Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

THALASEMIA
A. Definisi
Thalasemia merupakan penyakit kelainan darah bawaan yang
ditandai dengan defisiensi jumlah produksi rantai globin yang spesifik
dalam hemoglobin (Hockenberry & Wilson, 2009). Menurut Potts dan
Mandleco (2007) thalasemia adalah gangguan genetik autosom resesif
yang diturunkan, dengan karakteristik adanya gangguan sintesis rantai
hemoglobin. Thalasemia adalah sekelompok gangguan darah yang
diturunkan, yang disebabkan karena adanya defek pada sintesis satu atau
lebih rantai hemoglobin (Muncie & Campbell, 2009).
B. Manifestasi klinis
Pada penderita thalasemia, menurut James dan Ashwill (2007)
akan ditemukan beberapa kelainan diantaranya:
1. Anemia dengan gejala seperti pucat, demam tanpa penyebab yang jelas,
tidak nafsu makan, infeksi berulang dan pembesaran limpa/hati.
2. Anemia progresif yang ditandai dengan hipoksia kronis seperti nyeri
kepala, nyeri precordial, tulang, penurunan toleransi terhadap latihan,
lesu dan anorexia.
3. Perubahan pada tulang, tulang akan mengalami penipisan dan
kerapuhan akibat sumsum tulang yang bekerja keras untuk memenuhi
kebutuhan kekurangan hemoglobin dalam sel darah. Hal ini terjadi pada
tulang kepala, frontal, parietal, molar yang menjadi lebih menonjol,
batang hidung menjadi lebih datar atau masuk ke dalam dengan tulang
pipi yang menonjol. Keadaan ini disebut facies cooley, yang merupakan
ciri khas thalasemia mayor.

C. Penyebab
Thalasemia adalah penyakit herediter yang diturunkan orang tua
1 | L APORAN PENDAHU LUAN THAL ASEMIA

kepada anaknya. Anak yang mewarisi gen thalasemia dari salah satu
orangtua dan gen normal dari orang tua yang lain adalah seorang pembawa
(carriers). Anak yang mewarisi gen thalasemia dari kedua orangtuanya
akan menderita thalasemia sedang sampai berat (Muncie & Campbell,
2009).
Kelainan yang akan ditemukan pada penderita thalasemia adalah
gangguan sintesis jumlah hemoglobin pada rantai alpha atau rantai beta
sehingga hemoglobin yang terbentuk dalam sel darah merah mempunyai
jumlah rantai protein yang tidak sempurna (kekurangan atau tidak
mempunyai rantai protein). Dalam satu sel darah merah yang normal
mengandung 300 molekul hemoglobin yang akan mengikat oksigen.
Hemoglobin adalah protein sel darah merah (SDM) yang membawa
oksigen. Dalam satu hemoglobin mempunyai empat rantai polipeptida
(dua rantai alpha dan dua rantai beta), yang didalamnya terdapat empat
kompleks heme dengan ikatan besi (Fe), dan empat sisi pengikat oksigen.
Hasil pemeriksaan darah penderita thalasemia akan menunjukkan
jumlah hemoglobin yang kurang dan jumlah SDM yang lebih sedikit dari
normal sehingga akan terjadi suatu keadaan anemia derajat ringan sampai
berat. Keadaan anemia ini yang akan menyebabkan penderita thalasemia
membutuhkan tranfusi darah yang harus dilakukan secara rutin dan teratur.
D. Klasifikasi
Thalasemia dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis rantai
hemoglobin yang mengalami gangguan menjadi thalasemia alfa dan beta.
Sedangkan

berdasarkan

jumlah

gen

yang

mengalami

gangguan,

Hockenberry dan Wilson (2009) mengklasifikasikan thalasemia menjadi:


1. Thalasemia Minor (Trait)
Thalasemia minor merupakan keadaan yang terjadi pada seseorang
yang sehat namun orang tersebut dapat mewariskan gen thalasemia
pada anak-anaknya. Thalasemia trait sudah ada sejak lahir dan tetap
akan ada sepanjang hidup penderita. Penderita tidak memerlukan
tranfusi darah dalam hidupnya.
2. Thalasemia Intermedia
2 | L APORAN PENDAHU LUAN THAL ASEMIA

Thalasemia intermedia merupakan kondisi antara thalasemia mayor


dan minor. Penderita thalasemia intermedia mungkin memerlukan
transfusi darah secara berkala, dan penderita thalasemia jenis ini dapat
bertahan hidup sampai dewasa.
3. Thalasemia Mayor
Thalasemia jenis ini sering disebut Cooley Anemia dan terjadi
apabila kedua orangtua mempunyai sifat pembawa thalasemia (carrier).
Anak-anak dengan thalasemia mayor tampak normal saat lahir, tetapi
akan menderita kekurangan darah pada usia 3-18 bulan. Penderita
thalasemia mayor akan memerlukan tranfusi darah secara berkala
seumur hidupnya dan dapat meningkatkan usia hidup hingga 10-20
tahun. Namun apabila penderita tidak dirawat, penderita thalasemia ini
hanya bertahan hidup sampai usia 5-6 tahun (Potts & Mandleco, 2007).
E. Patofisiologi
Darah manusia terdiri dari 2 komponen utama yaitu plasma darah
dan sel darah. Plasma darah sebagian besar terdiri dari air, sedangkan sel
darah terdiri dari sel darah merah (SDM), sel darah putih (leukosit) dan
trombosit (platelet). Setiap komponen darah mempunyai fungsi spesifik
dan secara bersamaan akan mendukung darah menjalankan fungsinya
dalam membawa substansi yang dibutuhkan dalam metabolisme sel di
jaringan, mengatur keseimbangan asam basa tubuh, dan melindungi tubuh
terhadap infeksi dan luka (McCance, 2002 dalam Potts & Mandleco,
2007).
Sel darah merah (SDM) mempunyai fungsi utama untuk
menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh dan hal ini dimungkinkan
karena bentuk, ukuran dan strukturnya. Kemampuan SDM untuk
menyuplai oksigen didukung oleh adanya hemoglobin (Hb) yang
berlimpah dalam darah, dimana dalam sebuah SDM terdapat 300 molekul
hemoglobin. Dalam satu hemoglobin mempunyai empat rantai polipeptida
(dua rantai alpha dan dua rantai beta), yang didalamnya terdapat empat
kompleks heme dengan ikatan besi (Fe), dan empat sisi pengikat oksigen
3 | L APORAN PENDAHU LUAN THAL ASEMIA

(Potts & Mandleco, 2007).


Pada thalasemia terjadi

gangguan

jumlah

sintesis

rantai

hemoglobin, yaitu pada rantai alpha atau rantai beta (berdasarkan rantai
globin yang terkena) dan mayor atau minor tergantung pada banyaknya
jumlah gen yang mengalami gangguan. Dari semua jenis thalasemia, beta
thalasemia mayor merupakan jenis yang tersering dialami oleh anak-anak
(Kline, 2002).
Pada beta thalasemia mayor (sering disebut thalasemia mayor)
terdapat defisiensi parsial atau total sintesis rantai beta molekul
hemoglobin. Sebagai akibatnya terdapat kompensasi berupa peningkatan
sintesis rantai alpha, sementara produksi rantai gamma tetap aktif sehingga
akan menghasilkan pembentukan hemoglobin yang tidak sempurna
(cacat). Rantai polipeptida yang tidak seimbang ini sangat tidak stabil dan
ketika terurai akan merusak sel darah merah (hemolisis) sehingga terjadi
anemia berat. Untuk mengimbangi proses hemolisis, sumsum tulang akan
membentuk eritrosit dengan jumlah yang sangat berlimpah kecuali jika
fungsi sumsum tulang disupresi melalui terapi transfusi (Hockenberry &
Wilson, 2009). Zat besi yang berlebihan akibat hemolisis sel darah merah
tambahan dari transfusi dan akibat penghancuran sel-sel darah merah cacat
dengan cepat akan tersimpan dalam berbagai organ tubuh (hemosiderosis).
Thalasemia merupakan penyakit keturunan, apabila kedua orangtua
penderita thalasemia trait maka dalam setiap kehamilan ada kemungkinan
sebesar 25% mereka akan mempunyai anak dengan darah yang normal,
50% kemungkinan penderita thalasemia trait dan 25% kemungkinan
menderita thalasemia mayor (Cooleys Anemia Foundation, 2011), seperti
yang dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

4 | L APORAN PENDAHU LUAN THAL ASEMIA

Gambar 1. Kemungkinan pewarisan thalasemia


Sumber : The Thalassemia. Oliviery, N. (1999)
F. Pathway
G. Pemeriksaan Penunjang
Untuk memastikan diagnosa thalasemia maka pemeriksaan yang dapat
dilakukan diantaranya:
1. Laboratorium meliputi hematologi rutin (mengetahui kadar Hb dan
ukuran sel-sel darah), gambaran darah tepi (melihat bentuk, warna, dan
kematangan sel-sel darah), feritin/ serum iron (melihat status/kadar
besi),

dan

analisis

hemoglobin

(menegakkan

diagnosis

dan

menentukan jenis thalasemia).


2. Pemeriksaan DNA, untuk mendiagnosis kelainan genetik prenatal pada
janin.
3. Bone Marrow Punction (BMP), akan memperlihatkan perubahan sel-sel
darah berdasarkan jumlah, ukuran dan bentuk yang akan membantu
membedakan jenis thalasemia yang diderita pasien.
H. Penatalaksanaan
Pengobatan untuk menyembuhkan thalasemia belum ditemukan, namun
secara umum penatalaksaan untuk penyakit thalasemia (James & Ashwill,
2007; Potts & Mandleco, 2007; Hockenberry & Wilson, 2009) adalah :
1.

Transfusi darah (TD)


Transfusi darah dilakukan secara teratur dan rutin, untuk menjaga
kesehatan dan stamina penderita thalasemia, sehingga penderita tetap
bisa beraktivitas. Tranfusi akan memberikan energi baru kepada
penderita karena darah dari transfusi mempunyai kadar hemoglobin

5 | L APORAN PENDAHU LUAN THAL ASEMIA

normal yang mampu memenuhi kebutuhan tubuh penderita. Transfusi


dilakukan apabila kadar hemoglobin penderita <7 mg/dL (Dubey,

6 | L APORAN PENDAHU LUAN THAL ASEMIA

Parakh & Dublish, 2008), dan dilakukan untuk mempertahankan kadar


hemoglobin diatas 9,5 gr/dL (Hockenberry & Wilson, 2009). Durasi
waktu antar transfusi darah antara 2-4 minggu, tergantung pada berat
badan anak, usia, dan aktivitas anak.

2.

Konsumsi obat kelasi besi


Obat kelasi besi diberikan untuk mengeluarkan zat besi dari tubuh
penderita yang terjadi akibat transfusi darah secara teratur dan rutin
dalam jangka waktu lama. Obat kelasi besi yang umum digunakan
adalah desferal (Morris, Singer & Walters, 2006 dalam Hockenberry
dan Wilson, 2009), yang diberikan secara sub kutan (dibawah kulit)
bersamaan atau setelah transfusi darah.

3.

Cangkok sumsum tulang


Pencangkokan sumsum tulang dilakukan untuk meminimalisasi
kebutuhan seumur hidup penderita thalasemia terhadap transfusi darah
(Potts & Mandleco, 2007). Dengan melakukan pencangkokan sumsum
tulang maka jaringan sumsum tulang penderita diganti dengan
jaringan sumsum donor yang cocok, yang biasanya adalah saudara
kandung atau orangtua penderita. Pencangkokan sumsum tulang ini
sebaiknya dilakukan sedini mungkin, yaitu pada saat anak belum
mengalami kelebihan kadar zat besi akibat transfusi darah, karena
transfusi darah akan memperbesar kemungkinan untuk terjadinya
penolakan terhadap jaringan sumsum tulang donor.

4.

Cangkok cord blood


Sama dengan cangkok sumsum tulang, namun stem sel yang
digunakan diambil dari plasenta atau tali pusat dari donor yang cocok.
Donor cord blood ini tidak harus mempunyai hubungan genetik yang
dekat, dan mempunyai kemungkinan yang lebih kecil terhadap
penolakan (CAF & Linker, 2001 dalam Hockenberry dan Wilson,
2009).

7 | L APORAN PENDAHU LUAN THAL ASEMIA

I. Pengkajian
1. Asal Keturunan / Kewarganegaraan
Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa di sekitar
laut Tengah (Mediteranial) seperti Turki, Yunani, dll. Di
Indonesia sendiri, thalasemia cukup banyak dijumpai
pada anak, bahkan merupakan penyakit darah yang
paling banyak diderita.
2. Umur
Pada penderita thalasemia

mayor

yang

gejala

klinisnya jelas, gejala telah terlihat sejak anak berumur


kurang dari 1 tahun, sedangkan pada thalasemia minor
biasanya anak akan dibawa ke RS setelah usia 4 tahun.
3. Riwayat Kesehatan Anak
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran
pernapasan atas atau infeksi lainnya. Ini dikarenakan
rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport.
4. Pertumbuhan dan Perkembangan
Seirng didapatkan data adanya kecenderungan
gangguan

terhadap

tumbang

sejak

masih

bayi.

Terutama untuk thalasemia mayor, pertumbuhan fisik


anak,

adalah

kecil

untuk

umurnya

dan

adanya

keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak


ada pertumbuhan ramput pupis dan ketiak, kecerdasan
anak juga mengalami penurunan. Namun pada jenis
thalasemia minor, sering terlihat pertumbuhan dan
perkembangan anak normal.
5. Pola Makan
Terjadi anoreksia sehingga anak sering susah makan,
sehingga BB rendah dan tidak sesuai usia.
6. Pola Aktivitas

8 | L APORAN PENDAHU LUAN THAL ASEMIA

Anak

terlihat

lemah

dan

tidak

selincah

anak

seusianya. Anak lebih banyak tidur/istirahat karena anak


mudah lelah.
7. Riwayat Kesehatan Keluarga
Thalasemia merupakan penyakit kongenital, jadi
perlu diperiksa apakah orang tua juga mempunyai gen
thalasemia. Jika iya, maka anak beresiko terkena
talasemia mayor.

8. Riwayat Ibu Saat Hamil (Ante natal Core ANC)


Selama masa kehamilan, hendaknya perlu dikaji
secara

mendalam

adanya

faktor

resiko

talasemia.

Apabila diduga ada faktor resiko, maka ibu perlu


diberitahukan resiko yang mungkin sering dialami oleh
anak setelah lahir.
9. Data Keadaan Fisik Anak Thalasemia

a. KU

= lemah dan kurang bergairah, tidak selincah

anak lain yang seusia.


b. Kepala dan bentuk

muka.

Anak

yang

belum

mendapatkan pengobatan mempunyai bentuk khas,


yaitu kepala membesar dan muka mongoloid (hidung
pesek tanpa pangkal hidung), jarak mata lebar,
tulang dahi terlihat lebar.
Mata dan konjungtiva pucat dan kekuningan

c.
d. Mulut dan bibir terlihat kehitaman
e. Dada, Pada inspeksi terlihat dada

kiri menonjol

karena adanya pembesaran jantung dan disebabkan

f.

oleh anemia kronik.


Perut, Terlihat pucat, dipalpasi ada pembesaran limpa

dan hati (hepatospek nomegali)


g. Pertumbuhan fisiknya lebih kecil daripada normal
sesuai usia, BB di bawah normal
9 | L APORAN PENDAHU LUAN THAL ASEMIA

h. Pertumbuhan

organ seks sekunder untuk anak pada

usia pubertas tidak tercapai dengan baik. Misal tidak


tumbuh rambut ketiak, pubis ataupun kumis bahkan
mungkin anak tidak dapat mencapai tapa odolense

i.

karena adanya anemia kronik.


Kulit, Warna kulit pucat kekuningan, jika anak telah
sering mendapat transfusi warna kulit akan menjadi
kelabu seperti besi. Hal ini terjadi karena adanya
penumpukan

zat

besi

dalam

jaringan

kulit

(hemosiderosis).

J. Diagnosa Keperawatan
1 Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan
berkurangnya komponen seluler yang menghantarkan
oksigen/nutrisi
2 Ketidakseimbangan nutisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan
makanan
3 Intoleransi

dengan

ketidak

aktivitas

ketidakseimbangan

antara

mampuan

mencerna

berhubungan

dengan

suplai

dengan

oksigen

kebutuhan oksigen
4 Kecemasan (orang tua) b.d kurang pengetahuan
K. Intervensi Keperawatan NIC dan NOC
N
o

Diagnosa
Keperawatan

1 Ketidakefektifan
perfusi jaringan b.d
berkurangnya
komponen seluler
yang menghantarkan
oksigen/nutrisi

Rencana Keperawatan
Tujuan

Intervensi

NOC
Perfusi Jaringan :
Perifer
Status sirkulasi
Kriteria Hasil:
Klien
menunjukkan
perfusi jaringan yang

NIC
1. Monitor Tanda
Vital
Definisi:
Mengumpulkan
dan
menganalisis
sistem
kardiovaskuler,

10 | L A P O R A N P E N D A H U L U A N T H A L A S E M I A

adekuat
yang
ditunjukkan
dengan
terabanya nadi perifer,
kulit kering dan hangat,
keluaran urin adekuat,
dan tidak ada distres
pernafasan.

pernafasan dan suhu


untuk
menentukan
dan
mencegah
komplikasi
Aktifitas:
Monitor tekanan
darah , nadi, suhu
dan RR tiap 6 jam
atau sesuai indikasi
Monitor frekuensi
dan irama
pernapasan
Monitor pola
pernapasan
abnormal
Monitor suhu,
warna dan
kelembaban kulit
Monitor sianosis
perifer
2. Monitor status
neurologi
Definisi:
Mengumpulkan dan
menganalisis data
pasien untuk
meminimalkan dan
mencegah komplikasi
neurologi
Aktifitas:
Monitor ukuran,
bentuk,
simetrifitas, dan
reaktifitas pupil
Monitor tingkat
kesadaran klien
Monitor tingkat
orientasi
Monitor GCS
Monitor respon

11 | L A P O R A N P E N D A H U L U A N T H A L A S E M I A

pasien terhadap
pengobatan
Informasikan pada
dokter tentang
perubahan kondisi
pasien
3. Manajemen
cairan
Definisi:
Mempertahankan
keseimbangan cairan
dan mencegah
komplikasi akibat
kadar cairan yang
abnormal.
Aktifitas:
Mencatat intake
dan output cairan
Kaji adanya tandatanda dehidrasi
(turgor kulit jelek,
mata cekung, dll)
Monitor status
nutrisi
Persiapkan
pemberian
transfusi ( seperti
mengecek darah
dengan identitas
pasien,
menyiapkan
terpasangnya alat
transfusi)
Awasi pemberian
komponen
darah/transfusi
Awasi respon klien
selama pemberian
komponen darah
Monitor hasil

12 | L A P O R A N P E N D A H U L U A N T H A L A S E M I A

2 Ketidakseimbangan
nutisi kurang dari
kebutuhan tubuh
berhubungan dengan
ketidak mampuan
mencerna makanan

NOC
Status nutrisi
Masa berat badan
Kriteria Hasil:
Intake nutrisi pasien
adekuat
Intake makanan
pasien adekuat
Presentasi BB anak
ideal

laboratorium
(kadar Hb, Besi
serum, angka
trombosit)
NIC:
1. Management
nutrisi
Pastikan pilihan
makanan pasien
Monitor intake
nutrisi pasien
Tawarkan pasien
makanan tinggi
protein, tinggi
kalori, makanan
dan minuman yang
bergizi yang bisa
dikonsumsi
2. Management
berat badan
Diskusikan resikoresiko bila berat
badan dibawah
rata-rata ideal

3 Intoleransi
aktivitas NOC:
NIC :
1. Terapi Oksigen
berhubungan dengan
Status sirkulasi
Pertahankan
ketidakseimbangan
pasien baik
kecepatan jalan
antara suplai oksigen
Status pernafasan
nafas
dengan
kebutuhan
pasien baik
Monitor posisi
oksigen
Kriteria Hasil:
pasien
Tekanan darah sistolik
Monitor warna kulit
dalam rentang
pasien
normal
2. Disritmia
Tekanan darah
Management
diastolic dalam
Monitor dan koreksi
rentang normal
kekurangan
Tekanan nadi dalam
oksigen dan
rentang normal
ketidakseimbangan
Pernafasan pasien
13 | L A P O R A N P E N D A H U L U A N T H A L A S E M I A

dalam rentang
normal

4 Kecemasan
tua)
b.d
pengetahuan

(orang NOC :
kurang
Kontrol Kecemasan
Kriteria Hasil :
Klien mampu
mengidentifikasi dan
mengungkapkan
gejala cemas
Mengidentifikasi,
mengungkapkan, dan
menunjukkan teknik
untuk mengontrol
cemas
Vital sign (TD, nadi,
respirasi) dalam
batas normal
Postur tubuh,
ekspresi wajah,
bahasa tubuh, dan
tingkat aktivitas
menunjukkan
berkurangnya
kecemasan.

cairan
Monitor respon
hemodinamik
menuju disritmia
3. Self care
Assistance
Monitor
kemampuan
perawatan mandiri
pasien
Monitor keperluan
pasien untuk cara
adapif melakukan
personal hygiene,
berpakaian,
toileting dan
makan
NIC
1. Menurunkan
cemas
Definisi:
Meminimalkan rasa
takut, cemas, merasa
dalam bahaya atau
ketidaknyamanan
terhadap sumber yang
tidak diketahui.
Aktifitas:
Gunakan
pendekatan
dengan konsep
atraumatik care
Jangan
memberikan
jaminan tentang
prognosis penyakit
Jelaskan semua
prosedur dan
dengarkan keluhan

14 | L A P O R A N P E N D A H U L U A N T H A L A S E M I A

Menunjukkan
peningkatan
konsentrasi dan
akurasi dalam
berpikir

klien
Pahami harapan
pasien dalam
situasi stres
Temani pasien
untuk memberikan
keamanan dan
mengurangi takut
Bersama tim
kesehatan, berikan
informasi
mengenai
diagnosis, tindakan
prognosis
Anjurkan keluarga
untuk menemani
anak dalam
pelaksanaan
tindakan
keperawatan
Lakukan massage
pada leher dan
punggung, bila
perlu
Bantu pasien
mengenal
penyebab
kecemasan
Dorong
pasien/keluarga
untuk
mengungkapkan
perasaan,
ketakutan, persepsi
tentang penyakit
Instruksikan pasien
menggunakan
teknik relaksasi
(sepert tarik napas
dalam, distraksi,

15 | L A P O R A N P E N D A H U L U A N T H A L A S E M I A

dll)
Kolaborasi
pemberian obat
untuk mengurangi
kecemasan

Daftar Pustaka
Dochterman, Joanne McCloskey, dkk. 2004. Nursing Intervention Classification
Fourth Edition. Mosby
Dubey, A.P., Parakh, A. & Dublish, S. (2008). Current trends in the management
of beta thalassemia. Indian Journal of Pediatrics, 75, 739-743.
Editors, Moorhead, Sue, dkk. 2007. Nursing Outcomes Classification Fourth
Edition. Mosby
Hockenberry, M.L. & Wilson, D. (2009). Wongs essentials of pediatric nursing,
(8th ed.). St. Louis: Mosby Elsevier.
James, S.R. & Ashwill, J.W. (2007). Nursing care of children: Principles &
practic (3rd ed.) St.Louis: Saunders Elsevier.
Muncie, H.J. & Campbell, J.S. (2009). Alpha and beta thalassemia. diakses dari
http://web.ebscohost.com/ pada tanggal 9 Juni 2015.
NANDA. 2012. Dianosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.
Jakarta : EGC
Olivieri NF, Weatherall DJ. Thalassemias. In: Arceci RJ, Hann IM, Smith OP,
editors. Pediatric hematology. Australia: Blackwell Publishing; 1999.
h.281-301 .
Potts, N.L. & Mandleco, B.L. (2007). Pediatric nursing: Caring for children and
their families (2nd ed.). New York: Thomson Coorporation.
Wong, D.L., Hockenberry, M., Wilson, D., Wilkelstein, M.L., Schwartz, P. (2009).
Buku ajar keperawatan pediatrik Wong (edisi 6 vol 2). Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.

16 | L A P O R A N P E N D A H U L U A N T H A L A S E M I A

Anda mungkin juga menyukai