Anda di halaman 1dari 8

Sejarah Kerajaan Kalingga Kerajaan Hindu-Budha Pertama di Jawa

Tengah
Sejarah kerajaan Kalingga dimulai pada abad ke-6 dan merupakan sebuah kerajaan
dengan gaya India yang terletak di pesisir utara Jawa Tengah. Belum diketahui
secara pasti dimana pusat kerajaan ini berada, tapi beberapa ahli memprediksikan
bahwa tempatnya ada di antara tempat yang sekarang menjadi Pekalongan dan
Jepara. Tidak banyak yang dapat diketahui dari kerajaan ini karena sumber sejarah
yang ada juga hampir nihil dan mayoritas catatan tentang sejarah kerajaan
Kalingga didapat dari kisah-kisah Tiongkok, cerita turun-temurun rakyat sekitar,
dan Carita Parahyangan yang menceritakan tentang Ratu Shima serta kaitan ratu
tersebut dengan kerajaan Galuh. Ratu Shima juga dikenal karena peraturannya
yang kejam dimana siapapun yang tertangkap basah mencuri akan dipotong
tangannya.
Awal Mula Berdirinya Kerajaan Kalingga
Awal Berdirinya Kerajaan Kalingga diperkirakan dimulai pada abad ke-6 hingga
abad ke-7. Nama Kalingga sendiri berasal dari kerajaan India kuno yang bernama
Kaling, mengidekan bahwa ada tautan antara India dan Indonesia. Bukan hanya
lokasi pasti ibu kota dari daerah ini saja yang tidak diketahui, tapi juga catatan
sejarah dari periode ini amatlah langka. Salah satu tempat yang dicurigai menjadi
lokasi ibu kota dari kerajaan ini ialah Pekalongan dan Jepara. Jepara dicurigai
karena adanya kabupaten Keling di pantai utara Jepara, sementara Pekalongan
dicurigai karena masa lalunya pada saat awal dibangunnya kerajaan ini ialah
sebuah pelabuhan kuno. Beberapa orang juga mempunyai ide bahwa Pekalongan
merupakan nama yang telah berubah dari Pe-Kaling-an.
Pada tahun 674, kerajaan Kalingga dipimpin oleh Ratu Shima yang terkenal akan
peraturan kejamnya terhadap pencurian, dimana hal tersebut memaksa orang-orang
Kalingga menjadi jujur dan selalu memihak pada kebenaran. Menurut cerita-cerita
yang berkembang di masyarakat, pada suatu hari seorang raja dari negara yang
asing datang dan meletakkan sebuah kantung yang terisi dengan emas pada
persimpangan jalan di Kalingga untuk menguji kejujuran dan kebenaran dari
orang-orang Kalingga yang terkenal. Dalam sejarahnya tercatat bahwa tidak ada

yang berani menyentuh kantung emas yang bukan milik mereka, paling tidak
selama tiga tahun hingga akhirnya anak dari Shima, sang putra mahkota secara
tidak sengaja menyentuh kantung tersebut dengan kakinya. Mendengar hal
tersebut, Shima segera menjatuhkan hukuman mati kepada anaknya sendiri.
Mendengar hukuman yang dijatuhkan oleh Shima, beberapa orang memohon agar
Shima hanya memotong kakinya karena kakinya lah yang bersalah. Dalam
beberapa cerita, orang-orang tadi bahkan meminta Shima hanya memotong jari
dari anaknya.
Dalam salah satu kejadian pada sejarah kerajaan Kalingga, terdapat sebuah titik
balik dimana kerajaan ini terislamkan. Pada tahun 651, Ustman bin Affan
mengirimkan beberapa utusan menuju Tiongkok sambil mengemban misi untuk
memperkenalkan Islam kepada daerah yang asing tersebut. Selain ke Tiongkok,
Ustman juga mengirim beberapa orang utusannya menuju Jepara yang dulu
bernama Kalingga. Kedatangan utusan yang terjadi pada masa setelah Ratu Shima
turun dan digantikan oleh Jay Shima ini menyebabkan sang raja memeluk agama
Islam dan juga diikuti jejaknya oleh beberapa bangsawan Jawa yang mulai
meninggalkan agama asli mereka dan menganut Islam.
Seperti kebanyakan kerajaan lainnya di Indonesia, kerajaan Kalingga juga
mengalami ketertinggalan saat kerajaan tersebut runtuh. Dari seluruh peninggalan
yang berhasil ditemukan adalah 2 candi bernama candi Angin dan candi Bubrah.
Candi Angin dan Candi Bubrah merupakan dua candi yang ditemukan di Keling,
tepatnya di desa Tempur. Candi Angin mendapatkan namanya karena memiliki
letak yang tinggi dan berumur lebih tua dari Candi Borobudur. Candi Bubrah, di
lain sisi, merupakan sebuah candi yang baru setengah jadi, tapi umurnya sama
dengan candi Angin.
Kerajaan Kalingga Dalam Catatan Bangsa Tionghoa
Kerajaan Kalingga dikenal juga dengan nama kerajaan Ho-ling oleh orang-orang
Tionghoa. Menurut catatan bangsa Tionghoa, Ho-ling dipercaya muncul ketika
terjadi ekspansi besar oleh dinasti Syailendra. Kisah tentang kerajaan Ho-ling
mulai ditulis dalam kronik dinasti Tang yang ada pada tahun 618 hingga 906.
Menurut kronik tadi, orang-orang Ho-ling dipercaya gemar makan hanya
menggunakan tangan dan tanpa sendok maupun sumpit. Tertulis juga di kroik tadi
bahwa para masyarakat Ho-ling suka mengonsumsi tuwak, sebuah sari buah yang

difermentasikan. Ibu kota dari Ho-ling dikelilingi oleh pagar kayu, dan sang raja
tinggal di sebuah istana berlantai 2 dan daun palma sebagai atapnya. Sang raja
duduk pada sebuah kursi yang terbuat dari gading dan menggunakan keset yang
terbuat dari bambu. Ho-ling juga diceratakan memiliki sebuah bukit yang ia
namakan Lang-pi-ya. Beberapa sumber lain dari catatan Tionghoa menuliskan
sebuah analisa tentang lokasi dari kerajaan Ho-ling ini. Ia menuliskan bahwa Holing berlokasi di Jawa Tengah dan bahwa La-pi-ya menghadap ke arah samudra
membuat lokasi Ho-ling jadi agak lebih mudah diketahui.
Raja atau ratu yang saat itu memegang kepala pemerintahan Ho-ling tinggal di
kota bernama She-po, tapi Ki-yen kemudian memindahkan lokasi pemerintahan
menuju Po-lu-Chia-ssu. Menurut catatan, diperkirakan bahwa ada kebingungan
yang meliputi masa-masa terakhir kerajaan Ho-ling atau Kalingga ini. Ada dua
teori besar tentang hal ini, dimana teori yang pertama adalah ketika Sanjaya yang
masih merupakan cucu dari Shima mengambil alih pemerintahan. Ia mengubah
kerajaan Kalingga yang bercorak Buddha menjadi kerajaan Mataram yang
memiliki corak hindu. Cerita lain tentang sejarah kerajaan Kalingga ialah tentang
bagimana Patapan yang merupakan salah satu pangeran dari dinasti Sanjaya
merebut kursi penguasa dan menjadi raja pada tahun 832, dimana Mataram terus
menjadi pengemulasi aturan-aturan Sailendra.

Kehidupan Kerajaan Kalingga /Holling

Kerajaan Kalingga/Holing merupakan kerajaan bercorak Hindu-Budha yang


terletak di Provinsi Jawa Tengah. Keberadaan kerajaan ini dapat diketahui dari
berita Cina pada masa Dinasti Tang.
Adapun Kehidupan masyarakat pada masa Kerajaan Kalingga adalah sebagai
berikut :
Kehidupan Politik
Pada abad ke VII Masehi Kerajaan Kalingga dipimpin oleh seorang ratu bernama
Ratu Sima. Ratu Sima menjalankan pemerintahan dengan tegas, keras, adil, dan
bijakasana. Ia melarang rakyatnya untuk menyentuh atau mengambil barang yang
bukan milik mereka yang tercecer di jalan. Barang siapa yang melanggarnya akan
mendapatkan hukuman. Hukum di Kalingga ditegakkan dengan baik sehingga
Ketertiban dan ketentraman di Kalingga berjalan dengan baik.
Menurut naskah Cerita Parahyangan, Ratu Sima memiliki cucu bernama Sanaha
yang menikah dengan Raja Brantasenawa dari Kerajaan Galuh. Sanaha memiliki
anak yang bernama Sanjaya yang kelak akan menjadi Raja Mataram Kuno.
Sepeninggal Ratu Sima, Kerajaan Kalingga ditaklukan oleh Kerajaan Sriwijaya.
Kehidupan Sosial
Penduduk Kerajaan Kalingga hidup denga teratur. Berkat kepemimpinan Ratu
Sima ketentraman dan ketertiban sosial di Kerajaan Kalingga berjalan dengan baik.
Dalam menegakkan hukum, Ratu Sima tidak membeda-bedakan antara rakyat
dengan kerabatnya sendiri. Berita tentang ketegasan Hukum Ratu Sima di dengar
oleh Raja T-Shih. Ta-Shih adalah sebutan Cina untuk kaum muslim Arab dan
Persia. Raja Ta-Shih menguji kebenaran berita yang ia dengar. Beliau
memerintahkan anak buahnya untuk meletakkan satu kantong emas di jalan
wilayah Kerajaan Klaingga. Selama 3 tahun uang itu tidak ada yang menyentuh.
Jika ada orang yang melihat kantong tersebut, mereka berusaha menyingkir.
Tetapi pada suatu hari, Putra Mahkota tidak sengaja menginjak kantong tersebut
sehingga isinya berceceran. Mendengar kejadian tersebut Ratu Sima marah, dan

memerintahkan agar Putra Mahkota dihukum mati. Tetapi karena para menteri
memohon agar Putra Mahkota mendapat pengampunan. Akhirnya Ratu Sima
hanya memerintahkan agar jari Putra Mahkota yang menyentuh kantong emas
dipotong. Hal ini menjadi bukti ketegasan Ratu Sima.
Kehidupan Agama
Kerajaan Kalingga merupakan pusat agama Budha di Jawa. Ajaran Budha yang
berkembang di Kerajaan Kalingga merupakan ajaran Budha Hinayana. Pada tahun
664 seorang pendeta Budha dari Cina bernama Hwi-ning mengunjungi Kerajaan
Kalingga. Beliau datang untuk menerjemahkan naskah terkenal agama Budha
Hinayana dari bahasa Sansekerta dalam bahasa Cina. Usaha yang dilakukan oleh
Hwi-ning dibantu oleh seorang pendeta Budha dari Jawa yang bernama Janabadra.
Kehidupan Ekonomi
Perekonomian Kerajaan Kalingga bertumpu pada sector perdagangan dan
pertanian. Letaknya yang dekat dengan pesisir pantai utara Jawa Tengah
menyebabkan Klaingga mudah diakses oleh pedagang luar negeri. Kalingga
merupakan daerah penghasil kulit penyu, emas, perak, cula badak, dan gading
gajah untuk dijual. Sementara wilayah pedalaman yang subur dimanfaatkan petani
untuk mengembangkan pertanian. Hasil-hasil pertanian yang diperjual belikan
adalah beras dan minuman. Penduduk Kalingga dikenal pandai membuat minuman
yang berasal dari bunga kelapa dan bunga aren. Dari hasil perdagangan dan
pertanian tersebut, penduduk Kalingga hidup makmur.

LETAK KERAJAAN HOLING


ada abad ke-7 berdiri suatu kerajaan yang bernama Kalingga / Holing. Letak
kerajaan kalingga hingga kini belum dapat di pastikan. Hal itu di sebabkan karena
adanya beberapa pendapat yang yang berbeda dalam membahas letak kerajaan
tersebut, di antaranya :
a)
Menurut berita Cina yang berasal dari Dinasti Tang menyebutkan bahwa
letak kerajaan kalingga berbatasan dengan laut sebelah selatan, Tan-Hen-La
(Kamboja) di sebelah utara, Po-Li (Bali) di sebelah timur, dan To-Po-Teng di
sebelah barat. Nama lain dari Holing adalah Cho-Po (jawa) sehingga berdasarkan

berita cina tersebut dapat di simpulkan bahwa kerajaan kalingga / holing terletak di
pulau jawa, khususnya jawa tengah.
b)
Dalam menentukan letak kerjaan kalingga / holing, J.L. Moens meninjau
dari segi perekonomian, yaitu pelayaran dan perdagangan. Alasannya, selat malaka
merupakan selat yang sangat ramai dalam aktivitas pelayaran perdagangan.
Pendapat J.L. Moens ini di perkuat dengan di pertemukannya sebuah daerah di
Semenanjung Malaya yang bernama Keling.
PENINGGALAN KERAJAAN HOLING
Salah satu peninggalan kerajaan kalingga / holing adalah prasasti tukmas. Prasasti
ini di temukan di Desa Dakwu tepatnya di daerah Grobogan Purwodadi di Lereng
gunung merbabu di jawa tengah. Prasasti ini bertuliskan huruf pallawa berbahasa
sansekerta yang menceritakan tentang mata air yang bersih dan jernih. Selain itu,
prasasti ini juga memiliki gambar- gambar seperti kendi, trisula, kapak,
kelasangka, cakra, dan bunga teratai yang merupakan lambing keeratan hubungan
manusia dengan para dewa.
NEGERI LUAR
Pada masa Chen-kuang, raja holing bersama raja To-ho-lo To-po-teng
menyerahkan upeti ke Cina. Upeti tersebut disambut baik oleh kaisar Chen-kuang.
Oleh karena itu, kaisar cina mengirimkan balasan yang dibubuhi cap kerajaan
kepada mereka. Selain itu, kaisar cina juga memberikan kuda-kuda terbaik kepada
raja To-ho-lo.
Pada tahun 813 Masehi, raja holing mengirim upeti lagi ke cina. Utusan tersebut
mempersembahkan empat budak sheng-chih, burung kakatua, dan burung pinchiat serta benda-benda lainnya. Kaisar amat berkenan hatinya sehingga ia
memberikan gelar kehormatan kepada utusan tersebut. Tetapi utusan tersebut
memohon agar gelar kehormatan itu diberikan kepada adiknya saja. Kaisar sangat
terkesan dengan sikap utusan tersebut sehingga ia memberikan gelar kehormatan
kepada keduanya.
MASA KEJAYAAN
Pada tahun 674 Masehi, kerajaan kalingga/holing diperintah oleh seorang raja
putri yang bernama Ratu Sima. Ratu sima merupakan raja yang terkenal di
pemerintahan kerajaan holing. Dibawah kekuasaan Ratu sima ini, kerajaan
kalingga/holing mengalami masa kejayaan. Pada saat itu, semua rakyat hidup
dengan tenteram dan makmur. Mereka tunduk dan patuh terhadap segala perintah
ratu sima bahkan tidak ada seorang pun rakyat atau pejabat kerajaan yang berani
melanggarnya.

Pada suatu hari, ada seorang raja yang sangat penasaran dengan kejujuran
rakyat holing. Raja itu bernama Raja Tache. Ia berkeinginan untuk menguji
kejujuran rakyat holing. Untuk membuktikannya, raja Tache mengirim utusan ke
holing. Utusan tersebut diperintahkan untuk meletakkan pundi-pundi emas secara
diam-diam di tengah jalan dekat keramaian pasar. Tetapi tidak ada seorang pun
yang berani menyentuh pundi-pundi emas tersebut hingga 3 tahun lamanya.
Namun, pada suatu hari sang putera mahkota sedang berjalan-jalan melewati pasar
tersebut. Ketika berjalan, kaki putera mahkota tidak sengaja menyenggol pundipundi emas. Salah seorang warga melihat kejadian itu dan ia melaporkan kepada
pemerintah kerajaan. Laporan tersebut terdengar oleh ratu sima. Ia langsung
memerintahkan kepada hakim untuk membunuh anaknya sendiri. Ratu sima
menganggap itu merupakan tindakan kejahatan pencurian. Beberapa patih kerajaan
tidak setuju dengan keputusan yang diambil oleh ratu sima. Mereka mengajukan
pembelaan untuk putera mahkota kepda ratu sima. Mereka meminta agar putera
mahkota tidak dibunuh melainkan hanya dipotong kakinya saja. Pembelaan patih
kerajaan disetujui oleh ratu sima. Oleh karena itu, untuk menebus kesalahan kaki
putera mahkota dipotong.

DAFTAR PUSTAKA
http://www.portalsejarah.com/sejarah-kerajaan-kalingga-kerajaan-hindu-budhapertama-di-jawa-tengah.html
http://pujel.blogspot.co.id/2014/03/kehidupan-kerajaan-kalingga-holling.html
http://harneycute.blogspot.co.id/

Anda mungkin juga menyukai