Makalah Kemiskinan
Makalah Kemiskinan
PENDAHULUAN
Kemiskinan merupakan keprihatinan global, nasional, dan regional. Hal ini terungkap
dalam dokumen-dokumen MDGs, target RJPM dan renstrada pemda provinsi maupun
kabupaten/kota. Semua dokumen itu mengekspresikan kehendak bersama untuk menurunkan
angka kemiskinan. Tetapi apa kriteria yang perlu digunakan untuk menentukan kemiskinan?
Di Indonesia penghitungan angka kemiskinan yang resmi menggunakan hanya satu kriteria
atau satu variabel yaitu pengeluaran (sebagai pendekatan untuk pendapatan) sebagaimana
yang digunakan Badan Pusat Statistik (BPS). Seseorang dikategorikan miskin jika nilai
pengeluarannya lebih kecil dari batas nilai tertentu (threshold) yang dikenal sebagai garis
kemiskinan (poverty line). Banyak yang menilai definisi operasional itu terlalu sederhana dan
penilaian semacam itu beralasan (justified) mengingat luasnya dimensi kemiskinan. Bahwa
kemiskinan menggambarkan kekurangan pendapatan atau daya beli sebagai dampak dari
kekurangan aksesibilitas dan atau kepemilikan modal ekonomi jelas dan tak terbantahkan.
Tetapi juga tak-terbantahkan bahwa kemiskinan juga merefleksikan kekurangan berbagai
modal lainnya termasuk modal sosial, modal manusia dan modal politik.
Modal sosial, termasuk jejaring sosial yang memampukan mengakses sumberdaya
ekonomi dan sumberdaya lainnya
Modal manusia, termasuk tingkat terdidik yang memampukan mengakses informasi
mengenai peluang peluang ekonomi dan kemudahan-kemudahan publik
Modal politik, termasuk jejaring kekuasaan untuk menyalurkan aspirasi dan
kepentingan. Singkatnya, kemiskinan berdimensi sangat luas.
Selain adanya kemiskinan, permukiman kumuh juga merupakan salah satu masalah sosial
di Indonesia yang tidak mudah untuk diatasi. Beragam upaya dan program dilakukan untuk
mengatasinya, namun masih saja banyak kita jumpai permukiman masyarakat miskin di
hampir setiap sudut kota yang disertai dengan ketidaktertiban dalam hidup bermasyarakat di
perkotaan. Misalnya yaitu, pendirian rumah maupun kios dagang secara liar di lahan-lahan
pinggir jalan sehingga mengganggu ketertiban lalu lintas yang akhirnya menimbulkan
kemacetan jalanan kota. Masyarakat miskin di perkotaan itu unik dengan berbagai
problematika sosialnya sehingga perlu mengupas akar masalah dan merumuskan solusi
terbaik bagi kesejahteraan mereka. Dapat dijelaskan bahwa bukanlah kemauan mereka untuk
menjadi sumber masalah bagi kota namun karena faktor-faktor ketidakberdayaanlah yang
membuat mereka terpaksa menjadi ancaman bagi eksistensi kota yang mensejahterahkan.
Keluhan yang paling sering disampaikan mengenai permukiman masyarakat miskin
tersebut adalah rendahnya kualitas lingkungan yang dianggap sebagai bagian kota yang mesti
disingkirkan. Terbentuknya pemukiman kumuh, yang sering disebut sebagai slum area sering
dipandang potensial menimbulkan banyak masalah perkotaan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Dimensi Kemiskinan
Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan
dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan
dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses
terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang
memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya
dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang
telah mapan.
Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup:
Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan seharihari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini
dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar.
Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan,
dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk
pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan,
karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada
bidang ekonomi.
Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna
"memadai" di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi
di seluruh dunia.
Definisi-definisi yang terkandung dalam teori kemiskinan tidak selalu lengkap
mencakup seluruh aspek. Definisi dibuat tergantung dari latar belakang dan tujuan, juga
tergantung dari sudut mana definisi tersebut ditinjaunya, untuk kepentingan apa definisi
tersebut dibuat. Biasanya definisi-definisi tersebut akan saling melengkapi antara yang satu
dengan yang lainnya.
emosional
misalnya
malas,
mudah
menyerah,
putus
asa
temperamental.
d. Spritual misalnya tidak jujur, penipu, serakah, tidak disiplin.
e. Sosial psikologis misalnya kurang motivasi, kurang percaya diri, depresi/
stres, kurang relasi, kurang mampu mencari dukungan.
f. Ketrampilan misalnya tidak mempunyai keahlian yang sesuai dengan
permintaan lapangan kerja.
7
g. Asset misalnya tidak memiliki stok kekayaan dalam bentuk tanah, rumah,
tabungan, kendaraan dan modal kerja.
2. Faktor Eksternal (berada di luar diri individu atau keluarga)
Yang menyebabkan terjadinya kemiskinan antara lain:
a. Terbatasnya pelayanan sosial dasar.
b. Tidak dilindunginya hak atas kepemilikan tanah.
c. Terbatasnya lapangan pekerjaan formal dan kurang terlindunginya usahausaha sektor informal.
d. Kebijakan perbankan terhadap layanan kredit mikro dan tingkat bunga yang
tidak mendukung sektor usaha mikro.
e. Belum terciptanya sistim ekonomi kerakyatan dengan prioritas sektor riil
masyarakat banyak.
f. Sistem mobilisasi dan pendayagunaan dana sosial masyarakat yang belum
optimal seperti zakat.
g. Dampak sosial negatif dari program penyesuaian struktural (structural
Adjusment Program/ SAP).
h. Budaya yang kurang mendukung kemajuan dan kesejahteraan.
i. Kondisi geografis yang sulit, tandus, terpencil atau daerah bencana.
j. Pembangunan yang lebih berorientasi fisik material.
k. Pembangunan ekonomi antar daerah yang belum merata.
l. Kebijakan publik yang belum berpihak kepada penduduk miskin.
8
C. Indikator Kemiskinan
Untuk pelaksanaan pelayanan kesejahteraan sosial bagi fakir miskin maka diperlukan
indikator yang lebih merefleksikan tingkat kemiskinan yang sesungguhnya di masyarakat.
Indikator untuk menentukan fakir miskin tersebut ialah :
1. Penghasilan rendah atau berada dibawah garis sangat miskin yang diukur dari
tingkat pengeluaran perorangan perbulan berdasarkan standar BPS per wilayah
propinsi dan kabupaten/ kota.
2. Ketergantungan pada bantuan pangan untuk penduduk miskin (seperti zakat/
beras untuk miskin/ santunan sosial).
3. Keterbatasan kepemilikan pakaian untuk setiap anggota keluarga pertahun
(hanya mampu memiliki 1 stel pakaian lengkap perorang pertahun).
4. Tidak mampu membiayai pengobatan jika ada salah satu anggota keluarga
yang sakit.
5. Tidak mampu membiayai pendidikan dasar 9 tahun bagi anak-anaknya.
6. Tidak memiliki harta (asset) yang dapat dimanfaatkan hasilnya atau dijual
untuk membiayai kebutuhan hidup selama tiga bulan atau dua kali batas garis
sangat miskin.
7. Ada anggota keluarga yang meninggal dalam usia muda atau kurang dari 40
tahun akibat tidak mampu mengobati penyakit sejak awal.
8. Ada anggota keluarga usia 15 tahun keatas yang buta huruf.
9. Tinggal dirumah yang tidak layak huni.
10. Luas rumah kurang dari 4 m2.
Kemiskinan (BKPK) yang dikutip oleh Departemen Sosial (2003:7-8) yang dimaksudkan
dengan dimensi kemiskinan sebagai berikut:
a. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar (pangan, sandang
dan papan)
b. Tidak adanya akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan,
pendidikan, sanitasi dan transportasi)
c. Tidak adanya jaminan masa depan (karena tiadanya investasi untuk
d.
e.
f.
g.
berkesinambungan
h. Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental.
i. Ketidakmampuan dan ketidakberuntungan sosial (anak terlantar, wanita korban
kekerasan rumah tangga, janda miskin, kelompok marjinal dan terpencil)
Menurut Edi Suharto (2008:15-18) kemiskinan sejatinya menyangkut pula dimensi
material, sosial, kultural, institusional, dan struktural. Secara konseptual kemiskinan dapat
diakibatkan oleh empat faktor, yakni :
1. Faktor Individual
Tekait dengan aspek patologis, termasuk konidisi fisik dan patologis si miskin. Orang
miskin oleh perilaku, pilihan atau kemampuan dari si miskin itu sendiri dalam menghadapi
kehidupan.
11
2. Faktor Sosial
Kondisi-kondisi lingkungan sosial yang menjebak seseorang menjadi miskin. Misalnya
diskriminasi berdasarkan usia, gender, etnis menyebabkan seseorang menjadi miskin
keluarga si miskin yang biasanya menyebabkan kemiskinan antar generasi.
3. Faktor Kultural
Kondisi atau kualitas budaya yang menyebabkan kemiskinan. Faktor ini secara khusus
sering menunjuk pada konsep kemiskinan struktural atau budaya kemiskinan yang
menghbungkan kemiskinan dengan dengan kebiasan hidup atau mentalis.
4. Faktor Struktural
Menunjuk pada struktur atau sistem yang tidak adil, tidak sensitif dan tidak accessible
sehingga menyebabkan seseorang atau sekelompok orang menjadi miskin.
Ada tiga ciri yang menonjol dari kemiskinan di Indonesia, yakni:
Pertama, banyak rumah tangga yang berada disekitar garis kemiskinan nasional, yang
setara dengan pendapatan perkapita sebesar 1,55 USD per hari, sehingga banyak penduduk
yang meskipun tergolong tidak miskin tetapi rentan terhadap kemiskinan.
Kedua, ukuran kemiskinan didasarkan pada pendapatan, sehingga tidak menggambarkan
batas kemiskinan yang sebenarnya. Banyak orang yang mungkin tidak tergolong miskin dari
segi pendapatan dapat dikategorikan sebagai miskin atas dasar kurangnya akses terhadap
pelayanan dasar serta rendahnya indikator-indikator pembangunan manusia.
Ketiga, mengingat sangat luas dan beragamnya wilayah Indonesia, perbedaan antar
daerah merupakan ciri mendasar dari kemiskinan di Indonesia.
Fakta-fakta tentang dimensi kemiskinan di Indonesia antara lain:
1) Banyak Penduduk Indonesia Rentan Terhadap Kemiskinan
Angka kemiskinan nasional menyembunyikan sejumlah besar penduduk yang hidup
sedikit saja di atas garis kemiskinan nasional. Hampir 42% dari seluruh rakyat Indonesia
12
hidup diantara garis kemiskinan 1 hingga 2 USD per hari, suatu aspek kemiskinan yang luar
biasa dan menentukan di Indonesia. Analisis menunjukkan bahwa perbedaan antara orang
miskin dan yang hampir miskin sangat kecil. Hal ini menunjukkan bahwa strategi
pengentasan kemiskinan hendaknya dipusatkan pada perbaikan kesejahteraan mereka yang
masuk dalam dua kelompok kuintil berpenghasilan paling rendah. Hal ini juga berarti bahwa
kerentanan untuk jatuh miskin sangat tinggi di Indonesia. Walaupun hasil survey BPS pada
tahun 2004 menunjukkan hanya sebesar 16,7% penduduk Indonesia yang tergolong miskin,
namun harus diketahui pula bahwa lebih dari 59% dari mereka pernah jatuh miskin dalam
periode satu tahun sebelum survei dilaksanakan. Data terakhir juga mengindikasikan tingkat
pergerakan tinggi (masuk dan keluar) kemiskinan selama periode tersebut, lebih dari 38%
rumah tangga miskin pada tahun 2004 tidak miskin pada tahun 2003.
2) Kemiskinan Dari Segi Non-Pendapatan Adalah Masalah Yang Lebih Serius
Dibandingkan Dari Kemiskinan Dari Segi Pendapatan.
Apabila kita memperhitungkan semua dimensi kesejahteraan, antara lain: konsumsi yang
memadai, kerentanan yang berkurang, pendidikan, kesehatan dan akses terhadap
infrastruktur dasar, maka hampir separuh rakyat Indonesia dapat dianggap telah mengalami
paling sedikit satu jenis kemiskinan. Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia memang telah
mencapai beberapa kemajuan di bidang pengembangan manusia. Telah terjadi perbaikan
nyata pencapaian pendidikan pada tingkat sekolah dasar; perbaikan dalam cakupan
pelayanan kesehatan dasar (khususnya dalam hal bantuan persalinan dan imunisasi); dan
pengurangan sangat besar dalam angka kematian anak. Akan tetapi, untuk beberapa indikator
yang terkait dengan MDGs, Indonesia gagal mencapai kemajuan yang berarti dan tertinggal
dari negara-negara lain di kawasan yang sama.
13
kemiskinan jauh lebih tinggi di Indonesia Bagian Timur dan di daerah-daerah terpencil,
tetapi kebanyakan dari rakyat miskin hidup di Indonesia Bagian Barat yang berpenduduk
padat. Contohnya, walaupun angka kemiskinan di Jawa/Bali relatif rendah, pulau-pulau
tersebut dihuni oleh 57% dari jumlah total rakyat miskin Indonesia, dibandingkan dengan
Papua, yang hanya memiliki 3 % dari jumlah total rakyat miskin.
D. Pengertian dan Karakteristik Permukiman Kumuh
Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, dapat
merupakan kawasan perkotaan dan perdesaan, berfungsi sebagai lingkungan tempat
tinggal/hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.
Sedangkan kata kumuh menurut kamus besar bahasa indonesia diartikan sebagai kotor atau
cemar. Jadi, bukan padat, rapat, becek, bau, reyot, atau tidak teraturnya, tetapi justru
kotornya yang menjadikan sesuatu dapat dikatakan kumuh.
Menurut Johan Silas Permukiman Kumuh dapat diartikan menjadi dua bagian, yang
pertama ialah kawasan yang proses pembentukannya karena keterbatasan kota dalam
menampung perkembangan kota sehingga timbul kompetisi dalam menggunakan lahan
perkotaan. Sedangkan kawasan permukiman berkepadatan tinggi merupakan embrio
permukiman kumuh. Dan yang kedua ialah kawasan yang lokasi penyebarannya secara
geografis terdesak perkembangan kota yang semula baik, lambat laun menjadi kumuh. Yang
menjadi penyebabnya adalah mobilitas sosial ekonomi yang stagnan.
16
Dalam perkembangan suatu kota, sangat erat kaitannya dengan mobilitas penduduknya.
Masyarakat yang mampu, cenderung memilih tempat huniannya keluar dari pusat kota.
Sedangkan bagi masyarakat yang kurang mampu akan cenderung memilih tempat tinggal di
pusat kota, khususnya kelompok masyarakat urbanisasi yang ingin mencari pekerjaan dikota.
Kelompok masyarakat inilah yang karena tidak tersedianya fasilitas perumahan yang
terjangkau oleh kantong mereka serta kebutuhan akan akses ke tempat usaha, menjadi
penyebab timbulnya lingkungan pemukiman kumuh di perkotaan. Latar belakang lain yang
erat kaitannya dengan tumbuhnya permukiman kumuh adalah akibat dari ledakan penduduk
di kota-kota besar, baik karena urbanisasi maupun karena kelahiran yang tidak terkendali.
Lebih lanjut, hal ini mengakibatkan ketidakseimbangan antara pertambahan penduduk
dengan kemampuan pemerintah untuk menyediakan permukiman-permukiman baru,
sehingga para pendatang akan mencari alternatif tinggal di permukiman kumuh untuk
mempertahankan kehidupan di kota.
1. Mobilitas Penduduk
Masyarakat yang mampu, cenderung memilih tempat huniannya keluar dari pusat
kota. Sedangkan bagi masyarakat yang kurang mampu akan cenderung memilih
tempat tinggal di pusat kota, khususnya kelompok masyarakat urbanisasi yang
ingin mencari pekerjaan dikota. Kelompok masyarakat inilah yang karena tidak
tersedianya fasilitas perumahan yang terjangkau oleh kantong mereka serta
kebutuhan akan akses ke tempat usaha, menjadi penyebab timbulnya lingkungan
pemukiman kumuh di perkotaan.
2. Ledakan Penduduk di Kota-Kota Besar
Hal ini mengakibatkan ketidakseimbangan antara pertambahan penduduk dengan
kemampuan pemerintah untuk menyediakan permukiman-permukiman baru,
17
18
Sehingga tanggungjawab terhadap disiplin lingkungan, norma sosial dan hukum, kesehatan,
solidaritas sosial, tolong menolong, menjadi terabaikan dan kurang diperhatikan.
Oleh karena para pemukim pada umumnya terdiri dari golongan-golongan yang tidak
berhasil mencapai kehidupan yang layak, maka tidak sedikit menjadi pengangguran,
gelandangan, pengemis, yang sangat rentan terhadap terjadinya perilaku menyimpang dan
berbagai tindak kejahatan, baik antar penghuni itu sendiri maupun terhadap masyarakat
lingkungan sekitanya. Kondisi kehidupan yang sedang mengalami benturan antara
perkembangan teknologi dengan keterbatasan potensi sumber daya yang tersedia, juga turut
membuka celah timbulnya perilaku menyimpang dan tindak kejahatan dari para penghuni
pemukiman kumuh tersebut. Kecenderungan terjadinya perilaku menyimpang (deviant
behaviour) ini juga diperkuat oleh pola kehidupan kota yang lebih mementingkan diri sendiri
atau kelompokya yang acapkali bertentangan dengan nilai-nilai moral dan norma-norma
sosial dalam masyarakat.
Perilaku menyimpang pada umumnya sering dijumpai pada permukiman kumuh adalah
perilaku yang bertentangan dengan norma-norma sosial, tradisi dan kelaziman yang berlaku
sebagaimana kehendak sebagian besar anggota masyarakat. Wujud perilaku menyimpang di
permukiman kumuh ini berupa perbuatan tidak disiplin lingkungan seperti membuang
sampah dan kotoran di sembarang tempat. Kecuali itu, juga termasuk perbuatan menghindari
pajak, tidak memiliki KTP dan menghindar dari kegiatan-kegiatan kemasyarakatan, seperti
gotong-royong dan kegiatan sosial lainnya. Bagi kalangan remaja dan pengangguran,
biasanya penyimpangan perilakunya berupa mabuk-mabukan, minum obat terlarang,
pelacuran, adu ayam, bercumbu di depan umum, memutar blue film, begadang dan berjoget
di pinggir jalan dengan musik keras sampai pagi, mencorat-coret tembok/bangunan fasilitas
umum, dan lain-lain. Akibat lebih lanjut perilaku menyimpang tersebut bisa mengarah
kepada tindakan kejahatan / kriminal seperti pencurian, pemerkosaan, penipuan,
penodongan, pembunuhan, pengrusakan fasilitas umum, perkelahian, melakukan pungutan
liar, mencopet dan perbuatan kekerasan lainnya.
Keadaan seperti itu cenderung menimbulkan masalah-masalah baru yang menyangkut:
21
22
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kemiskinan merupakan salah satu penyebab timbulnya pemukiman kumuh di kawasan
perkotaan. Pada dasarnya kemiskinan dapat ditanggulangi dengan adanya pertumbuhan
ekonomi yang tinggi dan pemerataan, peningkatan lapangan pekerjaan dan pendapatan
kelompok miskin serta peningkatan pelayanan dasar bagi kelompok miskin dan
pengembangan institusi penanggulangan kemiskinan. Peningkatan pelayanan dasar ini dapat
23
diwujudkan dengan peningkatan air bersih, sanitasi, penyediaan serta usaha perbaikan
perumahan dan lingkungan pemukiman pada umumnya.
Tumbuhnya permukiman kumuh adalah akibat dari ledakan penduduk di kota-kota besar,
baik karena urbanisasi maupun karena kelahiran yang tidak terkendali. Lebih lanjut, hal ini
mengakibatkan ketidakseimbangan antara pertambahan penduduk dengan kemampuan
pemerintah untuk menyediakan permukiman-permukiman baru, sehingga para pendatang
akan mencari alternatif tinggal di permukiman kumuh untuk mempertahankan kehidupan di
kota. Terbentuknya pemukiman kumuh, yang sering disebut sebagai slum area. Daerah ini
sering dipandang potensial menimbulkan banyak masalah perkotaan, karena dapat
merupakan sumber timbulnya berbagai perilaku menyimpang, seperti kejahatan, dan sumber
penyakit sosial lainnya.
Secara umum permasalahan yang sering terjadi di daerah permukiman kumuh adalah:
ukuran bangunan yang sangat sempit, tidak memenuhi standard untuk bangunan layak huni,
rumah yang berhimpitan satu sama lain membuat wilayah permukiman rawan akan bahaya
kebakaran, sarana jalan yang sempit dan tidak memadai, tidak tersedianya jaringan drainase,
kurangnya suplai air bersih, jaringan listrik yang semrawut, dan fasilitas MCK yang tidak
memadai.
Cara Mengatasi Permukiman Kumuh:
1. Program Perbaikan Kampung, yang ditujukan untuk memperbaiki kondisi
kesehatan lingkungan dan sarana lingkungan yang ada.
2. Program uji coba peremajaan lingkungan kumuh, yang dilakukan dengan
membongkar lingkungan kumuh dan perumahan kumuh yang ada serta
menggantinya dengan rumah susun yang memenuhi syarat.
B. Saran
Pemerintah selain memberikan program rumah susun dan pembangunan sanitasi gratis
bagi masyarakat miskin, juga harus memberikan lapangan pekerjaan ataupun memberikan
pelatihan keterampilan kerja serta modal usaha seperti kredit mikro bagi mereka yang belum
punya pekerjaan agar mereka bisa membuka tempat usaha sendiri sehingga dapat
mengurangi pengangguran. Selain itu pemerintah juga sebaiknya menerapkan pengelolaan
kampung entrepreneur bagi daerah-daerah yang selama ini dianggap sebagai kantong24
kantong kemiskinan, sehingga selain warga-warga di daerah tersebut dibina untuk menjadi
entrepreneur, kampung tersebut pun dapat dijadikan sebagai tempat wisata edukatif sehingga
dapat memberikan pemasukkan bagi pemerintah daerahnya masing-masing.
25