Anda di halaman 1dari 18

MENINGITIS

A.

KONSEP DASAR PENYAKIT


1.

DEFINISI
o Meningitis merupakan infeksi dari selaput otak ( meningen ).Dalam
keadaan normal sawar darah otak merupakan mekanisme proteksi yang
efektif,tetapi jika invasi mikroorganisme luar sawar ini akan rusak. Daerah
yang terlibat biasanya adalah piameter dan arachnoid meter yaitu bagian
yang terdekat dengan jaringan otak.
o Meningitis adalah inflamasi akut pada meningens. (Buku Saku
Keperawatan Pediatri, Edisi 3).
o Meningitis

adalah

peradangan

pada

selaput

meningens,

cairan

serebrospinal dan spinal column yang menyebabkan proses infeksi pada


system syaraf pusat.
2.

ETIOLOGI
a.

Bakteri
pneumoniae,

Nisseria

: Haemophilus Influenza (tipe B), Streptococcus


meningitis,

-hemolysis

streptococcus,

Staphilococcus aureu, Eccericia coli.


b.

Faktor Predisposisi: Jenis kelamin, laki-laki lebih seriing


dibandingkan dengan wanita.

c.

Factor maternal: rupture membrane fetal, infeksi maternal


pada minggu terakhir masa kehamilan.

d.

Factor imunologi: defisiensi mekanisme imun, defisiensi


immunoglobulin, anak yang mendapatkan obat-obatan imunosupresi.

e.

Anak dengan kelainan system syaraf pusat, pembedahan atau


injury yang berhubungan dengan system persyarafan.

3.

MANIFESTASI KLINIK
a.

Neonatus

Suhu di
bawah

suhu

tubuh

Tonus
otot berkurang,

normal,
o

Demam,

Pucat,

Letargie,

Irritabilit

Diare
dan muntah,

Reflek
menghisap berkurang,

Menangi
s lemah,

as,
o

Kurang

o
menonjol,

makan dan minum,


o

Kejang,

Fontanel

Opistoto
nus.

b.

Bayi dan anak kecil


o

Demam,

Malas

Kaku
kuduk,

untuk makan,

Tanda

Muntah,

kerning dan brudzinsky

Mudah

positif,

terstimulasi,
o

Kejang,

Sering

Pucat,

Peningka
tan tekanan intracranial,

menangis,
o

Peningka
tan lingkar kepala.

Ubunubun menonjol,

c.

Anak-anak dan remaja


o

Sakit
kepala,

Demam,

Muntah,

Irritabilit
as,

Fotofobi
a,

Kaku
kuduk,

Tanda
kerning dan brudzinsky

Peteki,

Syok,

Konfusi,

Kejang,

Stupor,

Delirium

positif,

Opistoto

nus,
4.

Septicem
ia.

KLASIFIKASI
a.

Meningitis Purulenta (Pingenik).


Adalah radang selaput otak yang menimbulkan eksudasi berupa
pus. Penyebab meningitis puruenta ini adalah jenis Pneumococcus, H.
Influenza, Staphylococcus, Meningococcus, E. Coli, Streptococcus, dan
Salmonella.
Angka kejadian tertinggi pada usia 2 bulan sampai pada usia 2
tahun. Meningitis purulenta ini pada umumnya sebagai akibat dari
komplikasi. Kuman secara homogen masuk ke otak misalnya penyakit
pneumonia dapat pula sebagai perluasan perkontinuitas pada peradangan
organ atau jaringan di dekat selaput otak misalnya otitis media mastoiditis,
dan sebagainya.

b.

Meningitis Virus.
Disebabkan oleh sejumlah virus yang berbeda misalnya virus
poliomeilitis

meningitis

tuberkulosa.

Terjadi

akibat

komplikasi

penyebaran tuberkulosa primer biasanya dari paru. Meningitis bukan


karena terinfeksinya selaput otak langsung oleh penyebaran hematogen
tetapi biasanya sekunder melalui pembentukan tuberkel pada permukaan
otak, sumsum tulang belakang atau vertebra yang kemudian pecah ke

rongga arachnoid, kadang dapat juga terjadi perkontinuitatum dari


mastoiditis atau spandilitis. Penyakit ini mengenai anak anak dari semua
umur tetapi lebih sering diantara umur 1 dan 5 tahun. Cairan serebrospinal
memperlihatkan lebih sedikit sel dan ditemukan pula jumlah klorida yang
sangat rendah.
5.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a.

Pungsi lumbal dan kultur CSS dengan hasil sebagai berikut:


1)

Jumlah leukosit (CBC)

: meningkat.

2)

Kadar glukosa

menurun

(bacterial); normal (virus).


3)

Protein

tinggi

(bacterial);

sedikit

meningkat (virus).
4)

Identifikasi

organisme

penyebab:

Meningococcus, bakteri gram-positif (Streptococcus, stafilococcus,


pneumococcus, H. influenza) atau virus (virus coksakie, virus ECHO).
5)

Asam laktat

meningkat

Glukosa serum

: meningkat.

(bacterial).
6)
b.

Kultur darah : untuk menetapkan prganisme penyebab.

c.

Kultur urine : untuk menetapkan organisme penyebab.

d.

Kultur nasofaring

Elektrolit serum

: meningkat jika anak dehidrasi; natrium

untuk

menetapkan

organisme

penyebab.
e.

serum (Na+) naik; kalium serum (K+) turun.


f.
6.

Osmolaritas urine

: meningkat dengan sekresi ADH.

PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan secara medis yang dapat dilakukan pada pasien
dengan meningitis adalah sebagai berikut:
a.

Obat anti inflamasi

1)

Meningitis Tuberkulosa:

Isoniazid 10 20 mg/kg/24 jam oral,


2 kali sehari maksimal 500 gr selama 1 tahun.

Rifamfisin 10 15 mg/kg/ 24 jam oral,


1 kali sehari selama 1 tahun.

Streptomisin sulfat 20 40 mg/kg/24


jam sampai 1 minggu, 1 2 kali sehari, selama 3 bulan.

2)

Meningitis bacterial, umur < 2 bulan:

Sefalosporin generasi ke 3

ampisilina 150 200 mg (400


gr)/kg/24 jam IV, 4 6 kali sehari.

Koloramfenikol 50 mg/kg/24 jam IV 4


kali sehari.

3)

Meningitis bacterial, umur > 2 bulan:

Ampisilina

150-200

mg

(400

mg)/kg/24 jam IV 4-6 kali sehari.

b.

Sefalosforin generasi ke 3.
Pengobatan Simtomatik

1) Diazepam IV : 0.2 0.5 mg/kg/dosis, atau rectal 0.4 0.6/mg/kg/dosis


kemudian klien dilanjutkan dengan.
2) Fenitoin 5 mg/kg/24 jam, 3 kali sehari.
3) Turunkan panas :

c.

Antipiretika : parasetamol atau salisilat 10 mg/kg/dosis.

Kompres air PAM atau es.


Pengobatan suportif

1)

Cairan intravena.

2)

Zat asam, usahakan agar konsitrasi O2 berkisar


antara 30 50%.
Sedangkan penatalaksaan secara ilmu keperawatan yang dapat

dilakukan pada pasien meningitis adalah sebagai berikut:


a.

Pada waktu kejang


1)

Longgarkan pakaian, bila perlu dibuka.

2)

Hisap lender

3)

Kosongkan lambung untuk menghindari muntah dan aspirasi.

4)

Hindarkan penderita dari rodapaksa (misalnya jatuh).

b.

Bila penderita tidak sadar lama.


1)

Beri makanan melalui sonda.

2)

Cegah dekubitus dan pnemunia ortostatik dengan merubah


posisi penderita sesering mungkin.

3)

Cegah kekeringan kornea dengan boor water atau saleb


antibiotika.

c.

Pada inkontinensia urine lakukan katerisasi.


Pada inkontinensia alvi lakukan lavement.

d.

7.

Pemantauan ketat.
1)

Tekanan darah

2)

Respirasi

3)

Nadi

4)

Produksi air kemih

5)

Faal hemostasis untuk mengetahui secara dini adanya DC.


PATOFIFIOLOGI
Efek

peradangan

akan

menyebabkan

peningkatan

cairan

serebrospinal yang dapat menyebabkan obstruksi dan selanjutnya terjadi


hidrosefalus dan peningkatan tekanan intracranial. Efek patologi dari
peradangan tersebut adalah hiperemi pada meningens, edema dan eksudasi
yang kesemuanya itu menyebabkan peningkatan tekanan intracranial.

Organisme masuk melalui sel darah merah pada blood brain barier.
Masuknya organisme tersebut dapat melalui trauma penetrasi, prosedur
pembedahan/pecahnya abses serebral atau kelainan syaraf pusat. Othortea /
rhinorthea akibat fraktur dasar tengkorak dapat menimbulkan meningitis,
dimana terjadi hubungan antara CSF dan dunia luar.
Masuknya organism eke susunan syaraf pusat melalui ruang sub
aracnoid, CSF dan ventrikel.
Dari reaksi peradangan muncullah eksudasi dan perkembangan
infeksi pada ventrikel, edema dan skar jaringan sekeliling vantrikel
menyebabkan obstruksi pada CSF dan menimbulkan hidrosefalus.
Meningitis bakteri: netrofil, inonosit, limfosit, dan yang lainnya
merupakan sel respon radang. Eksudat terdiri dari bakteri fibrin dan lekosit
yang dibentuk di ruang sub arachnoid. Penumpukan pada CSF akan
bertambah dan mengganggu aliran CSF di sekitar otak dan medulla spinalis.
Terjadi vasodilatasi yang cepat dari pembuluh darah dan jaringan otak dapat
menjadi infark.
Meningitis virus sebagai akibat dari penyakit virus seperti meales,
mump, herpes simplek, dan herpes zoster. Pembentukan eksudat pada
umumnya tidak terjadi dan tidak ada mikroosganisme pada kultur CSF.
8.

POHON MASALAH

Luka Terbuka, trauma

Pneumonia, otitis media, sinusitis

Pintu masuk kuman (Pneumococcus, influenzae, Staphylococcus, Streptococcus, E.


Coli, Meningococcus, Salmonella)
Melalui aliran darah ke selaput meningen
Menjadi patogen dalam cairan serebrospinal & parenkim otak

inflamasi

peradangan

Hiperemi, oedema otak,vasidilator Vaskuler darah


Meningitis purulenta, timbul gejala

Gejala rangsangan meningeal : kaku


kuduk, regiditis, kernig, brudzinski
I&II(+) leher, punggung sakit

Nutrisi dan
Cairan/elektrolit
kurang

Gejala infeksi akut (meningococcus) : lesu,


mudah terangsang,anoreksi, sakit kepala,
ptechiae, herpes labialis

Gejala TIK meningkat : muntah, nyeri kepala, morning cry,


penurunan kesadaran, Cheyene stokes, kejang, serebral
a/paresis, UUB tegang dan menonjol

Perubahan tingkat
kesadaran
Pengetahuan
kurang

Resti infeksi

Gangguan nyaman
nyeri

Perfusi jaringan
serebral

Cemas

Depresi SSP pengatur


pernafasan

Tidak efektif jalan nafas

9.

KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat diakibatkan dari pengobatan yang tidak
adekuat pada penyakit meningitis adalah sebagai berikut:

B.

a.

Cacat neurologist berupa paralysis, parestesi.

b.

Hidrosephalus

c.

Buta dan tuli.

d.

Retardasi mental.

e.

Esufi subdural.

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1.

PENGKAJIAN
a.

Riwayat Penyakit
Proses persalinan atau selama dalam kandungan masa lalu,
penyakit kronik, tumor , anemia, imunosupresi, splencetomi, infeksi
telinga, mastoiditis, sinusitis, lumbal pungsi, trauma kepala, kondisi
kehidupan yang ramai, racun / obat, ketidakcocokan dengan perubahan
kebiasaan, demam, mual, muntah , sakit kepala, fotophobia, diplopia, sakit
punggung.

b.

Data dasar pemeriksaan pasien:


a) Aktivitas / Istirahat
1) Gejala

: Perasaan tak enak atau malaise, keterbatasan yang

ditimbulkan oleh kondisinya.


2) Tanda

: Ataksia, masalah berjalan, kelumpuhan, gerakan

involunter, kelemahan secara umum, keterbatasan dalam rentang


gerak dan hipotonia.
b) Sirkulasi
1) Gejala

: Adanya riwayat kardiopatologi, seperti endokarditis,

beberapa penyakit jantung kongenital ( abses otak)


2) Tanda

Tekanan darah meningkat, nadi menurun dan tekanan nadi


berat ( berhubungan dengan peningkatan TIK dan pengaruh
pada pusat vasomotor).

Takikardi, disritmia ( pada fase akut), seperti disritmia sinus


(pada meningitis)

c) Eliminasi
Tanda : Adanya inkontinensia ( retensi ).
d) Makanan/ Cairan

1) Gejala

: Kehilangan nafsu makan, kesulitan menelan ( pada

periode akut ).
2) Tanda

: Anoreksia, muntah, turgor kulit jelek, membran

mukosa kering.
e) Hygiene
Tanda

: Ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan

diri ( pada periode akut).


f) Neurosensori
1) Gejala

Sakit kepala ( mungkin merupakan gejala pertama dan


biasanya berat ).

Parestesia , terasa kaku pada semua persyarafan yang terkena,


kehilangan sensasi ( kerusakan pada syaraf kranial) .
hiperalgesia

meningkatnya

sensitifitas

pada

nyeri

(meningitis).timbul kejang (meningitis bakteri atau abses otak)

Gangguan dalam penglihatan, seperti diplopia ( fase awal dari


beberapa infeksi).

Fotopobia ( pada meningitis ).

Ketulian ( pada meningitis / encepalitis ) atau mungkin


hipersensitif terhadap kebisingan.

Adanya halusinasi penciuman atau sentuhan.

2) Tanda

Status mental / tingkat kesadaran, letargi sampai kebingungan


yang berat hingga koma, delusi dan halusinasi / psikosis
organik (enchepalitis).

Kehilangan memori, sulit dalam mengambil keputusan (dapat


merupakan gajala awal berkambangnya hidrosefalus, yang
mengikuti meningitis bakterial).

Afasia / kesulitan dalam berkomunikasi.

Mata (ukuran/ reaksi pupil) : anisokor atau tidak berespon


terhadap cahaya (peningkatan TIK), histagmus (bola mata
bergerak terus menerus).

Ptosis (kelopak mata atas jatuh). Karakteristik fasial (wajah),


perubahan pada fungsi motorik dan sensorik (saraf kranial ke V
dan ke VII terkena).

Kejang umum atau lokal (pada abses otak), kejang lobus


temporal, otot mengalami hipotonia/ flaksis paralisis (pada fase
akut meningitis), spastik (enchepalitis).

Hemiparese atau hemiplegia (meningitis atau enchepalitis).

Tanda Brundzinski positif dan atau tanda kernig positif


merupakan indikasi adanya iritasi meningeal (fase akut).

Rigiditas nukal (iritasi meningieal).

Reflek tendon terganggu, babinski positif.

Reflek abdominal menurun atau tidak ada, refleks kemastetik


hilang pada laki-laki.

g) Nyeri / Kenyamanan.
1) Gejala

: Sakit kepala (berdenyut dengan hebat, frontal)

mungkin akan diperburuk oleh ketegangan, leher/punggung kaku,


nyeri pada gerakan okuler, fotosensitifitas, sakit, tenggorokan
nyeri.
2) Tanda

: Tampak terus terjaga, perilaku distraksi,/gelisah,

menangis, mengaduh/mengeluh.
h) Pernapasan
1) Gejala

: Adanya riwayat infeksi sinus atau paru (abses otak).

2) Tanda

Peningkatan

kerja pernafasan

(episode

perubahan mental (letargi sampai koma), dan gelisah.

awal),

i) Keamanan
1) Gejala

Adanya riwayat infeksi saluran nafas atas / infeksi lain,


meliputi : mastoiditis, telinga tengah, sinus, abses gigi, infeksi
pelvis, abdomrn atau kulit : fungsi lumbal, pembedahan :
fraktur pada tengkorak / cedera kepala, anemia sel sabit.

Imunisasi

yang

baru

saja

berlangsung,

terpajan

pada

meningitis, terpajan oleh campak, chicken pox, herpes


simpleks, mononukleosis, gigitan binatang, benda asing yang
terbawa.
2) Tanda

Suhu meningkat, diaforesis, menggigil.

Adanya ras, purpura menyeluruh, perdarahan subkutan.

Kelemahan secara umum : tonus otot flaksit atau spastik,


paralisis atau paresis.

c.

Gangguan sensasi.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dipengaruhi oleh umur anak, asal usul, iritasi,

lemah pusing, ataksia, bredzinsky positif dan tanda-tanda kernig positif,


ptosis, pendengaran berkurang, takikardia, disritmia, tekanan darah
meningkat, sesak, muntah dan diare.
d.

Faktor perkembangan psikososial


Umur, tingkat perkembangan, kebiasaan (sebagai contoh : apa
kesenagan anak, kebiasaan waktu tidur), interraksi keluarga, pola hidup,
pengalaman sebelumnya dan opname (masuk rumah sakit), kepercayaan
agama.

2.

DIAGNOSA KEPERAWATAN

a.

Tidak efektifnya jalan nafas b/d


depresi pada SSP yang mengatur pusat nafas.

b.

Kerusakan

perfusi

jaringan

serebral b/d proses peradangan, peningkatan TIK.


c.

Gangguan keseimbangan volume


cairan b/d penurunan intake cairan, kehilangan cairan abnormal.

d.

Gangguan nutrisi kurang dari


kebutuhan tubuh b/d anoreksia, nausea dan vomiting.

e.

Gangguan rasa nyaman (nyeri)


b/d iritasi selaput otak.

f.

Cemas

b/d

hospitalisasi,

aktual/potensial terhadap perubahan fungsi tubuh.


g.

Defisit

pengetahuan

b/d

prognosis, hospitalisasi dan perawatan.


3.

INTERVENSI KEPERAWATAN
a.

Tidak efektifnya jalan nafas b/d


depresi pada SSP yang mengatur pusat nafas.
Tujuan : Anak akan memperoleh oksigen yang adekuat.
Intervensi :
a) Auskultasi suara nafas setiap 4 jam, kaji adanya suara tambahan,
misalnya : wheezing, krakels.
b) Monitor frekuensi, irama dan kualitas pernafasan.
c) Observasi kulit, membran mukosa apakah cianosis atau tidak.
d) Monitor gas darah arteri untuk mengetahui adanya hipoksia, rontgen
dada untuk infiltrasi.
e) Rubah posisi klien setiap 2 jam.
f) Monitor adanya penurunan refleks menelan.
g) Observasi peningkatan iritasi dan kekacauan.
Kriteria Evaluasi :

Arteri gas darah dalam batas normal

Tidak ada suara nafas tambahan

Tanda dan orientasi sesuai usia anak

Masalah pernafasan tidak terjadi dengan pertukaran udara yang baik.

b.

Kerusakan

perfusi

jaringan

serebral b/d proses peradangan, peningkatan TIK.


Tujuan : Perfusi jaringan serebral semakin adekuat.
Intervensi :
a) Observasi status neurologis setiap 1 sampai 2 jam dan yang penting
sampai stabil misalnya :gerakan yang simetris, reflek menelan, respon
pupil, kemampuan motorik, reflek tendon, fokus mata, respon verbal.
b) Monitor tanda-tanda peningkatan TIK (misalnya : peningkatan nyeri
dada, penonjolan ubun-ubun, peningkatan tekanan darah, nadi
menurun, nafas irreguler, iritabilitas, kekacauan, perubahan pupil).
c) Kolaborasi dalam pemberian obat anti kejang dan monitor
efektifitasnya.
d) Posisi tidur 30 .
e) Kolaborasi dalm pemberian antibiotik.
f) Ciptakan suasana lingkungan yang tenang.
g) Orientasikan secara verbal terhadap orang / tempat / waktu / situasi,
misalnya dengan mainan, gambar binatang, obyek yang disukai, TV,
radio.
h) Latihan ROM aktif dan pasif.
i) Monitor adanya tanda / gejala syok septik.
Kriteria evaluasi :

TTV dalam batas normal.

Klien dapat beristirahat dengan tenang.

Klien terbebas dari kejang.

c.

Gangguan keseimbangan volume


cairan b/d penurunan intake cairan, kehilangan cairan abnormal.
Tujuan : Anak akan memperoleh cairan adekuat dan elektrolit seimbang.
Intervensi :
a) Monitor TTV sedikitnya setiap 4 jam.
b) Monitor hasil laboratorium, khususnya elektrolit dan urine.
c) Observasi adanya tanda-tanda dehidrasi ( misalnya : membran mukosa
kering, nadi meningkat, berat badan menurun, cairan yang keluar lebih
banyak dari pada cairan yang masuk).
d) Catat intake dan output cairan setiap saat.
e) Beri cairan yang sering tapi dalam jumlah kecil untuk meminimalkan
distensi lambung.
f) Kolaborasi dalam pemberian cairan per parenteral dan antibiotik.
g) Monitor adanya tanda-tanda retensi cairan (misalnya : penurunan
output urine, penurunan konsentrasi serum sodium, anoreksia, nausea).
Kriteria Evaluasi :

TTV dalam batas normal.

Nilai cairan dan elektrolit dalam batas normal.

d.

Gangguan nutrisi kurang dari


kebutuhan tubuh b/d anoreksia, nausea dan vomiting.
Tujuan : Nutrisi anak terpenuhi secara adekuat, nausea dan vomiting
berkurang.
Intervensi :
a) Tanyakan pada anak atau orang tua tentang makanan kesukaan.
b) Anjurkan anak untuk makan sedikit tapi sering.
c) Anjurkan anak untuk makan lebih pelan.
d) Menjaga konsumsi nutrisi secara adekuat.
e) Monitor berat badan.

f) Ciptakan lingkungan yang menyenangkan untuk makan.


g) Batasi intake cairan selama makan, 1 jam sebelum dan sesudah makan
untuk meminimalkan distensi.
h) Lakukan oral hygiene yang baik.
Kriteria Evaluasi :

75 % makanan / diet dikonsumsi anak.

Partisipasi dalam menyeleksi makanan.

Berat badan dalam batas normal.

e.

Gangguan rasa nyaman (nyeri)


b/d iritasi selaput otak.
Tujuan : Anak dapat beradaptasi dengan nyeri.
Intervensi :
a) Kaji tingkat nyeri klien.
b) Evaluasi indikasi nyeri, lokasi, durasi.
c) Kolaborasi dalam pemberian analgesik.
d) Anjurkan pada anak yang lebih besar untuk mencegah pergerakan
yang dapat meningkatkan TIK (misalnya : batuk, menyisikan ingus,
bersin).
e) Batasi pengunjung.
Kriteria Evaluasi :

Anak mengungkapkan nyerinya berkurang.

Anak beristirahat dengan tenang.

Partisipasi dalam toleransi aktivitas.

f.

Cemas

b/d

hospitalisasi,

aktual/potensial terhadap perubahan fungsi tubuh.


Tujuan : Anak / keluarga dapat mendemonstrasikan adaptasi yang positif
terhadap sakit dan hospitalisasi.
Intervensi :

a) Orientasikan klien / keluarga terhadap unit dan kegiatan RS.


b) Terangkan semua prosedur dan rasionalnya.
c) Ciptakan hubungan saling percaya.
d) Memberikan kesempatan pada orang tua untuk mengungkapkan
perasaannya.
e) Observasi mekanisme koping anak/orang tua.
f)

Beri dukungan anak atau keluarga dalam proses adaptasi.

a) Libatkan anak atau orang tua dalam perawatan dan dalam membuat
keputusan.
Kriteria Evaluasi:

Partisipasi anak atau orang tua dalam perawatan dan pengambilan


keputusan.

Anak atau keluarga dapat berinteraksi lebih dekat dengan perawat atau
dokter.

g.

Defisit

pengetahuan

b/d

prognosis, hospitalisasi dan perawatan.


Tujuan : Meningkatkan pengetahuan orang tua.
Intervensi :
a) Kaji pengetahuan keluarga tentang penyakit.
b) Deskripsikan tentang sakit dan hubungannya dengan gejala penyakit.
c) Jawab pertanyaan dengan jujur dan komplit.
d) Terangkan tentang semua prosedur perawatan dan rasionalnya.
e) Diskusikan tentang tanda dan gejala komplikasi.
f) Gunakan bahasa yang mudah dimengerti anak /keluarga.
g) Review kembali tentang perawatan.
Kriteria Evaluasi :

Mengerti tentang sakit dan perawatannya.

Tidak terjadi komplikasi lebih lanjut.

C.

LITERATUR
Greenberg, Cindy Smith. 1988, Nursing Care Planning Guides For Children.
USA : California State University.
L. Betz, Cecily, Linda A. Sowden. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatric.
Jakarta : EGC.
Mayers, Marlene, A. Jacobson. 1995. Pediatric Nursing. USA : Mc. Graw. Hill.
Suriadi, S. Kp, dkk. 2001. Askep Pada Anak, Edisi 1. Jakarta: PT Fajar
Interpratama.
Kelmpok Kerja. 2002. Askep Pada Pasien Dengan Meningitis. Kepanjen: Akper
Kab. Malang.
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai