Anda di halaman 1dari 18

1

Referat

BATU EMPEDU

OLEH:

LIZA NOVITA
0210333

PEMBIMBING: Dr. SUINDRA, SpB-KBD FinaCS

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS RIAU-RSUD ARIFIN ACHMAD
PEKANBARU
2008

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah S.W.T, karena tas rahmat dan
hidayah-Nya panulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul Batu Empedu.
Ucapan terimakasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Suindra, SpB(K)BD atas
bimbingan dalam penulisan referat ini. Tujuan penulisan referat ini adalah dalam
rangka memenuhi salah satu syarat kelulusan pada Kepaniteraan Klinik Senior
(KKS) di bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Riau-RSUD Arifin
Acchmad Pekanbaru.
Penulis menyadari referat ini masih memiliki kekurangan, untuk itu kritik
dan saran penulis harapkan dalam rangka penyempurnaan penulisan referat ini.
Semoga referat ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Pekanbaru,

Penulis

Mei 2008

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Batu empedu merupakan penyakit yang sering ditemukan di negara maju dan
jarang ditemukan di negara-negara berkembang. Dengan membaiknya keadaan
sosial ekonomi, perubahan menu makanan ala barat serta perbaikan sarana
diagnosis khususnya ultrasonografi, prevalensi penyakit batu empedu di negaranegara berkembang cenderung meningkat 1.
Di amerika serikat, 10% populasi menderita kolelitiasis dengan batu empedu
kolesterol mendominasi yang terjadi dalam 70% dari semua kasus batu empedu.
Sisanya 30% dari batu pigmen dan komposisi yang bervariasi2.

1.2 Batasan Masalah


Referat ini membahas tentang definisi, anatomi, fisiologi, epidemiologi,
patogenesis, patofisiologi, manifestasi klinis dan penatalaksanaan

1.3 Tujuan Penulisan


1. Memahami

definisi,

anatomi,

fisiologi,

epidemiologi,

patogenesis,

patofisiologi, manifestasi klinis dan penatalaksanaan batu empedu.


2. Meningkatkan kemampuan menulis ilmiah di dalam bidang kedokteran.

3. Memenuhi salah satu persyaratan kelulusan Kepaniteraan Klinik Senior di


Bagian Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Riau-RSUD Arifin Achmad
Pekanbaru.

1.4 Metode Penelitian


Referat ini menggunakan metode tinjauan pustaka dengan mengacu
kepada beberapa referensi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Defenisi
Batu empedu merupakan gabungan dari beberapa unsur yang membentuk

suatu material mirip batu yang dapat ditemukan dalam kandung empedu
(kolesistolitiasis) atau di dalam saluran empedu (koledokolitiasis) atau pada
kedua-duanya3.

Gambar 2.1. Gambaran batu dalam kandung empedu (Emedicine, 2007)

2.2

Anatomi kandung empedu


Kandung empedu merupakan kantong berbentuk alpukat yang terletak

tepat dibawah lobus kanan hati. Kandung empedu mempunyai fundus, korpus,
infundibulum, dan kolum. Fundus bentuknya bulat, ujung nya buntu dari kandung

empedu. Korpus merupakan bagian terbesar dari kandung empedu. Kolum adalah
bagian yang sempit dari kandung empedu4.
Empedu yang di sekresi secara terus menerus oleh hati masuk ke saluran
empedu yang kecil dalam hati. Saluran empedu yang kecil bersatu membentuk
dua saluran yang lebih besar yang keluar dari permukaan hati sebagai duktus
hepatikus komunis. Duktus hepatikus bergabung dengan duktus sistikus
membentuk duktus koledokus5.

Gambar 2.1. Gambaran anatomi kandung empedu (Emedicine, 2007)

2.3

Fisiologi
Salah satu fungsi hati adalah untuk mengeluarkan empedu, normalnya

antara 600-1200 ml/hari6. Kandung empedu mampu menyimpan sekitar 45 ml


empedu5. Diluar waktu makan, empedu disimpan untuk sementara di dalam
kandung empedu, dan di sini mengalami pemekatan sekitar 50 %. Fungsi primer

dari kandung empedu adalah memekatkan empedu dengan absorpsi air dan
natrium. Kandung empedu mampu memekatkan zat terlarut yang kedap, yang
terkandung dalam empedu hepatik 5-10 kali dan mengurangi volumenya 80-90%4.
Menurut Guyton &Hall, 1997 empedu melakukan dua fungsi penting yaitu :

Empedu memainkan peranan penting dalam pencernaan dan absorpsi lemak,


karena asam empedu yang melakukan dua hal antara lain: asam empedu
membantu mengemulsikan partikel-partikel lemak yang besar menjadi
partikel yang lebih kecil dengan bantuan enzim lipase yang disekresikan
dalam getah pankreas, Asam empedu membantu transpor dan absorpsi
produk akhir lemak yang dicerna menuju dan melalui membran mukosa
intestinal.

Empedu bekerja sebagai suatu alat untuk mengeluarkan beberapa produk


buangan yang penting dari darah, antara lain bilirubin, suatu produk akhir
dari penghancuran hemoglobin, dan kelebihan kolesterol yang di bentuk
oleh sel- sel hati.
Pengosongan kandung empedu dipengaruhi oleh hormon kolesistokinin, hal

ini terjadi ketika makanan berlemak masuk ke duodenum sekitar 30 menit setelah
makan. Dasar yang menyebabkan pengosongan adalah kontraksi ritmik dinding
kandung empedu, tetapi efektifitas pengosongan juga membutuhkan relaksasi yang
bersamaan dari sfingter oddi yang menjaga pintu keluar duktus biliaris komunis
kedalam duodenum. Selain kolesistokinin, kandung empedu juga dirangsang kuat
oleh serat-serat saraf yang menyekresi asetilkolin dari sistem saraf vagus dan
enterik. Kandung empedu mengosongkan simpanan empedu pekatnya ke dalam

duodenum terutama sebagai respon terhadap perangsangan kolesistokinin. Saat


lemak tidak terdapat dalam makanan, pengosongan kandung empedu berlangsung
buruk, tetapi bila terdapat jumlah lemak yang adekuat dalam makanan, normalnya
kandung empedu kosong secara menyeluruh dalam waktu sekitar 1 jam6.
Garam empedu, lesitin, dan kolesterol merupakan komponen terbesar
(90%) cairan empedu. Sisanya adalah bilirubin, asam lemak, dan garam
anorganik. Garam empedu adalah steroid yang dibuat oleh hepatosit dan berasal
dari kolesterol. Pengaturan produksinya dipengaruhi mekanisme umpan balik
yang dapat ditingkatkan sampai 20 kali produksi normal kalau diperlukan3.
2.4

Epidemiologi
Insiden kolelitiasis di negara barat adalah 20% sedangka angka kejadian di

Indonesia

tidak

berbeda jauh dengan

negara lain

di Asia Tenggara

(syamsuhidayat). Peningkatan insiden batu empedu dapat dilihat dalam kelompok


resiko tinggi yang disebut 5 Fs : female (wanita), fertile (subur)-khususnya
selama kehamilan, fat (gemuk), fair, dan forty (empat puluh tahun)7.
Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko. Namun, semakin
banyak faktor resiko, semakin besar pula kemungkinan untuk terjadinya
kolelitiasis8,9.
Faktor resiko tersebut antara lain:
1. Genetik
Batu empedu memperlihatkan variasi genetik. Kecenderungan membentuk batu
empedu bisa berjalan dalam keluarga10. Di negara Barat penyakit ini sering
dijumpai, di USA 10-20 % laki-laki dewasa menderita batu kandung empedu. Batu
empedu lebih sering ditemukaan pada orang kulit putih dibandingkan kulit hitam.
Batu empedu juga sering ditemukan di negara lain selain USA, Chili dan Swedia11.

2. Umur
Usia rata-rata tersering terjadinya batu empedu adalah 40-50 tahun. Sangat
sedikit penderita batu empedu yang dijumpai pada usia remaja, setelah itu dengan
semakin bertambahnya usia semakin besar kemungkinan untuk mendapatkan batu
empedu, sehingga pada usia 90 tahun kemungkinannya adalah satu dari tiga
orang3,12.
3. Jenis Kelamin
Batu empedu lebih sering terjadi pada wanita dari pada laki-laki dengan
perbandingan 4 : 1. Di USA 10- 20 % laki-laki dewasa menderita batu kandung
empedu, sementara di Italia 20 % wanita dan 14 % laki-laki. Sementara di Indonesia
jumlah penderita wanita lebih banyak dari pada laki-laki10.
4. Beberapa faktor lain
Faktor lain yang meningkatkan resiko terjadinya batu empedu antara lain:
obesitas, makanan, riwayat keluarga, aktifitas fisik, dan nutrisi jangka vena yang
lama10,13.

2.5

Patogenesis
Batu empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan jarang

pada

saluran

empedu

lainnya

dan

diklasifikasikan

berdasarkan

bahan

pembentuknya. Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan sempurna,


akan tetapi, faktor predisposisi yang paling penting tampaknya adalah gangguan

10

metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis empedu


dan infeksi kandung empedu. Perubahan susunan empedu mungkin merupakan
yang paling penting pada pembentukan batu empedu, karena terjadi pengendapan
kolesterol dalam kandung empedu. Stasis empedu dalam kandung empedu dapat
meningkatkan supersaturasi progesif, perubahan susunan kimia, dan pengendapan
unsur tersebut. Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan sebagian
dalam pembentukan batu, melalui peningkatan dan deskuamasi sel dan
pembentukan mukus5.
Sekresi kolesterol berhubungan dengan pembentukan batu empedu. Pada
kondisi yang abnormal, kolesterol dapat mengendap, menyebabkan pembentukan
batu empedu. Berbagai kondisi yang dapat menyebabkan pengendapan kolesterol
adalah : terlalu banyak absorbsi air dari empedu, terlalu banyak absorbsi garamgaram empedu dan lesitin dari empedu, terlalu banyak sekresi kolesterol dalam
empedu, Jumlah kolesterol dalam empedu sebagian ditentukan oleh jumlah lemak
yang dimakan karena sel-sel hepatik mensintesis kolesterol sebagai salah satu
produk metabolisme lemak dalam tubuh. Untuk alasan inilah, orang yang mendapat
diet tinggi

lemak dalam waktu beberapa tahun, akan mudah mengalami

perkembangan batu empedu6.


Batu kandung empedu dapat berpindah kedalam duktus koledokus melalui
duktus sistikus. Didalam perjalanannya melalui duktus sistikus, batu tersebut
dapat menimbulkan sumbatan aliran empedu secara parsial atau komplet sehingga
menimbulkan gejalah kolik empedu. Kalau batu terhenti di dalam duktus sistikus
karena diameternya terlalu besar atau tertahan oleh striktur, batu akan tetap berada
disana sebagai batu duktus sistikus3.

11

2.6
Patofisiologi batu empedu
a. Batu Kolesterol
Empedu yang di supersaturasi dengan kolesterol bertanggung jawab bagi
lebih dari 90 % kolelitiasis di negara Barat. Sebagian besar empedu ini merupakan
batu kolesterol campuran yang mengandung paling sedikit 75 % kolesterol
berdasarkan berat serta dalam variasi jumlah fosfolipid, pigmen empedu, senyawa
organik dan inorganik lain. Kolesterol dilarutkan di dalam empedu dalam daerah
hidrofobik micelle, sehingga kelarutannya tergantung pada jumlah relatif garam
empedu dan lesitin. Ini dapat dinyatakan oleh grafik segitiga (gambar 2.9), yang
koordinatnya merupakan persentase konsentrasi molar garam empedu, lesitin dan
kolesterol10.
Menurut Meyers & Jones, 1990 Proses fisik pembentukan batu kolesterol
terjadi dalam empat tahap:
Supersaturasi empedu dengan kolesterol.
Pembentukan nidus.
Kristalisasi/presipitasi.
Pertumbuhan batu oleh agregasi/presipitasi lamelar kolesterol dan
senyawa lain yang membentuk matriks batu.
b. Batu pigmen
Batu pigmen merupakan sekitar 10 % dari batu empedu di Amerika
Serikat. Ada dua bentuk yaitu batu pigmen murni yang lebih umum dan batu
kalsium bilirubinat. Batu pigmen murni lebih kecil (2 sampai 5 mm), multipel,
sangat keras dan penampilan hijau sampai hitam. Batu-batu tersebut mengandung
dalam jumlah bervariasi kalsium bilirubinat, polimer bilirubin, asam empedu
dalam jumlah kecil kolesterol (3 sampai 26%) dan banyak senyawa organik lain.
Didaerah Timur, batu kalsium bilirubinat dominan dan merupakan 40 sampai 60

12

% dari semua batu empedu. Batu ini lebih rapuh, berwarna kecoklatan sampai
hitam10
Patogenesis batu pigmen berbeda dari batu kolesterol. Kemungkinan
mencakup sekresi pigmen dalam jumlah yang meningkat atau pembentukan
pigmen abnormal yang mengendap dalam empedu. Sirosis dan stasis biliaris
merupakan predisposisi pembentukan batu pigmen (Sarr & Cameron, 1996).
Pasien dengan peningkatan beban bilirubin tak terkonjugasi (anemia hemolitik),
lazim membentuk batu pigmen murni. Di negara Timur, tingginya insiden batu
kalsium bilirubinat bisa berhubungan dengan invasi bakteri sekunder dalam
batang saluran empedu yang di infeksi parasit Clonorchis sinensis atau Ascaris
Lumbricoides.

E.coli

membentuk

B-glukoronidase

yang

dianggap

mendekonjugasikan bilirubin di dalam empedu, yang bisa menyokong


pembentukan kalsium bilirubinat yang tak dapat larut14.
c. Batu campuran
Merupakan batu campuran kolesterol yang mengandung kalsium. Batu ini
sering ditemukan hampir sekitar 90 % pada penderita kolelitiasis. batu ini bersifat
majemuk, berwarna coklat tua. Sebagian besar dari batu campuran mempunyai
dasar metabolisme yang sama dengan batu kolesterol10.
2.6
Manifestasi klinis
2.6.1. Batu Kandung Empedu (Kolesistolitiasis)
1.
Asimtomatik
Batu yang terdapat dalam kandung empedu sering tidak memberikan
gejala (asimtomatik). Dapat memberikan gejala nyeri akut akibat kolesistitis,
nyeri bilier, nyeri abdomen kronik berulang ataupun dispepsia, mual (Suindra,
2007). Studi perjalanan penyakit sampai 50 % dari semua pasien dengan batu
kandung empedu, tanpa mempertimbangkan jenisnya, adalah asimtomatik.
Kurang dari 25 % dari pasien yang benar-benar mempunyai batu empedu

13

asimtomatik akan merasakan gejalanya yang membutuhkan intervensi setelah


periode wakti 5 tahun. Tidak ada data yang merekomendasikan kolesistektomi
rutin dalam semua pasien dengan batu empedu asimtomatik4.
2.
Simtomatik
Keluhan utamanya berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan
atas. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang berlangsung lebih dari 15 menit,
dan kadang baru menghilang beberapa jam kemudian. Kolik biliaris, nyeri
pascaprandial kuadran kanan atas, biasanya dipresipitasi oleh makanan berlemak,
terjadi 30-60 menit setelah makan, berakhir setelah beberapa jam dan kemudian
pulih, disebabkan oleh batu empedu, dirujuk sebagai kolik biliaris. Mual dan
muntah sering kali berkaitan dengan serangan kolik biliaris3,4.
3.
Komplikasi
Kolesistitis akut merupakan komplikasi penyakit batu empedu yang paling
umum dan sering meyebabkan kedaruratan abdomen, khususnya diantara wanita
usia pertengahan dan manula. Peradangan akut dari kandung empedu, berkaitan
dengan obstruksi duktus sistikus atau dalam infundibulum. Gambaran tipikal dari
kolesistitis akut adalah nyeri perut kanan atas yang tajam dan konstan, baik berupa
serangan akut ataupun didahului sebelumnya oleh rasa tidak nyaman di daerah
epigastrium post prandial. Nyeri ini bertambah saat inspirasi atau dengan
pergerakan dan dapat menjalar kepunggung atau ke ujung skapula. Keluhan ini
dapat disertai mual, muntah dan penurunan nafsu makan, yang dapat berlangsung
berhari-hari. Pada pemeriksaan dapat dijumpai tanda toksemia, nyeri tekan pada
kanan atas abdomen dan tanda klasik Murphy sign (pasien berhenti bernafas
sewaktu perut kanan atas ditekan). Masa yang dapat dipalpasi ditemukan hanya
dalam 20% kasus. Kebanyakan pasien akhirnya akan mengalami kolesistektomi
terbuka atau laparoskopik4.

14

2.6.2. Batu Saluran Empedu (Koledokolitiasis)


Pada batu duktus koledokus, riwayat nyeri atau kolik di epigastrium dan
perut kanan atas disertai tanda sepsis, seperti demam dan menggigil bila terjadi
kolangitis. Apabila timbul serangan kolangitis yang umumnya disertai obstruksi,
akan ditemukan gejala klinis yang sesuai dengan beratnya kolangitis tersebut.
Kolangitis akut yang ringan sampai sedang biasanya kolangitis bakterial non
piogenik yang ditandai dengan trias Charcot yaitu demam dan menggigil, nyeri
didaerah hati, dan ikterus. Apabila terjadi kolangiolitis, biasanya berupa kolangitis
piogenik intrahepatik, akan timbul 5 gejala pentade Reynold, berupa tiga gejala
trias Charcot, ditambah syok, dan kekacauan mental atau penurunan kesadaran
sampai koma3.
Koledokolitiasis sering menimbulkan masalah yang sangat serius karena
komplikasi mekanik dan infeksi yang mungkin mengancam nyawa. Batu duktus
koledokus disertai dengan bakterobilia dalam 75% persen pasien serta dengan
adanya obstruksi saluran empedu, dapat timbul kolangitis akut. Episode parah
kolangitis akut dapat menyebabkan abses hati. Migrasi batu empedu kecil melalui
ampula Vateri sewaktu ada saluran umum diantara duktus koledokus distal dan
duktus pankreatikus dapat menyebabkan pankreatitis batu empedu. Tersangkutnya
batu empedu dalam ampula akan menyebabkan ikterus obstruktif10.
2.7
Penatalaksanaan
Konservatif
a).
Lisis batu dengan obat-obatan
Sebagian besar pasien dengan batu empedu asimtomatik tidak akan
mengalami keluhan dan jumlah, besar, dan komposisi batu tidak berhubungan
dengan timbulnya keluhan selama pemantauan. Kalaupun nanti timbul keluhan
umumnya ringan sehingga penanganan dapat elektif. Terapi disolusi dengan asam
ursodeoksilat untuk melarutkan batu empedu kolesterol dibutuhkan waktu

15

pemberian obat 6-12 bulan dan diperlukan monitoring hingga dicapai disolusi.
Terapi efektif pada ukuran batu kecil dari 1 cm dengan angka kekambuhan 50 %
dalam 5 tahun1.
b).
Disolusi kontak
Metode ini didasarkan pada prinsip PTC dan instilasi langsung pelarut
kolesterol ke kandung empedu. Prosedur ini invasif dan kerugian utamanya adalah
angka kekambuhan yang tinggi2.
c).
Litotripsi (Extarcorvoral Shock Wave Lithotripsy =ESWL)
Litotripsi gelombang elektrosyok meskipun sangat populer beberapa tahun
yang lalu, analisis biaya-manfaat pada saat ini hanya terbatas untuk pasien yang
benar-benar telah dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini. Efektifitas ESWL
memerlukan terapi adjuvant asam ursodeoksilat10.
Penanganan operatif
a).
Open kolesistektomi
Operasi ini merupakan standar untuk penanganan pasien dengan batu
empedu simtomatik. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah
kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut. Komplikasi yang berat jarang
terjadi, meliputi trauma CBD, perdarahan, dan infeksi. Data baru-baru ini
menunjukkan mortalitas pada pasien yang menjalani kolesistektomi terbuka pada
tahun 1989, angka kematian secara keseluruhan 0,17 %, pada pasien kurang dari
65 tahun angka kematian 0,03 % sedangkan pada penderita diatas 65 tahun angka
kematian mencapai 0,5 %4.
b).
Kolesistektomi laparoskopik
Kelebihan tindakan ini meliputi nyeri pasca operasi lebih minimal,
pemulihan lebih cepat, hasil kosmetik lebih baik, menyingkatkan perawatan di
rumah sakit dan biaya yang lebih murah. Indikasi tersering adalah nyeri bilier
yang berulang. Kontra indikasi absolut serupa dengan tindakan terbuka yaitu tidak
dapat mentoleransi tindakan anestesi umum dan koagulopati yang tidak dapat

16

dikoreksi. Komplikasi yang terjadi berupa perdarahan, pankreatitis, bocor stump


duktus sistikus dan trauma duktus biliaris. Resiko trauma duktus biliaris sering
dibicarakan, namun umumnya berkisar antara 0,51%. Dengan menggunakan
teknik laparoskopi kualitas pemulihan lebih baik, tidak terdapat nyeri, kembali
menjalankan aktifitas normal dalam 10 hari, cepat bekerja kembali, dan semua
otot abdomen utuh sehingga dapat digunakan untuk aktifitas olahraga16.
c).
Kolesistektomi minilaparatomi.
Modifikasi dari tindakan kolesistektomi terbuka dengan insisi lebih kecil
dengan efek nyeri paska operasi lebih rendah.

17

DAFTAR PUSTAKA
1. Lesmana L. Batu Empedu dalam Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid 1. Edisi 3.
Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2000.3804.
2. Schwartz S, Shires G, Spencer F. Prinsip-prinsip Ilmu Bedah (Principles of
Surgery. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2000.459-64.
3. Sjamsuhidayat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC. 2005. 570-9.
4. Brunicardi FC et al. Schwartzs principles of surgery. 8th edition. United States
America : McGraw Hill, 2005.826-42.
5. Price SA, Wilson LM. Kolelitiasis dan Kolesistisis dalam : Patofisiologi.
Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, edisi 4. Jakarta : EGC. 1995. 430-44.
6. Guyton AC, Hall JE. Sistem Saluran Empedu dalam: Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran. Edisi ke-9. Jakarta: EGC, 1997. 1028-1029.
7. Reeves CJ. Penyakit Kandung Empedu dalam : Keperawatan Medika Bedah.
Edisi Ke-1. Jakarta : Salemba Medika, 2001. 149-51.
8. 6
Clinic
Staff.
Gallstones.
Available
from:
http:/www.6clinic.com/health/digetivesystyem/DG9999.htm. Last update 25
Juli 2007 [diakses pada tanggal 16 April 2008]
9. 7.
Cholelithiasis.
Available
from:
http:/www.7.com/healthmanagement/ManagingYourHealth/HealthReference/
Disease/InDepth.htm. Last update April 2007 [diakses tanggal 16 April 200].
10. Sarr MG, Cameron JL. Sistem empedu dalam : Buku Ajar Bedah. Esentials of
Surgery, edisis ke-2. Jakarta: EGC, 1996. 121-123
11. Garden Jet et al. Gallstone dalam: Principle and Practice of Surgery. China:
Elseiver, 2007. 23.
12. Bateson M. Batu Empedu dan Penyakit Hati. Jakarta: Arcan, 1991. 35-41.
13. Latchie M. Cholelitiasis dalam : Oxford Handbook of Clinical Surgery.
Oxford University. 1996. 162
14. Bhangu AA et al. Cholelitiasis and Cholesistitis dalam: Flesh and Bones of
Surgery. China: Elseiver, 2007. 123.
15. Kasper DL et al. Cholelitiasis, Cholesistitis, and Cholangitis dalam: Harrisons
Manual of Medicine, McGraw Hill, 2005, 751.
16. Nealon TF. Kolesistektomi Laparoskopi dalam : Ketrampilan Pokok Ilmu
Bedah. Jakarta : EGC, 1996. 394

18

Anda mungkin juga menyukai