Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH SEVEN JUMP KELOMPOK 3

DENGAN KASUS HIPERBILIRUBINEMIA


Dosen Pembimbing : Noor Fitriyani S.Kep., Ns.

Disusun oleh:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.

Riyastoro
Rovi Fibhyanisfha
Shinta Utami
Singgih Aris R
Siti Fatimah
Siti Khotimah
Siti Normala
Sri Setyaningsih
Tanti Kusumastuti
Umi Octaviana

(P-13.045)
(P-13.046)
(P-13.048)
(P-13.049)
(P-13.050)
(P-13.051)
(P-13.052)
(P-13.053)
(P-13.054)
(P-13.055)

11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.

Wahyu Kasipah
(P-13.056)
Widya Nur A.
(P-13.057)
Woro Louh Siwi
(P-13.058)
Yayuk Verawati
(P-13.059)
Yesi Nugrahani P.P
(P-13.060)
Yunita Diyan N. (P-13.061)
Yunita Tresnandari
(P-13.062)
Zulkarnaen P.
(P-13.064)
Ayu Srikandini
(P-12.011)

PRODI D III KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA 2015
TAHAP 1
1. Opistotonus (widya)
2. Letargi (siti normala)

3.
4.
5.
6.

Hipertonik (wahyu)
Hematokrit (woro)
Bilirubin (siti fatimah)
Ikterik (rovi)

TAHAP 2
1. Mengapa kadar bilirubin diatas normal mempengaruhi opsitotonus?
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

(woro)
Apa saja tanda dann gejala padda kasus tersebut? (singgih)
Apa saja pemeriksaan penunjang pada kasus tersebut? (widya)
Diagnosa apa saja yang muncul pada kasus tersebut? (yunita diyan)
Pengkajian apa saja yang dilakukan pada kasus tersebut? (tanti k)
Apa penyebab hiperbilirubin? (riyas)
Apa penyebab sklera ikterik pada bayi? (siti normala)
Mengapa kulit wajah, dada, ekstremitas bayi menjadi kuning? (yunita t)
Apakah BBL kurang dari batas normal mempengaruhi kadar bilirubin?

(yayuk)
10. Apa yang terjadi bila reflek hisap lemah mempengaruhi kadar bilirubin?
(yesi)
11. Hubungan

kelahiran

preterm

dengan

neonatus

yang

mengalami

hiperbilirubin?
12. Apakah neonatus dengan hiperbilirubin bisa diberikan imunisasi?
13. Apakah neonatus dengan hiperbilirubin mempengaruhi kemampuan reflek
hisap lemah?

TAHAP 3
Tahap 1
1. Pergerakan ekstremitas melemah. (tanti)
2. Lemah (yunita t) ; tidak sadar (sri s)
3. Tekanan osmotik meningkat (siti khotimah)
4. Perbandingan sel darah merah terhadap

volume

darah

(siti normala)
5. Pigmen warna kuning saat terjadi pemecahan sel darah merah. (yesi)
6. Warna kuning (shinta) ; pucat (woro)
Tahap 2

1. Karena kadar bilirubin yang berlebih dapat menyebabkan kelemahan


fisik pada bayi. (riyas)
2. Sklera ikterik, nilai bilirubin > 15, reflek hisap lemah (riyas) ; kulit
pada dada, wajah, dan ekstremitas kuning (sri)
3. Pemeriksaan laboratorium (shinta) ; pemeriksaan bilirubin serum
(yunita t)
4. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan proses penyakit
(yayuk) ; kerusakan integritas kulit berhubungan dengan fototerapi
(singgih)
5. Keadaan umum, tanda vital, reflek hisap, berat badan, riwayat
kesehatan keluarga (yesi) ; warna kulit (siti khotimah)
6. Kelainan struktur enzim sel darah merah (wahyu)
7. Akibat akumulasi bilirubin dalam darah (yunita d)
8. Meningkatnya kadar bilirubin, reflek hisap lemah menyebabkan bayi
kurang cairan (zul)
9. Ya, karena kebutuhan nutrisi tidak tercukupi (rovi)
10. Reflek hisap yang lemah dapat mempengaruhi asupan nutrisi pada bayi
sehingga kadar cairan pada bayi tidak tercukupi. (zul)

TAHAP 4

TAHAP 5
1.
2.
3.
4.

Konsep Hiperbilirubin (Shinta, Siti F, Wahyu K, Yayuk)


Pathofisiologi dan Pathway (Rovi, Woro, Yesi, Zul)
Asuhan Keperawatan (Singgih, Siti K, Umi, Widya, Yunita D, Yunita T)
Pemberian Fototerapi dan Literasi Tahap 1 dan 2 (Riyastoro, Siti N, Sri S,
Tanti K, Ayu S)

TAHAP 6
1. Konsep Hiperbilirubin

a. Definisi
Hiperbilirubinemia merujuk pada tingginya kadar bilirubin yang
terakumulasi dalam darah dan ditandai dengan ikterus (pewarnaan
pada kulit, sklera, dan kuku). (Wim de Jong et al. 2005)
b. Etiologi
Penyebab ikterus pada neonatus diantaranya:
1. Peningkatan sirkulasi enterohepatik.
2. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan
atau karena pengaruh obat-obatan tertentu.
3. Gangguan fungsi hati oleh mikroorganisme atau toksin.
4. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra hepatik.
(Amin dan Hardi, 2013)
c. Manifestasi Klinis
Pengamatan dan penelitian RSCM Jakarta (Hasan,R. Et.al.1997)
menunjukkan bahwa dianggap hiperbilirubin jika:
1. Ikterus terjadi 24 jam pertama
2. Peningkatan konsentrasi bilirubin 5% atau lebih setiap 24 jam
3. Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg% pad neonatus kurang
bulan dan 12,5 mg% pada neonatus cukup bulan
4. Ikterus yang disertai dengan proses hemolisis (inkompatibilitas
darah, defisiensi enzim G-6-PD dan sepsis)
5. Keadaan umum :
- Berat lahir kurang dari 2000 gr
- Masa gestasi kurang dari 36 minggu
- Asfiksia, hipoksia, sindron gangguan pernapasan
- Infeksi
- Trauma lahir pada kepala
- Hipoglikemia, hiperkarbia, hiperosmolalitas darah
Derajat Ikterus pada neonatus menurut Kramer
Daerah
1
2
3
4
5

Luas Ikterus
Kepala dan leher
Daerah 1 + badan bagian atas
Daerah 1,2 + badan bagian bawah dan tungkai
Daerah 1,2,3 + lengan dan kaki di bawah lutut
Daerah 1,2,3,4 + tangan dan kaki

Sumber: kapita selekta FKUI jilid 2 dan 3

d. Komplikasi
1. Retardasi mental : kerusakan neurologist
2. Gangguan pendengaran dan penglihatan
3. Kematian

Kadar Bilirubin
5 mg %
9 mg %
11 mg %
12 mg%
16 mg %

4. Kernikterus
(Amin dan Hardi, 2013)
e. Pentalaksanaan
1. Medis
- Pemeriksaan Laboratorium
- Pemeriksaan Radiology
- Ultrasonografi
- Biopsy Hati
- Fototerapi
- Transfusi Pengganti dan Infus Albumin
2. Keperawatan
- Mengajarkan orang tua cara merawat bayi agar tidak terjadi
-

infeksi dan menjelaskan tantang daya tahan tubuh


Menjelaskan kepada orang tua pentingnya pemberian ASI bila
sudah tidak ikterik. Namun bila penyebabnya bukan dari

jaundice ASI tetap diteruskan pemberiannya


Menjelaskan kepada orang tua tentang komplikasi yang

mungkin terjadi dan segera melapor ke dokter/ perawat


- Menjelaskan tentang pemberian imunisasi dan terapi
2. Pathofisiologi dan Pathway
a. Pathofisiologi
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa
keadaan, kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat
penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang terlalu berlebihan
ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit. Pada bayi
dengan hipoksia/ anoksia juga dapat menimbulkan peningkatan kadar
bilirubin tubuh, apabila terjadi kadar protein-y berkurang dan protein-z
terikat amnion.
Pada derajat tertentu bilirubin bersifat toksik dan akan merusak
jaringan tubuh. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologik pada
sel otak apabila bilirubin menembus sawar darah otak. Kelainan ini
disebut kern ikterus/ ensefalopati biliaris. Mudah tidaknya bilirubin
melalui sawar otak tidak hanya tergantung dari tingginya kadar
bilirubin tetapi tergantung pula pada keadaan neonatus sendiri.
Bilirubin lebih udah melalui sawar otak apabila bayi dalam keadaan
imaturitas, BBLR, Hipoksia, Hipoglikemia, dan kelainan saraf pusat

yang terjadi karena trauma/ infeksi. (Lia Dewi, Vivian Nanny, 2010.
Asuhan Neonatus Bayi dan Anak balita. Jakarta : Salemba Medika)

b. Pathway

Hemoglobin
Hema

Globin

Bilivirdin

Feco

Peningkatan destruksi eritrosit (gangguan konjugasi bilirubin/gangguan transport


bilirubin/peningkatan siklus entero hepatik), Hb dan eritrosit abnormal
Pemecahan bilirubin berlebih / bilirubin yang tidak berikatan dengan
albumin meningkat
Suplai bilirubin melebihi kemampuan hepar
Hepar tidak mampu melakukan konjugasi

Sebagian masuk kembali ke siklus enterohepatik

Peningkatan bilirubin unconjugned dalam darah, pengeluaran meconeum terlambat, obstruksi


usus, tinja berwarna pucat

Gangguan integritas kulit

Icterus pada sklera, leher dan badan peningkatan


bilirubin indirek > 12 mg/dl

Indikasi Fototerapi

Sinar dengan intensitas tinggi

Resiko tinggi injuri

Kekurangan volume
cairan tubuh

Gangguan rasa aman


dan nyaman

3. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1. Aktivitas
Letargis, Malas
2. Eliminasi
Bising usus hipoaktif, Feses lunak kehijauan, Urin pekat/hitam
kecoklatan
3. Makanan/Cairan
Riwayat makan buruk (ASI), Palpasi abdomen dapat mennjukkan
pembesaran limfa
4. Neurosensori
Opitotonus dengan kekakuan lengkung punggung, Fontanel
menonjol, Kehilangan reflek moro, Sefalohematoma besar
5. Pernafasan
Riwayat asfiksia, edema pleural, hemoraghi pulmonal
6. Keamanan
Riwayat sepsis neonatus, Tampak ikterik pada wajah dan bagian
tubuh lainnya.
b. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan kelemahan
menyusu.
2. Gangguan rasa aman dan nyaman berhubungan dengan proses
fototerapi.

3. Resiko injuri pada mata dan genetalia berhubungan dengan proses


fototerapi.
4. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan proses fototerapi.
c. Perencanaan Keperawatan
1. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan kelemahan
menyusu.
Tujuan

Intervensi

memenuhi

kebutuhan

cairan

dan

nutrisi.

a. Pertahankan intake cairan : beri minum sesuai kebutuhan, jika


tidak mau menghisap dapat diberikan menggunakan sendok atau
sonde.
b. Kaji adanya dehidrasi : membran mukosa, ubun-ubun, turgor
kulit.
c. Perhatikan frekuensi BAB dan BAK.
2. Gangguan rasa aman dan nyaman berhubungan dengan proses
fototerapi.
Tujuan

: memenuhi kebutuhan psikologis dari bayi.

Intervensi

a. Usahakan agar bayi tidak kepanasan atau kedinginan selama


terapi.
b. Pelihara kebersihan tempat tidur bayi dan lingkungannya.
c. Cegah terjadinya infeksi, memperhatikan cara bekerja aseptik.
3. Resiko injuri pada mata dan genetalia berhubungan dengan proses
fototerapi.
Tujuan

: tidak terjadi kecelakaan pada saat diberikan terapi.

Intervensi

a. Gunakan pelindung pada mata dan genetalia pada saat fototerapi.


b. Hindari penekanan mata yang berlebihan untuk mencegah jejas.

4. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan proses fototerapi.


Tujuan

: Tidak terjadi gangguan integritas kulit selama

terapi.
Intervensi

a.

Rubah

posisi

b.

Gunakan

bayi

pelindung

dengan
dan

sering
pengalas

selama

terapi.

yang

lembut.

4. Pemberian Fototerapi dan Literasi Tahap 1 dan 2


a. Fototerapi
Dilakukan apabila telah ditegakkan hiperbilirubin patologis yang
berfungsi menurunkan bilirubin dalam kulit melalui tinja dan urin
dengan oksidasi foto pada bilirubin dan biliverdin. Cahaya
menyebabkan reaksi foto kimia dalam kulit yang mengubah bilirubin
tak terkonjugasi kedalam fotobilirubin, yang diekskresikan dalam hati
kemudian ke empedu. (Suriadi, 2000)
Fototerapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan Transfusi
Pengganti untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus pada
cahaya dengan intensitas yang tinggi akan menurunkan Bilirubin
dalam kulit. Fototerapi menurunkan kadar Bilirubin dengan cara
memfasilitasi eksresi Biliar Bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi
jika cahaya yang diabsorsi jaringan mengubah Bilirubin tak
terkonjugasi menjadi dua isomer yang disebut Fotobilirubin.
Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah melalui
mekanisme difusi. Di dalam darah Fotobilirubin berikatan dengan
Albumin dan dikirim ke Hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke
Empedu dan diekskresi ke dalam Deodenum untuk dibuang bersama
feses tanpa proses konjugasi oleh Hati (Avery dan Taeusch, 1984)
(M. Jeffrey Maisels, dkk. 2008. FOTOTERAPI PADA IKTERIK
NEONATUS. www.nejm.org di akses pada tanggal 23 Mei 2015)
b. Literasi Tahap 1 dan 2
- Tahap 1

1. Opistotonus : posisi akibat dari kontraksi yang tidak hentihentinya

semua

otot

yang

berlawanan,

semuanya

menampakkan kekakuan tetanus khas seperti papan


(Behrman at.al, 2000)
2. Letargi : keadaan lemah badan dan tidak ada dorongan untuk
melakukan kegiatan, nafsu tidur berlebihan (apabila dibangunkan
langsung tertidur kembali), muncul pd penderita penyakit otak
atau keracunan. (kbbi.web.id/letargi)

3. Hipertonik : memiliki tekanan osmotik lebih tinggi dari


cairan/media lainnya. (kamuskesehatan.com/arti/hipertonik,
2015)
4. Hematokrit : proporsi sel darah yang terdiri dari sel darah
merah. (kamuskesehatan.com/arti/hematokrit,2015)
5. Bilirubin : pigmen kekuningan yang dilepas apabila sel-sel
darah merah dipecah. (kamuskesehatan/arti/bilirubin,2015)
6. Ikterus : kondisi dimana tubuh memiliki terlalu banyak
bilirubin, sehingga kulit dan sklera mata menjadi kuning.
-

(kamuskesehatan.com/arti/ikterus, 2015)
Tahap 2
1. Menurut Marmi (2012) dan Maryunani (2009), tanda dan
gejala ikterik diantaranya :
a. Sclera, puncak hidung,

mult,

dada,

perut

dan

ekstremitas berwarna kuning.


b. Letargi.
c. Kemampuan menghisap menurun.
d. Kejang.
e. Reflek moro melemah.
f. Pada pemeriksaan abdomen, bentuk perut membuncit.
(http://digilib.unimus.ac.id, 2013)
2. Menurut marmi (2012), penilaian ikterik dapat dilakukan
dengan melakukan pemeriksaan diagnostik:
a. Test coombs pada tali pusat bayi baru lahir : hasil
positif test coombs indirek menandakan adanya Rhpositif, anti A atau anti B dalam darah ibu.
Sedangkan

positif

dari

test

menandakan adanya Rh- negatif.

coombs

direk

b. Golongan darah bayi dan ibu : mengidentifikasi


inkompatibilitas ABO.
c. Bilirubin total : kadar direk (terkonjugasi) bermakna
jika melebihi 1,0- 1,5 mg/dl, yang mungkin
dihubungkan dengan sepsis. Kadar indirek (tidak
terkonjugasi) tidak boleh melebihi 5 mg/dl dalam 24
jam atau tidak 17 boleh lebih dari 20 mg/dl pada
bayi yang cukup bulan atau 15 mg/dl pada bayi
preterm (tergantung pada berat badan).
d. Protein serum total : kadar kurang dari 3,0 g/dl
menandakan penurunan ikatan, terutama pada bayi
preterm.-Hitung

darah

lengkap

hemoglobin

mungkin rendah (kurang dari 14 g/dl) karena


hemolisis hematokrit mungkin meningkat (lebih
besar dari 65%) pada polisitemia, penurunan
(kurang dari 45%) dengan hemolisis dan anemia
berlebihan.
(http://digilib.unimus.ac.id, 2013)
3. Diagnosa Keperawatan:
a. Kurangnya volume cairan berhubungan dengan tidak
adekuatnya intake cairan, fototherapi, dan diare.
b. Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan
dengan efek fototerapi.
c. Gangguan integritas kulit

berhubungan

dengan

hiperbilirubinemia dan diare.


d. Gangguan parenting berhubungan dengan pemisahan.
e. Kecemasan meningkat berhubungan dengan therapi
yang diberikan pada bayi.
f. Risiko tinggi trauma berhubungan

dengan

efek

fototherapi.
g. Risiko tinggi trauma berhubungan dengan tranfusi
tukar.
(http://respiratory.usu.ac.id, 2010)
4. Pengkajian

1. Identitas pasien dan keluarga.


2. Riwayat Keperawatan.
a. Riwayat Kehamilan
Kurangnya

antenatal

care

yang

baik.

Penggunaan obat obat yang meningkatkan


ikterus ex: salisilat sulkaturosic oxitosin yang
dapat mempercepat proses konjungasi sebelum
ibu partus.
b. Riwayat Persalinan.
Persalinan dilakukan oleh dukun, bidan atau
Data Obyektifkter. Lahir prematur (kurang
bulan) riwayat trauma persalinan, hipoxin dan
aspixin.
c. Riwayat Post natal.
Adanya kelainan darah tapi kadar bilirubin
meningkat kulit bayi tampak kuning.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga.
Seperti ketidak cocokan darah ibu dan anak
Polycythenia, gangguan saluran cerna dan hati
(hepatitis)
e. Riwayat Pikososial.
Kurangnya kasih sayang karena perpisahan,
perubahan peran orang tua.
f. Pengetahuan Keluarga.

Penyebab perawatan pengobatan dan pemahan


orang tua pada bayi yang ikterus.
3. Kebutuhan Sehari hari.
a. Nutrisi.
Pada umumnya bayi malas minum (reflek
menghisap dan menelan lemah) sehingga BB
bayi mengalami penurunan.
b. Eliminasi.
Biasanya bayi mengalami diare, urin mengalami
perubahan warna gelap dan tinja berwarna
pucat.
c. Istirahat.
Bayi tampak cengeng dan mudah terbangun.
d. Aktifitas.
Bayi biasanya mengalami penurunan aktivitas,
letargi, hipototonus dan mudah terusik.

4. Pemeriksaan fisik.
a. Keadaan umum lemah, Ttv tidak stabil terutama
suhu tubuh (hipo /hipertemi).
b. Reflek hisap pada bayi menurun, BB turun,
pemeriksaan tonus otot (kejang /tremor).
c. Hidrasi bayi mengalami penurunan. Kulit
tampak kuning dan mengelupas (skin resh)
bronze bayi syndrome, sclera mara kuning

(kadang kadang terjadi kerusakan pada retina)


perubahan warna urine dan feses.
5. Penyebab hiperbilirubinemia pada neonatal
a. Peningkatan produksi atau penurunan

clearance

bilirubin dan lebih sering terjadi pada bayi imatur.


b. Bayi yang diberikan ASI memiliki kadar bilirubin
serum yang lebih dibanding bayi yang diberikan susu
formula. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh
beberapa faktor antara lain; frekuensi menyusu yang
tidak adekuat, kehilangan berat badan/dehidrasi.
6. Menurut Prawirohardjo (2010) adapun gejala dari ikterus
sendiri ditandai oleh pewarnaan kuning pada kulit dan
sklera akibat akumulasi bilirubin tak terkonjugasi yang
berlebih.
7. Tubuh mampu

mempertahankan

keseimbangan

pada

kondisi normal antara perusakan sel darah merah,


penggunaan dan ekskresi produk dari perusakan sel darah
merah tersebut. Akan tetapi ketika keseimbangan ini
terganggu akibat immaturitas sel darah merah dan fungsi
hati dapat menyebabkan bilirubin terakumulasi dan
menimbulkan jaundice (Hockenberry & Wilson, 2007).
Jaundice adalah perubahan warna kuning pada kulit dan
mata bayi yang baru lahir. Jaundice terjadi karena darah
bayi mengandung kelebihan bilirubin, pigmen berwarna
kuning pada sel darah merah. (http://meetdoctor.com/
topic/jaundice)
8. Status normal atau tidak normal pada bayi kuning, menurut
dokter yang juga bertugas di Rumah Sakit Cipto Mangun
kusumo ini, tergantung kadar bilirubin-nya. Pada bayi tidak
cukup bulan (prematur), bayi kuning dianggap normal jika
kadar bilirubin-nya sebanyak 10 miligram per desiliter
(mg/dl). Sedang pada bayi cukup bulan (normal), bayi

kuning dianggap normal jika kadar bilirubin-nya sebanyak


12 mg/dl. (Wiknjosastro, 2002)
9. Penurunan asupan kalori selama beberapa hari pertama
kelahiran diindikasikan terjadinya penurunan berat badan
yang cepat.Penurunan berat badan lebih dari 7%-10%
dianggap patologis dan ditandai dengan dehidrasi dan
asupan kalori yang rendah. Penurunan berat badan terjadi
akibat asupan makanan yang tidak adekuat sehingga
sirkulasi

bilirubin

enterohepatik

meningkat

dan

menyebabkan kadar bilirubin serum meningkat. Mekanisme


lainnya yang dapat menyebabkan penurunan intake kalori
akan menyebabkan penurunan clearance serum bilirubin
unconjugated. Keadaan ini yang menyebabkan terjadinya
hiperbilirubinemia neonatus. Penurunan signifikan berat
badan bayi sebagian besar berhubungan dengan kejadian
hiperbilirubinemia

neonatus.

(http://eprints.undip.ac.id,

2013)
10. Bayi yang diberikan ASI memiliki kadar bilirubin serum
yang lebih dibanding bayi yang diberikan susu formula. Hal
tersebut mungkin disebabkan oleh beberapa faktor antara
lain; frekuensi menyusu yang tidak adekuat, kehilangan
berat badan/dehidrasi.
11. Setelah bayi lahir, terjadi perpindahan cairan dari
intraseluler menuju ekstraseluler. Peningkatan cairan di
ekstraseluler pada ginjal neonates menyebabkan diuresis
garam dan air dalam 48-72 jam pertama. Pengeluaran
cairan

ekstraseluler

yang

berlebihan

menyebabkan

penurunan berat badan fisiologis pada minggu pertama


kehidupan. Karena komponen ekstraseluler lebih besar
pada neonatus preterm, akibatnya penurunan berat badan
neonates preterm lebih banyak. Pada bayi yang lahir cukup
bulan, penurunan berat badan normal hingga 10% dari berat

badan lahir. Sedangkan pada bayi yang lahir kurang bulan,


penurunannya

dapat

hingga

15%.

Gangguan

yang

mengakibatkan kehilangan cairan ekstraseluler mungkin


berhubungan

dengan

penyakit

seperti

paten

ductus

arteriosus (PDA), necrotizing enterocolitis (NEC) dan


penyakit paru kronik pada neonatus preterm.
12. Berdasarkan pada penyebabnya, maka

manejemen

imunisasi pada bayi dengan Hiperbilirubinemia diarahkan


untuk mencegah anemia dan membatasi efek dari
Hiperbilirubinemia, meningkatkan Badan Serum Albumin,
menurunkan Serum Bilirubin
13. Karena reflek hisap yang lemah pada neonates akan
mempengaruhi asupan asi sehingga zat yang terdapat pada
asi yang berguna untuk menstabilkan bilirubin jumlah nya
tidak tercukupi (Levin at.al. -.current pediatric diagnosis
and treatment. ed. 18.Mc)

TAHAP 7
Kasus

Seorang bayi laki-laki usia 4 hari dirawat di ruang HCU (High Care Unit) RS
Husada. Berat badan lahir 1700 gram dengan usia kehamilan 35 minggu. Kulit
pada wajah, dada, dan ekstremitas (telapak kaki dan tangan) kuning. Sclera
ikterik, letargi, reflek hisap lemah, hipertonik, opistotonus. Hasil pemeriksaan
kadar bilirubin 16 mg/dl, Hemoglobin 16,8 mg%, Hematokrit 47%, Leukosit
15.103 mg/dl, dan trombosit 250.103.
ASUHAN KEPERAWATAN

PADA By. L DENGAN HIPERBILIRUBINEMIA


DI RUANG HCU RS. HUSADA
Tanggal/ jam masuk

: 20 mei 2015 / 09.35 WIB

Tanggal/ jam pengkajian

: 20 mei 2015 / 10.03 WIB

Metode pengkajian

: Autoanamnesa, Alloanamnesa, dan Observasi

I.

BOIDATA
a. Identitas klien
Nama

: By. L

Umur

: 4 Hari

Diagnosa Medis

: Hiperbilirubin

Dokter

: dr. Yulidar

b. Identitas penanggungjawab

II.

Nama

: Ny. S

Umur

: 33 Tahun

Pekerjaan

: Swasta

Alamat

: Jaya Wijaya

Hubungan Klien

: Ibu

RIWAYAT KEPERAWATAN
a. Keluhan utama
Ibu mengatakan anaknya kulit pada wajah, dada dan ekstermitas
(telapak kaki dan tangan) kuning.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Bayi lahir dengan normal di RS. Husada berat badan lahir 1.700
gram. Dibawa ke ruang HCU pada tanggal 23 Mei 2015 jam 19.21

dengan keluhan nampak kuning pada wajah, dada, dan ekstremitas


dipermukaan tubuh.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Bayi lahir dengan usia kehamilan 35 bulan (preterm)
III.

POLA KESEHATAN FUNGSIONAL


a. Pola nutrisi
Keluarga

mengatakan

klien

susah

menyusu,

dan

menghisapnya lemah.
b. Pola aktifitas
Kemampuan Perawatan Diri

Makan / Minum

Toileting

Berpakaian

Mobilitas di tempat tidur

Ambulasi / ROM

Keterangan:
0 : Mandiri
1 : Dibantu alat bantu
2 : Dibantu orang lain
3 : Dibantu Orang lain dan alat
4 : Tergantung total
IV.

PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan umum
Kesadaran
b. Muka
Mata

: Delirium

reflek

Sklera

: Ikterik

c. Abdomen
Palpasi

: Perut teraba keras

d. Genetalia
Klien berjenis kelamin laki- laki
V.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Jenis Pemeriksaan

Satuan

Hasil

Hemoglobin

Mg%

16

Lekosit

Mg/dl

15.103

Kadar bilirubin

Mg/dl

16

Hematokrit

47

Trombosit

/mm3

250.103

VI.

Keterangan

ANALISA DATA
Tanggal/

Data fokus

Masalah

Etiologi

Ttd

jam
Sabtu, 23 Ds

Ibu

mengatakan Ketidaksei

Mei

bayinya mengalami reflek mbangan

2015

hisap lemah.
Do :
Sklera ikterik
Letargi
Berat
badan

Faktor

Kel. 3

biologis

nutrisi
kurang dari
kebutuhan
lahir tubuh

rendah : 1700 gram

Minggu,
24

Ds : Ibu klien mengatakan Kerusakan

Mei bayinya kekuningan.


Do :
2015
Hipertonik

integritas
kulit

Perubahan
pigmentasi

Kel. 3

Opistotonus
Kadar bilirubin 16 g/dl
Prioritas Diagnisa :

VII.
No
Dx
1

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d faktor

biologis
Kerusakan integritas kulit b.d perubahan pigmentasi

RENCANA KEPERAWATAN
Hari /

Tujuan dan

Tgl /

Kriteria Hasil

Intervensi

Rasional

Ttd

Jam
Sabtu,

O : Monitor

Setelah

Kel. 3

Untuk

23 Mei dilakukan

pertumbuhan

mengetahui

2015

tindakan

dan

perkembangan

keperawatan

perkembangan

setelah

selama

1x24

jam

dilakukan
N : Anjurkan

ketidakseimban

keluarga untuk

gan

meningkatkan

nutrisi

kurang

dari

kebutuhan
tubuh

protein

dan

vitamin C

keperawatan
Untuk
membantu
memenuhi
pencapaian

klien

berat

terpenuhi
dengan

tindakan

kriteria

kritria

hasil :
Adanya
peningkata

sesuai

Berikan

pengertian
pada keluarga

diinginkan

yang

berat

klien

tentang

badan

status

nutrisi

sesuai

klien

memberikan
pengetahuan

dengan

tujuan
Berat
badan ideal
sesuai
dengan
tinggi

badan
Menunjukk
an
peningkata
n

fungsi

pengecapan
dari

menelan
Tidak
terjadi
penurunan
berat badan
yang bearti

Untuk

tentang asupan
C: Kolaborasi
dengan
gizi

ahli

jumlah

kalori

dan

nutrisi

yang
dibutuhkan

sesuai

dengan kondisi

untuk

menentukan

pasien

nutrisi
pasien

Untuk
memenuhi
peningkatan
berat
pada bayi

badan

O : Observasi

Minggu Setelah

Kel. 3

Dengan

24 Mei dilakukan

pemberian

mengobservasi

2014

tindakan

cahaya sesuai

pemberian

keperawatan

dengan

cahaya

selama

kebutuhan dan

dengan

kondisi klien

kebutuhan

jam

1x24

kerusakan

integritas
klien

kulit

sesuai

dapat

teratasi

mengetahui

dengan kriteris

dan

hasil:
Integritas

penurunan

kulit

yang

baik

bisa

kadar bilirubin
serta
sejauhmana

dipertahank

klien

an (sensasi,

mengalami

elastisitas,

injury.

temperatur,

hidrasi,

pigmentasi)
Pencahayaa
n

cukup

sesuai
dengan

menilai

mengetahui

N: Cek intake
dan

Untuk
tingkat

output

perkembangan

selama

klien

penyinaran

dan

sejauhmana

kebutuhan
Kadar

terjadinya
dehidrasi

bilirubin

berkurang
Tubuh klien
tidak
berwarna
kuning lagi

E:

Berikan

edukasi

pada

keluarga klien

Untuk
pengetahuan
kepada
keluarga
tentang

klien

tentang

pentingnya

pemberian

penyinaran

pencahayaan

yang cukup

yang

cukup

sesuai
kebutuhan

klien
C: Kolaborasi
dengan

tindakan
selanjutnya

therapy

sesuai

tentang
keadaan umum
therapy

menentukan
therapy

petugas

klien

Untuk

setelah

klien

keadan

Anda mungkin juga menyukai