis :
1. Guru mendapat umpan balik yang obyektif berkaitan dengan pengajaran
yang dilakukannya.
2. Masalah-masalah pengajaran yang muncul dalam pengajaran dapat
diagnosis sehingga guru terbantu dalam menemukan pemecahan masalah-
masalah tersebut.

8
3. Pengembangan ketrampilan guru dalam mengimplementasikan strategi
pengajaran dapat difasilitasi.
4. Untuk kepentingan promosi jabatan guru dan keputusan lainnya, hasil
evaluasi guru dapat menjadi pertimbangan dalam membuat keputusan
tersebut.
5. Pengembangan satu sikap positif terhadap profesional guru dapat
berlangsung secara berkesinambungan.
Secara khusus, ada 6 tujuan supervisi klinis (Sagala, 2012): (1)
menyediakan suatu balikan yang obyektif terhadap kegiatan guru yang baru
dilaksanakan; (2) mendiagnosa untuk membantu memecahkan masalah
pembelajaran; (3) membantu guru untuk mengembangkan kompetensi dan
keterampilanya dalam mengguanakan strategi dan metode pembelajaran; (4)
sebagai pedoman dalam menilai guru untuk kemajuan pendidikan, promosi, dan
jabatan guru; (5) menolong guru dalam mengembangkan sikap positif terhadap
pengembangan diri; (6) perhatian utama pada kebutuhan guru dalam
pembelajaran. Dibandingkan dengan Acheson dan Gall, Sagala menambahkan
tujuan ke 6 yakni perhatian utama pada kebutuhan guru dalam pembelajaran.
Masaong (2013), tujuan supervisi klinis adalah untuk memperbaiki
mutu pelayanan belajar secara berkelanjutan dan konsisten. Selain itu, supervisi
klinis bertujuan untuk memperbaiki performansi guru dalam pembelajaran dan
membantu siswa mengatasi masalah-masalah pembelajaran secara efektif. Pada
dasarnya, tujuan supervisi klinis adalah memberikan layanan terhadap guru
dalam meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas, sehingga dapat
memperbaiki proses pembelajaran yang kurang efektif pada guru sewaktu
mengajar.

2.3. Prinsip-prinsip Supervisi Klinis


Dalam melaksanakan supervisi klinis terdapat beberapa prinsip umum
yang dijadikan dasar/patokan dalam setiap kegiatannya. Menurut (Acheson &
Gall, 1987), dalam supervisi klinis terdapat sejumlah prinsip umum yang
menjadi landasan praktek pelaksanaannya, antara lain:

9
1. Hubungan antara supervisor dengan guru adalah hubungan kolegial yang
sederajat dan bersifat interaktif. Hubungan semacam ini lebih dikenal
sebagai hubungan antara tenaga profesional berpengalaman dengan yang
kurang berpengalaman, sehingga terjalin dialog professional yang interaktif
dalam suasana yang intim dan terbuka. Isi dialog bukan pengarahan atau
instruksi dari supervisor/pengawas melainkan pemecahan masalah
pembelajaran.
2. Diskusi antara supervisor dan guru bersifat demokratis, baik pada
perencanaan pengajaran maupun pada pengkajian balikan dan tindak lanjut.
Suasana demokratis itu dapat terwujud jika kedua pihak dengan bebas
mengemukakan pendapat dan tidak mendominasi pembicaraan serta
memiliki sifat keterbukaan untuk mengkaji semua pendapat yang
dikemukakan didalam pertemuan tersebut dan pada akhirnya keputusan
ditetapkan atas persetujuan bersama.
3. Sasaran supervisi terpusat pada kebutuhan dan aspirasi guru serta tetap
berada di dalam kawasan (ruang lingkup) tingkah laku guru dalam mengajar
secara aktual. Dengan prinsip ini guru didorong untuk menganalisis
kebutuhan dan aspirasinya didalam usaha mengembangkan dirinya.
4. Umpan balik dari proses belajar mengajar guru/calon guru diberikan dengan
segera dan hasil penilaian /peninjauannya harus sesuai dengan kontrak yang
telah disetujui bersama. Dari hasil analisis balikan itulah ditetapkan rencana
selanjutnya.
5. Supervisi yang diberikan bersifat bantuan dengan tujuan untuk
meningkatkan kemampuan mengajar dan sikap professional. Dalam prinsip
ini menekankan apabila guru.calon guru sudah matang dan memiliki sikap
yang professional yang tinggi maka tugas supervisor sudah beres, dengan
kata lain supervisor sudah boleh membiarkan/melepaskan guru/calon guru
tersebut secara mandiri.
6. Mengutamakan prakarsa dan tanggung jawab guru, baik pada tahap
perencanaan, pengkajian balikan maupun pengambilan keputusan dan
tindak lanjut. Dengan mengalihkan sedini mungkin prakarsa dan tanggung

10
jawab itu ke tangan guru diharapkan pada gilirannya kelak guru akan tetap
mengambil prakarsa untuk mengembangkan dirinya.
7. Pusat perhatian pada waktu berlangsung supervisi dalam kegiatan belajar
mengajar tertentu hanya pada beberapa keterampilan mengajar saja. Prinsip
ini menekankan bahwa meskipun keterampilan mengajar itu dapat
digunakan secara integratif, tetapi untuk meningkatkan keterampilan
tertentu dapat dilakukan secara terisolasi agar mudah dikontrol dan di amati.

Prinsip-prinsip yang telah dikemukakan di atas secara umum


menghendaki bahwa pelaksanaan supervisi klinis pada hakikatnya
menginginkan bimbingan atau bantuan yang humanity dan berangkat dari
kesadaran dalam diri orang yang disupervisi (pendidik) akan kebutuhan mereka
terhadap bantuan dari supervisor. Jadi, dalam supervisi klinis tidak boleh
melakukan bimbingan yang cenderung memberikan instruksi atau perintah,
karena dalam supervisi klinis menginginkan terciptanya hubungan manusiawi,
sehingga guru-guru memiliki rasa aman. Berangkat dari rasa aman inilah
diharapkan adanya kesediaan untuk dilakukan perbaikan dalam perilaku
mengajar mereka dengan penuh keihklasan dan kesadaran dalam diri mereka.
Piet A. Sahertian (2000) dalam bukunya yang berjudul Konsep Dasar
& Teknik Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya
Manusia memberikan prinsip-prinsip supervisi klinis sebagai berikut:
1. Inisiatif para guru menjadi dasar dari supervisi klinis.
2. Interaksi guru dan perasaan sebagai rekan sejawat menjadi dasar untuk
menciptakan hubungan yang manusia.
3. Supervisor harus mencipatkan suasana yang demokratis sehingga setiap
guru mempunya keleluasaan untuk menyampaikan apa yang dialaminya.
4. Kebutuhan professional guru menjadi focus atau obyek kajian untuk dibantu
atau diselesaikan persolannya.
5. Fokus perhatian ditujukan kepada unsur-unsur yang khusus yang perlu
diperbaiki.

11
Berdasar pada prinsip-prinsip supervisi klinis yang dikemukakan,
(Shaifudin, 2015) berpendapat bahwa supervisi klinis juga membawa implikasi
bagi kedua belah pihak yakni supervisor dan guru.
1. Implikasi bagi supervisor:
a. Memiliki keyakinan akan kemampuan guru untuk mengembangkan
dirinya serta memecahkan masalah yang dihadapinya.
b. Memiliki sikap terbuka dan tanggap terhadap setiap pendapat guru.
c. Mau dan mampu memperlakukan guru sebagai kolega yang memerlukan
bantuannya.
2. Implikasi bagi guru:
a. Perubahan sikap dari guru sebagai seseorang yang mampu mengambil
prakarsa untuk menganalisis dan mengembangkan dirinya.
b. Bersikap terbuka dan obyektif dalam menganalisis dirinya. Adanya
implikasi positif baik kepada supervisor selaku pembimbing maupun
kepada guru sebagai orang yang mendapatkan bimbingan menunjukkan
adanya kesatuan (unity) dalam proses atau langkah-langkah dalam
supervisi klinis mulai dari tahap pertemuan pendahuluan sampai tahap
pertemuan lanjutan.

2.4. Langkah-langkah Supervisi Klinis


Supervisi klinis merupakan suatu proses yang berbentuk siklus dan
terdiri atas sejumlah tahapan. Secara umum, siklus langkah-langkah supervisi
klinis ada tiga tahap yakni tahap pertemuan awal, tahap observasi dan tahap
balikan.
2.4.1. Tahap Pertemuan Awal
Tahap pertama dalam proses supervisi klinis adalah tahap pertemuan
awal (preconference) dan menjadi tahap untuk membicarakan rencana
keterampilan yang akan diobservasi dan dicatat. Tahap ini memberikan
kesempatan bagi supervisor dan guru untuk mengidentifikasi perhatian utama
guru dan menerjemahkannya dalam tingkah laku yang dapat dipahami,
disamping pembicaraan berkaitan dengan bentuk dan jenis data pembelajaran

12
yang akan diamati dan dicatat selama proses pembelajaran berlangsung. Jamal
Ma’mur Asmani menyampaikan bawah hubungan baik antara supervisor dan
guru sangat diperlukan agar kegiatan proses pengamatan dapat berlangsung
secara efektif. Supervisor dan guru merupakan partner yang perlu menciptakan
komunikasi yang efektif dan terbuka sehingga tercipta suasana yang harmonis
selama proses supervisi klinis.
Jadi, tujuan utama pertemuan awal ini menurut Jerry H. Makawimbang
(2012) adalah untuk mengembangkan kerangka kerja observasi kelas yang
akan dilakukan secara bersama-sama antara supervisor dan guru. Kesepakatan
(contract) kerja antara supervisor dan guru merupakan hasil dari pertemuan
awal ini. Waktu yang dibutuhkan dalam pertemuaan awal tidak terlalu lama.
Supervisor dapat menggunakan waktu 20-30 menit terkecuali ada
permasalahan khusus yang dialami guru sehingga membutuhkan waktu nyang
lama untuk diskusi. Adapun tempat pertemuan disarankan tidak di ruang kepala
sekolah atau supervisor tetapi di tempat netral agar guru mempunyai kebebasan
untuk berbicara dan menyampaikan permasalahan yang dialami.
Secara teknis ada lima langkah yang diperlukan dalam pelaksanaan
pertemuan awal (Jerry H. Makawimbang, 2013): (1) terciptanya suasana akrab
antara supervisor dengan guru, (2) rencana pelajaran dan tujuan pelajaran dikaji
ulang, (3) komponen keterampilan yang akan dilatihkan dan diamati, akan
dikaji ulang, (4) pemilihan atau pengembangan instrumen observasi, (5)
pembicaraan untuk kesepakatan tentang instrumen observasi yang dipilih atau
yang dikembangkan.
2.4.2. Tahap observasi
Tahap observasi terhadap pengajaran merupakan tahap kedua dalam
proses supervisi klinis yang dilakukan secara sistimatis dan obyektif. Soetjipto
& Raflis Kosasi (2004) mengemukakan bahwa tahap observasi meruapkan
tahap bagi supervisor untuk mengamati dan mencatat atau merekan secara
obyektif, lengkap dan apa adanya dari setiap perilaku guru saat mengajar
berdasarkan komponen keterampilan yang disepakati dalam pertemuan awal.
Pada tahap ini, supervisor juga mengadakan observasi dan mencatat

13
perkembangan perilaku siswa serta interaksi antara guru dan siswa.
Menurut Jerry H Makawimbang (2013), sebelum dan selama
melaksanakan observasi mengajar, ada dua aspek yang harus diputuskan dan
dilaksanakan oleh supervisor, yaitu: (1) menetapkan aspek-aspek yang
diobservasi dan bagaimana cara mengobservasinya, sesuai dengan hasil diskusi
bersama antara supervisor dan guru pada waktu pertemuan awal. Tujuan
utamanya adalah mengumpulkan data yang dapat menjadi bahan informasi
untuk diskusi berbagi pikiran dengan guru setelah observasi selesai, sehingga
guru bisa menganalisis aktivitas-aktivitas yang telah dilakukannya di kelas
secara cermat. Langkah-langkah tahap observasi adalah sebagai berikut:
1. Persiapan. Supervisor melakukan cek ulang alat-alat perlengkapan
observasi. Supervisor maupun guru bersiap-siap untuk melakukan supervisi.
2. Guru dan supervisor masuk ruang kelas. Guru mengajar sedangkan
supervisor duduk di kursi belakang kelas mengamati guru mengajar.
3. Supervisor harus dapat menjaga sikap sebaik- baiknya dalam melaksanakan
supervisi di kelas seperti posisi duduk maupun gerakan-gerakan yang lain.
4. Supervisor mengamati guru yang disupervisi secara teliti dan mencatat
perkembangan perilaku siswa serta interaksi antara guru dan siswa.
5. Setelah selesai proses pembelajaran di kelas, guru dan supervisor mengikuti
para siswa keluar kelas.
Dalam tahap observasi diperlukan teknik untuk mempermudah dan
mengarahkan proses observasi. Ibrahim Bafadal (1992) menganjurkan
supervisor untuk menggunakan beberapa teknik saat melakukan proses
observasi seperti:
1. Selective verbatim yakni membuat semacam rekaman tertulis yang biasa
disebut dengan verbatim transcript. Transkip ini bisa ditulis langsung
berdasarkan observasi dan bisa juga menyalin dari apa yang direkam
(tape/video)
2. Rekaman observasional berupa seating chart merupakan kegiatan
mendokumentasikan perilaku murid-murid saat berinteraksi dengan seorang
guru selama pengajaran berlangsung.

14
3. Wide lens techniques yakni pembuatan catatan yang lengkap mengenai
kejadian-kejadian di kelas dalam alur cerita yang panjang lebar.
4. Checklists and timeline coding yakni pengumpulan data melalui observasi
untuk mendapatkan data perilaku belajar mengajar. Untuk keperluan analisi,
aktivitas di kelas dibagi dalam 3 kelompok yaitu aktivitas pembicaraan guru,
pembicaraan murid dan aktivitas saat tidak ada pembicaraan.
2.4.3. Tahap Pertemuan Akhir atau Balikan

Tahap pertemuan akhir akhir atau balikan merupakan tahap untuk


menindaklanjuti apa yang sudah dilakukan oleh supervisor saat melakukan
pengamatan proses belajar mengajar. Tahap ini dilakukan setelah dilakukan
analisis terhadap hasil observasi dan merupakan tahap yang penting untuk
pengembangan perilaku guru. Dalam tahap ini, supervisor harus
menyampaikan secara deskriptif, konkrit dan memberikan motivasi sehingga
hasilnya dapat bermanfaat bagi guru.
Pertemuan balikan ini merupakan tahap yang penting untuk
mengembangkan perilaku guru dengan cara memberikan balikan tertentu.
Balikan ini harus deskriptif, konkret dan bersifat memotivasi, sehingga betul-
betul bermanfaat bagi guru.Menurut Jerry H. Makaewimbang, sedikitnya lima
manfaat pertemuan balikan bagi guru, yaitu:
1. Guru mendapatkan penguatan sehingga meningkatkan motivasinya dalam
pembelajaran.
2. Bersama supervisor, isu-isu dalam pengajaran bisa didefinisikan dengan
tepat.
3. guru secara langsung mendapatkan bantuan dan bimbingan dari supervisor
4. Guru mendapatkan pengalaman pelatihan yang bermanfaat untuk
melakukan supervisi terhadap dirinya sendiri.
5. Guru mendapatkan pengetahuan tambahan untuk meningkatkan
kemampuan analisis profesional diri pada masa yang akan datang.

Pada pertemuan akhir atau balikan, sikap supervisor harus


menunjukkan sikap sopan, menghargai guru, ramah, dan dapat menjadi

15
pendengar yang baik agar kepercayaan guru terhadap supervisor terbangun.
Guru perlu diberi kesempatan untuk merefleksikan dirinya, sebelum supervisor
menyampaikan pendapatnya berdasarkan observasi di kelas. Supervisor dapat
memberikan pujian terhadap kelebihan guru dan juga masukan berharga bagi
guru untuk peningkatan kapasitas guru. Setelah mendapat masukan dan saran
dari supervisor, guru dapat menindaklanjuti dengan memperbaiki apa yang
menjadi kelemahan-kelemahannya.
Langkah-langkah supervisi klinis adalah berjalan secara
berkesinambungan dan membentuk siklus sebagaimana gambar berikut:

Gambar 2.1 Siklus Supervisi Klinis

TAHAP PERTEMUAN AWAL TAHAP OBSERVASI

Menganalisis rencana Mencatat peristiwa selama


pelajaran. pengajaran.
Menetapkan bersama aspek- Catatan harus objektif dan
selektif
aspek yang akan di observasi
dalam mengajar.

TAHAP PERTEMUAN BALIKAN

Menganalisis hasil observasi bersama guru.


Menganalisis perilaku mengajar.
Bersama menetapkan aspek-aspek yang harus
dilakukan untuk membantu perkembangan
keterampilan mengajar berikutnya.

Sumber: Supervisi Klinis oleh Jerry H. Makawimbang, 2013

16
2.5.Analisa Hasil Penelitian Supervisi Klinis
2.5.1. Penelitian yang ditulis oleh Lili Ng Chui Mi adalah pengawas sekolah Kab.
Sambas tentang “Pelaksanaan supervisi klinis Kepala Sekolah untuk
Meningkatkan Kinerja Guru dalam Mengelola Pembelajaran pada SMA
Negeri 2 Sambas.
Tujuan penelitian di atas adalah mengungkapkan pelaksanaan supervisi
klinis kepala sekolah untuk meningkatkan kinerja guru dalam mengelola
pembelajaran pada SMA Negeri 2 Sambas. Metode penelitian yang
digunakan adalah kualitatif. Hasil penelitian ditemukan bahwa
1. Kinerja guru dalam mengelola pembelajaran belum maksimal.
2. Tahap-tahap pelaksanaan supervisi klinis meliputi: perencanaan;
pelaksanaan; dan evaluasi.
3. Persepsi guru terhadap pelaksanaan supervisi klinis kepala sekolah
mendapat tanggapan positif dari semua guru.
4. Upaya yang dilakukan kepala sekolah dalam mengatasi masalah supervisi
klinis meliputi: melaksanakan In House Training (IHT), memberikan
pengarahan dan motivasi pada guru, melakukan tukar menukar informasi
dan memberdayakan guru senior dalam membimbing penyusunan RPP.
5. Hambatan-hambatan dalam melaksanakan supervisi klinis berasal dari
guru dan kepala sekolah.
6. Faktor-faktor yang mendukung kompetensi kepala sekolah dalam
melaksanakan supervisi klinis meliputi: pendidikan dan pelatihan,
seminar, diskusi maupun lokakarya tentang supervisi klinis, pertemuan-
pertemuan rutin dalam musyawarah kerja kepala sekolah (MKKS), dan
studi banding ke daerah yang sudah melaksanakan supervisi klinis.

Dalam penelitian ini, semua tahap supervisi klinis sudah dilakukan


walaupun sistimatika dalam menguraikan permasalahan masih kurang.
Menurut kami tahapan penelitian dimulai dari kinerja guru, persepsi guru
terhadap supervisi klinis, tahap pelaksanaan supervisi, hambatan-hambatan,
factor-faktor pendukung kompetensi kepala sekolah, baru upaya-upaya yang

17
dilakukan oleh kepala sekolah. Salah satu kelemahan dari supervisi klinis
yang dilakukan oleh kepala sekolah adalah kepala sekolah juga mengajar,
sekalipun persepsi guru tentang pelaksanaan supervisi klinis yang
dilaksanakan oleh Kepala Sekolah mendapat tanggapan positif dan respon
guru juga baik. Tetapi analisa tersebut bertolak belakang dengan kenyataan
yang menyatakan bahwa supervisi klinis tidak dapat dilakukan pada semua
guru karena terbatasnya waktu yang dimiliki oleh kepala sekolah.

2.5.2. Studi Kasus di SMKN 1 Karanganyar “Pengelolaan Supervisi Klinis” ditulis


oleh Aris Sukarno dan Yetty Sarjono.
Studi kasus ini memaparkan hasil kajian tentang supervisi klinis di
SMKN 1 Karanganyar, dengan substansi: 1) mendeskripsikan perencanaan
supervisi klinis 2) mendeskripsikan pelaksanaan supervisi, dan 3)
mendeskripsikan tindak lanjut supervisi klinis yang dilakukan. Dalam
pelaksanaan supervisi klinis pada SMK Negeri 1 Karanganyar masih
mengalamai kendala, antara lain: perencanaan supervisi klinis yang masih
kurang terperinci; pelaksanaan jadwal supervisi klinis yang belum teratur dan
sering mengalami penundaan; minat guru dalam pelaksanaan supervisi klinis
ma-sih rendah. Minat guru yang rendah dalam supervisi klinis tampak dari
penolakan guru dalam kegiatan supervisi klinis, berusaha menghindar dengan
mengikuti kegiatan lain di luar sekolah. Penolakan guru dalam kegiatan
supervisi karena kesalah pengertian terhadap supervisi klinis karena adanya
realita bahwa supervisi merupakan evaluasi terhadap kinerja para guru,
supervisi hanya mencari kesalahan mereka sehingga guru merasa menjadi
pihak yang diadili.
Berdasarkan studi kasus saat mendesain dan mengimplemenatsikan
supervisi klinis, diperoleh hasil-hasil sesuai dengan tahapan supervisi sebagai
berikut:
1. Tahap perencanaan supervisi klinis di SMK N 1 Karanganyar sudah sesuai
dengan prosedur supervisi klinis dengan terciptanya suasana yang akrab,
terbuka dan penuh persahabatan antara supervisor dengan para guru.

18
Supervisor dan guru sudah terjalin hubungan kolegial sehingga tercipta
suasana kerjasama yang harmonis. Soetjipto dan Raflis Kosasi (2004)
mengemukakan bahwa secara teknis diperlukan lima langkah dalam
pelaksanaan pertemuan pendahuluan, yaitu: a) terciptanya suasana yang
akrab antara supervisor dengan guru, b) rencana pembelajaran perlu dikaji
ulang, c) menentukan komponen keterampilan (beserta indikatornya) yang
akan diobservasi, d) menggunakan instrumen observasi yang akan dipilih,
dan e) kesepakatan tentang instrumen observasi yang dipilih diperoleh dari
diskusikan bersama antara supervisor dan guru.
2. Pelaksanaan supervisi klinis, meliputi pengecekan perangkat
pembelajaran dan observasi kelas. Kepala SMK N 1 Karanganyar
melakukan pengamatan dan observasi langsung kepada guru, meliputi:
perangkat pembelajaran, administrasi serta proses pembelajaran di kelas
secara cermat, sistematis dan obyektif. Hasil studi kasus menyatakan
bahwa tahap pelaksanan supervisi klinis di SMK N 1 Karanganyar sudah
berjalan sesuai prosedur. Hal ini sesuai dengan pendapat Jayadi bahwa
fungsi utama dari pelaksanaan supervisi klinis adalah untuk mendapat
gambara apa yang terjadi selama proses pengajaran berlangsung secara
lengkap sehingga supervisor dan guru dapat dengan tepat mengingat
kembali proses pengajaran yang akan membantu dalam membuat analisa
secara obyektif.
3. Tindak lanjut supervisi klinis antara Kepala sekolah sebagai supervisor
dan guru dimulai dengan analisis terhadap rekaman observasi yang
menjadi bahan pembicaran dalam tahap ini. Kepala sekolah memberikan
data yang obyektif tentang apa yang telah berlangsung saat mengajar di
kelas, menganalisis dan menginterprestasikan secara koperatif dengan
guru. Pada tahap ini, peneliti menyampaikan bahwa pertemuan tindak
lanjut (balikan) supervisi klinis di SMK N 1 Karanganyar sudah berjalan
baik sesuai prosedur dari supervisi klinis. Pendapat ini didukung fakta
bahwa kepala SMKN 1 Karanganyar membuat analisa dan menyampaikan
hasil temuan supervisi klinis kepada guru secara lengkap dan obyektif

19
disertai dengan alternatif solusi dan kendala yang dihadapi selama
supervisi klinis. Respon guru SMKN 1 Karanganyar menunjukan respon
positif dengan menerima hasil supervisi klinis, dan terlibat secara aktif
dalam semua tahapan pelaksanaan supervisi klinis. Hal ini sesuai dengan
pendapat Suwarno (2010:15), bahwa dalam pertemuan tindak lanjut
supervisi klinis, supervisor menyampaikan hasil observasi secara obyektif
tentang jalannya pelajaran berdasarkan target dan perhatian utama, dan
menyimpulkan hasil observasi dengan melibatkan guru secara mendalam
dan menyeluruh.

Secara keseluruhan, langkah-langkah supervisi klinis di SMKN 1


Karanganyar sudah sesuai dengan prosedur dan tujuan dari pelaksanaan supervisi
klinis. Hasil studi kasus menyatakan bahwa semua tahapan supervisi klinis di SMK
N 1 Karanganyar sudah berjalan dengan baik, mulai dari tahap perencanaaan yang
melibatkan guru secara aktif dan terbuka dalam suasana harmonis, sehingga
menepis perasaan curiga atau praduga “diadili” sampai kepada tahap pertemuan
tindak lanjut (balikan) sehingga guru dapat menerima hasil observasi dan solusi
alternatif terhadap permasalahan pembelajaran.

20
BAB III
PENUTUP

3.1. Simpulan
Supervisi klinis merupakan suatu proses kepemimpinan dalam
pendidikan melalui tatap muka antara supervisor dengan guru sebagai
bimbingan yang diberikan untuk peningkatan kinerja guru atau calon guru
terhadap peningkatan cara mengajar dengan proses/siklus yang terstruktur dan
sistimatis melalui tahap perencanaan, observasi dan kajian observasi sehingga
guru berkembang secara professional. Supervisi klinis bertujuan memberikan
layanan terhadap guru dalam meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas,
sehingga dapat memperbaiki proses pembelajaran yang kurang efektif pada
guru sewaktu mengajar.
Prinsip-prinsip pelaksanaan supervisi klinis pada hakikatnya
menginginkan bimbingan atau bantuan yang humanity dan berangkat dari
kesadaran dalam diri orang yang disupervisi (pendidik) akan kebutuhan mereka
terhadap bantuan dari supervisor. Jadi, dalam supervisi klinis tidak boleh
melakukan bimbingan yang cenderung memberikan instruksi atau perintah,
karena dalam supervisi klinis menginginkan terciptanya hubungan manusiawi,
sehingga guru-guru memiliki rasa aman. Berangkat dari rasa aman inilah
diharapkan adanya kesediaan untuk dilakukan perbaikan dalam perilaku
mengajar mereka dengan penuh keihklasan dan kesadaran dalam diri mereka.
Supervisi klinis merupakan suatu proses yang berbentuk siklus dan
terdiri atas sejumlah tahapan. Secara umum, siklus langkah-langkah supervisi
klinis ada tiga tahap yakni tahap pertemuan awal, tahap observasi dan tahap
balikan.
Penelitian yang ditulis oleh Lili Ng Chui Mi adalah pengawas sekolah
Kab. Sambas tentang “Pelaksanaan supervisi klinis Kepala Sekolah untuk
Meningkatkan Kinerja Guru dalam Mengelola Pembelajaran pada SMA Negeri
2 Sambas” menunjukkan bahwa supervisi klinis mendapat tanggapan dan

21
respon yang baik dari guru, sekalipun peneliti menyatakan bahwa supervisi
klinis tidak diterapkan ke semua guru karena keterbatasan waktu dari kepala
sekolah sebagai supervisor. Rekomendasi yang dapat diberikan agar kepala
sekolah sebagai supervisor tidak merangkap sebagai guru yang mengajar
sehingga mempunyai waktu dan focus untuk melakukan supervisi klinis
sehingga bisa meningkatkan kemampuan guru.
Studi Kasus di SMKN 1 Karanganyar “Pengelolaan Supervisi Klinis”
ditulis oleh Aris Sukarno dan Yetty Sarjono menunjukkan bahwa kepala
sekolah sudah melakukan prosedur langkah-langkah atau tahapan supervisi
klinis dengan baik dan benar sehingga menepiskan pandangan bahwa supervisi
klinis terkesan mencari kelemahan-kelemahan guru dan terkesan “mengadili”
guru. Pandangan ini perlu ditanamkan kepada guru, sehingga kemampuan guru
dapat terus ditingkatkan dan diperbaiki dengan adanya kepala sekolah sebagai
supervisor yang akan menolong dan mendampingi guru untuk meningkatkan
kemampuan mengajar secara professional.
3.2. Saran
Sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya bahwa supervisi klinis
membentuk siklus yang berulang. Oleh sebab itu, supervisor perlu melihata
kembali melakukan observasi terhadap proses pembelajaran yang dilakukan
oleh guru, apakah guru sudah memperbaiki cara mengajarnya atau belum.
Sedangkan bagi guru maupun calon guru, jika masih ditemukan kekurangan
dalam keterampilan mengajar dapat meminta bantua kepala sekolah atau para
guru yang senior agar dapat memberikan masukan untuk peningkatan kinerja
guru dalam proses pembelajaran.
Sikap yang penting dan perlu ditunjukkan dalam proses supervisi
klinis adalah sikap antusias dan kemauan yang kuat dari para guru dalam
melaksanakan supervisi klinis disamping sikap supervisor yang terbuka dan
secara konsisten memberikan pendampingan untuk peningkatan
pembelajaran guru sehingga tumbuh kepercayaan satu dengan yang lainnya.

22
DAFTAR PUSTAKA

Acheson, K., & Gall, M. (1987). Tehniques In The Clinical Supervision Of


Teachers (Preservice and Inservice Application). New York: Longman.

Alfianto, C., Karnati, N., & Armeliz, D. (2017). Hubungan antara Motivasi dengan
Komitmen Organisasi di Sekolah Menengah Atas Negeri Wilayah I Kota
Administrasi Jakarta Timur. 3(1), 33-40.

Arikunto, Suharsimi. (2004). Dasar-Dasar Supervisi, Jakarta: PT Rineka Cipta.

Bafadal, Ibrahim. (1992). Supervisi Pengajaran: Teori dan Aplikasinya Dalam


Membina Profesional Guru, Jakarta: Bumi Aksara.

Gunawan, Ari H. (1996) Administrasi Sekolah: Administrasi Pendidikan Mikro,


Jakarta: PT Rineka Cipta.

H. Makawimbang, Jerry. (2013) Supervisi Klinis Teori dan Pengukurannya:


Analisis di Bidang Pendidikan, Bandung: Alfabeta.

Jayadi. (2002). Model-model dan Teknik Komunikasi Supervisi Klinis. Yogyakarta:


UGM

Masaong, Abd. Kadim. (2013) Supervisi Pembelajaran dan Pengembangan


Kapasitas Guru: Memberdayakan Pengawas Sebagai Gurunya Guru,
Bandung: Alfabeta.

Presiden Republik Indonesia. (2005). Peraturan Pemerintah RI Nomor 19, 23,


Tahun 2005, tentang Profesionalitas Guru.

Priansa, DJ., & Setiana, SS. (2018). Manajemen & Supervisi Pendidikan. Bandung:
Pustaka Setia.

Priansa, DJ., & Somad, R. (2014). Manajemen Supervisi & Kepemimpinan Kepala
Sekolah. Bandung: Alfabeta.

23
Purwanto, Ngalim. (1992) Administrasi dan Supervisi Pendidikan, Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.

Republik Indonesia. (2005). Undang-Undang RI Nomor 14, Tahun 2005 Pasal 4


tentang Kedudukan Guru sebagai Tenaga Profesional.

Rugaiyah dan Atiek Sismiati. (2011) Profesi Kependidikan, Bogor: Ghalia


Indonesia.

Sagala, S. (2012). Supervisi Pembelajaran dalam Profesi Kependidikan. Bandung:


Alfabeta.

Sagala, Syaiful. (2012) Administrasi Pendidikan Kontemporer, Bandung: Alfabeta.

Sahertian, Piet., dan Sahertian, Ida Aleida. (1990) Supervisi Pendidikan dalam
Rangka Program Inservice Education, Jakarta: PT Rineka Cipta.

Sahertian, P. A. (2008). Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan dalam


Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Sergiovanni, TJ., & Sttarrat, RJ. (1979). Supervision: Human Perspectives. New
York: Mc Graw Hill Book Company.

Sergiovanni, TJ., & Sttarrat, RJ. (1987). Emerging Patterns of Supervision: Human
Perspective. New York: Mc Graw Hill Book Company.

Setiyadi, B. (2020). Supervisi dalam Pendidikan. Purwodadi: CV. Sarnu Untung.

Shaifudin, A. (2015). Supervisi Klinis Solusi Mempertemukan Idealitas-Realitas


Perilaku Mengajar Guru. Jurnal Studi Agama Vol 3 No 2, El- Wasathiya,
128-143.

Soetjipto., dan Kosasi, Raflis. (2004) Profesi Keguruan, Jakarta: PT Rineka Cipta

Suwarno. (2010). Makalah Supervisi Pendidikan. http://32 mine.blogspot.com/20.


Diakses pada hari Senin 9 September 2012

Usman, N., & Murniati. (2019). Pengantar Manajemen Pendidikan. Tangerang


Selatan: An1mage.

24
LAMPIRAN

INSTRUMEN
PRA OBSERVASI SUPERVISI KLINIS

Nama Sekolah : ………………………........... Tahun Pelajaran : .............................................


Nama Guru : …………………………....... Mata Pelajaran : .............................................
NIP/NUPTK : ........................................... Kelas/Semester : .............................................
Sertifikasi : Tahun ................................ Jumlah Jam TM : .............................................
Kehadiran di Sekolah : .......... hari/Minggu ......... % Tugas Tambahan : .............................................
Kehadiran Tatap Muka di kelas : .......... % Hari, Tgl. Kunjungan : .............................................

No. Aspek Pra Supervisi Catatan

1. Masalah yang dihadapi guru

2. Masalah yang dihadapi siswa

3. Kompetensi yang ingin dicapai

4. Materi pokok pembelajaran

5. Tujuan pembelajaran

6. Langkah-langkah pembelajaran

7. Media yang akan digunakan

8. Sistem penilaian yang akan digunakan

9. Tindak lanjut

Kesimpulan/Saran:

Salatiga, ......................
Mengetahui: Pengawas Pembina, Guru Mata Pelajaran,
Kepala Sekolah,

........................................... ................................................
NIP. NIP NIP.
25
INSTRUMEN
OBSERVASI PROSES PEMBELAJARAN SISWA
(SUPERVISI KLINIS)

Nama Sekolah : ………………………........... Tahun Pelajaran : .............................................


Nama Guru : …………………………....... Mata Pelajaran : .............................................
NIP/NUPTK : ........................................... Kelas/Semester : .............................................
Sertifikasi : Tahun ................................ Jumlah Jam TM : .............................................
Kehadiran di Sekolah : .......... hari/Minggu ......... % Tugas Tambahan : .............................................
Kehadiran Tatap Muka di kelas : .......... % Hari, Tgl. Kunjungan : .............................................

Aktivitas
No. Aspek Keterangan
Guru Siswa
A. Kegiatan Pendahuluan
1. Mengkondisikan siswa
(apersepsi, motivasi,
dan/atau yang lainnya).
2. Menyampaikan SK, KD,
IPK, Tujuan Pembelaaran.
B. Kegiatan Inti(Bagaimana
siswa belaar, proses
eksplorasi, elaborasi dan
konfirmasi)

C. Kegiatan Penutup
1. Membuat
rangkuman/simpulan
2. Melakukan penilaian
dan/atau refleksi
3. Memberikan umpan balik

4. Memberikan PT dan KMTT

5. Menyampaikan rencana
pembelaaran pertemuan
berikutnya.

Bahan Ajar, Alat Peraga/Media yang digunakan oleh guru: ...................................................................................


................................................................................................................................................................................
................................................................................................................................................................................
Kesimpulan/Saran:

Salatiga, ......................
Mengetahui: Pengawas Pembina, Guru Mata Pelajaran,
Kepala Sekolah,

................................ ................................................ ........................................


NIP NIP. NI
26
INSTRUMEN POST SUPERVISI KLINIS

Nama Sekolah : ………………………...........Tahun Pelajaran : .............................................


Nama Guru : …………………………....... Mata Pelajaran : .............................................
NIP/NUPTK : ........................................... Kelas/Semester : .............................................
Sertifikasi : Tahun ................................ Jumlah Jam TM : .............................................
Kehadiran di Sekolah : .......... hari/Minggu ........ % Tugas Tambahan : .............................................
Kehadiran Tatap Muka di kelas : .......... % Hari, Tgl. Kunjungan : .............................................

No. Jenis Temuan Rekomendasi/Balikan Keterangan


1. Persiapan pembelajaran

2. Pelaksanaan pembelajaran
a. Guru

b. Siswa

3. Lainnya

Kesimpulan/Saran:

Salatiga, ......................
Mengetahui: Pengawas Pembina, Guru Mata
Pelajaran, Kepala Sekolah,

........................................... ................................................ .......................................

NIP. NIP. NIP


1

Anda mungkin juga menyukai