PENDAHULUAN
1
Guru yang profesional memerlukan pembinaan sebagaimana amanat
yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 pasal 19 yang
menyebutkan bahwa setiap satuan pendidikan perlu melakukan perencanaan,
pelaksanaan, penilaian, serta pengawasan proses pembelajaran agar tercipta
proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Berdasarkan hal tersebut, maka
pengawasan proses pembelajaran dirasa penting dalam meningkatkan mutu
pendidikan di Indonesia. Selain itu, pada pasal 23 diperjelas lagi bahwa
pengawasan proses pembelajaran yang dimaksud meliputi pemantauan,
supervisi, evaluasi, pelaporan dan tindak lanjut. Pengawas mempunyai
kewajiban untuk memberi dukungan dan bantuan kepada guru agar dapat
melaksanakan tugasnya sebagai pendidik maupun pengajar. Dalam hal ini,
kepala sekolah mempunyai tugas dan tanggungjawab untuk melakukan
supervisi guru. Sebagai supervisor, kepala sekolah mempunyai tanggung jawab
untuk meningkatkan kemampuan guru dalam mengelola kegiatan
pembelajaran di sekolah sehingga guru responsif terhadap perubahan-
perubahan dan inovatif dalam mengembangkan kualitas sumber daya yang
akan mendukung kemampuan guru dalam mengajar maupun mendidik.
Supervisi merupakan bagian dari proses administrasi dan manajemen
jika dilihat dari konteks sekolah sebagai sebuah organisasi pendidikan.
Kegiatan supervisi merupakan fungsi terakhir dari fungsi manajemen yang
akan memberikan penilaian terhadap semua kegiatan dalam mencapai tujuan.
Perkembangan supervisi sekarang mempunyai kecenderungan kepada kegiatan
supervisi klinis. Perkembangan ini didasarkan pada pemahaman bahwa
mengajar tidak dipandang sekedar proses penyampaian pengetahuan saja, tetati
suatu kegiatan yang kompleks, yang terkait dengan unsur-unsur lain seperti
teknologi, ilmu, seni, nilai-nilai pendidikan dan sebagainya. Menurut Priansa
dan Setiana (2017), supervisi klinis merupakan model supervisi akademik
kontemporer. Dalam supervisi klinis ini, kepala sekolah sebagai pemimpin di
sekolah memiliki fungsi strategis karena kepala sekolah berkewajiban
memberikan bantuan profesional secara sistimatis berdasarkan kebutuhan guru
maupun calon guru dengan tujuan membina keterampilan mereka sehingga
2
peningkatan kualitas belajar mengajar dapat tercapai.
Supervisi klinis dilakukan dengan berfokus pada perbaikan proses
pembelajaran bukan dengan mencari kelemahan maupun sebab-sebab yang
terjadi dalam proses belajar mengaja. Supervisi klinis memberikan solusi
alternatif melalui siklus yang sistematis, mulai dari tahap perencanaan,
pengamatan, dan analisis yang intensif terhadap penampilan pembelajarannya.
Pelaksanaan supervisi klinis memiliki manfaat yang baik bagi guru maupun
supervisor (kepala sekolah) untuk meningkatkan profesionalisme dan
kemampuan penelitian.
Berdasarkan latar belakang dan uraian diatas, maka makalah kelompok
3 akan memaparkan salah satu pendekatan supervisi yang dilakukan di sekolah
yaitu supervisi klinis.
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
peningkatan kinerja guru. Selain itu, supervisi klinis juga diartikan sebagai
bentuk bimbingan profesional kepada guru sesuai dengan kebutuhannya
melalui siklus yang sistematis, yaitu melalui perencanaan, observasi, serta
pengkajian hasil observasi (Usman & Murniati, 2019).
Lebih lanjut supervisi klinis oleh Sahertian (2008) didefinisikan sebagai
bentuk supervisi yang ditujukan secara khusus pada peningkatan cara mengajar
dengan proses yang sudah terstruktur, baik dalam proses perencanaan,
pengamatan serta penganalisaan secara berkala dan cermat tentang cara
mengajar langsung. Oleh karena itu, supervisi klinis dapat diartikan sebagai
pembinaan secara langsung kepada guru yang ditujukan khusus pada
peningkatan cara mengajar melalui siklus yang sudah terstruktur.
Menurut Ngalim Purwanto (1992) dalam bukunya administrasi dan
Supervisi Pendidikan, ia berpendapat bahwa “supervisi klinis ialah suatu proses
bimbingan yang bertujuan untuk membantu pengembangan profesional
guru/calon guru, khususnya dalam penampilan belajar, berdasarkan observasi
dan analisis data secara teliti dan objektif sebagai pegangan untuk perubahan
tingkah laku mengajar tersebut”. Ngalim Purwanto juga mengutip pendapat
Richard Waller yang memberikan definisi tentang supervisi klinis sebagai
kegiatan yang berfokus pada perbaikan pengajaran melalui siklus yang
sistematis dari tahap perencanaan, pengamatan, dan analisis intelektual yang
intensif terhadap penampilan mengajar sebenarnya dengan tujuan untuk
mengadakan modifikasi yang rasional.
Ary H. Gunawan dalam bukunya tentang Administrasi Sekolah:
Administrasi Pendidikan Mikro (1996) mengaitkan supervisi dengan proses
kepemimpinan. Ia menjelaskan bahwa supervisi klinis merupakan suatu proses
kepemimpinan dalam pendidikan melalui bantuan yang diberikan bagi
pengembangan profesional guru khususnya dalam kemampuan mengajar
berdasarkan pengamatan dan analisis data secara teliti dan objektif sebagai
pegangan untuk perubahan tingkah laku.
Dari berbagai pendapat diatas, penulis menyimpulkan bahwa supervisi
klinis merupakan suatu proses kepemimpinan dalam pendidikan melalui tatap
5
muka antara supervisor dengan guru melalui bimbingan yang diberikan untuk
peningkatan kinerja guru atau calon guru dengan proses/siklus yang terstruktur
dan sistimatis dengan tahap perencanaan, observasi dan kajian observasi
sehingga guru berkembang secara profesional.
Supervisi klinis berbeda dengan supervisi lainnya. Ciri-ciri supervisi
klinis (Makawimbang, 2013) sebagai berikut:
1. Pembimbingan yang dilakukan oleh Supervisor bersifat bantuan, bukan
perintah atau instruksi.
2. Jenis Keterampilan yang akan disupervisi oleh supervisor diusulkan oleh
guru/calon guru, dengan terlebih dahulu diadakan kesepakatan melalui
pengkajian bersama.
3. Meskipun keterampilan mengajar dapat digunakan secara integrative oleh
guru/calon guru, namun dalam pelaksanaannya dapat dilakukan secara
terisolasi agar mudah dikontrol dan diobservasi. Praktik mengajar tersebut
dapat dilakukan dalam konteks pengajaran micro maupun pengajaran
biasa dalam kelas. Untuk pengajaran di kelas titik perhatian dapat
dipusatkan pada beberapa keterampilan saja, agar diobservasi secara
cermat dan diberikan umpan balik yang tepat.
4. Instrument observasi dikembangkan/disepakati bersama antara supervisor
dengan guru/calon guru sesuai dengan kontrak yang disetujui oleh kedua
belah pihak.
5. Umpan balik kegiatan belajar mengajar guru/calon gurudiberikan dengan
segeradan obyektif (sesuai dengan data yang direkam oleh instrument
observasi)
6. Supervisor telah menganalisis dan menginterpretasikan data yang direkam
oleh instrument observasi, tapi dalam diskusi umpan balik, guru/calon
guru terlebih dahulu diminta menganalisis penampilannya.
7. Supervisor lebih banyak mendengarkan dan bertanya daripada
memerintah/ mengarahkan.
8. Supervisi berlangsung dalam suasana intim, dan bersifat terbuka antara
supervisor dan guru/calon guru.
6
9. Supervisi berlangsung dalam siklus yang meliputi perencanaan, observasi
dan diskusi umpan balik.
10. Supervisi klinis dapat dipergunakan untuk pembentukan/peningkatan dan
perbaikan keterampilan mengajar, di pihak lain supervisi klinis dipakai
dalam konteks pendidikan pra jabatan maupun pendidikan dalam jabatan.
7
2.2. Tujuan Supervisi Klinis
Pada dasarnya kegiatan mengajar (Syaiful Sagala. 2012) yang
dilakukan oleh guru merupakan kegiatan yang dapat kendalikan, diamati dan
terdiri dari komponen-komponen keterampilan mengajar yang dapat dilatih
secara terbatas. Priansa & Setiana mengemukakan bahwa perbaikan proses
belajar mengajar yang dilakukan guru menjadi dasar dilaksanakannya supervisi
klinis (2018:306). Maka ketiga kegiatan pokok dalam supervisi klinis yaitu
pertemuan pendahuluan, observasi mengajar, dan pertemuan balikan memiliki
tujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan mengajar guru di
kelas.). Tentunya rangkaian perbaikan-perbaikan yang dilakukan harus
terencana dan sistimatis.
Pada umumnya, tujuan supervisi klinis adalah memperbaiki dan
meningkatkan kemampuan dan ketrampilan mengajar guru sehingga guru dapat
memodifikasikan pola-pola pembelajaran agar dapat terlaksana dengan efektif.
Menurut Sergiovani & Staarratt (1987:20) ada dua tujuan supervisi klinis,
pertama, untuk membangun motivasi dan komitmen kerja guru dan yang kedua,
untuk menyediakan pengembangan profesionalitas guru. Motivasi dan
komitmen sangat menentukan kinerja seorang guru. Motivasi dan komitmen
merupakan “penggerak” kehidupan guru untuk mengembangkan potensi dan
kapasitasnya sebagai seorang guru. Alfianto et al (2017) dalam penelitiannya
diperoleh fakta bahwa ada hubungan positif antara motivasi dengan komitmen
artinya semakin tinggi motivasi guru semakin besar komitmen guru.
Menurut Acheson dan Gall dalam buku Manajemen Supervisi &
Kepemimpinan Kepala Sekolah (Priansa & Somad, 2014:156-157) menyatakan
ada 5 tujuan diadakannya supervisi klinis :
1. Guru mendapat umpan balik yang obyektif berkaitan dengan pengajaran
yang dilakukannya.
2. Masalah-masalah pengajaran yang muncul dalam pengajaran dapat
diagnosis sehingga guru terbantu dalam menemukan pemecahan masalah-
masalah tersebut.
8
3. Pengembangan ketrampilan guru dalam mengimplementasikan strategi
pengajaran dapat difasilitasi.
4. Untuk kepentingan promosi jabatan guru dan keputusan lainnya, hasil
evaluasi guru dapat menjadi pertimbangan dalam membuat keputusan
tersebut.
5. Pengembangan satu sikap positif terhadap profesional guru dapat
berlangsung secara berkesinambungan.
Secara khusus, ada 6 tujuan supervisi klinis (Sagala, 2012): (1)
menyediakan suatu balikan yang obyektif terhadap kegiatan guru yang baru
dilaksanakan; (2) mendiagnosa untuk membantu memecahkan masalah
pembelajaran; (3) membantu guru untuk mengembangkan kompetensi dan
keterampilanya dalam mengguanakan strategi dan metode pembelajaran; (4)
sebagai pedoman dalam menilai guru untuk kemajuan pendidikan, promosi, dan
jabatan guru; (5) menolong guru dalam mengembangkan sikap positif terhadap
pengembangan diri; (6) perhatian utama pada kebutuhan guru dalam
pembelajaran. Dibandingkan dengan Acheson dan Gall, Sagala menambahkan
tujuan ke 6 yakni perhatian utama pada kebutuhan guru dalam pembelajaran.
Masaong (2013), tujuan supervisi klinis adalah untuk memperbaiki
mutu pelayanan belajar secara berkelanjutan dan konsisten. Selain itu, supervisi
klinis bertujuan untuk memperbaiki performansi guru dalam pembelajaran dan
membantu siswa mengatasi masalah-masalah pembelajaran secara efektif. Pada
dasarnya, tujuan supervisi klinis adalah memberikan layanan terhadap guru
dalam meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas, sehingga dapat
memperbaiki proses pembelajaran yang kurang efektif pada guru sewaktu
mengajar.
9
1. Hubungan antara supervisor dengan guru adalah hubungan kolegial yang
sederajat dan bersifat interaktif. Hubungan semacam ini lebih dikenal
sebagai hubungan antara tenaga profesional berpengalaman dengan yang
kurang berpengalaman, sehingga terjalin dialog professional yang interaktif
dalam suasana yang intim dan terbuka. Isi dialog bukan pengarahan atau
instruksi dari supervisor/pengawas melainkan pemecahan masalah
pembelajaran.
2. Diskusi antara supervisor dan guru bersifat demokratis, baik pada
perencanaan pengajaran maupun pada pengkajian balikan dan tindak lanjut.
Suasana demokratis itu dapat terwujud jika kedua pihak dengan bebas
mengemukakan pendapat dan tidak mendominasi pembicaraan serta
memiliki sifat keterbukaan untuk mengkaji semua pendapat yang
dikemukakan didalam pertemuan tersebut dan pada akhirnya keputusan
ditetapkan atas persetujuan bersama.
3. Sasaran supervisi terpusat pada kebutuhan dan aspirasi guru serta tetap
berada di dalam kawasan (ruang lingkup) tingkah laku guru dalam mengajar
secara aktual. Dengan prinsip ini guru didorong untuk menganalisis
kebutuhan dan aspirasinya didalam usaha mengembangkan dirinya.
4. Umpan balik dari proses belajar mengajar guru/calon guru diberikan dengan
segera dan hasil penilaian /peninjauannya harus sesuai dengan kontrak yang
telah disetujui bersama. Dari hasil analisis balikan itulah ditetapkan rencana
selanjutnya.
5. Supervisi yang diberikan bersifat bantuan dengan tujuan untuk
meningkatkan kemampuan mengajar dan sikap professional. Dalam prinsip
ini menekankan apabila guru.calon guru sudah matang dan memiliki sikap
yang professional yang tinggi maka tugas supervisor sudah beres, dengan
kata lain supervisor sudah boleh membiarkan/melepaskan guru/calon guru
tersebut secara mandiri.
6. Mengutamakan prakarsa dan tanggung jawab guru, baik pada tahap
perencanaan, pengkajian balikan maupun pengambilan keputusan dan
tindak lanjut. Dengan mengalihkan sedini mungkin prakarsa dan tanggung
10
jawab itu ke tangan guru diharapkan pada gilirannya kelak guru akan tetap
mengambil prakarsa untuk mengembangkan dirinya.
7. Pusat perhatian pada waktu berlangsung supervisi dalam kegiatan belajar
mengajar tertentu hanya pada beberapa keterampilan mengajar saja. Prinsip
ini menekankan bahwa meskipun keterampilan mengajar itu dapat
digunakan secara integratif, tetapi untuk meningkatkan keterampilan
tertentu dapat dilakukan secara terisolasi agar mudah dikontrol dan di amati.
11
Berdasar pada prinsip-prinsip supervisi klinis yang dikemukakan,
(Shaifudin, 2015) berpendapat bahwa supervisi klinis juga membawa implikasi
bagi kedua belah pihak yakni supervisor dan guru.
1. Implikasi bagi supervisor:
a. Memiliki keyakinan akan kemampuan guru untuk mengembangkan
dirinya serta memecahkan masalah yang dihadapinya.
b. Memiliki sikap terbuka dan tanggap terhadap setiap pendapat guru.
c. Mau dan mampu memperlakukan guru sebagai kolega yang memerlukan
bantuannya.
2. Implikasi bagi guru:
a. Perubahan sikap dari guru sebagai seseorang yang mampu mengambil
prakarsa untuk menganalisis dan mengembangkan dirinya.
b. Bersikap terbuka dan obyektif dalam menganalisis dirinya. Adanya
implikasi positif baik kepada supervisor selaku pembimbing maupun
kepada guru sebagai orang yang mendapatkan bimbingan menunjukkan
adanya kesatuan (unity) dalam proses atau langkah-langkah dalam
supervisi klinis mulai dari tahap pertemuan pendahuluan sampai tahap
pertemuan lanjutan.
12
yang akan diamati dan dicatat selama proses pembelajaran berlangsung. Jamal
Ma’mur Asmani menyampaikan bawah hubungan baik antara supervisor dan
guru sangat diperlukan agar kegiatan proses pengamatan dapat berlangsung
secara efektif. Supervisor dan guru merupakan partner yang perlu menciptakan
komunikasi yang efektif dan terbuka sehingga tercipta suasana yang harmonis
selama proses supervisi klinis.
Jadi, tujuan utama pertemuan awal ini menurut Jerry H. Makawimbang
(2012) adalah untuk mengembangkan kerangka kerja observasi kelas yang
akan dilakukan secara bersama-sama antara supervisor dan guru. Kesepakatan
(contract) kerja antara supervisor dan guru merupakan hasil dari pertemuan
awal ini. Waktu yang dibutuhkan dalam pertemuaan awal tidak terlalu lama.
Supervisor dapat menggunakan waktu 20-30 menit terkecuali ada
permasalahan khusus yang dialami guru sehingga membutuhkan waktu nyang
lama untuk diskusi. Adapun tempat pertemuan disarankan tidak di ruang kepala
sekolah atau supervisor tetapi di tempat netral agar guru mempunyai kebebasan
untuk berbicara dan menyampaikan permasalahan yang dialami.
Secara teknis ada lima langkah yang diperlukan dalam pelaksanaan
pertemuan awal (Jerry H. Makawimbang, 2013): (1) terciptanya suasana akrab
antara supervisor dengan guru, (2) rencana pelajaran dan tujuan pelajaran dikaji
ulang, (3) komponen keterampilan yang akan dilatihkan dan diamati, akan
dikaji ulang, (4) pemilihan atau pengembangan instrumen observasi, (5)
pembicaraan untuk kesepakatan tentang instrumen observasi yang dipilih atau
yang dikembangkan.
2.4.2. Tahap observasi
Tahap observasi terhadap pengajaran merupakan tahap kedua dalam
proses supervisi klinis yang dilakukan secara sistimatis dan obyektif. Soetjipto
& Raflis Kosasi (2004) mengemukakan bahwa tahap observasi meruapkan
tahap bagi supervisor untuk mengamati dan mencatat atau merekan secara
obyektif, lengkap dan apa adanya dari setiap perilaku guru saat mengajar
berdasarkan komponen keterampilan yang disepakati dalam pertemuan awal.
Pada tahap ini, supervisor juga mengadakan observasi dan mencatat
13
perkembangan perilaku siswa serta interaksi antara guru dan siswa.
Menurut Jerry H Makawimbang (2013), sebelum dan selama
melaksanakan observasi mengajar, ada dua aspek yang harus diputuskan dan
dilaksanakan oleh supervisor, yaitu: (1) menetapkan aspek-aspek yang
diobservasi dan bagaimana cara mengobservasinya, sesuai dengan hasil diskusi
bersama antara supervisor dan guru pada waktu pertemuan awal. Tujuan
utamanya adalah mengumpulkan data yang dapat menjadi bahan informasi
untuk diskusi berbagi pikiran dengan guru setelah observasi selesai, sehingga
guru bisa menganalisis aktivitas-aktivitas yang telah dilakukannya di kelas
secara cermat. Langkah-langkah tahap observasi adalah sebagai berikut:
1. Persiapan. Supervisor melakukan cek ulang alat-alat perlengkapan
observasi. Supervisor maupun guru bersiap-siap untuk melakukan supervisi.
2. Guru dan supervisor masuk ruang kelas. Guru mengajar sedangkan
supervisor duduk di kursi belakang kelas mengamati guru mengajar.
3. Supervisor harus dapat menjaga sikap sebaik- baiknya dalam melaksanakan
supervisi di kelas seperti posisi duduk maupun gerakan-gerakan yang lain.
4. Supervisor mengamati guru yang disupervisi secara teliti dan mencatat
perkembangan perilaku siswa serta interaksi antara guru dan siswa.
5. Setelah selesai proses pembelajaran di kelas, guru dan supervisor mengikuti
para siswa keluar kelas.
Dalam tahap observasi diperlukan teknik untuk mempermudah dan
mengarahkan proses observasi. Ibrahim Bafadal (1992) menganjurkan
supervisor untuk menggunakan beberapa teknik saat melakukan proses
observasi seperti:
1. Selective verbatim yakni membuat semacam rekaman tertulis yang biasa
disebut dengan verbatim transcript. Transkip ini bisa ditulis langsung
berdasarkan observasi dan bisa juga menyalin dari apa yang direkam
(tape/video)
2. Rekaman observasional berupa seating chart merupakan kegiatan
mendokumentasikan perilaku murid-murid saat berinteraksi dengan seorang
guru selama pengajaran berlangsung.
14
3. Wide lens techniques yakni pembuatan catatan yang lengkap mengenai
kejadian-kejadian di kelas dalam alur cerita yang panjang lebar.
4. Checklists and timeline coding yakni pengumpulan data melalui observasi
untuk mendapatkan data perilaku belajar mengajar. Untuk keperluan analisi,
aktivitas di kelas dibagi dalam 3 kelompok yaitu aktivitas pembicaraan guru,
pembicaraan murid dan aktivitas saat tidak ada pembicaraan.
2.4.3. Tahap Pertemuan Akhir atau Balikan
15
pendengar yang baik agar kepercayaan guru terhadap supervisor terbangun.
Guru perlu diberi kesempatan untuk merefleksikan dirinya, sebelum supervisor
menyampaikan pendapatnya berdasarkan observasi di kelas. Supervisor dapat
memberikan pujian terhadap kelebihan guru dan juga masukan berharga bagi
guru untuk peningkatan kapasitas guru. Setelah mendapat masukan dan saran
dari supervisor, guru dapat menindaklanjuti dengan memperbaiki apa yang
menjadi kelemahan-kelemahannya.
Langkah-langkah supervisi klinis adalah berjalan secara
berkesinambungan dan membentuk siklus sebagaimana gambar berikut:
16
2.5.Analisa Hasil Penelitian Supervisi Klinis
2.5.1. Penelitian yang ditulis oleh Lili Ng Chui Mi adalah pengawas sekolah Kab.
Sambas tentang “Pelaksanaan supervisi klinis Kepala Sekolah untuk
Meningkatkan Kinerja Guru dalam Mengelola Pembelajaran pada SMA
Negeri 2 Sambas.
Tujuan penelitian di atas adalah mengungkapkan pelaksanaan supervisi
klinis kepala sekolah untuk meningkatkan kinerja guru dalam mengelola
pembelajaran pada SMA Negeri 2 Sambas. Metode penelitian yang
digunakan adalah kualitatif. Hasil penelitian ditemukan bahwa
1. Kinerja guru dalam mengelola pembelajaran belum maksimal.
2. Tahap-tahap pelaksanaan supervisi klinis meliputi: perencanaan;
pelaksanaan; dan evaluasi.
3. Persepsi guru terhadap pelaksanaan supervisi klinis kepala sekolah
mendapat tanggapan positif dari semua guru.
4. Upaya yang dilakukan kepala sekolah dalam mengatasi masalah supervisi
klinis meliputi: melaksanakan In House Training (IHT), memberikan
pengarahan dan motivasi pada guru, melakukan tukar menukar informasi
dan memberdayakan guru senior dalam membimbing penyusunan RPP.
5. Hambatan-hambatan dalam melaksanakan supervisi klinis berasal dari
guru dan kepala sekolah.
6. Faktor-faktor yang mendukung kompetensi kepala sekolah dalam
melaksanakan supervisi klinis meliputi: pendidikan dan pelatihan,
seminar, diskusi maupun lokakarya tentang supervisi klinis, pertemuan-
pertemuan rutin dalam musyawarah kerja kepala sekolah (MKKS), dan
studi banding ke daerah yang sudah melaksanakan supervisi klinis.
17
dilakukan oleh kepala sekolah. Salah satu kelemahan dari supervisi klinis
yang dilakukan oleh kepala sekolah adalah kepala sekolah juga mengajar,
sekalipun persepsi guru tentang pelaksanaan supervisi klinis yang
dilaksanakan oleh Kepala Sekolah mendapat tanggapan positif dan respon
guru juga baik. Tetapi analisa tersebut bertolak belakang dengan kenyataan
yang menyatakan bahwa supervisi klinis tidak dapat dilakukan pada semua
guru karena terbatasnya waktu yang dimiliki oleh kepala sekolah.
18
Supervisor dan guru sudah terjalin hubungan kolegial sehingga tercipta
suasana kerjasama yang harmonis. Soetjipto dan Raflis Kosasi (2004)
mengemukakan bahwa secara teknis diperlukan lima langkah dalam
pelaksanaan pertemuan pendahuluan, yaitu: a) terciptanya suasana yang
akrab antara supervisor dengan guru, b) rencana pembelajaran perlu dikaji
ulang, c) menentukan komponen keterampilan (beserta indikatornya) yang
akan diobservasi, d) menggunakan instrumen observasi yang akan dipilih,
dan e) kesepakatan tentang instrumen observasi yang dipilih diperoleh dari
diskusikan bersama antara supervisor dan guru.
2. Pelaksanaan supervisi klinis, meliputi pengecekan perangkat
pembelajaran dan observasi kelas. Kepala SMK N 1 Karanganyar
melakukan pengamatan dan observasi langsung kepada guru, meliputi:
perangkat pembelajaran, administrasi serta proses pembelajaran di kelas
secara cermat, sistematis dan obyektif. Hasil studi kasus menyatakan
bahwa tahap pelaksanan supervisi klinis di SMK N 1 Karanganyar sudah
berjalan sesuai prosedur. Hal ini sesuai dengan pendapat Jayadi bahwa
fungsi utama dari pelaksanaan supervisi klinis adalah untuk mendapat
gambara apa yang terjadi selama proses pengajaran berlangsung secara
lengkap sehingga supervisor dan guru dapat dengan tepat mengingat
kembali proses pengajaran yang akan membantu dalam membuat analisa
secara obyektif.
3. Tindak lanjut supervisi klinis antara Kepala sekolah sebagai supervisor
dan guru dimulai dengan analisis terhadap rekaman observasi yang
menjadi bahan pembicaran dalam tahap ini. Kepala sekolah memberikan
data yang obyektif tentang apa yang telah berlangsung saat mengajar di
kelas, menganalisis dan menginterprestasikan secara koperatif dengan
guru. Pada tahap ini, peneliti menyampaikan bahwa pertemuan tindak
lanjut (balikan) supervisi klinis di SMK N 1 Karanganyar sudah berjalan
baik sesuai prosedur dari supervisi klinis. Pendapat ini didukung fakta
bahwa kepala SMKN 1 Karanganyar membuat analisa dan menyampaikan
hasil temuan supervisi klinis kepada guru secara lengkap dan obyektif
19
disertai dengan alternatif solusi dan kendala yang dihadapi selama
supervisi klinis. Respon guru SMKN 1 Karanganyar menunjukan respon
positif dengan menerima hasil supervisi klinis, dan terlibat secara aktif
dalam semua tahapan pelaksanaan supervisi klinis. Hal ini sesuai dengan
pendapat Suwarno (2010:15), bahwa dalam pertemuan tindak lanjut
supervisi klinis, supervisor menyampaikan hasil observasi secara obyektif
tentang jalannya pelajaran berdasarkan target dan perhatian utama, dan
menyimpulkan hasil observasi dengan melibatkan guru secara mendalam
dan menyeluruh.
20
BAB III
PENUTUP
3.1. Simpulan
Supervisi klinis merupakan suatu proses kepemimpinan dalam
pendidikan melalui tatap muka antara supervisor dengan guru sebagai
bimbingan yang diberikan untuk peningkatan kinerja guru atau calon guru
terhadap peningkatan cara mengajar dengan proses/siklus yang terstruktur dan
sistimatis melalui tahap perencanaan, observasi dan kajian observasi sehingga
guru berkembang secara professional. Supervisi klinis bertujuan memberikan
layanan terhadap guru dalam meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas,
sehingga dapat memperbaiki proses pembelajaran yang kurang efektif pada
guru sewaktu mengajar.
Prinsip-prinsip pelaksanaan supervisi klinis pada hakikatnya
menginginkan bimbingan atau bantuan yang humanity dan berangkat dari
kesadaran dalam diri orang yang disupervisi (pendidik) akan kebutuhan mereka
terhadap bantuan dari supervisor. Jadi, dalam supervisi klinis tidak boleh
melakukan bimbingan yang cenderung memberikan instruksi atau perintah,
karena dalam supervisi klinis menginginkan terciptanya hubungan manusiawi,
sehingga guru-guru memiliki rasa aman. Berangkat dari rasa aman inilah
diharapkan adanya kesediaan untuk dilakukan perbaikan dalam perilaku
mengajar mereka dengan penuh keihklasan dan kesadaran dalam diri mereka.
Supervisi klinis merupakan suatu proses yang berbentuk siklus dan
terdiri atas sejumlah tahapan. Secara umum, siklus langkah-langkah supervisi
klinis ada tiga tahap yakni tahap pertemuan awal, tahap observasi dan tahap
balikan.
Penelitian yang ditulis oleh Lili Ng Chui Mi adalah pengawas sekolah
Kab. Sambas tentang “Pelaksanaan supervisi klinis Kepala Sekolah untuk
Meningkatkan Kinerja Guru dalam Mengelola Pembelajaran pada SMA Negeri
2 Sambas” menunjukkan bahwa supervisi klinis mendapat tanggapan dan
21
respon yang baik dari guru, sekalipun peneliti menyatakan bahwa supervisi
klinis tidak diterapkan ke semua guru karena keterbatasan waktu dari kepala
sekolah sebagai supervisor. Rekomendasi yang dapat diberikan agar kepala
sekolah sebagai supervisor tidak merangkap sebagai guru yang mengajar
sehingga mempunyai waktu dan focus untuk melakukan supervisi klinis
sehingga bisa meningkatkan kemampuan guru.
Studi Kasus di SMKN 1 Karanganyar “Pengelolaan Supervisi Klinis”
ditulis oleh Aris Sukarno dan Yetty Sarjono menunjukkan bahwa kepala
sekolah sudah melakukan prosedur langkah-langkah atau tahapan supervisi
klinis dengan baik dan benar sehingga menepiskan pandangan bahwa supervisi
klinis terkesan mencari kelemahan-kelemahan guru dan terkesan “mengadili”
guru. Pandangan ini perlu ditanamkan kepada guru, sehingga kemampuan guru
dapat terus ditingkatkan dan diperbaiki dengan adanya kepala sekolah sebagai
supervisor yang akan menolong dan mendampingi guru untuk meningkatkan
kemampuan mengajar secara professional.
3.2. Saran
Sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya bahwa supervisi klinis
membentuk siklus yang berulang. Oleh sebab itu, supervisor perlu melihata
kembali melakukan observasi terhadap proses pembelajaran yang dilakukan
oleh guru, apakah guru sudah memperbaiki cara mengajarnya atau belum.
Sedangkan bagi guru maupun calon guru, jika masih ditemukan kekurangan
dalam keterampilan mengajar dapat meminta bantua kepala sekolah atau para
guru yang senior agar dapat memberikan masukan untuk peningkatan kinerja
guru dalam proses pembelajaran.
Sikap yang penting dan perlu ditunjukkan dalam proses supervisi
klinis adalah sikap antusias dan kemauan yang kuat dari para guru dalam
melaksanakan supervisi klinis disamping sikap supervisor yang terbuka dan
secara konsisten memberikan pendampingan untuk peningkatan
pembelajaran guru sehingga tumbuh kepercayaan satu dengan yang lainnya.
22
DAFTAR PUSTAKA
Alfianto, C., Karnati, N., & Armeliz, D. (2017). Hubungan antara Motivasi dengan
Komitmen Organisasi di Sekolah Menengah Atas Negeri Wilayah I Kota
Administrasi Jakarta Timur. 3(1), 33-40.
Priansa, DJ., & Setiana, SS. (2018). Manajemen & Supervisi Pendidikan. Bandung:
Pustaka Setia.
Priansa, DJ., & Somad, R. (2014). Manajemen Supervisi & Kepemimpinan Kepala
Sekolah. Bandung: Alfabeta.
23
Purwanto, Ngalim. (1992) Administrasi dan Supervisi Pendidikan, Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Sahertian, Piet., dan Sahertian, Ida Aleida. (1990) Supervisi Pendidikan dalam
Rangka Program Inservice Education, Jakarta: PT Rineka Cipta.
Sergiovanni, TJ., & Sttarrat, RJ. (1979). Supervision: Human Perspectives. New
York: Mc Graw Hill Book Company.
Sergiovanni, TJ., & Sttarrat, RJ. (1987). Emerging Patterns of Supervision: Human
Perspective. New York: Mc Graw Hill Book Company.
Soetjipto., dan Kosasi, Raflis. (2004) Profesi Keguruan, Jakarta: PT Rineka Cipta
24
LAMPIRAN
INSTRUMEN
PRA OBSERVASI SUPERVISI KLINIS
5. Tujuan pembelajaran
6. Langkah-langkah pembelajaran
9. Tindak lanjut
Kesimpulan/Saran:
Salatiga, ......................
Mengetahui: Pengawas Pembina, Guru Mata Pelajaran,
Kepala Sekolah,
........................................... ................................................
NIP. NIP NIP.
25
INSTRUMEN
OBSERVASI PROSES PEMBELAJARAN SISWA
(SUPERVISI KLINIS)
Aktivitas
No. Aspek Keterangan
Guru Siswa
A. Kegiatan Pendahuluan
1. Mengkondisikan siswa
(apersepsi, motivasi,
dan/atau yang lainnya).
2. Menyampaikan SK, KD,
IPK, Tujuan Pembelaaran.
B. Kegiatan Inti(Bagaimana
siswa belaar, proses
eksplorasi, elaborasi dan
konfirmasi)
C. Kegiatan Penutup
1. Membuat
rangkuman/simpulan
2. Melakukan penilaian
dan/atau refleksi
3. Memberikan umpan balik
5. Menyampaikan rencana
pembelaaran pertemuan
berikutnya.
Salatiga, ......................
Mengetahui: Pengawas Pembina, Guru Mata Pelajaran,
Kepala Sekolah,
2. Pelaksanaan pembelajaran
a. Guru
b. Siswa
3. Lainnya
Kesimpulan/Saran:
Salatiga, ......................
Mengetahui: Pengawas Pembina, Guru Mata
Pelajaran, Kepala Sekolah,