Anda di halaman 1dari 5

Sejarah Masuknya Islam Di Gorontalo

Gorontalo, merupakan provinsi yang dimekakarkan pada 2003 silam, namun karena
percepatan ekonmi, gorontalo bisa mandiri. terlepas dari itu, membahas masalah Sejarah Islam
Gorontalo merupakan hal yang menarik. gorontalo yang mempunyai beragam adat dan terdiri dari
lima kerajaan besar (lima pohalaa) yang akhirnya menjadi dua (duluo) merupakan daerah
kekuasaan dua kerajaan besar, yaitu kerajaan Limutu dan Hulundalo, yang pada akhirnya bisa
disatukan ketika sultan Amai memerintah Gorontalo, beliau juga merupakan orang perama yang
membwa Islam ke Gorontalo setelah pulang dari perantauannya yaitu negeri Palasa dan mengawini
Putri Owutango dari Palasa. dalam proses perkawinan itu juga cukup unik, di mana yang menjadi
persyaratannya adalah Sultan amai dan pengikutnya harus menganut agama Islam.

Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Kerajaan Gorontalo.


Dalam catatan sejarah, Gorontalo terbentuk kurang lebih 400 tahun lalu dan
merupakan salah satu kota tua di Sulawesi selain Kota Makassar, Pare-pare dan Manado.
Gorontalo pada saat itu menjadi salah satu pusat penyebaran agama Islam di Indonesia Timur
yaitu dari Ternate, Gorontalo dan Bone. Seiring dengan penyebaran agama tersebut Gorontalo
menjadi pusat pendidikan dan perdagangan oleh masyarakat di wilayah sekitar seperti
Bolaang Mongondow (Sulut), Buol Toli-Toli, Luwuk Banggai, Donggala (Sulteng) bahkan
sampai ke Sulawesi Tenggara. Gorontalo menjadi pusat pendidikan dan perdagangan karena
letaknya yang strategis menghadap Teluk Tomini (bagian selatan) dan Laut Sulawesi (bagian
utara).
Kerajaan Gorontalo mulanya berada di Kelurahan Hulawa Kecamatan Telaga sekarang,
tepatnya di pinggiran sungai Bolango. Menurut Penelitian, pada tahun 1024 H, kota Kerajaan
ini dipindahkan dari Keluruhan Hulawa ke Dungingi Kelurahan Tuladenggi Kecamatan Kota
Barat sekarang. Kemudian dimasa Pemerintahan Sultan Botutihe kota Kerajaan ini dipindahkan
dari Dungingi di pinggiran sungai Bolango, ke satu lokasi yang terletak antara dua kelurahan
yaitu Kelurahan Biawao dan Kelurahan Limba B. Dengan letaknya yang stategis yang menjadi
pusat pendidikan dan perdagangan serta penyebaran agama islam maka pengaruh Gorontalo
sangat besar pada wilayah sekitar, bahkan menjadi pusat pemerintahan yang disebut dengan
Kepala Daerah Sulawesi Utara Afdeling Gorontalo yang meliputi Gorontalo dan wilayah
sekitarnya seperti Buol Toli Toli dan, Donggala dan Bolaang Mongondow.

Sebelum masa penjajahan daerah Gorontalo berbentuk kerajaan-kerajaan yang diatur menurut
hukum adat ketatanegaraan Gorontalo dan tergabung dalam satu ikatan kekeluargaan yang disebut
"Pohala'a". Menurut Haga (1931) daerah Gorontalo ada lima pohala'a :
1.

Pohala'a Gorontalo

2.

Pohala'a Limboto

3.

Pohala'a Suwawa

4.

Pohala'a Boalemo

5.

Pohala'a Atinggola

Dengan hukum adat itu maka Gorontalo termasuk 19 wilayah adat di Indonesia.
Antara agama dengan adat di Gorontalo menyatu dengan istilah "Adat bersendikan Syara' dan
Syara' bersendikan Kitabullah". Pohalaa Gorontalo merupakan pohalaa yang paling menonjol
diantara kelima pohalaa tersebut. Itulah sebabnya Gorontalo lebih banyak dikenal.
Sebelum islam masuk ke Gorontalo, nilai budaya yang dianut kerajaan gorontalo
adalah yang berbasiskan pandangan harmoni dengan mengambil pelajaran yang ditunjukkan
oleh alam. Ini berarti penduduknya menganut kepercayaan animisme.

Awal Masuk Islam Ke Gorontalo


Peneliti sejarah sosial dari Universitas Negeri Gorontalo, Basri Amin, menjelaskan
mengenai proses masuk Islam ke Gorontalo. "'Sekitar 1525, Islam mulai masuk dalam wilayah
kerajaan ini. Islam dibawa oleh sang raja saat itu, Raja Amai," ujarnya seperti yang dilansir
kepada Republika.
Masuknya Islam pada waktu itu melalui jalur perkawinan. Bermula dari Raja
Amai yang menikahi putri dari kerajaan Palasa, bernama Owutango. Kerajaan Palasa ini
berada di Teluk Tomini dan rajanya sudah menganut agama Islam. Sang putri sendiri punya
hubungan keluarga dengan pihak kerajaan di Ternate, yang telah lebih dahulu mengenal
Islam.
Dosen Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Negeri Gorontalo, Mohammad Karmin
Baruadi, juga menjelaskan sejarah kerajaan Gorontalo dalam tulisannya yang berjudul Sendi
Adat Dan Eksistensi Sastra: Pengaruh Islam Dalam Nuansa Budaya Lokal Gorontalo. Dalam
tulisannya beliau menyebutkan bawah Tokoh yang sangat berperan dengan pemikirannya
yang religius Islami adalah istri Amai sendiri yang bernama putri raja Palasa.
Ketika Raja Amai ingin meminang putri raja Palasa, sang putri yang berasal dari kerajaan

Islam di Sulawesi Tengah inipun mengajukan beberapa persyaratan sebagai berikut :


1. Pertama, Sultan Amai dan rakyat Gorontalo harus diislamkan dan,
2. Kedua, adat kebiasaan dalam masyarakat Gorontalo harus bersumber dari Alquran.
Kedua syarat itu diterima oleh Raja Amai. Di sinilah awal Islam menjadi kepercayaan
penduduk Gorontalo, dalam tulisan Mohammad Karmin Baruadi.
Sebelum menikah Raja Amai mengumpulkan seluruh rakyatnya. Raja Amai dengan terangterangan mengumumkan diri telah memeluk agama Islam secara sah dan kemudian meminta seluruh
pengikutnya untuk melakukan pesta meriah. Pada pesta tersebut Raja Amai meminta kepada
rakyatnya untuk menyembelih babi disertai dengan pelaksanaan sumpah adat. Saat pendeklarasian
sumpah tersebut, adalah hari terakhir rakyat Gorontalo memakan babi.
Usai proses sumpah adat, Raja Amai kemudian meminta rakyatnya untuk masuk Islam dengan
membaca dua kalimat syahadat. Ia sendiri kemudian mengganti gelarnya dengan gelar raja Islam,
yaitu sultan.
Prinsip hidup baru ini, mudah diterima oleh masyarakat Gorontalo saat itu, yang tidak tersentuh oleh
Hindu-Buddha. Masyarakat merasakan tidak ada pertentangan antara adat dan Islam, namun justru
memperkuat dan membimbing pelaksanaannya.
Pada 1550, sepeninggalan Sultan Amai, jabatan kerajaan digantikan oleh putera mahkotanya,
Matolodula Kiki. Sultan kedua kesultanan Gorontalo ini menyempurnakan konsep kerajaan Islam yang
dirintis oleh ayahnya. Beliau pun melahirkan rumusan adati hula-hula'a to sara'a dan sara'a hula-

hula'a to adati, yang artinya adat bersendi syarak, syarak bersendi adat. Islam dan adat, saling
melengkapi.
Islam resmi menjadi agama kerajaan ketika kesultanan Gorontalo ada di bawah pemerintahan
Sultan Eyato. Konsepnya pun berubah, mirip dengan prinsip masyarakat Minangkabau, adat bersendi
syarak, syarak bersendi kitabullah. Di bawah kepimpinannnya, Kesultanan Gorontalo mencapai puncak
kejayaan. Bagi masyarakat Uduluwo limo lo Pohalaqa Gorontalo (serikat kerajaan di bawah dua
kerajaan Gorontalo dan Limboto), syarak kitabullah dipahami bahwa hukum dan aturan-aturan yang
berlaku bersumber dari kitab suci Alquran dan hadis Rasulullah SAW.
Pada masa itu, beberapa perubahan dilakukan, menjadi lebih Islami. Sistem pemerintahannya
kini didasarkan pada ilmu akidah atau pokok-pokok keyakinan dalam ajaran Islam.
Dalam ilmu akidah tersebut diajarkan dua puluh sifat Allah SWT, untuk itu Eyato mewajibkan
sifat-sifat itu menjadi sifat dan sikap semua aparat kerajaan mulai dari pejabat tertinggi sampai
dengan jabatan terendah. Sumpah-sumpah dan adat istiadat yang dipakai, bersumber pada Islam.
Penerapan sistem budaya Islam pada sikap dan perilaku pejabat tersebut telah mengawali
pemantapan karakteristik budaya Islam dalam kehidupan masyarakat Gorontalo.
Eyato sendiri awalnya memang seorang ahli agama dan cendekiawan. "Sebelum menjadi raja,
Eyato merupakan seorang hatibida'a yang tergolong ulama pada masa itu," tulisnya.

Struktur Pemerintahan Kerajaan Gorontalo

Struktur pemerintahan dalam kerajaan terbagi atas tiga bagian dalam suasana kerja sama yang
disebut Buatula Totolu yaitu :
1. Buatula Bantayoyang dikepalai oleh Bate yang bertugas menciptakan peraturan-peraturan dan
garis-garis besar tujuan kerajaan.
2. Buatula Bubato yang dikepalai olehRaja (Olongia) dan bertugas melaksanakan peraturan serta
berusaha menyejahterakan masyarakat.
3. Buatula Bala yang pada mulanya dikepalai oleh Pulubala, bertugas dalam bidang pertahanan dan
keamanan.

Tugas Sejarah Indonesia

Di Susun
O
L
E
H
Nama: Indah Sri N. Sango
Kelas: X-IS2

Anda mungkin juga menyukai