Gorontalo, merupakan provinsi yang dimekakarkan pada 2003 silam, namun
karena percepatan ekonmi, gorontalo bisa mandiri. terlepas dari itu, membahas masalah Sejarah Islam Gorontalo merupakan hal yang menarik. gorontalo yang mempunyai beragam adat dan terdiri dari lima kerajaan besar (lima pohalaa) yang akhirnya menjadi dua (duluo) merupakan daerah kekuasaan dua kerajaan besar, yaitu kerajaan Limutu dan Hulundalo, yang pada akhirnya bisa disatukan ketika sultan Amai memerintah Gorontalo, beliau juga merupakan orang perama yang membwa Islam ke Gorontalo setelah pulang dari perantauannya yaitu negeri Palasa dan mengawini Putri Owutango dari Palasa. dalam proses perkawinan itu juga cukup unik, di mana yang menjadi persyaratannya adalah Sultan amai dan pengikutnya harus menganut agama Islam. Dengan hukum adat itu maka Gorontalo termasuk 19 wilayah adat di Indonesia. Antara agama dengan adat di Gorontalo menyatu dengan istilah "Adat bersendikan Syara' dan Syara' bersendikan Kitabullah". Pohalaa Gorontalo merupakan pohalaa yang paling menonjol diantara kelima pohalaa tersebut. Itulah sebabnya Gorontalo lebih banyak dikenal. Sebelum islam masuk ke Gorontalo, nilai budaya yang dianut kerajaan gorontaloadalah yang berbasiskan pandangan harmoni dengan mengambil pelajaran yang ditunjukkan oleh alam. Ini berarti penduduknya menganut kepercayaan animisme.
Awal Masuk Islam Ke Gorontalo
Peneliti sejarah sosial dari Universitas Negeri Gorontalo, Basri Amin, menjelaskan mengenai proses masuk Islam ke Gorontalo. "'Sekitar 1525, Islam mulai masuk dalam wilayahkerajaan ini. Islam dibawa oleh sang raja saat itu, Raja Amai," ujarnya seperti yang dilansir kepada Republika. Masuknya Islam pada waktu itu melalui jalur perkawinan. Bermula dari Raja Amai yang menikahi putri dari kerajaan Palasa, bernama Owutango. Kerajaan Palasa ini berada di Teluk Tomini dan rajanya sudah menganut agama Islam. Sang putri sendiri punya hubungan keluarga dengan pihak kerajaan di Ternate, yang telah lebih dahulu mengenal Islam. Dosen Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Negeri Gorontalo, Mohammad Karmin Baruadi, juga menjelaskan sejarah kerajaan Gorontalo dalam tulisannya yang berjudul Sendi Adat Dan Eksistensi Sastra: Pengaruh Islam Dalam Nuansa Budaya Lokal Gorontalo. Dalam tulisannya beliau menyebutkan bawah Tokoh yang sangat berperan dengan pemikirannya yang religius Islami adalah istri Amai sendiri yang bernama putri raja Palasa. Ketika Raja Amai ingin meminang putri raja Palasa, sang putri yang berasal dari kerajaan Islam di Sulawesi Tengah inipun mengajukan beberapa persyaratan sebagai berikut : 1. Pertama, Sultan Amai dan rakyat Gorontalo harus diislamkan dan, 2. Kedua, adat kebiasaan dalam masyarakat Gorontalo harus bersumber dari Alquran. Kedua syarat itu diterima oleh Raja Amai. Di sinilah awal Islam menjadi kepercayaan penduduk Gorontalo, dalam tulisan Mohammad Karmin Baruadi. Sebelum menikah Raja Amai mengumpulkan seluruh rakyatnya. Raja Amai dengan terang-terangan mengumumkan diri telah memeluk agama Islam secara sah dan kemudian meminta seluruh pengikutnya untuk melakukan pesta meriah. Pada pesta tersebut Raja Amai meminta kepada rakyatnya untuk menyembelih babi disertai dengan pelaksanaan sumpah adat. Saat pendeklarasian sumpah tersebut, adalah hari terakhir rakyat Gorontalo memakan babi.Usai proses sumpah adat, Raja Amai kemudian meminta rakyatnya untuk masuk Islam denganmembaca dua kalimat syahadat. Ia sendiri kemudian mengganti gelarnya dengan gelar raja Islam, yaitu sultan.Prinsip hidup baru ini, mudah diterima oleh masyarakat Gorontalo saat itu, yang tidak tersentuh oleh Hindu-Buddha. Masyarakat merasakan tidak ada pertentangan antara adat dan Islam, namun justru memperkuat dan membimbing pelaksanaannya. Pada 1550, sepeninggalan Sultan Amai, jabatan kerajaan digantikan oleh putera mahkotanya, Matolodula Kiki. Sultan kedua kesultanan Gorontalo ini menyempurnakan konsep kerajaan Islam yang dirintis oleh ayahnya. Beliau pun melahirkan rumusan adati hula-hula'atosara'a dan sara'a hula-hula'ato adati, yang artinya adat bersendi syarak, syarak bersendi adat. Islam dan adat, saling melengkapi. Islam resmi menjadi agama kerajaan ketika kesultanan Gorontalo ada di bawah pemerintahan Sultan Eyato. Konsepnya pun berubah, mirip dengan prinsip masyarakat Minangkabau, adat bersendi syarak, syarak bersendi kitabullah. Di bawah kepimpinannnya, Kesultanan Gorontalo mencapai puncakkejayaan. Bagi masyarakat UduluwolimoloPohalaqa Gorontalo (serikat kerajaan di bawah dua kerajaan Gorontalo dan Limboto), syarak kitabullah dipahami bahwa hukum dan aturan-aturan yang berlaku bersumber dari kitab suci Alquran dan hadis Rasulullah SAW.Pada masa itu, beberapa perubahan dilakukan, menjadi lebih Islami. Sistem pemerintahannya kini didasarkan pada ilmu akidah atau pokok-pokok keyakinan dalam ajaran Islam. Dalam ilmu akidah tersebut diajarkan dua puluh sifat Allah SWT, untuk itu Eyato mewajibkan sifat-sifat itu menjadi sifat dan sikap semua aparat kerajaan mulai dari pejabat tertinggi sampai dengan jabatan terendah. Sumpah- sumpah dan adat istiadat yang dipakai, bersumber pada Islam. Penerapan sistem budaya Islam pada sikap dan perilaku pejabat tersebut telah mengawali pemantapan karakteristik budaya Islam dalam kehidupan masyarakat Gorontalo.Eyato sendiri awalnya memang seorang ahli agama dan cendekiawan. "Sebelum menjadi raja, Eyato merupakan seorang hatibida'a yang tergolong ulama pada masa itu," tulisnya.