Laporan Pendahuluan Mastitis
Laporan Pendahuluan Mastitis
MASTITIS
1.1
Pengertian Mastitis
Mastitis merupakan istilah medis untuk peradangan payudara. Gejalanya antara
lain payudara memerah, terasa sakit serta panas dan membengkak. Bila semakin parah,
maka suhu tubuh meningkat hingga lebih dari 38oC dan timbul rasa lelah yang sangat
(NN, 2009).
Para wanita yang baru pertama kali menyusui cenderung lebih sering terkena
mastitis. Mastitis ini dapat terjadi kapan saja sepanjang periode menyusui, tapi paling
sering terjadi antara hari ke-10 dan hari ke-28 setelah kelahiran (Sumber:
www.lusa.web.id). Tidak jarang mastitis dibarengi oleh kanker payudara, yang
menyebabkan jalannya penyakit menjadi lebih cepat (Sarwono, 2008: 482).
1.2
Jenis-jenis mastitis
Pada umumnya, terdapat dua jenis mastitis (NN, 2009): infektif dan non-infektif.
1.2.1
Infektif mastitis diakibatkan oleh kuman yang masuk ke saluran air susu di puting
payudara melalui perantaraan mulut atau hidung bayi saat menyusui.
1.2.2
Non infektif mastitis terjadi karena antara lain saluran air susu yang tersumbat
atau juga karena posisi menyusui yang salah.
Mastitis lazim dibagi dalam (1) mastitis gravidarum, dan (2) mastitis puerperalis,
karena memang penyakit ini boleh dikatakan hampir selalu timbul pada waktu hamil dan
laktasi (Sarwono, 2008: 482).
Berdasarkan tempatnya (Sarwono, 2007: 701) dapat dibedakan:
1.2.1
1.2.2
1.2.3
1.3
Penyebab Mastitis
Pada umumnya yang dianggap porte dentre dari kuman penyebab ialah puting
susu yang luka atau lecet, dan kuman per kontinuitatum menjalar ke duktulus-duktulus
dan sinus. Sebagian besar yang ditemukan pada pembiakan pus ialah Staphylococcus
aureus (Sarwono, 2008: 482).
Dari sumber lain (Sumber: www.lusa.web.id) didapatkan, penyebab mastitis
adalah sebagai berikut :
1.4
1.3.1
1.3.2
1.3.3
1.3.4
Gejala Mastitis
Pencegahan Mastitis
Perawatan puting susu pada waktu laktasi merupakan usaha penting untuk
mencegah mastitis. Perawatan terdiri atas membersihkan putting susu sebelum dan
sesudah menyusui untuk menghilangkan kerak dan susu yang sudah mengering. Selain
itu, yang memberi pertolongan kepada ibu yang menyusui bayinya harus bebasa dari
infeksi stafilokokkus (Sarwono, 2007: 701).
Pencegahan yang dilakukan antara lain dengan:
1.5.1
Pengurutan payudara sebelum laktasi merupakan salah satu tindakan yang sangat
efektif untuk menghindari terjadinya sumbatan pada duktus.
1.5.2
Usahakan untuk selalu menyusui dengan posisi dan sikap yang benar. Kesalahan
sikap saat menyusui
dapat menyebabkan
terjadinya
sumbatan
duktus.
Susui bayi segera dan sesering mungkin. Bila payudara terasa penuh, segera
keluarkan dengan cara menyusui langsung pada bayi. Kalaupun bayi belum lapar,
keluarkan ASI dengan cara diperah atau dipompa sehingga pengeluaran ASI tetap
lancar.
1.5.4
Jangan membersihkan puting dengan sabun. Kandungan soda pada sabun dapat
membuat kulit menjadi kering sehingga mudah terjadi iritasi seperti lecet atau
luka bila disusu bayi.
1.5.5
Pilih bra khusus untuk ibu menyusui dengan bahan yang menyerap keringat.
Jangan gunakan bra yang terlalu menekan payudara. Demi menjaga higienitas
daerah payudara, ganti bra sesering mungkin setiap kali basah karena keringat
atau setelah dipakai seharian (Dedeh Kurniasih, 2010).
1.6
Penanganan Mastitis
Bidan sebagai tenaga medis terdepan di tengah masyarakat dapat meningkatkan
usaha preventif dan promotif
payudara, cara memberikan ASI yang benar, memberikan ASI jangan pilih kasih, kanan
dan kiri harus sama perlakuannya dan diberikan sampai payudara kempes. Dalam
menghadapi bendungan ASI dan mastitis atau abses mamae, bidan sebaiknya melakukan
konsultasi dengan dokter (Manuaba, 1998: 317).
Pencegahan mastitis yang lain diantaranya:
1.6.1
Berikan kloksasilin 500 mg setiap 6 jam selama 10 hari. Bila diberikan sebelum
terbentuk abses biasanya keluhannya akan berkurang.
1.6.2
Sangga payudara.
1.6.3
Kompres dingin
1.6.4
1.6.5
1.6.6
Bila tidak tahan nyeri, dapat meminum obat penghilang rasa sakit. Biasanya rasa
demam dan nyeri itu akan hilang dalam dua atau tiga hari.
1.6.7
Istirahat yang cukup amat diperlukan agara kondisi tubuh ibu kembali sehat dan
segar.
1.6.8
1.6.9
Minum banyak air putih juga akan membantu menurunkan demam (Sumber:
www.conectique.com).
1.6.10 Tetap berikan ASI kepada bayi, terutama gunakan payudara yang sakit sesering
dan selama mungkin sehingga sumbatan tersebut lama-kelamaan akan
menghilang (Sumber: www.parentsguide.co.id).
1.6.11 Jangan lakukan pemijatan karena dikhawatirkan justru membuat kuman tersebar
ke seluruh bagian payudara dan menambah risiko infeksi.
1.6.12 Bayi masih boleh menyusu kecuali bila terjadi abses. Kalau demikian
keadaannya, untuk mengurangi bengkak, ASI harus tetap dipompa keluar. Bayi
sebaiknya tetap menyusu pada payudara yang tak terinfeksi (Dedeh Kurniasih,
2010).
1.7
Penanganan abses
Dalam keadaan abses mamae perlu dilakukan insisi agar nanahnya dapat dikeluarkan
untuk mempercepat kesembuhan (Manuaba, 1998: 317). Sesudah itu dipasang pipa ke tengah
abses, agar nanah bisa keluar terus. Untuk mencegah kerusakan pada duktus laktiferus sayatan
dibuat sejajar dengan jalannya duktus-duktus itu (Sarwono, 2007: 701).
Pengalaman
menunjukkan bahwa drainase ini sesudah 72 jam bertukar sifat menjadi kebocoran air susu yang
tidak sedikit melalui luka insisi. Dianjurkan memakai perban elastic yang ketat pada payudara,
untuk menghentikan laktasi (Sarwono, 2008: 482).
Pada persiapan insisi, kulit di atas abses akan dibersihkan oleh swabbing lembut dengan
larutan antiseptik. Pada tahap rehabilitasi, sebagian besar sakit di sekitar abses akan lenyap
sesudah pembedahan. Penyembuhan biasanya sangat cepat. Setelah tabung diambil keluar,
antibiotik dapat dilanjutkan untuk beberapa hari. Menerapkan panas dan menjaga wilayah yang
terkena
dampak
ditinggikan
http://galemedicine. blogspot.com).
dapat
membantu
meringankan
peradangan
(sumber:
berkaitan dengan
pengalaman klien yang dikaji dan diidentifikasikan oleh bidan. Masalah juga sering menyertai
diagnose.
Contoh diagnosa yang bisa ditegakkan pada ibu yang mengalami mastitis adalah:
a. P1001 Partus Spontan Belakang Kepala PP 14 hari dengan Mastitis
b. Ibu umur 25 tahun dengan Mastitis
Masalah-masalah yang dapat terjadi pada ibu dengan Mastitis
a. Rasa ketidaknyamanan
b. Ibu tidak mampu menyusui
c. Ibu merasa kurang percaya diri
Langkah 3 : Mengidentifikasi diagnose atau masalah potensial dan mengantisipasinya
Pada langkah ini diidentifikasikan masalah atau diagnosa
masalah atau diagnose. Hal ini membutuhkan antisipasi, pencegahan, bila memungkinkan
menunggu mengamati dan bersiap-siap apabila hal tersebut benar-benar terjadi. Melakukan
asuhan yang amat penting sekali dalam hal ini. Pada langkah ini bidan dituntut untuk mampu
mengantisipasi masalah potensial tidak hanya merumuskan masalah potensial yang akan terjadi
akan tetapi juga merumuskan tindakan antisipasi agar masalah atau diagnosa potensial tidak
terjadi. Sehingga langkah ini benar, merupakan langkah yang bersifat antisifasi yang
rasional/logis.
Diagnosa potensial yang dapat terjadi pada kasus mastitis adalah abses.
Langkah 4 : Mengidentifikasi dan menetapkan kebutuhan untuk melakukan intervensi
atau tindakan segera, konsultasi dan kolaborasi
Langkah ini mencerminkan kesinambungan dari proses penatalaksanaan kebidanan. Dari data
yang dikumpulkan dapat menunjukkan salah situasi yang memerlukan tindakan segera,
sementara yang lain harus menunggu intervensi dari dokter. Situasi lainnya bisa saja tidak
merupakan kegawatan tetapi memerlukan konsultasi atau kolaborasi dengan dokter. Hal ini
menunjukkan bahwa bidan dalam melakukan tindakan harus sesuai dengan prioritas masalah /
kebutuhan yang dihadapi kliennya. Setelah bidan merumuskan tindakan yang perlu dilakukan
untuk mengantisipasi diagnosa / masalah potensial pada step sebelumnya, bidan juga harus
merumuskan tindakan emergency / segera yang harus dirumuskan. Dalam rumusan ini termasuk
tindakan segera yang mampu dilakukan secara mandiri secara kolaborasi atau bersifat rujukan.
1. Kolaborasi:
1.1 Melakukan pemeriksaan laboratorium
2. Konsultasi:
2.1 Pemberian therapy kepada penderita mastitis bisa dikonsultasikan dengan dokter spesialis
kandungan.
3. Rujukan
3.1 Jika mastitis berkembang menjadi abses perlu dilakukan rujukan untuk melakukan insisi
untuk mengeluarkan pus.
3.2 Jika mastitis berkembang menjadi Ca mammae perlu dilakukan rujukan untuk melakukan
pemeriksaan lebih lanjut.
jawab
terhadap
terlaksananya
rencana
asuhan
bersama
yang
menyeluruh
tersebut.
Penatalaksanaan yang efesien akan menyangkut waktu dan biaya serta meningkatkan mutu dan
asuhan klien.
Langkah 7 : Melaksanakan evaluasi terhadap rencana asuhan yang telah dilaksanakan
Langkah ini merupakan langkah terakhir guna mengetahui apa yang telah dilakukan bidan. Pada
langkah ini dilakukan evaluasi
diberikan meliputi
pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar terpenuhi sesuai dengan kebutuhan
sebagaimana telah diidentifikasi di dalam diagnosa dan masalah. Rencana tersebut dapat
dianggap efektif jika benar efektif dalam pelaksanaannya.
Ada kemungkinan bahwa sebagian rencana tersebut efektif sedangkan sebagian belum efektif.
Mengingat
bahwa
penatalaksanaan
asuhan
ini
merupakan
suatu
kegiatan
yang
berkesinambungan maka perlu mengulang kembali dari awal setiap asuhan yang tidak efektif
melalui penatalaksanaan untuk mengidentifikasi mengapa proses penatalaksanaan pada rencana
asuhan tersebut. Langkah-langkah proses penatalaksanaan umumnya merupakan pengkajian
yang memperjelas proses pemikiran yang mempengaruhi tindakan serta berorientasi pada proses
klinis, karena proses penatalaksanaan tersebut berlangsung di dalam situasi klinik dan dua
langkah terakhir tergantung pada klien dan keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
Kurniasih,
Dedeh.
tt.
Payudara
Bengkak
Saat
Menyusui
dan
Mastitis.
tt.
Radang
Payudara
(Mastitis).
http://www.conectique.com/tips_solution/