Anda di halaman 1dari 13

Perkembangan dan Tantangan Komunitas Nebengers dalam Mendukung Transportasi

Berkelanjutan: Carsharing/Carpooling Sebagai Inovasi Transportasi dalam Upaya


Optimalisasi Penggunaan Kendaraan Pribadi Berbasis Media Sosial dan Komunitas

Disusun Sebagai Tugas Mata Kuliah


PL 6132 PERENCANAAN SISTEM INFRASTRUKTUR DAN TRANSPORTASI

Disusun Oleh:
Sara Sorayya Ermuna

(25413056)

Dosen :
Heru Purboyo Hidayat P., Ir., DEA, Dr.

PROGRAM PASCASARJANA PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


SEKOLAH ARSITEKTUR PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2014

Nama

: Sara Sorayya Ermuna 25413056

Mata Kuliah

: Perencanaan Infrastruktur dan Transportasi

Perkembangan dan Tantangan Komunitas Nebengers dalam Mendukung Transportasi


Berkelanjutan: Carsharing/Carpooling Sebagai Inovasi Transportasi dalam Upaya Optimalisasi
Penggunaan Kendaraan Pribadi Berbasis Media Sosial dan Komunitas

1. Pendahuluan
Konsep transportasi berkelanjutan yang telah menjadi bahan diskusi sekian lama tentunya
dimaksudkan untuk menyediakan system transportasi yang terintegrasi secara efisien dan efektif dengan
tujuan untuk melayani kebutuhan pergerakan penumpang dan barang. Salah satu cara untuk
mewujudkannya adalah dengan penggunaan moda transportasi publik tetapi hal tersebut seringkali
terkendala akibat terbatasnya anggaran dana. Oleh karena itu, terdapat beberapa inovasi-inovasi untuk
mewujudkan transportasi berkelanjutan ini tanpa harus membebani pemerintah terhadap dana yang
diperlukan, antara lain adalah carsharing/carpooling. Konsep carsharing/carpooling ini merupakan
konsep sederhana yang sebenarnya kerapkali terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Namun,
perbedaannya disini adalah penggunaan carsharing ini tidak hanya terbatas pada seseorang yang telah
dikenal tetapi ditekankan pada siapapun yang membutuhkan moda transportasi. Selain itu, konsep
carsharing yang berkembang ini pada umumnya berasal dari komunitas-komunitas di media social
sehingga akhirnya dapat menjadi fasilitator untuk konsep carsharing ini.
Kesulitan yang dihadapi dalam pengembangan konsep dan inovasi ini adalah dalam
membangun kepercayaan dan berbedanya bentuk kompensasi yang diberikan antar masing-masing
penyedia jasa angkutan. Dalam paper ini akan dibahas mengenai konsep dan penerapan carpooling atau
carsharing di Indonesia dan luar negeri. Selain itu, akan dibahas mengenai pendapat dari pengurus dan
pengguna carsharing di Indonesia, terutama dalam pembentukan kepercayaan, kesepakatan, dan
persepsi dalam penggunaan model carsharing ini.

2. Konsep dan Tujuan


a. Konsep Carsharing
Menyediakan akses terhadap kendaraan pribadi sebagai salah satu pilihan moda transportasi yang
dapat digunakan secara publik, yang memungkinkan pelanggan untuk memesan kendaraan per jam,
melalui telepon atau internet. Bisnis carsharing dan 'klub mobil nirlaba mulai berkembang di seluruh
Amerika Serikat dan Eropa. Konsep ini memberikan kenyamanan untuk mendapatkan akses murah,
kepemilikan parkir pada lingkungan setempat, dan berbagai model kendaraan trendi dan hemat bahan
bakar. Manfaat dari carsharing ini dapat membantu mempertahankan atau memperluas jenis transportasi
yang dapat diakses secara umum. San Francisco, Philadelphia, dan kota-kota Eropa secara aktif
mempromosikan carsharing, dengan memberikan subsidi atau pilihan lokasi parkir, atau kontrak dengan

kelompok carshare di tempat pemeliharaan armada kota besar. Carsharing merupakan salah satu
alternatif inovasi. Di California, peneliti mengeksplorasi business models untuk pinggiran kota, seperti
mengatur keluarga, komuter, dan pegawai untuk berbagi mobil pada waktu yang berbeda dari hari
secara terus-menerus. Sementara itu, di Berlin, konsep carsharing dilakukan dengan 'mobil cash' dimana
peserta menyewa kendaraan dari dealer untuk keperluan pribadi, dan memberikan pinjaman kepada
kelompok car-sharing ketika tidak dibutuhkan.

3. Metodologi
Metode yang digunakan dalam tulisan ini adalah metode kualitatif, dimana akan menjabarkan
mengenai perbandingan dari studi-studi kasus yang telah ada di Indonesia maupun di luar negeri, serta
penggambaran terhadap pesepsi non-pengguna dan pengguna moda komunitas transportasi berbasis
media sosial ini. Perbandingan yang akan dilakukan ini dimaksudkan untuk mengetahui telah sejauh
mana perkembangan carsharing di Indonesia dan kota-kota di Negara maju lainnya sebagai bentuk
perwujudan untuk mencapai transportasi berkelanjutan berdasarkan beberapa indikator dengan
menggunakan indikator dari Goldman dan Gorham (2006) mengenai Sustainable urban transport: Four
innovative directions, yakni.
a. Perspektif sistem
b. Persyaratan dan ketentuan pihak yang terkait
c. Pembiayaan dan inovasi incremental
Sementara itu, persepsi dari pengguna dan non pengguna ini dilakukan dengan wawancara langsung
maupun dari beberapa sebagian besar pengguna moda komunitas ini merupakan penduduk berusia 2030 tahun dengan tingkat mobilitas yang cukup tinggi. Opini-opini pengguna ini didapatkan dari
wawancara secara langsung maupun kumpulan-kumpulan opini yang terdapat di website
nebengers.com. Sementara itu, wawancara terhadap non pengguna dilakukan secara primer dan dari
beberapa wawancara via media online (youtube.com) yang telah ada sebelumnya.

4. Penerapan Carsharing pada Beberapa Kota di Luar Negeri


a. Lisbon
Operator Car-sharing di Lisbon, MobCarsharing, diluncurkan pada bulan Oktober 2008. Sistem
ini menyediakan 12 kendaraan di 9 lokasi di seluruh Lisbon. Hal ini terkait dengan 0,22 kendaraan per
10000 penduduk dan 1,1 taman per 10 km2. Sejak awal, sekitar 300 anggota telah terdaftar (70%
pengguna pribadi dan 30% pengguna perusahaan), yang mewakili 0,05% dari penduduk kota, juga
sejumlah rendah dibandingkan dengan rata-rata nilai 3,5% disajikan dalam penggunaan rendah seperti
(digambarkan dalam Gambar. 1) dapat hasil cakupan kota kecil, dengan beberapa kendaraan
dikerahkan. Namun demikian, Mobcarsharing menyajikan tren tahunan meningkat baik dari segi jumlah
kecenderungan. Autolib di Paris memiliki 1.750 Kendaraan Listrik, menawarkan 4000 poin pengisian
dan memiliki lebih dari 65000 pelanggan terdaftar). Zipcar (yang dimulai di Amerika Serikat tetapi

telah berkembang di seluruh dunia) mencapai 777.000 anggota dan menawarkan hampir 10000
kendaraan. Hertz pada permintaan dimulai pada tahun 2008 dengan distribusi yang luas baik di AS,
Eropa dan Australia, dan telah mencapai pengguna 150000. Car2Go dimulai di Jerman pada tahun 2008
dan telah diperluas untuk 18 kota di seluruh dunia dengan lebih dari 350000 pelanggan dan menawarkan
6000 kendaraan konvensional dan alternatif. Ini 4 operator adalah sistem yang lebih besar dengan lebih
dari 100 kendaraan per kota, yang mewakili 47% dari total sistem dan telah mempromosikan
penggunaan kendaraan alternatif armada mereka..
Dalam hal sistem parker untuk car sharing, rata-rata jumlah taman dan ruang parkir per 10 km2
adalah 2,4 dan 4,8, masing-masing. Adapun adopsi anggota ini sistem car-sharing, rata-rata 3,5% dari
populasi kota yang mendaftar dalam sistem ini dan rata-rata 2,5 kendaraan per 10 000 jiwa tersedia.
Ketika menganalisis harga terkait dengan sistem ini, mereka biasanya menyediakan keanggotaan jangka
panjang (pembulatan 60 per tahun), biaya bulanan (dengan 15 rata-rata per bulan nilai). Bagi penduduk
dengan penggunaan rendah, biaya harian juga disediakan mencapai nilai tertentu yang telah disepakati.
Sistem lain biaya penggunaan kendaraan mereka per menit atau / dan kilometer perjalanan. Dalam hal
teknologi kendaraan, sistem car-sharing tradisional menyebarkan kendaraan mesin pembakaran internal
(terutama kendaraan bensin berjalan). Namun, dalam beberapa tahun terakhir, listrik kendaraan seperti
kendaraan penuh listrik (EV) didukung dan plug-in kendaraan listrik hybrid (PHEV) telah digunakan
dalam sistem car-sharing. Mengingat bahwa sistem berbagi mobil biasanya mencakup perjalanan kota
urban, listrik bertenaga kendaraan memiliki beberapa keunggulan lokal seperti pengurangan kebisingan,
nol emisi ekor-pipa lokal dan meningkatkan efisiensi kendaraan.
Berdasarkan tingkat tanggapan 17% dan tingkat kepercayaan 90%, informasi berikut ini
diperoleh dari survei yang dilakukan kepada anggota. Berdasarkan pola mobilitas dinyatakan dan
perilaku masing-masing, hal itu mungkin untuk menyimpulkan bahwa anggota individu menggunakan
kendaraan berbagi mobil-sebagian besar untuk belanja (tidak termasuk bahan makanan) dengan 12%
dan untuk janji kesehatan (8%). Car-sharing menggantikan penggunaan taksi (17%) untuk belanja
(tidak termasuk produk makanan) dan masalah kesehatan, pengganti mobil pribadi untuk perjalanan
pribadi (mengunjungi orang tua) (13%) dan kereta bawah tanah (8%) untuk belanja dan kegiatan
pribadi. Car-sharing juga memiliki pengaruh yang besar terhadap perilaku anggota ini.
Berdasarkan tingkat tanggapan 17% dan tingkat kepercayaan 90%, informasi yang diperoleh
dari survei yang dilakukan kepada anggota menyatakan bahwa 1) Berdasarkan pola mobilitas dan
perilaku individu, dapat disimpulkan bahwa anggota individu menggunakan kendaraan berbagi mobilsebagian besar untuk belanja (tidak termasuk bahan makanan) dengan 12% dan untuk janji kesehatan
(8%). Carsharing menggantikan penggunaan taksi (17%) untuk belanja (tidak termasuk produk
makanan) dan masalah kesehatan, pengganti mobil pribadi untuk perjalanan pribadi (mengunjungi
orang tua) (13%) dan kereta bawah tanah (8%) untuk belanja dan kegiatan pribadi. Carsharing juga
memiliki pengaruh yang besar terhadap perilaku anggota ini. Selama 6 bulan terakhir, 42% dari anggota
individu mulai mengelola perjalanan dengan cara yang berbeda, 21% mulai menggunakan moda

transportasi lain dan 8% tidak lagi memiliki kendaraan. Dalam waktu dekat, 21% berniat untuk mulai
menggunakan transportasi alternatif, 25% untuk membuat manajemen perjalanan yang lebih baik dan
4% telah disebutkan keinginan untuk berhenti memiliki kendaraan pribadi.
b. Roma
Penerapan car sharing di Roma dimulai pada Maret tahun 2005 dimana dibiayai oleh Komisi
Eropa, meskipun pelaksanaan sederhana awalnya, kemudian ukuran ini terbukti menjadi popular dan
bernilai untuk dapat diterapkan secara luas di seluruh kota. Konsep car-sharing tersedia pada area pusat
kota, tetapi diharapkan kendaraan akan dapat lebih banyak dioperasikan pada kawasan sub-urban.
Pentingnya untuk mensupport program car-sharing di Roma merupakan salah satu prioritas. Hal ini
dibuktikan usaha pemerintah selama 10 tahun yang telah menggalakkan kebijakan transportasi yang
lebih berkelanjutan karena Roma merupakan kota dengan tingkat motorisasi di Eropa yang tertinggi,
dimana moda transportasi tidak dapat memenuhi kebutuhan pergerakan penduduk. Hal tersebut
menghasilkan dampak pada kualitas udara dan kenyamanan, terutama pada pusat kota, dimana polusi
merusak kesehatan dan konservasi dari landmark bersejarah serta visual kota. Konsekuensinya, konsep
car-sharing menghadapi 2 masalah utama, yakni harus menyediakan nilai kinerja yang merupakan batas
ambang kelayakan dari model pelayanan ini. Kedua, hal tersebut harus dibuktikan bagaimana
pengukuran niche, seperti car sharing dapat membantu meningkatkan level kualitas udara dan
livability.
Perkembangan manajemen operasional carsharing di Roma hingga tahun 2011 telah mengalami
perkembangan yang hingga saat ini memiliki layana yang tersedia di 4 wilayah, dengan potensi
pengguna mencapai 13% dari populasi perkotaan, yang diyakini akan terus meningkat 35% apabila
dioperasikan pada wilayah baru. Setelah 1 tahun pertama, dari Bulan Maret 2006 hingga Oktober 2009,
jumlah kendaraan bertambah dengan diimbangi penambahan spot-spot lokasi mencapai 61 titik lokasi.

5. Komunitas dan Organisasi dalam Pengembangan Car-sharing di Beberapa Negara


Keuntungan dari model organisasi terpusat dari sudut pandangan biaya dan pembangunan mungkin
dan difusi sistem berbagi mobil (car-sharing) adalah sebagai berikut.
a. Risiko yang melekat pada konsentrasi yang berlebihan dari penawaran tersebut namun tidak hadir
untuk serangkaian alasan yang mencirikan pasar ini dan terutama untuk topik persaingan antara
barang substitusi. Dari sudut pandang ini dapat diamati bahwa monopoli atau oligopoli dapat hidup
dalam hal permintaan layanan car-sharing tapi tidak dalam hal mobilitas perkotaan yang berpotensi
puas dengan satu set pilihan transportasi (mobil pribadi, angkutan umum lokal, taksi , dengan
berjalan kaki atau sepeda) yang mewakili sebenarnya bentuk kompetisi untuk berbagi mobil bahkan
jika dikelola hanya oleh satu subjek.
b. Dari sudut pandang dimensi dan struktur tawaran dalam konteks nasional dianalisis telah menyadari
bahwa ada dominasi operator besar yang telah bergerak menuju konsentrasi pasar. Terutama,
berurusan dengan pasar Jerman. Sejak tahun 2001 bahwa ada konsentrasi tawaran dimana empat

operators besar melayani 65% dari pengguna, sedangkan operator media berukuran melayani 22%
dari klien, meninggalkan untuk perusahaan kecil 13% sisanya.
c. Dalam kasus Swiss di mana pasar pasti didominasi oleh satu operator, Mobility CarSharing Swiss,
pangsa klien dilayani oleh operator besar mencapai 82%, meninggalkan 11% untuk operator media
berukuran dan hanya 7% untuk operators kecil .
d. Dalam hal struktur penawaran, situasi di Italia tentu jauh lebih terbelakang dan konsentrasi pasar
masih jauh dengan hadirnya sejumlah operator lokal yang, bahkan jika terkoordinasi, harmonis dan
standar oleh organisasi pusat, tidak mewakili pasar yang matang.
e. Dari situasi Italia dan analisis data yang telah dilakukan, dapat dinyatakan bahwa pasar tidak
terpusat merupakan penyebab inefisiensi dan kesulitan untuk sistem untuk beroperasi di pasar tanpa
dukungan pembiayaan publik.
f.

Situasi Italia berbeda dari skenario internasional karena belum ada aktor global, sementara ada
fragmentasi perusahaan yang beroperasi di tingkat lokal. Perspektif pembangunan berurusan
dengan perluasan layanan yang harus dilakukan di bawah jalur strategis yang telah diidentifikasi
dalam banyak pengalaman konsolidasi.

g. Salah satu motivasi dalam konteks Italia yang perlu dan diinginkan untuk mencapai tingkat yang
lebih tinggi ditujukan pada partisipasi subjek publik, bukan hanya dana tetapi tindakan mendukung
konsentrasi proses penawaran, menghindari proliferasi pelajaran bubuk, hampir dikapitalisasi dan
oleh karena itu dengan risiko kebangkrutan yang lebih tinggi.
h. Mengenai analisis kasus Italia dan oleh karena itu studi tentang efisiensi kemungkinan meningkat
konsentrasi tawaran, hasil yang dicapai menunjukkan kemungkinan mencapai pengendalian biaya
yang relevan, yang saat ini berat di atas subjek publik dalam bentuk kontribusi (sampai sekarang
diperlukan untuk kelangsungan hidup sistem berbagi mobil) dan yang tidak akan diperlukan dalam
kasus struktur terpusat.

6. Peluang Pengembangan dan Penerapan di Indonesia


Pengembangan carsharing di Indonesia akan dibahas menjadi beberapa bagian, yakni 1)
konsep, tujuan, dan sejarah berdiri Komunitas Nebengers, 2) pihak yang terlibat, 3) Tantangan dalam
Berpartisipasi dalam Komunitas Nebengers, dan 4) Tantangan yang dihadapi di masa Mendatang untuk
mendukung Transportasi Berkelanjutan.
a. Tujuan dan Sejarah Berdirinya
Konsep carsharing di Indonesia yang berbasis komunitas telah ada di beberapa kota besar,
seperti Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bandung, Semarang, Solo, Jogjakarta, Surabaya, Malang,
dan Lampung (nebengers.com dan Wartabuana, 2014). Komunitas ini dikenal dengan nama
NEBENGERS dan dapat diakses melalui jejaring sosial twitter (@nebengers). Nebengers berdiri pada
tahun 2011 dengan tujuan menjadi media interaksi sosial dan integrasi data, dengan memberikan solusi
masalah transportasi serta membangun komunitas yang peduli (Nebengers community profile, 2013).

Konsep yang diusung oleh nebengers ini sangat sederhana, yakni ingin memberikan kemudahan
pergerakan penumpang dengan mengoptimalkan penggunaan kendaraan pribadi tanpa harus
membebani pemerintah untuk menyediakan transportasi publik. Selain itu, dirasakannya pelayanan
penggunaan angkutan umum yang belum memadai, sedangkan ruang dalam kendaraan pribadi masih
sangat minimal, sehingga komunitas ini dimaksudkan pula untuk menjembatani pertemuan antara
pengguna kendaraan pribadi dan kendaraan umum melalui media sosial. Nebengers fokus kepada
pengelolaan komunitas yang dimulai dengan kampanye Driving Safety dan sistem sederhana dengan
berbagai tagar (hashtag) di twitter. Gerakan sosial ini kemudian berubah menjadi sebuah komunitas.
Komunitas dipilih agar masyarakat dapat saling mengenal, membentuk jaringan sosial keamanan
berdasarkan dengan domisili tempat tinggal. Oleh karena itu, calon penyedia dan pengguna jasa
komunitas harus mengakses jejaring sosial tersebut untuk dapat ikut serta menjadi penyedia maupun
pengguna jasa.
Konsep komunitas fasilitator transportasi nebengers ini memiliki 5 nilai yang ingin
dikembangkan, yakni 1) pengembangan komunitas, yang menekankan pada masyarakat yang memiliki
kepedulian lebih agar dalam penggunaan kendaraan pribadi dapat efisien 2) transportasi hijau, yang
diwujudkan agar kota-kota besar di Indonesia tidak terpaku pada 3) keselamatan berkendara, agar
dengan adanya penumpang lain yang belum dikenal terlebih dahulu dapat meningkatkan kesadaran
pengemudi agar menjadi lebi berhati-hati 4) teknologi, karena untuk bergabung dalam komunitas ini
memerlukan akses terhadap media social yang baik, terutama di twitter, maka pengguna harus aktif dan
tanggap teknologi untuk mencari atau menyediakan jasa yang diperlukan, 5) Meningkatkan nilai sosial,
yakni sikap saling peduli dari kelebihan akses seat kosong bertransportasi & kekurangan.
Sementara itu, manfaat yang dapat dirasakan secara langsung oleh penyedia dan pengguna jasa
komunitas ini antara lain 1) Membantu mengurangi biaya perjalanan, 2) Menambah relasi, 3) Jadwal
dan lokasi berangkat maupun tujuan menjadi lebih fleksibel jika dibandingkan dengan moda
transportasi publik, 4) Mengoptimalkan penggunaan ruang dalam kendaraan pribadi. Hal tersebut
secara tidak langsung dapat memberikan penanaman nilai-nilai yang digagas dan diharapkan dapat
berkembang pada pola pikir masyarakat.

Gambar 1 Pengembangan Nilai-nilai pada Komunitas Nebengers


Sumber: Car(e) sharing Nebengers (http://s3.amazonaws.com/ppt-download/nebengers-130327063612phpapp01.pdf?response-contentdisposition=attachment&Signature=hrp3LVDmA046cNHfFtqqbz8H2B4%3D&Expires=1418473829&AWSAc
cessKeyId=AKIAIA7QTBOH2LDUZRTQ)

b. Pihak-pihak yang terlibat


Pihak yang terlibat dalam komunitas nebengers ini pada awalnya berupa pendiri-pendirinya dan
kemudian semakin bertambah dari social media yang ada tetapi belum terbentuk komunitas secara nyata
dan hanya focus pada media social. Namun, karena pengguna dan anggota komunitas nebengers ini
telah semakin banyak dan agar komunitas ini menjadi lebih dikenal dan memiliki sejumlah, maka
diperlukan pengembangan komunitas berdasarkan kota-kota yang menjadi partisipan. Untuk menjadi
anggota dalam komunitas dan dapat berpartisipasi, maka terlebih dahulu harus mendaftar di website
yang telah tersedia.
c. Tantangan dalam Berpartisipasi dalam Komunitas Nebengers
Tantangan yang dihadapi calon pengguna jasa (pencari tebengan) terhadap penyedia jasa
tumpangan maupun sebaliknya adalah permasalahan keamanan dan pembentukan kepercayaan.
Website dan profil dari komunitas ini pada dasarnya telah mencantumkan agar sebagai pengguna
maupun penyedia jasa tidak salah dalam memilih. Pembentukan kepercayaan ini dapat dibentuk dari
pembentukan identifikasi terhadap profil serta media social yang bersangkutan. Selain itu berdasarkan
wawancara terhadap beberapa pengguna jasa ini menyebutkan bahwa.
Dalam membangun kepercayaan terhadap satu sama lain, maka akan saya lihat
terlebih dahulu akun jejaring sosialnya, dalam hal ini adalah twitter. Berdasarkan
profil, jumlah relasi di media sosial tersebut, dan pola pikir yang secara
keseluruhan dapat tergambar pada media social yang dimiliki. Selain itu, jika hal
tersebut dirasakan belum cukup, kami akan mengakses beberapa media sosial
lainnya.
Berdasarkan hal tersebut, tentunya sangat penting untuk mengetahui dan mencari tahu terlebih
dahulu calon penyedia atau pengguna jasa sebelum menyatakan kesediaan untuk turut serta
berpartisipasi dalam kegiatan komunitas ini agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Oleh karena
itu, pembentukan dan penggambaran citra di media sosial sangat diperhatikan dan menjadi
pertimbangan utama agar dapat bergabung dengan komunitas ini. Tantangan lainnya yang dirasakan
adalah mengesampingkan rasa takut untuk ikut serta dalam komunitas ini. Selain itu, mempersilakan
pihak-pihak yang belum dikenal dalam zona nyaman dalam hal ini adalah kendaraan pribadi tentunya
juga bukan merupakan hal yang mudah. Hal tersebut diperkuat oleh pihak-pihak yang tidak
berpartisipasi dalam komunitas ini yang menyatakan bahwa.
Jabodetabek merupakan kawasan metropolitan yang sangat besar dan luas
dengan jumlah penduduk yang beragam dan besar pula. Selain itu, dirasakan
bentuk kriminalitas di kota-kota besar jauh lebih variatif dan cerdik. Oleh karena
itu, tentunya akan sangat berhati-hati dalam bertindak, terutama ketika pihak
yang tidak dikenal mengakses kepemilikan pribadi. dalam hal ini kendaraan
bermotor. Tidak hanya itu, bahkan ketika berada pada moda transportasi umum
pun, dirasakan bahwa untuk kota-kota besar harus lebih berhati-hati dan

waspada. Oleh karena itu, dengan alasan keamanan saya akan membatasi
interaksi dengan pihak-pihak yang belum dikenal.
Berdasarkan opini tersebut, maka disadari bahwa hal yang menjadi kendala dalam
berpartisipasi dalam komunitas ini adalah tidak adanya jaminan keamanan yang legal. Seluruhnya
hanya berbasis pada kepercayaan yang dibentuk dari media sosial yang ada sebagai alat komunikasi
utama antar penyedia dan pengguna jasa. Selain itu, diyakininya tingkat kriminalitas di kota besar yang
semakin tinggi dan beragam merupakan hambatan terbesar untuk dapat berpartisipasi dalam komunitas
ini. Fungsi komunitas nebengers sebagai fasilitator sangat penting dalam pembangunan kepercayaan
dan meyakinkan antara pengguna dan penyedia jasa. Hingga saat ini, untuk dapat berpartisipasi pada
komunitas ini terdapat beberapa tahapan yang harus ditempuh oleh calon pengguna dan penyedia jasa.

Registrasi di Website
yang tersedia
(nebengers.com)

Kirimkan
permintaan atau
tawaran sesuai
prosedur

Memiliki akun
twitter dan ikuti
akun @nebengers

Pihak Komunitas
dan Manajemen
Nebengers akan
memutuskan apakah
dapat
berpartisipasi/tidak
dengan
mengobservasi
jejaring sosial yang
pengguna miliki

Interaksi dilanjutkan
kepada masingmasing penyedia dan
pengguna jasa
nebengers setelah
diverifikasi oleh
pihak manajemen.

Gambar 2 Alur untuk Berpartisipasi Dengan Komunitas Nebengers


Sumber: Data Diolah (nebengers.com)
Oleh karena itu, pihak manajemen dari komunitas nebengers ini harus sangat berhati-hati dalam
pemilihan penyedia dan pengguna jasa.
d. Tantangan yang dihadapi di Masa Mendatang untuk Mendukung Transportasi Berkelanjutan
Tantangan yang dihadapi nebengers sebagai salah satu komunitas yang memfasilitasi
kebutuhan pergerakan masyarakat antara lain.
1) Beralihnya pengguna twitter ke media-media sosial yang baru
Walaupun jumlah statistik yang mengetahui komunitas ini semakin meningkat, tetapi perlu
disadari bahwa media sosial merupakan media yang sangat cepat perkembangan dan
perubahannya. Hal tersebut tentunya mengharuskan pihak manajemen dan komunitas tanggap
dan peka terhadap jenis media sosial yang berkembang. Selain itu, diperlukan media yang
diyakini secara jangka panjang dapat memudahkan dalam mengakses komunitas nebengers ini.
Hal ini juga dikemukakan oleh pendiri komunitas Nebengers Andreas Aditya sebagai berikut.
Sekarang, saya merasa kesulitan menemukan tebengan/penebeng. Saya
rasa ini karena twitter yang kita gunakan sudah tidak efektif. Media
komunikasi whatsapp terbatas hanya 50 orang di dalamnya. Kemudian
masih banyak orang yang belum berani namun mau ikutan(terlihat
dengan

jumlah

followers

nebengers

yang

bertambah).

(http://andreasaditya.tumblr.com/)
Oleh karena itu, pada saat ini dikembangkan beberapa inovasi untuk meningkatkan dan
mempertahankan aksesibilitas terhadap komunitas nebengers, yakni aplikasi yang dapat

digunakan di smartphone, yang disebut sebagai Nebengers 2.0 yang memberikan data actual
sebagai media bertukar informasi penyedia dan pengguna jasa (beri/cari tebengan). Dengan
membangun aplikasi berbasis social media, location based-map, diharapkan memperluas
jaringan pengguna nebengers, mempermudah menemukan tebengan & peningkatan keamanan.
Hal ini dapat menjadi lebih mudah untuk melakukan transaksi melalui fitur chat karena semua
data akan tersimpan, serta gamifikasi membuat pengguna dapat berinteraksi sosial, baik secara
online maupun offline.
2) Tidak adanya kekuatan hukum
Adanya legalitas hukum tentunya akan memudahkan bagi komunitas dalam membentuk
jaringan yang lebih luas. Melihat fungsi dari Komunitas Nebengers ini pada dasarnya dapat
digolongkan sebagai salah satu bentuk usaha penyedia jasa walaupun tidak memiliki moda
transportasi yang dapat digunakan dan hanya berbasis pada media social. Jika dikaji
berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 8 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan dan
Pengusahaan Angkutan Multimoda, kedudukan Komunitas Nebengers masih belum dapat
tergambarkan dan terjelaskan. Angkutan Multimoda yang dimaksud ini ialah angkutan barang
dengan menggunakan paling sedikit 2 (dua) moda angkutan yang berbeda atas dasar 1 (satu)
kontrak sebagai dokumen angkutan multimoda dari satu tempat diterimanya barang oleh badan
usaha angkutan multimoda ke suatu tempat yang ditentukan untuk penyerahan barang kepada
penerima barang angkutan multimoda. Komunitas Nebengers ini juga tidak dapat digolongkan
sebagai usaha angkutan multimoda karena tidak adanya angkutan yang dimiliki atau
dioperasikan.
3) Sistem Manajemen dan Pembiayaan yang Terintegrasi dan Kreatif
Sistem manajemen komunitas ini merupakan hal yang terpisah dari pemerintah, oleh karena
itu, untuk mencapai manajemen yang dapat terintegrasi dengan baik, saat ini pihak manajemen
nebengers mengalihkan haluan menuju sistem yang lebih baik dengan menjadikan Komunitas
Nebengers sebagai sebuah bisnis yang tetap mengedepankan nilai-nilai lingkungan. Sistem
manajemen harus selalu tanggap akan perkembangan teknologi dan media-media sosial yang
dapat memberikan input untuk peluang pengembangan jasa transportasi berbasis komunitas ini.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan dan pengamatan terhadap perkembangan komunitas
Nebengers, diketahui bahwa Komunitas Nebengers ini masih terkonsentrasi untuk
meningkatkan sistem manajemen secara independen tanpa adanya bantuan pemerintah. Hal
tersebut terlihat dari berbagai upaya yang dilakukan dari pihak manajemen dan Komunitas
Nebengers yang secara terus menerus melakukan inovasi dan perbaikan sistem. Berdasarkan
wawancara yang dilakukan terhadap beberapa pengguna Komunitas Nebengers terkait dengan
upaya melegalkan Komunitas Nebengers dalam segi hokum, berikut merupakan pernyataan dan
persepsi pengguna.

Tentu akan lebih baik jika Komunitas nebengers memiliki kekuatan


hukum sehingga tidak ada pihak yang akan meragukan komunitas ini.
Namun, urgensi dari penerapan dan pelegalan Komunitas Nebengers
saat ini belum terlalu dibutuhkan. Mengingat, komunitas ini terus
berkembang dan tidak memiliki moda angkutan yang dimiliki secara
pribadi. Oleh karena itu, akan lebih sulit untuk melegalkannya karena
Komunitas nebengers ini pun belum dapat digolongkan sebagai
Perusahaan Angkutan Multimoda atau sebenarnya dapat dikatakan
angkutan-angkutan yang tersedia dari komunitas ini merupakan sukarela
dari penyedia jasa yang memiliki kendaraan pribadi atau kalau dapat
dikatakan merupakan angkutan bodong.
Selain itu, untuk pembiayaan, Komunitas ini sangat bergantung pada sponsor dan
donatur. Oleh karena itu, langkah-langkah yang diambil untuk memperluas jaringan Komunitas
Nebengers ini pun masih terbatas akibat adanya kendala dana tersebut.
4) Tidak terukurnya manfaat Car-sharing dalam Komunitas Nebengers dan Lingkungan Skala
Makro
Sulit untuk menyatakan bahwa konsep car-sharing yang diusung oleh komunitas Nebengers ini
memiliki dampak positif. Hal ini karena masih minimnya kajian-kajian yang dilakukan dan
rendahnya yang berpartisipasi dalam komunitas nebengers. Apabila dikaji secara keseluruhan,
maka tentunya dapat mengurangi kepemilikan kendaraan bermotor dan kebutuhan lahan parkir
yang menurun. Berdasarkan pengamatan terhadap pengguna Komunitas ini, dapat diketahui
bahwa karakteristik pengguna sebagian besar memiliki tingkat mobilitas yang tinggi, baik
untuk bekerja, sekolah, maupun belanja.

Gambar 3 Manfaat Car-Sharing


Sumber: TCRP Report; Car Sharing Where and How it Success, 2005

Pustaka yang telah ada mengenai manfaat car-sharing ini telah mencakup kedetailan hingga
dapat diketahui jenis kendaraan yang dapat mengurangi emisi karbon atau penggunaan

kendaraan elektrik dapat menjadi salah satu alternatif. Namun, jika dilihat kemungkinan
penerapan penggunaan kendaraan ramah lingkungan dalam komunitas Nebengers, masih jauh
dari peluang untuk penerapan kendaraan ramah lingkungan. Hal ini dikarenakan fungsi
Komunitas Nebengers sebagai fasilitator dan penyedia moda transportasi sepenuhnya
bergantung pada anggota komunitas yang bersedia menjadi penyedia jasa.
7. Kesimpulan
Berdasarkan penerapan di Negara lain, konsep dan metode car-sharing ini merupakan konsep
yang sangat diyakini dapat memberikan dampak positif dalam mengoptimalkan kendaraan pribadi. Hal
tersebut jelas terlihat dari prosedur dan kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan. Selain itu, konsep
car-sharing di Negara lain telah diidentifikasi secara mendalam dimana dapat dilihat berbagai studi
kasus dan riset mengangkat mengenai tema ini, terutama pengukuran terhadap dampak-dampak fisik,
seperti efisiensi energy, lingkungan, dan kapasitas jaringan jalan. Hal tersebut kemudian dapat dijadikan
sebagai salah satu input dalam kebijakan pengembangan transportasi berkelanjutan lainnya.
Namun, pada studi kasus yang terdapat di Indonesia, hingga saat ini hanya terdapat satu
komunitas yang cukup terorganisir untuk menerapkan konsep car-sharing ini. Pengembangan carsharing di Indonesia merupakan bentuk inisiasi dari komunitas dan masyarakat yang peduli terhadap
kemacetan yang telah terjadi di kota besar. Terdapat beberapa elemen perbaikan kegiatan yang dapat
dilakukan oleh Komunitas Nebengers, yakni (i) melakukan negosiasi kontrak di tingkat nasional, (ii)
Meningkatkan sosialisasi di media cetak dan elektronik, maupun pembentukan komunitas-komunitas
yang lebih kecil berdasarkan distrik, (iii) standarisasi kuat prosedur, dan (iv) homogenitas tinggi di
tingkat layanan yang ditawarkan.

8. Daftar Pustaka
Burlando Claudia. 2012. A Comparison of Car Sharing Organizational Models: An Analysis of Feasible
Efficiency Increase through a Centralized Model. Review of Economics & Finance Submitted
on

16/Nov./2011

Article

ID:

1923-7529-2012-02-53-12.

(Online,

http://www.bapress.ca/Journal7/A%20Comparison%20of%20Car%20Sharing%20Organizational%20Models%20-%20An%20Analysis%20of%20Feasible%20Efficiency%20Increase%20through%20a%20Ce
ntralized%20Model.pdf)
Cervero R, Tsai Y. City CarShare in San Francisco, California: second-year travel demand and car
ownership impacts. Transport Res Rec 2004;1887:11727.
Firnkorn, J. & Mller, M., 2011. What will be the environmental effects of new free-floating car-sharing
systems? The case of car2go in Ulm. Ecological Economics, 70, pp. 15191528. Available at:
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0921800911001030.
Meijkamp, R. (1998). Changing consumer behavior through eco-efficient services: an empirical study
on car-sharing in the Netherlands. Business Strategy and the Environment 7, 234 - 244.

Melo, S., & Rolim, C. (2011). Estimating the potential market of car-sharing on freight transport, EURO
Nectar Conference Smart Networks, Smooth Transport, Smiling People, Antwerp.
MobCarsharing (2013). Information prvided by MobCarsharing.
Musso, Antonio, et al. 2012. Car-sharing in Rome: a Case Study to Support Sustainabile Mobility.
(www.sciencedirect.com)
Nathani C, Schleich J, Walz R. Is car sharing a sustainable strategy? In: 2001 Summer study
proceedings. Stockholm: European Council for an Energy Efficient Economy; 2001.
Patrcia Baptista, Sandra Melo, Catarina Rolim. 2014. Energy, environmental and mobility impacts of
car-sharing

systems.

Empirical

results

from

Lisbon,

Portugal.

(Online,

www.sciencedirect.com)
Shaheen, S., Cohen, A., 2008. Worldwide Carsharing Growth: An International Comparison.
Transportation Research Record: Journal of the Transportation Research Board, No. 1992,
Transportation Research Board of the National Academies, Washington, D.C., 2007, pp. 81
89. Available at: <http://escholarship.org/uc/item/1139r2m5>.
Wilke, G., Bhler, S., Bongardt, D., Schfer-Sparenberg, C., 2007. Zukunft des Car-Sharing in
Deutschland. Wuppertal Institute for Climate, Environment and Energy, Wuppertal. Available
at: <http://www.wupperinst.org/uploads/tx_wiprojekt/Zukunft_Car-Sharing.pdf> .

Anonim. 2005. TCRP Report; Car Sharing Where and How it Success. (Online,
https://books.google.co.id/books?id=DDxB61imYzkC&pg=SA3-PA45&lpg=SA3PA45&dq=Carsharing+organizations:+The+size+of+the+market+segment+and+revealed+change+in
+mobility+behavior&source=bl&ots=ntHpl2YKw8&sig=nWVgqqhWEVLKneTNzEl
dMSz55wg&hl=id&sa=X&ei=eWSPVKq4GTamAXEtoKQDA&redir_esc=y#v=onepage&q&f=false)
Peraturan Menteri Perhubungan No. 8 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan
Angkutan Multimoda
www.nebengers.com
www.youtube.com
http://andreasaditya.tumblr.com/
http://www.wartabuana.com/read/39270-nebengers-numpang-mobil-bayar-burjo.html
http://s3.amazonaws.com/ppt-download/nebengers-comprof2013-130813205148phpapp02.pdf?response-contentdisposition=attachment&Signature=EydeSldylfXEE%2F8DpcHICzIjbTQ%3D&Expires=141847378
2&AWSAccessKeyId=AKIAIA7QTBOH2LDUZRTQ

Anda mungkin juga menyukai