Aspek Farmakokinetik Klinik Beberapa Obat Berpotensi Hepatotoksik Pada Pasien Rawat Inap Di Bangsal Paru
Aspek Farmakokinetik Klinik Beberapa Obat Berpotensi Hepatotoksik Pada Pasien Rawat Inap Di Bangsal Paru
PENDAHULUAN
Hati merupakan organ sensitif. Salah satu
fungsinya yang penting adalah melindungi tubuh
terhadap terjadinya penumpukan zat berbahaya
yang masuk dari luar, seperti obat atau herbal
tertentu. Banyak diantara obat yang bersifat larut
dalam lemak dan tidak mudah diekresikan.
Metabolisme tubuh akan memproses obat melalui
hati. Untuk itu, organ hati memiliki sistem enzim
pada mikrosomnya yang dapat melakukan
biotransformasi (dari obat) sehingga terbentuk
metabolit yang lebih mudah larut dalam air dan
dapat dikeluarkan melalui urin atau empedu.
Banyak penyakit yang memang bisa diatasi dengan
berbagai obat. Obat-obatan tetap merupakan bahan
kimia yang sangat mungkin mempengaruhi fungsi
organ dalam tubuh, terutama hati. Berdasarkan
keterangan diatas, tidak mengherankan bila hati
mempunyai kemungkinan yang cukup besar untuk
dirusak oleh obat. Lazimnya, istilah yang
digunakan untuk obat penyebab kerusakan hati
disebut obat penginduksi kerusakan hati (drug
induced liver injury). Sedangkan efeknya disebut
hepatotoksik atau toksik ke hepar (hati). Prevalensi
kerusakan hati akibat obat sangat tinggi, mulai dari
Jenis Penelitian
Penelitian
ini
dilakukan
dengan
menggunakan data observasi prospektif
pada
pasien rawat inap
yang menggunakan obat
berpotensi hepatotoksik di Bangsal Paru RSUP DR.
M. Djamil Padang.
Jenis Data
1. Data Kuantitatif
Meliputi persentase penggunaan obat berpotensi
hepatotoksik dan persentase obat-obat yang
berinteraksi
dengan
obat
berpotensi
hepatotoksik di Bangsal Paru RSUP. DR. M.
Djamil Padang.
2. Data Kualitatif
Meliputi
masalah-masalah
aspek
farmakokinetik yang ditemukan terkait dengan
penggunaan obat berpotensi hepatotoksik yaitu
aspek kesesuaian dosis,
efek terapi, efek
samping yang merugikan, efek toksik dan
interaksi yang terjadi akibat pemberian fenitoin
yang bermakna klinik.
Pengumpulan Data
Data yang diambil adalah data rekam
medik pasien yang menggunakan obat
berpotensi hepatotoksik (obat- obat dengan
indeks terapi sempit, obat-obat yang
dimetabolisme terutama di hati, serta obat-obat
yang memiliki efek hepatotoksik) dan dan
observasi langsung kepada pasien atau keluarga
pasien yang dirawat inap di bangsal paru RSUP
Dr. M. Djamil Padang. Kemudian obat yang
digunakan dicatat pada formulir yang tersedia.
Adapun data yang dibutuhkan pada rekam
medik antara lain: nama pasien, jenis kelamin,
umur, obat yang digunakan, kadar SGPT, kadar
SGOT, waktu prothrombin, kadar albumin
darah, kadar bilirubin total, asites, ensepalopati
hepatika dan data-data lain yang diperlukan.
Analisa Data
Data dianalisa menggunakan penilaian Child Pugh
Score. Pasien dikelompokan berdasarkan obat
berpotensi hepatotoksik yang digunakan lalu
Tes/ Gejala
Total Bilirubin
(mu mol/dL)
Serum
Albumin
(g/dL)
Prothrombin time
(seconprolong over
control)
Asites
Hepatic
Encephalopathy
Skor 1
poin
<2.0
Skor 2
poin
2.0-3.0
Skor
poin
>3.0
>3.5
2.8-3.5
<2.8
<4
4-6
>6
Tidak
ada
Tidak
ada
Slight
Moderate
Moderate
Severe
HASIL
Hasil yang diperoleh dari penggunaan obat
berpotensi hepatotoksik di Bangsal Paru RSUP.
DR. M. Djamil Padang selama bulan Oktober 2011
hingga bulan Januari 2012 adalah sebagai berikut :
1. Jumlah pasien yang dirawat inap di Bangsal
Paru RSUP. DR. M. Djamil Padang selama
bulan Oktober 2011 hingga bulan Januari 2012
adalah 172 orang dan yang menggunakan obat
berpotensi hepatotoksik berjumlah 81 orang
dengan persentase 47%. Dari 81 pasien
diperoleh data pasien laki-laki berjumlah 60
orang (74%), dan data pasien perempuan
berjumlah 21 orang (26%). Dari 81 pasien
diperoleh data usia <25 tahun adalah 12% (10
orang) , usia 26-35 tahun adalah 16% ( 13
orang), usia 36-45 tahun adalah 12% (10
orang), usia 46-55 tahun adalah 17% (14
orang), usia 56-65 tahun adalah 29% (23
orang), dan usia >65 tahun adalah 14% (11
orang).
2. Berdasarkan data yang ada, obat berpotensi
hepatotoksik yang digunakan di Bangsal Paru
RSUP. DR. M. Djamil Padang: Obat berpotensi
hepatotoksik
adalah
Parasetamol.
Obat
berpotensi hepatotoksik yang dimetabolisme
terutama dihati adalah Obat OAT (rifampisin;
isoniazid, pirazynamid, ethambutol), ranitidin,
lansoprazol, tramadol, kortikosteroid (metyl
prednisolon; dexametason; prednison). Obat
3.
4.
5.
6.
7.
8.
PEMBAHASAN
Penelitian Aspek Farmakokinetik Klinik
beberapa Obat Berpotensi Hepatotoksik pada
pasien Bangsal Paru RSUP DR. M. Djamil Padang
bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi
Dosis
seharusnya*
Loading
Dosis
dose
lanjutan
(mg)
(mg/jam)
444
60,1
Loading
dose
(mg)
360
Dosis
lanjutan
(mg/jam)
45
240
30
270
192
24
324
4
5
6
180
240
240
22,5
30
20
228
240
250
Kesimpulan
Loading
dose
Dosis
lanjutan
Dosis seharusnya*
Kesimpulan
diberikan
Loadin
Dosis
Loading
Dosis
Loading
Dosis
g dose
lanjutan
dose
lanjutan
dose
lanjutan
(mg)
(mg/jam)
1.
360
(mg)
45
(mg/jam)
435-870
60,3-120,6
Kurang
Kurang
2.
240
30
264-529
43,1-86,3
Kurang
Kurang
3.
192
24
317-635
44-88
Kurang
Kurang
4.
180
22,5
188-376
10,8-21,6
Kurang
Lebih
5.
240
30
235-470
13,5-27
Tepat
Lebih
6.
240
20
235-470
13,5-27
Tepat
Tepat
7.
216
27
282-564
39,1-75,5
Kurang
Kurang
8.
240
30
329-658
45,6-91,3
Kurang
Kurang
9.
168
21
188-376
10,8-21,7
Kurang
Tepat
10
144
18
188-376
26,0-52,0
Kurang
Kurang
11
288
24
276-552
38,3-76,6
Lebih
Kurang
12
192
24
205-411
28,5-57
Kurang
Kurang
13
192
24
176-352
24,4-48,9
Lebih
Tepat
14
240
30
352-705
48,9-97,8
Kurang
Kurang
Kurang
Lebih
15
192
16
188-376
26-52
Tepat
Kurang
25,4
Kurang
Kurang
16
192
16
305-611
42,3-84,7
Kurang
Kurang
Lebih
17
240
30
352-705
48,9-97,8
Kurang
Kurang
Kurang
18
192
24
235-470
13,5-27
Kurang
Tepat
19
240
30
264-529
36,6-73,3
Kurang
Kurang
20
300
25
294-588
40,7-81,5
Tepat
Kurang
21
192
24
205-411
28,5-57
Kurang
Kurang
13,4
32,9
14,1
Kurang
Tepat
Kurang
Lebih
288
20
Kurang
Lebih
240
30
324
40
Kurang
Kurang
168
21
200
13,4
Kurang
Lebih
1.
144
18
228
31,2
Kurang
Kurang
11
288
24
282
38,7
Lebih
Kurang
12
192
24
210
28,8
Kurang
Kurang
13
192
24
180
14,1
Lebih
Lebih
14
240
30
360
49,4
Kurang
Kurang
15
192
16
192
26,3
Tepat
Kurang
16
192
16
312
24,4
Kurang
Kurang
17
240
30
360
49,4
Kurang
Kurang
18
192
24
240
32,9
Kurang
Kurang
19
240
30
270
21,1
Kurang
Lebih
20
300
25
300
41,1
Tepat
Kurang
21
192
24
210
28,8
Kurang
Kurang
1.
2.
3.
4.
Dosis yang
21,1
27
Dosis
seharusnya *
(mg)
3x 188
3x 200
3x 68
3x150
No
Kurang
216
Dosis yang
diberikan
(mg)
3x150
3x 150
3x150
3x150
Kurang
No
Tabel III.
Kesimpulan
Kurang
Kurang
Lebih
Tepat
Tabel IV
1.
2.
3.
4.
Dosis
yang
diberikan
(mg)
3x150
3x 150
3x150
3x150
Dosis
seharusnya*
(mg)
Kesimpulan
3x 326-652
3x 122-244
3x 48,9-97,8
3x 221-442
Kurang
Tepat
Lebih
Kurang
*Hasil Perhitungan
Dalam penelitian ini kortikosteroid yang
digunakan adalah metilprednisolon, dexametason
dan
prednison.
Untuk
penggunaan
metilprednisolon telah sesuai dengan standar
terapi rumah sakit, tapi untuk penggunaan
dexametason dan prednison tidak sesuai dengan
standar rumah sakit. Kortikosteroid digunakan
secara luas untuk mengobati berbagai jenis
penyakit. Secara umum, obat ini dianggap aman
untuk organ
hati, namun, laporan terbaru
menunjukkan
bahwa
dosis
tinggi
metilprednisolon (MP) dapat menyebabkan
kerusakan hati yang parah. Sebuah kasus
melaporkan metilprednisolon dosis tinggi
menyebabkan gangguan fungsi hati yang parah,
menyebabkan hepatitis akut (Gutkowski, Chwist
& Hartleb, 2011). Dilaporkan seorang wanita
berusia 24 tahun menerima 0,5 g/ hari
metilprednisolon selama 6 hari, total dosis 3 g.
Empat minggu kemudian, pasien dirawat kembali
dengan diagnosa hepatitis akut, pasien tidak
mengkomsumsi
obat
apapun
selain
metilprednisolon. Dilaporkan 13 kasus dengan
kejadian yang sama (Gutkowski, Chwist &
Hartleb, 2011). Metilprednisolon dimetabolisme
oleh sitokrom P450 3A4 (CYP3A4), dan
metabolitnya dieliminasi di ginjal (Gutkowski,
Chwist & Hartleb, 2011). Jika kortikosteroid
diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi
hati harus dilakukan monitoring fungsi hati dan
tanda- tanda terjadinya hepatitis secara ketat
sehingga pengobatan dapat dimulai dengan cepat
dan
tepat.
Meskipun
jarang
terjadi,
hepatotoksisitas
yang
disebabkan
oleh
metilprednisolon harus dipertimbangkan pada
pasien yang mengalami peningkatan aktivitas
enzim ini saat menerima kortikosteroid (Topal, et
al,
2006).
Sementara
itu,
penggunaan
dexametason dan prednison belum ditemukan
laporan klinis mengenai hepatotoksisitas. Dari
hasil pengamatan di Bangsal Paru RSUP. DR. M.
Djamil Padang, dosis yang digunakan untuk
metilprednisolon adalah 2x125 mg atau 2x62,5
mg setelah itu dilakukan tappering off. Dosis
yang digunakan masih relatif aman dan tidak
terlalu
tinggi.
Kortikosteroid
terbukti
hepatotoksik bila digunakan dalam dosis tinggi
dan dalam jangka waktu lama.
Pasien dengan diagnosa PPOK menurut
standar terapi pada saat serangan akut perlu
dilakukan terapi non farmakologi meliputi terapi
oksigen, cairan, nutrisi dan rehabilitasi fisik dan
respirasi serta perlu dilakukan evaluasi progsessifiti
penyakit. Terapi farmakologi meliputi pemberian
bronkodilator seperti agonis 2 kerja singkat dan
antikolinergik inhalasi atau golongan xantin.
Setelah itu bisa diberikan kortikosteroid
(metilprednisolon, budesonide atau fluticasone
propionat) (PFT Paru RSUP Dr. M. Djamil Padang,
2007). Dari hasil pengamatan penanganan terhadap
pasien PPOK di rumah sakit telah sesuai dengan
strandart terapi. Pasien biasanya diberikan
aminophilin drip bersamaan dengan kortikosteroid.
Selain itu, pasien juga diberikan beberapa terapi
simptomatis untuk mengatasi keluhan yang terjadi.
Efusi pleura adalah terdapatnya cairan
dalam rongga pleura, biasanya terjadi akibat
tuberkolosis
atau
keganasan.
Sedangkan
pneumothorax adalah adanya udara bebas di dalam
rongga pleura antara dinding dada dan paru. Terapi
Jumlah
Persentase
Pugh
Lengkap
14
17%
Tidak lengkap
67
83%
World
Health
Organization
mengklasifikasikan hepatotoksik menjadi 4 gradasi.
Grade I ditandai dengan peningkatan SGPT 1,252,5 normal, grade II SGPT meningkat 2,6-5
normal, grade III SGPT meningkat 5,1-10 normal
dan grade IV bila SGPT meningkat > 10 normal
(Prihatni, et al, 2005;Tostman, et al, 2008). Dari
hasil pengamatan di Bangsal Paru RSUP. DR. M.
Djamil Padang didapatkan pengelompokan pasien
berdasarkan kadar SGPT menunjukan pasien yang
mengalami hepatotoksisitas grade I adalah 17% (14
orang), grade II adalah 1% (1 orang), grade III
adalah 1% (1 orang), grade IV adalah 1 % (1
orang) dan yang tidak mengalami hepatotoksisitas
adalah 66% (53 orang) Berdasarkan data yang
didapat, terdapat beberapa kasus yang memerlukan
perhatian penting dalam menentukan terapi yang
cocok pada pasien.
Tabel VI. Persentase hepatotoksisitas berdasarkan
kadar SGPT
Hepatotoksisitas
Jumlah
Persentase
11
14%
Tidak Hepatotoksisitas
53
66%
Hepatotoksisitas grade I
14
17%
Hepatotoksisitas grade II
1%
1%
Hepatotoksisitas grade IV
1%
1.
2.
3.
4.
Mekanisme
Tingkat
Onset
Interaksi
Signifikasi
Isoniazid Parasetamol
Unknown
Delayed
Rifamfisin Parasetamol
Farmakodinamik
Delayed
Isoniazid Antasida
Farmakodinamik
Rapid
Etambutol Antasida
Farmakokinetik
Delayed
Jumlah
Kasus
OAT Parasetamol
OAT Antasida
OAT Kortikosteroid
Isoniazid Kortikosteroid
Unknown
Delayed
Rifamfisin Kortikosteroid
Farmakodinamik
Delayed
OAT Aminophilin
Rifamfisin Aminophilin
Farmakodinamik
Delayed
Isoniazid Aminophilin
Farmakodinamik
delayed
Rifamfisin Ondansentron
Farmakodinamik
delayed
6.
Ranitidin Antasida
Unknown
delayed
11
7.
Ranitidin Aminophilin
Farmakodinamik
delayed
8.
Ranitidin Sefalosporin
Unknown
rapid
17
9.
Ranitidin Diltiazem
Farmakodinamik
rapid
10.
Kortikosteroid Antasida
Unknown
delayed
Unknown
rapid
19
5.
11.
OAT Ondansentron
Kortikosteroid
Aminophilin
12.
Aminophilin Azitromisin
Farmakokinetik
delayed
13.
Farmakokinetik
delayed
KESIMPULAN
1. Penggunaan obat berpotensi hepatotoksik pada
pasien rawat inap di bangsal paru RSUP DR.
M. Djamil Padang belum mempertimbangkan
aspek farmakokinetik klinik.
2. Perhitungan Child Pugh Score yang lengkap
hanya dijumpai pada 14 orang pasien (17%)
berada pada rentang nilai 7-9 (kerusakan hati
sedang), pada 67 orang pasien lainya (83%)
DAFTAR PUSTAKA
Andrade, R. J., Robles, M., Castener, A.
F., Ortega, S. L., Vega, M. C. L., Lucena, M. I.
2007. Assessment of drug-induced hepatotoxicity
in clinical practice : A challenge for
gastroenterologist. World Jornal of Gastroenterol
21: 13 (3): 329-340.
Bauer, L.A. 2008. Applied Clinical
Pharmacokinetics (2nd ed); The McGraw-Hill
Companies.
Benson, G.D., Koff, R.S., Tolman, K.G.
2005. The therapeutic use of acetaminophen in
patients with liver disease. Am. J. Ther, 12: 133
41.
Cahyati,
Y.
1985.
Pengantar
Farmakokinetika. Cermin Dunia Kedokteran 15: 17.
Di Piro, J.T. 2005. Pharmacotherapy : A
Pathophysiologic Approach. (6th ed.). US :
McGraw-Hill Companies.
Dollery, Sir colin. 2006. Therapeutic
Drugs. Volume 2. Churchill Livingstone. London.
Ehrenpreis. S, & Ehrenpreis. E. D. 2001.
Clinicians handbook of Prescription Drugs:
McGraw-Hill Companies.
Fradgley, S. 2004. Interaksi Obat.
Dalam : Aslam M., Tan CK., Prayitno A. Farmasi
Klinis: Menuju Pengobatan Rasional dan
Penghargaan Pilihan Pasien. PT Elex Media
Kompusindo Kelompok Gramedia. Jakarta.,119134.
Gutkowski, K., Chwist, A., Hartleb, M.
2011. Liver Injury Induced by High-Dose
metylprednisolone Therapy : A Case Report and
Brief Review of the Literature. Hepat Mon. 11(8):
656-61
Hussein,
Z.,
Granneman,
G.R.,
Mukherjee, D, 2008. Age-related differences in the
pharmacokinetics and pharmacodynamics of
lansoprazole. Br. J. Clin. Pharmacol, 36: 3918.