Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN
A.

Judul Praktikum
Praktikum Spirometri

B.

Waktu, Tanggal Praktikum


Sabtu, 26 Mei 2012

C.

Tujuan Praktikum

1.

Menjelaskan pemeriksaan spirometri

2.

Melakukan pemeriksaan spirometri

3.

Menganalisa hasil pemeriksaan


D.

Dasar Teori
Respirasi terdiri dari tiga proses antara lain :

1. Ventilasi Pulmonalis
Ventilasi pulmonary adalah proses pergerekan udara antara atmosfer (udara luar) dengan
paru. Pergerakan udara ini disebabkan oleh perubahan tekenan dalam paru. Ventilasi patu
terdiri dari inspirasi dan ekspirasi.
2. Respirasi eksternal
Proses resapan oksigen dalam udara di alveoli ke dalam darah di kapiler alveoli serta
proses resapan karbon dioksida dalam arah sebaliknya.
3. Respirasi Internal
Merupakan pertukaran CO2 dan O2 antara kapiler sistemik dengan sel jaringan P O2 dalam
kapiler darah = 150 mmHg sedangkan PO2 dalam sel jaringan = 40mmHg. Perbedaan tekanan
ini akan menyebabkan oksigen akan meresap keluar dari kapiler darah ke dalam sel sehingga
PO2 dalam kapiler darah menurun ke 40mmHg. Saat O2 meresap ke dalam sel CO2 akan
meresap kea rah yang bertentangan.

1. Volume Paru
Ada empat jenis volume paru yang masing-masing berdiri sendiri-sendiri, tidak saling
tercampur, yaitu :
1. volume tidal, yaitu volume udara yang dihirup atau yang dihembuskan pada satu siklus
pernapasan selama pernapasan biasa

2. Cadangan inspirasi, yaitu jumlah maksimal udara yang masih dapat dihisap sesudah akhir
inspirasi tenang
3. Cadangan ekspirasi, yaitu jumlah maksimal udara yang masih dapat dihembuskan sesudah
akhir ekspirasi tenang. Pada pernafasan tenang, ekspirasi terjadi secara pasif, tidak ada otot
ekspirasi yang bekerja. Ekspirasi hanya terjadi oleh daya lenting dinding dada dan jaringan
paru semata-mata. Posisi rongga dada dan paru pada akhir ekspirasi ini merupakan posisi
istirahat. Bila dari posisi istirahat ini dilakukan gerak ekspirasi sekuat-kuatnya sampai
maksimal, udara cadangan ekspirasi itulah yang keluar
4. Isi residu, yaitu jumlah udara yang masih ada di dalam parusesudah melakukan ekspirasi
maksimal
2. Kapasitas Paru
Nilai

kapasitas

ini

mencakup

dua

atau

lebih

nilai

isi

paru

pada

butir(1)diatas.
1. Kapasitas parutotal(KPT), yaitu jumlah maksimal udara yang dapat dimuat paru pada akhir
inspirasi maksimal
2. Kapasitas vital (KV),volume yang mengubah paru-paru diantara inspirasi maksimal dan
ekspirasi maksimal) Ini juga bisa diartikan menjadi volume maksimum dari udara yang setiap
orang hirup setelah ekspirasi maksimum. Capasitas vital setiap orang bisa diukur melalui
spirometer. Jika dikombinasikan dengan ukuran fisiologi, kapasitas vital bisa membantu
untuk mendiagnosis adanya penyakit pada paru-paru
3. Kapasitas Inspirasi, yaitu jumlah maksimal udara yangdapat dihisap dari posisi istirahat
(akhir ekspirasi tenang)
4. Kapasitas residu fungsional (KRF), yaitu jumlah udara yang masih tertinggal dalam paru
pada posisi istirahat
Penyakit restriktif ditandai dengan kondisi lebih nyata oleh reduksi pada kapasitas total
paru. Ventilasi restriktif mungkin disebabkan kerusakan pulmonary, fibrosi pulmo. Atau
karena nonpulno deficit, mencakup kelemahan otot pernapasan, kelumpuhan dan kelainan
bentuk atau kekakuan dari dinding dada.
Spirometri adalah salah satu teknik pemeriksaan untuk mengetahui fungsi paru.
Pemeriksaan spirometri digunakan untuk mengetahui adanya gangguan di paru dan saluran
pernapasan. Alat ini sekalugus digunakan unutk mengukur fungsi paru. Pasien yang
dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan ini adalah pasien yang nengeluh sesak nafas,
penderita PPOK dan lain sebagainya.

E.

Alat dan Bahan

1. Spirometri
2. Tissue
3. Tinta spirometri
4. Mouth piece dispposible
5. Penjepit hidung
F.

Cara Kerja
Pemeriksaan Kapasitas Vital paru

1. Siapkan alat pencatat atau spirometri


2. Jelaskan tujuan dan cara kerja pemeriksaan kepada probandus, posisi probandus menghadap
alat.
3. Nyalakan alat (power on). Masukkan/atur data probandus berupa nama dan umur.
4.

Hubungkan probandus dengan alat dengan cara menyuruh probandus memasukkan mouth
piece ke dalam mulutnya dan tutuplah hidung probandus dengan penjepit hidung.

5. Intruksikan probandus untuk bernafas tenang terlebih dahulu untuk beradaptasi dengan alat.
6. Tekan tombol start lat spirometri unutk memulai pengukuran.
7. Mulai dengan pernafasan tenang sampai timbul perintah dari alat untuk ekspirasi maksimal
(tidak terputus). Bila dilakukan secara benar akan keluar datan dan kurva di layar spirometri.
8.

Bila perlu tanpa melepas moauth piece, ulangi pengukuran dengan inspirasi dalam dan
ekspirasi yang maksimal.

9. Setelah selesai lepaskan mouth piece, periksa data dan kurva dilanjutkan dengan mencetak
hasil perekaman (tekan tombol print).
Pemeriksaan kapasitas vital paksa paru (FVC = Force Vital Capacity)
1. Siapkan alat pencatat atau spirometri.
2. Jelaskan tujuan dan cara kerja pemeriksaan kepada probandus, posisi probandus menghadap
alat.
3. Nyalakan alat (power on). Masukkan/atur data probandus berupa nama dan umur.
4. Instruksikan probandus untuk inspirasi dalam dari luar alat.
5. Segera seteleh siap, tekan tombol start dilanjutkan dengan ekspirasi dengan kuat melalui alat.
6.

Bila perlu tanpa melepaskan mouth piece, ulangi pengukuran dengan inspirasi dalam dan
ekspirasi yang maksimal.

7. Setelah selesai lepaskan mouth piece, periksa data dan kurva dilanjutkan dengan mencetak
hasil perekaman (tekan tombol print).
*catatan:
Pencetakan dapat dilakukan setelah kedua pemeriksaan langsung.
Analisa hasil pemeriksaan dengan menuliskan pada lembar lampiran hasil yang didapatkan.
Analisa berupa kesenjangan yang terjadi selama pemeriksaan dan hasil pemeriksaan.

BAB II
ISI DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Tes Spirometri
1. Data Probandus
Nama Probandus

: Andreas

Tanggal Pemeriksaan : 12/05/2012


Usia

: 18 tahun

Tinggi Badan

: 167 cm

Berat Badan

: 60 kg

Prediction

: Europe

2. Tabel 1. Hasil Tes Spirometri


No.

Kapasitas Paru yang

Prediksi Alat

Diuji
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Hasil
Sebenarnya

VC
TV
IRV
ERV
IC
FVC
FEV1
PEF

5,03
4,81
4,17
9,63

Pengolahan Data :
FEV 1 = 3,63 dan FVC = 4,06
Ratio =

x 100% = 89,41%

3,78
0,53
0,17
3,00
0,70
4,06
3,63
5,72

75
84
87
-

B. Pembahasan
1. Pemeriksaan Kapasitas Vital Paru
Pada percobaan ini mula-mula probandus memberikan informasi berupa umur, jenis
kelamin, tinggi badan, dan berat badan. Kemudian mouth piece dipasangkan ke alat dan
masukan mouth piece ke dalam mulut probandus dan probandus menutup hidungnya sendiri.
Lalu alat mulai dinyalakan, setelah dinyalakan probandus mulai bernapas normal sampai
timbul perintah dari alat untuk ekspirasi dan inspirasi secara maksimal.
Data spirogram menunjukkan adanya penurunan kapasitas vital paru yaitu 3,78 L.
Sehingga presentasenya hanya sebesar 75%. Pada hasil spirogram yang normal menunjukkan
banyaknya kapasitas vital paru yaitu 80% dari total kapasitas paru, atau pada orang dewasa
laki-laki sebesar 4800cc atau 4,8 L. Penurunan kapasitas vital paru dapat disebabkan karena
adanya penurunan volume tidal, volume cadangan inspirasi maupun volume cadangan
ekspirasi. Karena kapasitas vital paru diperoleh dari hasil penambahan ketiga variable
tersebut. Penurunan kapasitas vital paru pada probandus disebabkan oleh penurunan:
Volume tidal = 0,53L
Volume cadangan inspirasi = 0,17 L
Volume cadangan ekspirasi = 3,08 L
Sehingga didapatkan :
VC=TV+IRV+ERV
VC= 0,53+ 0,17+3,08
VC=3,78 L

Pemeriksaan Kapasitas Vital Paksa Paru


Instruksikan probandus untuk inspirasi dalam dari luar alat. Kemudian alat dinyalakan,
segera setelah alat siap, tekan tombol start dilanjutkan dengan eskpirasi dengan kuat melalui
mouth piece. Sesuai instruksi alat, inspirasi dan ekspirasikan secara cepat dan kuat kurang
dari 6 detik.
Rasio FEV1/FVC yaitu:
FEV1
FVC

= 3,63 x 100 % = 89,4 %

4,06

Rasio FEV1/FVC meningkat yaitu 89,4 %. Pada kondisi normal rasio FEV1/FVC yaitu
70 80 %. Data spirogran tersebut menunjukkan adanya kelainan restriktif dimana adanya

penurunan FEV1 dan FVC yang normal, tetapi volume udara yang terhirup lebih kecil
dibandingkan normal.
Hasil spirogram menunjukkan bahwa pasien mengalami kelainan restriktif pada sistem
pernapasannya, namun hasil spirogram ini dapat saja salah karena alat yang digunakan
merupakan standar dari Eropa yang tidak sesuai dengan standar orang Asia.
Hasil spirogram yang menunjukkan adanya kesalahan hasil yang diperoleh sehingga tidak
layak untuk dinilai disebabkan karena kesalahan melakukan prosedur pada saat pemeriksaan
sedang berlangsung, seperti:
1. Ukur tinggi dan berat badan hanya mengira-ngira tanpa mengukurnya secara langsung. Hal
ini dapat menyebabkan perbadaan hasil spirogram karena tinggi badan dan berat badan
mempengaruhi asupan O2 yang dibutuhkan oleh tubuh
2. dan secara tidak langsung dapat mempengaruhi kapasitas vital paru maupun kapasitas total
paru.
3.

Probandus melakukan percobaan ini dengan perasaan yang kurang yakin atau ragu saat
pemeriksaan berlangsung. Hal ini mempengaruhi volume udara yang dapat terukur oleh
spirometer pada saat probandus melakukan inspirasi dan ekspirasi.

4. Probandus terlambat menarik nafas (terlambat memulai).


5.

Adanya ketidak pahamaan probandus atas instruksi dari pemeriksa yang menyebabkan
probandus melepaskan jepitan tangan pada hidungnya.
Berdasarkan percobaan di atas, data tersebut tidak valid karena tidak memenuhi syarat
sebagai beikut:

1. Probandus harus yakin


2. Ekspirasi cepat mencapai puncak
3. Ekspirasi minimal 6 detik
4. Pemeriksaan harus dilakukan sampai selesai
5. Dan nilai reprodusible kurang dari 5%.

C. Aplikasi Klinis
A. Penyakit paru obstruktif kronik
1.

Asma
Merupakan serangan berulang dispnea paroksimal, dengan radang jalan nafas dan
mengakibatkan kontraksi spasmodic bronkus. (Dorland, 2006)

Patofisiologi asma dapat dijelaskan dengan bagan di bawah ini.


Alergen

Terbentuk Antibodi dalam tubuh (IgE)

Alergen dan IgE berikatan

Menyebabkan Sel mast melepaskan mediator primer (Histamin)


dan mediator sekunder (Leukotrien/SRSA)

Efek segera (dalam 5-10 menit); Kontriksi bronkiolus,


Hipersekresi dan Edema dinding bronkiolus

Penyempitan lumen bronkiolus

Udara sulit keluar dari bronkiolus

Udara terperangkap pada bagian distal

Hiperinflasi progresif paru (timbul mengi ekspirasi memanjang), mengalami sesak; Asma
(Danusantoso, 2000, Silbernagl dan Lang, 2006)
2. Bronkhitis Kronis

Penyakit

ini

mempunyai

berbagai

definisi

tergantung

dari

penulis

yang

mengemukakannya. Brinkman mendefinisikan penyakit ini sebagai suatu gangguan batuk


berdahak yang terjadi tiap hari selama paling kurang enam bulan dan jumlah dahak minimal
satu sendok teh. (Yunus, 1999)
Definisi yang banyak dipakai adalah definisi dari American Thoracic Society, yaitu
penyakit dengan gangguan batuk kronik dengan dahak yang banyak terjadi hampir tiap hari
minimal tiga bulan dalam setahun selama dua tahun berturut-turut.
Produksi dahak yang berlebihan ini tidak disebabkan oleh penyakit tuberkulosis atau
bronkiektasis. Penyakit bronkitis kronik sering terdapat bersama-sama emfisema dan dikenal
dengan nama bronchitis emfisema. (Yunus, 1999)

3. Emfisema
Terkumpulnya udara secara patologik dalam jaringan atau organ, sehingga menyebabkan
paru-paru menjadi membesar, penampakan di dalam foto rontgen Nampak paru hiperluchen
dengan pembesaran kea rah lateral dan menurunkan diafragma.
Patofisiologi emfisema dijelaskan melalui bagan di bawah ini.
Infeksi dan Alergi

Terjadi Inflamasi & pelepasan Histamin dan Leukotrien (SARS)

Sekresi mukus

Kontraksi otot

Edema mukosa

Peningkatan resistensi pernafasan

Ekspirasi memerlukan peningkatan tekanan

Penekanan bronkus

Ekspirasi menjadi sulit

Pengembangan paru berlebihan

Emfisema
(Danusantoso, 2000, Silbernagl dan Lang, 2006)

B. Penyakit restriktif
1. Pneumonia
Peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang
mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru
dan gangguan pertukaran gas setempat.

Patofisilogi penyakit ini dapat dijelaskan melalui bagan di bawah ini:


Kuman patogen masuk

Terjadi infeksi

Alveolus-alveolus mulai terisi sekrit

Sel-sel leukosit terutama PMN sampai alveolus


menjadi penuh dan padat

Lobus yang terserang ikut menjadi padat (tidak bedanya dengan hati)

Lobus tidak dapat lagi menjalankan fungsi pernapasan

Peradangan juga mengenai Pleura visceralis (pembungkus lobus)

Timbul rasa nyeri dada

Menyebabkan sesak nafas (Danusantoso, 2000)

2. Atelektasis

Terminologi atelektasis berasal dari bahasa Yunani ateles dan ektasis yang berarti
pengembangan yang tidak sempurna. Atelektasis sendiri adalah istilah yang berarti
pengembangan paru yang tidak sempurna dan menyiratkan arti bahwa alveolus pada bagian
paru yang terserang tidak mengandung udara dan kolaps. Terdapat dua penyebab utama
kolaps yaitu atelektasis absorpsi sekunder dari obstruksi bronkus atau bronkiolis, dan
atelektasis yang disebabkan oleh penekanan. (Maddapa, 2009)
Secara fisiologi atelektasis dapat dibedakan menjadi dua, atelektasis obstruktif dan
atelektasis non obstruktif. Obstruktif atelektasis adalah tipe yang paling sering dijumpai.
Merupakan hasil dari reabsorpsi gas dari alveoli ketika hubungan antara alveoli dan trachea
terhambat atau tersumbat. Sedangkan atelektasis non obstruktif disebabkan dari hilangnya
kontak antara pleura parietalis dan pleura visceralis, kompresi, penurunan kadar surfaktan,
dan jaringan parenkim yang digantukan oleh penyakit yang menimbulkan luka atau yang
bersifat infiltrative. (Maddapa, 2009)
3. Penyakit-penyakit pleura
Pleura seringkali mengalami patogenesis seperti terjadinya efusi cairan, misalnya
hidrotoraks dan pleuritis eksudativa karena infeksi, hemotoraks bila rongga pleura terisi
darah, kilotoraks (cairan limfe), piotoraks, atau emphiema thoracis bila berisi nanah,
pneumotoraks bila berisi udara. (Rubin, 2009)
Dalam keadaan normal, rongga pleura berisi kurang lebih 1mL cairan, yang
merepresentasikan keseimbangan antara;
1. Tekanan hidrostatik dan tekanan osmotic pada pembuluh pleura visceralis dan pleura parietalis
2.

Dan, aliran pembuluh limfe (Rubin, 2009)


Efusi pleura adalah keadaan dimana terjadi kekacauan atau gangguan pada keseimbangan
tersebut. (Rubin, 2009)
Dipsneu adalah gejala utama yang berhubungan dengan efusi pleura, yang juga
behubungan dengan distorsi dari diafragma dan dindin thorax selama respirasi. Pada
kebanyakan kasus, drainase dari cairan pleura mengurangi gejala dan memperbaiki
pertukaran gas yang terhambat. (Rubin, 2009, Halim, 2006)
Gejala-gejala lain yang terjadi dapat berupa batuk non produktif yang ringan atau nyeri
dada. Sedangkan gejala lainnya menunjukkan etiologi dari efusi pleura yang terjadi. Batuk
produktif yang berat dan purulen atay batuk darah menunjukkan kemungkinan pneumonia
atau adanya lesi endobronchial. Nyeri dinding dada yang konstan merefleksikan adanya

invasi pada dinding dada akibat karsinoma bronkogenik atau mesothelioma maligna. Nyeri
dada pleuritis bisa diakibatkan karena emboli paru atau bisa juga disebabkan adanya proses
inflamasi pada pleura. Sedankan toksisitas sitemik yang ditunjukkan dengan demam,
penurunan berat badan mengarah pada kemungkinan empyema (Halim, 2006).
Dari pemeriksaan fisik, biasanya ditemukan pada efusi pleura yang telah mencapai
300mL, patologis dapat berupa:
1.

Penurunan suara nafas

2.

Perkusi redup

3.

Penurunan fremitius taktil

4.

Egofoni (perubahan suara E menjadi A) (Halim, 2006)

BAB III
KESIMPULAN
1.

Respirasi pada manusia ada tiga proses yaitu ventilasi pulmonary, respirasi eksternal,
respirasi internal.Volume udara itu ada empat macam yaitu ada volume tidal, volume
cadangan inspirasi, volume cadangan ekspirasi, dan volume residu.Kapasitas udara itu ada
empat macam yaitu ada kapasitas inspirasi, kapasitas vital, kapasiras paru total, dan kapasitas
residu fungsional.

2.

Spirometri adalah salah satu teknik pemeriksaan untuk mengetahui fungsi/faal paru, untuk
melihat respon terapi, dan untuk menentukan proknosis. Alat untuk mengukur spirometri
adalah spirometer. Fungsi spirometer adalah alat untuk memeriksa dan mengetahui adanya
gangguaan di paru dan saluran pernapasan, dan untuk mengukur fungsi paru. Hasil dari
spirometer adalah spirogram. Fungsi spirogram untuk mengetahui hasil dari probandus yang
akan dihitung yaitu FVC dan FEV1 dengan mencari rationya terlebih dahulu dengan cara
FEV1/FVC x 100%. Hasil ratio normal adalah 70-80%, jika hasil yang didapat oleh
propandus kurang dari ratio normal maka probandus tersebut Obstructive Lung Disease dan
jika hasil probandus yang di dapat lebih dari ratio normal maka probandus tersebut
Restrictive Lung Disease.

3.

Mengetahui aplikasi klinis pada kelainan obstruksi dan restriksi yaitu Obstructive,
Restrictive Parenchymal, dan Restrictive Extraperenchymal.

DAFTAR PUSTAKA
Danusantoso, Halim. 2000. Buku Saku Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: Hipokrates.
Dorlan,W. A. Newman. 2006. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29. Jakarta: EGC.
Halim, Hadi. 2006. Penyakit-Penyakit Pleura. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi
IV. Jakarta: FKUI.
Maddapa, Tarun. 2009. Atelectasis Available. http://emedicine.medscape.com. 28 Mei 2012.
Rubins, Jeffrey. 2009. Pleural Effusion. http://emedicine.medscape.com. 28 Mei 2012.
Silbernagl, Stefan and Lang, Florian. 2006. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Yunus, Faisal. 1999. Penatalaksanaan Bronkhitis Kronik. Bagian Pulmonologi kedokteran
Universitas Indonesia Unit Paru RSUP Persahabatan: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai