Buku Rencana RTRWP NTT 2006-2020
Buku Rencana RTRWP NTT 2006-2020
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .
DAFTAR ISI
ii
DAFTAR TABEL .
vi
DAFTAR GAMBAR
ix
BAB. I
PENDAHULUAN
I1
1.1
Latar Belakang
I1
1.2
Kedudukan
I1
1.3
I2
BAB. II
II 1
2.1
II 1
2.2
II 1
2.3
2.4
2.5
2.6
2.7
BAB. III
2.2.1
II 1
2.2.2
II 4
2.2.3
II 4
2.2.4
II 4
2.2.5
Iklim
II 5
2.2.6
Hidrologi
II 5
2.2.7
II 7
2.2.8
II 8
II 10
2.3.1
II 10
2.3.2
II 10
II 10
2.4.1
II 10
2.4.2
II 10
2.4.3
Struktur Penduduk
II 10
Kondisi Perekonomian
II 10
2.5.1
II 11
II 14
2.5.2
2.5.3
II 14
II 16
2.6.1
Kegiatan Pertanian
II 16
2.6.2
Sektor Pertambangan
II 27
2.6.3
Pariwisata
II 29
Pembiayaan Pembangunan
II 29
III 1
3.1
III 1
3.1.1
Kawasan Lindung
III 1
3.1.2
Kawasan Budidaya
III 1
3.1.3
Kawasan Tertentu
III 2
3.1.4
III 3
3.2
III 1
ii
Permasalahan
Eksternal
Struktur
3.2.2
Permasalahan Internal
Tata
Ruang
Dalam
Lingkup
III 4
III 5
3.3
III 6
3.4
III 6
3.4.1
III 7
3.4.2
III 8
3.5
BAB. IV
3.2.1
III 10
3.5.1
III 11
3.5.2
III 12
3.5.2.1
III 12
3.5.2.2
III 12
3.5.2.3
III 13
3.5.2.4
III 14
3.5.2.5
III 14
IV 1
4.1
IV 1
4.1.1
IV 1
4.1.2
IV 1
4.1.1.2
IV 2
4.1.1.3
4.1.1.4
Kawasan
yang
Bawahannya
4.1.1.5
IV 6
4.1.1.6
IV 7
4.1.1.7
IV 5
Memberi
Perlindungan
IV 6
IV 7
IV 9
4.1.2.1
IV 9
4.1.2.2
4.1.2.3
Arahan Pengembangan
Produksi
Hutan
IV 12
4.1.2.4
IV 13
4.1.2.5
IV 13
4.1.2.6
IV 18
4.1.2.7
IV 18
4.1.2.8
IV 19
Kawasan
IV 9
4.1.2.9
IV 19
4.1.2.10
Arahan
Pengembangan
Pertambangan
Kawasan
IV 21
4.1.2.11
IV 24
iii
4.1.3
IV 25
4.1.4
IV 27
4.1.5
4.2
4.3
BAB. V
IV 28
4.1.4.2
IV 29
4.1.4.3
IV 31
4.1.4.4
IV 34
IV 37
4.1.5.1
Pengairan
IV 37
4.1.5.2
Prasarana Perdagangan/Pasar
IV 37
IV 38
4.2.1
IV 38
4.2.2
IV 43
IV 47
4.3.1
IV 47
4.3.2
IV 48
4.3.2.1
Kebijaksanaan Kependudukan
IV 48
4.3.2.2
IV 51
IV 1
5.1
V1
5.2
V1
5.3
Pemasyarakatan RTRWP
V2
5.4
V2
5.5
Aspek Kelembagaan
V3
5.6
BAB. VI
4.1.4.1
V3
5.6.1
V4
5.6.2
V4
5.6.3
V5
5.6.4
V5
VI 1
6.1
Umum
VI 1
6.2
VI 1
6.2.1
VI 1
6.2.2
VI 1
6.2.3
VI 6
6.2.4
VI 8
6.2.5
VI 8
6.2.6
Infrastuktur Ekonomi
VI 9
6.2.7
Industri
VI 9
6.2.8
Pariwisata
VI 12
6.2.9
VI 12
6.3
Kawasan Prioritas
VI 15
6.3.1
VI 15
6.3.2
VI 15
iv
6.3.3
VI 16
6.3.4
VI 16
6.3.5
Kawasan Terbelakang
VI 17
6.3.6
VI 21
Daftar Tabel ,
DAFTAR TABEL
Nomor
Judul Tabel
Hal.
II.1
II 3
II.2
II 5
II.3
II 6
II.5
II 12
II.6
II 13
II.7
Distribusi Persentase PDRB Nusa Tenggara Timur Atas Harga Berlaku Tahun
2000 2003
II 14
II.8
II 15
II.9
PDRB Perkapita NTT dan PDB Perkapita Indonesia Tahun 200 2003
II 16
II.10
II 16
II.11
II 16
II.12
Pengembangan
II 17
II.13
II 19
II.14
II 20
II.15
II 20
II.16
II 21
II.17
II 22
II.18
II 23
II.19
II 25
II.20
II 26
II.21
II 26
II.22
II 27
II.23
II 28
II.25
II 25
II.26
II 32
IV.1
IV 3
vi
Tahun 2004
IV.2
IV 5
IV.3
IV 11
IV.4
IV 15
IV.5
IV 15
IV.6
IV 16
IV.7
IV 16
IV.8
IV 18
IV.9
IV 20
IV.10
IV 21
IV.11
IV 23
IV.12
IV 24
IV.13
IV 24
IV.14
IV 27
IV.15
IV 30
IV.16
IV 33
IV.17
IV 36
IV.18
IV 37
IV.19
IV 40
IV.20
IV 41
IV.21
IV 42
IV.23
IV 50
VI.1
VI 3
VI.2
VI 5
VI.3
VI 7
VI.4
VI 8
vii
VI.5
VI 10
VI.6
VI 10
VI.7
VI 11
VI.8
VI 13
VI.9
VI 14
VI.10
Kota Pusat Kegiatan dan Fungsi Utamanya di Propinsi Nusa Tenggara Timur
sampai 2020
VI 14
VI.11
VI 18
VI.12
VI 18
VI.14
VI 20
Daftar Peta ,
viii
DAFTAR PETA
Nomor
Judul Peta
II.1
II.2
II.3
II.4
IV.1
IV.2
IV.3
IV.4
IV.5
IV.6
IV.7
IV.8
IV.9
IV.10
IV.11
IV.12
IV.13
IV.14
ix
B
B.. II
BAAB
PPEENNDDAAHHUULLUUAANN
1.1. LATAR BELAKANG
Rencana Tata Ruang sebagai manifestasi acuan pelaksanaan pembangunan
wilayah mempunyai peranan sangat strategis dalam pembangunan daerah mengingat
fungsi-fungsinya, antara lain :
a. sebagai penyelaras kebijakan penataan ruang Nasional, wilayah Propinsi dan wilayah
Kabupaten/Kota;
b. sebagai matra ruang dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) dan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD);
c. sebagai dasar kebijaksanaan pokok tentang pemanfaatan ruang Daerah;
d. mewujudkan keterkaitan dan keseimbangan perkembangan antar wilayah serta
keserasian antar sektor;
e. sebagai arahan lokasi investasi yang dilakukan Pemerintah, masyarakat dan swasta;
Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP) sebagai acuan pembangunan
daerah yang ditetapkan dengan Peraturan harus mampu memperkirakan perkembangan
yang akan datang dengan mempertimbangkan daya dukung lahan, potensi sumber daya
yang ada, berikut batasan dan kendala yang dihadapi. Demikian juga dengan perkembangan
kondisi sosial ekonomi yang berkembang sangat dinamis karena adanya pengaruh faktorfaktor internal maupun faktor eksternal. Faktor eksternal dapat berupa pengaruh politik
dan/atau ekonomi regional, nasional dan atau internasioanal terhadap suatu wilayah/daerah.
Sedangkan faktor internal dapat berupa pergeseran nilai-nilai yang berlaku pada masyarakat,
peningkatan kemampuan masyarakat, aspek sosial-ekonomi dan perkembangan ekonomi
suatu wilayah/daerah. Berdasarkan aspek-aspek tersebut terdapat beberapa perubahan
kebijakan Nasional dan regional yang berpengaruh terhadap Rencana Struktur Tata Ruang
Wilayah Propinsi yang akan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari Rencana Tata Ruang
Wilayah Propinsi (RTRWP) 2006 2020 diantaranya yaitu :
a. Terbentuknya Negara Timor Leste yang berdampak terhadap wilayah Propinsi Nusa
Tenggara Timur yang berbatasan darat dan tambahan wilayah berbatasan laut;
b. Adanya pemekaran Kota/Kabupaten yaitu: Kota Kupang dari Kota Administratif Kupang,
Kabupaten Lembata, Kabupaten Rote Ndao, Kabupaten Manggarai Barat dan dalam
proses pengusulan yaitu Kabupaten Sumba Tengah dan Kabupaten Nagakeo;
c. Adanya kebijakan perubahan status beberapa hutan cagar alam menjadi Hutan Taman
Nasional (HTN);
d. Adanya perubahan kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional yang menetapkan
kota-kota Nasional, regional dan lokal;
e. Adanya perubahan kebijakan dalam pengelolaan Potensi Sumberdaya Alam pesisir dan
laut melalui Gerakan Masuk Laut (GEMALA);
f. Adanya usulan perubahan status jalan dari jalan Kabupaten, Propinsi dan jalan non
status ke jalan Nasional;
g. Adanya kebijakan kebijakan Nasional tentang pengembangan Pulau-Pulau Kecil dan
Pulau terluar wilayah Nasional;
h. Adanya pengembangan wilayah resetlement baru untuk masyarakat eks pengungsi
Timor Timur yang cukup besar di Timor Barat;
i. Adanya pembangunan prasarana wilayah yang cukup vital yang berdampak pada
perubahan fungsi-fungsi ruang antara lain; pembangunan Bendungan Tilong,
pembangunan Bendungan Benanain, pembangunan Mall Flobamora, rencana
pembangunan PLTG Mataloko, Pembangunan KAPET Mbay di Flores dan lainnya.
1.2. KEDUDUKAN
Rencana Tata ruang sebagi wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang, baik
yang direncanakan sebagaimana diarahkan dalam Undang-undang Nomor : 24 Tahun 1999
Tentang Penataan Ruang (UUPR). Pengertian wujud struktural dan pemanfataan ruang ini
menunjukan adanya hirarki dan keterkaitan pemanfaatan ruang. Sedangkan Rencana Tata
Ruang itu sendiri diartikan sebagai hasil perencanaan tata ruang, berupa strategi dan arahan
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
I-1
I-2
BAB. II
GAMBARAN UMUM
WILAYAH PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR
2.1.
II - 1
(Gr), Andesit (An), Balsitis, Pasir Batu (Pa), Batu apung (Pu), Tanah Diatomea (Td)
Lempung/Clay (Td).
Sebaran struktur batuan geologi yang ada di wilayah propinsi ini, adalah :
a. Batuan Silicic (acid) Rock (batuan berasam kersi asam), terdapat di Kabupaten Alor,
Kabupaten Lembata, sebagian besar Kabupaten Flores Timur, Kabupaten Sikka,
Kabupaten Ende, sebagian besar Kabupaten Ngada, sebagian Kabupaten Manggarai,
sebagian besar Manggarai Barat dan sebagian kecil Kabupaten Kupang;
b. Batuan Matic Basic Rocks (batuan basa);
c. Batuan Intermediate Basic (basa menengah);
d. Batuan Pre Tertiare Undivideo (pra tersier tak dibedakan);
e. Batuan Paleagene (pleogen);
f. Alluvial Terrace Deposit and Coral Reets (alluvium undak dan berumba koral);
g. Batuan Neogene (neogen);
h. Batuan Kekneno Series (deret kekneno);
i. Batuan Sonebait Series (deret sonebait);
j. Batuan Sonebait and Ofu Series Terefolde (deret sonebait dan deret terlipat bersama);
k. Batuan Ofu Series (deret ofu);
l. Batuan Silicic Efusives (efusiva berasam kersik);
m. Batuan Triassic (trias);
n. Batuan Crystalline Shist (sekis hablur).
Untuk lebih jelasnya keadaan kondisi geologi di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur
dapat dilihat pada Gambar II.2.
Tabel II.1 .,
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
II - 2
Tabel II.1
Luas Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur di Rinci Perkabupaten Tahun 2004
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
Kabupaten /Kota
Sumba Barat
Sumba Timur
Kupang
Timor Tengah Selatan
Timor Tengah Utara
Belu
Alor
Lembata
Flores Timur
Sikka
Ende
Ngada
Manggarai
Rote Ndao
Manggarai Barat
Kota Kupang
NTT
Kecamatan
15
15
22
21
9
17
12
8
13
11
16
14
12
6
5
4
197
Desa
Kelurahan
182
126
164
203
126
153
153
112
196
147
152
142
227
73
116
2.272
10
16
22
12
33
12
12
5
17
13
20
31
27
7
5
45
287
II - 3
Jumlah
192
142
186
215
159
165
165
117
213
160
172
173
245
80
121
45
2.559
2.2.2
2.2.3
2.2.4
II - 4
poros. Berdasarkan drainase, kondisi tanah di wilayah propinsi ini 96%-nya berdrainase
tidak tergenang. Untuk lebih jelasnya kondisi drainase di wilayah Propinsi Nusa Tenggara
Timur dapat dilihat pada Tabel II-2. Berdasarkan tingkat erosi tanahnya, hampir 60% dari
luas tanah di Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur ini mengalami erosi. Tanah yang
tererosi ini banyak di jumpai pada tanah tanah dengan jenis penggunaan tanah untuk
ladang, alangalang atau semak belukar dan memiliki kemiringan lereng di atas 40 %.
Tabel II.2
Sistem Drainase di Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur
No
1.
2.
3.
4.
5.
Drainase
Tergenang periodik
Tergenang terus menerus
Tidak pernah targenang
Porous
Belum di ketahui
Jumlah
Luas ( Ha )
53.597
7.656
4.558.359
61.728
53.291
4.734.991
%tase (%)
1,14
0,15
96,27
1,15
1,13
100.00
2.2.5
Iklim
2.2.6
Hidrologi
Secara umum keadaan hidrologi di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur,
terutama air permukaan, agak kurang. Hal ini disebabkan karena musim hujan dalam satu
tahun hanya berlangsung selama 3 bulan. Kondisi ini mengakibatkan sulitnya eksploitasi
sumber air permukaan oleh penduduk. Daerah Aliran Sungai (DAS) dibentuk dari beberapa
sungai dan danau. Di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur terdapat 27 DAS dengan luas
keseluruhan 1.527.900 Ha. Sungai yang terpanjang di wilayah Nusa Tenggara Timur
adalah Sungai Benanain (100 Km), yang terdapat di Kabupaten Belu. DAS terluas adalah
DAS Benain, seluas 329.841 Ha (21,58%), dan DAS terkecil adalah DAS Oka, seluas
(0,27%). Selain data tentang keberadaan DAS tersebut di atas, juga terdapat data dan
telah teridentifikasi sungai-sungai yang sering menimbulkan bencana alam banjir, yang
dapat dilihat pada Tabel II.3. Gambaran kondisi hidrologi di wilayah Propinsi Nusa
Tenggara Timur dapat dilihat pada Gambar II.3.
Keadaan iklim di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur dikenal dengan 2 (dua)
musim, yaitu musim kemarau dan musim hujan. Pada Bulan Juni September arah angin
berasal dari Australia dan tidak banyak mengandung uap air sehingga mengakibatkan
musim kemarau. Sebaliknya pada bulan Desember Maret arah angin yang berasal dari
Asia dan Samudera Pasifik banyak mengandung uap air sehingga terjadi musim hujan.
Keadaan seperti ini berganti setiap setengah tahun setelah melewati masa peralihan pada
bulan April Mei dan Oktober Nopember, walaupun demikian mengingat Nusa Tenggara
Timur dekat dengan Australia, arah angin yang banyak mengandung uap air dari Asia dan
Samudera Pasifik sampai di wilayah NTT kandungan uap airnya sudah berkurang yang
mengakibatkan hari hujan di wilayah ini berkurang. Hal inilah yang menjadikan propinsi ini
sebagai wilayah yang tergolong kering dimana 4 (empat) bulan (Januari s/d Maret, dan
Desember) yang keadaannya relatif basah dan 8 (delapan) bulan sisanya relatif kering.
Suhu udara rata rata maksimum berkisar pada 30 sampai 36 derajat Celcius
dan rata-rata suhu minimum antara 21 derajat sampai 24,5 derajat Celcius, dengan curah
hujan rata rata adalah 1.164 mm/ tahun. Tingkat curah hujan ini berbeda beda tiap
daerah, seperti Wilayah Flores bagian barat, yang meliputi Kabupaten Manggarai,
Manggarai Barat dan Ngada, merupakan daerah yang cukup basah, hal ini disebabkan
curah hujan rata ratanya lebih tinggi dari rata rata total, yaitu 3. 849 mm/tahun.
Dengan kondisi tersebut, maka daerah ini dapat dikatakan sangat cocok untuk
pengembangan kawasan pertanian dan perkebunan yang berumur pendek. Salah satu
unsur penting pembentuk iklim di atas adalah curah hujan. Curah hujan di Nusa Tenggara
Timur sangat bervariasi. Keadaan curah hujan di wilayah ini pada umumnya sulit untuk
diramalkan, datangnya hujan dan mulainya bulan kering kadang kadang terlalu cepat
dan kadang kadang terlalu lambat.
II - 5
Tabel II.3
Sungai Yang Menimbulkan Rawan Banjir di Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai 2004
NO
1.
2.
Sungai Oebobo
Sungai Sefbano
Sungai Namosain
Sungai Dendeng
Kabupaten Alor
Sungai Bone
3.
4.
5.
6.
Sungai Kamot
Kabupaten Belu
Sungai Benanain
Sungai Motaderok
Sungai Talau
Sungai Baukama
Sungai Malibalak
Sungai Rusan
Kabupaten Timor Tengah Utara
Sungai Nain
Sungai Ponu
Kabupaten Timor Tengah Selatan
Sungai Noelmina
Sungai Muke
Sungai Tomutu
Sungai Baus
Kabupaten Kupang
7.
9.
10.
Sungai
Sungai
Sungai
Sungai
Manikin
Nunkurus
Oepoli
Amabi
Sungai Nifoluam
Sungai Manubulu
Sungai Ledeana
Kabupaten Manggarai
Kerusak Free Intake, Bendung dan Saluran Induk DI. Linamnutu, Bena,
Oebobo, Noemeto, Muke, Koa, Tuasene, Tepas, Nenas dan Baus
Sungai Waebobp
Sungai Waepesi
Sungai Waemese
Kabupaten Ngada
Sungai Aisesa
Tergenangnya Kota Mbay dan sawah DI. Mbay 1000 Ha, DI. Anakoli
Rusaknya DI. Tiwubele, Kuruboko, Sua, DI. Panondiwal dan DI.
Hobotopo
8.
Sungai Buona
Sungai Bukapiting
Sungai Waesika
Sungai Anakoli
Sungai Waewutu
Sungai Kolpenu
Kabupaten ENDE
Sungai Wolowona
Sungai Loworea
Sungai Nangapanda
Sungai Wolowaru
Sungai Ndondo
Kabupaten Sikka
Sungai Kaliwajo
II - 6
NO
11.
12.
Sungai Ijura
Sungai Waeoti
Sungai Nebe
Sungai Waegete
Sungai Manunaing
Sungai Waerklau
Sungai Batikwaer
Kabupaten Flores Timur
Sungai Lembata
Sungai Konga
Sungai Waekomo
Kabupaten Sumba Timur
Sungai Kambaniru
Sungai Payeti
Sungai Melolo
Sungai Petawang
Sungai Tawui
Sungai Kadaha
Rusaknya DI. Nebe, Kolesia, Pruda, Kali Wajo, Ijura dan DI. Koro
2.2.7
II - 7
2.2.8
Perkici Kupang, Perkici Dada Kuning, Betet Timor, Srindit Flores, Cucak Rawa, Parkit
Timor dan Decu;
Jenis mamalia terdiri dari 56 spesies, diantaranya 22 spesies yang dilindungi karena
jenis tersebut merupakan langka, namun belum tergolong sebagai spesies yang
hampir punah. Dari jumlah tersebut terdapat 3 species yang mendapat quota
penangkapan karena tidak dilindungi yaitu Bajing Kelapa, Kalong dan Mencit;
Dari 71 spesies reptilia terdapat 7 spesies yang dilindungi karena jenis tersebut
merupakan jenis langka dan tergolong sebagai spesies yang hampir punah. Jenis yang
dilindungi seperti Komodo sering disumbangkan bagi pengisi Kebun Binatang. Dengan
demikian terdapat 64 spesies yang tidak dilindungi dan 19 spesies dari yang tidak
dilindungi tersebut dapat ditangkap secara bebas.
II - 8
kawasan perairan terumbu karang, ikan-ikan demersal ini dijual untuk konsumsi
domestik dan pasar ekspor.
2. Udang Kepiting.
Jenis-jenis Udang Penaeid, Borong, Windu dan jenis Crustecea lain seperti Kepiting,
Rajungan merupakan komoditas perikanan bernilai ekonomis tinggi dan banyak
terdapat di Kabupaten Kupang, Ngada, Belu, Alor dan Flores Timur. Komoditas
kelompok ini umumnya ditangkap dengan perangkap (bubu) dan jaring.
3. Komoditas Perikanan Jenis Lainnya.
Hasil perikanan lain seperti Cumi-cumi, Kerang-kerangan, Teripang, Ikan hias laut dan
Rumput Laut merupakan komoditas bernilai ekonomis tinggi juga. Cumi-cumi banyak
terdapat di Kabupaten Manggarai, Flores Timur, Sumba Timur, Ende dan Ngada.
Kerang-kerangan terutama Kerang Mutiara hasil budidaya, Batu Loa, Japing-japing dan
Mata Tujuh (Abolan) merupakan komoditas berpotensi untuk dipasarkan. Kerangkerangan kecuali Mutiara, Teripang dan Rumput Laut terdapat pada sebagian besar
perairan Nusa Tenggara Timur, sedangkan Mutiara, sebagai induk alam budidaya,
terdapat di perairan Kabupaten Kupang, Flores Timur, Alor, Lembata, Sikka dan
Manggarai. Potensi lainnya adalah budidaya laut yang mulai dikembangkan di pantai
pulau-pulau di Propinsi Nusa Tenggara Timur. Panjang pantai keseluruhan mencapai
5.700 Km memiliki kualitas perairan pantai relatif masih baik. Dasar pantai umumnya
berpasir dan ditumbuhi karang sampai berlumpur bercirikan tanaman Mangrove dan
bentuk pantai yang berteluk serta terlindungi.
4. Perikanan Budidaya Termasuk Darat.
a. Budidaya Laut. Potensi pengembangan budidaya laut diperkirakan sekitar 5.150
Ha, dengan tingkat pemanfaatan baru mencapai 8,74% atau sekitar 450 Ha. Jenis
produksi dan sebarannya adalah sebagai berikut :
Mutiara : pengembangan usaha budidaya mutiara terdapat pada lokasi - lokasi
perairan pantai di Kabupaten Sumba Timur, Ende, Alor, Flores Timur, Lembata,
Manggarai dan Ngada;
Rumput laut : potensi pengembangan budidaya rumput laut pada lokasi-lokasi;
perairan pantai di Kabupaten Belu, Kupang, Sumba Timur, Timor Tengah
Utara, Ngada, Pantai Utara Kabupaten Ende, Lembata, Tanjung Karoso
Bangedo, Kabupaten Manggarai, Pulau Pemana, Pantai Pulau Damhila,
Perairan Pantai Pangabatang (Sikka);
Teripang : potensi pengembangan usaha budidaya teripang terdapat pada
lokasi-lokasi perairan di Pantai Utara dan Selatan Ngada, Manggarai, perairan
Pantai Utara Kabupaten Sikka, perairan Pantai Kabupaten Flores Timur dan
Alor.
b. Budidaya Tambak. Lahan yang tersedia adalah 35.455 Ha dan lahan yang telah
diusahakan adalah 284,5 Ha atau tingkat pemanfaatan baru 1,23 % dengan
produksi : Bandeng 463,4 ton, Belanak 39,9 ton dan Udang Windu 275,8 ton dan
potensi tambak garam yang baru sebagian kecil dimanfaatkan.
c. Budidaya Kolam. Lahan yang tersedia 8.375 Ha dan yang telah diusahakan
adalah 284,5 Ha atau tingkat pemanfaatan lahan baru 3,40 % dengan kemampuan
produksi : Ikan Mas 91,6 ton, Mujair 53,9 ton, Tawas 23,0 ton dan Nila produksi
49,5 ton.
d. Budidaya Ikan di Sawah (Mina Padi). Lahan yang tersedia 185 Ha dengan
tingkat pemanfaatan lahan baru 75 % atau seluas 138,7 Ha. Kemampuan produksi
yaitu : Ikan Mas 10,6 ton, Nila 5,2 ton dan Lele 1,5 ton.
e. Hutan Mangrove. Potensi Hutan Mangrove di NTT cukup besar, hasil survey
Dinas Kehutanan yang bekerjasama dengan Perguruan Tinggi pada tahun 1995
berhasil mengidentifikasi 11 Species Mangrove di Pulau Timor, Rote, Sabu dan
Semau dengan luas 19.603,12 Ha dan 17.251,71 Ha di Pulau Flores dan Solor.
Luas Hutan Mangrove di Sumba Timur sekitar 15.000 Ha dengan jumlah tegakkan
yang telah diidentifikasi seluas 1.359 Ha.
f. Terumbu Karang. Perairan NTT diperkirakan memiliki 160 jenis terumbu karang
dari 15 famili dengan 350 jenis ikan yang mendiaminya. Lokasi penyebaran
terumbu karang di NTT disekitar wilayah Teluk Kupang, Teluk Maumere, Riung 17
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
II - 9
Pulau, Pantai Utara, Timur dan Selatan Pulau Sumba, Alor, Lembata dan Labuan
Bajo.
g. Mineral. Perairan Nusa Tenggara Timur mempunyai potensi mineral yang
potensial di perairan, seperti cadangan minyak, batu gamping dan lainnya.
2.3
2.3.1
II - 10
2.4.3
Struktur Penduduk
Struktur penduduk meliputi tinjauan penduduk berdasarkan komposisinya menurut
umur, jenis kelamin, agama, tingkat pendidikan dan ketenagakerjaan. Sebagian besar
penduduk Nusa Tenggara Timur pada tahun 2002 berada dalam kelompok usia 15 54
tahun, yaitu sekitar 52,72% dari total penduduk propinsi. Bila melihat struktur penduduk
menurut jenis kelaminnya, secara umum jumlah penduduk wanita (50,82%) relatif lebih
besar dibandingkan dengan jumlah penduduk pria (49,18%). Pada tahun 2002 sebagian
besar penduduk Nusa Tenggara Timur memeluk agama Katolik (54,91%). Dilihat dari
tingkat pendidikannya, tercatat sampai tahun 2002 jumlah penduduk yang tidak/belum
tamat SD sebesar 44,47% dan 33,85% sudah tamat SD dan sisanya minimal telah
menamatkan pendidikan sampai SLTP. Pada tahun 2002, jumlah angkatan kerja sebesar
1.878.387 jiwa (48% dari total penduduk), yang terdiri dari 126.135 jiwa sedang mencari
pekerjaan dan 1.752.252 jiwa telah bekerja. Jika dilihat struktur penduduk menurut
lapangan perkerjaannya, maka dalam tahun 2002 sektor yang paling banyak menyerap
tenaga kerja adalah sektor pertanian (78,68%) diikuti sektor perdagangan, angkutan,
keuangan dan jasa (15,02%) serta sektor pertambangan, industri dan listrik menyerap
sekitar 6,28%. Jumlah Penduduk, Luas Daerah dan Kepadatan Penduduk dapat dilihat
pada Tabel II.6.
II - 11
Tabel II-5
Pola Penggunaan Lahan di Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2004
PEMUKIMAN
NO
KABUPATEN /
KOTA
PERUMAHAN
JASA
SAWAH
IRIGASI
1
1 KUPANG
48225
SAWAH
TADAH
HUJAN
TEGALAN
8
11839
LADANG
KAWAPERKEKEBUN
PERU- SAN
BUNAN
CAMSAHA- INDUSRAKPURAN
AN
TRI
YAT
10
11
12
HUTAN
LEBAT
BELUKAR
13
14
PERAI
SEMAK
TANAH TANAH
BELU
RAN/
KO
RUSAK /
KAR
RAWA /
SESONG TANDUS
DANAU
JENIS
15
16
17
18
19
PENGGUNAAN TANAH
KHUSUS
SA
PA
WAH DANG GALI LAINPA
RUM
AN LAINSANG PUT
SURUT
20
22
23
110488
KETERANGANAN
24
25
6960
18018
10069
658
44244
275656
72144 277755
1426
2 TTS
5347
747
1700
84879
13718
1580
27038
108213
81605
1753
3 TTU
3748
500
1779
13716
9051
80
50641
81701
442
280
210
104822
266970
4 BELU
4856
6951
31155
5412
3582
650
32571
62555
593
10
96225
244560
1664
30
881215
67846 47
394473
5 ALOR
2165
130
493
18738
13026
1020
1490
6 FLOTIM
1616
245
12
18438
17096
7542
14546
41406
17384
7 SIKKA
4430
1385
22325
16381
6020
2650
48724
2953
8 ENDE
1667
1011
24210
13920
5404
40210
36866
11511
510
9 NGADA
2525
4180
2660
19899
19840
13930
14790
91500
186
134280
303790
10 MANGGARAI
3790
12800
10999
76238
55242
4382
123404
493 146670
20
1640
277962
713640
11 SUMBA BARAT
2760
8835
10286
27352
23846
1540
44610
21321
2050
269389
411995
12 SUMBA TIMUR
7305
16786
15712
7616
1846
66728
107092
870
208
217
466835
13 KOTA KUPANG
2557
14 LEMBATA
15 ROTE NDAO
1800
758
572
726
48
4370
3082
8245
3584
1716
4785
8175
1660
53395
997
78176 119438
3733
21
JUMLAH
294
900
50100
286470
62377
181282
39
59106
164020
20
67531
204660
326
13095
423
28862
7872
17695
43412
4979
32335
691215
145
339
1080
18027
51731
126638
30540
183413
16 MANGGARAI BARAT
TOTAL
758
29237
65855
383225
16581 266857
52165
572
900
431424
13095
7312
6985
II - 12
1849232 47
145
5072368
Tabel II.6
Jumlah Penduduk, Luas Daerah Dan Kepadatan Penduduk Nusa Tenggara Timur 2003
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
Kabupaten
Sumba Barat
Sumba Timur
Kupang
Timor Tengah Selatan
Timor Tengah Utara
Belu
Alor
Lembata
Flores Timur
Sikka
Ende
Ngada
Manggarai
Manggarai Barat
Rote Ndao
Kota Kupang
NTT
Laki-laki
(jiwa)
196.190
102.251
171.340
198.989
88.785
161.396
82.583
44.437
102.166
129.933
111.734
118.098
237.763
88.820
52.162
128.256
2.014.903
Perempuan
(jiwa)
190.367
95.935
161.079
205.527
89.133
170.016
86.382
53.296
113.710
146.657
126.752
126.144
243.716
91.038
50.489
122.941
2.073.155
Jumlah
(jiwa)
386,557
198,186
332,419
404,516
177,918
331,412
168,965
97,733
215,876
276,590
238,486
244,242
481,479
179,858
102,651
251,170
4.088.058
Luas Daerah
(km2)
Kepa-datan
(jiwa/km2)
4.454,72
7.000,50
5.898,22
3.933,80
2.655,28
2.725,08
2.864,64
1.266,39
1.812,85
1.631,92
2.046,59
3.100,42
6.136,40
1280,10
160,34
47.349,90
86,77
28,31
56,36
102,83
67,01
121,62
58,98
77,17
119,08
169,49
116,53
78,78
103,27
80,19
1.731,97
86,58
II - 13
2.5.2
2.5.3
LAPANGAN USAHA
2000
2001
2002
2003
43.36
24.36
42.07
23.72
40.49
23.02
39.24
22.22
b. Tanaman Perkenbunan
4.89
5.20
5.01
4.67
c. Peternakan
10.72
9.72
8.89
8.71
d. Kehutanan
0.32
0.29
0.29
0.28
e. Perikanan
1. Pertanian
a. Tanaman Bahan Makanan
3.07
3.14
3.28
3.36
1.50
1.46
1.43
1.44
1.95
1.85
1.87
1.89
0.63
0.60
0.59
0.58
0.38
0.34
0.31
0.29
0.29
a. Listrik
b. Air Bersih
5. Bangunan / Konstruksi
6. Perdagangan, Hotel, Restoran
0.25
0.26
0.28
7.56
7.33
7.14
7.21
17.55
17.50
17.66
17.93
16.95
16.94
17.11
17.39
b. Perhotelan
0.24
0.21
0.20
0.20
II - 14
LAPANGAN USAHA
2000
0.36
7.60
a. Pengangkutan
6.67
1. Jalan Raya
2. L a u t
2002
2003
0.35
0.35
0.34
7.42
7.39
7.45
6.47
6.41
6.38
5.05
4.80
4.67
4.51
0.78
0.87
0.96
1.05
0.06
0.06
0.07
0.07
4. Udara
0.16
0.14
0.13
0.14
0.62
0.61
0.58
0.61
0.93
0.95
0.98
1.07
3.36
3.24
3.14
3.09
a. Bank
1.21
1.28
1.33
1.32
0.96
0.86
0.78
0.78
c. Sewa Bangunan
1.10
1.01
0.94
0.91
d. Jasa Perusahaan
0.09
0.09
0.09
0.08
b. Komunikasi
8. Keuangan, Persewaan & Jasa
2001
Perusahaan
9. Jasa - Jasa
16.47
19.52
21.23
21.17
a. Pemerintahan Umum
15.39
18.51
20.29
20.22
b. Swasta
1.08
1.01
0.94
0.95
1. Sosial Kemasyarakatan
0.69
0.60
0.53
0.54
0.01
0.02
0.02
0.02
0.38
0.39
0.39
0.39
99.98
100.99
100.94
100.00
Ada sementara pihak yang beranggapan bahwa PDRB kurang tepat digunakan sebagai
ukuran tingkat kemakmuran penduduk suatu wilayah. Argumen yang sering dikemukakan
adalah bahwa pada kenyataannya nilai PDRB mencakup pula penyusutan barang modal
dan pajak tak langsung netto (pajak tak langsung dikurang subsidi), yang tidak secara
langsung dapat dinikmati oleh penduduk. Dengan demikian untuk melihat tingkat
kemakmuran yang lebih mendekati kenyataan, seharusnya nilai penyusutan barang modal
dan pajak tak langsung netto dikeluarkan terlebih dahulu dari PDRB.
Ukuran baru yang diperoleh dengan cara inilah yang disebut sebagai pendapatan regional
dan selanjutnya digunakan untuk menghitung pendapatan regional perkapita. Gambaran
perkembangan pendapatan regional perkapita Nusa Tenggara Timur dan pendapatan
nasional perkapita adalah seperti yang disajikan dalam Tabel II.8.
Tabel II.8
Laju Pertumbuhan Ekonomi Nusa Tenggara Timur 2000 2003
No
Lapangan Usaha
(%)
2000
2001
2002
2003
3.14
Pertanian
2.35
2.53
3.01
1.02
1.13
2.50
2.43
Industri Pengolahan
3.51
3.89
4.80
4.66
2.72
2.99
4.48
4.36
Bangunan
0.48
0.53
2.00
1.94
4.18
4.52
6.50
6.38
4.29
4.64
6.76
6.86
2.38
2.62
3.00
2.91
Jasa-jasa
9.31
12.39
11.79
10.83
4.17
5.10
5.96
5.87
II - 15
Pendapatan regional perkapita Nusa Tenggara Timur pada tahun 2000 adalah sebesar 1,6
juta rupiah dan terus meningkat menjadi 2,2 juta rupiah pada tahun 2003. Sama halnya
dengan gambaran PDRB perkapita, pendapatan regional perkapita NTT pun masih sangat
rendah dibandingkan dengan pendapatan Nasional perkapita Indonesia. Pada tahun 2000
pendapatan perkapita Nasional sudah 3,6 kali lipat dari pendapatan regional NTT
perkapita. Sedangkan pada tahun 2003 perbandingan tersebut sudah menurun menjadi
3,2 kali lipat.
Tabel II-9
PDRB Perkapita NTT dan PDB Perkapita Indonesia 2000 2003
(Rupiah)
No
Tahun
1.
2000
1,637,322.00
6,145,065.00
2.
2001
1,902,110.00
7,025,600.00
3.
2002
2,163,377.00
7,596,897.00
4.
2003 *)
2,359,693.00
8,304,319.00
(Rupiah)
No
Tahun
1.
2000
1,559,344.00
5,652,732.00
2.
2001
1,811,238.00
6,231,635.00
3.
2002
2,062,388.00
6,624,139.00
4.
2003 *)
2,248,333.00
7,122,674.00
2.6
1999
24.73
4.50
11.52
3.22
0.34
44.31
2000
24.36
4.89
10.72
3.07
0.32
43.36
2001
23.72
5.20
9.72
3.14
0.29
42.05
2002
23.03
5.01
8.89
3.29
0.26
40.49
II - 16
No
Kabupaten
S2
Jumlah
S3
1.
Kupang
72.060
2.
16.060
34.690
41.250
92.000
3.
2.500
66.490
74.690
143.680
4.
Belu
31.690
22.310
53.000
107.000
100.250
210.360
382.670
II - 17
No
Kabupaten
S2
Jumlah
S3
5.
Alor
9.000
12.130
11.620
32.750
6.
Flores Timur
28.380
87.550
115.930
7.
Sikka
13.620
46.810
60.430
8.
Ende
6.880
14.810
23.038
44.728
9.
Ngada
7.540
84.440
6.120
98.100
10.
Manggarai
24.460
60.500
101.880
186.840
11.
Sumba Barat
27.620
7.440
159.500
194.560
12.
Sumba Timur
5.000
33.870
30.750
69.620
202.810
478.930
846.568
1.528.308
13,27
31,34
55,39
100,00
Jumlah
Prosentase
Tabel II. 13 .,
II - 18
Tabel II.13
Luas Areal Panen Tanaman Pangan Tiap Kabupaten di Propinsi Nusa Tenggara Timur
Tahun 2004
No
Kabupaten
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
Kupang
Rote Ndao
TTS
TTU
Belu
Alor
Lembata
Flotim
Sikka
Ende
Ngada
Manggarai
Sumba Timur
Sumba Barat
Manggarai Barat
Kota Kupang
NTT
Padi Sawah
14.371
3.162
3.096
2.921
4.120
165
10
224
1.831
2.665
16.273
43.447
9.067
13.685
Padi Ladang
5.312
1.724
931
3.399
277
4.058
2.652
5.990
6.869
1.735
3.176
12.166
2.489
12.424
Jagung
12.734
18.648
59.038
12.136
28.934
5.651
13.370
10.591
14.870
17.012
22.535
9.109
8.900
27.564
Kedele
20
826
74
40
4
85
1.914
1.253
62
149
Komoditi
Kcg. Tanah
1.086
740
302
1.502
1.065
35
2.003
1.088
1.614
187
393
718
1.045
374
Kcg. Hijau
1.318
126
454
944
7.174
2.087
328
1.275
1.095
45
749
2.950
760
2.420
Ubi Kayu
4.669
151
16.965
8.988
8.716
9.891
2.198
4.459
2.420
2.332
3.710
11.630
2.075
12.763
Ubi Jalar
172
4.714
631
668
114
64
174
587
68
2.756
3.334
463
274
Sorgum
1.414
71
66
1.251
37
58
105
245
75
757
932
983
112.744
61.493
244.681
4.396
13.326
21.055
82.712
13.683
6.803
Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan & Hortikultura Prop. NTT, 2004
II - 19
Tabel II.14
Produksi Tanaman Pangan Tiap Kabupaten di Propinsi Nusa Tenggara Timur
Tahun 2004
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
Kabupaten
Kupang
Rote Ndao
TTS
TTU
Belu
Alor
Lembata
Flotim
Sikka
Ende
Ngada
Manggarai
Sumba Timur
Sumba Barat
Manggarai Barat
Kota Kupang
NTT
Padi Sawah
45.093
12.833
11.965
9.192
12.920
526
24
695
5.564
8.406
52.420
143.679
31.229
44.493
Padi Ladang
11.247
4.469
1.864
7.005
558
8.557
5.770
13.016
13.825
3.456
6.428
25.704
5.350
24.112
Jagung
30.980
42.657
137.738
26.585
64.965
13.949
31.586
28.528
28.524
38.265
51.928
21.879
21.384
65.593
Kedele
14
698
70
39
4
88
1.633
1.076
58
186
Komoditi
Kcg. Tanah
1.414
819
359
1.433
1.006
34
1.765
1.487
1.366
181
475
788
1.146
404
Kcg. Hijau
981
95
327
665
5.712
1.236
281
762
926
42
503
2.567
613
2.037
Ubi Kayu
55.144
1.679
158.252
91.936
95.323
98.935
21.724
48.344
29.473
25.901
40.644
123.667
26.732
125.108
Ubi Jalar
1.138
38.774
4.806
5.159
971
542
1.132
4.311
617
18.231
27.932
3.572
2.107
Sorgum
1.454
52
49
1.061
26
44
77
185
48
597
471
913
368.543
126.924
568.355
3.837
12.860
16.229
852.252
106.454
5.272
Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan & Hortikultura Prop. NTT, 2004
Tabel II-15
Komoditi Unggulan Tiap Kabupaten di Propinsi Nusa Tenggara Timur
Tahun 2004
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Kabupaten/Kota
Kupang
Kota Kupang
Rote Ndao
Timor Tengah Selatan
Timor Tengah Utara
Belu
Alor
Flores Timur
Lembata
Sikka
Komoditi Unggulan
Jagung, Kacang tanah
Jagung
Padi, Kacang tanah, Bawang merah, Bawang putih
Jeruk keprok, Jagung, Kedelai
Jeruk, Ubi jalar, Bawang putih, Bawang merah
Kacang hijau, Padi
Padi, Jagung
Jagung, Kacang tanah
Jagung, Kacang tanah, Kacang hijau
Kacang hijau, Mangga
II - 20
No
11
12
13
14
15
16
Kabupaten/Kota
Komoditi Unggulan
Ende
Ngada
Manggarai
Manggarai Barat
Sumba Timur
Sumba Barat
Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan & Hortikultura Prop. NTT, 2004
Tabel II-16
Potensi Lahan Basah di Propinsi Nusa Tenggara Timur
Tahun 2004
No.
Total Luas
Potensial
(Ha)
28.279
Fungsional
(Ha)
Manggarai Barat
3.768
Manggarai
43.924
16.465
5.852
Ngada
26.466
22.950
3.526
Ende
10.665
4.464
1.421
Potensial
(Ha)
1.174
Fungsional
(Ha)
Potensial
(Ha)
Fungsional
(Ha)
6.279
Total Luas
Fungsional (Ha)
2.512
13.331
12.558
2.403
3.901
25.056
9.753
19.506
1.552
2.351
1.964
5.877
11.753
1.747
947
4.454
2.368
4.736
Sikka
8.792
3.115
1.171
2.538
781
3.139
1.952
3.904
Flores Timur
5.360
3.133
714
1.027
476
1.200
1.190
2.380
Lembata
3.232
2.007
431
150
287
1.075
718
1.435
Sumba Timur
22.563
13.752
3.006
2.811
2.004
6.000
5.010
10.020
Sumba Barat
14.208
7.328
1.893
2.682
1.262
4.198
3.155
6.310
10
Alor
12.296
6.156
1.638
599
1.092
5.541
2.730
5.461
11
Kupang
18.344
11.253
2.444
1.075
1.629
6.016
4.073
8.146
12
Rote Ndao
8.310
5.750
1.107
1.007
738
1.553
1.845
3.690
13
18.148
9.073
2.418
1.080
1.612
7.995
4.030
8.059
14
19.303
14.722
2.572
2.001
1.714
2.580
4.286
8.572
II - 21
No.
15
Total Luas
Potensial
(Ha)
Potensial
(Ha)
Fungsional
(Ha)
Potensial
(Ha)
Fungsional
(Ha)
Potensial
(Ha)
Fungsional
(Ha)
Total Luas
Fungsional (Ha)
Belu
44.213
32.415
5.890
1.798
3.927
10.000
9.817
19.635
Total
284.103
166.357
37.850
23.644
25.234
94.102
63.084
126.168
Tabel II.17
POPULASI PETERNAKAN Di WILAYAH PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR
TAHUN 2002
No
Kabupaten
Sapi
Kerbau
Kuda
Babi
Kambing
Domba
Ayam Buras
Ayam Ras
Itik
1.
Sumba Barat
6.085
30.460
16.008
51.701
9.159
583.202
2.309
2.
Sumba Timur
38.800
31.245
26.195
31.910
33.810
878
478.607
2.213
3.
Kab. Kupang
142.510
17.613
16.461
121.333
96.502
48.781
2.023.404
79.297
19.455
4.
111.176
529
4.826
194.801
30.661
724.695
8.808
5.
54.848
656
2.164
55.982
14.226
34
129.434
8.113
6.
Belu
89.085
2.337
3.543
88.228
10.623
23
717.046
18.217
7.
Alor
1.196
135
58.695
22.202
344.603
10.414
8.
Lembata
1.328
1.435
42.688
26.944
452
175.963
16.173
9.
Flores Timur
1.470
30
2.347
111.381
48.080
2.073
464.105
9.792
10.
Sikka
4.533
461
3.025
86.463
31.640
197
459.403
40.356
11.
Ende
6.271
2.339
2.419
59.943
17.935
47
2.400.864
51.526
II - 22
No
Kabupaten
12.
Ngada
13.
14.
Sapi
Kerbau
Kuda
Babi
Kambing
Domba
Ayam Buras
Ayam Ras
Itik
32.238
11.087
7.691
127.874
38.045
3.061
564.278
15.590
Manggarai
9.838
35.701
6.857
123.296
37.418
91
570.323
7.326
Kota Kupang
3.176
34
51
16.178
3.590
33
452.500
Jumlah
503.154
132.497
93.157
1.170.473
420.835
55.631
9.635.927
531.797
210.292
Tabel II.18
Luas Areal, Produksi Dan Produktivitas Komoditi Perkebunan di Propinsi Nusa Tenggara Timur
Tahun 2004
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Komoditi
Kelapa
Jambu Mete
Kopi
Kakao
Kemiri
Kapuk
Cengkeh
Pinang
Vanili
Lada
Jarak
Pala
Tembakau
Sirih
Lontar
NTT
TBM
54.192,00
83.097,76
27.328,26
17.073,17
46.426,08
6.420,65
6.053,95
4.265,38
1.180,12
177,84
130,90
298,06
8,00
614,12
2.665,00
259.931,28
JUMLAH
159.377,21
144.096,17
67.257,74
33.946,00
79.924,35
17.567,61
12.002,02
38.545,29
2.661,69
325,24
1.588,05
541,44
480,84
2.651,76
8.993,10
570.058,51
Produksi
(Ton)
53.529,60
19.367,17
15.990,86
9.383,09
14.713,97
2.745,02
1.079,77
7.132,99
513,07
104,67
249,97
60,13
77,93
451,76
2.632,00
128.031,99
II - 23
Produktivitas
(Kg/Ha)
553,65
409,68
476,39
576,65
489,73
291,42
225,47
346,05
408,31
710,12
171,55
247,07
164,81
367,26
478,76
476,01
B. Perkebunan
Tanaman perkebunan merupakan komoditi strategi dalam pembangunan
perekonomian Nusa Tenggara Timur, karena merupakan salah satu penyumbang terbesar
terhadap total ekspor. Seperti telah disinggung di atas bahwa peranan subsektor
perkebunan ini terhitung masih begitu kecil peranannya terhadap PDRB Nusa Tenggara
Timur. Walaupun begitu kecil produksi dari sektor ini dapat menunjang pendapatan,
terutama dalam rangka memenuhi bahan baku sektor industri. Data selengkapnya
mengenai tanaman perkebunan dapat dilihat pada Tabel II.18.
Berdasarkan Tabel II.17 dapat dilihat daerah-daerah yang merupakan penghasil utama
perkebunan. Penentuan daerah penghasil utama didasarkan pada jumlah produksi dan
luas areal perkebunan, yaitu :
- Kelapa
: Kabupaten Sikka, Flotim dan Ende
- Kopi
: Kabupaten Manggarai, Kabupaten Ngada
- Kapok,Pinang : Kabupaten Sumba Barat
- Cengkeh
: Berdasarkan luas panen terbesar adalah Kabupaten Manggarai, tetapi
berdasarkan produksinya adalah Kabupaten Sikka.
- Coklat, lada
: Kabupaten Sikka
- Kapas
: Kabupaten Ende
- Vanili
: Kabupaten Manggarai, Kabupaten Alor
- Tembakau
: Kabupaten Sumba Barat
Seperti telah diuraikan di atas bahwa tanaman perkebunan telah dimanfaatkan untuk
ekspor ke luar negeri, terutama dalam bentuk diolah. Berdasarkan jalur pemasaran yang
telah dirintis, disamping untuk kebutuhan masyarakat atau perdagangan dalam wilayah,
beberapa komoditas telah menjadi komoditas ekspor seperti Kopi, Kakao, Jambu Mente,
biji Kapas dan Cassiavera.
C. Kehutanan
Propinsi Nusa Tenggara Timur mempunyai areal kawasan hutan seluas 1.808.981,21
Ha yang terdiri dari hutan lindung 713.216,97 Ha, hutan produksi tetap 428.357,98 Ha,
hutan produksi terbatas 197.249,73 Ha, hutan yang dapat dikonversi 101.827,03 Ha.
Berdasarkan penyebaran hutannya, terlihat bahwa Pulau Flores merupakan terbanyak
terdapat hutan produksi. roduksi kayu cendana di Propinsi Nusa Tenggara Timur selama
tahun 2002 sebesar 261,26 ton yang berasal dari 5 kabupaten yaitu : Sumba Barat 50,02
ton, Sumba Timur 30,09 ton, Timor Tengah Selatan 72,58 ton, Timor Tengah Utara 17,10
ton, dan terbesar di Belu 91,48 ton. Produksi kayu jenis lainnya yang paling menonjol
adalah Kayu Jati. Selama tahun 2002 produksinya mencapai sekitar 3,10 ribu meter kubik.
D. Peternakan
Sebagai salah satu gudang ternak di Indonesia, peranan subsektor peternakan di
propinsi ini adalah kedua terbesar setelah tanaman pangan. Populasi ternak besar di
wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur pada tahun 2002 tercatat untuk Sapi sebanyak
503.154 ekor, Kerbau 132.497 ekor dan Kuda 93.157 ekor. Untuk populasi Sapi sebagian
besar berada di Kabupaten Kupang dan Kabupaten Timor Tengah Selatan, sementara
untuk Kerbau dan Kuda sebagian besar berada di Kabupaten Sumba Barat, Sumba Timur,
Kupang, Ngada dan Manggarai. Populasi ternak kecil yang menonjol di wilayah Propinsi
Nusa Tenggara Timur adalah babi yakni tercatat sekitar 1,17 juta ekor pada tahun 2002,
disusul kambing 420,8 ribu ekor, dan terendah domba dengan populasi 55,6 ribu ekor.
Untuk kelompok unggas, populasi ayam kampung tahun 2002 tercatat sekitar 9,64 juta
ekor yang sebagian besar berada di Kabupaten Kupang dan Ende.
Ternak sapi merupakan salah satu komoditas andalan dari sub sektor peternakan karena
telah menjadi komoditas perdagangan antar pulau dengan peluang pasar cukup prospektif.
Dalam upaya meningkatkan peluang usaha peternakan terdapat peluang padang
pengembalaan yang kualitas padangnya perlu ditingkatkan dalam upaya percepatan
populasi ternak sapi dan ternak kecil sebagaimana Tabel II.19.
II - 24
Tabel II.19.
Luas Padang Pengembalaan di Kabupaten se-NTT
Kabupaten
Luas Padang (Ha)
No
1
Kupang
208.705
68.550
Belu
104.822
87.580
Alor
48.708
Rote Ndao
Kota Kupang
WP I Timor
518.365
Lembata
Flores Timur
48.708
130.616
10
Sikka
58.904
11
Ende
70.518
12
Ngada
134.280
13
Manggarai
278.762
14
Manggarai Barat
WP II Flores-Lembata
721.788
15
Sumba Barat
269.389
16
Sumba Timur
478.967
WP III Sumba
748.356
NTT
1.988.509
E. Perikanan
Produksi perikanan di daerah ini meliputi perikanan darat dan perikanan laut. Untuk
perikanan darat di usahakan di perairan umum, perikanan budidaya tambak, kolam dan
sawah. Perkembangan produksi perikanan menunjukkan arah yang menggembirakan,
yaitu cenderung meningkat dari tahun ke tahun, terutama untuk perikanan darat.
Peningkatan produksi perikanan darat ini sebagai akibat berkembangnya luas areal kolam
di desa-desa dan kegiatan penebaran benih di perairan umum.
Produksi perikanan laut sebagian besar masih dihasilkan oleh nelayan kecil (armada
perikanan rakyat) yang pada umumnya beroperasi di daerah pantai, sedangkan
penangkapan ikan di daerah lepas pantai dan Zona Ekonomi Eksklusif belum diusahakan.
Biasanya usaha tersebut dilakukan oleh perusahaan perikanan skala menengah atau besar.
Tingkat perkembangan usaha perikanan baik usaha penangkapan maupun budidaya masih
rendah dan lamban disebabkan keterbatasan modal/sarana produksi, ketrampilan
nelayan/petani ikan yang masih rendah, penyediaan prasarana pasca panen yang masih
rendah dan terjaminnya pemasaran hasil perikanan. Disamping hal tersebut, tingkat
pemanfaatan sumber daya perikanan di propinsi ini masih tergolong rendah dibandingkan
dengan potensi yang dimilikinya. Produksi perikanan pada tahun 2001 sebesar 85.329 ton.
83.991 ton diantaranya atau sekitar 98,43% merupakan hasil perikanan laut dan
selebihnya sekitar 1,57% merupakan hasil dari perikanan darat. Untuk lebih jelas lihat
pada Tabel II.20.
Dilihat dari daerahnya, hampir seluruh kabupaten yang ada menghasilkan perikanan laut.
Kabupaten-kabupaten yang paling banyak memproduksi ikan (perikanan laut) adalah
Kabupaten Kupang (19,6%), Sikka (18,8%), Flores Timur dan Ende. Yang terkecil produksi
perikanan lautnya adalah Kabupaten Timor Tengah Selatan. Sementara itu, kabupatenkabupaten yang tidak memproduksi perikanan darat adalah Kabupaten Sikka dan Ende.
Untuk lebih jelas produksi perikanan di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur dapat dilihat
pada Tabel II.21.
II - 25
Tabel II.20
Produksi Perikanan Tiap Kabupaten di Nusa Tenggara Timur Tahun 2001 (Ton)
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Kabupaten
Sumba Barat
Sumba Timur
Kab. Kupang
Timor Tengah Selatan
Timor Tengah Utara
Belu
Alor
Lembata
Flores Timur
Sikka
Ende
Ngada
Manggarai
Kota Kupang
Jumlah
Perikanan Laut
1.868,8
4.459,5
16.867,8
37,0
369,7
2.131,0
6.930,2
5.428,2
7.680,2
7.892,6
7.345,1
4.296,9
5.630,8
13.052,8
83.990,6
Perikanan Darat
Perairan Umum
43,4
212,4
14,5
5,6
25,5
28,3
426,5
Tambak
Kolam
1,0
1,2
96,0
32,0
44,5
2,4
350,2
93,2
620,5
Jumlah
Sawah
32,2
25,0
104,7
5,4
6,2
1,4
1,1
24,5
57,7
258,2
7,2
1,1
6,8
1,1
4,2
12,5
32,9
Tabel II.21
Rata-Rata Produksi Perikanan, Potensi Lestari Dan Tingkat Pemanfaatan
Di Nusa Tenggara Timur
Wilayah Usaha Perikanan
I. Perikanan Laut
- Ikan laut
- Nener
- Rumput laut
- Kerang mutiara
II. Perikanan Darat
- Kolam
- Sawah
- Tambak
- Perairan umum
50146.9
88270000
493.38
20000
240000
680 juta ekor
50000
1 juta ekor
20.89
12.98
0.99
20
68.3
15.2
396.8
158.6
297
85
18000 ha
9450
23
17.8
2.2
1.7
II - 26
1.952,6
4.699,2
17.172,1
51,5
407,1
2.181,7
6.934,0
5.428,2
7.680,2
7.892,6
7.352,9
4.701,3
5.882,5
13.052,8
85.328,7
II.22.
Tabel II.22
Jumlah Volume Dan Nilai Ekspor Perikanan
Komoditi
01. Ikan Tuna dan Cakalang
02. Lobster
03. Sirip Ikan Hiu
04. Mutiara
05. Rumput laut
06. Udang Windu Matang
07. Minyak Hati Ikan Hiu
Volume (ton)
Nilai (US $)
761.008
0.595
0.227
0.01943
240
0.821
48.96
471.393,2
539.908
7.390.188
419.838
164.700
10.017
376.567
2.6.2
Sektor Pertambangan
Peranan sektor pertambangan di dalam struktur ekonomi wilayah Propinsi Nusa
Tenggara Timur terlihat masih kecil. Berdasarkan data PDRB 1999 2002 tercatat peranan
sektor ini di dalam pembentukan nilai PDRB masih di bawah 1% atau rata-rata peranan
tiap tahunnya 0,5%. Jika dilihat dari potensi geologisnya, sebenarnya di propinsi ini banyak
mengandung bahan-bahan mineral yang terdiri dari bahan galian seperti: logam mulia,
logam dasar besi dan bahan galian industri seperti batu kapur, tanah liat, gypsum, pasir,
silica, belerang, barit sesuai dengan jumlah dan kadarnya masing-masing. Tetapi dari
sumber daya pertambangan yang ada hanya beberapa mineral yang telah dieksploitasi.
Beberapa jenis bahan tambang yang telah dilaksanakan penambangannya adalah batu
kapur, tanah liat, logam mulia, mangan, barit, marmer, bahan galian C dan fosfat. Luas
penggunaan lahan pertambangan untuk masing-masing lokasi dan hasil tambang adalah
sebagai berikut :
Penambangan pasir, batu dan kerikil luas arealnya mencapai 48 Ha;
Penambangan batu kapur dan tanah liat seluas 17 Ha masing-masing di Kabupaten
Kupang seluas 15 ha dan di Kabupaten Timor Tengah Selatan seluas 2 Ha;
Penambangan marmer di Kabupaten Belu, Kecamatan Malaka Timur Desa Sanleo
seluas 25 Ha;
Penambangan bahan galian phospat di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Kecamatan
Amanuban Selatan 137 Ha.
Sistem penambangan yang dilakukan untuk bahan galian seperti pasir, batu, kerikil, batu
kapur dan tanah liat adalah sistem terbuka, sedangkan untuk bahan penambangan batu
kapur dan tanah liat, khususnya oleh PT. Semen Kupang dilakukan secara terbuka dan
menggunakan alat berat.
Ada tiga macam kegiatan penambangan yang dilakukan yaitu kegiatan kontrak karya
penambangan, kuasa penambangan dan penambangan oleh rakyat. Penambangan oleh
rakyat biasanya terbatas pada bahan galian C, yang lokasinya tersebar dengan jumlah
kecil.
Lokasi penambangan mangan terletak di daerah Reo dan Cibal Kabupaten Manggarai.
Perusahaan yang mengeksploitasi adalah PT. Aneka Tambang dengan hasil yang diekspor
ke Jepang sebagai teknik Grade. Pada akhir tahun 1986 suatu kontrak Kerja antara
Pemerintah Republik Indonesia dengan perusahaan patungan PT. Nusa Lontar Mining telah
ditandatangani untuk eksplorasi emas epithermal di Kabupaten Manggarai, Ngada, Ende,
Sikka, Flores, Timor dan Alor. Kemudian pada tahun 1987 menyusul suatu kontrak kerja
serupa dengan PT. Flores Indah Mining di lokasi sebelah utara Pulau Rinca Kabupaten
Manggarai.
Sebenarnya sektor pertambangan di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur akan dapat
berkembang sebagai sektor penting, apabila hasilnya sudah dapat berperan dalam
meningkatkan derajat kesejahteraan, ditinjau dari tingkat pendapatan masyarakat daerah
ini. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel II.23 dan Tabel II.24.
II - 27
Tabel II.23
Jenis Mineral Dan Penyebarannya di Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2004
Jumlah Potensi (Ton)
No
Jenis Mineral
Kabupaten
Terukur
Cadangan
terindikasi
Cadangan
Hip. Awal
Cadangan Terekam
Keterangan
464.860,0
Belum diekploitasi
Mangan (Mn)
350.000,0
Emas (AU)
544.698,0
Sudah dieksplorasi
Flourspor (Fs)
112.560,0
Belum dieksploitasi
barait (Ba)
200.000-1.000.000
Belum dieksloitasi
Belerang (S)
21.000,0
Belum dieksloitasi
Posfat (Po)
4.400.000.000,0
Belum dieksloitasi
Zeolit (Z)
100.000.000,0
Belum dieksloitasi
Ende: Nangapanda,
Sumba Timur, Sumba Barat
Kupang, Timor Tengah Selatan (TTS),
Timor Tengah Utara (TTU), Ngada,
Sumba Timur
252.000.000,0
10
Ende, Alor
1.000.000,0
Belum dieksloitasi
11
Pasir (Ps)
16 Kabupaten/Kota
52.000.000,0
(39.000 Ha)
Terekploitasi
12
Gipsum (Ch)
13
14
360.000,0
(30 Ha)
16.000.000,0
67.000.000,0
68.000.000,0
52.000.000,0
6.000.000.000,0
1.000.000.000,0
732.800.000,0
(39.000 Ha)
7.500.000,0
65.000.000 (180 Ha)
80.000.000,0
(1.755 Ha)
100.000.000,0
-
6.000.000.000,0
3.222.500.000
(baru)
4.700.000,0
-
7.555.000.000,0
15
16
17
18
Granitis (Gr)
Andesit (An)
Balsitis
Pasir Batu (Pa)
19
20
21
Belum dieksloitasi
Belum dieksloitasi
Belum dieksloitasi
Tereklpoitasi 1.200 Ha
Belum dieksloitasi
Belum dieksloitasi
Tereklpoitasi 243Ha
Belum dieksloitasi
II - 28
2.6.3
2.7
Sektor Pariwisata
Bagi wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur, pariwisata dapat berlangsung di
mana-mana. Variasi alamiah dan kebudayaannya merupakan daya tarik yang berbeda satu
dengan yang lain. Namun demikian di tempat-tempat tertentu dijumpai daya tarik khusus,
yaitu obyek-obyek yang memiliki ciri khas yang unik dan merupakan pusat daya tarik
karena alasan-alasan tertentu. Pusat-pusat daya tarik ini memiliki skala yang berbeda-beda
tergantung kepada tingkat keunikan dan juga jumlah serta jenis obyek-obyek wisata lain
yang terletak dalam jangkauan jarak yang berdekatan, sehingga saling menunjang dalam
menciptakan daya tarik bersama, membentuk suatu kawasan wisata atau Satuan
Pengembangan Pariwisata (SPP). Kawasan-kawasan wisata atau Satuan Pengembangan
Pariwisata tersebut memiliki ciri khasnya masing-masing, yang sesuai dengan daya tarik
yang terdapat di lokasi tersebut. Sektor pariwisata di wilayah Propinsi Nusa Tenggara
Timur merupakan salah satu penghasil devisa non-migas yang potensial. Memiliki peluang
yang sangat besar untuk dikembangkan lebih lanjut menjadi salah satu tulang punggung
pengembangan perekonomian wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur, karena ditunjang
oleh sumber daya manusia (human resources), sumber alam (natural resources),
sumber daya buatan yang beraneka ragam dan faktor keindahan lainnya. Bila sektor non
migas ini berkembang dengan baik, akan merangsang dan mendorong pertumbuhan
pembangunan setiap Kabupaten/ Kota, pelestarian dan pemanfaatan potensi sumber daya
alam dengan manusia dan kebudayaan serta meningkatkan devisa/pendapatan daerah.
Disamping itu sektor ini mampu menumbuhkan sektor-sektor lainnya, seperti industri
kerajinan rakyat, perluasan kesempatan kerja, agrowisata, pelayanan jasa perhubungan,
perdagangan, pengembangan budaya dan sebagainya. Wilayah Propinsi Nusa Tenggara
Timur masuk dalam Wilayah Tujuan Wisata (WTW) D, dengan keunggulan produk wisata
sebagai berikut :
1. Wisata Alam;
2. Wisata Sejarah/Budaya;
3. Wisata Minat Khusus;
4. Wisata bahari.
Untuk lebih jelas keunggulan produk wisata daerah tujuan wisata Propinsi Nusa Tenggara
Timur dapat dilihat pada Tabel II.25.
Pembiayaan Pembangunan
Pertumbuhan Nusa Tenggara Timur juga memiliki kinerja yang mulai membaik pada
tahun 2003. Dari sisi keuangan daerah, tahun anggaran 2000 tampaknya merupakan tahun
yang berat. Hal ini tercermin dari kecilnya penerimaan baik pada daerah Propinsi maupun
Kabupaten/ Kota. Akan tetapi pada tahun berikutnya kondisi keuangan daerah-daerah
tersebut sudah membaik, bahkan total penerimaannya melonjak tajam. Total penerimaan
Propinsi pada tahun anggaran 2000 baru mencapai 183,3 milyar dan meningkat menjadi
354,4 milyar pada tahun anggaran 2001. Kecilnya penerimaaan pada tahun anggaran 2000
disebabkan pada tahun anggaran tersebut hanya berlangsung dalam tiga triwulan sehingga
pada tahun anggaran 2001 total penerimaan Propinsi melonjak hampir dua kali lipat.
Sedangkan total penerimaan pada tahun 2002 sudah mencapai 506,4 milyar. Komponen
terbesar penerimaan daerah pada tahun anggaran 2000 adalah dari subsidi dan bantuan
yang mencapai 140,1 milyar rupiah (76,47 %). Sementara Pendapatan Asli Daerah (PAD)
dari hasil bagi pajak dan bukan pajak masing-masing hanya sebesar 20,1 milyar rupiah
(10,95 %) dan 12,6 milyar rupiah (6,88 %). Struktur penerimaan tersebut relatif tidak
berubah dalam dua tahun anggaran berikutnya. Kondisi ini mempertegas kenyataan bahwa
Nusa Tenggara Timur masih memiliki ketergantungan keuangan yang sangat besar terhadap
subsidi dan bantuan dari Pemerintah Pusat. Untuk meningkatkan peran daerah yang
utamanya melalui peningkatan PAD agaknya masih diperlukan kerja lebih keras lagi.
Peningkatan penerimaan Propinsi tersebut ternyata sejalan dengan meningkatnya
total pengeluaran. Pada tahun anggaran 2003 total pengeluaran Propinsi sebesar 318,4
milyar rupiah, meningkat dari hanya 214,3 milyar rupiah pada tahun anggara 2002. Proporsi
pengeluaran pembangunan pada keuangan Propinsi untuk tahun 2003 lebih kecil, yaitu
hanya 131,1 milyar rupiah (41,17 %), sementara untuk pengeluaran rutin mencapai 187,3
milyar rupiah (58,83 %). Walaupun pengeluaran meningkat tajam, tetapi nilai nominalnya
masih lebih kecil dibandingkan dengan total penerimaan. Sehingga keuangan Propinsi pada
II - 29
tahun Anggaran 2000 masih surplus sebesar 24,7 milyar rupiah. Surplus ini terus meningkat
dalam dua tahun anggaran berikutnya, yaitu tahun 2001 sebesar 140,3 milyar rupiah, dan
tahun 2002 sebesar 188,0 milyar rupiah. Perkembangan total pengeluaran dan penerimaan
Kabupaten/ Kota secara umum hampir sama dengan Propinsi. Walaupun masing-masing
besaran mengalami kenaikan, tetapi pada tahun anggaran 2000 masih menikmati surplus.
Namun demikian jika diperhatikan komposisi pengeluarannya, tampak bahwa struktur
pengeluaran Kabupaten/ Kota pada tahun anggaran 2000 sangat berbeda dengan Propinsi.
Pada tahun anggaran tersebut proporsi pengeluaran Kabupaten/ Kota didominasi oleh
pengeluaran rutin. Pengeluaran rutin di Kabupaten/ Kota pada umumnya pada tahun
anggaran 2000 mencapai 479,3 milyar rupiah (63,18 %). Akan tetapi pada tahun 2001 dan
2002 komposisi tersebut nampaknya rutin lebih tinggi dibandingkan pengeluaran
pembangunan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel II.26.
II - 30
Tabel II.25
Keunggulan Produk Wisata Propinsi Nusa Tenggara Timur
NO
ODTW UTAMA
LOKASI
Wisata alam
TN. Komodo
TN. Kelimutu
Taman Riung A Pulau
P.Komodo
Ende
Riung
Wisata Sejarah/Budaya
Wisata Bahari
PENANGANAN
INTENSITAS KEGIATAN
Tinggi
Tinggi
Sedang
PASAR WISATA
Ende
Ngada
Waikabubak
Waingapu
Pelestarian
Pelestarian
Pengembangan dan
Perencanaan
Pengembangan
Pelestarian
Pengembangan
Pelestarian
Sedang
Sedang
Tinggi
Sedang
L.R.N
L.K
L.K.I
L.R.I.N
Teluk Kupang
Kupang
Pengembangan
Sedang
L.R.I.N
P.Umbata
Sedang
L.R.N
P. Alor
Labuan Bajo
Kupang
Waingapu
Pengembangan dan
perencanaan
Pengembangan
Pengembangan
Pengembangan
Pengembangan
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
L.R.N
L.R.N.I
L.R
L.R
II - 31
L.R.I.N
L.R.I.N
L.R.N.
Tabel II-26
Realisasi Penerimaan dan Pengeluaran Daerah NTT 2000 2003
(Juta Rupiah)
Rincian
2000
2001
2002
183,272.30
354,382.20
506,367.60
10,461.90
24,306.40
140,334.70
20,063.40
43,027.10
81,658,6
12,605.60
17,126.60
20.29
140,142.30
269,922.10
264,084.30
Total Pengeluaran
- Rutin
158,605.90
61,558.20
214,274.60
157,293.60
318,404.10
187,328.90
- Pembangunan
97,047.70
56,981.00
131,075.20
24,666.40
140,107.60
187,963.50
801,096.60
2,226,838.00
2,580,248.90
Total Pengeluaran
758,616.10
1,990,756.80
2,326,644.60
- Rutin
479,281.00
1,321,686.50
1,592,629.70
- Pembangunan
274,433.00
669,070.30
734,014.90
42,480.50
236,081.20
253,604.30
Surplus/Defisit*
Surplus/Defisit*
II - 32
BAB. III
III - 1
budidaya untuk pemanfaatan sumberdaya alam di darat maupun dilaut secara sinergis
untuk mewujudkan keseimbangan pemanfaatan ruang wilayah; (b) Mengembangkan
kegiatan kegiatan budidaya beserta prasarana penunjangnya baik di darat maupun di
laut secara sinergis; (c) Mengembangkan dan mempertahankan kawasan budidaya
pertanian pangan Nasional; (d) Mengembangkan kegiatan untuk ketahanan budidaya
pengelolaan sumberdaya alam laut yang bernilai ekonomi di ZEE dan landas kontinen;
dan (e) Mengendalikan masalah perkotaan.
a. Kawasan yang diperuntukan sebagai kawasan hutan produksi, yaitu kawasan hutan
yang mempunyai fungsi pokok memproduksi berbagai hasil hutan;
b. Kawasan yang diperuntukan sebagai kawasan hutan rakyat, yaitu kawasan hutan yang
tidak terbagi lagi menjadi kawasan yang lebih kecil;
c. Kawasan yang diperuntukan sebagai pertanian, meliputi :
kawasan budidaya tanaman pangan;
kawasan budidaya holtikultura;
kawasan budidaya perkebunan;
kawasan budidaya peternakan.
d. Kawasan yang diperuntukan sebagai kawasan perikanan meliputi wilayah pesisir dan
laut, yang disediakan untuk memenuhi kebutuhan perikanan;
e. Kawasan yang diperuntukan sebagai kawasan pertambangan meliputi peruntukan
ruang dengan potensi pengembangan bahan-bahan galian yang dibagi atas tiga
golongan, yaitu golongan bahan galian strategis, bahan galian vital, atau golongan
bahan galian yang tidak termasuk dalam kedua golongan diatas;
f. Kawasan yang diperuntukan sebagai kawasan industri merupakan kawasan yang
dikembangkan bagi berbagai kegiatan industri;
g. Kawasan yang diperuntukan sebagai kawasan pariwisata merupakan kawasan dengan
luas tertentu yang dibangun atau disediakan untuk memenuhi kebutuhan pariwisata;
h. Kawasan yang diperuntukan sebagai kawasan permukiman meliputi kawasan yang
didominasi oleh lingkungan hunian dengan fungsi utama sebagai tempat tinggal;
i. Dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih efisien maka ditetapkan
kawasan andalan, yaitu kawasan yang mengupayakan pengembangan sektor-sektor
unggulan secara terpadu, untuk keselarasan pengembangan antar wilayah dan antar
sektor.
3.1.3. Kawasan Tertentu
Kebijaksanaan pengembangan kawasan tertentu diselenggarakan untuk mewujudkan
prioritas dan tingkat penanganan yang diutamakan dalam pembangunan Nasional. Strategi
pengembangan kawasan tertentu diselenggarakan dengan :
a. Menetapkan kawasan tertentu;
b. Konservasi/perlindungan dan pengembangan potensi sosial budaya masyarakat dalam
memperkuat keanekaragaman jati diri bangsa;
c. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi Nasional dan atau peningkatan manfaat ruang di
wilayah
sekaligus mempercepat pertumbuhan kawasan tertinggal dan sangat
tertinggal meliputi upaya-upaya : Pengembangan pusat-pusat pertumbuhan berbasis
potensi sumberdaya alam dan sector/komoditas unggulan sebagai penggerak utama
pengembangan wilayah, Penyediaan insentif dan penyederhanaan prosedur perijinan
investasi, Pengelolaan dan promosi peluang investasi kawasan, dan Penyediaan
dukungan infrastruktur;
d. Pendayagunaan sumberdaya alam dan teknologi tinggi strategis;
e. Melestarikan fungsi dan meningkatkan daya dukung lingkungan melalui upaya-upaya
konservasi/perlindungan dan peningkatan fungsi dan peranannya;
f. Menunjang kepentingan politik dan pertahanan keamanan negara serta integrasi
Nasional.
Pola pemanfaatan ruang menggambarkan pula sebaran kawasan tertentu. Kawasan
tertentu meliputi kawasan tertentu dari sudut kepentingan :
sosial budaya bangsa;
pertumbuhan ekonomi nasional;
III - 2
III - 3
III - 4
III - 5
j.
k.
3.3
Keadaan sumber daya ekonomi, khususnya lahan pertanian pada umumnya dengan
skala relatif kecil sehingga secara ekonomis pengembangannya kurang
menguntungkan;
Cara hidup penduduk yang pada umumnya masih belum mendukung kelestarian alam
menyebabkan makin banyak lahan kritis.
III - 6
karakteristik geografisnya yang terdiri dari pulau-pulau dan sebagian besar wilayahnya
berupa lautan.
Untuk tujuan dalam skala internal Propinsi Nusa Tenggara Timur, bertitik tolak dari
permasalahan yang dihadapi maka tujuan yang akan dikembangkan meliputi :
1. Pemantapan kawasan yang berfungsi lindung, guna menjaga dan melestarikan
keseimbangan lingkungan;
2. Adanya penetapan yang tegas dalam pemanfaatan lahan budidaya dan lindung,
sehingga nantinya tidak terdapat tumpang tindih pemanfaatan dan penggunaan lahan
baik antara penggunaan untuk budidaya dan lindung maupun tumpang tindih antara
yang berbeda kepentingan;
3. Meningkatkan keseimbangan pemanfaatan lahan untuk kegiatan budidaya dan kawasan
lindung, agar tercapai suatu keseimbangan lingkungan yang akan menghindari
kerusakan ekosistem serta tercapainya upaya pembangunan berkelanjutan;
4. Mengoptimalkan pemanfaatan potensi dan sumber daya wilayah dengan memperhatikan
prinsip pembangunan yang berkelanjutan;
5. Mewujudkan sistem kota-kota dengan hirarki yang lebih teratur. Hal ini berkaitan dengan
sistem pelayanan yang akan diemban oleh masing-masing kota. Dimana nantinya
diharapkan adanya tingkatan pelayanan, dari tingkat terendah hingga tingkat tertinggi;
6. Meningkatkan peran transportasi baik darat maupun laut. Sebagai daerah kepulauan
maka transportasi utama adalah darat dan laut. Transportasi darat untuk
menghubungkan aktivitas dalam satu pulau, sedangkan transportasi laut untuk
memudahkan hubungan antar pulau;
7. Menciptakan sistem jaringan transportasi intra wilayah maupun antar wilayah yang
mampu menjamin kelancaran hubungan antar Propinsi, antar pulau dan antar kota.
Antara kota dengan wilayah belakangnya maupun antar wilayah pembangunan sehingga
membentuk kesatuan wilayah yang mampu mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya
dan peluang-peluang yang ada;
8. Lebih meningkatkan dan mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan, dengan sasaran
utama menggembangkan kegiatan yang diperkirakan potensial dan dianggap sebagai
sektor unggul, sebagai prioritas utama untuk dikembangkan;
9. Setelah mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan tahap selanjutnya mengembangkan
pusat-pusat kegiatan ekonomi sebagai langkah untuk menciptakan pemerataan
pertumbuhan ekonomi;
10. Mengembangkan dan memanfaatkan seoptimal mungkin kawasan-kawasan prioritas
yang ada untuk memacu perkembangan wilayah Nusa Tenggara Timur secara
keseluruhan.
3.4
3.4.1
III - 7
2. Pelabuhan laut di Nusa Tenggara Timur akan mempunyai peran yang sangat penting
dalam mendukung pergerakan barang dan orang dari dan ke-Propinsi NTT. Hal ini
diperkuat dengan usaha-usaha pengembangan dan melengkapi prasarana dan sarana
penunjang pelabuhan-pelabuhan di Propinsi Nusa Tenggara Timur;
3. Secara spatial hubungan antar kota baik dalam skala regional (KTI), maupun dalam
skala nasional banyak dilakukan melewati laut;
4. Dengan adanya perkiraan pergeseran kegiatan ekonomi dunia menuju Pasifik (Pasifik
Basin), Propinsi NTT mempunyai keuntungan komparatif, karena jarak relatif dekat,
sehingga dengan mudahnya berhubungan dengan negara lain yang berada di sekitar
Samudera Pasifik, khususnya hubungan dalam bidang ekonomi.
Berdasarkan atas pertimbangan-pertimbangan di atas, maka konsesi pengembangan tata
ruang makro akan diarahkan pada membuka kendala keterisolasian wilayah dengan
mengembangkan kota-kota pelabuhan di masing-masing pulau agar memiliki kesempatan
yang sama untuk berinteraksi dengan wilayah lainnya di bagian Indonesia Barat yang
relatif lebih maju. Hal ini disebabkan karena masing-masing pulau memiliki interaksi dan
orientasi keluar dengan daerah yang berbeda. Sehingga diharapkan dengan makin
terbukanya masing-masing pulau-pulau tersebut akan makin memudahkan perjalan
perkembangan dari wilayah-wilayah di Indonesia Bagian Barat yang relatif maju serta
mendorong untuk memacu perkembangan wilayah Nusa Tenggara Timur secara
keseluruhan.
3.4.2
III - 8
Memantapkan kawasan budidaya baik untuk kegiatan hutan produksi maupun kawasan
pertanian tanaman pangan, perikanan, peternakan dan perkebunan berdasarkan
kesesuaian lahan;
Pola pengembangan sistem hirarki kota guna meningkatkan struktur pelayanan atau
sebagai pusat pertumbuhan khususnya terhadap daerah belakangnya maupun sebagai
pusat permukiman;
Pengembangan transportasi darat khususnya diarahkan untuk lebih meningkatkan
hubungan antar Ibukota Kabupaten, maupun Ibukota Kabupaten dengan daerah
belakangnya baik melalui pengembangan jaringan jalan maupun transportasi
penyeberangan;
Pengembangan transportasi laut dilakukan dengan meningkatkan peran pelabuhanpelabuhan laut yang ada serta upaya pengadaan kapal baik tradisional maupun modern
guna mendukung pergerakan antar pulau khususnya pergerakan barang;
Peningkatan fungsi kota, khususnya kota-kota Kabupaten dalam mendukung kegiatan
perekonomian, serta guna memacu pertumbuhan ekonomi;
Konsep pengembangan wilayah di Propinsi Nusa Tenggara Timur dititik beratkan pada
kegiatan koleksi distribusi di setiap pulau (terutama pulau-pulau utama atau besar),
baik untuk kegiatan di dalam pulau, antar pulau (dalam Propinsi NTT), maupun
kegiatan antar pulau (regional), melalui pengembangan pusat-pusat kegiatan ekonomi
yang mendukung kegiatan koleksi distribusi tersebut.
Bila dilihat dari keadaan geografis serta pertimbangan ekonomi, maka titik berat
pengembangan kegiatan-kegiatan ekonomi di prioritaskan pada pengembangan
pelabuhan-pelabuhan laut. Usaha pengembangan pelabuhan laut tersebut disertai usaha
perbaikan jaringan transportasi ke daerah belakang (hiterland) yang menjadi wilayah
pelayanan yang dapat dijangkau dari masing-masing pelabuhan.
Upaya perbaikan jaringan transportasi tersebut dilakukan dengan jalan memperbaiki
ataupun membangun jalan dari pelabuhan laut ke pusat-pusat produksi yang menjadi
wilayah pelayanannya. Hal tersebut dimaksudkan untuk lebih merangsang dan
meningkatkan kegiatan-kegiatan produksi di daerah belakang, khususnya bagi daerahdaerah belakang yang sampai saat sekarang belum berproduksi secara optimal. Secara
ekonomi, setiap pelabuhan laut mempunyai wilayah pelayaran (jangkauan pelayaran)
terhadap daerah belakang (pusat-pusat produksi) pada rentang yang masih
menguntungkan. Sehingga akan terbentuk suatu sistem pelayaran dari setiap pelabuhan
ke daerah hiterland dengan jangkauan yang berbeda-beda tergantung dengan besarkecilnya pelabuhan dan tingkat kemudahan pergerakan/aksesibilitas dari pelabuhan laut ke
daerah belakang tersebut.
Pengembangan pelabuhan laut untuk lebih memacu kegiatan ekonomi yang berorientasi
ke eksport, maka diupayakan adanya spesialisasi kegiatan dari setiap pelabuhan laut, hal
ini tentunya sangat tergantung dari potensi yang dimiliki oleh masing-masing daerah
belakang yang menjadi pelayanan dari setiap pelabuhan. Dengan melihat keadaan
geografis dan topografis Propinsi Nusa Tenggara Timur, maka akan dikembangkan kotakota pelabuhan untuk kegiatan skala nasional, regional maupun local sebagai berikut :
a. Kota dengan Skala Kegiatan Nasional :
Kota Kupang sebagai Kota Propinsi;
Kota Maumere, Kabupaten Sikka;
Kota Labuhan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat;
Waingapu, Kabupaten Sumba Timur.
b. Kota dengan Skala Kegiatan Wilayah :
Kota Soe, Kabupaten Timor Tengah Selatan;
Kefamenanu, Kabupaten Timor Tengah Utara;
Baa, Kabupaten Rote Ndao;
Kalabahi, Kabupaten Alor;
Kota Ende, Kabupaten Ende;
Larantuka, Kabupaten Flores Timur;
Bajawa, Kabupaten Ngada;
Ruteng, Kabupaten Manggarai;
III - 9
Di setiap pulau utama terdapat kota berorde/hirarki I atau Kota Pusat Kegiatan
Nasional guna lebih memacu pertumbuhan ekonomi;
Di setiap pulau kecil terdapat kota orde/hirarki III atau Pusat Kegiatan Lokal, agar
perkembangan ekonomi di pulau tersebut tidak jauh tertinggal dengan kegiatan
ekonomi di Pulau Utama.
Dengan melihat kriteria tersebut di atas, maka konsep pengembangan wilayah dengan titik
berat pada penekanan pelabuhan laut yang didukung oleh kegiatan di daerah belakangnya
sebagai langkah untuk meningkatkan kegiatan eksport, terbentuk perwilayahan
pembangunan meliputi 3 WP, yaitu :
WP I, meliputi Kota Kupang, Kabupaten Rote Ndao, Alor, Kupang, Kabupaten Timor
Tengah Selatan, Kabupaten Timor Tengah Utara dan Kabupaten Belu;
WP II, meliputi Kabupaten Lembata, Flores Timur, Sikka, Ende, Ngada, Manggarai dan
Manggarai Barat;
III - 10
3.5
III - 11
c.
III - 12
a. Mengoptimalkan peran dari setiap pemanfaatan ruang bagi kegiatan budidaya, sesuai
dengan kemampuan daya dukung lingkungannya.
Secara umum pengembangan kawasan budidaya harus didasarkan pada kesesuaian
lahan. Pengembangan kawasan budidaya diarahkan untuk mengakomodasikan
kegiatan produksi, seperti perkebunan, pertanian tanaman pangan lahan kering, lahan
basah, perkebunan, perikanan, peternakan, kegiatan pertambangan, pariwisata serta
permukiman.
b. Pengendalian pemanfaatan ruang guna menghindari konflik antar berbagai
kepentingan karena hal ini sering terjadi, dan akan banyak menimbulkan
permasalahan, yang berdampak pada kurang optimalnya pemanfaatan lahan karena
terjadinya perebutan lahan dari berbagai pihak.
3.5.2.3
III - 13
terpadu ini memilih desa yang secara ekonomi telah berkembang dibandingkan desa
lain di sekitarnya (desa Swasembada), sehingga dapat melayani desa-desa sekitarnya
yang masih dalam status desa swakarya. Sistem koleksi distribusi dari desa terpadu
mempunyai hubungan yang sangat erat dengan pusat kegiatan yang berada di
ibukota kecamatan, dengan dukungan prasarana dan sarana perhubungan serta
komunikasi yang relatif baik.
3.5.2.4
3.5.2.5
III - 14
BAB. IV
IV - 1
IV - 2
Tabel IV.1
Kriteria Penetapan Kawasan Lindung di Propinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2004
JENIS KAWASAN
I.
II.
DEFINISI
TUJUAN PERLINDUNGAN
KRITERIA
2.
Kawasan Bergambut
3.
Sempadan Pantai
2.
Sempadan Sungai
3.
IV - 3
JENIS KAWASAN
DEFINISI
TUJUAN PERLINDUNGAN
KRITERIA
seperti tersebut dalam SK Menteri Pertanian No :
681/KPTS/UM/8/81
2.
3.
4.
5.
Melindungi manusia dari kegiatannya dari bencana yang Daerah yang diindentifikasikan sering dan berpotensi
disebabkan oleh alam maupun secara tidak langsung oleh tinggi mengalami bencana dalam seperti letusan gunung
perbuatan manusia.
berapi, gempa bumi longsor dan lain-lain.
1. Kegiatan Budidaya yang sudah ada di kawasan lindung yang sudah ditetapkan dapat diteruskan sejauh tidak mengganggu fungsi lindung;
2. Dalam hal kegiatan budidaya yang telah ada yang mengganggu dan atau terpaksa mengkonversi kawasan berfungsi lindung, diatur sesuai dengan ketentuan
ketentuan yang berlaku dalam peraturan pemerintah No. 29/1986.
3. Kegiatan yang sudah ada di kawasan lindung dan mengganggu fungsi lindung harus dicegah perkembangannya.
Catatan
Sumber
: Pedoman Penyusunan Tata Ruang di Daerah (Tim Tata Ruang Kepres No. 57 tahun 1989).
IV - 4
Kelompok Pulau
Timor
P. Timor
P. Semau
P. Kera
P. Kambing
P. Rote
P. Sabu
P. Mdana
Jumlah
Alor
P. Alor
P. Pantar
P. Pura
P. Batang
P. Lapang
P. Rusa
Jumlah
Flores dan Sekitarnya
P. Flores
P. Komodo
P. Rinca
P. Padar
P. Kode
P. Gilimotang
P. Moles
P. Palue
P. Besar
P. Sukun
P. Konga
P. Adonara
P. Solor
P. Lembata
Jumlah
Sumba dan Sekitarnya
P. Sumba
P. Dana
Total NTT
Luas Pulau
(Ha)
Kawasan Lindung
Luas (Ha)
Persen (%)
1,439,490
26,100
212,430
42,170
207,340
71,180
2,818
1,423,000
33,240
21250
51880
22,620
126,600
1,104,000
382,850
500
62.5
125
38,025
9,850
1,562.5
43,2975
97,875
12,687
1,125
250
125
1,375
113,437
276,936
332,24.8
21,215
1,718.7
700
925
1,587.5
4625
4,062.5
375
62.5
32,562.5
5,587.5
19,093.6
403,775.6
193,601.5
26.6
44.1
31.3
23.4
47.2
17.8
39.9
19.4
99.9
99.8
62.8
29.6
15.1
17.5
4,693,188
1,154,789.6
24.4
IV - 5
Dikaitkan dengan kondisi pemanfaatan ruang eksisting, delineasi kawasan lindung seringkali
berhadapan dengan permasalahan tumpang tindih dengan kegiatan budidaya yang dapat
mengganggu fungsi lindungnya. Beberapa kasus permasalahan itu, misalnya :
Perambahan atau intervensi hutan lindung oleh masyarakat untuk kegiatan perladangan
berpindah;
Permukiman yang berkembang lama pada kawasan hutan lindung;
Kondisi eksisting pada kawasan hutan lindung yang ternyata tidak mempunyai fungsi
lindung lagi, tetapi sudah termasuk hutan produksi (kawasan budidaya);
Penambangan galian C yang dapat mengganggu fungsi lindung.
Untuk mengatasi hal tersebut sangat diperlukan beberapa kebijakan daerah didalam
pengendalian dan pengontrolan agar tercapai tujuan yang diharapkan dari fungsi lindung
tersebut.
4.1.1.4. Kawasan yang Memberi Perlindungan Bawahannya
Upaya pemantapan fungsi lindung pada kawasan yang memberikan perlindungan
terhadap kawasan bawahannya di Nusa Tenggara Timur, pada dasarnya dapat dilakukan
dalam konteks pendekatan pengembangan Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagai pendekatan
terpadu untuk melestarikan sumber daya alam. Hal ini mengingat bahwa fungsi lindung pada
kawasan tersebut hanya dapat lestari bila kondisi tangkapan air (catcment area) terjaga
dengan baik. Arahan yang dipergunakan untuk lebih melindungi kawasan ini dari
kegiatan/aktivitas manusia meliputi upaya-upaya :
Lebih memantapkan kawasan perlindungan dengan mengacu pada PP Nomor : 47 Tahun
1994, melalui pengukuhan dan penataan batas di lapangan;
Pengendalian kegiatan budidaya yang telah ada di kawasan tersebut. Kegiatan budidaya
yang mempunyai dampak penting terhadap hidup dikenakan ketentuan-ketentuan yang
berlaku sesuai PP Nomor : 47 Tahun 1994. Bagi kegiatan yang mengganggu fungsi lindung
harus dicegah perkembangannya dan fungsi lindung harus dikembalikan secara bertahap;
Kegiatan penelitian eksplorasi mineral dan air tanah serta kegiatan lain yang berkaitan
dengan pencegahan bencana alam, dapat dilakukan di kawasan hutan lindung dengan
tetap mempertahankan fungsi lindungnya. Kegiatan budidaya pertambangan dimungkinkan
untuk tetap berlokasi di kawasan hutan lindung, jika pada kawasan tersebut terdapat
indikasi adanya deposit mineral yang dinilai sangat berharga (vital dan strategis). Tetapi
pengelolaan kawasan yang bersifat enclave tersebut harus dilakukan dengan tetap
memelihara fungsi lindung, dengan melaksanakan rehabilitasi pada kawasan bekas
penambangan;
Kegiatan budidaya perlu dicegah, kecuali kegiatan yang tidak mengganggu fungsi lindung,
seperti kegiatan pariwisata;
Pemantauan terhadap kegiatan-kegiatan yang masih diperbolehkan untuk berlokasi di
hutan lindung, agar tetap dijaga untuk tidak mengganggu fungsi lindungnya.
4.1.1.5. Arahan Kawasan Perlindungan Setempat
Dalam penggarisannya pada peta skala 1 : 250.000, kawasan perlindungan setempat
(seperti sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar danau/waduk dan kawasan
sekitar mata air) tidak dapat didelineasi secara spesifik. Hal ini tidak berarti kawasan-kawasan
tersebut tidak termasuk dilindungi. Untuk maksud tersebut perlu dilakukan pendelinesian lebih
lanjut (agar lebih tegas) di dalam rencana tata ruang yang lebih detail, yaitu Rencana Tata
Ruang Kabupaten (skala 1:50.000 atau 1:100.000). Untuk lebih memantapkan akan fungsi
kawasan lindung bagi perlindungan setempat perlu dilakukan upaya-upaya penggendalian di
tepi pantai tepi sungai, dan kawasan sekitar waduk.
1. Garis Sempadan Pantai
Kebijaksanaan yang perlu ditempuh dalam upaya lebih memantapkan garis sempadan
pantai guna memberikan perlindungan bagi kawasan lindung di tepi pantai dilakukan :
Pelarangan/pencegahan kegiatan budidaya di tepi pantai sampai radius yang telah
ditetapkan;
IV - 6
Pengembalian secara bertahap fungsi di tepi pantai, dari kegiatan budidaya ke kawasan
perlindungan setempat;
Pengawasan dan pengendalian yang ketat terhadap kegiatan-kegiatan sekitar tepi pantai.
2. Sempadan Sungai
Kebijaksanaan yang dapat ditempuh dalam rangka untuk melindungi kawasan di sekitar
sungai, dilakukan upaya-upaya :
Pengamanan daerah disepanjang sungai yang harus dilindungi;
Mencegah kegiatan budidaya secara bertahap di kawasan tepi sungai, dimana kegiatan
tersebut dapat merusak kawasan tepi sungai;
Pengendalian kegiatan yang telah ada disekitar tepi sungai.
3. Kawasan Tepi Waduk/Danau
Kebijaksanaan pengaturan kawasan tepi waduk/danau dilakukan dengan :
Pencegahan dilakukan kegiatan budidaya dalam kawasan tepi waduk/danau;
Pengendalian kegiatan budidaya yang telah ada dan dilakukan upaya pemindahan
kegiatan budidaya tersebut secara terhadap.
4.1.1.6. Kawasan Suaka Alam dan Cagar Budaya
Kawasan Suaka Alam sebagian besar telah ditetapkan sebagai cagar alam, suaka
margasatwa dan taman buru, taman wisata/hutan wisata, serta cagar alam laut (di dalam
ketetapan pola TGHK), diantaranya :
a. Kawasan Suaka Alam :
Cagar Alam
: CA. Maubesi, CA. Mutis Timau, CA. Waiwuul;
Suaka Margasatwa
: SM. Pulau Menipo, SM. Kateri;
Kawasan Perlindungan Plasma Nutfah : KPPN. Sisimeni Sanam.
b. Hutan Wisata : HW. Bena (dulu Hutan Buru), HW. Ale Aisiu, HW. Oana, HW. Gunung Besar;
c. Taman Wisata : TW. Camplong, TW. Baumata, TW. Tuti Adagae, TW. Tanjung Watu
Manuk, TW. Pulau Besar, TW. Pulau Rusa, TW. Pulau Lapang, TW. Pulau Batang;
d. Kawasan Suaka Alam Laut : SAL. Gugus Pulau Teluk Maumere, SAL. 17 Pulau Riung;
e. Taman Nasional : CA. Pulau Komodo dan sekitarnya (termasuk perairan laut), TW. dan CA.
Kelimutu (telah diusulkan).
Kebijaksanaan pemantapan suaka alam bertujuan untuk melestarikan lingkungan dan
melindungi ekosistem lingkungan, sehingga perlunya upaya-upaya :
Pemantapan kawasan suaka alam (cagar alam, suaka margasatwa, hutan wisata) sesuai
dengan tujuan perlindungannya masing-masing;
Peningkatan pengelolaan suaka alam yang telah ada, serta melakukan pelarangan kegiatan
budidaya di kawasan tersebut, kecuali kegiatan yang berkaitan dengan fungsinya dan tidak
mengubah bentang alam, kondisi penggunaan lahan serta ekosistem alami yang ada;
Pelestarian hutan-hutan suaka alam dan hutan bakau;
Pengawasan dan pengendalian yang ketat terhadap kegiatan budidaya yang telah ada di
dalam kawasan suaka alam dan hutan bakau agar tidak mengganggu akan fungsi suaka
alam tersebut;
Pengembangan dan pengelolaan Taman Nasional maupun yang dicalonkan.
Pemantapan fungsi lindung dari kawasan suaka alam, harus memperhatikan wilayah jelajah
atau sebaran vegetasi dan satwa yang akan dilindungi. Sebagai tindak lanjut upaya
pemantapan kawasan lindung ini perlu dijabarkan lebih lanjut dalam Rencana Umum Tata
Ruang Kabupaten, sehingga penetapannya dapat dilakukan secara lebih rinci dan menjadi
operasional diterapkan dilapangan.
4.1.1.7. Kawasan Rawan Bencana
1. Pengelolaan Daerah Rawan Bencana
Sebagaimana yang dimaksud dalam Keppres No. 32 tahun 1990, di Nusa Tenggara Timur
hanya kawasan rawan bencana gunung berapi yang diidentifikasikan dan telah masuk
kawasan lindung, sedangkan kawasan rawan bencana lainnya tidak dapat didelineasi secara
spesifik, karena lokasi bencana alam seperti longsor/erosi yang sering terjadi terdapat pada
kawasan-kawasan yang sudah didelineasi sebagai kawasan yang melindungi kawasan
bawahannya (terutama hutan lindung). Pengelolaan daerah rawan bencana sangat penting
IV - 7
dalam upaya menghindari kerugian dan dampak yang ditimbulkan yang dapat merenggut
jiwa dan harta penduduk. Atas dasar itu maka arahan kebijaksanaan pemantapan kawasan
rawan bencana dilakukan dengan langkah-langkah :
Lebih mewaspadai kegiatan gunung api, karena propinsi ini dilalui jalur gunung api yang
masih aktif;
Lebih meningkatkan upaya penetapan kawasan Bahaya I, Bahaya II dan Bahaya III,
bagi daerah-daerah yang sering terkena bencana alam;
Melakukan upaya-upaya perbaikan lingkungan serta prasarana bagi daerah yang
mengalami bencana;
Lebih memantapkan kawasan-kawasan yang sering menimbulkan bencana (seperti
erosi, longsor, banjir), dengan membatasi kegiatan budidaya dan lebih
menggembangkan sebagai kawasan lindung.
2. Daerah Rawan Bencana
Berdasarkan inventarisasi yang dilakukan terhadap perkembangan bencana alam di Propinsi
Nusa Tenggara Timur maka teridentifikasi beberapa daerah rawan bencana sebagai
berikut :
a. Daerah Rawan Gempa Bumi. Nusa Tenggara Timur termasuk daerah rawan bencana
alam gempa terutama wilayah Pulau Flores, Alor dan sekitarnya;
b. Daerah Rawan Tsunami. Sebagai propinsi kepulauan yang dikelilingi laut, daerah
pesisir terutama daerah pesisir dengan laut terbuka di Pesisir Flores bagian Utara,
Pesisir Sumba bagian Selatan, Pesisir Timor bagian selatan dan pulau-pulau yang
berhadapan dengan laut terbuka merupakan daerah rawan tsunami;
c. Daerah Rawan Bencana Gunung Api. Wilayah di Pulau Flores yang memiliki
beberapa gunung berapi aktif dan beberapa daerah memiliki kawasan rawan bencana
gunung api;
d. Daerah Rawan Longsor. Nusa Tenggara Timur sebagai daerah dengan topografi
berbukit yang relatif kritis akibat
usaha bertani yang kurang terkontrol dan
penggundulan hutan mempunyai daerah rawan longsor relatif merata di seluruh
wilayah. Diantara yang cukup rawan dan telah merengut nyawa dan harta penduduk
diantaranya di wilayah Flores khususnya di Kabupaten Ende, Flores Timur dan Ngada;
e. Daerah Rawan Banjir. Sehubungan dengan kurangnya vegetasi pada hulu-hulu
sungai mengakibatkan banyak sungai membawa dampak rawan banjir. Terdapat
beberapa sungai yang perlu diantisipasi karena menimbulkan rawan banjir sebagai
berikut :
Kota Kupang : Sungai Oebobo, Sungai Oesapa Kecil, Sungai Oesapa Besar, Sungai
Sefbano, Sungai Namosain dan Kali Dendeng;
Kabupaten Alor : Sungai Bone, Sungai Buona, Sungai Bukapiting, sungai Waesika,
dan Sungai Kamot;
Kabupaten Belu : Sungai Benanain, Sungai Motaderok, Sungai Talau, Sungai
Basikama, Sungai Malibaka, dan Sungai Rusan;
Kabupaten Timor Tengah Utara : Sungai Nain, Sungai Ponu;
Kabupaten Timor Tengah Selatan : Sungai Noelmina, Sungai Muke, Sungai Tomutu,
Sungai Baus;
Kabupaten Kupang : Sungai Manikin, Sungai Nunkurus, Sungai Oepoli, Sungai Amabi,
Sungai Nifoluam, Sungai Manubulu, dan Sungai Ledeana;
Kabupaten Manggarai : Sungai Waebobo, Sungai Waepesi, Sungai Waemese;
Kabupaten Ngada : Sungai Aisesa, Sungai Anakoli, Sungai Waewutu, Sungai Kolpenu;
Kabupaten Ende : Sungai Wolowona, Sungai Loworea, Sungai Nangapanda, Sungai
Wolowaru, dan Sungai Ndondo;
Kabupaten Sikka : Sungai Kaliwajo, Sungai Ijura, Sungai Waeoti, Sungai Nebe,
Sungai Waegete, Sungai Manunaing, Sungai Waerklau, dan Sungai Batikwaer;
Kabupaten Lembata : Sungai Lembata, Sungai Konga, Sungai Waekomo;
Kabupaten Sumba Timur : Sungai Kambaniru, Sungai Payeti, Sungai Melolo, Sungai
Petawang, Sungai Tawui, Sungai Kadaha.
IV - 8
IV - 9
berkaitan dengan fungsi utama pemanfaatan ruang untuk menampung kegiatan penduduk.
Kaitannya dengan kondisi eksisting sering terjadi permasalahan tumpang tindih antara
kawasan budidaya yang ditetapkan dengan kegiatan budidaya lain. Secara umum masalah
tumpang tindih ini berkaitan dengan penggunaan lahan yang telah berlangsung lama, kegiatan
sektoral (proyek) atau status penguasaan lahan. Untuk mengarahkan pengembangan apakah
kegiatan-kegiatan yang tumpang tindih tersebut dapat terus berlangsung atau tidak pada masa
yang akan datang, maka perlu suatu arahan pengendalian pemanfaatan ruang. Pengembangan
kawasan budidaya ini perlu ditunjang oleh sarana dan prasarana pendukungnya agar kawasan
tersebut berkembang sesuai fungsinya, hal ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara
optimal bagi kesejahteraan masyarakat.
Berdasarkan sasaran tersebut di atas, maka kebijaksanaan pengembangan kawasan budidaya
akan menyangkut :
Pengembangan prasarana pendukung tiap kawasan budidaya;
Pengendalian pemanfaatan ruang kegiatan budidaya yang dapat mengganggu fungsi
lindung;
Penanganan permasalahan tumpang tindih antar kegiatan budidaya;
Pengembangan kegiatan utama serta pemanfaatan ruangnya secara optimal pada tiap
kawasan budidaya masing-masing.
Rekapitulasi luasan Kawasan Budidaya untuk peruntukan pertanian, perkebunan, hutan
produksi dan perikanan sebagaimana Tabel IV.4 dan secara visual rencana pengembangan
kegiatan budidaya dapat dilihat pada Gambar IV.1.
IV - 10
Tabel IV.3
KRITERIA PENETAPAN KAWASAN BUDIDAYA
JENIS KAWASAN
DEFINISI
KRITERIA
dialihgunakan
3. Kawasan Tanaman
Tahunan/Perkebunan
4. Kawasan Peternakan
Kawasan yang diperuntukan bagi peternakan hewan besar dan padang penggembalaan ternak
Kawasan yang sesuai untuk peternakan/penggembalaan hewan besar ditentukan dengan mempertimbangkan
faktor-faktor :
IV - 11
lainnya
a. Kelerengan < 8 %
b. Persediaan air cukup
V. KAWASAN PARIWISATA
Sumber: Pedoman Penyusunan Tata Ruang di Daerah (Tim Tata Ruang Kepres No. 57 tahun 1989).
IV - 12
Pengusahaan hutan produksi melalui pemberian ijin HPH dengan menerapkan Pola
Tebang Pilih;
Pengembangan Pola Hutan Tanaman Industri;
Pengembangan Zona penyangga pada kawasan hutan produksi yang berbatasan
dengan hutan lindung;
Pengendalian dan pemantauan kegiatan pengusahaan hutan serta peladangan
berpindah;
Pemanfaatan ruang pada kawasan hutan produksi konversi untuk kegiatan pertanian
(perkebunan dan tanaman pangan) sesuai dengan potensinya;
Reboisasi dan rehabilitasi lahan bekas tebangan HPH;
Penyelesaian masalah tumpang tindih dengan kegiatan budidaya lain (pertanian dan
pertambangan).
Untuk lebih jelasnya arahan pengembangan kehutanan dapat lihat pada Gambar IV.2.
IV - 13
melalui skenario pembangunan yang dapat menjamin adanya integrasi dan sinergitas
pembangunan yaitu : (1) pemihakan; (2) percepatan; (3) peningkatan; (4) penyerasian
dan mengoptimalkan; (5) pengembangan; serta (6) pemberdayaan masyarakat dan
kelembagaan. Pentingnya skenario tersebut mengingat adanya
perbedaan
perkembangan antar Daerah Irigasi. Itu berarti masing-masing daerah irigasi perlu
dikembangkan atas dasar kebutuhan spesifik daerah irigasi maupun Satuan Wilayah
Sungai (SWS). Pentingnya pendekatan spesifik untuk menjamin ada keselarasan antara
kebutuhan pembangunan dengan kebijakan pembangunan yang ditetapkan di tingkat
Nasional, Propinsi maupun Kabupaten/ Kota.
Dalam rangka peningkatan capaian kinerja optimalisasi pengembangan lahan basah di
Propinsi Nusa Tenggara Timur maka dilakukan upaya percepatan pembangunan melalui
pendekatan sebagai berikut :
a. Pendekatan Umum Pembangunan
Optimalisasi Pengembangan Lahan Basah, dikembangkan secara terpadu lintas
wilayah administrasi dan
lintas sektor dengan berpedoman pada RTRW
Nasional, RTRW Propinsi dan RTRW Kabupaten/Kota lokasi Daerah Irigasi;
Optimalisasi Pengembangan Lahan Basah merupakan kegiatan ekonomi yang
memanfaatkan potensi lahan basah sebagai sentra ekonomi dan ketahanan
pangan harus didukung dengan kemampuan pembangunan yang lebih
partisipatif oleh pelaku dan kelembagaan yang lebih andal;
Optimalisasi Pengembangan Lahan Basah sebagai salah satu kegiatan ekonomi
harus mendukung strategi pertumbuhan melalui pemerataan yaitu suatu
perancangan kegiatan pembangunan yang memberikan akses pembangunan
dengan pendekatan spesifik yang memungkinkan pembangunan mencapai
sasaran secara tepat dan mampu membuka akses yang lebih luas pada
masyarakat dalam peningkatan pemerataan pendapatan, pemerataan hasil-hasil
pembangunan, dan akses ekonomi serta akses pasar dengan mendorong simpulsimpul utama kegiatan ekonomi atas dasar karekteristik pengelolan lahan basah
yang relatif beragam;
Optimalisasi Pengembangan Lahan Basah harus mampu menyelaraskan prioritas
kegiatan dalam memanfaatan potensi sumberdaya air dan irigasi antara
pemerintah Nasional, Propinsi dan Kabupaten/ Kota;
Optimalisasi Pengembangan Lahan Basah harus mampu meningkatkan daya tarik
investasi pada lahan basah terutama dalam pengembangan kawasan andalan
yang basis utamanya pertanian lahan basah;
Optimalisasi Pengembangan Lahan Basah harus mampu menciptakan suasana
yang kondusif untuk mendorong inisiatif dan partisipasi aktif masyarakat,
sehinggan terjalin kemitraan antara pemerintah, swasta, dan masyakat dalam
pengembangan usaha terutama untuk usaha kecil dan menengah (UKM) yang
tumbuh dari pengelolaan potensi lahan basah.
Tabel IV.4 .,
IV - 14
Tabel IV.4
REKAPITULASI KAWASAN BUDIDAYA DI PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR
No
Kawasan Potensial
Pertanian Lahan Kering dan Hortikultura
Perkebunan
Hutan Produksi
5
6
7
8
Perikanan Darat
Perikanan Tangkap
Perikanan Pantai
Budidaya Perikanan
Budidaya Laut
Budidaya Tambak
Satuan
1.528.308 Ha
284.103 Ha
888.931Ha
Tersebar
8.375 Ha
200.000 Km2
5.700 Km
90.605 Ha
55.150 Ha
35.455 Ha
Kegiatan Prioritas
Intensifikasi dan ektensifikasi usaha
Pembinaan pelaku dan Kelembagaan
Intensifikasi dan ektensifikasi usaha
Pembinaan pelaku dan Kelembagaan
Intensifikasi dan ektensifikasi usaha
Pembinaan pelaku dan Kelembagaan
Tabel IV. 5
Sasaran Optimalisasi Pengembangan Lahan Basah Pada Sws Timor
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Kabupaten/ Kota
Alor
Kupang
Rote Ndao
TTS
TTU
Belu
TOTAL
Potensial
13.296
18.344
9.310
18.848
22.303
44.213
126.314
F/P (%)
44,40
45,62
42,02
44,41
41,43
44,41
43,88
Potensial
6.156
11.253
5.750
9.073
14.722
27.415
74.369
> 3.000 Ha
Fungsional
1.771
2.577
1.107
2.511
2.574
5.890
16.430
F/P (%)
28,77
22,90
19,25
27,68
17,48
21,48
22,09
IV - 15
Potensial
5.541
5.016
2.553
7.995
5.580
10.000
36.685
< 1.000 Ha
Fungsional
2.952
4.073
2.067
4.185
4.952
9.817
28.046
F/P (%)
53,28
81,20
80,96
52,35
88,,75
98,17
76,45
Tabel IV. 6
Sasaran Optimalisasi Pengembangan Lahan Basah Pada SWS Flores
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Kabupaten/ Kota
Manggarai Barat
Manggarai
Ngada
Ende
Sikka
Flores Timur
Lembata
TOTAL
Potensial
28.279
32.924
34.466
10.665
7.792
4.860
3.732
122.718
F/P (%)
44,41
51,83
39,26
44,41
44,40
44,40
44,40
44,95
Potensial
11.774
14.465
21.950
4.464
3.115
3.133
2.007
60.908
> 3.000 Ha
Fungsional
3.768
5.852
3.526
1.421
1.038
647
497
16.749
F/P (%)
32,00
40,46
16,06
31,83
33,32
20,65
24,76
27,50
Potensial
13.331
14.056
9.964
4.454
3.139
1.200
1.075
47.219
< 1.000 Ha
Fungsional
6.279
7.311
7.653
2.368
1.730
1.079
829
27.249
F/P (%)
47,10
52,01
76,81
53,17
55,11
89,92
77,12
57,71
Potensial
6.000
4.198
10.198
< 1.000 Ha
Fungsional
4.855
2.933
7.788
F/P (%)
80,92
69,87
76,37
Tabel IV. 7
Sasaran Optimalisasi Pengembangan Lahan Basah Pada SWS Sumba
No.
1.
2.
Kabupaten/ Kota
Sumba Timur
Sumba Barat
TOTAL
Potensial
21.863
13.208
35.071
F/P (%)
44,41
44,41
44,41
Potensial
13.752
7.328
21.080
> 3.000 Ha
Fungsional
2.913
1.760
4.673
F/P (%)
21,18
24,02
22,17
IV - 16
IV - 17
No
1
2
3
4
Kawasan Potensial
Perikanan Darat
Perikanan Tangkap
Perikanan Pantai
Budidaya Perikanan
Budidaya Laut
Budidaya Tambak
Luas
(Km2)
8.375 Ha
200.000 Km2
5.700 km
90.605 Ha
55.150 Ha
35.455 ha
Komoditas
Unggulan
Bandeng, Mujair
Tuna, Cakalang
Kerapu, Ikan Karang, Ikan Hias
Rumput Laut, Kakap, Udang
IV - 18
IV - 19
Tabel IV.9
SATUAN WILAYAH PENGEMBANGAN PESISIR LAUT TERPADU DI PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR
SAMPAI TAHUN 2020
NO
1
2
6
7
8
9
Sub III Kupang Utara Pesisir Utara Kab. Kupang daratan, Pesisir Pulau Semau
Sub IV Rote Pesisir Pulau Rote
Perikanan
Pariwisata Bahari
Jasa Kelautan
Baa
Lewoleba
Larantuka
Atapupu
Kalabahi
Kota Kupang
Potensi Utama
Ende
Waingapu
Waikelo
Kolbano
Seba
Labuanbajo
Maumere
IV - 20
Tabel IV.10
Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Industri Di Propinsi Nusa Tenggara Timur Sampai
Tahun 2020
No
1
2
3
4
5
Kawasan Potensial
Kawasan Industri Kupang Barat dan Kawasan Industri
Bolok
Industri Rakyat di seluruh NTT
Industri Garam di Kupang dan Ngada)
Agroindustri Berbasis Pertaninan dan perkebunan di
Seluruh NTT
Agroindutri perikanan di seluruh NTT
Komoditas Unggulan
Tenun ikat,
IV - 21
Pengembangan energi listrik dari sumber panas bumi di Pulau Flores Lembata
Alor.
b. Kawasan dan Komoditas Unggulan
Potensi pertambangan di propinsi Nusa Tenggara Timur tersebar di seluruh wilayah
kabupaten, namun beberapa potensi utama tambang terdapat pada kawasan
lindung maupun kawasan budidaya. Potensi tambang dan sebarannya sebagaimana
pada Tabel IV.12 dan secara visualisasi potensi untuk pengembangan energi panas
bumi lihat pada Gambar IV.5.
IV - 22
Tabel IV.11
SATUAN WILAYAH PENGEMBANGAN PARIWISATA DI PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR
TAHUN 2020
No
1
Kawasan Wisata
Sub Kawasan
Kota Kupang
Tanjungbastian
Insana
TWAL Alor
Lamalera-Lewoleba
Larantuka
Teluk Maumere
Danau Kelimutu
Riung 17 Pulau
Iteng
Pulau Komodo
Kodi/Pero
Rua
Wanokaka
Lewa
Baing/Kalala
Taribang
Pintu Masuk
Udara/Bandara
El- Tari
Dukungan Aksesibilitas
Laut/Pelabuhan
Tenau
Atambua
Haliwen
Atapupu
Maumere
Waeoti
Maumere
Ende
H. Aroebusman
Ende/Ippi
Terminal Ende
Alam laut
Olah Raga
Megalitik dan Budaya
Alam laut
Selam
Budaya
Labuan Bajo
Komodo
Labua Bajo
Waikabubak
Tambolaka
Waikelo
Terminal waikabubak
Waingapu
Mau hau
Waingapu
Terminal Waingapu
Megalitik/Budaya
Andalan Pariwisata
Darat
IV - 23
Tabel IV.12
INDIKASI KEGIATAN PRIORITAS PEMBANGUNAN PERTAMBANGAN DAN ENERGI
DIPROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2020
No
1
2
3
4
Potensi Tambang
Pertambangan Golongan A
Pertambangan Golongan B
Pertambangan Golongan C
Sumberdaya Energi
Komoditas Unggulan
Minyak bumi
Emas, Marmer
4.1.2.11.
No
A
Permukiman
Kegiatan Utama
Permukiman Eksisting
Permukiman Perkotaan
292
Permukiman Perdesaan
2.278
787.714
38,86 %
Rumah
Air bersih
B
Unit
Lokasi baru
Permukiman Perkotaan
29
Permukiman Perdesaan
227
Rumah
Air bersih
78.771
3,8 %
IV - 24
IV - 25
IV - 26
Hirarki Kota
Nama Kota
Kota hirarki
I (PKN)
Kota hirarki
II (PKW)
Kota hirarki
III (PKL)
IV - 27
juga diharapkan bisa meningkatkan kegiatan dan pertumbuhan ekonomi di wilayah Propinsi
Nusa Tenggara Timur. Dengan tersedianya sistem prasarana yang memadai, diharapkan
dapat membantu terhadap kelancaran arus orang dan barang serta dapat meningkatkan
pertumbuhan ekonomi di propinsi ini.
4.1.4.1. Sistem Prasarana Transportasi
Transportasi merupakan salah satu unsur pembentuk ruang dalam suatu wilayah.
Keberadaannya sangat mempengaruhi tatanan kehidupan manusia baik dalam skala
lokal maupun regional. Dalam konteks pembentukan ruang wilayah perlu diketahui
struktur jaringan transportasi eksisting. Tata ruang Wilayah Propinsi Nusa Tenggara
Timur tidak terlepas dari keberadaan jaringan transportasi darat, transportasi laut, dan
transportasi udara yang dapat dilihat dari arus transportasi yang telah ada.
Dengan melihat kenyataan tersebut dapat dilihat bahwa sebaran simpul-simpul kegiatan
sosial ekonomi masyarakat akan membentuk struktur jaringan transportasi yang akan
membentuk suatu interaksi antar daerah yang sekaligus mendorong usaha pemenuhan
kebutuhan sarana dan prasarana jaringan transportasi. Arus lalu lintas transportasi darat
yang selama ini berlangsung memperlihatkan dinamika pergerakan penduduk dan
barang. Dalam skala lokal, sistem transportasi dibentuk oleh jaringan jalan yang
menghubungkan beberapa simpul kegiatan yang tersebar di setiap kabupaten.
Pergerakan penduduk dan barang inilah yang mendorong Pemerintah Propinsi NTT
untuk terus mengembangkan jaringan jalan yang ada, yang diharapkan nantinya hasilhasil pembangunan dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat di wilayah propinsi ini. Pola
pengembangan sistem transportasi di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur lebih dititik
beratkan pada upaya :
1. Menghubungkan ketempat yang masih terisolir, untuk meningkatkan distribusi
barang dari kantung-kantung produksi, dimana sebagian besar kantung-kantung
produksi berada di wilayah pedalaman yang sampai saat sekarang sistem
transportasi belum menjangkau secara optimal;
2. Menunjang kegiatan ekspor dari wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur baik dalam
lingkup Kawasan Timur Indonesa (KTI), lingkup Nasional, maupun Internasional.
Hal ini berangkat dari usaha meningkatkan pertumbuhan ekonomi wilayah guna
mengejar ketertinggalan dari propinsi lain maupun Nasional;
3. Mengembangkan dan meningkatkan peranan sektor-sektor strategis dan dominan
dalam menunjang perekonomian wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur yang
meliputi pertanian industri;
4. Meningkatkan pemerataan pertumbuhan ekonomi antar kabupaten, dengan lebih
meningkatkan hubungan sistem koleksi dan distribusi antar kabupaten maupun
antar kota kabupaten dengan kota-kota kecil di bawahnya;
5. Meningkatkan aksesibilitas dengan meningkatkan prasarana transportasi ke
kantung-kantung produksi yang dirasakan masih terisolir.
Bila mengacu pada Pola Dasar Pembangunan Propinsi Nusa Tenggara Timur, maka
kebijaksanaan pengembangan transportasi di arahkan pada usaha :
IV - 28
( PKN)
Arteri Primer
Kota Orde II
( PKW)
Kolektor Primer
Kota Orde III
( PKL)
Lokal Primer
Kota Orde IV
Dengan gambaran di atas, maka sistem jaringan jalan regional yang melintas dan
menghubungkan Pusat Kegiatan Nasional (PKN) dengan Pusat Kegiatan Wilayah
(PKW) dan Pusat Kegiatan Lokal (PKL).
Upaya yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut, pola pengembangan
jaringan jalan di Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur antara lain:
Meningkatkan kualitas jaringan jalan arteri primer yang melintasi kota-kota di
Pulau Timor meliputi Kota Kupang, SoE, Kefamenanu dan Atambua;
Meningkatkan jalan yang menghubungkan wilayah bagian utara pulau Flores
untuk menghubungkan kota-kota ibukota kecamatan yang berada di jalur utara
dan selatan untuk mendukung terhadap pembangunan perekonomian wilayah.
IV - 29
Serta meningkatkan kualitas jalan Ruteng Bajawa Ende Maumere Larantuka untuk lebih meningkatkan hubungan antara kota tersebut;
Upaya peningkatan jaringan jalan di pulau Lomblen (Kabupaten Lembata);
Upaya peningkatan jaringan jalan di pulau Alor (Kabupaten Alor);
Upaya peningkatan jaringan jalan pada kawasan perbatasan;
Upaya penigkatan jaringan jalan di Pulau Sumba dan upaya membangun jalan
baru ke kantung-kantung produksi;
Upaya pembangunan jalan di seluruh wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur dari
Ibukota Kabupaten ke Ibukota Kecamatan dengan cara bertahap sesuai
anggaran yang ada, guna mempercepat sistem pemasaran produksi;
Upaya peningkatan dan pembangunan jalan dari Ibukota Kecamatan ke desadesa yang merupakan pusat kegiatan ekonomi pertanian yang masih
memberikan sumbangan relatif besar terhadap perekonomian di Wilayah Propinsi
Nusa Tenggara Timur;
Upaya peningkatan jaringan jalan pada kawasan prioritas.
b. Pengembangan Prasarana Transportasi Darat
Pengembangan transportasi darat yang didukung kapasitas dan kualitas yang tinggi
ditentukan oleh kelas terminal, kelas jalan dan didukung sarana angkutan darat yang
jumlah dan kapasitsnya memadai. Atas dasar itu arah pengembangan prasarana
transportasi darat sebagaiamana Tabel IV.15 dan secara visual dapat dilihat pada
Gambar IV.8.
Tabel IV.15
Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Jalan dan Perhubungan
Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai 2020
No
1
Kawasan Potensial
Jalan dan Jembatan
Nasional
Propinsi
Kabupaten
Terminal
Tipe A
TipeB
Tipe C
Panjang (Km2)/Unit
Arahan Pengembangan
1.121,87
2.939,86
12.866,81
Mempertahankan kualitas
Pengalihan sebagian status menjadi Jalan Nasional
Pengalihan sebagian status menjadi Jalan Nasional
4 unit
16 unit
194 Unit
IV - 30
4. Maritaing (Alor);
5. Lewoleba (Lembata).
Kegiatan transportasi penyeberangan yang masih memanfaatkan fasilitas Pelabuhan
Laut adalah Waingapu, Seba, Atapupu, Lewoleba, Baranusa, Waiwerang dan
Balauring, Maumbawa atau Mborong.
Trayek angkutan penyeberangan yang dilayani oleh 9 (sembilan) Kapal Motor
penyeberangan adalah :
a. Kupang Rote PP;
b. Kupamg Ende PP;
c. Kupang Larantuka PP;
d. Kupang Sabu PP;
e. Kupang Kalabahi PP;
f. Kupang Aimere Waingapu PP;
g. Larantuka waiwerang Lewoleba Balauring PP;
h. Kalabahi Baranusa Balauring PP;
i. Kalabahi Atapupu PP;
j. Labuan Bajo Sape PP;
k. Waingapu Sabu PP;
l. Kupang Aimere PP;
m. Waikelo Sape PP.
Kebijaksanaan yang ditempuh untuk pengembangan (sesuai Sistem Transportasi
Nasional) antara lain:
Peningkatan Fungsi jaringan Jalan Trans Flores Lembata Alor Timor
Sumba;
Peningkatan pelabuhan-pelabuhan simpul-simpul kegiatan;
Perbaikan dan penambahan armada penyeberangan serta peninmgkatan
fasilitas keamanan.
Secara visual konsep sistem transportasi penyeberangan dapat dilihat pada Gambar
IV.9.
IV - 31
IV - 32
Tabel IV.16
RENCANA PENGEMBANGAN STATUS PELABUHAN LAUT
DI PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR
SAMPAI TAHUN 2020
Pelabuhan Lokal
No
2006
2010
Pelabuhan Regional
2015
2020
2006
2010
2015
Pelabuhan Nasional
2020
2006
2010
2015
Pelabuhan Internasional
2020
Biu
Biu
Biu
Biu
Seba
Seba
Seba
Seba
Ende
Ende
Ende
Ende
Baa
Batutua
Batutua
Batutua
Baranusa
Baranusa
Baranusa
Baranusa
Kalabahi
Kalabahi
Kalabahi
Kalabahi
Batutua
Ndao
Ndao
Ndao
Reo
Komodo
Komodo
Komodo
Maumere
Maumere
Maumere
Larantuka
Ndao
Papela
Kabir
Kabir
Komodo
Wuring
Wuring
Wuring
Waingapu
Waingapu
Waingapu
Labuan-
Papela
Kabir
Kolana
Kolana
Marapokot
Lewoleba
Lewoleba
Wini
Larantuka
Larantuka
Larantuka
Bajo
Kabir
Kolana
Waiwerang
Waiwerang
Waikelo
Mborong
Mborong
Papela
Labuan Bajo
Labuan Bajo
Labuan -
Reo
Mananga
Mananga
Marapokot
Kolana
Waiwerang
Balauring
Balauring
Wuring
Maritaing
Balauring
Aimere
Aimere
Atapupu
Reo
Bajo
Marapokat
Reo
Waiwerang
Aimere
Nangalila
Waikelo
Nangalila
Waikelo
Marapokat
Baa
10
Lewoleba
Nangalila
11
Balauring
Robek
Robek
Robek
Baa
Waikelo
Maritaing
Maurole
Maurole
Maritaing
Baa
12
Aimere
Maurole
Lewoleba
Rua
Rua
Maritaing
Mborong
13
Mborong
Rua
Baing
Baing
Mananga
14
Nangalila
Baing
Boking
Boking
Wini
15
Robek
Boking
Paitoko
Paitoko
16
Maurole
Paitoko
P. Ende
P. Ende
17
Rua
P. Ende
P. Palue
P. Palue
18
Baing
P. Palue
Namosain
Namosain
19
Boking
Namosain
Naikliu
Naikliu
20
Paitoko
Naikliu
Hansisi
Hansisi
21
22
Mananga
Wini
Hansisi
IV - 33
2006
Tenau
2010
2020
Tenau
Tenau
Atapupu
Atapupu
Maumere
Waingapu
IV - 34
IV - 35
Tebel IV.17
RENCANA PENGEMBANGAN BANDAR UDARA DI PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR
SAMPAI TAHUN 2020
2004
N o
2006
2010
2015
2020
El Tari/Kupang
150
150
Wai Oti/Mumere
III
80
III
80
II
150
II
150
II
150
Mau Hau/Waingapu
III
40
III
80
II
II
Satar Tacik/Ruteng
IV
19
IV
19
III
150
80
II
150
80
150
80
Tambolaka/Waikabubak
IV
19
IV
80
III
80
III
80
III
80
H. Aroebusman/Ende
IV
40
III
80
III
80
III
80
III
80
Komodo/Labuanbajo
IV
40
IV
80
III
Soa/Bajawa
19
40
IV
80
40
III
IV
80
40
IV
80
40
Klas
Klas
Klas
Mali/Alor
40
IV
40
IV
40
10
Haliwen/Atambua
19
19
IV
40
11
Gewayantana/Larantuka
19
19
IV
40
12
Lekunik/Rote
19
19
IV
40
13
Tardamu/Sabu
19
19
IV
40
14
Wunopito/Lewoleba
19
19
IV
40
IV - 36
Klas
III
IV
40
IV
40
IV
40
IV
40
IV
40
IV
40
Klas
III
IV
40
IV
40
IV
40
IV
40
IV
40
IV
40
Prasarana
1
2
Irigasi Teknis
Irigasi Semi Teknis
Embung Irigasi
Waduk
Jumlah
Kegiatan Prioritas
60
1.297
46
1266
5
Lokasi
Kabupaten se-NTT
Kabupaten se-NTT
Kabupaten se-NTT
Kabupaten se-NTT
Pulau Timor, Pulau.
Sumba, Pulau Flores.
IV - 37
maupun para konsumen mengadakan transaksi. Prasarana perdagangan/pasar setidaktidaknya mengakomodasi kebutuhan sebagai berikut :
Prasarana perdagangan/pasar untuk kebutuhan transaksi Nasional/Propinsi;
Prasarana perdagangan/pasar untuk kebutuhan transaksi Wilayah Kabupaten/kota;
Prasarana perdagangan/pasar untuk kebutuhan transaksi Lokal Kecamatan
Prasarana perdagangan/pasar untuk kebutuhan transaksi Lokal Desa/Kelurahan;
Prasarana perdagangan/pasar kawasan perbatasan, yaitu untuk kebutuhan transaksi
di kawasan perbatasan/Internasional.
4.2. ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN PRIORITAS
Kawasan prioritas adalah kawasan yang dianggap perlu diprioritaskan
pengembangannya atau penanganannya serta memerlukan dukungan penataan ruang
segera dalam kurun waktu rencana. Kawasan prioritas tersebut mencakup kawasan-kawasan
yang tumbuh cepat, kawasan-kawasan kritis, kawasan-kawasan terbelakang dan kawasan
yang menunjang sektor-sektor strategis.
Untuk Propinsi Nusa Tenggara Timur, kawasan proritas dengan kriteria kawasan yang
tumbuh cepat dikaitkan dengan kepentingan adanya sektor-sektor strategis untuk
dikembangkan. Dalam pengertian tersebut, kawasan prioritas dianggap sebagai
pengejawantahan sektor-sektor strategis ke dalam ruang, sehingga sangat menunjang
perkembangan sektor strategis lebih lanjut. Kawasan-kawasan prioritas tersebut perlu
didukung oleh rencana penataan ruang agar dapat mengakomodasikan perkembangan
sektor strategis yang diharapkan dapat memacu perkembangan wilayah yang lebih luas.
Selain didasarkan pada keberadaan sektor-sektor strategis yang perlu dikembangkan
penentuan wilayah prioritas perlu juga didasarkan pada tingkat kepentingan pemanfataan
ruang pada kawasan lindung dan kawasan budidaya. Kawasan fungsi lindung merupakan
kawasan yang diprioritaskan penggunaanya, sedangkan penggunaan kawasan budidaya
baru ditentukan jika kawasan lindung telah ditetapkan. Berdarakan kriteria tersebut di atas
dan hasil analisis yang telah dilakukan, diidentifikasikan kawasan-kawasan prioritas lainnya
yang akan diuraikan di bawah ini.
4.2.1. Penentuan Kawasan Prioritas
1. Kawasan dan Sektor Prioritas
Berdasarkan hasil analisis, untuk Propinsi Nusa Tenggara Timur diidentifikasi
kedalam beberapa sektor strategis, yaitu :
a. Sektor Pertanian dan Peternakan :
Sektor pertanian merupakan penyumbang terbesar dalam pembentukan nilai
PDRB Nusa Tenggara Timur dan dalam penyerapan tenaga kerja;
Mengembalikan wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur sebagai pemasok ternak
untuk kebutuhan secara nasional. Secara nasional ditetapkan Kabupaten Sumba
Barat, Sumba Timur dan Timor Tengah Utara;
Mempunyai lahan pertanian potensial dalam arti luas terutama untuk
mendukung pengembangan peternakan, perkebunan, dan kehutanan yang
pemanfaatan lahan pada saat sekarang masih belum optimal;
b. Sektor Pariwisata yang telah memberikan kontribusi bagi devisa negara dan
pendapatan masyarakat :
Potensi wisata yang ada di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur cukup
beragam, berprospek cerah terdapat diseluruh Kabupaten/Kota;
Prasarana dan sarana serta akomodasi (termasuk atraksi wisata) yang tersedia
di lokasi wisata masih terbatas dan tergantung pada kebijaksanaan
pengembangnya.
c. Sektor Industri :
Secara nasional telah ditetapkan sebagai tulang punggung struktur ekonomi
disamping sektor pertanian;
Sektor ini meskipun kurang begitu pesat perkembangan maupun sumbangan
terhadap pembentukan PDRB, tetapi prospek dimasa akan datang akan jauh
IV - 38
lebih baik dengan penekanan pada industri pengolahan yang berkaitan erat
dengan pengembangan sektor pertanian dan subsektornya;
Telah hadir Kelompok aneka industri dan kelompok industri kimia, yang
diharapkan mampu memacu industri kecil dan rumah tangga ditahun-tahun
mendatang.
d. Sektor Kelautan dan Perikanan :
Potensi sumbner daya alam kelautan sampai saat sekarang belum dieksploitasi
secara optimal;
Masih banyaknya petani nelayan yang menggunakan alat penangkapan ikan
dengan peralatan tradisional, hal ini menyebabkan hasil tangkapannya kurang
optimal, dan hasilnya hanya untuk memenuhi kebutuhan untuk dikonsumsi;
Disetiap wilayah Kabupaten/Kota perlu dibuatkan rencana tata ruang kawasan
perikanan terpadu.
e. Sektor Perhubungan :
Meskipun masih kecil konstribusinya namun ditahun yang akan datang sektor
ini sangat berperan menunjang berkembangnya sektor-sektor tersebut di atas;
Keterhubungan antar pusat-pusat pelayanan mengandalkan pada angkutan
darat dan angkutan laut yang diharapkan dapat memudahkan pengangkutan
komoditi di dalam dan antar pulau lingkup intra propinsi maupun lingkup antar
propinsi. Disamping itu diharapkan mampu membuka jalur perhubungan antara
pusat pelayanan di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur dengan Kawasan
Timur Indonesia (KTI) maupun wilayah barat.
Dasar penetapan kawasan prioritas adalah sebagai berikut :
Pengembangan sektor di wilayah tersebut mempunyai dampak yang luas, baik
secara regional mapupun nasional;
Pengembangan sektor di wilayah tersebut membutukan ruang kegiatan dalam skala
luas;
Pengembangan sektor yang akan dikembangkan di atasnya mempunyai prioritas
tinggi dalam lingkup regional maupun nasional;
Kawasan yang mempunyai prospek ekonomi yang tinggi sehingga membutuhkan
penanganan yang mendesak;
Kawasan kritis yang diperkirakan akan segera membawa dampak negatif,
karenanya perlu dikendalikan dengan segera;
Kawasan dengan fungsi khusus.
Berdasarkan kriteria tersebut di atas, maka kawasan prioritas di wilayah Propinsi Nusa
Tenggara Timur adalah sebagai berikut :
KWS Industri Bolok dengan Sub Kawasan Bolok Tenau;
KWS Noelmina dengan Sub Kawasan : Oesao Amarasi - Bena;
KWS Benanain dengan Sub Kawasan: Besikama-Aeroki;
KWS Noelbesi dengan Sub Kawasan: Kafan Eban Amfoang;
KWS Alor Selatan dengan Sub Kawasan: Alor Selatan - Lantoka;
KWS Tanjungbunga - Magepanda dengan Sub Kawasan Tanjungbunga-Konga
Magepanda;
KWS Mbay-Maotenda dengan Sub Kawasan: Mbay Riung - Mautenda-Maurole;
KWS Lembor dengan Sub Kawasan: Lembor - Ngorang;
KWS Komodo;
KWS Iteng dengan Sub Kawasan: Iteng - Buntal;
KWS Mangili dengan Sub Kawasan : Mangili Kambaniru - Melolo;
KWS Wanokaka - Anakalang dengan Sub Kawasan: KWS Wanokaka-Anakalang;
KWS Kodi - Laratama dengan Sub Kawasan: Kodi - Laratama.
Disamping kawasan di atas juga terdapat kawasan
prioritas pesisir dan laut.
Diperkirakan subsektor tersebut memiliki prospek berkembang dan dapat berperan
sebagai leading sektor. Untuk lebih jelasnya kawasan prioritas dapat dilihat pada Tabel
IV.19 dan secara visual dapat dilihat pada Gambar IV.14.
IV - 39
Tabel IV.19
ARAHAN KEBIJAKSANAAN PENGEMBANGAN KAWASAN PRIORITAS
DI PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2020
NO
KAWASAN PRIORITAS
SUB KAWASAN
LOKASI
PRIORITAS PENGEMBANGAN
KWS Noelmina
KWS Benanain
Sub
Kawasan
Besikama
Sub Kawasan Aeroki
Kabupaten Kupang,
Kabupaten TTU dan
kabupaten TTS
Kabupaten Alor
KWS Noelbesi
KWS TanjungbungaMagepanda
KWS Mbay-Maotenda
KWS Lembor-Ngorang
KWS Iteng-Buntal
KWS Mangili-Lewa
10
KWS Wanokaka-Anakalang
11
KWS Kodi-Laratama
12
KWS Bolok
13
KWS Komodo
Sub Kawasan
Tanjungbunga
Sub Kawasan Konga
Sub kawasan
Magepanda
Kabupaten Manggarai
Kabupaten Manggarai
Industri
Pariwisata
IV - 40
Tabel IV.20
KAWASAN CEPAT TUMBUH DI PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR
SAMPAI TAHUN 2020
No
Kawasan Andalan
KW Kupang
dsk
KW MaumereEnde
KW Komodo
dsk
KW RutengBajawa-Mbay
KW Sumba
Sektor Unggulan
PKW
WS yang melayani
Pelabuhan
Bandara
Udara
Pertanian
Industri
Peternakan
Pariwisata
Perikanan
Pertambangan
Peternakan
Kehutanan
Pariwisata
Industri
Perikanan
Pertanian
Perkebunan
Pariwisata
Pewrtanian
Perkebunan
Industri
Perikanan
Kupang
Atambua (P)
Soe
Kefamenanu
Betun
Noelmina
Tenau
EL Tari
Maumere
Larantuka
Lewoleba
Ende
Lowe Rea
Lowe Meta
Mauemere
Ipi
Waeoti
Arubusman
Kawasan Andalan
Selat Sape dengan
Sector unggulan:
Pariwisata
Perikanan
Labihanbajo
Perkebunan
Peternakan
Perikanan
Pertambangan
Pariwisata
Pertaninan
Perkebunan
Peternakan
Perikanan
Pertambangan
Pariwisata
Pertaninan
KW andalan Laut
Flores dsk dg
Sektor unggulan
Perikanan
Pariwisata
KW andalan Laut
Selat Sumba dsk dg
Sektor unggulan
Perikanan
Pariwisata
Mbay
Bajawa
Ruteng
Waingapu
Waikabubak
Waitabula
IV - 41
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
KAWASAN STRATEGIS
LUAS (HA)
5.000
47.014
87.984
173.300
75.000
3.115
2.000
1.830
3.000
15.638
4.898
4.016
1.000
4.560
2.000
5.000
9.900
3.000
2.499
32.248
4. Kawasan Kritis
a. SWS Timor Rote Ndao Alor;
IV - 42
Daerah Aliran Sungai Dsampek;
IV - 43
IV - 44
9.
Kawasan Komodo;
Terletak di Kabupaten Manggarai Barat, yang berfungsi sebagai kota wisata. Memiliki
akses yang lebih baik dengan Propinsi Nusa Tenggara Barat dan sebagai kota
peristirahatan (transit) bagi wisatawan yang berkunjung ke kawasan Pulau Komodo
(termasuk perairan lautnya). Kegiatan wisata yang ada ini diharapkan dapat
mengembangkan kegiatan sektor lainnya dan memperluas kesempatan kerja (usaha).
Sebagai kota yang mengemban fungsi wisata tentu sangat diperlukan berbagai
akomodasi yang sebaik mungkin tingkat pelayanannya kepada konsumen. Untuk
maksud tersebut maka arahan pengembangannya sangat diperlukan :
Peningkatan
ketersediaan
sarana
pendukung
utama
pariwisata
(perhubungan/transportasi, atraksi wisata menarik, akomodasi, air bersih,
telekomunikasi, air bersih, penerangan);
Pengembangan prasarana pelabuhan udara dan laut untuk mendukung fungsi
pelabuhan secara khusus sebagai pelabuhan wisata. Pelabuhan laut juga diarahkan
sebagai pelabuhan nelayan dan bukan sebagai pelabuhan barang;
Taman Nasional Pulau Komodo (171.505 Ha) yang terletak di Kabupaten Manggarai
Barat, memiliki kedudukan yang sangat penting dalam pelestarian sumberdaya tropis,
sebagai habitat bagi kehidupan flora dan fauna khas Nusa Tenggara Timur yang mulai
langka. Pengembangan Taman Nasional Komodo sebagai salah satu kawasan lindung di
Nusa Tenggara Timur, perlu diarahkan pada pengembangan zonasi sebagai
berikut :
Zona inti, untuk perlindungan mutlak dan pengawetan;
Zona rimba, sebagai benteng akhir perlindungan zona inti, digunakan untuk
kawasan rekreasi terbatas;
Zona pemanfaatan, diperuntukan bagi pemanfaatan sarana hutan wisata, serta
penelitian;
Zona penyangga, terletak di batas dalam dan di luar taman nasional.
Untuk pengembangan Taman Nasional ini perlu adanya pengelolaan kawasan secara
terpadu yang dapat mangakomodasi kepentingan pelestarian, perlindungan,
penelitian/pendidikan serta pariwisata. Disamping itu perlu dibuatkan rencana tata
ruang sebagai alat pengendali perkembangan wilayah sekitarnya agar tidak terjadi
konflik penggunaan ruang yang merugikan kawasan wisata itu sendiri.
10. Kawasan Iteng dengan Sub Kawasan: Iteng - Buntal;
Kawasan ini terletak di Kabupaten Manggarai, prioritas pengembangan, yaitu untuk
pertanian lahan basah, lahan kering, peternakan dan perkebunan. Kawasan ini
berorientasi ke Kota Ruteng.
11. Kawasan Mangili dengan Sub Kawasan : Mangili Kambaniru - Melolo;
Secara administrasi kawasan masuk dalam Kabupaten Sumba Timur dengan prioritas
pengembangan pertanian lahan basah, pertanian lahan kering, peternakan dan
pengembangan perikanan. Kawasan ini berorientasi ke Kota Waingapu.
12. Kawasan Wanokaka - Anakalang dengan Sub Kawasan: KWS WanokakaAnakalang;
Kawasan ini terletak di dua kabupaten, yaitu Kabupaten Sumba Barat dan kabupaten
Sumba Timur, dengan arahan prioritas pengembangan pertanian lahan basah,
pertanian lahan kering, perkebunan dan peternakan. Orientasi pemasaran hasil
produksi pertanian ke Kota Waingapu yang didukung oleh Badar Udara dan Pelabuhan.
13. Kawasan Kodi - Laratama dengan Sub Kawasan: Kodi Laratama;
Secara administrasi kawasan ini masuk dalam Kabupaten Sumba Barat, dengan
prioritas untuk pengembangan pertanian lahan basah, pertanian lahan kering,
perkebunan dan peternakan. Orientasi pemasaran hasil pertanian ke Kota Waikabubak
dan Kota Waingapu yng didukung sarana transportasi baik udara maupun laut.
14. Kawasan Kritis DAS;
Sistem perladangan yang berpindah dengan cara tebas bakar bersifat mengganggu
keseimbangan lingkungan, menghambat pemudaan vegetasi secara alamiah dan
mengakibatkan pembentukan lahan-lahan kritis. Keadaan ini diperparah dengan
penurunan produktif lahan kering yang terus terjadi, disebabkan erosi lapisan subur
IV - 45
lahan kering yang kurang memperhatikan kesuburan tanah. Kerusakan sumber alam
dan lingkungan hidup juga terjadi terhadap areal persawahan subur, suaka alam dan
daerah resapan air, karena bekum adanya pengendalian terhadap penggunaan ruang.
Untuk itu, salah satu pendekatan dalam mengatasi permasalahan lahan-lahan kritis
tersebut melalui pelestarian dan perlindungan akosistem didalam suatu kesatuan
Daerah/Wilayah Aliran Sungai (DAS/WAS) terencana, terarah dan terpadu. Beberapa
arahan pengembangan bagi kawasan lahan kritis tersebut di atas adalah sebagai
berikut :
Diperlukan upaya pencegahan kerusakan dan rehabilitasi lahan-lahan kritis tersebut
yang diteruskan dengan usaha penghijauan, reboisasi dan keservasi hutan, tanah,
air yang secara keseluruhan perlu dipadukan dalam upaya pengembangan
pertanian, kehutanan, pertambangan dan permukiman;
Untuk menjamin ketersediaan air baik kuantitas maupun kualitas, diusahakan
peningkatan pemeliharaan kawasan yang termasuk cacthment area (terutama di
bagian hulu). Upaya pemeliharaan fungsi dan kemampuan sistem tata air yang
dikembangkan di DAS untuk mencapai terkendalinya erosi dan kesuburan tanah
yang mantap;
Pendayagunaan lahan kritis melalui rehabilitasi lahan diarahkan menjadi lahan
pertanian yang produktif, upaya pemukiman kembali dalam areal pertanian,
pengembangan usaha kehutanan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan
masyarakat peladang berpindah. Selanjutnya hutan rakyat dan kawasan hutan
produksi dekat pedesaan akan dikembangkan sebagai hutan serba guna;
Perlu juga dilaksanakan pengamanan sungai dan pengembangan wilayah sungai
dan penanggulangan bencana alam. Rehabilitasi sungai dan pengembangan daerah
aliran sungai terutama dilaksanakan di bagian hilir aliran sungai yang investasi
pengairannya sudah tinggi dan permukimannya padat.
15. Wilayah Laut dan Daerah Perbatasan Negara;
Panjang garis perbatasan darat Propinsi Nusa Tenggara Timur dengan Timor Leste
adalah 255,4 km, mencakup 3 (tiga) wilayah kabupaten yaitu di Kabupaten Belu,
Timor Tengah Utara dan Kupang. Sesuai dengan perjanjian antara pemerintah Kolonial
Belanda dan Portugis tanggal 1 Oktober 1904 perbatasan antara Oekusi Ambeno
wilayah Timor-Timur dengan Timor Barat dimulai dari mulut sungai Besi sampai muara
sungai (Thalueg) dengan panjang lingkar perbatasan 115 Km, dengan perincian
Kabupaten Timor Tengah Utara 104,5 Km Kabupaten Kupang 10,5 Km.
Kawasan perbatasan darat Timor Barat dengan Timor Leste meliputi 9 Kecamatan
yaitu :
Kabupaten Kupang: Kecamatan Amfoang Utara;
Kabupaten Timor Tengah Utara; Kecamatan Miomaffo Barat, Miomaffo Timur dan
Kecamatan Insana Utara;
Kabupaten Belu; Kecamatan Malaka Timur, Tasifeto Barat, Tasifeto Timur,
Lamaknen dan Kecamatan Kobalima.
Kawasan perbatasan Laut Wilayah NTT dengan Timor Leste meliputi 4 Kabupaten, 5
Kecamatan yaitu :
Kabupaten Kupang: Kecamatan Amfong Utara.
Kabupaten Belu: Kecamatan Tasifeto Barat, Kecamatan Kobalima.
Kabupaten Timor Tengah Utara: Kecamatan Insana Utara
Kabupaten Alor: Kecamatan Alor Barat Daya.
Kawasan perbatasan Laut Wilayah NTT dengan Australia meliputi wilayah laut
Kabupaten Rote Ndao dan Pulau Sabu Kabupaten Kupang.
Percepatan pembangunan wilayah perbatasan memerlukan program kerja terpadu
dengan arah pembangunan diletakkan pada aspek sebagai berikut :
Pemantapan pembangunan bangsa (Nation Building) dalam kerangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia;
Meningkatkan kesejahtraan masyarakat wilayah perbatasan;
Meningkatkan mutu sumber daya manusia dan masyarakat wilayah perbatasan
termasuk masyarakat pengungsi sehingga mempunyai daya tahan dan daya saing
IV - 46
yang tinggi dengan masyarakat di negara tetangga baik dalam bidang ekonomi
maupun dalam bidang sosial budaya dan sosial politik.
Perlu adanya kerja sama aparat pemerintah Propinsi Nusa Tenggara Timur dengan
Negara Timor Leste dalam menangani permasalahan terutama yang berkaitan dengan
perdagangan komoditi ekspor-impor, pemanfaatan pelabuhan laut, pengendalian dan
pemantauan kawasan lindung maupun peningkatan keamanan. Apabila kebijakan yang
ditempuh sendiri-sendiri kurang menguntungkan dan tidak efisien, mengakibatkan
pengeluaran biaya besar.
16. Kawasan Terbelakang
Kawasan terbelakang disini tidak dimaksudkan menunjukan adanya masyarakat yang
primitif atau terbelakang dalam arti terisolir, melainkan kawasan yang tidak ditunjang
ketersediaan dan kelancaran perhubungan dan komunikasi wilayah ini dengan wilayah
lainnya, menyebabkan wilayah ini hanya berhubungan dengan wilayah tertentu saja
dan tertutup untuk wilayah lainnya. Minimnya ketersediaan infrastruktur perhubungan
darat dan laut dan pendukung lainnya, mengakibatkan wilayah tersebut tidak lancar
dalam berkomunikasi dan tingkat pertumbuhan dan perkembangannya tertinggal jauh
dibelakang dengan wilayah lainnya. Arahan pengembangannya terutama untuk :
Peningkatan dan pembangunan prasarana jalan dengan pembukaan daerah-daerah
yang terisolir, disamping membuka hubungan dengan kantung-kantung produksi
baru;
Pembangunan prasarana pelabuhan laut, dimungkinkan pelabuhan rakyat agar
komunikasi dengan daerah lain lancar (bila pembangunan prasarana jalan tidak
dapat memungkinkan);
Upaya peningkatan resetlemen (permukiman baru) bagi penduduk yang masih
berpencar agar upaya pembangunan infrastruktur memudahkan pemerintah daerah
setempat.
4.3. KEBIJAKSANAAN PENUNJANG PENATAAN RUANG
Rencana Struktur Tata Ruang Propinsi Nusa Tenggara Timur dengan cakupan materi
seperti telah diuraikan pada bagian sebelumnya, dalam pelaksanaannya perlu didukung oleh
berbagai kebijaksanaan penunjang untuk perwujudannya. Kebijaksanaan penunjang ini baik
yang bersifat keruangan spasial, yaitu secara langsung melalui arahannya akan menunjang
upaya perwujudan struktur tata ruang propinsi maupun yang bersifat bukan keruangan/non
spasial yang secara tidak langsung akan menunjang perwujudan Struktur Tata Ruang
Propinsi.
4.3.1. Kebijaksanaan Penunjang Yang Bersifat Spasial
Kebijaksanaan penunjang yang bersifat spasial adalah kebijaksanaan penatagunaan
tanah. Tanah (lahan) atau ruang daratan beserta sumberdaya alam yang terkandung
didalamnya merupakan unsur ruang utama, sehingga pemanfaatannya perlu diarahkan
dalam konteks tata ruang dengan senantiasa memperhatikan azas lestari, optimal,
seimbang dan berkelanjutan.
Pokok-pokok kebijaksanaan penatagunaan tanah yang diuraikan diharapkan dapat menjadi
landasan bagi evaluasi terhadap Rencana Tata Guna Tanah (RTGT) pada tingkat propinsi
yang akan terdiri dari rencana penyediaan, peruntukan dan penggunaan tanah. Dalam
konteks ini tercermin keterkaitan RTRWP sebagai rencana tata ruang yang bersifat makro
dengan RTGT. Dalam kaitannya dengan dua fungsi, yaitu lindung dan budidaya, maka
kebijaksanaan penatagunaan tanah di Nusa Tenggara Timur sebagai penunjang
perwujudan RTRWP sebagai berikut :
1. Kebiijaksanaan Penatagunaan Tanah pada Kawasan Lindung;
Didasarkan pada tujuan pemantapan kawasan lindung, pokok-pokok kebijaksanaan
penatagunaan tanah sebagai penunjang adalah :
Menyelesaikan permasalahan tumpang tindih dan konflik penggunaan tanah antara
kepentingan lindung dan budidaya berdasarkan ketentuan/peraturan yang ada;
IV - 47
2.
Pengendalian secara ketat terhadap cara penggunaan tanah oleh penduduk atau
proyek pembangunan (sektoral) tertentu dalam kawasan lindung yang
diperbolehkan agar tidak mengganggu fungsi lindung;
Pada kawasan lindung yang diatasnya telah terdapat kegiatan budidaya perlu
dilakukan tindakan penanganan atau penyelesaiannya, misalnya dalam bentuk
pembebasan atau pencabutan hak atas tanah, pemindahan penduduk, upayaupaya konservasi/rehabilitasi tanah, pembebasan kegiatan secara enclave, serta
pemindahan kegiatan secara bertahap ke luar kawasan lindung.
Kebijaksanaan Penatagunaan Tanah pada Kawasan Budidaya;
Didasarkan pada tujuan pengembangan kawasan budidaya, kebijaksanaan
penataguanaan tanah sebagai penunjangnya dibedakan menurut tingkat pemanfaatan
ruang kawasan, yaitu yang berdekatan dengan kawasan lindung diatasnya (hutan
produksi) dan kawasan budidaya intensif (pertanian tanaman pangan lahan basah,
pertanian tanaman pangan lahan kering dan perkebunan, perindustrian, permukiman).
Pokok-pokok kebijaksanaan adalah :
Penggunaan tanah pada kawasan budidaya yang bersifat sebagai penyangga
kawasan lindung diatasnya (hutan produksi) perlu disertai dengan upaya-upaya
konversi tanah secara ketat;
Penggunaan tanah di kawasan azas konvertibilitas penggunaan tanah. Meskipun
demikian pengalihan antar penggunaan (dari yang kurang intensif ke tingkat yang
lebih intensif) perlu dikendalikan melalui mekanisme perizinan (pencadangan tanah,
perizinan lokasi).
Pokok-pokok kebijaksanaan penatagunaan tanah bagi kawasan lindung dan kawasan
budidaya yang mengacu pada RTRWP harus dijabarkan lebih lanjut dalam Rencana
Tata Guna Tanah, yang terdiri dari :
Rencana Persediaan Tanah; sebagai rencana dasar yang menggambarkan kawasan
yang dilarang diusahakan (kawasan lindung) dan kawasan yang dapat diusahakan
(kawasan budidaya);
Rencana Peruntukkan Tanah; sebagai arahan letak kegiatan pembangunan utama
dan penunjang sesuai dengan strategi pembangunan daerah jangka panjang;
Rencana Penggunaan Tanah; sebagai letak proyek-proyek pembangunan yang
akan dilaksanakan dalam jangka menengah, melalui kegiatan pembebasan tanah,
pencadangan tanah, serta izin lokasi dan izin site oleh pemerintah daerah.
Selain kebijaksanaan penatagunaan tanah di atas, untuk mewujudkan struktur tata
ruang propinsi perlu adanya kebijaksanaan yang menyangkut pengendalian tata ruang
secara keseluruhan.
IV - 48
Tabel IV.23.
IV - 49
Tabel IV.23
PERKIRAAN JUMLAH PENDUDUK PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR
TAHUN 2020
No
Kabupaten/ Kota
1 Sumba Barat
Jumlah
Penduduk
Awal 2003
186,557
TAHUN
2004
2005
189,542 192,575
2006
2007
2008
195,656
198,786
201,967
2009
2010
205,198 208,481
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
2019
2020
211,817
215,206
218,650
222,148
225,702
229,314
232,983
236,710
240,498 244,346
2 Sumba Timur
198,186
201,357 204,579
207,852
211,178
214,556
217,989 221,477
225,021
228,621
232,279
235,996
239,771
243,608
247,506
251,466
255,489 259,577
3 Kupang
332,419
337,738 343,142
348,632
354,210
359,877
365,635 371,485
377,429
383,468
389,604
395,837
402,171
408,605
415,143
421,785
428,534 435,390
404,516
410,988 417,564
424,245
431,033
437,930
444,936 452,055
459,288
466,637
474,103
481,689
489,396
497,226
505,182
513,265
521,477 529,820
177,918
180,765 183,657
186,595
189,581
192,614
195,696 198,827
202,008
205,241
208,524
211,861
215,251
218,695
222,194
225,749
229,361 233,031
6 Belu
331,412
336,715 342,102
347,576
353,137
358,787
364,528 370,360
376,286
382,306
388,423
394,638
400,952
407,368
413,885
420,508
427,236 434,071
7 Alor
168,965
171,668 174,415
177,206
180,041
182,922
185,848 188,822
191,843
194,913
198,031
201,200
204,419
207,690
211,013
214,389
217,819 221,304
8 Lembata
97,733
99,297
100,885
102,500
104,140
105,806
107,499 109,219
110,966
112,742
114,546
116,378
118,240
120,132
122,054
124,007
125,991 128,007
9 Flores Timur
215,876
219,330 222,839
226,405
230,027
233,708
237,447 241,246
245,106
249,028
253,012
257,060
261,173
265,352
269,598
273,911
278,294 282,747
10 Sikka
276,590
281,015 285,512
290,080
294,721
299,437
304,228 309,095
314,041
319,065
324,171
329,357
334,627
339,981
345,421
350,947
356,563 362,268
11 Ende
238,486
242,302 246,179
250,117
254,119
258,185
262,316 266,513
270,777
275,110
279,512
283,984
288,528
293,144
297,834
302,600
307,441 312,360
12 Ngada
244,242
248,150 252,120
256,154
260,253
264,417
268,647 272,946
277,313
281,750
286,258
290,838
295,491
300,219
305,023
309,903
314,862 319,899
13 Manggarai
481,479
489,183 497,010
504,962
513,041
521,250
529,590 538,063
546,672
555,419
564,306
573,335
582,508
591,828
601,297
610,918
620,693 630,624
14 Manggarai Barat
179,858
182,736 185,659
188,630
191,648
194,715
197,830 200,995
204,211
207,479
210,798
214,171
217,598
221,079
224,617
228,210
231,862 235,572
15 Rote Ndao
102,651
104,293 105,962
107,658
109,380
111,130
112,908 114,715
116,550
118,415
120,310
122,235
124,190
126,177
128,196
130,247
132,331 134,449
16 Kota Kupang
JUMLAH
251,170
255,189 259,272
263,420
267,635
271,917
276,268 280,688
285,179
289,742
294,378
299,088
303,873
308,735
313,675
318,694
323,793 328,973
3,888,058 3,950,267 4,013,471 4,077,687 4,142,930 4,209,217 4,276,564 4,344,989 4,414,509 4,485,141 4,556,903 4,629,814 4,703,891 4,779,153 4,855,619 4,933,309 5,012,242 5,092,438
IV - 50
IV - 51
BAB. V
V-1
dukungan politis sehingga dapat dioperasional dan dipatuhi oleh semua pihak di daerah.
Rancangan Peraturan Daerah tentang RTRWP diusulkan atau diajukan oleh Gubernur
kepada DPRD untuk ditetapkan menjadi PERDA beserta lampiran buku rencana RTRWP
itu sendiri;
b. Penetapan RTRWP Nusa Tenggara Timur menjadi Peraturan Daerah dilakukan setelah
sebelumnya dilakukan pembahasan secara intensif. Setelah ditetapkan sebagai Peraturan
Daerah RTRWP perlu diajukan untuk mendapat pengesahan dari Menteri Dalam Negeri.
Usul pengesahan PERDA disampaikan Kepada Menteri Dalam Negeri oleh Gubernur;
c. Sebelum mengajukan untuk usulan pengesahan PERDA, Gubernur bersama-sama Badan
Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) menjaga keterpaduan antara program
pembangunan sektoral di wilayah Nusa Tenggara Timur dengan wilayah sekitarnya;
d. Dalam proses pengesahan RTRWP ini Menteri Dalam Negeri akan mengadakan
pertimbangan dari instansi terkait dipusat atau Tim Koordinasi Pengelolaan Tata Ruang
Nasional untuk kasus-kasus tertentu.
5.3. Pemasyarakatan RTRWP
Tahap pemasyarakatan RTRWP mempunyai arti yang penting bagi keberhasilan
pengelolaan Tata Ruang Wilayah Propinsi. Pada dasarnya tahap ini meliputi dua bagian
penting. Pertama saat proses penyusunan RTRWP hingga ditetapkan sebagai Peraturan
Daerah, dan kedua pada tahap pelaksanaan RTRWP setelah ditetapkan dan disahkan sampai
saat peninjauan kembali setiap kurun waktu lima tahunan.
Pada tahap pertama usaha pemasyarakatan RTRWP diarahkan terutama dengan melibatkan
berbagai instansi terkait, unsur TNI/POLRI serta wakil masyarakat (DPRD) dalam rapat-rapat
koordinasi untuk perumusan masalah-masalah pokok di daerah, perumusan konsep rencana,
serta pembahasan dan penyempurnaan RTRWP. Pada tahap yang kedua, pemasyarakatan
RTRWP dilakukan dengan menyampaikan informasi secara luas dan menerus mengenai
arahan pemanfaatan ruang pada tingkat propinsi berdasarkan struktur tata ruang wilayah.
Peran pemerintah (di bawah koordinasi Bappeda) dalam memasyarakatkan RTRWP Nusa
Tenggara Timur mempunyai pengaruh besar yang akan menentukan sejauh mana tingkat
keberhasilan dan operasionalisasi RTRWP, sekaligus dimaksudkan untuk melibatkan
partisipasi masyarakat. Pemerintah Propinsi Nusa Tenggara Timur perlu mengumumkan dan
menyebarkan RTRWP secara efektif dan efisien agar masyarakat dapat terlibat sepenuhnya
dalam perwujudan rencana tata ruang terutama yang menyangkut pemanfaatan ruang pada
kawasan lindung dan pemanfaatan ruang pada kawasan budidaya. Dalam hal ini mekanisme
pengelolaan Tata Ruang melalui prosedur perijinan (untuk pemanfaatan ruang skala besar)
harus jelas dan mempunyai kepastian hukum bagi masyarakat yang menjadikan sebagai
acuan atau arahan investasi.
5.4. Tindak Lanjut Penyusunan RTRW Kabupaten/Kota
Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP) Nusa Tenggara Timur sifatnya masih
umum (makro) dalam suatu arahan tata ruang pada wilayah propinsi dengan skala peta 1 :
250.000, untuk lebih lanjut perlu disusun Rencana Tata Ruang dengan kedalaman yang lebih
rinci. Pada tingkat Kabupaten atau Kota, rencana ini dalam bentuk Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) Kabupaten/Kota, dengan tingkat kedalaman atau ketelitian peta sekurangkurangnya pada skala 1:50.000 atau 1:100.000, dalam rencana tersebut materi RTRWP
dapat dilihat dan lebih terukur untuk setiap kawasan. Selain dijabarkan dalam bentuk RTRW
Kabupaten/Kota, perlu dijabarkan dalam Rencana Detail Tata Ruang Kawasan agar lebih
bersifat fungsional untuk mendukung pengembangan sektor tertentu, sehingga wilayah
perencanaannya tidak perlu sama dengan administratif. Dalam kaitan ini, konsistensi antara
isi RTRWP dengan RTRWK atau Rencana Detail Tata Ruang Kawasan (RDTRK) yang akan
disusun perlu dijaga secara maksimal, sehingga keterpaduan kegiatan pada wilayah propinsi
dapat terjamin.
Selain sebagai acuan bagi penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Kawasan (RDTRK) yang
lebih rinci, juga akan menjadi dasar pertimbangan dalam penyusunan Rencana
Pembangunan Jangka Pendek, jangka Menengah dan Jangka Panjang.
V-2
V-3
V-4
V-5
B
B.. VVII
BAAB
IINNDDIIKKAASSII PPRROOGGRRAAM
M PPEEM
MBBAANNGGUUNNAANN
SSEESSUUAAII RREENNCCAANNAA TTAATTAA RRUUAANNGG W
WIILLAAYYAAHH
PPRROOPPIINNSSII NNUUSSAA TTEENNGGGGAARRAA TTIIM
MUURR 22000066--22002200
6.1. Umum
Perumusan indikasi program-program pembangunan merupakan salah satu bagian materi
yang harus tercakup dalam produk Rencana Struktur Tata Ruang Wilayah Propinsi. Indikasi
program pembangunan merupakan penjabaran kebijakan dan rencana pengembangan ruang yang
telah ditentukan ke dalam program-program pembangunan yang akan menjadi komitmen
Pemerintah. Perumusan indikasi program ini tidak terlepas dari program-program yang telah
disusun oleh Departemen/Instansi di Pusat maupun di Propinsi dan dijabarkan dalam 5 (lima)
tahun. Dengan demikian, diharapkan fungsi Rencana Struktur Tata Ruang Propinsi sebagai acuan
instansi pusat dan Pemerintah Daerah Propinsi dalam menyusun dan melaksanakan program lima
tahunan dalam kurun waktu lima belas tahun. Program-program dibawah ini pada dasarnya masih
bersifat indikatif, yang diharapkan dapat memberikan indikasi bagi penyusunan program
membangun sektoral serta pembangunan pada wilayah yang diprioritaskan pembangunannya.
6.2. Indikasi Program Pembangunan Sektoral
Pada dasarnya penyusunan program pembangunan sektoral yang akan dikemukakan tidak
terlepas dari kebijakan pembangunan yang telah digariskan pada Program Pembangunan Daerah
maupuan kebijakan pembangunan Nasional dan kebijakan pembangunan daerah lainnya. Kriteria
umum di dalam menentukan indikasi program pembangunan sektoral secara keseluruhan adalah
sebagai berikut :
a. Indikasi program disusun dalam upaya untuk memadukan setiap usaha pembangunan yang
dilakukan masing-masing sector sehingga tercapai efisiensi pembangunan dalam rangka
mencapai tujuan pembangunan yang akan dicapai Propinsi Nusa Tenggara Timur;
b. Indikasi Program sektoral ini disusun atas dasar potensi dan permasalahan sektoral di daerah
yang telah diidentifikasi;
c. Indikasi program sektoral ini juga mengacu dan didasarkan pada arahan pemanfaatan ruang
pada Rencana Struktur Tata Ruang Wilayah Propinsi (RSTRWP);
d. Indikasi program ini disusun berdasarkan skala prioritas, yaitu berdasarkan permasalahan
yang mendesak untuk diselesaikan.
Dalam penyusunan indikasi program pembangunan sektoral pada Rencana Struktur Tata Ruang
Wilayah Propinsi (RSTRWP) Nusa Tenggara Timur hanya difokuskan pada sector pembangunan
yang secara langsung memanfaatkan ruang yang luas untuk mendukung kegiatannya. Sektorsektor dimaksud tersebut adalah : (1) Pembangunan Pertanian dan Kehutanan; (2) Pembangunan
Perikanan dan Kelautan; (3) Pembangunan Pengairan dan Sumberdaya Air; (4) Pembangunan
Pertambangan dan Energi; (5) Pembangunan Perhubungan; (6) Pembangunan Pariwisata; (7)
Pembangunan Perumahan dan Permukiman; (8) Pembangunan Lingkungan Hidup.
6.2.1. Tanaman Pangan dan Hortikultura
Pengembangan Tanaman Pangan dan Hortikultura yang dapat dilaksanakan pada potensi
lahan kering dengan luas sekitar 1.528.308 ha dan potensi lahan basah seluas 284.103 ha
diarahkan pada upaya meningkatkan ketahanan pangan dan pendapatan pelaku ekonomi. Untuk
mengoptimalkan tingkat pencapaiannya maka didukung melalui pengembangan program
Peningkatan Produksi dan Produktivitas Petani dan Program Penguatan Kelembagaan Ekonomi
Petani. Rencana kegiatan prioritas Pengembangan Tanaman dan Hortikultura di Propinsi Nusa
Tenggara Timur sebagaimana Tabel VI-1.
6.2.2. Tanaman Perkebunan dan Kehutanan
Pengembangan Tanaman Perkebunan sesuai Rencana Dasar Pengembangan Wilayah
Perkebunan (RDPWP) dengan potensial sekitar 888.931 Ha diarahkan pada upaya untuk
memperkuat basis industri pengolahan hasil perkebunan, peningkatan ekspor dan pendapatan
petani melalui program pokok sebagai berikut : (1) Peningkatan Produksi serta Produktivitas
VI - 1
Petani; (2) Penguatan Kelembagaan Ekonomi Petani. Dari aspek ekonomi, pembangunan
tanaman perkebunan ditujukan untuk mendukung pergeseran pangsa PDRB dari sektor primer ke
sektor sekunder melalui peningkatan skala usaha yang dapat mendorong industri pengolahan.
Dari aspek lingkungan, pembangunan perkebunan diharapkan mendukung konservasi lingkungan
terutama pada wilayah-wilayah yang rawan bencana alam longsor dan kritis.
VI - 2
Tabel VI.1
Indikasi kegiatan Prioritas Pembangunan Tanaman Pangan dan Hortikultura
di Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai 2020
No
Basis Ekonomi
Luas (Ha)
Kegiatan Prioritas
Lokasi
1.528.308
Intensifikasi dan
ektensifikasi usaha
Penegmbangan industri
pengolahan
Pembinaan pelaku dan
Kelembagaan
Kabupaten seNTT
284.103
Intensifikasi dan
ektensifikasi usaha
Pengembangan industri
pengolahan
Pembinaan pelaku dan
Kelembagaan
Kabupaten seNTT
VI - 3
VI - 4
Tabel IV.2
Indikasi kegiatan prioritas Pembangunan Tanaman Perkebunan dan Hutan Produksi
di Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai 2020
No
1
Basis
Ekonomi
Perkebunan
Luas (Ha)
888.931
Hutan Produksi
Tersebar
Kegiatan Prioritas
Komoditas Unggulan/Lokasi
Kabupaten Se-NTT
Kabupaten Se-NTT
VI - 5
Lokasi
VI - 6
Tabel IV.3
Indikasi kegiatan Pembangunan Perikanan dan Kelautan
di Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai 2020
No
1
2
3
4
Basis Ekonomi
Perikanan Darat
Perikanan Tangkap
Perikanan Pantai
Budidaya Perikanan
Budidaya laut
Budidaya tambak
Luas (Km2)
8.375 Ha
200.000 Km2
5.700 km
40.605 Ha
5.5150 Ha
35.455 ha
Kegiatan Prioritas
Intensifikasi kolam ikan
Intensifikasi potensi tangkap
Intensifikasi kegiatan tangkap
Intensifikasi dan
ekstensifikasi
Ekstesifikasi potensial yang
belum dikelola
Pembinaan pelaku dan
Kelembagaan
VI - 7
Komoditas Unggulan
Bandeng, Mujair
Tuna, Cakalang
Kerapu, Ikan Karang, Ikan
Hias
Rumput laut, Kakap, Udang
Lokasi
Kabupaten seNTT
Tabel VI-4
Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Sumberdaya Air dan Irigasi
di Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai 2020
No
Prasarana
A.
1.
2.
3.
Embung Irigasi
4.
B.
Pembangunan
Baru
Jumlah
(Unit)
60
1.297
46
1266
PM
Kegiatan Prioritas
Lokasi
Kabupaten
se-NTT
Kabupaten
se-NTT
Kabupaten
se-NTT
Kabupaten
se-NTT
VI - 8
Tabel.VI.5 ....,
VI - 9
Tabel VI.5
Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Pertambangan dan Energi di Propinsi
di Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai 2020
No
Basis Pertambangan
1
2
3
Pertambangan Golongan A
Pertambangan Golongan B
Pertambangan Golongan C
Sumberdaya Energi
Kegiatan Prioritas
Komoditas Unggulan
Minyak bumi
Emas, Marmer
Batu hijau, batu apung
dan batu hitam
Sebaran Lokasi
Utama
Kabupaten se-NTT
Kabupaten se-NTT
Kabupaten se-NTT
Tabel VI.6
Indikasi Kegiatan Prioritas Infrastruktur di Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai 2020
No
1
Kawasan
Potensial
Jalan dan Jembatan
Nasional
Propinsi
Kabupaten
Terminal
Tipe A
Tipe B
Tipe C
Perhubungan
Pelabuhan Laut
Bandara Udara
Panjang
(Km2)/Unit
Kegiatan Utama
1.121,87
2.939,86
12.866,81
Pemeliharaan rutin,
Pemeliharaan berkala,
Peningkatan dan Pembangunan
Kabupaten/kota se-NTT
3 unit
16 unit
194 Unit
22 unit
Kabupaten/kota se-NTT
14 unit
VI - 10
Tabel VI.7
Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Industri di Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai 2020
No
1
Kawasan Potensial
Kawasan Industri Kupang
Barat
Kegiatan Prioritas
Peningkatan skala usaha dan
pembangunan baru
Industri Rakyat
Industri Garam
Agroindustri Berbasis
Pertaninan dan perkebunan
Agroindutri perikanan
Komoditas Unggulan
Industri galangan kapal
dan
Tenun ikat,
Kabupaten Se-NTT
dan
dan
Garam Yodium
Artemia
Kopi, Kacang tanah, Mete,
Kelapa, Kakao,
Pengalengan ikan, pakan ternak
dan
VI - 11
Kabupaten Se-NTT
Kabupaten Se-NTT
6.2.8. Pariwisata
Pendayagunaan pariwisata dengan memanfaatkan pulau-pulau yang potensial dilakukan dengan
mengutamakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dengan tetap memperhatikan kelestarian
fungsi-fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup. Pembangunan pariwisata di Provinsi Nusa
Tenggara Timur didukung dengan Program Pengembangan Kerjasama Antar Wilayah dan
Peningkatan Promosi Pariwisata. Program ini bertujuan untuk menciptakan kondisi yang
memungkinkan kerjasama antar daerah sehingga dapat mendorong pembangunan
kepariwisataan melalui : (1) Mengembangan jenis-jenis obyek wisata sehingga terciptanya
kondisi bagi pengembangan industri pariwisata; (2) Meningkatkan kualitas daya tarik wisata
baik Wisman maupun Wisnus;
dan (3)
Memberikan rekomendasi bagi pembangunan
infrastruktur kepariwisataan. Sasaran program Pariwisata adalah : (1) Meningkatkan arus dan
jumlah kunjungan wisata; (2) Meningkatkan pendapatan masyarakat dan daerah baik secara
langsung (direct income effect), secara tidak langsung (indirect and induced income effect); (3)
Memperluas jaringan kerjasama pariwisata baik di dalam maupun di luar negeri; (4) Menjadikan
NTT sebagai Daerah Tujuan Wisata (DTW). Dalam upaya lebih mendorong pembangunan bidang
pariwisata, maka pembangunan diarahkan untuk memantapkan pengembangan kawasan dan
sistem promosi kepariwisataan sehingga mampu mendorong pengembangan kegiatan ekonomi
masyarakat dan daerah serta meningkatkan pendapatan masyarakat dan daerah melalui
pengembangan lokasi-lokasi wisata pada 7 Satuan Wilayah Pengembangan pariwisata. Kegiatan
utama meliputi :
Pengembangan Kawasan Wisata melelui penyediaan fasilitas dukungan akses, komunikasi,
sanitasi dan air bersih;
Pengembangan Sistem Informasi dan Promosi Kepariwisataan;
Pengembangan SDM dan Kelembagaan Pariwisata.
Lokasi wilayah pengembangan dan lokasi Pengembangan kawasan pengembangan pariwisata
Satuan seperti Tabel VI.8.
6.2.9. Perumahan dan Permukiman
Perumahan dan permukiman merupakan kebutuhan dasar manusia dalam pemenuhan
kebutuhan papan, selain pangan dan sandang. Perumahan dan permukiman juga memiliki
fungsi strategis sebagai pusat pendidikan dan regenerasi di dalam keluarga, serta persemaian
budaya di tengah masyarakat. Untuk itu perlu menempatkan bidang perumahan dan
permukiman sebagai salah satu sektor prioritas dalam upaya pembangunan manusia yang
seutuhnya. Pembangunan bidang permukiman yang diarahkan
sebagai bagian untuk
meningkatkan kenyaman penduduk melakukan kegiatan ekonomi dan sosial dilaksanakan
melalui pendekatan :
Membangun dan mengembangkan kemampuan penduduk untuk membangun perumahan
yang sehat dan layak huni atas kemampuannya sendiri yang mengacu pada Rencana Umum
Tata Ruang Kota dan Pedesaan yang terpadu, komprehensif dan aspiratif;
Terciptanya permukiman yang tertib, sehat dan indah, sesuai Rencana Tata Ruang;
Di perkotaan menghindari permukiman yang bernuansa eksekutif karena dihuni oleh etnik
atau agama tertentu;
Di Perdesaan pembangunan mengutamakan bahan lokal namun tidak sampai menimbulkan
ancaman bagi kelestarian lingkungan.
Dalam upaya peningkatan kualitas dan kuantitas permukiman dan perumahan yang layak huni
maka perlu didukung dengan kegiatan prioritas sebagaimana Tabel VI-9.
VI - 12
Tabel VI.8
Satuan Wilayah Pengembangan Pariwisata di Propinsi di Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai 2020
No
1
2
3
4
5
Kawasan Wisata
KWS. Timor I: Kupang-TTS- Rote
Ndao
KWS Timor II: TTU, Belu, Alor
KWS Flores I: Lembata- FlotimSikka
KWS Flores II : Ende- Ngada
Komoditas Andalan
Wisata bahari, wisata alam,
wisata budaya
Wisata bahari, wisata alam,
wisata budaya
Wisata bahari, wisata alam,
wisata budaya
Wisata bahari, wisata alam,
wisata budaya
Wisata bahari, wisata alam,
wisata budaya
Wisata bahari, wisata alam,
wisata budaya
Wisata bahari, wisata alam,
wisata budaya
Lokasi
Teluk Kupang, Nembrala, Mutis-Timau, Kolbano
Tanjungbastian, Tanjungbastian, TWAL Alor
Lamalera-Lewoleba, Larantuka, Teluk Maumere
Danau Kelimutu, Riung 17 Pulau
Iteng, Pulau Komodo, Kodi/Pero
Rua, Wanokaka
Lewa, Baing/Kalala, Taribang
VI - 13
Tabel VI.9
Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Perrumahan dan permukiman
di Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai 2020
No
A
Permukiman
Permukiman Eksisting
Permukiman
Perkotaan
Permukiman
Perdesaan
Rumah
Air bersih
Unit
2.278
787.714
38,86 %
Lokasi baru
Permukiman
Perkotaan
Permukiman
Perdesaan
Rumah
Air bersih
292
29
227
78.771
3,8 %
Kegiatan Utama
Sebaran Lokasi
Utama
292 Kelurahan
Kab./Kota se-NTT
292 Kelurahan
Kab./Kota se-NTT
292 Desa/Kelurahan
Kab./ Kota se-NTT
Kelurahan Kab./Kota
se-NTT
Kelurahan Kab./Kota
se-NTT
Desa/Kelurahan
Kab/Kota se-NTT
Tabel VI.10
Kota pusat kegiatan dan fungsi utamanya
di Propinsi Nusa Tenggara Timur hingga 2020
No
1
Pusat
Kegiatan
PKN
PKW
PKL
Kota
Kota Kupang, Maumere,
Atambua, Labuhan bajo
Fungsi Utama
Pemerintahan
Pendidikan
Simpul Pelayanan jaringan transportasi
wilayah dan nasional
Kota persinggahan utama
Pemerintahan
Pendidikan
Simpul Pelayanan jaringan transportasi
wilayah
Kota pendukung
Pemerintahan lokal
Pendidikan lokal
Simpul Pelayanan jaringan transportasi local
Kota pendukung pusat kegiatan wilayah
VI - 14
VI - 15
kelautan, industri serta pertambangan dan energi, Adapun kawasan tersebut sebagaimana Tabel
VI.12.
Disamping kawasan pertanian terpadu dan kawasan pesisir dan laut terpadu juga diidentifikasi
kawasan cepat tumbuh karena didukung dengan sumberdaya dan parasarana sebagaimana
Tabel VI.13.
VI - 16
dengan indikasi kegiatan priotritas yaitu konservasi, rehabilitasi dan penataan fungsi kawasan.
Kawasan strategis yang berfungsi lindung sebagaimana Tabel VI.14.
6.3.5. Kawasan Terbelakang
Kawasan terbelakang disini tidak dimaksudkan untuk menunjukan adanya masyarakat yang
primitif atau terbelakang dalam arti terisolir, melainkan kawasan yang tidak ditunjang
ketersediaan dan kelancaran perhubungan dan komunikasi wilayah ini dengan wilayah lainnya,
menyebabkan wilayah ini hanya berhubungan dengan wilayah tertentu saja dan tertutup untuk
wilayah lainnya. Minimnya ketersediaan infrastruktur perhubungan darat dan laut dan
pendukunglainnya, mengakibatkan wilayah tersebut tidak lancar dalam berkomunikasi dan
tingkat pertumbuhan dan perkembangannya tertinggal jauh dibelakang dengan wilayah lainnya.
Arahan pengembangannya terutama untuk :
Peningkatan dan pembangunan prasarana jalan dengan pembukaan daerah-daerah yang
terisolir, disamping membuka hubungan dengan kantung-kantung produksi baru;
Pembangunan prasarana pelabuhan laut, dimungkinkan pelabuhan rakyat agar komunikasi
dengan daerah lain lancar (bila pembangunan prasarana jalan tidak dapat di mungkinkan);
Upaya peningkatan resetlemen (permukiman baru) bagi penduduk yang masih berpencar agar
upaya pembangunan infrastruktur memudahkan pemerintah daerah setempat.
VI - 17
Tabel VI.11
Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Pertanian terpadu
di Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai 2020
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Kawasan Prioritas
KWS Noelmina
KWS Benanain
KWS Noelbesi
KWS Alor Selatan
KWS Tanjungbunga-Magepanda
Mbay-Maotenda
Lembor
Iteng
Mangili
Wanokaka-Anakalang
Kodi-Laratama
Tahun Pelaksanaan
5 Tahun 1
5 Tahun 2
5 Tahun 3
Sub Kawasan
Oesao- Amarasi-Bena
Besikama-Oeroki
Kafan-Eban-Amfoang
Alor Selatan-lantoka
Tanjungbunga-Konga-Magepanda
Mbay-Riung-Mautenda-Maurole
Lembor-Ngorang
Iteng-Buntal
Mangili-Kambaniru-Melolo
Wanokaka-anakalang
Kodi-Laratama
Tabel VI.12
Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Pariwisata
di Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai 2020
NO
1
2
Pusat
Pertumbuhan
Atapupu
Kalabahi
Kota Kupang
Baa
Lewolewba
Larantuka
VI - 18
5 Tahun 1
Tahun Pelaksanaan
5 Tahun 2
5 Tahun 3
NO
7
8
9
Pusat
Pertumbuhan
Ende
Maumere
Mbay
Waingapu
Waikelo
Kolbano
Seba
Labuan Bajo
VI - 19
Tahun Pelaksanaan
5 Tahun 1
5 Tahun 2
5 Tahun 3
Tabel VI.14
Indikasi kegiatan Prioritas Kawasan Lindung di propinsi Nusa Tenggara Timur hingga 2020
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
Kawasan Strategis
TNl Kelimutu
TNl Lai Wangi Wanggameti
TNl Manupeu Tanadaru
TNl Komodo
TNL Komodo
THR Prof IR. Herman Yohanes
CA Riung
CA Maubesi
CA Way Wuul/Mburak
CA Gunung Langgaliru
CA Watu Ata
Wolo Talo Nggede Nalo Merah,
Siung
SM Perhalu
SM Kateri
SM Harlu
TW Tuti Adigae
TW Alam Tujuh Belas Pulau
TW Pulau Besar
TW`Manipo
TW Ruteng
Luas (HA)
Tahun Pelaksanaan
Kegiatan Utama
5.000
47.014
87.984
173.300
75.000
3.115
2.000
1.830
3.000
15.638
4.898
4.016
Rehabilitasi dan
Rehabilitasi dan
Rehabilitasi dan
Rehabilitasi dan
Rehabilitasi dan
Rehabilitasi dan
Rehabilitasi dan
Rehabilitasi dan
Rehabilitasi dan
Rehabilitasi dan
Rehabilitasi dan
Rehabilitasi dan
Peningkatan
Peningkatan
Peningkatan
Peningkatan
Peningkatan
Peningkatan
Peningkatan
Peningkatan
Peningkatan
Peningkatan
Peningkatan
Peningkatan
fungsi
fungsi
fungsi
fungsi
fungsi
fungsi
fungsi
fungsi
fungsi
fungsi
fungsi
fungsi
hutan
hutan
hutan
hutan
hutan
hutan
hutan
hutan
hutan
hutan
hutan
hutan
5 Tahun 1
1.000
4.560
2.000
5.000
9.900
3.000
2.499
32.248
Rehabilitasi dan
Rehabilitasi dan
Rehabilitasi dan
Rehabilitasi dan
Rehabilitasi dan
Rehabilitasi dan
Rehabilitasi dan
Rehabilitasi dan
Peningkatan
Peningkatan
Peningkatan
Peningkatan
Peningkatan
Peningkatan
Peningkatan
Peningkatan
fungsi
fungsi
fungsi
fungsi
fungsi
fungsi
fungsi
fungsi
hutan
hutan
hutan
hutan
hutan
hutan
hutan
hutan
VI - 20
5 Tahun 2
5 Tahun 3
VI - 21
b. Peningkatan
Kualitas
Sumberdaya Manusia diupayakan melalui
peningkatan pelayanan pendidikan dan kesehatan sehingga mutu manusia tidak
kalah bersaing dengan masyarakat dari mancanegara dalam ilmu, pengetahuan
dan teknologi (IPTEKS) termasuk kesehatan;
c. Peningkatan Prasarana Wilayah (1) Peningkatan Aksesibilitas Wilayah
dilaksanakan melalui peningkatan mutu jalan dan jembatan menuju daerah
perbatasan guna menunjang arus barang dan pengamanan citra bangsa; (2)
Peningkatan Perumahan, Permukiman dan Tata Ruang dilaksanakan melalui
Penataan ulang ruang wilayah melalui pendekatan kawasan pengembangan
ekonomi terpadu yang baru dan berorientasi pada pemukiman, pengembangan
kawasan potensial, sistim perhubungan dan transportasi intermodule; (3)
Peningkatan dukungan sumberdaya air dan irigasi untuk mendukung percepatan
pembangunan ekonomi;
d. Penegakkan Hukum dan HAM dilaksanakan dengan pendekatan bahwa
masyarakat perbatasan melakukan hubungan dengan koridor hukum Intenasional.
Beacukai, Imigrasi dan karantina sebagai bagian dari pengawas pintu perbatasan
harus mampu menjalankan tugasnya sesuai hukum yang berlaku.
e. Peningkatan Keamanan dan Ketertiban dikelola secara profesional dan
karena itu sarana dan prasarana keamanan di perbatasan harus mendapat
perhatian yang wajar. Tempat tinggal para pengaman perbatasan harus mendapat
perhatian yang manusiawi, misalnya dengan penerangan, bangunan yang sehat
dan jaminan hidup yang bergizi, termasuk alat komunikasi yang memadai.
Penataan Tapal Batas Timor Leste Australia dan Republik Indonesia perlu dibuat
Perbatasan Zona Maritime antara tiga negara, termasuk penetapan titik
trijiction antara Indonesia, Timor Leste dan Australia. Penentuan batas wilayah
udara untuk RI dan Timor Leste meliputi batas wilayah darat dan batas wlayah
laut yang ditarik secara tegak lurus ke atas. Hal mana perlu pengaturan
kewenangan FIR dan ATC (Air Traffic Control) yang jelas untuk keselamatan
penerbangan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
VI - 22