Anda di halaman 1dari 17

Radang akut adalah respon yang cepat dan segera terhadap cedera yang didesain untuk

mengirimkan leukosit ke daerah cedera. Leukosit membersihkan berbagai mikroba yang


menginvasi dan memulai proses pembongkaran jaringan nekrotik. Terdapat 2 komponen utama
dalam proses radang akut, yaitu perubahan penampang dan struktural dari pembuluh darah
serta emigrasi dari leukosit. Perubahan penampang pembuluh darah akan mengakibatkan
meningkatnya aliran darah dan terjadinya perubahan struktural pada pembuluh darah mikro
akan memungkinkan protein plasma dan leukosit meninggalkan sirkulasi darah. Leukosit yang
berasal dari mikrosirkulasi akan melakukan emigrasi dan selanjutnya berakumulasi di lokasi
cedera.2
Segera setelah jejas, terjadi dilatasi arteriol lokal yang mungkin didahului oleh vasokonstriksi
singkat. Sfingter prakapiler membuka dengan akibat aliran darah dalam kapiler yang telah
berfungsi meningkat dan juga dibukanya anyaman kapiler yang sebelumnya inaktif. Akibatnya
anyaman venular pasca kapiler melebar dan diisi darah yang mengalir deras. Dengan demikian,
mikrovaskular pada lokasi jejas melebar dan berisi darah terbendung. Kecuali pada jejas yang
sangat ringan, bertambahnya aliran darah (hiperemia) pada tahap awal akan disusul oleh
perlambatan aliran darah, perubahan tekanan intravaskular dan perubahan pada orientasi unsurunsur berbentuk darah terhadap dinding pembuluhnya. Perubahan pembuluh darah dilihat dari
segi waktu, sedikit banyak tergantung dari parahnya jejas. Dilatasi arteriol timbul dalam
beberapa menit setelah jejas. Perlambatan dan bendungan tampak setelah 10-30 menit.2
Peningkatan permeabilitas vaskuler disertai keluarnya protein plasma dan sel-sel darah putih ke
dalam jaringan disebut eksudasi dan merupakan gambaran utama reaksi radang akut.
Vaskulatur-mikro pada dasarnya terdiri dari saluran-saluran yang berkesinambungan berlapis
endotel yang bercabang-cabang dan mengadakan anastomosis. Sel endotel dilapisi oleh selaput
basalis yang berkesinambungan.2
Pada ujung arteriol kapiler, tekanan hidrostatik yang tinggi mendesak cairan keluar ke dalam
ruang jaringan interstisial dengan cara ultrafiltrasi. Hal ini berakibat meningkatnya konsentrasi
protein plasma dan menyebabkan tekanan osmotik koloid bertambah besar, dengan menarik
kembali cairan pada pangkal kapiler venula. Pertukaran normal tersebut akan menyisakan
sedikit cairan dalam jaringan interstisial yang mengalir dari ruang jaringan melalui saluran
limfatik.2
Penimbunan sel-sel darah putih, terutama neutrofil dan monosit pada lokasi jejas, merupakan
aspek terpenting reaksi radang. Sel-sel darah putih mampu memfagosit bahan yang bersifat
asing, termasuk bakteri dan debris sel-sel nekrosis, dan enzim lisosom yang terdapat di
dalamnya membantu pertahanan tubuh dengan beberapa cara. Beberapa produk sel darah putih
merupakan penggerak reaksi radang, dan pada hal-hal tertentu menimbulkan kerusakan
jaringan yang berarti.2
Dalam fokus radang, awal bendungan sirkulasi mikro akan menyebabkan sel-sel darah merah
menggumpal dan membentuk agregat-agregat yang lebih besar daripada leukosit sendiri.
Menurut hukum fisika aliran, massa sel darah merah akan terdapat di bagian tengah dalam
aliran aksial, dan sel-sel darah putih pindah ke bagian tepi (marginasi). Mula-mula sel darah

putih bergerak dan menggulung pelan-pelan sepanjang permukaan endotel pada aliran yang
tersendat tetapi kemudian sel-sel tersebut akan melekat dan melapisi permukaan endotel.2
Emigrasi adalah proses perpindahan sel darah putih yang bergerak keluar dari pembuluh darah.
Tempat utama emigrasi leukosit adalah pertemuan antar-sel endotel. Walaupun pelebaran
pertemuan antar-sel memudahkan emigrasi leukosit, tetapi leukosit mampu menyusup sendiri
melalui pertemuan antar-sel endotel yang tampak tertutup tanpa perubahan nyata.2
Setelah meninggalkan pembuluh darah, leukosit bergerak menuju ke arah utama lokasi jejas.
Migrasi sel darah putih yang terarah ini disebabkan oleh pengaruh-pengaruh kimia yang dapat
berdifusi disebut kemotaksis. Hampir semua jenis sel darah putih dipengaruhi oleh faktorfaktor kemotaksis dalam derajat yang berbeda-beda. Neutrofil dan monosit paling reaktif
terhadap rangsang kemotaksis. Sebaliknya limfosit bereaksi lemah. Beberapa faktor kemotaksis
dapat mempengaruhi neutrofil maupun monosit, yang lainnya bekerja secara selektif terhadap
beberapa jenis sel darah putih. Faktor-faktor kemotaksis dapat endogen berasal dari protein
plasma atau eksogen, misalnya produk bakteri.2
Setelah leukosit sampai di lokasi radang, terjadilah proses fagositosis. Meskipun sel-sel fagosit
dapat melekat pada partikel dan bakteri tanpa didahului oleh suatu proses pengenalan yang
khas, tetapi fagositosis akan sangat ditunjang apabila mikroorganisme diliputi oleh opsonin,
yang terdapat dalam serum (misalnya IgG, C3). Setelah bakteri yang mengalami opsonisasi
melekat pada permukaan, selanjutnya sel fagosit sebagian besar akan meliputi partikel,
berdampak pada pembentukan kantung yang dalam. Partikel ini terletak pada vesikel
sitoplasma yang masih terikat pada selaput sel, disebut fagosom. Meskipun pada waktu
pembentukan fagosom, sebelum menutup lengkap, granula-granula sitoplasma neutrofil
menyatu dengan fagosom dan melepaskan isinya ke dalamnya, suatu proses yang disebut
degranulasi. Sebagian besar mikroorganisme yang telah mengalami pelahapan mudah
dihancurkan oleh fagosit yang berakibat pada kematian mikroorganisme. Walaupun beberapa
organisme yang virulen dapat menghancurkan leukosit.2

Radang akut merupakan jawaban segera atau respon langsung dan dini terhadap
agen jejas. Respon ini relatif singkat, hanya berlangsung beberapa jam atau hari.
Pengenalan segera terhadap masuknya agen jejas akan mempunyai dua dampak
penting yaitu : berhimpunnya antibodi di sekitar agen jejas, emigrasi leukosit dari
pembuluh darah ke jaringan yang terkena agen jejas. Dengan demikian radang
akut mempunyai komponen-komponen sbb :
1. Perubahan penampang pembuluh darah dengan akibat meningkatnya aliran
darah

Segera setelah jejas, terjadi dilatasi arteriol lokal yang didahului oleh vasokontriksi
singkat. Sfingter prakapiler membuka mengakibatkan aliran darah dalam kapiler
meningkat, demikian juga anyaman kapiler yang sebelumnya inaktif akan terbuka.
Akibatnya anyaman venular pasca kapiler melebar dan diisi darah yang mengalir
deras. Dengan demikian vaskulator mikro pada lokasi jejas melebar dan berisi
darah terbendung.
2. Perubahan struktural pada pembuluh darah mikro yang memungkinkan
protein plasma dan leukosit meninggalkan sirkulasi darah
Peningkatan permiabilitas vaskular disertai keluarnya protein plasma dan sel-sel
darah putih ke dalam jaringan, disebut eksudasi dan merupakan gambaran utama
radang akut. Gerakan normal cairan berlangsung keluar masuk dalam vaskulator
mikro yang diatur oleh keseimbangan antara tekanan hidrostatik intra vaskuler
dan dampak lawan tekanan osmotik koloid oleh protein plasma. Pada ujung
arteriol kapiler, tekanan hidrostatik yang tinggi mendesak cairan keluar ke dalam
ruang jaringan interstisial dengan cara ultra filtrasi, sehingga konsentrasi protein
plasma meningkat dan tekanan osmotik koloid bertambah besar. Pertukaran
normal tersebut akan menyisakan sedikit cairan dalam jaringan interstisial yang
mengalir dari ruang jaringan melalui saluran limfatik. Pada umumnya dinding
kapiler dapat dilalui air, garam dan larutan sampai berat jenis 10.000 Dalton.
Gerakan protein plasma dengan berat jenis diatas 10.000 Dalton akan dihambat
oleh karena ukuran molekul protein bertambah besar. Cairan radang
ekstravaskuler dengan berat jenis tinggi diatas 1.020 disebut eksudat, yang
mengandung protein 2 sampai 4 mg% serta sel-sel darah putih yang melakukan
emigrasi. Cairan ini tertimbun sebagai akibat peningkatan permeabilitas vaskuler,
bertambahnya tekanan hidrostatik intravaskuler sebagai akibat aliran darah lokal
yang meningkat serta peristiwa emigrasi leukosit.
3. Agregasi leukosit di lokasi jejas
Penimbunan sel-sel darah putih terutama Neutrofil dan Monosit terhadap lokasi
jejas merupakan aspek terpenting dalam reaksi radang. Sel-sel darah putih
mampu melahap bahan yang bersifat asin termasuk bakteri dan debris sel-sel
nekrosis, dan enzim lisosom yang terdapat didalamnya membantu pertahanan
tubuh. Rangkaian agregasi sel darah putih dalam perilakunya dalam lokasi radang
meliputi :
a. Marginasi dan susunan berlapis
Dalam fokus radang awal bendungan sirkulasi mikro akan menyebabkan sel-sel
darah merah menggumpal dan berbentuk agregat-agregat yang lebih besar dari
leukosit. Menurut hukum fisika, massa sel darah merah ini akan terdapat dibagian
tengah dalam aliran aksial, dan sel-sel darah putih pindah ke bagian tepi
(marginasi) sehingga mengadakan hubungan dengan permukaan endotel. Mulamula sel darah putih ini bergerak pelan-pelan sepanjang permukaan endotel pada
aliran yang tersendat tetapi kemudian akan melekat dan melapisi lapisan endotel.

b. Emigrasi
Emigrasi adalah proses perpindahan sel darah putih yang bergerak keluar dari
pembuluh darah. Tempat utama emigrasi sel darah putih adalah pertemuan antara
sel endotel. Neutrofil adalah sel pertama yang tampak pada ruang perivaskuler,
biasanya disusul oleh monosit. Neutrofil tidak melebihi umur lebih dari 24 48 jam
diluar pembuluh darah dan monosit akan menggantikannya.
c. Kemotaksis
Setelah meninggalkan pembuluh darah, leukosit bergerak ke arah utama lokasi
jejas. Migrasi sel darah putih yang terarah ini disebabkan oleh pengaruh kimia
yang dapat berdifusi dan oleh karena itu disebut kemotaksis. Yang paling reaktif
terhadap rangsang kemotaksis itu adalah neutrofil dan monosit. Faktor-faktor
kemotaksis dapat endogen berasal dari protein plasma atau eksogen misalnya
produk-produk bakteri.
d. Fagositosis
Fagositosis diawali dengan perlekatan partikel pada permukaan fagosit, pelahapan
dan pemusnahan serta penghancuran jasad renik atau partikel yang dimakan.
Kejadian-kejadian yang berhubungan dengan proses radang akut sebagian besar
dimungkinkan oleh produksi dan pelepasan berbagai macam mediator kimia.
Meskipun jenis pengaruh jejas dapat bermacam-macam dan jaringan yang
menyertai radang berbeda, mediator yang dilepaskan sama, sehingga respon
terhadap radang tampak stereotip. Jadi infeksi yang disebabkan oleh kuman, jejas
karena panas, dingin atau tenaga radiasi, jejas listrik atau bahan kimia, dan
trauma mekanik akan memberi reaksi radang segera yang sama.
Kumar-Robbins, Basic Pathology Part 1, W.B. Saunders Company, Philadelphia,
1987
Price, Sylvia Anderson and Wilson, Lorraine McCarty, Pathophysiology-Clinical
Concepts of Desesase Processes, Fourth edition, Mosby Year Book Inc.,Michigan,
1992

Respon inflamasi akut dapat dimulai dari berbagai rangsangan eksogen dan endogen yang
mengakibatkan cidera pada jaringan vaskularisasi. Respon terhadap cidera dimulai dari
hiperemi aktif dengan peningkatan aliran darah ke jaringan yang terluka atau cidera serta
diikuti oleh terjadi dilatasi arteri dan kapiler. Hal ini difasilitasi oleh mediator kimia yaitu
prostaglandin, leukotrien dan oksida nitrat. Akibat dari dilatasi pada arteri dan kapiler, darah
yang mengalir di daerah yang cidera menjadi lebih banyak dan tergenang karena aliran darah
menjadi lambat. Suhu lokasi tempat terjadinya radang menjadi lebih hangat (kolor) dan
memiliki warna kemerahan (rubor).
Daerah hiperemi membentuk kapsul atau pagar yang melokalisasi sarang radang. Stimulasi
mediator inflamasi seperti vasoaktif amin, komponen pelengkap C3a dan C5a, bradikinin,
leukotrien, dan platelet activating factor (PAF) memicu kontraksi dan relaksasi sel-sel endotel
dinding kapiler yang menimbulkan gap (celah) antar endotel. Hal ini mengakibatkan terjadinya
permeabilitas vaskuler dan diikuti dengan peningkatan tekanan hidrostatik di dalam kapiler
mendorong cairan plasma darah (mengandung berbagai protein plasma seperti albumin dan
fibrinogen) keluar ke daerah ektravaskuler. Cairan tersebut menggenangi daerah intertitium
sehingga mengakibatkan terjadinya edema radang atau cairan eksudat dan mengakibatkan
kebengkakan lokal (tumor). Protein penting di dalam eksudat akan teraktivasi menjadi
mediator inflamasi. Protein penting yangpato telah teraktivasi menjadi mediator inflamasi
diantaranya yaitu faktor penggumpal darah (trombin dan fibrinopeptida), faktor fibrinolisis
plasmin dan produk pemecah fibrin, komplemen C3a, C5a, dan C5b-9 serta bradikinin.
Mediator inflamasi yang menimbulkan nyeri (dolor) di lokasi radang yaitu prostaglandin.
Setelah terjadinya hiperemi dan pembentukan edema radang, kemudian diikuti juga dengan
pengiriman leukosit dari lumen pembuluh darah ke lokasi terjadinya kerusakan atau cidera
jaringan. Pada kondisi ini dapat terjadi perubahan pengaliran leukosit di dalam vaskuler pada
daerah inflamasi yang mengalami vasodilatasi kapiler tersebut. Pada kondisi vaskuler normal,
sel darah mengalir di tengah arus. Pada aliran darah yang lamban terjadi marginasi pengaliran
leukosit. Pengiriman leukosit ke lokasi kerusakan jaringan melalui beberapa tahap diantaranya:

Marginasi leukosit dalam pengaliran darah


Mendaratnya leukosit pada dinding endotel vaskuler dengan menggelinding di
sepanjang endotel (rolling)

Leukosit terhenti dengan melekat pada reseptor di permukaan endotel (adhesi)

Terjadi ekstravasasi (keluar dari vaskuler) leukosit dengan cara bergerak amuboid
menembus gap dinding endotel dan membran basal dan kemudian keluar dari vaskuler
(diapedesis)

Migrasi leukosit dari dalam vaskuler berlanjut setelah tiba di daerah ektravaskuler, pada
jaringan interstitium leukosit mencapai sumber stimulus kemotaktik di dalam sarang inflamasi.
Fenomena kemotaksis menuntut perjalanan amoeboid leukosit dengan mengikuti alur
datangnya bahan kemotaktik mediator inflamasi dengan arah menuju konsentrasi yang lebih
pekat. Leukosit yang sampai di interstitium daerah inflamasi bertindak sebagai sel-sel radang
dan bergabung dengan ektravasasi cairan plasma sebelumnya sebagai bagian dari eksudat
serous. Netrofil merupakan leukosit pertama yang memasuki eksudat pada saat peradangan

akut. Fungsi sel radang di sarang inflamasi akut adalah untuk untuk melaksanakan fagositosis
dan degradasi terhadap agen perusak, agen infeksius seperti bakteri, virus dan mikroba lainnya,
sel dan jaringan nekrotik serta antigen asing. Selain bersifat kemoktatik, mediator inflamasi
memiliki kemapuan meningkatkan potensi atau aktivasi bermacam-macam sel di dalam lokasi
inflamasi seperti sel radang, endotel, dan fibroblast. Pada proses fagositosis oleh leukosit
terjadi proses eliminasi, fagosom bersatu dengan lisosom menjadi fagolisosom dan proses
penghancuran secara enzimatik terjadi. Tahapan yang terjadi pada proses inflamasi akut dapat
dilihat pada Gambar 3.

Sumber: McGavin dan Zachary 2007


Gambar 1 Respon seluler dan vaskuler selama terjadinya inflamasi

Sumber: McGavin dan Zachary 2007


Gambar 2 Manifestasi lokal pada inflamasi akut dibandingkan dengan yang normal. (1)
Dilatasi vaskuler; (2) ektravasasi cairan plasma dan protein (edema); (3) Emigrasi leukosit dan
akumulasi pada daerah yang cidera

Sumber: McGavin dan Zachary 2007


Gambar 3 Tahapan pada proses inflamasi akut
Sumber:
McGavin MD, Zachary JF. 2007. Pathologic Basis of Veterinary Disease. Edisi ke-4. USA:
Mosby Elsevier.
Price SA, Wilson L M. 2006. Patofisiologi. Edisi VI. Volume I. Jakarta: EGC.
Shapiro LS. 2010. Pathology and Parasitology for Veterinary Tecnicians. Edisi ke-2. USA:
Delmar.

Radang akut adalah respon yang cepat dan segera terhadap cedera yang
didesain untuk mengirimkan leukosit ke daerah cedera. Leukosit membersihkan
berbagai mikroba yang menginvasi dan memulai proses pembongkaran jaringan
nekrotik. Terdapat 2 komponen utama dalam proses radang akut, yaitu perubahan
penampang dan struktural dari pembuluh darah serta emigrasi dari leukosit.
Perubahan penampang pembuluh darah akan mengakibatkan meningkatnya aliran
darah dan terjadinya perubahan struktural pada pembuluh darah mikro akan
memungkinkan protein plasma dan leukosit meninggalkan sirkulasi darah.
Leukosit

yang

berasal

dari

mikrosirkulasi

akan

melakukan

emigrasi

dan

selanjutnya berakumulasi di lokasi cedera (Mitchell & Cotran, 2003).


Segera setelah jejas, terjadi dilatasi arteriol lokal yang mungkin didahului
oleh vasokonstriksi singkat. Sfingter prakapiler membuka dengan akibat aliran
darah dalam kapiler yang telah berfungsi meningkat dan juga dibukanya anyaman
kapiler yang sebelumnya inaktif. Akibatnya anyaman venular pasca kapiler
melebar dan diisi darah yang mengalir deras. Dengan demikian, mikrovaskular
pada lokasi jejas melebar dan berisi darah terbendung. Kecuali pada jejas yang
sangat ringan, bertambahnya aliran darah (hiperemia) pada tahap awal akan
disusul oleh perlambatan aliran darah, perubahan tekanan intravaskular dan
perubahan

pada

orientasi

unsur-unsur

berbentuk

darah

terhadap

dinding

pembuluhnya. Perubahan pembuluh darah dilihat dari segi waktu, sedikit banyak
tergantung dari parahnya jejas. Dilatasi arteriol timbul dalam beberapa menit
setelah jejas. Perlambatan dan bendungan tampak setelah 10-30 menit (Robbins &
Kumar, 1995).
Peningkatan permeabilitas vaskuler disertai keluarnya protein plasma dan
sel-sel darah putih ke dalam jaringan disebut eksudasi dan merupakan gambaran
utama reaksi radang akut. Vaskulatur-mikro pada dasarnya terdiri dari saluransaluran yang berkesinambungan berlapis endotel yang bercabang-cabang dan
mengadakan

anastomosis.

Sel

endotel

dilapisi

oleh

selaput

basalis

yang

berkesinambungan (Robbins & Kumar, 1995).


Pada ujung arteriol kapiler, tekanan hidrostatik yang tinggi mendesak cairan
keluar ke dalam ruang jaringan interstisial dengan cara ultrafiltrasi. Hal ini
berakibat meningkatnya konsentrasi protein plasma dan menyebabkan tekanan
osmotik koloid bertambah besar, dengan menarik kembali cairan pada pangkal
kapiler venula. Pertukaran normal tersebut akan menyisakan sedikit cairan dalam
jaringan interstisial yang mengalir dari ruang jaringan melalui saluran limfatik.
Umumnya, dinding kapiler dapat dilalui air, garam, dan larutan sampai berat jenis
10.000 dalton (Robbins & Kumar, 1995).
Eksudat adalah cairan radang ekstravaskuler dengan berat jenis tinggi (di
atas 1.020) dan seringkali mengandung protein 2-4 mg% serta sel-sel darah putih
yang melakukan emigrasi. Cairan ini tertimbun sebagai akibat peningkatan
permeabilitas vaskuler (yang memungkinkan protein plasma dengan molekul
besar dapat terlepas), bertambahnya tekanan hidrostatik intravaskular sebagai
akibat aliran darah lokal yang meningkat pula dan serentetan peristiwa rumit
leukosit yang menyebabkan emigrasinya (Robbins & Kumar, 1995).
Penimbunan sel-sel darah putih, terutama neutrofil dan monosit pada lokasi
jejas, merupakan aspek terpenting reaksi radang. Sel-sel darah putih mampu
memfagosit bahan yang bersifat asing, termasuk bakteri dan debris sel-sel
nekrosis, dan enzim lisosom yang terdapat di dalamnya membantu pertahanan
tubuh dengan beberapa cara. Beberapa produk sel darah putih merupakan
penggerak reaksi radang, dan pada hal-hal tertentu menimbulkan kerusakan
jaringan yang berarti (Robbins & Kumar, 1995).
Dalam fokus radang, awal bendungan sirkulasi mikro akan menyebabkan
sel-sel darah merah menggumpal dan membentuk agregat-agregat yang lebih

besar daripada leukosit sendiri. Menurut hukum fisika aliran, massa sel darah
merah akan terdapat di bagian tengah dalam aliran aksial, dan sel-sel darah putih
pindah ke bagian tepi (marginasi). Mula-mula sel darah putih bergerak dan
menggulung

pelan-pelan

sepanjang

permukaan

endotel

pada

aliran

yang

tersendat tetapi kemudian sel-sel tersebut akan melekat dan melapisi permukaan
endotel (Robbins & Kumar, 1995).
Emigrasi adalah proses perpindahan sel darah putih yang bergerak keluar
dari pembuluh darah. Tempat utama emigrasi leukosit adalah pertemuan antar-sel
endotel. Walaupun pelebaran pertemuan antar-sel memudahkan emigrasi leukosit,
tetapi leukosit mampu menyusup sendiri melalui pertemuan antar-sel endotel
yang tampak tertutup tanpa perubahan nyata (Robbins & Kumar, 1995).
Setelah meninggalkan pembuluh darah, leukosit bergerak menuju ke arah
utama lokasi jejas. Migrasi sel darah putih yang terarah ini disebabkan oleh
pengaruh-pengaruh kimia yang dapat berdifusi disebut kemotaksis. Hampir semua
jenis sel darah putih dipengaruhi oleh faktor-faktor kemotaksis dalam derajat yang
berbeda-beda. Neutrofil dan monosit paling reaktif terhadap rangsang kemotaksis.
Sebaliknya

limfosit

bereaksi

lemah.

Beberapa

faktor

kemotaksis

dapat

mempengaruhi neutrofil maupun monosit, yang lainnya bekerja secara selektif


terhadap beberapa jenis sel darah putih. Faktor-faktor kemotaksis dapat endogen
berasal dari protein plasma atau eksogen, misalnya produk bakteri (Robbins &
Kumar, 1995).
Setelah leukosit sampai di lokasi radang, terjadilah proses fagositosis.
Meskipun sel-sel fagosit dapat melekat pada partikel dan bakteri tanpa didahului
oleh suatu proses pengenalan yang khas, tetapi fagositosis akan sangat ditunjang
apabila mikroorganisme diliputi oleh opsonin, yang terdapat dalam serum
(misalnya IgG, C3). Setelah bakteri yang mengalami opsonisasi melekat pada
permukaan, selanjutnya sel fagosit sebagian besar akan meliputi partikel,
berdampak pada pembentukan kantung yang dalam. Partikel ini terletak pada
vesikel sitoplasma yang masih terikat pada selaput sel, disebut fagosom.
Meskipun pada waktu pembentukan fagosom, sebelum menutup lengkap, granulagranula sitoplasma neutrofil menyatu dengan fagosom dan melepaskan isinya ke
dalamnya,

suatu

proses

yang

disebut

degranulasi.

Sebagian

besar

mikroorganisme yang telah mengalami pelahapan mudah dihancurkan oleh fagosit

yang berakibat pada kematian mikroorganisme. Walaupun beberapa organisme


yang virulen dapat menghancurkan leukosit (Robbins & Kumar, 1995).

Metabolit asam arakidonat

b. Produk leukosit
Granula lisosom yang terdapat dalam neutrofil dan monosit mengandung
molekul mediator inflamasi. Mediator ini dilepaskan setelah kematian sel oleh
karena peluruhan selama pembentukan vakuola fagosit atau oleh fagositosis yang
terhalang karena ukurannya besar dan permukaan yang tidak dapat dicerna.
Kalikrein yang dilepaskan dari lisosom menyebabkan pembentukan bradikinin.
Neutrofil juga merupakan sumber fosfolipase yang diperlukan untuk sintesis asam
arakidonat (Robbins & Kumar, 1995).
Di dalam lisosom monosit dan makrofag juga banyak mengandung bahan
yang aktif untuk proses radang. Pelepasannya penting pada radang akut dan
radang kronik. Limfosit yang telah peka terhadap antigen melepaskan limfokin.
Limfokin merupakan faktor yang menyebabkan penimbunan dan pengaktifan
makrofag pada lokasi radang. Limfokin penting pada radang kronik (Robbins &
Kumar).
c. Mediator lainnya
Metabolit oksigen reaktif yang dibentuk dalam sel fagosit saat fagositosis
dapat luruh memasuki lingkungan ekstrasel. Diduga bahwa radikal-radikal bebas
yang sangat toksik meningkatkan permeabilitas vaskular dengan cara merusak
endotel

kapiler.

Selain

itu,

ion-ion

superoksida

dan

hidroksil

juga

dapat

menyebabkan peroksidase asam arakidonat tanpa enzim. Akibatnya, akan dapat


terbentuk lipid-lipid kemotaksis (Robbins & Kumar, 1995).

Aseter-PAF merupakan mediator lipid yang menggiatkan trombosit. Hal ini


karena menyebabkan agregasi trombosit ketika dilepaskan oleh sel mast. Selain
sel mast, neutrofil dan makrofag juga dapat mensintesis aseter-PAF. Aseter-PAF
meningkatkan permeabilitas vaskular, adhesi leukosit dan merangsang neutrofil
dan makrofag (Robbins & Kumar, 1995).
Daftar Pustaka
1. Dorland, W.A.N. (2002). Kamus Kedokteran Dorland (Setiawan, A., Banni, A.P., Widjaja, A.C.,
Adji, A.S., Soegiarto, B., Kurniawan, D., dkk , penerjemah). Jakarta: EGC. (Buku asli
diterbitkan 2000).
2. Rukmono (1973). Kumpulan kuliah patologi. Jakarta: Bagian patologi anatomik FK UI.
3. Guyton, A.C. & Hall, J.E. (1997). Buku ajar fisiologi kedokteran (9th ed.) (Setiawan, I., Tengadi,
K.A., Santoso, A., penerjemah). Jakarta: EGC (Buku asli diterbitkan 1996).
4. Abrams, G.D. (1995). Respon tubuh terhadap cedera. Dalam S. A. Price & L. M. Wilson,
Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit (4th ed.)(pp.35-61)(Anugerah, P.,
penerjemah). Jakarta: EGC (Buku asli diterbitkan 1992).
5. Mitchell, R.N. & Cotran, R.S. (2003). Acute and chronic inflammation. Dalam S. L. Robbins &
V. Kumar, Robbins Basic Pathology (7th ed.)(pp33-59). Philadelphia: Elsevier Saunders.
6. Robbins, S.L. & Kumar, V. (1995). Buku ajar patologi I (4th ed.)(Staf pengajar laboratorium
patologi anatomik FK UI, penerjemah). Jakarta: EGC (Buku asli diterbitkan 1987)

ekanisme kerja
Gambar-1

Asam arakidonat terdapat dalam membran sel dan membentuk 5-15% asam
lemak dalam fosfolipid. Asam dekoheksaenoat (DHA : w3, 2:6) yang disintesis dari
asam a-linoleat atau diperoleh langsung dari minyak ikan, terdapat dengan
konsentrasi yang tinggi di dalam retina mata, korteks serebri, testis dan sperma.
DHA terutama diperlukan bagi perkembangan otak dan dipasok lewat plasenta
serta air susu. Segmen sebelah luar sel-sel batang retina mengandung DHA
dengan konsentrasi yang sangat tinggi dan dengan sebagian besar fosfolipid yang
mengandung sedikitnya satu molekul. Fluiditas yang tinggi sebagai akibat dari
keadaan di atas tampaknya diperlukan bagi pelaksanaan fungsi rodopsin yang jika
diaktifkan oleh sebuah foton akan menimbulkan gerakan lateral dan rotasi di
dalam membran. Penderita retinitis pigmentosa dilaporkan memiliki kadar DHA

yang rendah di dalam darahnya. Bayi prematur mempunyai aktivitas enzim D4


desaturase yang rendah sehingga menurunkan kemampuannya dalam
menyintesis DHA dari prekursor asam lemak n-3.
Diantara banyak fungsi struktural yang dimilikinya, asam lemak esensial defisiensi
asam lemak esensial, asam lemak polienoat non esensial dari kelompok w9 akan
menggantikan asam lemak esensial dalam fosfolipid, senyawa lipid kompleks
lainnya dan membran sel, khususnya asam eikosatrienoat D5,8,11 (Gambar 25-3).
Rasio triena : tetraena dalam lipid plasma dapat digunakan untuk mendiagnosis
derajat defisiensi asam lemak esensial.

Asam Lemak-Trans Dapat Bersaing dengan Asam Lemak-Cis


Asam lemak takjenuh trans dengan jumlah yang kecil ditemukan di dalam lemak
hewan pemamah biak (misal, lemak mentega memiliki 2-7%) yang dihasilkan dari
kerja mikroorganisme di usus hewa tersebut; tetapi, keberadaan asam lemak
takjenuh-trans dengan jumlah yang besar dalam minyak nabati yang
terhidrogenasi sebagian (misal, margarin) menimbulkan pertanyaan tentang
kemanannya sebagai bahan aditif makanan. Sampai sebanyak 15% dari asam
lemak jaringan ditemukan pada saat otopsi dengan konfigurasi trans. Sampai saat
ini tidak ada efek serius yang bisa dibuktikan kebenarannya. Meskipun demikian,
asam lemak ini lebih banyak dimetabolisasi seperti asam lemak jenuh daripada
seperti asam lemak takjenuh-cis, yang mungkin disebabkan oleh bentuk rantailurusnya yang serupa (Bab 16). Dalam masalah ini, asam lemak tersebut
cenderung menaikkan kadar LDL dan menurunkan kadar HDL sehingga
pemberiannya dikontraindikasikan guna mencegah penyakit aterosklerosis dan
jantung koroner (Bab 28). Asam lemak takjenuh majemuk-trans tidak memiliki
aktivitas asam lemak esensial dan dapat mengatagonisasi metabolisme asam
lemak esensial serta memperberat kelainan defisiensi asam lemak esensial.
SENYAWA EIKOSANOID DIBENTUK DARI ASAM LEMAK TAKJENUH MAJEMUK C20

LINTASAN SIKLOOKSIGENASE BERTANGGUNG JAWAB ATAS SINTESIS PROSTANOID


Sintesis prostanoid (Gambar 25-7) meliputi konsumsi dua molekul O2 yang
dikatalisis oleh enzim prostaglandin H sintase (PGHS) yang mempunyai dua
aktivitas enzim yang tersendiri, yaitu siklooksigenase dan peroksidase. PGHS
terdapat sebagai dua isoenzim, PGHS-1 dan PGHS-2, yang masing-masing
memiliki aktivitas siklooksigenase serta peroksidase. Produk lintasan
siklooksigenase yang berupa endoperoksida (PGH) akan dikonversi menjadi
prostaglandin D, E, dan F di samping menjadi tromboksan (TXA2) serta prostasiklin
(PGI2). Setiap tipe sel hanya menghasilkan satu tipe prostanoid. Aspirin, yang
merupakan preparat antiinflamasi non steroid (NSAID), menghambat

siklooksigenase pada PGHS-1 maupun PGHS-2 melalui reaksi asetilasi. Sebagian


besar preparat NSAID lainnya, seperti indometasin dan ibuprofen, menghambat
siklooksigenase lewat kompetisi dengan arakidonat. Transkripsi PGHS-2 tetapi
bukan PGHS-1 - akan dihambat secara penuh oleh preparat anti-inflamasi
kortikosteroid.
Aktivitas Asam Lemak Esensial dan Produksi Prostaglandin Saling Berhubungan
Meskipun ada hubungan yang nyata antara aktivitas asam lemak esensial dalam
berbagai asam lemak dan kemampuannya untuk dikonversi menjadi
prostaglandin, tetapi asam lemak esensial tidak terlihat memberikan semua efek
fisiologiknya lewat sintesis prostaglandin. Peranan asam lemak esensial dalam
pembentukan membran tidak berhubungan dengan pembentukan prostaglandin.
Prostaglandin tidak akan menghilangkan gejala pada defisiensi asam lemak
esensial, dan sindrom defisiensi asam lemak esensial bukan disebabkan oleh
inhibisi kronis sintesis prostaglandin.
Siklooksigenase Merupakan Enzim Bunuh Diri
Penghentian pembentukan prostaglandin sebagian didapat melakui sifat
siklooksigenase yang luar biasa - yaitu sifat penghancuran yang dikatalisis
sendiri : dengan kata lain, siklooksigenase merupakan suatu enzim bunuh diri.
Adanya enzim-hidroksiprostaglandin dehidrogenase pada sebagian besar jaringan
tubuh mamalia mungkin menjadi penyebab utamanya. Tindakan menyekat kerja
enzim ini dengan sulfalazin atau indometasin ternyata dapat memperpanjang
usia-paruh prostaglandin di dalam tubuh.

ASPEK KLINIS
Manusia Juga Memperlihatkan Gejala Jika Mengalami Defisiensi Asam Lemak
Esensial
Gejala pada kulit dan gangguan pengangkutan lipid pernah ditemukan pada
manusia yang makanannya kurang mengandung asam lemak esensial. Pada orang
dewasa dengan diet yang normal, tanda-tanda defisiensi asam lemak esensial
tidak pernah dilaporkan. Meskipun demikian, bayi yang mendapatkan susu
formula yang rendah lemak akan menunjukkan gejala kulit yang bisa disembuhkan
dengan pemberian linoleat. Defisiensi yang berhubungan dengan kekurangan
asam lemak esensial, termasuk asam a-linoleat, juga terjadi pada pasien-pasien
yang hanya mendapatkan nutrisi parenteral dengan kandungan asam lemak
esensial yang rendah untuk waktu yang lama. Defisiensi lemak esensial dapat
dicegah dengan asupan asam lemak esensial sebesar 1-2% dari kebutuhan total
kalori.

Metabolisme Abnormal Asam Lemak Esensial Terjadi pada Beberapa Penyakit


Di luar defisiensi asam lemak esensial dan perubahan pada asam lemak tak jenuh
pada keadaan malnutrisi kronis, metabolisme abnormal asam lemak esensial yang
mungkin berhubungan dengan defisiensi di dalam makanan telah ditemukan pada
penderita kistik fibrosis, akrodermatitis enteropatika, sindrom hepatorenal,
sindrom Sjorgen-Larsson, degenerasi neuronal multisistem, penyakit Crohn, sirosis
serta alkoholismem dan sindrom Reye. Kenaikan kadar asam polienoat dengan
rantai yang sangat panjang pernah ditemukan di otak para penderita sindrom
Zellweger (Bab 24). Diet dengan rasio P : S (asam lemak tak jenuh majemuk :
asam lemak jenuh yang tinggi akan menurunkan kadar kolesterol serum,
khususnya kolesterol dalam lipoprotein densitas-rendah (LDL). Keadaan ini
dipandang menguntungkan akibat hubungan antara kadar kolesterol serum dan
penyakit jantung koroner.
Prostanoid Merupakan Senyawa Biologis-Aktif yang Poten
Tromboksan disintesis di dalam trombosit dan pelepasannya akan menyebabkan
vasokonstriksi serta agregasi trombosit. Sintesis tromboksan dihambat secara
spesifik oleh aspirin dosis-rendah. Prostasiklin (PGI2) diproduksi oleh dinding
pembuluh darah dan merupakan inhibitor agregasi trombosit yang poten. Jadi,
tromboksan dan prostasiklin berkerja saling berlawanan (antagonistik). Insiden
penyakit jantung yang rendah, penurunan frekuensi agregasi trombosit dan
pemanjangan waktu pembekuan pada orang-orang Eskimo Greenland ternyata
disebabkan oleh tingginya konsumsi minyak ikan yang mengandung 20 : 5 w3
(EPA, atau asam eikosapentanoat); asam eikosapentanoat ini memberikan
senyawa-senyawa seri 3 prostaglandin (PG3) dan tromboksan (TX3) (Gambar 256). PG3 dan TX3 menghambat pelepasan arakidonat dari fosfolipid serta
pembentukan PG2 dan TX2. PGI3 merupakan antiantegrator trombosit yang sama
potennya seperti PGI2, tetapi TXA3 adalah agregator yang lebih lemah daripada
TXA2; dengan demikian, keseimbangan aktivitasnya bergeser ke arah
nonagregasi. Di samping itu, konsentrasi kolesterol, triasil-gliserol, LDL serta VLDL
di dalam plasma semuanya terlihat rendah pada orang-orang. Eskimo, sementara
konsentrasi HDL meninggi - semua faktor ini dianggap berperan untuk
menghalangi aterosklerosis dan infark miokardium.
Prostaglandin dengan takaran 1 ng/mL akan menyebabkan kontraksi otot polos
pada hewan. Penggunaan terapeutiknya yang potensial mencakup pencegahan
konsepsi, induksi persalinan pada usia aterm, terminasi kehamilan, pencegahan
atau pengobatan ulkus lambung, pengontrolan proses inflamasi serta tekanan
darah, dan pengurangan gejala asma serta kongesti nasal.
Prostaglandin meningkatkan cAMP pada trombosit, tiroid, korpus luteum, tulang
janin, adenohipofisis dan paru, tetapi menurunkan cAMP pada sel-sel ginjal serta
jaringan adiposa (Bab 27).
Leukotrien dan Lipoksin Merupakan Regulator yang Poten Terhadap Banyak Proses

Penyakit
Zat anafilaksis yang bereaksi-lambat (SRS-A; slow reacting substance of
anaphylaxis) merupakan campuran leukotrien C4, D4 dan E4. Campuran leukotrien
ini 100-1000 kali lebih poten daripada histamin ataui prostaglandin sebagai
konstriktor otot saluran bronkus. Senyawa leukotrien ini bersama dengan
leukotrien B4 juga menyebabkan permeabilitas vaskular dan penarikan serta
pengaktifan leukosit; senyawa leukotrien tampak pula sebagai regulator yang
penting pada banyak penyakit yang melibatkan reaksi inflamasi atau
hipersensitivitas-segera, seperti pada asma. Senyawa leukotrien bersifat vasoaktif,
dan enzim 5-lipoksigenase ditemukan pada dinding pembuluh arteri.
Bukti yang ada mendukung peranan lipoksin pada fungsi vasoaktif dan
imunoregulasi, seperti misalnya senyawa kontra-regulasi (chalones) pada respons
imun.
RANGKUMAN
(1) Biosintesis asam lemak tak jenuh rantai-panjang dicapai melalui
penggabungan enzim disaturase yang menyisipkan ikatan rangkap dan enzim
elongase yang memperpanjang rantai asil yang ada oleh 2 atom klarbon pada
saat yang sama.
(2) Hewan dengan derajat yang lebih tinggi memiliki keterbatasan pada enzim
desaturase D4, D5, D6 dan D9 sehingga tidak memungkinkan penyisipan ikatan
rangkap, di luar posisi 9 asam lemak. Sebagai akibatnya, asam linoleat (w6) serta
a-linoleat (w3) tidak dapat disintesis dan harus diperoleh dari makanan. Kedua
asam lemak tersebut dinamakan asam lemak esensial.
(3)
(4) Karena berbagai kelompok eikosanoid yang berbeda disintesis dari asam lemak
esensial, keseimbangan antar-efek fisiologis dari berbagai senyawa eikosanoid
dapat dimanipulasi dengan mengubah komposisi asam lemak di dalam
makanan/diet.

Anda mungkin juga menyukai