Anda di halaman 1dari 135

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .

DAFTAR ISI

ii

DAFTAR TABEL .

vi

DAFTAR GAMBAR

ix

BAB. I

PENDAHULUAN

I1

1.1

Latar Belakang

I1

1.2

Kedudukan

I1

1.3

Sistimatika Rencana Tata Ruang

I2

BAB. II

GAMBARAN UMUM WILAYAH PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR

II 1

2.1

Letak Geografis Wilayah

II 1

2.2

Kondisi Fisik Dasar

II 1

2.3

2.4

2.5

2.6

2.7
BAB. III

2.2.1

Topografi, Kemiringan Lereng dan Geologi

II 1

2.2.2

Jenis dan Kemampuan Tanah

II 4

2.2.3

Kedalaman dan Tekstur Tanah

II 4

2.2.4

Drainase dan Erosi Tanah

II 4

2.2.5

Iklim

II 5

2.2.6

Hidrologi

II 5

2.2.7

Flora dan Fauna

II 7

2.2.8

Kondisi Laut dan Pesisir

II 8

Pola Penggunaan Lahan

II 10

2.3.1

Pola dan Struktur Pemanfaatan Lahan

II 10

2.3.2

Status Penggunaan Lahan

II 10

Kondisi Kependudukan dan Ketenagakerjaan

II 10

2.4.1

II 10

Jumlah dan Perkembangan Penduduk

2.4.2

Kepadatan Penduduk Menurut Kabupaten

II 10

2.4.3

Struktur Penduduk

II 10

Kondisi Perekonomian

II 10

2.5.1

II 11
II 14

Perkembangan Struktur Ekonomi

2.5.2

Laju Pertumbuhan Ekonomi

2.5.3

Perkembangan PDRB dan Pendapatan Perkapita

II 14

Pemanfaatan Potensi Sumber Daya Alam

II 16

2.6.1

Kegiatan Pertanian

II 16

2.6.2

Sektor Pertambangan

II 27

2.6.3

Pariwisata

II 29

Pembiayaan Pembangunan

II 29

KEBIJAKAN RENCANA STRUKTUR DAN POLA TATA RUANG WILAYAH


PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR

III 1

3.1

Kebijakan Tata Ruang Wilayah Nasional

III 1

3.1.1

Kawasan Lindung

III 1

3.1.2

Kawasan Budidaya

III 1

3.1.3

Kawasan Tertentu

III 2

3.1.4

Percepatan Pembangunan Daerah

III 3

3.2

Pokok-pokok Permasalahan Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

III 1

ii

Permasalahan
Eksternal

Struktur

3.2.2

Permasalahan Internal

Tata

Ruang

Dalam

Lingkup

III 4
III 5

3.3

Tujuan Pengembangan Tata Ruang

III 6

3.4

Pendekatan Konseptual Pengembangan Tata Ruang Nusa Tenggara


Timur

III 6

3.4.1

Konsepsi Pengembangan Tata Ruang Propinsi Nusa


Tenggara Timur Dalam Konteks Eksternal

III 7

3.4.2

Konsepsi Pengembangan Tata Ruang Propins Nusa


Tenggara Timur Dalam Konteks Internal

III 8

3.5

BAB. IV

3.2.1

Strategi Pengembangan Tata Ruang Propinsi NTT

III 10

3.5.1

Strategi Pengembangan Eksternal

III 11

3.5.2

Strategi Pengembangan Secara Internal (Intra Wilayah)

III 12

3.5.2.1

Strategi Pengembangan Kawasan Lindung

III 12

3.5.2.2

Strategi Pengembangan Kawasan Budidaya

III 12

3.5.2.3

Strategi Pengembangan Kota-kota

III 13

3.5.2.4

Strategi Pengembangan Prasarana Wilayah

III 14

3.5.2.5

Strategi Pengembangan Kawasan Prioritas

III 14

ARAHAN PENGEMBANGAN RENCANA STRUKTUR DAN POLA TATA RUANG


WILAYAH

IV 1

4.1

Arahan Spasial Pembangunan

IV 1

4.1.1

IV 1

4.1.2

Arahan Pemantapan Kawasan Lindung


4.1.1.1

Cakupan Kawasan Lindung

IV 1

4.1.1.2

Kriteria dan Prinsip Pengelolaan Kawasan


Lindung

IV 2

4.1.1.3

Luasan Kawasan Lindung

4.1.1.4

Kawasan
yang
Bawahannya

4.1.1.5

Arahan Kawasan Perlindungan Setempat

IV 6

4.1.1.6

Kawasan Suaka Alam dan Cagar Budaya

IV 7

4.1.1.7

Kawasan Rawan Bencana

IV 5

Memberi

Perlindungan

IV 6

IV 7

Arahan Pengembangan Kawasan Budidaya

IV 9

4.1.2.1

Klasifikasi Kawasan Budidaya

IV 9

4.1.2.2

Kriteria dan Sasaran Kawasan Budidaya

4.1.2.3

Arahan Pengembangan
Produksi

Hutan

IV 12

4.1.2.4

Arahan Pengembangan Kawasan Pertanian


Lahan Kering dan Perkebunan

IV 13

4.1.2.5

Arahan Pengembangan Kawasan Pertanian


Lahan Basah

IV 13

4.1.2.6

Arahan Pengembangan Kawasan Peternakan

IV 18

4.1.2.7

Arahan Pengembangan Kawasan Kelautan


dan Perikanan

IV 18

4.1.2.8

Arahan Pengembangan Kawasan Peridustrian

IV 19

Kawasan

IV 9

4.1.2.9

Arahan Pengembangan Kawasan Pariwisata

IV 19

4.1.2.10

Arahan
Pengembangan
Pertambangan

Kawasan

IV 21

4.1.2.11

Arahan Pengembangan Kawasan Permukiman

IV 24

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

iii

4.1.3

Pola Pengembangan Kota-Kota

IV 25

4.1.4

Pola Pengembangan Sistem Prasarana

IV 27

4.1.5

4.2

4.3

BAB. V

Sistem Prasarana Transportasi

IV 28

4.1.4.2

Pola Pengembangan Transportasi Darat

IV 29

4.1.4.3

Pengembangan Transportasi Laut

IV 31

4.1.4.4

Pola Pengembangan Transportasi Udara

IV 34

Sistem Prasarana Ekonomi

IV 37

4.1.5.1

Pengairan

IV 37

4.1.5.2

Prasarana Perdagangan/Pasar

IV 37

Arahan Pengembangan Kawasan Prioritas

IV 38

4.2.1

Penentuan Kawasan Prioritas

IV 38

4.2.2

Kebijaksanaan Pengembangan Kawasan Prioritas

IV 43

Kebijaksanaan Penunjang Penataan Ruang

IV 47

4.3.1

Kebijaksanaan Penunjang Yang Bersifat Spasial

IV 47

4.3.2

Kebijaksanaan Penunjang Yang Bersifat Bukan Spasial

IV 48

4.3.2.1

Kebijaksanaan Kependudukan

IV 48

4.3.2.2

Kebijaksanaan Pengelolaan Lingkungan

IV 51

MEKANISME PENGELOLAAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROPINSI


NUSA TENGGARA TIMUR

IV 1

5.1

Aspek Legalisasi dan Kelembagaan

V1

5.2

Penetapan dan Pengesahan RTRWP

V1

5.3

Pemasyarakatan RTRWP

V2

5.4

Tindak Lanjut Penyusunan RTRW Kabupaten/Kota

V2

5.5

Aspek Kelembagaan

V3

5.6

BAB. VI

4.1.4.1

Pemantauan Dan Penggendalian Pemanfaatan Ruang

V3

5.6.1

Pemantauan Pemanfaatan Ruang

V4

5.6.2

Pengendalian Pemanfaatan Ruang

V4

5.6.3

Peninjauan Kembali RTRWP

V5

5.6.4

Pembiayaan Pelaksanaan dan Pengendalian Pemafaatan


Ruang

V5

INDIKASI PROGRAM PEMBANGUNAN SESUAI RENCANA TATA RUANG


WILAYAH PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR 2006 2020

VI 1

6.1

Umum

VI 1

6.2

Indikasi Program Pembangunan Sektoral

VI 1

6.2.1

Tanaman Pangan dan Hortikultura

VI 1

6.2.2

Tanaman Perkebunan dan Kehutanan

VI 1

6.2.3

Perikanan dan Kelautan

VI 6

6.2.4

Pembangunan Sumberdaya Air dan Irigasi

VI 8

6.2.5

Pertambangan dan Energi

VI 8

6.2.6

Infrastuktur Ekonomi

VI 9

6.2.7

Industri

VI 9

6.2.8

Pariwisata

VI 12

6.2.9

Perumahan dan Permukiman

VI 12

6.3

Kawasan Prioritas

VI 15

6.3.1

Kawasan Pertanian Terpadu dan Kawasan Cepat Tumbuh

VI 15

6.3.2

Kawasan Pesisir dan Laut Terpadu

VI 15

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

iv

6.3.3

Kawasan DAS Kritis

VI 16

6.3.4

Kawasan Lindung Strategis

VI 16

6.3.5

Kawasan Terbelakang

VI 17

6.3.6

Kawasan Perbatasan Negara

VI 21

Daftar Tabel ,

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

DAFTAR TABEL

Nomor

Judul Tabel

Hal.

II.1

Luas Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur di Rinci Perkabupaten Tahun


2004

II 3

II.2

Sistem Drainase di Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur

II 5

II.3

Sungai Yang Menimbulkan Rawan Banjir di Wilayah Propinsi Nusa Tenggara


Timur sampai Tahun 2004

II 6

II.5

Pola Penggunaan Lahan di Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur Tahun


2004

II 12

II.6

Jumlah Penduduk, Luas Daerah dan Kepadatan Penduduk Nusa Tenggara


Timur Tahun 2003

II 13

II.7

Distribusi Persentase PDRB Nusa Tenggara Timur Atas Harga Berlaku Tahun
2000 2003

II 14

II.8

Laju Pertumbuhan Ekonomi Nusa Tenggara Timur Tahun 2000 2003

II 15

II.9

PDRB Perkapita NTT dan PDB Perkapita Indonesia Tahun 200 2003

II 16

II.10

Pendapatan Regional Perkapita Nusa Tenggara Timur dan Pendapatan


Nasional Perkapita 2000 2003

II 16

II.11

Peranan Sektor Pertanian Terhadap Pembentukan PDRB Nusa Tenggara


Timur

II 16

II.12

Luas Wilayah Potensial Menurut Kecocokan Umum


Komoditas Pangan di Propinsi Nusa Tenggara Timur

Pengembangan

II 17

II.13

Luas Areal Panen Tanaman Pangan Tiap Kabupaten di Propinsi Nusa


Tenggara Timur Tahun 2004

II 19

II.14

Produksi Tanaman Pangan Tiap Kabupaten di Propinsi Nusa Tenggara Timur


Tahun 2004

II 20

II.15

Komoditi Unggulan Tiap Kabupaten di Propinsi Nusa Tenggara Timur Tahun


2004

II 20

II.16

Potensi Lahan Basah di Propinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2004

II 21

II.17

Populasi Peternakan di Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2002

II 22

II.18

Luas Areal, Produksi dan Productivitas Komoditi Perkebunan di Propinsi Nusa


Tenggara Timar Tahun 2004

II 23

II.19

Luas Padang Pengembalaan di Kabupaten se-NTT

II 25

II.20

Produksi Perikanan Tiap Kabupaten di Propinsi Nusa Tenggara Timur Tahun


2001

II 26

II.21

Rata-rata Produksi Perikanan, Potensi Lestari dan Tingkat Pemanfaatan di


Nusa Tenggara Timur

II 26

II.22

Jumlah Volume dan Nilai Ekspor Perikanan

II 27

II.23

Jenis Mineral dan Penyebarannya di Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timar


Tahun 2004

II 28

II.25

Keunggulan Produk Wisata Propinsi Nusa Tenggara Timur

II 25

II.26

Realisasi Penerimaandan Pengeluaran Daerah NTT 2000 2003

II 32

IV.1

Kriteria Penetapan Kawasan Lindung di Propinsi Nusa Tenggara Timur

IV 3

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

vi

Tahun 2004
IV.2

Presentase Luas Kawasan Lindung menurut Kelompok Pulau di Propinsi


Nusa Tenggara Timur Tahun 2004

IV 5

IV.3

Keriteria Penetapan Kawasan Budidaya

IV 11

IV.4

Rekapitulasi Kawasan Budidaya di Propinsi Nusa Tenggara Timur

IV 15

IV.5

Sasaran Optimalisasi Pengembangan Lahan Basah pada SWS Timor

IV 15

IV.6

Sasaran Optimalisasi Pengembangan Lahan Basah pada SWS Flores

IV 16

IV.7

Sasaran Optimalisasi Pengembangan Lahan Basah pada SWS Sumba

IV 16

IV.8

Kawasan dan Indikasi Kegiatan Pembangunan Kelautan dan Perikanan di


Propinsi Nusa Tenggara Timar sampai Tahun 2020

IV 18

IV.9

Satuan Wilayah Pengembangan Pesisir Laut Terpadu di Propinsi Nusa


Tenggara Timar samapai tahun 2020

IV 20

IV.10

Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Industri di Propinsi Nusa Tenggara


Timur sampai Tahun 2020

IV 21

IV.11

Satuan Wilayah Pengembangan Pariwisata di Propinsi Nusa Tenggara Timur


Tahun 2020

IV 23

IV.12

Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Pertambangan dan Energi di


Propinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2020

IV 24

IV.13

Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Perumahan dan Permukiman di


Propinsi Nusa Tenggara Timar samapai Tahun 2020

IV 24

IV.14

Sistem Pengembangan Kota-kota di Propinsi Nusa Tenggara Timur Tahun


2020

IV 27

IV.15

Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Jalan dan Perhubungan Propinsi


Nusa Tenggara Timur sampai Tahun 2020

IV 30

IV.16

Rencana Pengembangan Status Pelabuhan Laut di Propinsi Nusa Tenggara


Timur sampai Tahun 2020

IV 33

IV.17

Rencana Pengembangan Bandar Udara di Propinsi Nusa Tenggara Timur


samapai Tahun 2020

IV 36

IV.18

Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Sumber Daya Air dan Irigasi di


Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai Tahun 2020

IV 37

IV.19

Arahan Kebijaksanaan Pengembangan Kawasan Prioritas di Propinsi Nusa


Tenggara Timur Tahun 2020

IV 40

IV.20

Kawasan Cepat Tumbuh di Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai Tahun


2020

IV 41

IV.21

Kawasan Lindung Strategis di Propinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2020

IV 42

IV.23

Perkiraan Jumlah Penduduk Propinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2020

IV 50

VI.1

Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Tanaman Pangan dan Horticultura


di propinsi Nusa Tenggara Timar sampai 2020

VI 3

VI.2

Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Tanaman Perkebunan dan Hutan


Produksi di Propinsi Nusa Tenggara Timar sampai 2020

VI 5

VI.3

Indikasi Kegiatan Pembangunan Perikanan dan Kelautan di Propinsi Nusa


Tenggara Timur sampai 2020

VI 7

VI.4

Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Sumber Daya Air dan Irigasi di


Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai 2020

VI 8

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

vii

VI.5

Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Pertambangan dan Energi di


Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai 2020

VI 10

VI.6

Indikasi Kegiatan Prioritas Infrastruktur di Propinsi Nusa Tenggara Timur


sampai 2020

VI 10

VI.7

Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Industri dai Propinsi Nusa


Tenggara Timur sampai

VI 11

VI.8

Satuan Wilayah Pengembangan Pariwisata di Propinsi Nusa Tenggara Timur


sampai 2020

VI 13

VI.9

Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Perumahan dan Permukiman di


Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai 2020

VI 14

VI.10

Kota Pusat Kegiatan dan Fungsi Utamanya di Propinsi Nusa Tenggara Timur
sampai 2020

VI 14

VI.11

Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Pertanian terpadu di Propinsi Nusa


Tenggara Timur sampai 2020

VI 18

VI.12

Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Pariwisata di Propinsi Nusa


Tenggara Timar sampai 2020

VI 18

VI.14

Indikasi Kegiatan Prioritas kawasan Lindung di Propinsi Nusa Tenggara


Timar sampai 2020

VI 20

Daftar Peta ,

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

viii

DAFTAR PETA

Nomor

Judul Peta

II.1

Wilayah Administrasi Propinsi Nusa Tenggara Timur

II.2

Kondisi Geologi Propinsi Nusa Tenggara Timur

II.3

Hidrologi Propinsi Nusa Tenggara Timur

II.4

Pola Penggunaan Lahan

IV.1

Rencana Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya

IV.2

Rencana Kawasan Hutan

IV.3

Satuan Pengembangan Wilayah Pesisir dan Laut

IV.4

Pariwisata dan Industri di Propinsi Nusa Tenggara Timur

IV.5

Potensi Pertambangan dan Energi di Propinsi Nusa Tenggara Timur

IV.6

Pusat Kegiatan Nasional dan Pusat Kegiatan Wilayah

IV.7

Kota-kota Pantai di Propinsi Nusa Tenggara Timur

IV.8

Jaringan Transportasi Darat di Propinsi Nusa Tenggara Timur

IV.9

Jaringan Transportasi Penyeberangan di Propinsi Nusa Tenggara Timur

IV.10

Jaringan Transportasi Laut Perintis di Propinsi Nusa Tenggara Timur

IV.11

Jaringan Transportasi Feri Cepat di Propinsi Nusa Tenggara Timur

IV.12

Jaringan Transportasi Udara di Propinsi Nusa Tenggara Timur

IV.13

Kawasan Daerah Irigasi di Propinsi Nusa Tenggara Timur

IV.14

Kawasan Prioritas di Propinsi Nusa Tenggara Timur

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

ix

B
B.. II
BAAB

PPEENNDDAAHHUULLUUAANN
1.1. LATAR BELAKANG
Rencana Tata Ruang sebagai manifestasi acuan pelaksanaan pembangunan
wilayah mempunyai peranan sangat strategis dalam pembangunan daerah mengingat
fungsi-fungsinya, antara lain :
a. sebagai penyelaras kebijakan penataan ruang Nasional, wilayah Propinsi dan wilayah
Kabupaten/Kota;
b. sebagai matra ruang dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) dan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD);
c. sebagai dasar kebijaksanaan pokok tentang pemanfaatan ruang Daerah;
d. mewujudkan keterkaitan dan keseimbangan perkembangan antar wilayah serta
keserasian antar sektor;
e. sebagai arahan lokasi investasi yang dilakukan Pemerintah, masyarakat dan swasta;
Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP) sebagai acuan pembangunan
daerah yang ditetapkan dengan Peraturan harus mampu memperkirakan perkembangan
yang akan datang dengan mempertimbangkan daya dukung lahan, potensi sumber daya
yang ada, berikut batasan dan kendala yang dihadapi. Demikian juga dengan perkembangan
kondisi sosial ekonomi yang berkembang sangat dinamis karena adanya pengaruh faktorfaktor internal maupun faktor eksternal. Faktor eksternal dapat berupa pengaruh politik
dan/atau ekonomi regional, nasional dan atau internasioanal terhadap suatu wilayah/daerah.
Sedangkan faktor internal dapat berupa pergeseran nilai-nilai yang berlaku pada masyarakat,
peningkatan kemampuan masyarakat, aspek sosial-ekonomi dan perkembangan ekonomi
suatu wilayah/daerah. Berdasarkan aspek-aspek tersebut terdapat beberapa perubahan
kebijakan Nasional dan regional yang berpengaruh terhadap Rencana Struktur Tata Ruang
Wilayah Propinsi yang akan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari Rencana Tata Ruang
Wilayah Propinsi (RTRWP) 2006 2020 diantaranya yaitu :
a. Terbentuknya Negara Timor Leste yang berdampak terhadap wilayah Propinsi Nusa
Tenggara Timur yang berbatasan darat dan tambahan wilayah berbatasan laut;
b. Adanya pemekaran Kota/Kabupaten yaitu: Kota Kupang dari Kota Administratif Kupang,
Kabupaten Lembata, Kabupaten Rote Ndao, Kabupaten Manggarai Barat dan dalam
proses pengusulan yaitu Kabupaten Sumba Tengah dan Kabupaten Nagakeo;
c. Adanya kebijakan perubahan status beberapa hutan cagar alam menjadi Hutan Taman
Nasional (HTN);
d. Adanya perubahan kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional yang menetapkan
kota-kota Nasional, regional dan lokal;
e. Adanya perubahan kebijakan dalam pengelolaan Potensi Sumberdaya Alam pesisir dan
laut melalui Gerakan Masuk Laut (GEMALA);
f. Adanya usulan perubahan status jalan dari jalan Kabupaten, Propinsi dan jalan non
status ke jalan Nasional;
g. Adanya kebijakan kebijakan Nasional tentang pengembangan Pulau-Pulau Kecil dan
Pulau terluar wilayah Nasional;
h. Adanya pengembangan wilayah resetlement baru untuk masyarakat eks pengungsi
Timor Timur yang cukup besar di Timor Barat;
i. Adanya pembangunan prasarana wilayah yang cukup vital yang berdampak pada
perubahan fungsi-fungsi ruang antara lain; pembangunan Bendungan Tilong,
pembangunan Bendungan Benanain, pembangunan Mall Flobamora, rencana
pembangunan PLTG Mataloko, Pembangunan KAPET Mbay di Flores dan lainnya.
1.2. KEDUDUKAN
Rencana Tata ruang sebagi wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang, baik
yang direncanakan sebagaimana diarahkan dalam Undang-undang Nomor : 24 Tahun 1999
Tentang Penataan Ruang (UUPR). Pengertian wujud struktural dan pemanfataan ruang ini
menunjukan adanya hirarki dan keterkaitan pemanfaatan ruang. Sedangkan Rencana Tata
Ruang itu sendiri diartikan sebagai hasil perencanaan tata ruang, berupa strategi dan arahan
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

I-1

kebijakan dan memperuntukkan (alokasi) pemanfaatan ruang yang secara struktural


menggambarkan ikatan fungsi lokasi terpadu bagi berbagai kegiatan. Menurut UUPR
tersebut, Rencana Tata Ruang tersusun secara hirarkis, mulai dari Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional (RTRWN), Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP) untuk tingkat
Propinsi, Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota (RTRWK) untuk wilayah
kabupaten/kota, Rencana Detail Tata Ruang Kawasan (RDTRK) untuk bagian wilayah
kabupaten/kota yang tidak masuk dalam kelompok wilayah perkotaan, serta Rencana Tata
Ruang yang lebih rinci.
Berdasarkan hal tersebut, maka Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Nusa
Tenggara Timur 2006-2020 merupakan wujud Penyempurnaan pada Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) Propinsi Nusa Tenggara Timur 1994-2006 yang akan menjadi pedoman
dalam proses pembangunan untuk mencapai suatu pemanfataan ruang secara optimal,
berkualitas, berwawasan lingkungan, dan berkelanjutan. Kedudukan Rencana Tata Ruang
Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur sebagai berikut :
a. Merupakan penjabaran strategi dan arahan kebijaksanaan pemanfaatan ruang wilayah
Nasional;
b. Acuan kebijakan penataan ruang wilayah Kabupaten/Kota;
c. Pedoman bagi pelaksanaan perencanaan, pemanfaatan ruang dan pengendalian
pemanfaatan ruang Daerah.
1.3

SISTEMATIKA RENCANA TATA RUANG


Sistematika Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur sebagai berikut :
Bab. I Pendahuluan;
Bab. II Gambaran Umum Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur;
Bab. III Kebijakan Rencana Struktur dan Pola Tata Ruang Wilayah Propinsi Nusa
Tenggara Timur;
Bab. IV Arahan Pengembangan Rencana Struktur dan Pola Tata Ruang Wilayah Propinsi
Nusa Tenggara Timur;
Bab. V Mekanisme Pengelolaan Tata Ruang Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur;
Bab. VI Indikasi Program Pembangunan sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Nusa
Tenggara Timur 2006-2020.

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

I-2

BAB. II

GAMBARAN UMUM
WILAYAH PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR
2.1.

Letak Geografis Wilayah


Propinsi Nusa Tenggara Timur terletak
di belahan Selatan Indonesia dan
berdampingan dengan Benua Australia, membentang antara 80 120 Lintang Selatan (LS)
dan 1180 1250 Bujur Timur (BT). Propinsi Nusa Tenggara Timur merupakan wilayah
kepulauan yang terdiri dari 566 (lima ratus enam puluh enan ) pulau, 411 (empat ratus
sebelas) pulau diantaranya sudah mempunyai nama dan 188 (seratus delapan puluh
delapan) saat ini belum mempunyai nama. Dari seluruh pulau yang ada, 69 (enam puluh
sembilan) pulau diantaranya telah berpenghuni sedangkan 530 (lima ratus tiga puluh)
pulau belum berpenghuni.
Terdapat tiga pulau besar, yaitu pulau Flores, Sumba dan Timor, serta pulau Alor,
Lembata dan Rote, dan selebihnya adalah pulau-pulau kecil yang letaknya tersebar. Dilihat
dari letak geografis Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur sebagian wilayahnya
berbatasan dengan Negara Timor Leste, seperti Kabupaten Belu, Kabupaten Timor Tengah
Utara, Kabupaten Kupang dan Kabupaten Alor yang hanya dipisahkan oleh laut Sawu.
Selain hal tersebut, wilayah propinsi ini dikelilingi oleh lautan yang tentunya terdapat
wilayah-wilayah pesisir dengan karakteristik yang berlainan. Luas wilayah Propinsi Nusa
Tenggara Timur, yaitu untuk daratan seluruhnya 4.734.991 Ha ( 47.349,9 Km2) atau 2.50
% dari luas Indonesia, dan luas perairan 18.311.539 Ha. Secara fisik batas wilayah
propinsi ini adalah sebagai berikut :
- Sebelah Utara
: berbatasan dengan Laut Flores
- Sebelah Selatan
: berbatasan dengan Samudera Indonesia (Negara Australia)
- Sebelah Timur
: berbatasan dengan Negara Timor Leste dan Laut Timor
- Sebelah Barat
: berbatasan dengan Selat Sape (Propinsi Nusa Tenggara Barat)
Propinsi Nusa Tenggara Timur terdiri dari 15 (lima belas) Kabupaten dan 1 (satu) Kota
sebagaimana Tabel II.1 dan Gambar II.1.

2.2 Kondisi Fisik Dasar


2.2.1 Topografi, Kemiringan Lereng dan Geologi
Ditinjau berdasarkan ketinggiannya, 48,78 % dari luas Wilayah Propinsi Nusa
Tenggara Timur berada pada rentang ketinggian 100 500 meter dari atas permukaan air
laut atau sekitar 2.309.747 Ha. Sedangkan wilayah dengan ketinggian di atas 1000 m
hanya sebagian kecinya saja, yaitu sebesar 3,65 %. Berdasarkan kemiringan tanahnya,
Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur didominasi oleh tanah dengan kemiringan lereng 15
40 %. Bagian terbesar lainnya adalah tanah dengan kemiringan lebih dari 40%, yaitu
sebesar 1.678.948 Ha atau 35,46% dari luas Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur. Besar
kecilnya kemiringan lereng menentukan kemudahan penggarapan tanah dan dapat
tidaknya alat mekanis digunakan dalam pengelolaan tanah. Selain itu kemiringan lereng ini
juga mempengaruhi tingkat erosi.
Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur termasuk dalam kawasan Circum Pasifik
sehingga daerah ini, terutama sepanjang Pulau Flores, memiliki struktur tanah yang labil
(sering terjadi patahan). Pulau pulau seperti Pulau Flores, Alor, Komodo, Solor, Lembata
dan pulau pulau sekitarnya terbentuk secara vulkanik, sedangkan pulau Sumba, Sabu,
Rote, Semau, Timor, dan pulau sekitarnya terbentuk dari dasar laut yang terangkat ke
permukaan. Dengan kondisi ini maka jalur pulau pulau yang terletak pada jalur vulkanik
dapat dikategorikan subur namun sering mengalami bencana alam yang dapat mengancam
kehidupan penduduk yang menetap di daerah tersebut.
Dibalik kondisi geologi tersebut ternyata propinsi ini memiliki berbagai macam
deposit, baik mineral maupun sumber sumber energi lainnya. Hampir 100 lokasi di
daerah ini mengandung mineral dari sumber energi bumi/bahan bakar minyak, seperti di
Pulau Sumba, Timor dan disepanjang pantai Flores bagian timur. Sumber energi dapat
dikembangkan dari sungai-sungai besar, seperti Noelmina, Benanain, Aesesa dan sungai
Kambaniru. Mineral yang terkandung di propinsi ini adalah: Pasir Besi (Fe), Mangan (Mn),
Emas (Au), Flourspor (Fs), Barit (Ba), Belerang (S), Posfat (Po), Zeolit (Z), Batu Permata
(Gs), Pasir Kwarsa (Ps), Pasir (Ps), Gipsum (Ch), Batu Marmer (Mr), Batu Gamping, Granit
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

II - 1

(Gr), Andesit (An), Balsitis, Pasir Batu (Pa), Batu apung (Pu), Tanah Diatomea (Td)
Lempung/Clay (Td).
Sebaran struktur batuan geologi yang ada di wilayah propinsi ini, adalah :
a. Batuan Silicic (acid) Rock (batuan berasam kersi asam), terdapat di Kabupaten Alor,
Kabupaten Lembata, sebagian besar Kabupaten Flores Timur, Kabupaten Sikka,
Kabupaten Ende, sebagian besar Kabupaten Ngada, sebagian Kabupaten Manggarai,
sebagian besar Manggarai Barat dan sebagian kecil Kabupaten Kupang;
b. Batuan Matic Basic Rocks (batuan basa);
c. Batuan Intermediate Basic (basa menengah);
d. Batuan Pre Tertiare Undivideo (pra tersier tak dibedakan);
e. Batuan Paleagene (pleogen);
f. Alluvial Terrace Deposit and Coral Reets (alluvium undak dan berumba koral);
g. Batuan Neogene (neogen);
h. Batuan Kekneno Series (deret kekneno);
i. Batuan Sonebait Series (deret sonebait);
j. Batuan Sonebait and Ofu Series Terefolde (deret sonebait dan deret terlipat bersama);
k. Batuan Ofu Series (deret ofu);
l. Batuan Silicic Efusives (efusiva berasam kersik);
m. Batuan Triassic (trias);
n. Batuan Crystalline Shist (sekis hablur).
Untuk lebih jelasnya keadaan kondisi geologi di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur
dapat dilihat pada Gambar II.2.

Tabel II.1 .,
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

II - 2

Tabel II.1
Luas Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur di Rinci Perkabupaten Tahun 2004

No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.

Kabupaten /Kota
Sumba Barat
Sumba Timur
Kupang
Timor Tengah Selatan
Timor Tengah Utara
Belu
Alor
Lembata
Flores Timur
Sikka
Ende
Ngada
Manggarai
Rote Ndao
Manggarai Barat
Kota Kupang
NTT

Luas Wilayah (Km)


4.051,92
7.000,50
5.898,26
3.947,00
2.669,66
2.445,57
2.864,60
1.266,38
1.812,85
1.731,92
2.046,62
3.037,88
4.553,42
1.280,00
2.582,98
160,34
47.349,90

Kecamatan
15
15
22
21
9
17
12
8
13
11
16
14
12
6
5
4
197

Desa

Kelurahan
182
126
164
203
126
153
153
112
196
147
152
142
227
73
116
2.272

10
16
22
12
33
12
12
5
17
13
20
31
27
7
5
45
287

Sumber: BPS Propinsi NTT

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

II - 3

Jumlah
192
142
186
215
159
165
165
117
213
160
172
173
245
80
121
45
2.559

2.2.2

Jenis dan Kemampuan Tanah


Adanya perbedaan iklim, cuaca geologi dan lainlain menghasilkan adanya
perbedaan jenis tanah yang terdapat di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur. Pada sub
bab ini akan diuraikan mengenai jenis tanah, keadaan kemiringan tanah, tekstur tanah,
drainase tanah, dan tingkat erosi tanah. Berdasarkan jenis tanahnya, sebagian besar
adalah tanah dengan jenis mediteran, yaitu seluas 2.415.420 Ha atau 51% dari luas
Propinsi NTT, kemudian tanah kompleks seluas 1.527.569 Ha. Sedangkan sisanya memiliki
jenis tanah latosol, grumusol, andosol, aluvial, dan legosol. Uraian di bawah ini hanya
berupa uraian secara kualitas saja.
1. Pulau Timor
Jenis tanah di Pulau Timor adalah tanah tanah kompleks dengan bentuk wilayah
pegunungan kompleks, mediteran dengan bentuk wilayah daratan, latosol dengan
bentuk wilayah plato/volkan. Tanah tanah kompleks dengan bentuk wilayah
pegunungan kompleks merupakan jenis tanah yang paling luas penyebarannya.
2. Pulau Sumba
Tanah di Pulau Sumba terdiri dari jenis tanah mediteran dengan bentuk wilayah
pegunungan lipatan dan dataran serta bentuk wilayah volkan dan latosol dengan
bentuk wilayah plato/volkan, Grumosol dengan bentuk wilayah pelembaban. Tanah
mediteran dengan bentuk wilayah pegunungan lipatan adalah merupakan jenis tanah
yang paling luas penyebarannya, yaitu terletak di bagian Pulau Sumba memanjang
dari barat ke timur.
3. Pulau Alor dan Pantar
Jenis tanah di pulau ini adalah mediteran kambisol dengan bentuk tanah volkanik.
4. Pulau Flores dan Sekitarnya
Tanah di Pulau Flores terdiri dari jenis tanah mediteran dengan bentuk wilayah
pegunungan kompleks, latosol dengan bentuk volkan, andosol dengan bentuk wilayah
volkan, aluvial dengan bentuk wilayah dataran. Tanah mediteran dengan bentuk
wilayah volkan mempunyai penyebaran paling luas. Pulau Lembata, Adonara dan Solor
mempunyai tanah dengan jenis mediteran dengan bentuk volkan, sedangkan pulau
Rinca mempunyai tanah jenis mediteran dengan bentuk wilayah daratan dan pulau
Komodo mempunyai jenis tanah tanah kompleks dengan bentuk wilayah
pegunungan.

2.2.3

Kedalaman dan Tekstur Tanah


Kedalaman efektif tanah adalah kedalaman efektif dimana akar akar tanaman
masih dapat dengan leluasa mengambil unsur hara bagi pertumbuhannya. Pada umumnya
kedalaman efektif tanah dapat di bagi menjadi 4 (empat) kelas, yaitu 0 30 cm, 30
60 cm, 60 90 cm dan >90 cm. Propinsi ini sebagian besar tanahnya memiliki kedalaman
efektif tanah 0 30 cm, yaitu sebesar 40,94 % dari luas wilayah NTT atau seluas
1.938.403 Ha. Sedangkan kelas kedalaman 30 60 cm memiliki sebaran sebesar 25,06%
dari luas wilayah atau sebesar 1.186.801 Ha, kelas 60 90 cm, sebesar 10,555 atau
499.707 Ha dan sisanya 21,03% atau 995.489 Ha memiliki kedalaman efektif tanah lebih
dari 90 cm.
Tekstur tanah adalah kasar halusnya tanah yang ditentukan atau dinilai
berdasarkan perbandingan fraksi fraksi pasir, debu dan liat. Berdasarkan kandungan
masing masing fraksi tersebut dapat dibuat klasifikasinya, yang akan berpengaruh
terhadap pengolahan pengelolahan tanah dan pertumbuhan tanaman, terutama dalam hal
mengatur kandungan udara dalam rongga tanah dan persediaan serta kecepatan
peresapan air di daerah tersebut. Tekstur tanah juga berpengaruh terhadap umur lapisan
tanah tersebut. Berdasarkan tekstur tanahnya, wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur
sebagian besar memiliki tekstur kasar, yaitu sekitar 47% dari luas total wilayah, tekstur
sedang 39% dan tekstur halus 11,33%.

2.2.4

Drainase dan Erosi Tanah


Drainase tanah adalah kecepatan air berpindah dari suatu bidang tanah, baik
berupa run off maupun peresapan air kedalam tanah. Drainase dibedakan ke dalam empat
kelas, yaitu tergenang priodik, tergenang terus menerus, tidak pernah tergenang dan

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

II - 4

poros. Berdasarkan drainase, kondisi tanah di wilayah propinsi ini 96%-nya berdrainase
tidak tergenang. Untuk lebih jelasnya kondisi drainase di wilayah Propinsi Nusa Tenggara
Timur dapat dilihat pada Tabel II-2. Berdasarkan tingkat erosi tanahnya, hampir 60% dari
luas tanah di Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur ini mengalami erosi. Tanah yang
tererosi ini banyak di jumpai pada tanah tanah dengan jenis penggunaan tanah untuk
ladang, alangalang atau semak belukar dan memiliki kemiringan lereng di atas 40 %.
Tabel II.2
Sistem Drainase di Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur
No
1.
2.
3.
4.
5.

Drainase
Tergenang periodik
Tergenang terus menerus
Tidak pernah targenang
Porous
Belum di ketahui
Jumlah

Luas ( Ha )
53.597
7.656
4.558.359
61.728
53.291
4.734.991

%tase (%)
1,14
0,15
96,27
1,15
1,13
100.00

Sumber: RTRW Tahun 1992-2004/Disesuaikan

2.2.5

Iklim

2.2.6

Hidrologi
Secara umum keadaan hidrologi di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur,
terutama air permukaan, agak kurang. Hal ini disebabkan karena musim hujan dalam satu
tahun hanya berlangsung selama 3 bulan. Kondisi ini mengakibatkan sulitnya eksploitasi
sumber air permukaan oleh penduduk. Daerah Aliran Sungai (DAS) dibentuk dari beberapa
sungai dan danau. Di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur terdapat 27 DAS dengan luas
keseluruhan 1.527.900 Ha. Sungai yang terpanjang di wilayah Nusa Tenggara Timur
adalah Sungai Benanain (100 Km), yang terdapat di Kabupaten Belu. DAS terluas adalah
DAS Benain, seluas 329.841 Ha (21,58%), dan DAS terkecil adalah DAS Oka, seluas
(0,27%). Selain data tentang keberadaan DAS tersebut di atas, juga terdapat data dan
telah teridentifikasi sungai-sungai yang sering menimbulkan bencana alam banjir, yang
dapat dilihat pada Tabel II.3. Gambaran kondisi hidrologi di wilayah Propinsi Nusa
Tenggara Timur dapat dilihat pada Gambar II.3.

Keadaan iklim di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur dikenal dengan 2 (dua)
musim, yaitu musim kemarau dan musim hujan. Pada Bulan Juni September arah angin
berasal dari Australia dan tidak banyak mengandung uap air sehingga mengakibatkan
musim kemarau. Sebaliknya pada bulan Desember Maret arah angin yang berasal dari
Asia dan Samudera Pasifik banyak mengandung uap air sehingga terjadi musim hujan.
Keadaan seperti ini berganti setiap setengah tahun setelah melewati masa peralihan pada
bulan April Mei dan Oktober Nopember, walaupun demikian mengingat Nusa Tenggara
Timur dekat dengan Australia, arah angin yang banyak mengandung uap air dari Asia dan
Samudera Pasifik sampai di wilayah NTT kandungan uap airnya sudah berkurang yang
mengakibatkan hari hujan di wilayah ini berkurang. Hal inilah yang menjadikan propinsi ini
sebagai wilayah yang tergolong kering dimana 4 (empat) bulan (Januari s/d Maret, dan
Desember) yang keadaannya relatif basah dan 8 (delapan) bulan sisanya relatif kering.
Suhu udara rata rata maksimum berkisar pada 30 sampai 36 derajat Celcius
dan rata-rata suhu minimum antara 21 derajat sampai 24,5 derajat Celcius, dengan curah
hujan rata rata adalah 1.164 mm/ tahun. Tingkat curah hujan ini berbeda beda tiap
daerah, seperti Wilayah Flores bagian barat, yang meliputi Kabupaten Manggarai,
Manggarai Barat dan Ngada, merupakan daerah yang cukup basah, hal ini disebabkan
curah hujan rata ratanya lebih tinggi dari rata rata total, yaitu 3. 849 mm/tahun.
Dengan kondisi tersebut, maka daerah ini dapat dikatakan sangat cocok untuk
pengembangan kawasan pertanian dan perkebunan yang berumur pendek. Salah satu
unsur penting pembentuk iklim di atas adalah curah hujan. Curah hujan di Nusa Tenggara
Timur sangat bervariasi. Keadaan curah hujan di wilayah ini pada umumnya sulit untuk
diramalkan, datangnya hujan dan mulainya bulan kering kadang kadang terlalu cepat
dan kadang kadang terlalu lambat.

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

II - 5

Tabel II.3
Sungai Yang Menimbulkan Rawan Banjir di Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai 2004
NO
1.

2.

KABUPATEN/ NAMA SUNGAI


Kodya Kupang

Sungai Oebobo

Sungai Oesapa Kecil

Sungai Oesapa Besar

Sungai Sefbano

Sungai Namosain

Sungai Dendeng
Kabupaten Alor

Sungai Bone

3.

4.

5.

6.

Sungai Kamot
Kabupaten Belu

Sungai Benanain

Sungai Motaderok

Sungai Talau

Sungai Baukama

Sungai Malibalak

Sungai Rusan
Kabupaten Timor Tengah Utara

Sungai Nain

Sungai Ponu
Kabupaten Timor Tengah Selatan

Sungai Noelmina

Sungai Muke

Sungai Tomutu

Sungai Baus
Kabupaten Kupang

7.

9.

10.

Sungai
Sungai
Sungai
Sungai

Manikin
Nunkurus
Oepoli
Amabi

Sungai Nifoluam

Sungai Manubulu

Sungai Ledeana
Kabupaten Manggarai

Meluapnya Sungai Gua Lordes, sehingga menggenangi 9 ( sembilan )


Wilayah Permukiman Perkotaan di Kota Kupang
Rusaknya Pantai dan Prasarana seperti : Kawasan Wisata Lasiana,
Oesapa Besar ( 3 Km ) dan Tempat Ibadah ( Pura ) di Pantai Oeba,
Pelabuhan Perahu.

Meluapnya Sungai Bone dan Buaona serta beberapa Sungai Lainnya


yang mengakibatkan : hanyutnya 15 buah Jembatan, 144 rumah
rusak, Jalan 5 Km , ratusan ternak, tergenangnya 1400 buah rumah.
Terjadi kerusakan Pantai Kota Kalabahi 1 KM
Rusaknya Bendung dan Saluran Induk DI Bukapiting (365 Ha), DI
Waesika ( 250 Ha ), DI Kamot ( 200 Ha ) dan terancam Rusaknya
Embung Lantoka.
Tergenangnya komplek Pasar dan Pertokoan Kota Atambua
Terancam Jalan dan Jembatan Baukama
Pemukiman, Sawah, Perkebunanan tergenang
Daerah Irigasi (900 Ha) dan Batas Wilayah Negara
Rusaknya sayap Bendung dan Saluran Primer Daerah Irigasi Haikesak,
Daerah Irigasi Holeki / Haleleki, Motadelek, Weliman
Tergenagnya Areal Sawah dan ladang 5000 Ha, 2200 KK ( DI Malaka /
Besikama ), Ancaman terhadap Jembatan dan jalan raya Sungai
Benanain
Kerusakan pada Bendung dan Saluran Induk DI. Nain, Ponu, Mauritsu
dan Daerah Irigasi Haekto

Kerusak Free Intake, Bendung dan Saluran Induk DI. Linamnutu, Bena,
Oebobo, Noemeto, Muke, Koa, Tuasene, Tepas, Nenas dan Baus

Tergenangnya komples Pengungsi Tim Tim dan Angkatan Darat


Naibonat, Tuapukan dan Tarus.
Genangan kawasan permukiman dan kawasan persawahan
Rusaknya Bendung dan Saluran Primer DI. Nifoloam, DI. Babau, DI. Air
Bak, DI. Detamanu, DI. Manikin, DI. Manumuti, DI. Manubulu, DI.
Lokopehapo, DI. Netemenanu, Rusaknya Spillway Embung Babau,
Sumlili, Oemasi, Oeltua

Tergenangnya sawah pemukiman Kecamatan Mborong, Kota Labuhan


Bajo, Kota Reo.
Rusaknya Bendung dan Saluran Primer DI. Mborong, DI. Waemese,
DI. Air Lembor.

Sungai Waebobp

Sungai Waepesi

Sungai Waemese
Kabupaten Ngada

Sungai Aisesa

Tergenangnya Kota Mbay dan sawah DI. Mbay 1000 Ha, DI. Anakoli
Rusaknya DI. Tiwubele, Kuruboko, Sua, DI. Panondiwal dan DI.
Hobotopo

Kerusakan pada Bendung dan Saluran Induk DI. Dettusoko, DI.


Ekoleta, DI. Mautenda I, II, III, IV dan VIII, DI. Wolo feo DI.
Wolowaru dan DI. Ratebobi

Kerusaknya Pantai Kota Maumere, Bola.


Tergenangnya Bandar Udara Waeoti dan Maumere.

8.

Sungai Buona
Sungai Bukapiting
Sungai Waesika

JENIS KERUSAKAN AKIBAT BANJIR

Sungai Anakoli

Sungai Waewutu

Sungai Kolpenu
Kabupaten ENDE

Sungai Wolowona

Sungai Loworea

Sungai Nangapanda

Sungai Wolowaru

Sungai Ndondo
Kabupaten Sikka

Sungai Kaliwajo

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

II - 6

NO

11.

12.

KABUPATEN/ NAMA SUNGAI

Sungai Ijura

Sungai Waeoti

Sungai Nebe

Sungai Waegete

Sungai Manunaing

Sungai Waerklau

Sungai Batikwaer
Kabupaten Flores Timur

Sungai Lembata

Sungai Konga

Sungai Waekomo
Kabupaten Sumba Timur

Sungai Kambaniru

Sungai Payeti

Sungai Melolo

Sungai Petawang

Sungai Tawui

Sungai Kadaha

JENIS KERUSAKAN AKIBAT BANJIR

Rusaknya DI. Nebe, Kolesia, Pruda, Kali Wajo, Ijura dan DI. Koro

Rusaknya Bendung dan saluran Primer DI. Konga, DI. Waekomo

Rusaknya Tanggul, Sayap dan Saluran Primer DI. Kambaniru, DI.


Melolo, DI. Petawang, DI. Mataiyang, dan DI. Mangili
Sawah tergenang, Permukiman tergenang.

Sumber: Bappeda Propinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2004

2.2.7

Flora dan Fauna


Jenis flora di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur diidentifikasi menurut jenis
dan tingkat keragamannya, yaitu jenisnya flora yang berhubungan dengan faktor
lingkungan. Tipe hutan yang ada di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur adalah tipe
hutan hujan dan hutan payau. Tipe hutan hujan terdapat di puncak-puncak gunung yang
beriklim basah seperti di Gunung Mutis, Timau dan Lakaan. Sedang hutan payau terdapat
di bagian pantai pulau Timor, antara lain terdapat di Atapupu dan Bena. Berdasarkan tipe
hutan tersebut, terdapat jenis flora antara lain: Hue (Eucalytus alba), Pilang
(Acacialeocophloea), Linggua (Pterrocarpus indukus), Asam (Tamarindus indica), Bungur
(Lagerstromeia speciosa), Cendana (Santalum album), Tekik (Albizzia saponaria), Lanan
(Dysoxylum spesiosum), Leban (Vitex pubesceusn), Wangkal (Albizzia procera), Bentawes
(Wrightiaa calycina), Delinsem (Homalium tomentosum), Pulai (Alstonia scholaris),
Kesambi (Schileiceira aleosa), Bidara (Zizyphus timorensis), Ampupu (Eucalyptus
urophylla).
Jenis tumbuhan yang tumbuh pada kelompok hutan bagian yang bertipe hujan
adalah : Kolaka (Parinaria Crymbosum), Medang (Cinnamomum Burnanii), Membacang
(Mangifera Longipes), Lanan (Dysoxyhum Canlostachyum), Kaai (Pametia Tomentosa),
Jenitri (Elacoecopus Imbricatus), Jamujun (Padocarpus Imbricatus). Jenis flora yang
tumbuh pada hutan payau adalah jenis bakau (Rhizopana spp) dan jenis lain Bruguiera
spp. Vegetasi yang berbentuk savana terdiri dari Borassus Flabellifer, Casuarina
junghuhniana, Acasia leucaphloea, Eucalyptus alba dan Zizyphus Mauritamia. Sedangkan
vegetasi berbentuk padang rumput terdapat di berbagai lokasi, baik di luar maupun di
dalam kawasan hutan. Kelompok hutan yang memiliki padang rumput luas adalah Mutis,
Timau, Bifemnasi, Sanmahole, Lakaan, Mandeau dan Laob Tunbesi.
Pohon Cendana (Santalun album) merupakan tanaman yang memiliki nilai ekonomi
yang cukup tinggi. Pada saat sekarang jumlah pohon cendana di wilayah Propinsi Nusa
Tenggara Timur sudah berkurang, hal ini sangat mempengaruhi terhadap Pendapatan
Asli Daerah (PAD). Selain itu keberadaan pohon ini banyak menimbulkan
permasalahan di masyarakat, seperti terjadinya penebangan liar yang akan
diperjualbelikan secara ilegal;
Jenis fauna yang terdapat di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur, yaitu jenis
mamalia, aves, reptilia, amphibi dan ikan. Pada umumnya dari beberapa fauna
tersebut sifat hidup kebanyakan di dalam hutan. Dari data tahun 1999 tercatat 190
spesies aves, 56 spesies mamalia, 71 spesies reptilia, sedangkan jenis amphibi dan
ikan jumlah spesiesnya belum diketahui;
Jumlah spesies aves yang dilindungi karena kelangkaannya 31 spesies dan 34
spesies mendapat quota, antara lain jenis Kakatua jambul putih, Betet, Bayam Kelapa,

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

II - 7

2.2.8

Perkici Kupang, Perkici Dada Kuning, Betet Timor, Srindit Flores, Cucak Rawa, Parkit
Timor dan Decu;
Jenis mamalia terdiri dari 56 spesies, diantaranya 22 spesies yang dilindungi karena
jenis tersebut merupakan langka, namun belum tergolong sebagai spesies yang
hampir punah. Dari jumlah tersebut terdapat 3 species yang mendapat quota
penangkapan karena tidak dilindungi yaitu Bajing Kelapa, Kalong dan Mencit;
Dari 71 spesies reptilia terdapat 7 spesies yang dilindungi karena jenis tersebut
merupakan jenis langka dan tergolong sebagai spesies yang hampir punah. Jenis yang
dilindungi seperti Komodo sering disumbangkan bagi pengisi Kebun Binatang. Dengan
demikian terdapat 64 spesies yang tidak dilindungi dan 19 spesies dari yang tidak
dilindungi tersebut dapat ditangkap secara bebas.

Kondisi Laut dan Pesisir


Karakteristik laut dan pesisir setiap pulau yang ada di wilayah Propinsi Nusa
Tenggara Timur pada umumnya tidak sama, hal ini disebabkan oleh tipe lautan dan
kondisi topografi setiap pesisir. Dilihat dari posisi wilayahnya yang berbatasan dengan
Australia dan dipisahkan oleh laut lepas, akan sangat berpengaruh terhadap kondisi
perairan dan pesisir pantainya. Saat ini garis pantai dipergunakan antara lain untuk
penangkapan ikan, budidaya laut (teripang, mutiara, rumput laut, penampungan ikan
hidup), penangkapan nener dan penangkapan ikan hias serta wisata bahari. Lokasi yang
potensial untuk budidaya laut meliputi Kabupaten Kupang, Alor, Lembata, Flores Timur,
Sikka, Ngada dan Sumba Timur.
Sumber daya pesisir dan laut di NTT sangat beraneka ragam sehingga
memberikan peluang ekonomis yang cukup tinggi untuk kegiatan perikanan, pariwisata
bahari serta jasajasa lingkungan laut. Sumberdaya alam pesisir dan laut yang terdapat di
wilayah NTT adalah sebagai berikut :
1. Perikanan Tangkap
Potensi sumber daya ikan laut Propinsi NTT, berdasarkan hasil survey Komisi Nasional
Pengkajian Sumberdaya Perikanan Laut pada tahun 1999, cukup besar yaitu sekitar
365,7 metrik ton/tahun, dengan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar
292,2 metrik ton/tahun sedangkan tingkat pemanfaatan baru sekitar 30 %. Potensi
perikanan laut terdiri dari: (a) Ikan pelagis besar meliputi Tuna, Cakalang, Paruh
Panjang, Tongkol, Tenggiri; (b) Ikan pelagis kecil meliputi Tembang, Teri, Terbang,
Kombong, Layang, Selar, (c) Ikan demersal meliputi Kakap, Bambangan, Lencam, Pari
dll, (d) Udang yang meliputi Lobster, dan jenis udang Penaid, (e) Cumi-cumi, dan (f)
Ikan karang seperti Kerapu, Beronang dan Ekor Kuning.
Jenis Ikan Pelagis Kecil, berpotensi besar dan bernilai ekonomis tinggi adalah
Kembung, Lemuru, Teri, Laying, Terbang dan Selar. Ikan-ikan Pelagis Kecil ini
terutama dipasarkan untuk konsumsi lokal, sebagian untuk pasar regional dan
umpan hidup penangkapan Ikan Pelagis Besar.
Jenis Ikan Pelagis Besar, antara lain terdiri dari Cakalang, Tongkol, Tuna
Madidihang; Mata Besar, Albacore dan Cucut. Ikan Pelagis Besar merupakan hasil
perikanan laut utama yang diekspor. Ikan Pelagis Besar banyak terdapat di
perairan laut dalam. Semua jenis Tuna hampir terdapat di perairan Nusa Tenggara
Timur, terkecuali Tuna Sirip Biru Utara (Thunnus Thynnus) dan Tuna Sirip Biru
Selatan (Thunnus Atlanticus).
Jenis Ikan Demersal, Ikan-ikan Demersal merupakan kelompok ikan yang
tinggal di dasar atau dekat dasar perairan. Ikan Demersal tersebar di seluruh
perairan dengan kecenderungan kepadatan populasi dan potensi yang tinggi pada
daerah sekitar pantai. Ikan Demersal menurut kategori nilai ekonomis terdiri dari
kelompok utama sebanyak 24 % (Kerapu, Bambangan, Bawal Putih, Kakap,
Manyung, Kuwe dan Nomei) kelompok komersial kedua sebanyak 17 % (Bawal
Hitam, Gerot-gerot, Cucut), kelompok komersial ketiga 37 % (Pepetek, Beloso,
Mata Merah, Kerong-kerong, Gabus Laut, Besot dan Sidat) dan kelompok Ikan
Rucah sebanyak 22 % (Srinding, Lidah, Sebelah, Kapas-kapas, Wangi Batu dan
Kipper). Jenis-jenis Ikan Demersal tersebar di seluruh perairan Nusa Tenggara
Timur terutama sepanjang pantai utara Flores, perairan pulau-pulau kecil dan

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

II - 8

kawasan perairan terumbu karang, ikan-ikan demersal ini dijual untuk konsumsi
domestik dan pasar ekspor.
2. Udang Kepiting.
Jenis-jenis Udang Penaeid, Borong, Windu dan jenis Crustecea lain seperti Kepiting,
Rajungan merupakan komoditas perikanan bernilai ekonomis tinggi dan banyak
terdapat di Kabupaten Kupang, Ngada, Belu, Alor dan Flores Timur. Komoditas
kelompok ini umumnya ditangkap dengan perangkap (bubu) dan jaring.
3. Komoditas Perikanan Jenis Lainnya.
Hasil perikanan lain seperti Cumi-cumi, Kerang-kerangan, Teripang, Ikan hias laut dan
Rumput Laut merupakan komoditas bernilai ekonomis tinggi juga. Cumi-cumi banyak
terdapat di Kabupaten Manggarai, Flores Timur, Sumba Timur, Ende dan Ngada.
Kerang-kerangan terutama Kerang Mutiara hasil budidaya, Batu Loa, Japing-japing dan
Mata Tujuh (Abolan) merupakan komoditas berpotensi untuk dipasarkan. Kerangkerangan kecuali Mutiara, Teripang dan Rumput Laut terdapat pada sebagian besar
perairan Nusa Tenggara Timur, sedangkan Mutiara, sebagai induk alam budidaya,
terdapat di perairan Kabupaten Kupang, Flores Timur, Alor, Lembata, Sikka dan
Manggarai. Potensi lainnya adalah budidaya laut yang mulai dikembangkan di pantai
pulau-pulau di Propinsi Nusa Tenggara Timur. Panjang pantai keseluruhan mencapai
5.700 Km memiliki kualitas perairan pantai relatif masih baik. Dasar pantai umumnya
berpasir dan ditumbuhi karang sampai berlumpur bercirikan tanaman Mangrove dan
bentuk pantai yang berteluk serta terlindungi.
4. Perikanan Budidaya Termasuk Darat.
a. Budidaya Laut. Potensi pengembangan budidaya laut diperkirakan sekitar 5.150
Ha, dengan tingkat pemanfaatan baru mencapai 8,74% atau sekitar 450 Ha. Jenis
produksi dan sebarannya adalah sebagai berikut :
Mutiara : pengembangan usaha budidaya mutiara terdapat pada lokasi - lokasi
perairan pantai di Kabupaten Sumba Timur, Ende, Alor, Flores Timur, Lembata,
Manggarai dan Ngada;
Rumput laut : potensi pengembangan budidaya rumput laut pada lokasi-lokasi;
perairan pantai di Kabupaten Belu, Kupang, Sumba Timur, Timor Tengah
Utara, Ngada, Pantai Utara Kabupaten Ende, Lembata, Tanjung Karoso
Bangedo, Kabupaten Manggarai, Pulau Pemana, Pantai Pulau Damhila,
Perairan Pantai Pangabatang (Sikka);
Teripang : potensi pengembangan usaha budidaya teripang terdapat pada
lokasi-lokasi perairan di Pantai Utara dan Selatan Ngada, Manggarai, perairan
Pantai Utara Kabupaten Sikka, perairan Pantai Kabupaten Flores Timur dan
Alor.
b. Budidaya Tambak. Lahan yang tersedia adalah 35.455 Ha dan lahan yang telah
diusahakan adalah 284,5 Ha atau tingkat pemanfaatan baru 1,23 % dengan
produksi : Bandeng 463,4 ton, Belanak 39,9 ton dan Udang Windu 275,8 ton dan
potensi tambak garam yang baru sebagian kecil dimanfaatkan.
c. Budidaya Kolam. Lahan yang tersedia 8.375 Ha dan yang telah diusahakan
adalah 284,5 Ha atau tingkat pemanfaatan lahan baru 3,40 % dengan kemampuan
produksi : Ikan Mas 91,6 ton, Mujair 53,9 ton, Tawas 23,0 ton dan Nila produksi
49,5 ton.
d. Budidaya Ikan di Sawah (Mina Padi). Lahan yang tersedia 185 Ha dengan
tingkat pemanfaatan lahan baru 75 % atau seluas 138,7 Ha. Kemampuan produksi
yaitu : Ikan Mas 10,6 ton, Nila 5,2 ton dan Lele 1,5 ton.
e. Hutan Mangrove. Potensi Hutan Mangrove di NTT cukup besar, hasil survey
Dinas Kehutanan yang bekerjasama dengan Perguruan Tinggi pada tahun 1995
berhasil mengidentifikasi 11 Species Mangrove di Pulau Timor, Rote, Sabu dan
Semau dengan luas 19.603,12 Ha dan 17.251,71 Ha di Pulau Flores dan Solor.
Luas Hutan Mangrove di Sumba Timur sekitar 15.000 Ha dengan jumlah tegakkan
yang telah diidentifikasi seluas 1.359 Ha.
f. Terumbu Karang. Perairan NTT diperkirakan memiliki 160 jenis terumbu karang
dari 15 famili dengan 350 jenis ikan yang mendiaminya. Lokasi penyebaran
terumbu karang di NTT disekitar wilayah Teluk Kupang, Teluk Maumere, Riung 17
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

II - 9

Pulau, Pantai Utara, Timur dan Selatan Pulau Sumba, Alor, Lembata dan Labuan
Bajo.
g. Mineral. Perairan Nusa Tenggara Timur mempunyai potensi mineral yang
potensial di perairan, seperti cadangan minyak, batu gamping dan lainnya.
2.3

2.3.1

Pola Penggunaan Lahan


Pola penggunaan lahan di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur dibedakan atas
pola dan struktur pemanfaatan lahan serta status penggunaan lahan. Tinjauan ini dilakukan
untuk melihat penggunaan ruang yang terjadi hingga saat ini di wilayah Propinsi Nusa
Tenggara Timur.
Pola dan Struktur Pemanfaatan Lahan
Pola dan struktur pemanfaatan lahan di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur di
pengaruhi oleh kondisi alam dan jenis kegiatan di setiap Kabupaten/ Kota. Pada umumnya
lahan yang ada sekarang belum dimanfaatkan secara optimal. Sebagian besar masih
didominasi lahan kering dan dan hanya sebagain kecil lahan untuk kegiatan pertanian
lahan basah (sawah)
meliputi potensi seluas 284.103 Ha. Secara garis besar
penggunaan lahan di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur diuraikan perkawasan sebagai
berikut :
1. Kawasan Non Budidaya, antara lain :
Hutan Lindung :
- Kawasan yang memberikan perlindungan bawahannya;
- Kawasan yang memberikan perlindungan setempat.
Suaka Alam dan Cagar Alam;
Cagar Budaya.
2. Kawasan Budidaya, antara lain :
Kegiatan Pertanian; lahan kering dan lahan basah;
Kegiatan Peternakan;
Kawasan Perikanan;
Kawasan Perindustrian;
Kawasan Pertambangan;
Kawasan Pariwisata;
Kawasan Permukiman : Perkotaan - Perdesaan.
3. Pengembangan sarana dan prasarana.
Untuk lebih jelasnya luasan pola penggunaan lahan di wilayah Propinsi Nusa Tenggara
Timur dapat dilihat pada Tabel II.5 dan Gambar II.4.

2.4 Kondisi Kependudukan dan Ketenagakerjaan


2.4.1 Jumlah dan Perkembangan Penduduk
Penduduk Nusa Tenggara Timur menurut hasil registrasi penduduk tahun 2003
(Tabel II.5) berjumlah 4.088.058 jiwa, dengan kepadatan 86,58 jiwa/kilometer persegi.
Bila dilihat penyebarannya dari total penduduk NTT, yang terbesar berada di Kabupaten
Manggarai (16,08%), disusul Kabupaten Timor Tengah Selatan (10 %), Kabupaten Sumba
Barat, Kabupaten Kupang, dan Kabupaten Belu. Sedangkan tingkat penyebaran penduduk
yang paling sedikit berada pada Kabupaten Lembata (2,42%).
Berdasarkan hasil Sensus Penduduk tahun 2000, laju pertumbuhan periode 1990 - 2000
sebesar 1,6%/tahun. Keadaan ini sudah menurun jika dibandingkan dengan dua periode
sebelumnya, dimana pada periode 1971 - 1980 laju pertumbuhan sebesar 1,95%/tahun,
dan periode 1980 - 1990 sebesar 1,79%/tahun.
2.4.2

Kepadatan Penduduk Menurut Kabupaten


Kepadatan penduduk terbesar di Kota Kupang (1.731,93 jiwa/km2) dan terendah di
Kabupaten Sumba Timur (28,31 jiwa/km2). Kabupaten lain yang juga cukup padat
penduduknya (di atas 100 jiwa/km2) adalah Kabupaten Timor Tengah Selatan, Belu, Flores
Timur, Sikka dan Ende. Sedangkan kabupaten sisanya kepadatan penduduknya berkisar 56
90 jiwa/km2.

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

II - 10

2.4.3

Struktur Penduduk
Struktur penduduk meliputi tinjauan penduduk berdasarkan komposisinya menurut
umur, jenis kelamin, agama, tingkat pendidikan dan ketenagakerjaan. Sebagian besar
penduduk Nusa Tenggara Timur pada tahun 2002 berada dalam kelompok usia 15 54
tahun, yaitu sekitar 52,72% dari total penduduk propinsi. Bila melihat struktur penduduk
menurut jenis kelaminnya, secara umum jumlah penduduk wanita (50,82%) relatif lebih
besar dibandingkan dengan jumlah penduduk pria (49,18%). Pada tahun 2002 sebagian
besar penduduk Nusa Tenggara Timur memeluk agama Katolik (54,91%). Dilihat dari
tingkat pendidikannya, tercatat sampai tahun 2002 jumlah penduduk yang tidak/belum
tamat SD sebesar 44,47% dan 33,85% sudah tamat SD dan sisanya minimal telah
menamatkan pendidikan sampai SLTP. Pada tahun 2002, jumlah angkatan kerja sebesar
1.878.387 jiwa (48% dari total penduduk), yang terdiri dari 126.135 jiwa sedang mencari
pekerjaan dan 1.752.252 jiwa telah bekerja. Jika dilihat struktur penduduk menurut
lapangan perkerjaannya, maka dalam tahun 2002 sektor yang paling banyak menyerap
tenaga kerja adalah sektor pertanian (78,68%) diikuti sektor perdagangan, angkutan,
keuangan dan jasa (15,02%) serta sektor pertambangan, industri dan listrik menyerap
sekitar 6,28%. Jumlah Penduduk, Luas Daerah dan Kepadatan Penduduk dapat dilihat
pada Tabel II.6.

2.5 Kondisi Perekonomian


2.5.1 Perkembangan Struktur Ekonomi
Berdasarkan perkembangan peranan masing-masing sektor ekonomi dalam kurun
2000 2003 seperti disajikan pada Tabel II.5 dapat dilihat bahwa sektor-sektor ekonomi
yang dominan dalam perekonomian Nusa Tenggara Timur adalah sektor pertanian, sektor
hotel dan restoran dan sektor jasa-jasa. Peranan dari ketiga sektor ini pada kurun 2000
2003 merupakan yang terbesar yaitu sekitar 88,34 % dari seluruh PDRB Nusa Tenggara
Timur masing-masing tahun pada kurun waktu tersebut.
Meskipun cenderung terus menurun peranannya dalam kurun 2000 2003, namun sektor
pertanian masih merupakan yang paling besar sumbangannya terhadap PDRB Nusa
Tenggara Timur. Pada tahun 2000 peranan nilai tambah bruto sektor pertanian sebesar
43,36 % dari seluruh nilai PDRB harga berlaku. Peranan tersebut kemudian terus menurun
hingga menjadi hanya sekitar 39,24 % pada tahun 2003. Gambaran ini memperlihatkan
bahwa sektor pertanian meskipun cenderung melemah tetapi masih memegang peranan
penting dalam perekonomian di wilayah ini.
Sektor perdagangan, hotel dan restoran menunjukkan prospek yang cukup
menggembirakan. Pada tahun 2000 peranan sektor ini sebesar 17,55 % terhadap
perekonomian Nusa Tenggara Timur. Kemudian pada tahun 2001 peranan sektor ini sedikit
menurun menjadi sebesar 17,51 %. Akan tetapi kembali meningkat pada tahun-tahun
berikutnya, hingga akhirnya mencapai 17,93 % pada tahun 2003.
Demikian halnya peranan sektor jasa-jasa dalam perekonomian Nusa Tenggara Timur juga
terlihat semakin meningkat pada kurun 2000 2003. Meskipun pada tahun 2000 sektor ini
hanya mampu menyumbang 16,47 % terhadap PDRB Nusa Tenggara Timur bahkan
kedudukannya lebih rendah dan tergeser oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran
sebagai penyumbang kedua terbesar setelah sektor pertanian, namun sejak
diberlakukannya otonomi daerah sampai dengan tahun 2001 dan berlanjut hingga tahun
2003 sumbangan sektor ini terhadap PDRB Nusa Tenggara Timur kembali menduduki
urutan kedua terbesar dengan sumbangan sebesar 18,51% hingga 21,17 %.
Uraian singkat tersebut memperlihatkan bahwa peran dominan sektor pertanian dalam
perekonomian Nusa Tenggara Timur tetap tidak bergeser pada kurun 2000 2003.
Sedangkan untuk sektor dominan lain telah terjadi pergeseran posisi. Dominasi ketiga
sektor tersebut secara gabungan terhadap perekonomian Nusa Tenggara Timur
tampaknya cenderung menguat. Hal ini ditunjukkan oleh semakin kecilnya peranan sektor
lain terhadap pembentukan PDRB Nusa Tenggara Timur dalam kurun 2000 2002
meskipun peranan sektor lain ini mengalami sedikit kenaikan pada tahun 2003 menjadi
21,66 %.

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

II - 11

Tabel II-5
Pola Penggunaan Lahan di Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2004
PEMUKIMAN
NO

KABUPATEN /
KOTA

PERUMAHAN

JASA

SAWAH
IRIGASI

1
1 KUPANG

48225

SAWAH
TADAH
HUJAN

TEGALAN

8
11839

LADANG

KAWAPERKEKEBUN
PERU- SAN
BUNAN
CAMSAHA- INDUSRAKPURAN
AN
TRI
YAT

10

11

12

HUTAN

LEBAT

BELUKAR

13

14

PERAI
SEMAK
TANAH TANAH
BELU
RAN/
KO
RUSAK /
KAR
RAWA /
SESONG TANDUS
DANAU
JENIS

15

16

17

18

19

PENGGUNAAN TANAH
KHUSUS
SA
PA
WAH DANG GALI LAINPA
RUM
AN LAINSANG PUT
SURUT

20

22

23

110488

KETERANGANAN

24

25

6960

18018

10069

658

44244

275656

72144 277755

1426

2 TTS

5347

747

1700

84879

13718

1580

27038

108213

81605

1753

3 TTU

3748

500

1779

13716

9051

80

50641

81701

442

280

210

104822

266970

4 BELU

4856

6951

31155

5412

3582

650

32571

62555

593

10

96225

244560

1664

30

881215

67846 47

394473

5 ALOR

2165

130

493

18738

13026

1020

1490

6 FLOTIM

1616

245

12

18438

17096

7542

14546

41406

17384

7 SIKKA

4430

1385

22325

16381

6020

2650

48724

2953

8 ENDE

1667

1011

24210

13920

5404

40210

36866

11511

510

9 NGADA

2525

4180

2660

19899

19840

13930

14790

91500

186

134280

303790

10 MANGGARAI

3790

12800

10999

76238

55242

4382

123404

493 146670

20

1640

277962

713640

11 SUMBA BARAT

2760

8835

10286

27352

23846

1540

44610

21321

2050

269389

411995

12 SUMBA TIMUR

7305

16786

15712

7616

1846

66728

107092

870

208

217

466835

13 KOTA KUPANG

2557

14 LEMBATA
15 ROTE NDAO

1800

758

572

726

48

4370

3082

8245

3584

1716

4785

8175

1660

53395

997

78176 119438

3733

21

JUMLAH

294

900

50100

286470

62377

181282

39

59106

164020

20

67531

204660

326

13095
423

28862

7872

17695

43412

4979

32335

691215
145

339

1080

18027

51731

126638

30540

183413

16 MANGGARAI BARAT
TOTAL

Belum ada Data


93433

758

29237

65855

383225

16581 266857

52165

572

900

431424

904493 621973 328079

13095

7312

6985

Sumber : BPN Propinsi NTT

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

II - 12

1849232 47

145

5072368

Tabel II.6
Jumlah Penduduk, Luas Daerah Dan Kepadatan Penduduk Nusa Tenggara Timur 2003
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Kabupaten
Sumba Barat
Sumba Timur
Kupang
Timor Tengah Selatan
Timor Tengah Utara
Belu
Alor
Lembata
Flores Timur
Sikka
Ende
Ngada
Manggarai
Manggarai Barat
Rote Ndao
Kota Kupang
NTT

Laki-laki
(jiwa)
196.190
102.251
171.340
198.989
88.785
161.396
82.583
44.437
102.166
129.933
111.734
118.098
237.763
88.820
52.162
128.256
2.014.903

Perempuan
(jiwa)
190.367
95.935
161.079
205.527
89.133
170.016
86.382
53.296
113.710
146.657
126.752
126.144
243.716
91.038
50.489
122.941
2.073.155

Jumlah
(jiwa)
386,557
198,186
332,419
404,516
177,918
331,412
168,965
97,733
215,876
276,590
238,486
244,242
481,479
179,858
102,651
251,170
4.088.058

Luas Daerah
(km2)

Kepa-datan
(jiwa/km2)

4.454,72
7.000,50
5.898,22
3.933,80
2.655,28
2.725,08
2.864,64
1.266,39
1.812,85
1.631,92
2.046,59
3.100,42
6.136,40
1280,10
160,34
47.349,90

86,77
28,31
56,36
102,83
67,01
121,62
58,98
77,17
119,08
169,49
116,53
78,78
103,27
80,19
1.731,97
86,58

Sumber : BPS NTT (Hasil SUSENAS 2003)

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

II - 13

% Kab. Thd NTT


9,58
4,91
8,23
10,02
4,41
8,21
4,19
2,42
5,15
6,77
5,91
6,05
16,18
2,54
6,22
100,00

2.5.2

2.5.3

Laju Pertumbuhan Ekonomi


Setelah sempat terpuruk dengan pertumbuhan negatif pada tahun 1998,
perekonomian Nusa Tenggara Timur tampak kembali membaik dengan laju pertumbuhan
ekonomi yang semakin meningkat. Laju pertumbuhan pada kurun 2000 2003 memberi
pertumbuhan positif dengan kecenderungan yang relatif menguat. Bermula pada laju
pertumbuhan 4,17 % pada tahun 2000 meningkat hingga mencapai 5,96 % pada tahun
2002. pada tahun 2003 laju pertumbuhan Nusa Tenggara Timur sedikit melemah dengan
pencapaian 5,87 %. Sektor jasa-jasa selalu menempati sektor dengan laju pertumbuhan
paling tinggi pada kurun 2000 2003 yaitu berkisar antara 9.31 % sampai dengan
13,39%. Selain itu, peran sektor ini merupakan sektor yang memberi sumbangan kedua
terbesar dalam perekonomian Nusa Tenggara Timur sejak tahun 2001 sampai dengan
tahun 2003.
Sektor bangunan dan sektor pertambangan dan penggalian mnerupakan sektor
yang mangalami kemunduran ekonomi paling parah pada tahun 1998 dengan
pertumbuhan masing-masing sebesar minus 20,47 % dan minus 19,46 %. Akan tetapi
pada tahun 2000 sampai dengan tahun 2003 kedua sektor tersebut telah mampu bangkit
dan mengalami pertumbuhan yang cukup menyakinkan. Pada kurun 2000 2003
pertumbuhan sektor bangunan adalah berkisar antara 0,48 % hingga 2,00 %, sedangkan
pertumbuhan di sektor pertambangan dan penggalian berkisar antara 7,02 % hingga
2,50%. Keduanya memiliki pola yang serupa yakni cenderung memiliki pertumbuhan yang
menguat antara tahun 2000 sampai 2002, kemudian sedikit mengalami penurunan pada
tahun 2003.
Pertumbuhan ekonomi di sektor-sektor dominan langsung disamping sektor jasa-jasa pada
kurun 2000 2003 ternyata juga cukup menggembirakan. Sektor pertanian terus
mengalami pertumbuhan yang menguat mulai dari 2,35 % pada tahun 2000 hingga
mencapai pertumbuhan sebesar 3,14 % pada tahun 2003. Sektor perdagangan, hotel dan
restoran meskipun pertumbuhannya sedikit melemah menjadi sebesar 6,38 % pada tahun
2003, tetapi pertumbuhan ini tercipta setelah mengalami kenaikan selama 3 (tiga) tahun
berturut-turut dari sebesar 4,18 % pada tahun 2000 hingga tumbuh sebesar 6,50 % pada
tahun 2002.
Perkembangan PDRB dan Pendapatan Perkapita
PDRB perkapita merupakan besaran yang menunjukkan rata-rata nilai PDRB untuk
setiap penduduk suatu wilayah. Ukuran ini secara kasar menunjukkan tingkat kemakmuran
penduduk suatu wilayah. Dalam kurun 2000 2003, PDRB perkapita Nusa Tenggara Timur
telah mengalami pertumbuhan yang menggembirakan dapat lihat Tabel II.7. Pada tahun
2000 PDRB perkapita Nusa Tenggara Timur sekita 1,6 juta rupiah dan telah menjadi
jumlah semula dengan jangka waktu 3 tahun.
Tabel II.7
Distribusi %tase PDRB Nusa Tenggara Timur Atas Harga Berlaku Tahun 2000 2003

LAPANGAN USAHA

2000

2001

2002

2003

43.36
24.36

42.07
23.72

40.49
23.02

39.24
22.22

b. Tanaman Perkenbunan

4.89

5.20

5.01

4.67

c. Peternakan

10.72

9.72

8.89

8.71

d. Kehutanan

0.32

0.29

0.29

0.28

e. Perikanan

1. Pertanian
a. Tanaman Bahan Makanan

3.07

3.14

3.28

3.36

2. Pertambangan & Penggalian

1.50

1.46

1.43

1.44

3. Pertambangan & Penggalian

1.95

1.85

1.87

1.89

4. Pertambangan & Penggalian

0.63

0.60

0.59

0.58

0.38

0.34

0.31

0.29
0.29

a. Listrik
b. Air Bersih
5. Bangunan / Konstruksi
6. Perdagangan, Hotel, Restoran

0.25

0.26

0.28

7.56

7.33

7.14

7.21

17.55

17.50

17.66

17.93

a. Perdagangan Besar & Eceran

16.95

16.94

17.11

17.39

b. Perhotelan

0.24

0.21

0.20

0.20

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

II - 14

LAPANGAN USAHA

2000

c. Restoran / Rumah Makan


7. Pengangkutan Dan Komunikasi

0.36
7.60

a. Pengangkutan

6.67

1. Jalan Raya
2. L a u t

2002

2003

0.35

0.35

0.34

7.42

7.39

7.45

6.47

6.41

6.38

5.05

4.80

4.67

4.51

0.78

0.87

0.96

1.05

3. Sungai, Danau & Penyeberangan

0.06

0.06

0.07

0.07

4. Udara

0.16

0.14

0.13

0.14

5. Jasa Penunjang Pengangkutan

0.62

0.61

0.58

0.61

0.93

0.95

0.98

1.07

3.36

3.24

3.14

3.09

a. Bank

1.21

1.28

1.33

1.32

b. Lembaga Keuangan Bukan Bank

0.96

0.86

0.78

0.78

c. Sewa Bangunan

1.10

1.01

0.94

0.91

d. Jasa Perusahaan

0.09

0.09

0.09

0.08

b. Komunikasi
8. Keuangan, Persewaan & Jasa

2001

Perusahaan

9. Jasa - Jasa

16.47

19.52

21.23

21.17

a. Pemerintahan Umum

15.39

18.51

20.29

20.22

b. Swasta

1.08

1.01

0.94

0.95

1. Sosial Kemasyarakatan

0.69

0.60

0.53

0.54

2. Hiburan & Rekreasi

0.01

0.02

0.02

0.02

3. Perorangan dan Rumah Tangga

0.38

0.39

0.39

0.39

99.98

100.99

100.94

100.00

Produk Domestik Regional Bruto

Sumber : BPS NTT

Ada sementara pihak yang beranggapan bahwa PDRB kurang tepat digunakan sebagai
ukuran tingkat kemakmuran penduduk suatu wilayah. Argumen yang sering dikemukakan
adalah bahwa pada kenyataannya nilai PDRB mencakup pula penyusutan barang modal
dan pajak tak langsung netto (pajak tak langsung dikurang subsidi), yang tidak secara
langsung dapat dinikmati oleh penduduk. Dengan demikian untuk melihat tingkat
kemakmuran yang lebih mendekati kenyataan, seharusnya nilai penyusutan barang modal
dan pajak tak langsung netto dikeluarkan terlebih dahulu dari PDRB.
Ukuran baru yang diperoleh dengan cara inilah yang disebut sebagai pendapatan regional
dan selanjutnya digunakan untuk menghitung pendapatan regional perkapita. Gambaran
perkembangan pendapatan regional perkapita Nusa Tenggara Timur dan pendapatan
nasional perkapita adalah seperti yang disajikan dalam Tabel II.8.
Tabel II.8
Laju Pertumbuhan Ekonomi Nusa Tenggara Timur 2000 2003
No

Lapangan Usaha

(%)

2000

2001

2002

2003
3.14

Pertanian

2.35

2.53

3.01

Pertambangan dan Penggalian

1.02

1.13

2.50

2.43

Industri Pengolahan

3.51

3.89

4.80

4.66

Listrik, Gas & Air Bersih

2.72

2.99

4.48

4.36

Bangunan

0.48

0.53

2.00

1.94

Perdagangan, Restoran, Hotel

4.18

4.52

6.50

6.38

Pengangkutan dan Komunikasi

4.29

4.64

6.76

6.86

Keuangan, Persewaan & Jasa

2.38

2.62

3.00

2.91

Jasa-jasa

9.31

12.39

11.79

10.83

4.17

5.10

5.96

5.87

Produk Domestik Regional Bruto

Sumber : BPS NTT

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

II - 15

Pendapatan regional perkapita Nusa Tenggara Timur pada tahun 2000 adalah sebesar 1,6
juta rupiah dan terus meningkat menjadi 2,2 juta rupiah pada tahun 2003. Sama halnya
dengan gambaran PDRB perkapita, pendapatan regional perkapita NTT pun masih sangat
rendah dibandingkan dengan pendapatan Nasional perkapita Indonesia. Pada tahun 2000
pendapatan perkapita Nasional sudah 3,6 kali lipat dari pendapatan regional NTT
perkapita. Sedangkan pada tahun 2003 perbandingan tersebut sudah menurun menjadi
3,2 kali lipat.
Tabel II-9
PDRB Perkapita NTT dan PDB Perkapita Indonesia 2000 2003

(Rupiah)
No

Tahun

PDRB Perkapita NTT a)

PDB Perkapita Indonesia

1.

2000

1,637,322.00

6,145,065.00

2.

2001

1,902,110.00

7,025,600.00

3.

2002

2,163,377.00

7,596,897.00

4.

2003 *)

2,359,693.00

8,304,319.00

Sumber : BPS NTT


Tabel II.10
Pendapatan Regional Perkapita Nusa Tenggara Timur dan Pendapatan Nasional Perkapita 2000
2003

(Rupiah)
No

Tahun

Pendapatan Regional Perkapita NTT a)

Pendapatan Nasional Perkapita

1.

2000

1,559,344.00

5,652,732.00

2.

2001

1,811,238.00

6,231,635.00

3.

2002

2,062,388.00

6,624,139.00

4.

2003 *)

2,248,333.00

7,122,674.00

Sumber : BPS NTT

2.6

Pemanfaatan Potensi Sumber Daya ALam


Pada bagian ini akan diuraikan kegiatan-kegiatan yang berdasarkan upaya-upaya
pemanfaatan sumber daya alam. Bahasan akan terdiri dari tinjauan terhadap kegiatan
pertanian, pertambangan dan pariwisata.
2.6.1 Kegiatan Pertanian
Pertanian merupakan sektor yang paling dominan di Nusa Tenggara Timur. Hampir
90% penduduknya terlibat dalam kegiatan sektor pertanian. Meskipun total kontribusi
pertanian dalam pembentukan nilai PDRB mengalami penurunan dari tahun ke tahun,
tetapi tetap merupakan sektor yang dominan, dalam arti bahwa persentase sektor ini tetap
besar. Sektor pertanian ini meliputi sektor tanaman pangan, perkebunan, kehutanan,
peternakan dan perikanan. Perkembangan besarnya persentase sumbangan masingmasing sub sektor tersebut terhadap nilai PDRB pertanian di Nusa Tenggara Timur dapat
dilihat pada Tabel II.11.
TabeL II.11
Peranan Sektor Pertanian Terhadap Pembentukan PDRB
Nusa Tenggara Timur
URAIAN
01. Tanaman bahan makanan
02. Tanaman perkebunan
03. Peternakan
04. Perikanan
05. Kehutanan
Jumlah

1999
24.73
4.50
11.52
3.22
0.34
44.31

2000
24.36
4.89
10.72
3.07
0.32
43.36

2001
23.72
5.20
9.72
3.14
0.29
42.05

2002
23.03
5.01
8.89
3.29
0.26
40.49

Sumber : BPS NTT

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

II - 16

Dari tabel tersebut terlihat bahwa nilainya menunjukkan kecenderungan penurunan


sumbangan pertanian dari tahun ke tahun. Hampir seluruh subsektor pertanian mengalami
penurunan, kecuali subsektor perkebunan dan perikanan. Perikanan mengalami
peningkatan sebagai akibat meningkatnya produktivitas usaha penangkapan.
Penurunan produksi dan produktivitas pertanian diakibatkan tingkat produktivitas tenaga
kerja di sektor ini rendah sehubungan dengan kualitas tenaga kerja itu sendiri dimana
sebagian besar buta huruf, tingkat kesehatan rendah, pemahaman teknologi produksi
rendah, pengusahaan usaha tani yang belum optimal dimana masih ada pengangguran
musiman akibat pengaruh musim kemarau yang panjang pada setiap tahunnya.
A. Tanaman Pangan
Pembangunan tanaman pangan dapat dilakukan pada lahan basah dan lahan kering yang
luas dan kemampuannya potensinya bervariasi antar wilayah kabupaten/kota. Berdasarkan
kajian potensi lahan pertanian terdapat potensi pertanian kering seluas 1.528.308 Ha
sebagaimana Tabel II.12.
Produksi dan luas panen beberapa komoditi penting tanaman pangan di Propinsi NTT
tahun 2004 dapat dilihat pada Tabel II.13 dan Tabel II.14. Produksi padi (padi sawah dan
padi ladang) tahun 2003 sebesar 509,4 ribu ton menurun menjadi 495,5 ribu ton dalam
bentuk gabah kering giling. Penurunan tersebut memang sejalan dengan penurunan luas
panen sekitar 2000 hektar dari tahun sebelumnya. Penurunan produksi juga terjadi pada
komoditas jagung dan kacang hijau, dimana pada tahun 2003.
- Padi Sawah
: Kabupaten Manggarai dengan luas panen
43.447 Ha dan produksi 143.679 ton.
- Padi Ladang
: Berdasarkan luas panen, yang terbesar adalah
Kabupaten Sumba Barat yaitu 12.424 Ha,
tetapi berdasarkan jumlah produksinya, yang
terbesar adalah Kabupaten Manggarai. Hal ini
dapat mengindikasikan bahwa produktivitas di
Manggarai lebih tinggi daripada Sumba Barat.
- Jagung
: Kabupaten Timor Tengah Selatan
- Ubi-ubian
: Kabupaten Timor Tengah Selatan
- Kacang-kacangan
: Kabupaten Kupang
Produksi jagung sebesar 583,4 ribu ton menurun menjadi 568,4 ribu ton pada tahun 2004.
Hal ini juga sejalan dengan penurunan luas panen 13.000 hektar. Sedangkan komoditi
kacang hijau pada tahun 2003 mampu menghasilkan produksi sebesar 20,1 ribu ton dan
menurun menjadi 16,2 ribu ton pada tahun 2004.Lain halnya dengan komoditi tanaman
pangan lainnya, seperti kedelai, kacang tanah, ubi kayu, ubi jalar dan sorghum, dalam dua
tahun terakhir ini mengalami peningkatan baik luas panen maupun produksinya.
Berdasarkan luas panen dan jumlah produksinya pada tahun 2004, maka dapat ditentukan
wilayah-wilayah penghasil utama jenis-jenis tanaman pangan, pada Tabel II- 15.
Sedangkan berdasarkan data dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura
Propinsi NTT, terdapat beberapa komoditi unggulan setiap kabupaten di Propinsi NTT,
antara lain seperti tertera pada Tabel II.16.
Dalam upaya pengembangan padi sawah Nusa Tenggara Timur didukung dengan daerah
irigasi dengan kemampuan layanan dikatagorikan menjadi 3 yaitu > 3000 Ha, 1000<1000 Ha, dan < 1000 Ha sebagaimana Tabel II.17.
Tabel II.12
Luas Wilayah Potensial Menurut Kecocokan Umum Pengembangan Komoditi Pangan
Di Propinsi Nusa Tenggara Timur

No

Kabupaten

Cocok Untuk Lahan Kering (ha)


S1

S2

Jumlah

S3

1.

Kupang

72.060

2.

Timor Tengah Selatan

16.060

34.690

41.250

92.000

3.

Timor Tengah Utara

2.500

66.490

74.690

143.680

4.

Belu

31.690

22.310

53.000

107.000

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

100.250

210.360

382.670

II - 17

No

Kabupaten

Cocok Untuk Lahan Kering (ha)


S1

S2

Jumlah

S3

5.

Alor

9.000

12.130

11.620

32.750

6.

Flores Timur

28.380

87.550

115.930

7.

Sikka

13.620

46.810

60.430

8.

Ende

6.880

14.810

23.038

44.728

9.

Ngada

7.540

84.440

6.120

98.100

10.

Manggarai

24.460

60.500

101.880

186.840

11.

Sumba Barat

27.620

7.440

159.500

194.560

12.

Sumba Timur

5.000

33.870

30.750

69.620

202.810

478.930

846.568

1.528.308

13,27

31,34

55,39

100,00

Jumlah
Prosentase

Sumber : Bappeda NTT

Tabel II. 13 .,

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

II - 18

Tabel II.13
Luas Areal Panen Tanaman Pangan Tiap Kabupaten di Propinsi Nusa Tenggara Timur
Tahun 2004
No

Kabupaten

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.

Kupang
Rote Ndao
TTS
TTU
Belu
Alor
Lembata
Flotim
Sikka
Ende
Ngada
Manggarai
Sumba Timur
Sumba Barat
Manggarai Barat
Kota Kupang
NTT

Padi Sawah
14.371
3.162
3.096
2.921
4.120
165
10
224
1.831
2.665
16.273
43.447
9.067
13.685

Padi Ladang
5.312
1.724
931
3.399
277
4.058
2.652
5.990
6.869
1.735
3.176
12.166
2.489
12.424

Jagung
12.734
18.648
59.038
12.136
28.934
5.651
13.370
10.591
14.870
17.012
22.535
9.109
8.900
27.564

Kedele
20
826
74
40
4
85
1.914
1.253
62
149

Komoditi
Kcg. Tanah
1.086
740
302
1.502
1.065
35
2.003
1.088
1.614
187
393
718
1.045
374

Kcg. Hijau
1.318
126
454
944
7.174
2.087
328
1.275
1.095
45
749
2.950
760
2.420

Ubi Kayu
4.669
151
16.965
8.988
8.716
9.891
2.198
4.459
2.420
2.332
3.710
11.630
2.075
12.763

Ubi Jalar
172
4.714
631
668
114
64
174
587
68
2.756
3.334
463
274

Sorgum
1.414
71
66
1.251
37
58
105
245
75
757
932
983

112.744

61.493

244.681

4.396

13.326

21.055

82.712

13.683

6.803

Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan & Hortikultura Prop. NTT, 2004

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

II - 19

Tabel II.14
Produksi Tanaman Pangan Tiap Kabupaten di Propinsi Nusa Tenggara Timur
Tahun 2004
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.

Kabupaten
Kupang
Rote Ndao
TTS
TTU
Belu
Alor
Lembata
Flotim
Sikka
Ende
Ngada
Manggarai
Sumba Timur
Sumba Barat
Manggarai Barat
Kota Kupang
NTT

Padi Sawah
45.093
12.833
11.965
9.192
12.920
526
24
695
5.564
8.406
52.420
143.679
31.229
44.493

Padi Ladang
11.247
4.469
1.864
7.005
558
8.557
5.770
13.016
13.825
3.456
6.428
25.704
5.350
24.112

Jagung
30.980
42.657
137.738
26.585
64.965
13.949
31.586
28.528
28.524
38.265
51.928
21.879
21.384
65.593

Kedele
14
698
70
39
4
88
1.633
1.076
58
186

Komoditi
Kcg. Tanah
1.414
819
359
1.433
1.006
34
1.765
1.487
1.366
181
475
788
1.146
404

Kcg. Hijau
981
95
327
665
5.712
1.236
281
762
926
42
503
2.567
613
2.037

Ubi Kayu
55.144
1.679
158.252
91.936
95.323
98.935
21.724
48.344
29.473
25.901
40.644
123.667
26.732
125.108

Ubi Jalar
1.138
38.774
4.806
5.159
971
542
1.132
4.311
617
18.231
27.932
3.572
2.107

Sorgum
1.454
52
49
1.061
26
44
77
185
48
597
471
913

368.543

126.924

568.355

3.837

12.860

16.229

852.252

106.454

5.272

Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan & Hortikultura Prop. NTT, 2004

Tabel II-15
Komoditi Unggulan Tiap Kabupaten di Propinsi Nusa Tenggara Timur
Tahun 2004
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Kabupaten/Kota
Kupang
Kota Kupang
Rote Ndao
Timor Tengah Selatan
Timor Tengah Utara
Belu
Alor
Flores Timur
Lembata
Sikka

Komoditi Unggulan
Jagung, Kacang tanah
Jagung
Padi, Kacang tanah, Bawang merah, Bawang putih
Jeruk keprok, Jagung, Kedelai
Jeruk, Ubi jalar, Bawang putih, Bawang merah
Kacang hijau, Padi
Padi, Jagung
Jagung, Kacang tanah
Jagung, Kacang tanah, Kacang hijau
Kacang hijau, Mangga

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

II - 20

No
11
12
13
14
15
16

Kabupaten/Kota

Komoditi Unggulan

Ende
Ngada
Manggarai
Manggarai Barat
Sumba Timur
Sumba Barat

Pisang beranga, Ubi kayun Jahe


Padi, Kedelai, Jahe
Padi, Kacang hijau, Kedelai
Padi, Kacang hijau, Kedelai
Kacang tanah, Padi, Jagung
Padi, Kacang tanah, Jagung, Jeruk

Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan & Hortikultura Prop. NTT, 2004

Tabel II-16
Potensi Lahan Basah di Propinsi Nusa Tenggara Timur
Tahun 2004

No.

Propinsi/ Kabupaten/ Kota

Total Luas
Potensial
(Ha)
28.279

Termasuk > 3.000


Potensial
(Ha)
13.774

Termasuk 1.000 - < 1.000

Fungsional
(Ha)

Manggarai Barat

3.768

Manggarai

43.924

16.465

5.852

Ngada

26.466

22.950

3.526

Ende

10.665

4.464

1.421

Potensial
(Ha)
1.174

Termasuk < 1.000

Fungsional
(Ha)

Potensial
(Ha)

Fungsional
(Ha)
6.279

Total Luas
Fungsional (Ha)

2.512

13.331

12.558

2.403

3.901

25.056

9.753

19.506

1.552

2.351

1.964

5.877

11.753

1.747

947

4.454

2.368

4.736

Sikka

8.792

3.115

1.171

2.538

781

3.139

1.952

3.904

Flores Timur

5.360

3.133

714

1.027

476

1.200

1.190

2.380

Lembata

3.232

2.007

431

150

287

1.075

718

1.435

Sumba Timur

22.563

13.752

3.006

2.811

2.004

6.000

5.010

10.020

Sumba Barat

14.208

7.328

1.893

2.682

1.262

4.198

3.155

6.310

10

Alor

12.296

6.156

1.638

599

1.092

5.541

2.730

5.461

11

Kupang

18.344

11.253

2.444

1.075

1.629

6.016

4.073

8.146

12

Rote Ndao

8.310

5.750

1.107

1.007

738

1.553

1.845

3.690

13

Timor Tengah Selatan

18.148

9.073

2.418

1.080

1.612

7.995

4.030

8.059

14

Timor Tengah Utara

19.303

14.722

2.572

2.001

1.714

2.580

4.286

8.572

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

II - 21

No.

15

Propinsi/ Kabupaten/ Kota

Termasuk > 3.000

Total Luas
Potensial
(Ha)

Potensial
(Ha)

Termasuk 1.000 - < 1.000

Fungsional
(Ha)

Potensial
(Ha)

Termasuk < 1.000

Fungsional
(Ha)

Potensial
(Ha)

Fungsional
(Ha)

Total Luas
Fungsional (Ha)

Belu

44.213

32.415

5.890

1.798

3.927

10.000

9.817

19.635

Total

284.103

166.357

37.850

23.644

25.234

94.102

63.084

126.168

Sumber : Hasil Olahan Bappeda NTT

Tabel II.17
POPULASI PETERNAKAN Di WILAYAH PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR
TAHUN 2002
No

Kabupaten

Sapi

Kerbau

Kuda

Babi

Kambing

Domba

Ayam Buras

Ayam Ras

Itik

1.

Sumba Barat

6.085

30.460

16.008

51.701

9.159

583.202

2.309

2.

Sumba Timur

38.800

31.245

26.195

31.910

33.810

878

478.607

2.213

3.

Kab. Kupang

142.510

17.613

16.461

121.333

96.502

48.781

2.023.404

79.297

19.455

4.

Timor Tengah Selatan

111.176

529

4.826

194.801

30.661

724.695

8.808

5.

Timor Tengah Utara

54.848

656

2.164

55.982

14.226

34

129.434

8.113

6.

Belu

89.085

2.337

3.543

88.228

10.623

23

717.046

18.217

7.

Alor

1.196

135

58.695

22.202

344.603

10.414

8.

Lembata

1.328

1.435

42.688

26.944

452

175.963

16.173

9.

Flores Timur

1.470

30

2.347

111.381

48.080

2.073

464.105

9.792

10.

Sikka

4.533

461

3.025

86.463

31.640

197

459.403

40.356

11.

Ende

6.271

2.339

2.419

59.943

17.935

47

2.400.864

51.526

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

II - 22

No

Kabupaten

12.

Ngada

13.
14.

Sapi

Kerbau

Kuda

Babi

Kambing

Domba

Ayam Buras

Ayam Ras

Itik

32.238

11.087

7.691

127.874

38.045

3.061

564.278

15.590

Manggarai

9.838

35.701

6.857

123.296

37.418

91

570.323

7.326

Kota Kupang

3.176

34

51

16.178

3.590

33

452.500

Jumlah

503.154

132.497

93.157

1.170.473

420.835

55.631

9.635.927

531.797

210.292

Sumber : NTT Dalam Angka 2002

Tabel II.18
Luas Areal, Produksi Dan Produktivitas Komoditi Perkebunan di Propinsi Nusa Tenggara Timur
Tahun 2004
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

Komoditi
Kelapa
Jambu Mete
Kopi
Kakao
Kemiri
Kapuk
Cengkeh
Pinang
Vanili
Lada
Jarak
Pala
Tembakau
Sirih
Lontar
NTT

TBM
54.192,00
83.097,76
27.328,26
17.073,17
46.426,08
6.420,65
6.053,95
4.265,38
1.180,12
177,84
130,90
298,06
8,00
614,12
2.665,00
259.931,28

Luas Areal (Ha)


TM
TT/TR
96.685,44
8.499,77
47.272,35
13.725,07
33.566,71
3.362,78
16.271,84
600,99
30.044,97
3.453,30
9.419,52
1.727,44
4.788,92
1.159,15
20.612,52
3.767,40
256,57
225,00
147,40
1.457,15
243,38
472,84
1.230,09
807,55
5.497,50
830,60
268.968,18
41.159,05

JUMLAH
159.377,21
144.096,17
67.257,74
33.946,00
79.924,35
17.567,61
12.002,02
38.545,29
2.661,69
325,24
1.588,05
541,44
480,84
2.651,76
8.993,10
570.058,51

Produksi
(Ton)
53.529,60
19.367,17
15.990,86
9.383,09
14.713,97
2.745,02
1.079,77
7.132,99
513,07
104,67
249,97
60,13
77,93
451,76
2.632,00
128.031,99

Sumber : Dinas Perkebunan Prop. NTT, 2004

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

II - 23

Produktivitas
(Kg/Ha)
553,65
409,68
476,39
576,65
489,73
291,42
225,47
346,05
408,31
710,12
171,55
247,07
164,81
367,26
478,76
476,01

B. Perkebunan
Tanaman perkebunan merupakan komoditi strategi dalam pembangunan
perekonomian Nusa Tenggara Timur, karena merupakan salah satu penyumbang terbesar
terhadap total ekspor. Seperti telah disinggung di atas bahwa peranan subsektor
perkebunan ini terhitung masih begitu kecil peranannya terhadap PDRB Nusa Tenggara
Timur. Walaupun begitu kecil produksi dari sektor ini dapat menunjang pendapatan,
terutama dalam rangka memenuhi bahan baku sektor industri. Data selengkapnya
mengenai tanaman perkebunan dapat dilihat pada Tabel II.18.
Berdasarkan Tabel II.17 dapat dilihat daerah-daerah yang merupakan penghasil utama
perkebunan. Penentuan daerah penghasil utama didasarkan pada jumlah produksi dan
luas areal perkebunan, yaitu :
- Kelapa
: Kabupaten Sikka, Flotim dan Ende
- Kopi
: Kabupaten Manggarai, Kabupaten Ngada
- Kapok,Pinang : Kabupaten Sumba Barat
- Cengkeh
: Berdasarkan luas panen terbesar adalah Kabupaten Manggarai, tetapi
berdasarkan produksinya adalah Kabupaten Sikka.
- Coklat, lada
: Kabupaten Sikka
- Kapas
: Kabupaten Ende
- Vanili
: Kabupaten Manggarai, Kabupaten Alor
- Tembakau
: Kabupaten Sumba Barat
Seperti telah diuraikan di atas bahwa tanaman perkebunan telah dimanfaatkan untuk
ekspor ke luar negeri, terutama dalam bentuk diolah. Berdasarkan jalur pemasaran yang
telah dirintis, disamping untuk kebutuhan masyarakat atau perdagangan dalam wilayah,
beberapa komoditas telah menjadi komoditas ekspor seperti Kopi, Kakao, Jambu Mente,
biji Kapas dan Cassiavera.
C. Kehutanan
Propinsi Nusa Tenggara Timur mempunyai areal kawasan hutan seluas 1.808.981,21
Ha yang terdiri dari hutan lindung 713.216,97 Ha, hutan produksi tetap 428.357,98 Ha,
hutan produksi terbatas 197.249,73 Ha, hutan yang dapat dikonversi 101.827,03 Ha.
Berdasarkan penyebaran hutannya, terlihat bahwa Pulau Flores merupakan terbanyak
terdapat hutan produksi. roduksi kayu cendana di Propinsi Nusa Tenggara Timur selama
tahun 2002 sebesar 261,26 ton yang berasal dari 5 kabupaten yaitu : Sumba Barat 50,02
ton, Sumba Timur 30,09 ton, Timor Tengah Selatan 72,58 ton, Timor Tengah Utara 17,10
ton, dan terbesar di Belu 91,48 ton. Produksi kayu jenis lainnya yang paling menonjol
adalah Kayu Jati. Selama tahun 2002 produksinya mencapai sekitar 3,10 ribu meter kubik.
D. Peternakan
Sebagai salah satu gudang ternak di Indonesia, peranan subsektor peternakan di
propinsi ini adalah kedua terbesar setelah tanaman pangan. Populasi ternak besar di
wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur pada tahun 2002 tercatat untuk Sapi sebanyak
503.154 ekor, Kerbau 132.497 ekor dan Kuda 93.157 ekor. Untuk populasi Sapi sebagian
besar berada di Kabupaten Kupang dan Kabupaten Timor Tengah Selatan, sementara
untuk Kerbau dan Kuda sebagian besar berada di Kabupaten Sumba Barat, Sumba Timur,
Kupang, Ngada dan Manggarai. Populasi ternak kecil yang menonjol di wilayah Propinsi
Nusa Tenggara Timur adalah babi yakni tercatat sekitar 1,17 juta ekor pada tahun 2002,
disusul kambing 420,8 ribu ekor, dan terendah domba dengan populasi 55,6 ribu ekor.
Untuk kelompok unggas, populasi ayam kampung tahun 2002 tercatat sekitar 9,64 juta
ekor yang sebagian besar berada di Kabupaten Kupang dan Ende.
Ternak sapi merupakan salah satu komoditas andalan dari sub sektor peternakan karena
telah menjadi komoditas perdagangan antar pulau dengan peluang pasar cukup prospektif.
Dalam upaya meningkatkan peluang usaha peternakan terdapat peluang padang
pengembalaan yang kualitas padangnya perlu ditingkatkan dalam upaya percepatan
populasi ternak sapi dan ternak kecil sebagaimana Tabel II.19.

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

II - 24

Tabel II.19.
Luas Padang Pengembalaan di Kabupaten se-NTT
Kabupaten
Luas Padang (Ha)

No
1

Kupang

Timor Tengah Selatan

208.705
68.550

Timor Tengah Utara

Belu

104.822
87.580

Alor

48.708

Rote Ndao

Kota Kupang

WP I Timor

518.365

Lembata

Flores Timur

48.708
130.616

10

Sikka

58.904

11

Ende

70.518

12

Ngada

134.280

13

Manggarai

278.762

14

Manggarai Barat
WP II Flores-Lembata

721.788

15

Sumba Barat

269.389

16

Sumba Timur

478.967

WP III Sumba

748.356

NTT

1.988.509

Sumber: Dinas Peternakan Propinsi NTT Tahun 2004

E. Perikanan
Produksi perikanan di daerah ini meliputi perikanan darat dan perikanan laut. Untuk
perikanan darat di usahakan di perairan umum, perikanan budidaya tambak, kolam dan
sawah. Perkembangan produksi perikanan menunjukkan arah yang menggembirakan,
yaitu cenderung meningkat dari tahun ke tahun, terutama untuk perikanan darat.
Peningkatan produksi perikanan darat ini sebagai akibat berkembangnya luas areal kolam
di desa-desa dan kegiatan penebaran benih di perairan umum.
Produksi perikanan laut sebagian besar masih dihasilkan oleh nelayan kecil (armada
perikanan rakyat) yang pada umumnya beroperasi di daerah pantai, sedangkan
penangkapan ikan di daerah lepas pantai dan Zona Ekonomi Eksklusif belum diusahakan.
Biasanya usaha tersebut dilakukan oleh perusahaan perikanan skala menengah atau besar.
Tingkat perkembangan usaha perikanan baik usaha penangkapan maupun budidaya masih
rendah dan lamban disebabkan keterbatasan modal/sarana produksi, ketrampilan
nelayan/petani ikan yang masih rendah, penyediaan prasarana pasca panen yang masih
rendah dan terjaminnya pemasaran hasil perikanan. Disamping hal tersebut, tingkat
pemanfaatan sumber daya perikanan di propinsi ini masih tergolong rendah dibandingkan
dengan potensi yang dimilikinya. Produksi perikanan pada tahun 2001 sebesar 85.329 ton.
83.991 ton diantaranya atau sekitar 98,43% merupakan hasil perikanan laut dan
selebihnya sekitar 1,57% merupakan hasil dari perikanan darat. Untuk lebih jelas lihat
pada Tabel II.20.
Dilihat dari daerahnya, hampir seluruh kabupaten yang ada menghasilkan perikanan laut.
Kabupaten-kabupaten yang paling banyak memproduksi ikan (perikanan laut) adalah
Kabupaten Kupang (19,6%), Sikka (18,8%), Flores Timur dan Ende. Yang terkecil produksi
perikanan lautnya adalah Kabupaten Timor Tengah Selatan. Sementara itu, kabupatenkabupaten yang tidak memproduksi perikanan darat adalah Kabupaten Sikka dan Ende.
Untuk lebih jelas produksi perikanan di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur dapat dilihat
pada Tabel II.21.

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

II - 25

Tabel II.20
Produksi Perikanan Tiap Kabupaten di Nusa Tenggara Timur Tahun 2001 (Ton)
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Kabupaten
Sumba Barat
Sumba Timur
Kab. Kupang
Timor Tengah Selatan
Timor Tengah Utara
Belu
Alor
Lembata
Flores Timur
Sikka
Ende
Ngada
Manggarai
Kota Kupang
Jumlah

Perikanan Laut
1.868,8
4.459,5
16.867,8
37,0
369,7
2.131,0
6.930,2
5.428,2
7.680,2
7.892,6
7.345,1
4.296,9
5.630,8
13.052,8
83.990,6

Perikanan Darat
Perairan Umum
43,4
212,4
14,5
5,6
25,5
28,3
426,5

Tambak

Kolam
1,0
1,2
96,0
32,0
44,5
2,4
350,2
93,2
620,5

Jumlah

Sawah
32,2
25,0
104,7
5,4
6,2
1,4
1,1
24,5
57,7
258,2

7,2
1,1
6,8
1,1
4,2
12,5
32,9

Sumber : NTT Dalam Angka 2002

Tabel II.21
Rata-Rata Produksi Perikanan, Potensi Lestari Dan Tingkat Pemanfaatan
Di Nusa Tenggara Timur
Wilayah Usaha Perikanan
I. Perikanan Laut
- Ikan laut
- Nener
- Rumput laut
- Kerang mutiara
II. Perikanan Darat
- Kolam
- Sawah
- Tambak
- Perairan umum

Rata-rata Produksi/tahun (ton)

Potensi Lestari /thn (ton)

Tingkat Pemanfaatan (%)

50146.9
88270000
493.38
20000

240000
680 juta ekor
50000
1 juta ekor

20.89
12.98
0.99
20

68.3
15.2
396.8
158.6

297
85
18000 ha
9450

23
17.8
2.2
1.7

Sumber : Dinas Perikanan Propinsi NTT

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

II - 26

1.952,6
4.699,2
17.172,1
51,5
407,1
2.181,7
6.934,0
5.428,2
7.680,2
7.892,6
7.352,9
4.701,3
5.882,5
13.052,8
85.328,7

Disamping untuk memenuhi kebutuhan penduduk sendiri, komoditi perikanan merupakan


salah satu komoditas ekspor. Yang termasuk komoditas ekspor pada tahun 2003 adalah
ikan Tuna dan Cakalang, Mutiara, Rumput Laut, Lobster, Udang Windu matang, sirip ikan
Hiu, minyak hati ikan Hiu. Besarnya volume ekspor dan nilainya dapat dilihat pada Tabel

II.22.

Tabel II.22
Jumlah Volume Dan Nilai Ekspor Perikanan
Komoditi
01. Ikan Tuna dan Cakalang
02. Lobster
03. Sirip Ikan Hiu
04. Mutiara
05. Rumput laut
06. Udang Windu Matang
07. Minyak Hati Ikan Hiu

Volume (ton)

Nilai (US $)

761.008
0.595
0.227
0.01943
240
0.821
48.96

471.393,2
539.908
7.390.188
419.838
164.700
10.017
376.567

Sumber : Dinas Perikanan Propinsi NTT

2.6.2

Sektor Pertambangan
Peranan sektor pertambangan di dalam struktur ekonomi wilayah Propinsi Nusa
Tenggara Timur terlihat masih kecil. Berdasarkan data PDRB 1999 2002 tercatat peranan
sektor ini di dalam pembentukan nilai PDRB masih di bawah 1% atau rata-rata peranan
tiap tahunnya 0,5%. Jika dilihat dari potensi geologisnya, sebenarnya di propinsi ini banyak
mengandung bahan-bahan mineral yang terdiri dari bahan galian seperti: logam mulia,
logam dasar besi dan bahan galian industri seperti batu kapur, tanah liat, gypsum, pasir,
silica, belerang, barit sesuai dengan jumlah dan kadarnya masing-masing. Tetapi dari
sumber daya pertambangan yang ada hanya beberapa mineral yang telah dieksploitasi.
Beberapa jenis bahan tambang yang telah dilaksanakan penambangannya adalah batu
kapur, tanah liat, logam mulia, mangan, barit, marmer, bahan galian C dan fosfat. Luas
penggunaan lahan pertambangan untuk masing-masing lokasi dan hasil tambang adalah
sebagai berikut :
Penambangan pasir, batu dan kerikil luas arealnya mencapai 48 Ha;
Penambangan batu kapur dan tanah liat seluas 17 Ha masing-masing di Kabupaten
Kupang seluas 15 ha dan di Kabupaten Timor Tengah Selatan seluas 2 Ha;
Penambangan marmer di Kabupaten Belu, Kecamatan Malaka Timur Desa Sanleo
seluas 25 Ha;
Penambangan bahan galian phospat di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Kecamatan
Amanuban Selatan 137 Ha.
Sistem penambangan yang dilakukan untuk bahan galian seperti pasir, batu, kerikil, batu
kapur dan tanah liat adalah sistem terbuka, sedangkan untuk bahan penambangan batu
kapur dan tanah liat, khususnya oleh PT. Semen Kupang dilakukan secara terbuka dan
menggunakan alat berat.
Ada tiga macam kegiatan penambangan yang dilakukan yaitu kegiatan kontrak karya
penambangan, kuasa penambangan dan penambangan oleh rakyat. Penambangan oleh
rakyat biasanya terbatas pada bahan galian C, yang lokasinya tersebar dengan jumlah
kecil.
Lokasi penambangan mangan terletak di daerah Reo dan Cibal Kabupaten Manggarai.
Perusahaan yang mengeksploitasi adalah PT. Aneka Tambang dengan hasil yang diekspor
ke Jepang sebagai teknik Grade. Pada akhir tahun 1986 suatu kontrak Kerja antara
Pemerintah Republik Indonesia dengan perusahaan patungan PT. Nusa Lontar Mining telah
ditandatangani untuk eksplorasi emas epithermal di Kabupaten Manggarai, Ngada, Ende,
Sikka, Flores, Timor dan Alor. Kemudian pada tahun 1987 menyusul suatu kontrak kerja
serupa dengan PT. Flores Indah Mining di lokasi sebelah utara Pulau Rinca Kabupaten
Manggarai.
Sebenarnya sektor pertambangan di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur akan dapat
berkembang sebagai sektor penting, apabila hasilnya sudah dapat berperan dalam
meningkatkan derajat kesejahteraan, ditinjau dari tingkat pendapatan masyarakat daerah
ini. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel II.23 dan Tabel II.24.

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

II - 27

Tabel II.23
Jenis Mineral Dan Penyebarannya di Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2004
Jumlah Potensi (Ton)
No

Jenis Mineral

Kabupaten

Terukur

Cadangan
terindikasi

Cadangan
Hip. Awal

Cadangan Terekam

Keterangan

Pasir Besi (Fe)

Sumba Barat: Mamboro

464.860,0

Belum diekploitasi

Mangan (Mn)

Manggarai: Reo, Lambaleda

350.000,0

dieksploitasi 27.000 ton

Emas (AU)

Manggarai, Ngada, Ende,


Skka, Flotim

544.698,0

Sudah dieksplorasi

Flourspor (Fs)

Sumba Barat: Laratama

112.560,0

Belum dieksploitasi

barait (Ba)

Flores Timur: P. Lomblen

200.000-1.000.000

Belum dieksloitasi

Belerang (S)

Sikka: Gunung Egon

21.000,0

Belum dieksloitasi

Posfat (Po)

Kupang, Sikka, manggarai

4.400.000.000,0

Belum dieksloitasi

Zeolit (Z)

100.000.000,0

Belum dieksloitasi

Batu permata (Gs)

Ende: Nangapanda,
Sumba Timur, Sumba Barat
Kupang, Timor Tengah Selatan (TTS),
Timor Tengah Utara (TTU), Ngada,
Sumba Timur

252.000.000,0

Eksploitasi telah dirintis


masyarakat setemapt 300 ton

10

Pasir Kwarsa (Ps)

Ende, Alor

1.000.000,0

Belum dieksloitasi

11

Pasir (Ps)

16 Kabupaten/Kota

52.000.000,0
(39.000 Ha)

Terekploitasi

12

Gipsum (Ch)

13
14

Batu Marmer (Mr)


Batu Gamping

Ende, Alor, TTU, Flotim,


Kupang, Belu
Kupang, Belu, Ngada
Kupang, TTS, TTU, Belu, Alor,
Flotim, Sikka, Ngada,
Manggarai, Sumba Timur,
Sumba Barat
Sumba Barat, Alor, Ende
Alor, Ende, Sumba Barat
Alor, Ende, Sumba Barat
16 kabupaten/Kota

360.000,0
(30 Ha)
16.000.000,0

67.000.000,0

68.000.000,0

52.000.000,0

6.000.000.000,0
1.000.000.000,0
732.800.000,0
(39.000 Ha)
7.500.000,0
65.000.000 (180 Ha)
80.000.000,0
(1.755 Ha)

100.000.000,0
-

6.000.000.000,0
3.222.500.000
(baru)
4.700.000,0
-

7.555.000.000,0

15
16
17
18

Granitis (Gr)
Andesit (An)
Balsitis
Pasir Batu (Pa)

19
20
21

Batu apung (Pu)


Tanah Diatomea (Td)
Lempung/Clay (Td)

Ngada, Sikka, Kupang, TTU


16 kabupaten/Kota
Kupang, TTS, TTU, Belu,
Sumba Timur, Ende, Ngada

Belum dieksloitasi
Belum dieksloitasi
Belum dieksloitasi
Tereklpoitasi 1.200 Ha
Belum dieksloitasi
Belum dieksloitasi
Tereklpoitasi 243Ha

Sumber : Dinas Pertambangan Propinsi NTT tahun 2004

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

Belum dieksloitasi

II - 28

2.6.3

2.7

Sektor Pariwisata
Bagi wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur, pariwisata dapat berlangsung di
mana-mana. Variasi alamiah dan kebudayaannya merupakan daya tarik yang berbeda satu
dengan yang lain. Namun demikian di tempat-tempat tertentu dijumpai daya tarik khusus,
yaitu obyek-obyek yang memiliki ciri khas yang unik dan merupakan pusat daya tarik
karena alasan-alasan tertentu. Pusat-pusat daya tarik ini memiliki skala yang berbeda-beda
tergantung kepada tingkat keunikan dan juga jumlah serta jenis obyek-obyek wisata lain
yang terletak dalam jangkauan jarak yang berdekatan, sehingga saling menunjang dalam
menciptakan daya tarik bersama, membentuk suatu kawasan wisata atau Satuan
Pengembangan Pariwisata (SPP). Kawasan-kawasan wisata atau Satuan Pengembangan
Pariwisata tersebut memiliki ciri khasnya masing-masing, yang sesuai dengan daya tarik
yang terdapat di lokasi tersebut. Sektor pariwisata di wilayah Propinsi Nusa Tenggara
Timur merupakan salah satu penghasil devisa non-migas yang potensial. Memiliki peluang
yang sangat besar untuk dikembangkan lebih lanjut menjadi salah satu tulang punggung
pengembangan perekonomian wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur, karena ditunjang
oleh sumber daya manusia (human resources), sumber alam (natural resources),
sumber daya buatan yang beraneka ragam dan faktor keindahan lainnya. Bila sektor non
migas ini berkembang dengan baik, akan merangsang dan mendorong pertumbuhan
pembangunan setiap Kabupaten/ Kota, pelestarian dan pemanfaatan potensi sumber daya
alam dengan manusia dan kebudayaan serta meningkatkan devisa/pendapatan daerah.
Disamping itu sektor ini mampu menumbuhkan sektor-sektor lainnya, seperti industri
kerajinan rakyat, perluasan kesempatan kerja, agrowisata, pelayanan jasa perhubungan,
perdagangan, pengembangan budaya dan sebagainya. Wilayah Propinsi Nusa Tenggara
Timur masuk dalam Wilayah Tujuan Wisata (WTW) D, dengan keunggulan produk wisata
sebagai berikut :
1. Wisata Alam;
2. Wisata Sejarah/Budaya;
3. Wisata Minat Khusus;
4. Wisata bahari.
Untuk lebih jelas keunggulan produk wisata daerah tujuan wisata Propinsi Nusa Tenggara
Timur dapat dilihat pada Tabel II.25.
Pembiayaan Pembangunan
Pertumbuhan Nusa Tenggara Timur juga memiliki kinerja yang mulai membaik pada
tahun 2003. Dari sisi keuangan daerah, tahun anggaran 2000 tampaknya merupakan tahun
yang berat. Hal ini tercermin dari kecilnya penerimaan baik pada daerah Propinsi maupun
Kabupaten/ Kota. Akan tetapi pada tahun berikutnya kondisi keuangan daerah-daerah
tersebut sudah membaik, bahkan total penerimaannya melonjak tajam. Total penerimaan
Propinsi pada tahun anggaran 2000 baru mencapai 183,3 milyar dan meningkat menjadi
354,4 milyar pada tahun anggaran 2001. Kecilnya penerimaaan pada tahun anggaran 2000
disebabkan pada tahun anggaran tersebut hanya berlangsung dalam tiga triwulan sehingga
pada tahun anggaran 2001 total penerimaan Propinsi melonjak hampir dua kali lipat.
Sedangkan total penerimaan pada tahun 2002 sudah mencapai 506,4 milyar. Komponen
terbesar penerimaan daerah pada tahun anggaran 2000 adalah dari subsidi dan bantuan
yang mencapai 140,1 milyar rupiah (76,47 %). Sementara Pendapatan Asli Daerah (PAD)
dari hasil bagi pajak dan bukan pajak masing-masing hanya sebesar 20,1 milyar rupiah
(10,95 %) dan 12,6 milyar rupiah (6,88 %). Struktur penerimaan tersebut relatif tidak
berubah dalam dua tahun anggaran berikutnya. Kondisi ini mempertegas kenyataan bahwa
Nusa Tenggara Timur masih memiliki ketergantungan keuangan yang sangat besar terhadap
subsidi dan bantuan dari Pemerintah Pusat. Untuk meningkatkan peran daerah yang
utamanya melalui peningkatan PAD agaknya masih diperlukan kerja lebih keras lagi.
Peningkatan penerimaan Propinsi tersebut ternyata sejalan dengan meningkatnya
total pengeluaran. Pada tahun anggaran 2003 total pengeluaran Propinsi sebesar 318,4
milyar rupiah, meningkat dari hanya 214,3 milyar rupiah pada tahun anggara 2002. Proporsi
pengeluaran pembangunan pada keuangan Propinsi untuk tahun 2003 lebih kecil, yaitu
hanya 131,1 milyar rupiah (41,17 %), sementara untuk pengeluaran rutin mencapai 187,3
milyar rupiah (58,83 %). Walaupun pengeluaran meningkat tajam, tetapi nilai nominalnya
masih lebih kecil dibandingkan dengan total penerimaan. Sehingga keuangan Propinsi pada

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

II - 29

tahun Anggaran 2000 masih surplus sebesar 24,7 milyar rupiah. Surplus ini terus meningkat
dalam dua tahun anggaran berikutnya, yaitu tahun 2001 sebesar 140,3 milyar rupiah, dan
tahun 2002 sebesar 188,0 milyar rupiah. Perkembangan total pengeluaran dan penerimaan
Kabupaten/ Kota secara umum hampir sama dengan Propinsi. Walaupun masing-masing
besaran mengalami kenaikan, tetapi pada tahun anggaran 2000 masih menikmati surplus.
Namun demikian jika diperhatikan komposisi pengeluarannya, tampak bahwa struktur
pengeluaran Kabupaten/ Kota pada tahun anggaran 2000 sangat berbeda dengan Propinsi.
Pada tahun anggaran tersebut proporsi pengeluaran Kabupaten/ Kota didominasi oleh
pengeluaran rutin. Pengeluaran rutin di Kabupaten/ Kota pada umumnya pada tahun
anggaran 2000 mencapai 479,3 milyar rupiah (63,18 %). Akan tetapi pada tahun 2001 dan
2002 komposisi tersebut nampaknya rutin lebih tinggi dibandingkan pengeluaran
pembangunan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel II.26.

Tabel II. 25 .....,

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

II - 30

Tabel II.25
Keunggulan Produk Wisata Propinsi Nusa Tenggara Timur
NO

ODTW UTAMA

JENIS PERMINTAAN PRODUK WISATA

LOKASI

Wisata alam

TN. Komodo
TN. Kelimutu
Taman Riung A Pulau

P.Komodo
Ende
Riung

Wisata Sejarah/Budaya

Desa Tradisional Honi


Desa Tradisional Bena
Megalitik Anakalang
Desa Tradisional Praiyawang

Wisata Minat Khusus

Wisata Bahari

PENANGANAN

INTENSITAS KEGIATAN
Tinggi
Tinggi
Sedang

PASAR WISATA

Ende
Ngada
Waikabubak
Waingapu

Pelestarian
Pelestarian
Pengembangan dan
Perencanaan
Pengembangan
Pelestarian
Pengembangan
Pelestarian

Sedang
Sedang
Tinggi
Sedang

L.R.N
L.K
L.K.I
L.R.I.N

Teluk Kupang

Kupang

Pengembangan

Sedang

L.R.I.N

Taman laut Lamaleta

P.Umbata

Sedang

L.R.N

Taman Laut Mali


Pantai Pede
Pantai Lasiana
Pantai Kala

P. Alor
Labuan Bajo
Kupang
Waingapu

Pengembangan dan
perencanaan
Pengembangan
Pengembangan
Pengembangan
Pengembangan

Sedang
Sedang
Sedang
Sedang

L.R.N
L.R.N.I
L.R
L.R

Sumber: Laporan Akhir Peta Pembangunan Pariwisata Tahun 1999-2000.

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

II - 31

L.R.I.N
L.R.I.N
L.R.N.

Tabel II-26
Realisasi Penerimaan dan Pengeluaran Daerah NTT 2000 2003

(Juta Rupiah)
Rincian

2000

2001

2002

DAERAH OTONOM TINGKAT I


Total Penerimaan

183,272.30

354,382.20

506,367.60

- Sisa Lebih Anggaran Tahun Lalu

10,461.90

24,306.40

140,334.70

- Bagian Pendapatan Asli Daerah

20,063.40

43,027.10

81,658,6

- Bagian Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak

12,605.60

17,126.60

20.29

140,142.30

269,922.10

264,084.30

Total Pengeluaran
- Rutin

158,605.90
61,558.20

214,274.60
157,293.60

318,404.10
187,328.90

- Pembangunan

97,047.70

56,981.00

131,075.20

24,666.40

140,107.60

187,963.50

DAERAH OTONOM TINGKAT II


Total Penerimaan

801,096.60

2,226,838.00

2,580,248.90

Total Pengeluaran

758,616.10

1,990,756.80

2,326,644.60

- Rutin

479,281.00

1,321,686.50

1,592,629.70

- Pembangunan

274,433.00

669,070.30

734,014.90

42,480.50

236,081.20

253,604.30

- Bagian Subsidi dan Bantuan

Surplus/Defisit*

Surplus/Defisit*

Sumber : BPS NTT

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

II - 32

BAB. III

KEBIJAKAN RENCANA STRUKTUR DAN POLA TATA RUANG WILAYAH


PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR
3.1. Kebijakan Tata Ruang Wilayah Nasional
Kebijaksanaan dan strategi pengembangan struktur dan pola pemanfaatan ruang
wilayah Nasional mencakup : Kebijakan dan Strategi Pengembangan Kawasan Lindung;
Kebijakan dan Strategi Pengembangan Kawasan Budidaya; dan Kebijakan dan Strategi
Pengembangan Kawasan Tertentu.
3.1.1. Kawasan Lindung
Kebijaksanaan Nasional dalam Pengembangan Kawasan Lindung meliputi
kebijaksanaan untuk memelihara dan mewujudkan kelestarian fungsi lingkungan hidup
serta mencegah timbulnya kerusakan lingkungan hidup. Sedangkan strategi untuk
memelihara dan mewujudkan kelestarian fungsi lingkungan hidup diselenggarakan
dengan :
a. Menetapkan kawasan lindung di darat dan di lautan;
b. Mempertahankan luas kawasan berfungsi lindung dalam satu bentangan wilayah
pulau dan pesisir minimum 30% dari luas wilayah pulau, serta sesuai kondisi
ekosistem wilayah yang bersangkutan;
c. Memelihara dan mewujudkan kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah
timbulnya kerusakan lingkungan hidup, melalui perlindungan kawasan kawasan di
darat, laut dan udara secara serasi dan selaras;
d. Mengembalikan fungsi kawasan lindung yang sudah terlanjur dikembangkan dan telah
terganggu fungsinya untuk tetap memelihara kesinambungan alam;
e. Kawasan lindung meliputi : kawasan yang memberikan perlindungan terhadap
kawasan bawahannya; kawasan perlindungan setempat; kawasan suaka alam;
kawasan pelestarian alam; kawasan cagar budaya; kawasan rawan bencana; kawasan
cagar alam geologi; kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah dan
kawasan lindung lainnya, yang selanjutnya dijelaskan sebagai berukut :
Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya, meliputi :
Kawasan Hutan Lindung, Kawasan Bergambut dan Kawasan Resapan air;
Kawasan Perlindungan Setempat, meliputi : Sempadan Mata Air; Sempadan
Pantai, Sempadan Sungai, Kawasan sekitar Danau atau Waduk, Embung dan
Bendung; dan Kawasan Terbuka Hijau Kota termasuk di dalamnya Hutan Kota;
Kawasan Suaka Alam, meliputi : Cagar Alam, Suaka Margasatwa;
Kawasan Pelestarian Alam, meliputi : Taman Nasional; Taman Hutan Raya; Taman
Wisata Alam;
Kawasan Cagar Budaya tidak terbagi lagi dalam kawasan yang lebih kecil.
f. Kawasan Rawan Bencana, meliputi : Kawasan Rawan Bencana Alam Banjir yang tidak
terbagi lagi dalam kawasan yang lebih kecil dan Kawasan Rawan Bencana Geologi,
yang mencakup : Kawasan Rawan Gerakan Tanah, Bencana Gunung Api, Gempa
Bumi, Patahan, Tsunami, Abrasi, Lahar dan Bahaya Gas Beracun;
g. Kawasan Cagar Alam Geologi, mencakup : Kawasan Keunikan Batuan dan Fosil,
Kawasan Keunikan Bentang Alam, dan Kawasan Keunikan Proses Geologi;
h. Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah mencakup : Kawasan
resapan (imbuhan) air tanah dan mata air serta sempadan mata air;
i. Kawasan Lindung Lainnya, meliputi : Taman Buru, Cagar Biosfir, Kawasan
Perlindungan Plasma Nutfah, Kawasan Pengungsian Satwa, Kawasan Pantai Berhutan
Bakau, dan Kawasan perlintasan bagi jenis biota laut yang dilindungi.
3.1.2. Kawasan Budidaya
Kebijaksanaan pengembangan dan pengelolaan kawasan budidaya diselenggarakan
untuk mewujudkan keterpaduan dan keterkaitan antar kegiatan. Strategi pengembangan
dan pengelolaan kawasan budidaya diselenggarakan dengan : (a) Menetapkan kawasan

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

III - 1

budidaya untuk pemanfaatan sumberdaya alam di darat maupun dilaut secara sinergis
untuk mewujudkan keseimbangan pemanfaatan ruang wilayah; (b) Mengembangkan
kegiatan kegiatan budidaya beserta prasarana penunjangnya baik di darat maupun di
laut secara sinergis; (c) Mengembangkan dan mempertahankan kawasan budidaya
pertanian pangan Nasional; (d) Mengembangkan kegiatan untuk ketahanan budidaya
pengelolaan sumberdaya alam laut yang bernilai ekonomi di ZEE dan landas kontinen;
dan (e) Mengendalikan masalah perkotaan.
a. Kawasan yang diperuntukan sebagai kawasan hutan produksi, yaitu kawasan hutan
yang mempunyai fungsi pokok memproduksi berbagai hasil hutan;
b. Kawasan yang diperuntukan sebagai kawasan hutan rakyat, yaitu kawasan hutan yang
tidak terbagi lagi menjadi kawasan yang lebih kecil;
c. Kawasan yang diperuntukan sebagai pertanian, meliputi :
kawasan budidaya tanaman pangan;
kawasan budidaya holtikultura;
kawasan budidaya perkebunan;
kawasan budidaya peternakan.
d. Kawasan yang diperuntukan sebagai kawasan perikanan meliputi wilayah pesisir dan
laut, yang disediakan untuk memenuhi kebutuhan perikanan;
e. Kawasan yang diperuntukan sebagai kawasan pertambangan meliputi peruntukan
ruang dengan potensi pengembangan bahan-bahan galian yang dibagi atas tiga
golongan, yaitu golongan bahan galian strategis, bahan galian vital, atau golongan
bahan galian yang tidak termasuk dalam kedua golongan diatas;
f. Kawasan yang diperuntukan sebagai kawasan industri merupakan kawasan yang
dikembangkan bagi berbagai kegiatan industri;
g. Kawasan yang diperuntukan sebagai kawasan pariwisata merupakan kawasan dengan
luas tertentu yang dibangun atau disediakan untuk memenuhi kebutuhan pariwisata;
h. Kawasan yang diperuntukan sebagai kawasan permukiman meliputi kawasan yang
didominasi oleh lingkungan hunian dengan fungsi utama sebagai tempat tinggal;
i. Dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih efisien maka ditetapkan
kawasan andalan, yaitu kawasan yang mengupayakan pengembangan sektor-sektor
unggulan secara terpadu, untuk keselarasan pengembangan antar wilayah dan antar
sektor.
3.1.3. Kawasan Tertentu
Kebijaksanaan pengembangan kawasan tertentu diselenggarakan untuk mewujudkan
prioritas dan tingkat penanganan yang diutamakan dalam pembangunan Nasional. Strategi
pengembangan kawasan tertentu diselenggarakan dengan :
a. Menetapkan kawasan tertentu;
b. Konservasi/perlindungan dan pengembangan potensi sosial budaya masyarakat dalam
memperkuat keanekaragaman jati diri bangsa;
c. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi Nasional dan atau peningkatan manfaat ruang di
wilayah
sekaligus mempercepat pertumbuhan kawasan tertinggal dan sangat
tertinggal meliputi upaya-upaya : Pengembangan pusat-pusat pertumbuhan berbasis
potensi sumberdaya alam dan sector/komoditas unggulan sebagai penggerak utama
pengembangan wilayah, Penyediaan insentif dan penyederhanaan prosedur perijinan
investasi, Pengelolaan dan promosi peluang investasi kawasan, dan Penyediaan
dukungan infrastruktur;
d. Pendayagunaan sumberdaya alam dan teknologi tinggi strategis;
e. Melestarikan fungsi dan meningkatkan daya dukung lingkungan melalui upaya-upaya
konservasi/perlindungan dan peningkatan fungsi dan peranannya;
f. Menunjang kepentingan politik dan pertahanan keamanan negara serta integrasi
Nasional.
Pola pemanfaatan ruang menggambarkan pula sebaran kawasan tertentu. Kawasan
tertentu meliputi kawasan tertentu dari sudut kepentingan :
sosial budaya bangsa;
pertumbuhan ekonomi nasional;

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

III - 2

pendayagunaan sumberdaya alam dan teknologi tinggi strategis;


politik dan pertahanan negara serta integritas nasional;
fungsi dan daya dukung lingkungan hidup.

3.1.4. Percepatan Pembangunan Daerah


Dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi di wilayah Propinsi Nusa
Tenggara Timur, percepatan pertumbuhan kawasan tertinggal serta perkuatan struktur
wilayah dilaksanakan melalui : Pengembangan sistem pusat permukiman, Pengembangan
sistem jaringan transportasi wilayah, Pengembangan tenaga listrik, Pengembangan sistem
jaringan telekomunikasi, dan Pengembangan sistem prasarana sumberdaya air.
a. Pusat Kegiatan Permukiman
Pengembangan sistem pusat permukiman meliputi pengembangan pusat permukiman
perkotaan dan pusat permukiman perdesaan. Pusat permukiman perkotaan terdiri
atas Pusat Kegiatan Nasional (PKN), Pusat Kegiatan Wilayah (PKW), dan Pusat
Kegiatan Lokal (PKL).
1. Pusat Kegiatan Nasional (PKN) adalah kawasan perkotaan yang memenuhi salah
satu atau semua kriteria, meliputi :
berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama kegiatan ekspor-impor atau
pintu gerbang ke kawasan internasional;
berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa-jasa
berskala nasional atau yang melayani beberapa propinsi;
berpotensi atau berfungsi sebagai simpul utama transportasi skala nasional
atau yang melayani beberapa propinsi;
berpotensi atau berfungsi sebagai pusat utama pelayanan lintas batas antar
Negara di kawasan perbatasan;
2. Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) adalah kawasan perkotaan yang memenuhi salah
satu atau semua kriteria, meliputi :
berpotensi atau berfungsi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa-jasa yang
melayani beberapa kabupaten;
berpotensi atau berfungsi sebagai simpul transportasi yang melayani
beberapa kabupaten;
berpotensi atau berfungsi sebagai simpul kedua kegiatan ekspor-impor
mendukung PKN.
3. Pusat Kegiatan Lokal (PKL) adalah kawasan perkotaan yang memenuhi salah
satu atau semua kriteria, meliputi :
berpotensi atau berfungsi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa-jasa yan
melayani satu kabupaten atau beberapa kecamatan;
berpotensi atau berfungsi sebagai simpul transportasi yang melayani satu
kabupaten atau beberapa kecamatan.
b. Sistem Transportasi
Pengembangan sistem jaringan transportasi mencakup sistem jaringan transportasi
darat, sistem jaringan transportasi laut, dan sistem jaringan transportasi udara.
Sistem Jaringan Transportasi Darat mencakup jaringan jalan, jaringan transportasi
jalan serta jaringan transportasi penyeberangan. Sistem Jaringan Transportasi Laut
mencakup pelabuhan laut dan alur pelayaran, sedangkan Sistem Jaringan
Transportasi Udara mencakup jaringan rute penerbangan yang membentuk suatu
sistem angkutan udara.
Jaringan jalan terdiri dari jaringan arteri primer dan jaringan kolektor primer. Jaringan
jalan arteri primer dikembangkan secara menerus dan berhirarki berdasarkan
kesatuan sistem orientasi geografisnya untuk menghubungkan antar PKN, antara PKN
di wilayah perbatasan dengan pusat kegiatan di Negara tetangga, dan antara PKN
dengan PKW. Jaringan kolektor primer dikembangkan untuk menghubungkan antar
PKW dan antara PKW dengan PKL.
Jaringan transportasi penyeberangan meliputi jaringan lintas penyeberangan yang
dikembangkan untuk menghubungkan jaringan jalan yang terpisah oleh laut dan

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

III - 3

tatanan kepelabuhanan nasional, yang mencakup pelabuhan penyeberangan dan


lintas penyeberangan.
Sistem jaringan transportasi laut mencakup tatanan kepelabuhanan nasional dan
jaringan pelayaran angkutan laut.
Sistem jaringan transportasi udara meliputi tatanan bandar udara dan ruang lalu
lintas udara.
c. Jaringan Listrik
Pengembangan penyediaan tenaga listrik berupa penelitian dan pengembangan
sumber-sumber energi listrik yang ada dan energi alternatif, pusat pembangkit listrik,
sistem jaringan transmisi dan distribusi, jaringan terinterkoneksi dan jaringan
terisolasi inter dan antar wilayah propinsi dan atau kabupaten. Sasaran pengelolaan
sistem jaringan transmisi tenaga listrik diselenggarakan untuk :
meningkatkan pelayanan pengembangan penyediaan tenaga listrik nasional dalam
pengembangan wilayah propinsi;
meningkatkan
pelayanan
jaringan
terinterkoneksi
kelistrikan
dalam
pengembangan wilayah propinsi;
meningkatkan pelayanan penyediaan tenaga listrik dalam wilayah terisolasi dalam
pengembangan wilayah propinsi.
d. Jaringan Telekomunikasi
Pengembangan sistem jaringan telekomunikasi meliputi pengembangan stasiun bumi
dan pengembangan jaringan transmisi. Pengembangan stasiun bumi dilaksanakan
untuk memberikan pelayanan jasa telekomunikasi di seluruh wilayah sedangkan
pengembangan jaringan transmisi dilaksanakan untuk melayani jasa telekomunikasi
di seluruh wilayah. Kriteria dan prioritas pengembangan jaringan telekomunikasi
ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang telekomunikasi sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pola pengelolaan sistem jaringan
telekomunikasi bertujuan untuk penyediaan informasi yang handal dan cepat
diseluruh wilayah dalam perwujudan struktur ruang wilayah propinsi. Sasaran
pengelolaan sistem jaringan telekomunikasi diselenggarakan untuk :
meningkatkan penyediaan dan akses informasi dari dan ke seluruh pelosok
wilayah dan akses ke wilayah nasional;
meningkatkan penyediaan dan akses informasi dari dan ke luar negeri.
e. Sumberdaya Air
Pengembangan sistem prasarana sumberdaya air berupa penetapan wilayah sungai
yang berperan mendukung pengembangan kawasan budidaya dan sistem pusat
permukiman, perlindungan dikawasan tangkapan air dan daerah aliran sungai kritis.
Pola pengelolaan sistem prasarana sumberdaya air bertujuan untuk penyediaan air
baku yang berkelanjutan di seluruh wilayah untuk mendukung pengembangan
wilayah dan kota dalam kerangka perwujudan struktur ruang wilayah Propinsi.
Sasaran pengelolaan sistem prasarana sumberdaya air diselenggarakan untuk :
meningkatkan kualitas wilayah sungai bagi penyedian air baku bagi kawasan
pengembangan;
meningkatkan kualitas sistem prasarana sumberdaya air.
3.2. Pokok-Pokok Permasalahan Wilayah Nusa Tenggara Timur
3.2.1. Permasalahan Struktur Tata Ruang Dalam Lingkup Eksternal
Propinsi Nusa Tenggara Timur dalam kerangka Tata Ruang Nasional merupakan salah
satu Propinsi dalam wilayah Regional Nusa Tenggara dengan karakteristik spesifik yaitu
Propinsi Kepulauan. Sebagai wilayah kepulauan maka secara geografis dan sosial ekonomi
memiliki berbagai aspek kelemahan yang lebih menonjol dari wilayah lainnya yang berada
dalam satu wilayah daratan.
Berdasarkan aspek geografis dan sosial ekonomi
teridentifikasi permasalahan yang dihadapi oleh Propinsi Nusa Tenggara Timur adalah
sebagai berikut :
a. Secara ekonomi sebagian besar wilayah memiliki akses yang sangat terbatas terkait
dengan adanya konsentrasi pusat-pusat kegiatan ekonomi di kota-kota Pulau Jawa dan
Wilayah Indonesia Bagian Barat lainnya;

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

III - 4

b. Masalah kurang berkembangnya atau masih rendahnya intensitas perhubungan,


karena masih terbatasnya prasarana dan sarana transportasi dalam skala regional dan
Nasional, khususnya untuk perhubungan laut. Dimana sebagian besar wilayah Propinsi
Nusa Tenggara Timur merupakan kepulauan atau terdiri dari pulau-pulau yang satu
sama lain terpisahkan oleh laut;
c. Masalah perbatasan merupakan permasalahan yang serius, karena hal ini menyangkut
permasalahan perekonomian (adanya usaha kerja sama eksplorasi minyak dengan
Australia), serta permasalahan stabilitas Nasional maupun regional. Untuk mendukung
tercapainya tujuan tersebut, perlu didukung oleh prasarana dan sarana penunjang
yang memadai;
d. Masalah rata-rata pendapatan yang relatif masih rendah. Sumbangan PDRB Propinsi
Nusa Tenggara Timur relatif kecil terhadap pembentukan PDRB Nasional, demikian
juga tingkat pertumbuhannya masih dibawah rata-rata Nasional.
3.2.2 Permasalahan Internal
Disamping permasalahan eksternal maka wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur
menghadapi permasalahan internal yang tidak kalah serius bila dibandingkan dengan
permasalahan eksternal.
Kriteria atau dasar penilaian permasalahan ini lebih menitikberatkan pada permasalahan
perekonomian dengan anggapan bahwa perkembangan perekonomian yang baik perlu
didukung oleh sarana dan prasarana pendukung yang baik pula. Berdasarkan anggapan
atau kriteria tersebut di atas, maka penilaian permasalahan pada skala internal, dengan
melihat hasil analisis adalah :
a. Masalah ketimpangan antar Kabupaten dimana dalam perkembangannya tidak sama,
baik mengenai kondisi sosial dan ekonominya, maupun infrastruktur yang ada;
b. Sistem transportasi darat masih kurang berfungsi secara optimal. Hal ini dikarenakan
masih kurangnya prasarana dan sarana perhubungan darat antar Propinsi, maupun
antar Kabupaten dengan pusat-pusat produksi di belakangnya (hinterland). Bila
dikaitkan dengan struktur tata ruang yang ada, maka keterkaitan antar kota
Kabupaten, maupun antar kota Kabupaten dengan kota-kota kecil di daerah
hinterlandnya masih rendah karena masih terbatasnya sarana dan prasarana
perhubungan darat;
c.
Kondisi geografis yang dimiliki oleh wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur, yang
sebagian besar memiliki tingkat kelerengan yang curam dan topografi yang bervariasi,
membutuhkan biaya pembangunan yang tinggi, khususnya pembangunan prasarana
perhubungan darat sebagai urat nadi dalam mendukung pengembangan kegiatan
produksi di kantung-kantung produksi yang letaknya sebagian besar masih terisolir;
d. Belum dioptimalkannya sarana dan prasarana pelabuhan laut dalam mendukung
pembangunan ekonomi, dimana pelabuhan tersebut merupakan salah satu pintu
gerbang bagi keluar masuknya barang;
e. Kualitas Sumber Daya Manusia yang sebagian besar masih relatif rendah,
menyebabkan permasalahan dalam mendukung kegiatan produksi;
f.
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, terlihat masih banyak overlap (tumpang
tindih) penggunaan lahan dari berbagai kepentingan yang berbeda, khususnya
tumpang tindih pemanfaatan kawasan budi daya yang dipergunakan antar
kepentingan yang berbeda;
g. Masalah iklim/cuaca, dimana curah hujan relatif rendah, sehingga cadangan sumber
air di Propinsi Nusa Tenggara Timur relatif rendah, sehingga pada gilirannya akan
menghambat seluruh kegiatan yang ada baik pertanian maupun non pertanian;
h. Diperkirakan dengan semakin berkembangnya kegiatan ekonomi non pertanian akan
membutuhkan air dalam kapasitas yang relatif besar. Sementara itu cadangan air
permukaan yang ada diperkirakan relatif kecil;
i.
Adanya daerah perbatasan dengan daerah encalave distrik Ambenu Negara Timor
Leste yang secara sosial ekonomi orientasinya lebih dekat pada Propinsi Nusa
Tenggara Timur, tetapi secara administratif wilayah tersebut masuk wilayah Negara
Timor Leste;

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

III - 5

j.
k.
3.3

Keadaan sumber daya ekonomi, khususnya lahan pertanian pada umumnya dengan
skala relatif kecil sehingga secara ekonomis pengembangannya kurang
menguntungkan;
Cara hidup penduduk yang pada umumnya masih belum mendukung kelestarian alam
menyebabkan makin banyak lahan kritis.

Tujuan Pengembangan Tata Ruang


Bertitik tolak dari tujuan utama penyusunan RTRW Propinsi, yaitu sebagai upaya untuk
memadukan berbagai kepentingan, khususnya sektoral dan kepentingan di daerah agar
tidak terjadi benturan-benturan pengelolaan dalam upaya pemanfaatan ruang yang terbatas
sifatnya, maka dalam merumuskan tujuan pengembangan tata ruang dari RTRW Propinsi
Nusa Tenggara Timur haruslah mengacu pada tujuan, strategi dan sasaran yang akan
dicapai seperti yang telah dijabarkan pada Pola Dasar Pembangunan Daerah Propinsi Nusa
Tenggara Timur.
Berpangkal dari Pola Dasar sebagai acuan, maka tujuan pengembangan tata ruang harus
melihat sasaran yang akan dicapai oleh Propinsi Nusa Tenggara Timur baik dalam jangka
menengah maupun jangka panjang. Dalam jangka panjang Propinsi Nusa Tenggara Timur
mempunyai target dan sasaran pembangunan bidang ekonomi untuk menciptakan keadaan
perkonomian daerah yang seimbang antara kegiatan pertanian, industri dan kegiatan jasa.
Dengan melihat tujuan dan sasaran pada Pola Dasar serta permasalahan yang dihadapi baik
permasalahan internal maupun eksternal, maka langkah yang ditempuh dalam
pengembangan tata ruang adalah :
1. Pemerataan pertumbuhan ekonomi di semua Kabupaten/Kota dengan tahap awal
meningkatkan peran sektor/subsektor unggul (leading sector) dalam mendukung
pembangunan ekonomi. Diharapkan pengembangan sektor unggulan ini akan membawa
multiplier effect pada kegiatan ikutannya.
2. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi Propinsi Nusa Tenggara Timur untuk mengurangi
kesenjangan dengan Propinsi lain. Hal ini disebabkan tingkat pertumbuhan ekonomi di
Propinsi Nusa Tenggara Timur relatif lebih kecil bila dibandingkan dengan rata-rata
pertumbuhan ekonomi tingkat nasional. Sehingga prioritas peningkatan pertumbuhan
ekonomi sangat dibutuhkan untuk mengejar keterbelakangan perkembangan bila
dibandingkan dengan Propinsi lain.
Guna mendukung tujuan dan sasaran tersebut di atas, maka langkah-langkah yang di
tempuh adalah mengembangkan kebijakan atau tujuan baik secara internal maupun
eksternal. Tujuan secara eksternal dikembangkan dan dikaitkan dengan permasalahan
eksternal yang dihadapi oleh Propinsi Nusa Tenggara Timur. Berangkat dari kondisi ini maka
tujuan yang harus dicapai dalam lingkup eksternal meliputi :
1. Membuka wilayah yang masih terisolasi terhadap hubungan dengan Propinsi lain sekitar,
khususnya dalam pengembangan bidang ekonomi. Bila dilihat keadaan geografis wilayah
Nusa Tenggara Timur, maka kebijakan awal dalam membuka keterisolasian Propinsi NTT
adalah dengan jalan membuka dan meningkatkan peran dari pelabuhan-pelabuhan laut.
Hal ini berangkat dari kondisi yang ada saat sekarang, dimana potensi yang layak dalam
mendukung pengembangan perekonomian di Propinsi NTT melalui peningkatan peran
perhubungan laut, sebagai modal utama dalam mendukung
pergerakan. Dasar
pertimbangan untuk lebih meningkatkan peran perhubungan laut di wilayah ini adalah
pertimbangan keuntungan ekonomi. Hal ini disebabkan perhubungan darat hanya
menghubungkan daerah-daerah dalam lingkup internal itupun dalam skala yang masih
terbatas. Sedangkan transportasi udara membutuhkan dana yang relatif besar untuk
pengembangannya dan kapasitas yang diangkut relatif sedikit;
2. Meningkatkan pengawasan terhadap daerah perbatasan, hal ini berkaitan dengan
kepentingan pertahanan dan keamanan. Sedangkan dibidang pertahanan dan keamanan
perlunya perhatian yang serius akan keamanan regional maupun nasional;
3. Meningkatkan peran perhubungan laut dengan lebih meningkatkan fungsi dan peran dari
tiap-tiap pelabuhan dalam mendukung peningkatan pengiriman barang-barang hasil
produksi Propinsi NTT. Peningkatan peran perhubungan laut berkaitan erat dengan

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

III - 6

karakteristik geografisnya yang terdiri dari pulau-pulau dan sebagian besar wilayahnya
berupa lautan.
Untuk tujuan dalam skala internal Propinsi Nusa Tenggara Timur, bertitik tolak dari
permasalahan yang dihadapi maka tujuan yang akan dikembangkan meliputi :
1. Pemantapan kawasan yang berfungsi lindung, guna menjaga dan melestarikan
keseimbangan lingkungan;
2. Adanya penetapan yang tegas dalam pemanfaatan lahan budidaya dan lindung,
sehingga nantinya tidak terdapat tumpang tindih pemanfaatan dan penggunaan lahan
baik antara penggunaan untuk budidaya dan lindung maupun tumpang tindih antara
yang berbeda kepentingan;
3. Meningkatkan keseimbangan pemanfaatan lahan untuk kegiatan budidaya dan kawasan
lindung, agar tercapai suatu keseimbangan lingkungan yang akan menghindari
kerusakan ekosistem serta tercapainya upaya pembangunan berkelanjutan;
4. Mengoptimalkan pemanfaatan potensi dan sumber daya wilayah dengan memperhatikan
prinsip pembangunan yang berkelanjutan;
5. Mewujudkan sistem kota-kota dengan hirarki yang lebih teratur. Hal ini berkaitan dengan
sistem pelayanan yang akan diemban oleh masing-masing kota. Dimana nantinya
diharapkan adanya tingkatan pelayanan, dari tingkat terendah hingga tingkat tertinggi;
6. Meningkatkan peran transportasi baik darat maupun laut. Sebagai daerah kepulauan
maka transportasi utama adalah darat dan laut. Transportasi darat untuk
menghubungkan aktivitas dalam satu pulau, sedangkan transportasi laut untuk
memudahkan hubungan antar pulau;
7. Menciptakan sistem jaringan transportasi intra wilayah maupun antar wilayah yang
mampu menjamin kelancaran hubungan antar Propinsi, antar pulau dan antar kota.
Antara kota dengan wilayah belakangnya maupun antar wilayah pembangunan sehingga
membentuk kesatuan wilayah yang mampu mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya
dan peluang-peluang yang ada;
8. Lebih meningkatkan dan mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan, dengan sasaran
utama menggembangkan kegiatan yang diperkirakan potensial dan dianggap sebagai
sektor unggul, sebagai prioritas utama untuk dikembangkan;
9. Setelah mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan tahap selanjutnya mengembangkan
pusat-pusat kegiatan ekonomi sebagai langkah untuk menciptakan pemerataan
pertumbuhan ekonomi;
10. Mengembangkan dan memanfaatkan seoptimal mungkin kawasan-kawasan prioritas
yang ada untuk memacu perkembangan wilayah Nusa Tenggara Timur secara
keseluruhan.
3.4

3.4.1

Pendekatan Konseptual Pengembangan Tata Ruang Propinsi NTT


Dalam usaha mencapai tujuan-tujuan pengembangan tata ruang di atas, maka dalam
penyusunan RTRWP ini diperlukan dasar-dasar pendekatan yang secara konseptual dapat
dijabarkan baik dalam skala eksternal (antar wilayah) maupun secara internal (intra wilayah
atau dalam wilayah Propinsi NTT). Pendekatan konseptual ini merupakan titik tolak dalam
penentuan strategi-strategi yang digunakan dalam mencapai tujuan-tujuan pengembangan
tata ruang di Propinsi Nusa Tenggara Timur.
Konsepsi Pengembangan Tata Ruang Propinsi Nusa Tenggara Timur Dalam
Konteks Eksternal.
Dasar pengembangan ini dikaitkan dengan peran serta kedudukan Propinsi Nusa
Tenggara Timur baik dalam lingkup regional (Kawasan Timur Indonesia), maupun dalam
lingkup Nasional, serta perkiraan adanya pusat kegiatan perekonomian di Wilayah Pasifik
(Pasifik Basin) dimasa mendatang.
Berdasarkan gambaran diatas, maka konsep pengembangan tata ruang Propinsi Nusa
Tenggara Timur dalam lingkup eksternal, akan melihat potensi baik secara fisik (letak
geografis), maupun secara ekonomis, yang meliputi :
1. Hubungan antara Propinsi Nusa Tenggara Timur dengan wilayah lainnya banyak
dilakukan melewati hubungan laut;

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

III - 7

2. Pelabuhan laut di Nusa Tenggara Timur akan mempunyai peran yang sangat penting
dalam mendukung pergerakan barang dan orang dari dan ke-Propinsi NTT. Hal ini
diperkuat dengan usaha-usaha pengembangan dan melengkapi prasarana dan sarana
penunjang pelabuhan-pelabuhan di Propinsi Nusa Tenggara Timur;
3. Secara spatial hubungan antar kota baik dalam skala regional (KTI), maupun dalam
skala nasional banyak dilakukan melewati laut;
4. Dengan adanya perkiraan pergeseran kegiatan ekonomi dunia menuju Pasifik (Pasifik
Basin), Propinsi NTT mempunyai keuntungan komparatif, karena jarak relatif dekat,
sehingga dengan mudahnya berhubungan dengan negara lain yang berada di sekitar
Samudera Pasifik, khususnya hubungan dalam bidang ekonomi.
Berdasarkan atas pertimbangan-pertimbangan di atas, maka konsesi pengembangan tata
ruang makro akan diarahkan pada membuka kendala keterisolasian wilayah dengan
mengembangkan kota-kota pelabuhan di masing-masing pulau agar memiliki kesempatan
yang sama untuk berinteraksi dengan wilayah lainnya di bagian Indonesia Barat yang
relatif lebih maju. Hal ini disebabkan karena masing-masing pulau memiliki interaksi dan
orientasi keluar dengan daerah yang berbeda. Sehingga diharapkan dengan makin
terbukanya masing-masing pulau-pulau tersebut akan makin memudahkan perjalan
perkembangan dari wilayah-wilayah di Indonesia Bagian Barat yang relatif maju serta
mendorong untuk memacu perkembangan wilayah Nusa Tenggara Timur secara
keseluruhan.
3.4.2

Konsepsi Pengembangan Tata Ruang Propinsi Nusa Tenggara Timur Dalam


Konteks Internal.
Dalam usaha menyusun suatu konsep pengembangan secara internal di wilayah
Propinsi Nusa Tenggara Timur, maka tahap awal perlu mengetahui potensi yang dimiliki,
permasalahan yang dihadapi, tujuan dan sasaran yang ingin dicapai dalam jangka panjang
seperti yang tercantum dalam Pola Dasar Daerah Nusa Tenggara Timur.
Dilihat dari potensinya maka Propinsi Nusa Tenggara Timur potensial untuk dikembangkan
sektor pertanian (padigogo), pariwisata, budidaya mutiara, minyak (tunai gap). Dalam
pembudidayaannya haruslah memperhatikan keseimbangan lingkungan, yaitu perlu
mempertimbangkan kelestarian lindung dengan acuan Keppres No. 32 Tahun 1990.
Dengan melihat kebijaksanaan sektoral serta hasil analisis yang telah dilakukan maka
konsep pengembangan struktur tata ruang perlu, memperhatikan faktor-faktor :
Kendala fisik alam dalam upaya pengembangan lahan budidaya (produksi/fisik binaan);
Hirarki kota yang disesuaikan skala pelayanan dalam lingkup wilayah;
Pola distribusi kota;
Tingkat aksesibilitas kota baik untuk hubungan antar kota maupun dengan
hiterlandnya;
Fungsi dan peran kota perlu ditingkatkan dalam mendukung kegiatan perekonomian;
Pengembangan kegiatan ekonomi di daerah hiterland yang merupakan kantongkantong produksi.
Khususnya dalam pengembangan kota-kota dan hirarki kota perlu diperhatikan secara
saksama, sebab seperti yang telah dijabarkan di atas kota sebagai pusat pertumbuhan,
pusat kegiatan ekonomi (jasa dan perdagangan) sehingga pengembangan fungsi, peran
dan hirarki kota sekarang terkait dengan kegiatan-kegiatan dibelakangnya sehingga secara
ekonomi akan lebih menguntungkan dalam meningkatkan kegiatan perekonomian di
daerah belakang.
Sehingga pengembangan hirarki kota, fungsi kota dan tingkat aksesibilitas akan
memegang peran penting dalam peningkatan kegiatan dan skala produksi bagi
perekonomian di daerah belakangnya.
Dengan melihat faktor-faktor tersebut di atas maka pentingnya hirarki, fungsi kota serta
tingkat aksesibilitas antar kota maupun antar kota dengan wilayah belakangnya, maka
konsepsi pengembangan di masa datang (15 tahun mendatang), meliputi :
Memantapkan fungsi lindung pada kawasan yang secara fisik perlu dilestarikan atau
mempunyai limitasi untuk dikembangkan/dibudidayakan, baik berupa hutan lindung
maupun kawasan suaka alam;

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

III - 8

Memantapkan kawasan budidaya baik untuk kegiatan hutan produksi maupun kawasan
pertanian tanaman pangan, perikanan, peternakan dan perkebunan berdasarkan
kesesuaian lahan;
Pola pengembangan sistem hirarki kota guna meningkatkan struktur pelayanan atau
sebagai pusat pertumbuhan khususnya terhadap daerah belakangnya maupun sebagai
pusat permukiman;
Pengembangan transportasi darat khususnya diarahkan untuk lebih meningkatkan
hubungan antar Ibukota Kabupaten, maupun Ibukota Kabupaten dengan daerah
belakangnya baik melalui pengembangan jaringan jalan maupun transportasi
penyeberangan;
Pengembangan transportasi laut dilakukan dengan meningkatkan peran pelabuhanpelabuhan laut yang ada serta upaya pengadaan kapal baik tradisional maupun modern
guna mendukung pergerakan antar pulau khususnya pergerakan barang;
Peningkatan fungsi kota, khususnya kota-kota Kabupaten dalam mendukung kegiatan
perekonomian, serta guna memacu pertumbuhan ekonomi;
Konsep pengembangan wilayah di Propinsi Nusa Tenggara Timur dititik beratkan pada
kegiatan koleksi distribusi di setiap pulau (terutama pulau-pulau utama atau besar),
baik untuk kegiatan di dalam pulau, antar pulau (dalam Propinsi NTT), maupun
kegiatan antar pulau (regional), melalui pengembangan pusat-pusat kegiatan ekonomi
yang mendukung kegiatan koleksi distribusi tersebut.
Bila dilihat dari keadaan geografis serta pertimbangan ekonomi, maka titik berat
pengembangan kegiatan-kegiatan ekonomi di prioritaskan pada pengembangan
pelabuhan-pelabuhan laut. Usaha pengembangan pelabuhan laut tersebut disertai usaha
perbaikan jaringan transportasi ke daerah belakang (hiterland) yang menjadi wilayah
pelayanan yang dapat dijangkau dari masing-masing pelabuhan.
Upaya perbaikan jaringan transportasi tersebut dilakukan dengan jalan memperbaiki
ataupun membangun jalan dari pelabuhan laut ke pusat-pusat produksi yang menjadi
wilayah pelayanannya. Hal tersebut dimaksudkan untuk lebih merangsang dan
meningkatkan kegiatan-kegiatan produksi di daerah belakang, khususnya bagi daerahdaerah belakang yang sampai saat sekarang belum berproduksi secara optimal. Secara
ekonomi, setiap pelabuhan laut mempunyai wilayah pelayaran (jangkauan pelayaran)
terhadap daerah belakang (pusat-pusat produksi) pada rentang yang masih
menguntungkan. Sehingga akan terbentuk suatu sistem pelayaran dari setiap pelabuhan
ke daerah hiterland dengan jangkauan yang berbeda-beda tergantung dengan besarkecilnya pelabuhan dan tingkat kemudahan pergerakan/aksesibilitas dari pelabuhan laut ke
daerah belakang tersebut.
Pengembangan pelabuhan laut untuk lebih memacu kegiatan ekonomi yang berorientasi
ke eksport, maka diupayakan adanya spesialisasi kegiatan dari setiap pelabuhan laut, hal
ini tentunya sangat tergantung dari potensi yang dimiliki oleh masing-masing daerah
belakang yang menjadi pelayanan dari setiap pelabuhan. Dengan melihat keadaan
geografis dan topografis Propinsi Nusa Tenggara Timur, maka akan dikembangkan kotakota pelabuhan untuk kegiatan skala nasional, regional maupun local sebagai berikut :
a. Kota dengan Skala Kegiatan Nasional :
Kota Kupang sebagai Kota Propinsi;
Kota Maumere, Kabupaten Sikka;
Kota Labuhan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat;
Waingapu, Kabupaten Sumba Timur.
b. Kota dengan Skala Kegiatan Wilayah :
Kota Soe, Kabupaten Timor Tengah Selatan;
Kefamenanu, Kabupaten Timor Tengah Utara;
Baa, Kabupaten Rote Ndao;
Kalabahi, Kabupaten Alor;
Kota Ende, Kabupaten Ende;
Larantuka, Kabupaten Flores Timur;
Bajawa, Kabupaten Ngada;
Ruteng, Kabupaten Manggarai;

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

III - 9

Lewoleba, Kabupaten Lembata;


Waikabubak, Kabupaten Sumba Barat;
Waitabula, Kabaten Sumba Barat;
Reo, Kabupaten Manggarai;
Marapokot, Kabupaten Ngada;
Betun, Kabupaten Belu;
Aesesa/Mbay, Kabupaten Ngada.
c. Kota dengan Skala Kegiatan Lokal :
Kota-kota kecamatan yang ada di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur.
Kota-kota pelabuhan tersebut saat ini telah ada, dan ada yang akan dikembangkan lebih
lanjut disesuaikan dengan fungsi yang akan diemban. Sedangkan kota-kota pelabuhan
yang akan dikembangkan, Yaitu :
Ende (Kabupaten Ende);
Aimere (Kabupaten Ngada);
Atapupu (Kabupaten Belu);
Tenau (Kota Kupang);
Waingapu (Kabupaten Sumba Timur);
Waikelo (Kabupaten Sumba Barat);
Seba (Pulau Sabu);
Baa (Kabupaten Rote Ndao);
Wini (Kabupaten TTU).
Sementara itu kota-kota pelabuhan yang sampai saat ini belum berkembang (yaitu yang
berada disebelah Selatan Pulau Timor dan Sumba), dalam kurun jangka pendek belum
mendesak untuk dikembangkan. Hal ini dimungkinkan karena diperkirakan penggunaan
pelabuhan yang ada masih mampu menampung produksi daerah kantung-kantung
produksi yang ada di wilayah masing-masing pelabuhan tersebut, dan dimasa mendatang
bila secara ekonomi sudah tidak menguntungkan, maka perlunya membangun pelabuhan di
tempat tersebut. Penentuan fungsi yang diemban dari masing-masing kota, khususnya
kota-kota pelabuhan laut, sangat tergantung dari kegiatan produksi di wilayah pelayanan
dari masing-masing pelabuhan laut, sangat tergantung dari kegiatan produksi di wilayah
masing-masing pelabuhan laut. Penentuan fungsi ini dapat didekati dengan melihat
kawasan-kawasan prioritas yang menjadi wilayah pelayanan dari setiap pelabuhan laut
tersebut. Untuk penentuan hirarki kota, dapat diperkirakan dengan melihat prospek
perkembangannya setiap kota, dilihat dari aktivitas/kegiatan ekonomi yang diemban dari
setiap kota.
Berdasarkan hal tersebut di atas, dapat diperkirakan kota-kota pelabuhan akan lebih
berkembang bila dibandingkan dengan kota-kota bukan pelabuhan, hal ini berkaitan
dengan adanya kebijaksanaan pengembangan kegiatan ekonomi yang menitikberatkan
kegiatan eksport. Kebijaksanaan pengembangan kota-kota pelabuhan dilakukan dengan
melihat pulau-pulau utama (Pulau Timor, Pulau Flores dan Pulau Sumba) serta pulau-pulau
kecil dengan kriteria :

Di setiap pulau utama terdapat kota berorde/hirarki I atau Kota Pusat Kegiatan
Nasional guna lebih memacu pertumbuhan ekonomi;

Di setiap pulau kecil terdapat kota orde/hirarki III atau Pusat Kegiatan Lokal, agar
perkembangan ekonomi di pulau tersebut tidak jauh tertinggal dengan kegiatan
ekonomi di Pulau Utama.
Dengan melihat kriteria tersebut di atas, maka konsep pengembangan wilayah dengan titik
berat pada penekanan pelabuhan laut yang didukung oleh kegiatan di daerah belakangnya
sebagai langkah untuk meningkatkan kegiatan eksport, terbentuk perwilayahan
pembangunan meliputi 3 WP, yaitu :

WP I, meliputi Kota Kupang, Kabupaten Rote Ndao, Alor, Kupang, Kabupaten Timor
Tengah Selatan, Kabupaten Timor Tengah Utara dan Kabupaten Belu;

WP II, meliputi Kabupaten Lembata, Flores Timur, Sikka, Ende, Ngada, Manggarai dan
Manggarai Barat;

WP III, meliputi Kabupaten Sumba Barat dan Kabupaten Sumba Timur.

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

III - 10

3.5

Strategi Pengembangan Tata Ruang Propinsi NTT


Strategi yang dipakai dalam pengembangan tata ruang Propinsi Nusa Tenggara Timur,
berangkat dari tujuan yang akan dicapai dari penyusunan Review RTRWP, yaitu memadukan
kegiatan sektoral dan kegiatan daerah, agar terintegrasi, serasi dan tanpa menimbulkan
konflik spatial.
Berangkat dari tujuan yang harus dicapai maka strategi pengembangan tata ruang
menganut pada pendekatan Holistic Approach, yaitu suatu pendekatan yang menitik
beratkan pada keterkaitan antara berbagai sektor kegiatan (khususnya dalam bidang
ekonomi), dalam usaha memacu pertumbuhan ekonomi di Wilayah Propinsi Nusa Tenggara
Timur.
Untuk menghasilkan tujuan yang maksimal, maka langkah selanjutnya mengembangkan
kebijakan yang berorintasi pasar, bagi pemasaran barang-barang hasil produksi ke wilayah
lain, baik dalam skala regional, nasional maupun internasional. Dengan jalan melakukan
perdagangan yang lebih progreesive, dengan titik berat komoditi yang dipasarkan adalah
komoditi yang mempunyai keunggulan komparatif yang dimiliki oleh Propinsi Nusa Tenggara
Timur.
Berdasarkan strategi pengembangan tata ruang Propinsi Nusa Tenggara Timur tersebut di
atas, maka langkah pelaksanaan dapat dibagi menjadi dua, yaitu strategi pengembangan
eksternal (antar wilayah) dan strategi pengembangan secara internal (intra wilayah).
Strategi pengembangan eksternal lebih dititik beratkan pada aspek ekonomi bagi
meningkatkan pertumbuhan ekonomi Propinsi NTT dalam mengejar ketinggalannya terhadap
rata-rata pertumbuhan ekonomi di propinsi lain maupun terhadap pertumbuhan rata-rata
Nasional, yaitu dengan melihat keuntungan yang dimiliki oleh Propinsi NTT, baik keuntungan
alam maupun keuntungan letak geografisnya.
Sedangkan strategi pengembangan tata ruang secara internal mencakup strategi
pengembangan kota- kota, pemantapan kawasan lindung/budidaya berdasarkan Keppres 32
tahun 90, strategi pengembangan sistem transportasi (khususnya laut, darat dan udara)
serta strategi pengembangan kawasan prioritas.

3.5.1 Strategi Pengembangan Eksternal


Dalam strategi pengembangan secara eksternal titik tolak yang diambil berorientasi ke
pasar (market oriented). Yang harus didukung oleh kegiatan ekonomi yang menghasilkan
produk ekspor (baik ekspor antar wilayah maupun ekspor ke luar negeri). Hal ini di lakukan
berdasarkan kondisi ekonomi saat sekarang yang perkembangannya masih dibawah ratarata nasional. Sehingga salah satu cara untuk memacu kegiatan ekonomi, perlunya
peningkatan kegiatan ekonomi yang berorientasi ekspor dengan memanfaatkan potensi yang
dimiliki, dan yang mempunyai daya saing yang tinggi.
Guna mencapai keadaan tersebut, maka strategi pengembangan meliputi :
a. Peningkatan peran dari kota-kota yang mempunyai hubungan langsung dengan kotakota lain di propinsi lain khususnya yang berada di Pulau Jawa, Sulawesi Selatan dan
lain-lainnya, maupun dengan kota lain dari negara lain. Hal ini berangkat dari kenyataan
bahwa kota-kota yang mempunyai hubungan langsung akan berfungsi sebagai pusat
koleksi dan distribusi dalam skala regional. Kota-kota yang perlu dikembangkan adalah
kota-kota yang mempunyai fasilitas pelabuhan udara dan pelabuhan laut;
b. Peningkatan aksesibilitas perhubungan laut dan peningkatan peran serta aktivitas di
pelabuhan laut. Hal ini dilakukan untuk meningkat jumlah produksi yang dapat diangkut
serta untuk menekan biaya pengangkutan yang nantinya secara ekonomi dapat
menguntungkan. Kebijaksanaan pengangkutan barang tidak harus melalui pelabuhan
besar, kalau memungkinkan dari tiap pelabuhan yang telah dikembangkan dapat
langsung berhubungan dengan pelabuhan di wilayah lain dalam lingkup regional
maupun lingkup yang lebih luas. Dengan adanya kegiatan perekonomian yang bergeser
ke pasifik (pasifik basin) peran pelabuhan-pelabuhan laut nantinya akan sangat penting
artinya dalam mendukung perekonomian di NTT dalam hubungannya dengan negaranegara pasifik. Sehingga peningkatan pelabuhan-pelabuhan di pantai utara akan
mendukung kegiatan perekonomian di Nusa Tenggara Timur, serta upaya
pengembangan pelabuhan di pantai barat yang terkena dampak langsung dari

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

III - 11

c.

perkembangan pelabuhan di pantai utara, guna meningkatkan nilai tambah dari


kegiatan perekonomian.
Mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki oleh Nusa Tenggara Timur, terutama
yang memiliki daya saing dan peluang yang tinggi dipasaran Nasional maupun
Internasional, antara lain dengan upaya-upaya :
Pengembangan kawasan di sekitar laut Timor (Timor Gap) atau Celah Timor yang
saat sekarang diupayakan kerjasama eksplorasi minyak antara Indonesia-Australia
yang secara ekonomis akan menguntungkan, karena nantinya hasil produksi dapat
dipasarkan langsung ke negara konsumen seperti Jepang, Korea, yang jarak
tempuhnya relatif lebih dekat bila dibandingkan dengan minyak yang berasal dari
Timur Tengah sehingga dalam kompetisi harga nantinya diperkirakan akan mampu
bersaing dan dapat menyerap pasar yang lebih luas;
Secara Stabilitas, perlu lebih diperhatikan karena adanya kerjasama antara
Indonesia-Australia, yang secara historis terjadi kecurigaan Australia terhadap
Indonesia;
Pengembangan kawasan pariwisata yang banyak dimiliki Propinsi Nusa Tenggara
Timur dengan memanfaatkan jumlah wisatawan yang datang ke pulau Bali, maka
perlunya dibentuk suatu paket wisata dari Bali sampai NTT ataupun promosi
langsung terhadap wisatawan-wisatawan di negara asal wisatawan maupun promosi
domestik untuk menyerap wisatawan dalam negeri.

3.5.2 Strategi Pengembangan Secara Internal (Intra Wilayah)


Strategi ini lebih menitik beratkan pada upaya pemanfaatan lahan secara optimal
dengan penetapan batas bagi penggunaan sebagai kawasan lindung dan kawasan budidaya
secara jelas. Strategi pengembangan sistem kota-kota, pengembangan sistem prasarana
wilayah dan strategi pengembangan kawasan-kawasan prioritas sebagai berikut :
3.5.2.1 Strategi Pengembangan Kawasan Lindung
Upaya ini dilakukan untuk lebih mempertahankan, melestarikan dan menjaga antara
keseimbangan lingkungan dengan kelestarian alam dapat terjamin sesuai dengan Keppres
No. 32 tahun 1990, sehingga dapat sesuai dengan prinsip pembangunan yang
berkelanjutan. Strategi pengembangan kawasan lindung yang direkomendasikan untuk
Propinsi Nusa Tenggara Timur, yaitu :
a. Pemantapan kawasan lindung sesuai dengan fungsinya masing-masing, baik untuk
melindungi kawasan bawahannya, melindungi kawasan setempat, memberikan
perlindungan terhadap keanekaragaman flora-fauna dan ekosistemnya, serta
melindungi kawasan yang rawan terhadap bencana alam;
b. Penetapan kawasan lindung sesuai dengan fungsi yang telah di tetapkan. Setelah
mendapatkan kawasan lindung berdasarkan fungsi hasil super impose rencana tata
ruang daerah, maka kawasan tersebut ditetapkan sebagai kawasan yang tidak boleh
dilakukan kegiatan budidaya (produksi, pembangunan fisik);
c.
Pengendalian pemanfaatan ruang pada kawasan lindung agar sesuai fungsi yang
telah ditetapkan. Pada prinsipnya kegiatan budidaya yang terdapat dalam kawasan
lindung, dapat dilanjutkan sejauh hal ini tidak mengganggu fungsi lindung yang
ditetapkan bagi kawasan tersebut. Apabila kegiatan ini diangap dapat menganggu
fungsi lindung, maka perlu dilakukan pembatasan terhadap pengembangannya atau
dihentikan sama sekali. Strategi ini diambil mengingat pertimbangan kebutuhan
pembangunan dengan tetap mengupayakan kelestarian dan keseimbangan
lingkungan.
3.5.2.2

Strategi Pengembangan Kawasan Budidaya


Berdasarkan hasil super impose, setelah didapatkan kawasan lindung maka luas
lahan sisanya merupakan kawasan budidaya baik sebagai kawasan permukiman maupun
kegiatan produksi seperti pertanian. Dalam peningkatan peran kawasan budidaya untuk
mendukung perekonomian maka strategi pengembangannya, meliputi :

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

III - 12

a. Mengoptimalkan peran dari setiap pemanfaatan ruang bagi kegiatan budidaya, sesuai
dengan kemampuan daya dukung lingkungannya.
Secara umum pengembangan kawasan budidaya harus didasarkan pada kesesuaian
lahan. Pengembangan kawasan budidaya diarahkan untuk mengakomodasikan
kegiatan produksi, seperti perkebunan, pertanian tanaman pangan lahan kering, lahan
basah, perkebunan, perikanan, peternakan, kegiatan pertambangan, pariwisata serta
permukiman.
b. Pengendalian pemanfaatan ruang guna menghindari konflik antar berbagai
kepentingan karena hal ini sering terjadi, dan akan banyak menimbulkan
permasalahan, yang berdampak pada kurang optimalnya pemanfaatan lahan karena
terjadinya perebutan lahan dari berbagai pihak.
3.5.2.3

Strategi Pengembangan Kota-kota


Strategi pengembangan kota-kota diarahkan pada upaya penentuan hirarki dan
peningkatan fungsi serta pelayanannya dalam mendukung kegiatan perekonomian
khususnya dalam membantu perkembangan daerah belakang (hinterland).
Pengembangan kota-kota masih dititik beratkan pada fungsi dan peran yang telah
dihimbau pada saat sekarang dengan penambahan peningkatan skala/jaringan
pelayanan. Dengan mengacu pada sistem hirarki, dimana hirarki tertinggi (I) mempunyai
skala pelayanan secara nasional, melayani terhadap kota-kota yang hirarkinya
dibawahnya, dan secara regional mempunyai kaitan dengan kota lain lebih erat. Maka
strategi pengembangan kota-kota di Propinsi Nusa Tenggaara Timur, meliputi :
a. Menerapkan peranan kota Kupang sebagai ibu kota Propinsi dan pusat
pengembangan wilayah bagi Propinsi Nusa Tenggara Timur. Salah satu upaya yang
diusulkan untuk memantapkan peranan Kota Kupang adalah meningkatkan fasilitas
perkotaan yang memadai;
b. Lebih meningkatkan, pengembangan dan memantapkan peran kota-kota utama yang
ada di Nusa Tenggara Timur, dengan tujuan untuk mengurangi kesenjangan
perkembangan antar kota, terutama dalam melayani kota-kota yang hirarkinya lebih
rendah maupun dalam hubungannya dengan kota-kota lain. Pengembangan dan
pemantapan itu dimaksudkan agar pertumbuhan wilayah Nusa Tenggara Timur secara
keseluruhan dapat berjalan dengan efektif dan membawa dampak positif bagi
pengembangan wilayah secara keseluruhan. Dalam hal ini, diharapkan kota-kota
utama tersebut dapat berperan sebagai pusat-pusat sekaligus berperan sebagai
wilayah produksi kegiatan sekunder dan pusat koleksi dari kegiatan pemanfaatan
sumber daya alam yang berpotensi tinggi, disamping peranannya sebagai pusat
distribusi bagi wilayah sekitarnya;
c. Sejalan dengan tujuan, sasaran dan kebijaksanaan yang ingin dicapai khususnya
dalam bidang ekonomi, maka perlu meningkatkan peran kota-kota yang berhirarki di
bawah kota Kupang sebagai pusat-pusat pertumbuhan bagi daerah belakangnya
(hiterland), agar hasil produksi dari kantung-kantung produksi dapat dengan mudah
dipasarkan;
d. Untuk lebih melancarkan pemasaran hasil produksi dari hiterland maka perlunya
peningkatan hubungan antar kota dengan pola sistem hirarki, dimana hubungan
dilakukan dari hirarki terendah ke yang lebih tinggi tingkatnya pada jarak tempuh
yang dekat dengan hirarki tersebut. Hal ini dilakukan dengan menganggap hirarki
yang lebih tinggi mempunyai fasilitas pelayanan yang lebih lengkap dengan skala
jangkauan yang lebih besar;
e. Mengembangkan keterkaitan antar kota secara fungsional, melalui pengembangan
fungsi kota-kota. Keterkaitan fungsional akan terwujud dengan berkembangnya fungsi
kota-kota yang sesuai dengan hirarki pelayanannya. Dalam hal ini, kota-kota dengan
hirarki yang lebih rendah harus terkait secara fungsional dengan kota-kota hirarki
yang lebih tinggi;
f. Upaya pengembangan desa-desa yang ada dengan pendekatan Progresive Rural
Structure, yaitu dengan cara dibentuknya desa-desa terpadu sebagai pusat koleksi
distribusi bagi kegiatan perekonomian dalam skala terkecil. Pengembangan desa-desa

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

III - 13

terpadu ini memilih desa yang secara ekonomi telah berkembang dibandingkan desa
lain di sekitarnya (desa Swasembada), sehingga dapat melayani desa-desa sekitarnya
yang masih dalam status desa swakarya. Sistem koleksi distribusi dari desa terpadu
mempunyai hubungan yang sangat erat dengan pusat kegiatan yang berada di
ibukota kecamatan, dengan dukungan prasarana dan sarana perhubungan serta
komunikasi yang relatif baik.
3.5.2.4

Strategi Pengembangan Prasarana Wilayah


Strategi ini lebih dititikberatkan pada upaya membantu memperlancar arus barang
maupun pergerakan yang baik antar wilayah maupun intra wilayah. Strategi yang
ditempuh, meliputi :
a. Meningkatkan sistem prasarana transportasi darat guna lebih meningkatkan
aksesibilitas dari kantung-kantung produksi kepusat kota dengan pusat kegiatan
ekonomi;
b. Perkembangan perekonomian yang relatif rendah di Propinsi NTT tidak terlepas dari
terbatasnya sistem transportasi darat dan masih banyak pusat-pusat kegiatan
ekonomi yang belum mempunyai hubungan langsung dengan pusat kota. Seiring
dengan kebijaksanaan pengembangan ekonomi, maka peningkatan transportasi darat
dimaksudkan untuk lebih meratakan kegiatan dan pertumbuhan ekonomi sampai ke
kantung-kantung produksi dan diharapkan kesenjangan perkembangan dapat
dikurangi;
c. Pengembangan sistem prasarana transportasi laut dan udara untuk meningkatkan
aksesibilitas antar wilayah dan antar pulau. Pengembangan sistem prasarana
transportasi laut diarahkan pada pengembangan prasarana pelabuhan pada kota-kota
yang berada di wilayah produksi, untuk menunjang kegiatan produksi daerah
belakang kota-kota tersebut, serta pengembangan jalur pelayaran antar pulau dan
antara wilayah-wilayah produksi dengan pusat-pusat pemasaran di dalam maupun di
luar wilayah Nusa Tenggara Timur;
d. Mengembangkan sistem prasarana transportasi jalan raya yang terpadu dengan lintas
penyeberangan antar pulau, untuk meningkatkan aksesibilitas antar kota-kota
sebagai pusat pertumbuhan dengan wilayah belakangnya serta meningkatkan
interaksi antar pulau;
e. Mengembangkan sistem prasarana pengairan untuk menunjang pengembangan
kawasan pertanian lahan basah. Mengingat kondisi alamnya, di Nusa Tenggara Timur
perlu dipikirkan suatu sistem pengairan yang dapat mengatasi kendala kekurangan
air, terutama untuk kegiatan pertanian tanaman basah. Pengembangan sistem
prasarana pengairan ini perlu diarahkan pada wilayah-wilayah potensial untuk
pengembangan pertanian tanaman pangan lahan basah.

3.5.2.5

Strategi Pengembangan Kawasan Prioritas


Salah satu produk yang diharapkan dari penyusunan Review RTRW Propinsi Nusa
Tenggara Timur adalah penentuan kawasan-kawasan prioritas yang akan dikembangkan.
Strategi pengembangan untuk kawasan-kawasan tersebut adalah sebagai berikut :
a. Mengembangan wilayah-wilayah yang diprioritaskan untuk mengakomodasikan
perkembangan sektor-sektor strategis dengan melakukan studi yang lebih mendalam
mengenai kawasan tersebut serta upaya penyiapan penataan ruang. Pengembangan
kawasan-kawasan prioritas ini tidak terlepas dari permasalahan dan potensi yang ada
di wilayah tersebut, sehingga pemahaman secara lebih mendalam terhadap kawasan
prioritas perlu dilakukan. Untuk itu upaya penataan ruang secara khusus juga
diperlukan bagi kawasan-kawasan prioritas yang membutuhkannya dengan segera;
b. Menanggulangi dengan segera, kawasan-kawasan prioritas yang memiliki
permasalahan yang cukup mendesak untuk ditangani, seperti penanganan terhadap
kawasan kritis dan daerah terbelakang. Daerah-daerah kritis di Propinsi Nusa
Tenggara Timur yang perlu mendapatkan penanganan segera adalah kawasan yang
telah mengalami karusakan lingkungan sehingga perlu ditangani agar kerusakan
tersebut tidak semakin meluas dan tidak mengganggu kegiatan budidaya; serta
c. Memberi dukungan penataan ruang pada setiap kawasan prioritas.

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

III - 14

BAB. IV

ARAHAN PENGEMBANGAN RENCANA STRUKTUR DAN POLA


TATA RUANG WILAYAH PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR
4.1. ARAHAN SPASIAL PEMBANGUNAN
Arahan pengembangan struktur tata ruang wilayah Propinsi didasarkan pada konsepsi
struktur tata ruang. Secara garis besar materi rencana yang disajikan pada bab ini, yaitu arahan
pemantapan kawasan lindung, arahan pengembangan kawasan budidaya, pola pengembangan
sistem kota-kota, pola pengembangan prasarana wilayah, serta arahan pengembangan wilayah
prioritas. Untuk mendukung rencana-rencana tersebut, dirumuskan pula kebijakan penunjang
penataan ruang baik yang berupa kebijaksanaan yang bersifat spasial maupun non-spasial. Secara
keseluruhan rencana struktur tata ruang ini diharapkan dapat mewujudkan keterkaitan antar
kegiatan yang memanfaatkan ruang dalam kurun waktu 15 (Lima Belas) tahun.
4.1.1. Arahan Pemantapan Kawasan Lindung
4.1.1.1. Cakupan Kawasan Lindung
Secara spesifik hasil akhir dari penyusunan Review RTRWP salah satunya, yaitu
Pemantapan Kawasan Lindung. Pengertian pemantapan kawasan lindung, tidak menentukan
kawasan lindung, tetapi lebih bersifat memantapkan kawasan lindung yang telah ada dan
didasarkan pada klasifikasi dan kriteria yang lebih menyeluruh dipergunakan sesuai Peraturan
Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional Pasal 10,
kawasan ini terdiri atas tujuh sub kawasan utama, yaitu :
1. Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya, yaitu :
Kawasan hutan lindung;
Kawasan bergambut;
Kawasan resapan air;
2. Kawasan perlindungan setempat, yang terdiri dari :
Sempadan pantai;
Sempadan sungai;
Kawasan sekitar danau/waduk;
Kawasan sekitar mata air;
Kawasan terbuka hijau kota termasuk didalamnya hutan kota.
3. Kawasan suaka alam, terdiri dari :
Cagar alam;
Suaka margasatwa.
4. Kawasan Pelestarian Alam, terdiri dari :
Taman Nasional;
Taman Hutan Raya;
Taman Wisata Alam.
5. Kawasan cagar budaya tidak terbagi lagi dalam kawasan yang lebih kecil;
6. Kawasan rawan bencana, terdiri dari :
Kawasan rawan letusan gunung api;
Kawasan rawan gempa bumi;
Kawasan rawan tanah longsor;
Kawasan rawan gelombang pasang;
Kawasan rawan banjir.
7. Kawasan lindung lainnya, terdiri dari :
Taman buru;
Cagar biosfir;
Kawasan perlindungan plasma nutfah;
Kawasan pengungsian satwa;
Kawasan pantai berhutan bakau.

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

IV - 1

4.1.1.2. Kriteria dan Prinsip Pengelolaan Kawasan Lindung


Kriteria dan pendelineasian kawasan lindung, pada hakekatnya didasarkan pada faktorfaktor fisik dasar, yang mencakup lereng, jenis tanah, curah hujan, ketinggian, hidrologi, serta
keberadaan flora dan fauna yang harus dilindungi. Dalam kaitannya dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 47 tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional yang
memberikan arah dalam mengatur Pengelolaan Kawasan Lindung, dipandang perlu adanya
pemantapan terhadap kawasan lindung tersebut dalam kerangka struktur tata ruang propinsi
wilayah propinsi secara keseluruhan. Di dalam Peraturan Pemerintah tersebut secara rinci
terkandung pengertian, tujuan penetapan serta kriteria kawasan lindung yang telah
dikembangkan dan dapat diterapkan dengan mempertimbangkan kondisi wilayah secara
spesifik.
Secara umum pemantapan kawasan lindung di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur
ditujukan untuk mencegah kemungkinan timbulnya berbagai kerusakan lingkungan hidup.
Sasaran pemantapan kawasan lindung ini adalah :
Meningkatkan fungsi lindung terhadap tanah, air dan iklim (hidroorologis);
Mempertahankan keanekaragaman flora, fauna dan tipe ekosistim serta keunikan alam;
Menjaga kelestarian lingkungan fisik dan biologis wilayah;
Menjamin keseimbangan fungsi liungkungan yang menjamin optimalnya fungsi ekologi.

Tabel IV.1 ....,

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

IV - 2

Tabel IV.1
Kriteria Penetapan Kawasan Lindung di Propinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2004
JENIS KAWASAN
I.

II.

DEFINISI

TUJUAN PERLINDUNGAN

KRITERIA

1. Kawasan hutan dengan fakor faktor lereng


lapangan, jenis tanah, curah hujan yang melebihi
nilaiskor 175 menurut SK Menteri pertanian No:
837/ KPTS/ um/11/1980 dan atau
2. Kawasan hutan yang mempunyai lereng lapangan
40 % atau lebih ( Inmendagri 8/1985 ). Dan atau
3. Kawasan hutan yang mempunyai ketinggian
diatas permukaan laut 2000 meter atau lebih.
Tanah bergambut dengan ketebalan 3 meter atau lebih
yang terdapat di bagian hulu sungai.

KAWASAN YANG MEMBERIKAN PER-LINDUNGAN KAWASAN BAWAHANNYA


1.

Kawasan Hutan Lindung

Kawasan hutan lindung adalah kawasan hutan yang memiliki


sifat khas yang mampu memberikan perlindungan kepada
kawasan sekitar walaupun bawahanya sebagai pengatur tata air
pencegahan banjir dan erosi serta pemeliharaan kesuburan
tanah.

Mencegah terjadinya erosi, bencana banjir, sedimentasi, dan


menjaga fungsi hidrologik tanah untuk menjamin ketersediaan
unsur hara tanah. Air tanah dan air permukaan.

2.

Kawasan Bergambut

Kawasan bergambut adalah kawasan yang unsur membentuk


tanahnya yang sebagian besar berupa sisa sisa bahan
organik yang bertimbun dalam waktu yang lama.

Mengendalikan hidrologi wilayah, yaitu sebagai penembat air


dan pencegah banjir serta melindunggi ekosistem yang khas
dikawasan bergambut.

3.

Kawasan Resapan Air

Kawasan resapan air adalah kawasaan yang mempunyai


kawasan tinggi untuk meresapkan air hujan sehinga merupakan
tempat penggisian air bumi (akifer) yang berguna sebagai
sumber air .

Memberikan ruang yang cukup bagiperesapan air hujan pada


daerah resapan air tanah untuk keperluan, penyediaan
kebutuhan air tanah dan penanggulangan banjir, baik untuk
kawasan bawahnya maupun kawsan yang bersangkutan

Curah hujan yang tinggi, struktur tanah yang


meresapkan air dan bentuk geo morfologi yang mampu
meresapkan air hujan secara besar basaran .

KAWASAN PERLINDUNGAN SETEMPAT


1.

Sempadan Pantai

Sempadan pantai adalah kawasan tertentu sepanjang pantai


yang mempunyai manfaat pantai yang mempunyai manfaat
penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi pantai.

Melindungi wilayah pantai dari usikan kegiatan yang


mengganggu kelestarian fungsi pantai .

Dataran sepanjang tepian yang lebarnya proposional


dengan bentuk dan kondisi fisik pantai minimal 100
meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat .

2.

Sempadan Sungai

Sempadan sunggai adalah kawasan sepanjang kiri kanan


sungai, termasuk sungai buatan/kanal/ saluran irigasi primer
yang mempunyai manfaat penting untuk memperhatikan
kelestarian fungsi sungai

Melindungi sungai dari kegiatan manusia yang dapat


mengganggu dan merusak kualitas air sungai , kondis fisik dan
dasar sungai, serta mengamankan aliran sungai.

Sekurang kurangnya 100 meter dikiri kanan sungai


besar dan 50 meter dikiri dan dikanan anak sungai yang
berada diluar permukiman (SK mentan No : 837/
KPTS/um/ 11/1980 dan No: 887/KPTS/um/1980 ).

3.

Kawasan sekitar Danau/Waduk

Kawasan sekitar danau/waduk adalah kawasan tertentu


disekeliling danau/ waduk yang mempunyai manfaat penting
untuk mempertahankan kelestarian fungsi danau/waduk.
4.
Kawasan Sekitar Mata Air
Kawasan sekitar mata air adalah kawasan disekeliling mata air
yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan
kelestarian fungsi mata air.
III. KAWASAN SUAKA ALAM DAN CAGAR ALAM
1.
Kawasan Suaka Alam
Kawasan suaka alam adalah kawasan yang memiliki ekosistem
khas yang merupakan habitat alami yang memberi perlindungan
bagi perkembangan flora dan fauna yang khas dan beraneka
ragam.

Melindungi danau / waduk dari kegiatan budi daya yang dapat


mengganggu kelestarian fungsi danau / waduk.

Daratan sekeliling tepian yang lebarnya proposional


dengan bentuk dan kondisi fisik danau / waduk (antara
50 100 meter dari titik pasang tertinggi kearah darat ).
Sekurang kurangnya dengan jari jari 200 meter di
sekeliling mata air, kecuali untuk kepentingan umum (
SK Mentan No : 837/KPTS/Um/11/1990 )

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

Melindungi mata air dari kegiatan budidaya yang dapat merusak


kualitas air.dan kondisi fisik kawsan sekitarnya.
Melindungi keanekaragamaan biota, tipe ekosistem, gejala dan
keunukan alam bagi kepentingan plsmanuliah, ilmu
pengetahuan dan pembangunan pada umumnya.

IV - 3

Kawasan suaka alam terdiri dari cagar alam, suaka


margasatwa, hutan wisata, daerah perlindungan satwa
dan daerah penggungsian satwa.
Kriteria untuk masing masing kawasan Suaka Alam

JENIS KAWASAN

DEFINISI

TUJUAN PERLINDUNGAN

KRITERIA
seperti tersebut dalam SK Menteri Pertanian No :
681/KPTS/UM/8/81

2.

Pantai Berhutan Bakau

3.

Kawasan suaka alam laut dan


Perairan lainnya

4.

Taman Nasional, Taman Hutan


Raya dan Taman Wisata Alam

5.

Kawasan Cagar Budaya dan


Ilmu Pengetahuan

IV. KAWASAN RAWAN BENCANA


1. Kawasan Rawan Bencana

Pantai perhutanan bakau adalah kawsan pesisir laut yang


merupakan habitat lami hutan bakau alami hutan bakau
(mangrove) yang berfungsi memberikan perlindungan kepada
prikehidupan pantai dan laut.
Suaka alam laut dan perairan lainnya adalah daerah berupa
perairan laut, perairan darat, wilayah pesisir, muara sungai ,
gugusan karang, dan atol yang mempunyai ciri khas berupa
keragaman dan atau keunikan ekosistem.
Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang di
kelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan, pariwisata, rekreasi dan
pendidikan.
Taman Hutan raya adalah kawasan pelestarian alam yang
terutama dimanfaatkan untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau
satwa alami atau hutan, jenis asli dan/atau bukan asli,
pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan kebudayaan,
pariwisata dan rekreasi.
Taman wisata Alam adalah kawasan pelestarian alam didarat
maupun di laut yang terutama dimanfaatkan untuk pariwisata
dan rekreasi alam
Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan adalah
kawasan dimana lokasi bangunan hasil budaya manusia yang
bernilai tinggi maupun bentukan geologi alami yang khas
berada.

Melestarikan keberadaan hutan mangrove sebagai pembentuk


ekosistem hutan bakau dan tempat berkembangnya berbagai
biota laut, disamping sebagai pelindung pantai dari pengikisan
air laut serta pelindung usaha budidya dibelakangnya
Melindungi keanekaragaman biota, tipe ekosisitem, gejala dan
keunikan alam bagi kepentingan plasma nuftah, ilmu
pengetahuan dan pembangunan pada umumnya.
Pengembangan pendidikan, rekreasi dan pariwisata, serta
peningkatan kualitas lingkungan sekitarnya dan perlindungan
dari pecemaran.

Melindungi kekayaan budaya bangsa berupa peninggalan


peninggalan sejarah, bangunan arkeologi dan monumen
nasional, dan keragaman bentukan geologi, yang berguna untuk
mengembangkan Ilmu pengetahuan bahkan oleh kegiatan alam
maupun manusia

Kawasan rawan bencana adalah kawasan yang sering atau


berpotensi tinggi mengalami bencana alam

Minimal 130 kali nilai rata-rata perbedaan air pasang


tertinggi dan terendah tahunan diukur dari garis air surut
terendah ke arah darat.
Kawasan berupa pesisir laut, perairan darat, wilayah
pesisir, muara sungai, gugusan karang dan atol yang
mempunyai ciri khas berupa keragaman dan atau
keunikan ekosistem.
Kawasan berhutan atau bervegetasi tetap yang memiliki
flora dan fauna yang beraneka ragam, memiliki
arsitektur bentang alam yang baik dan memiliki akses
yang baik untuk keperluan pariwisata.
Lokasi Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman
Wista Alam ditunjuk dan ditetapkan oleh pemerintah.

Tempat serta ruang disekitar bangunan bernilai budaya


tinggi, situs purbakala dan kawasan dengan bentukan
geologi tertentu yang mempunyai manfaat tinggi untuk
pengembangan ilmu pengetahuan, kriteria Cagar
Budaya didasarkan atas Monumental Ordonantis Staste
Biad 1931 Nomor 238.

Melindungi manusia dari kegiatannya dari bencana yang Daerah yang diindentifikasikan sering dan berpotensi
disebabkan oleh alam maupun secara tidak langsung oleh tinggi mengalami bencana dalam seperti letusan gunung
perbuatan manusia.
berapi, gempa bumi longsor dan lain-lain.
1. Kegiatan Budidaya yang sudah ada di kawasan lindung yang sudah ditetapkan dapat diteruskan sejauh tidak mengganggu fungsi lindung;
2. Dalam hal kegiatan budidaya yang telah ada yang mengganggu dan atau terpaksa mengkonversi kawasan berfungsi lindung, diatur sesuai dengan ketentuan
ketentuan yang berlaku dalam peraturan pemerintah No. 29/1986.
3. Kegiatan yang sudah ada di kawasan lindung dan mengganggu fungsi lindung harus dicegah perkembangannya.

Catatan

Sumber

: Pedoman Penyusunan Tata Ruang di Daerah (Tim Tata Ruang Kepres No. 57 tahun 1989).

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

IV - 4

4.1.1.3. Luasan Kawasan Lindung


Pemantapan kawasan lindung dijadikan titik tolak di dalam pengembangan struktur tata
ruang propinsi yang berlandaskan pada prinsip pembangunan berkelanjutan. Dengan kata lain,
penetapan kawasan lindung diintegrasikan dengan tata ruang wilayah propinsi secara
keseluruhan. Setelah kawasan lindung ditetapkan sebagai limitasi atau kendala di dalam
pengembangan wilayah, barulah kemudian dapat ditentukan arahan kawasan budidaya untuk
mengakomodasikan kebutuhan ruang baik bagi kegiatan produksi maupun permukiman.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka telah dilakukan delineasi terhadap kawasan lindung di
Nusa Tenggara Timur dengan klasifikasi kawasan sesuai dengan yang ada di dalam Pedoman
Penyusunan RTRWP serta Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1994. Kawasan lindung yang
perlu dimantapkan fungsinya di Nusa Tenggara Timur sebagai berikut :
Kawasan lindung yang telah ditetapkan yang sebagian besar terdapat di Pulau Flores
dengan beberapa pulau di sekitarnya, seperti Pulau Alor, Lembata dan Pulau Adonara;
Kawasan Pulau-pulau kecil yang tidak berpenghuni namun mepunyai keunikan dan menjadi
tempat perlindungan aneka flora dan fauna serta aneka satwa;
Wilayah-wilayah karena kebutuhan posisi geografisnya yang berpotensi sebagai kawasan
lindung.
Secara keseluruhan luas pemantapan kawasan lindung di wilayah Propinsi Nusa Tenggara
Timur diperkirakan 1.690.684,2 Ha atau sekitar 35,7 % dari luas wilayah propinsi. Apabila
dikaitkan dengan perwilayahan pembangunan maka komposisi dan sebaran kawasan lindung
sebagaimana Tabel IV.1 dan kriteria penentuan kawasan lindung pada Tabel IV.2 serta
rencana pemantapan hutan lindung disajikan pada Gambar IV.1.
Tabel IV.1
Presentase Luas Kawasan Lindung menurut Kelompok Pulau Di Propinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2004
Wilayah

Kelompok Pulau

Timor

P. Timor
P. Semau
P. Kera
P. Kambing
P. Rote
P. Sabu
P. Mdana
Jumlah
Alor
P. Alor
P. Pantar
P. Pura
P. Batang
P. Lapang
P. Rusa
Jumlah
Flores dan Sekitarnya
P. Flores
P. Komodo
P. Rinca
P. Padar
P. Kode
P. Gilimotang
P. Moles
P. Palue
P. Besar
P. Sukun
P. Konga
P. Adonara
P. Solor
P. Lembata
Jumlah
Sumba dan Sekitarnya
P. Sumba
P. Dana
Total NTT

Luas Pulau

(Ha)

Kawasan Lindung
Luas (Ha)

Persen (%)

1,439,490
26,100
212,430
42,170
207,340
71,180
2,818
1,423,000
33,240
21250
51880
22,620
126,600
1,104,000

382,850
500
62.5
125
38,025
9,850
1,562.5
43,2975
97,875
12,687
1,125
250
125
1,375
113,437
276,936
332,24.8
21,215
1,718.7
700
925
1,587.5
4625
4,062.5
375
62.5
32,562.5
5,587.5
19,093.6
403,775.6
193,601.5

26.6
44.1
31.3
23.4
47.2
17.8
39.9
19.4
99.9
99.8
62.8
29.6
15.1
17.5

4,693,188

1,154,789.6

24.4

Sumber: Bappeda Propinsi Tahun 2004

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

IV - 5

Dikaitkan dengan kondisi pemanfaatan ruang eksisting, delineasi kawasan lindung seringkali
berhadapan dengan permasalahan tumpang tindih dengan kegiatan budidaya yang dapat
mengganggu fungsi lindungnya. Beberapa kasus permasalahan itu, misalnya :
Perambahan atau intervensi hutan lindung oleh masyarakat untuk kegiatan perladangan
berpindah;
Permukiman yang berkembang lama pada kawasan hutan lindung;
Kondisi eksisting pada kawasan hutan lindung yang ternyata tidak mempunyai fungsi
lindung lagi, tetapi sudah termasuk hutan produksi (kawasan budidaya);
Penambangan galian C yang dapat mengganggu fungsi lindung.
Untuk mengatasi hal tersebut sangat diperlukan beberapa kebijakan daerah didalam
pengendalian dan pengontrolan agar tercapai tujuan yang diharapkan dari fungsi lindung
tersebut.
4.1.1.4. Kawasan yang Memberi Perlindungan Bawahannya
Upaya pemantapan fungsi lindung pada kawasan yang memberikan perlindungan
terhadap kawasan bawahannya di Nusa Tenggara Timur, pada dasarnya dapat dilakukan
dalam konteks pendekatan pengembangan Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagai pendekatan
terpadu untuk melestarikan sumber daya alam. Hal ini mengingat bahwa fungsi lindung pada
kawasan tersebut hanya dapat lestari bila kondisi tangkapan air (catcment area) terjaga
dengan baik. Arahan yang dipergunakan untuk lebih melindungi kawasan ini dari
kegiatan/aktivitas manusia meliputi upaya-upaya :
Lebih memantapkan kawasan perlindungan dengan mengacu pada PP Nomor : 47 Tahun
1994, melalui pengukuhan dan penataan batas di lapangan;
Pengendalian kegiatan budidaya yang telah ada di kawasan tersebut. Kegiatan budidaya
yang mempunyai dampak penting terhadap hidup dikenakan ketentuan-ketentuan yang
berlaku sesuai PP Nomor : 47 Tahun 1994. Bagi kegiatan yang mengganggu fungsi lindung
harus dicegah perkembangannya dan fungsi lindung harus dikembalikan secara bertahap;
Kegiatan penelitian eksplorasi mineral dan air tanah serta kegiatan lain yang berkaitan
dengan pencegahan bencana alam, dapat dilakukan di kawasan hutan lindung dengan
tetap mempertahankan fungsi lindungnya. Kegiatan budidaya pertambangan dimungkinkan
untuk tetap berlokasi di kawasan hutan lindung, jika pada kawasan tersebut terdapat
indikasi adanya deposit mineral yang dinilai sangat berharga (vital dan strategis). Tetapi
pengelolaan kawasan yang bersifat enclave tersebut harus dilakukan dengan tetap
memelihara fungsi lindung, dengan melaksanakan rehabilitasi pada kawasan bekas
penambangan;
Kegiatan budidaya perlu dicegah, kecuali kegiatan yang tidak mengganggu fungsi lindung,
seperti kegiatan pariwisata;
Pemantauan terhadap kegiatan-kegiatan yang masih diperbolehkan untuk berlokasi di
hutan lindung, agar tetap dijaga untuk tidak mengganggu fungsi lindungnya.
4.1.1.5. Arahan Kawasan Perlindungan Setempat
Dalam penggarisannya pada peta skala 1 : 250.000, kawasan perlindungan setempat
(seperti sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar danau/waduk dan kawasan
sekitar mata air) tidak dapat didelineasi secara spesifik. Hal ini tidak berarti kawasan-kawasan
tersebut tidak termasuk dilindungi. Untuk maksud tersebut perlu dilakukan pendelinesian lebih
lanjut (agar lebih tegas) di dalam rencana tata ruang yang lebih detail, yaitu Rencana Tata
Ruang Kabupaten (skala 1:50.000 atau 1:100.000). Untuk lebih memantapkan akan fungsi
kawasan lindung bagi perlindungan setempat perlu dilakukan upaya-upaya penggendalian di
tepi pantai tepi sungai, dan kawasan sekitar waduk.
1. Garis Sempadan Pantai
Kebijaksanaan yang perlu ditempuh dalam upaya lebih memantapkan garis sempadan
pantai guna memberikan perlindungan bagi kawasan lindung di tepi pantai dilakukan :
Pelarangan/pencegahan kegiatan budidaya di tepi pantai sampai radius yang telah
ditetapkan;

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

IV - 6

Pengembalian secara bertahap fungsi di tepi pantai, dari kegiatan budidaya ke kawasan
perlindungan setempat;
Pengawasan dan pengendalian yang ketat terhadap kegiatan-kegiatan sekitar tepi pantai.
2. Sempadan Sungai
Kebijaksanaan yang dapat ditempuh dalam rangka untuk melindungi kawasan di sekitar
sungai, dilakukan upaya-upaya :
Pengamanan daerah disepanjang sungai yang harus dilindungi;
Mencegah kegiatan budidaya secara bertahap di kawasan tepi sungai, dimana kegiatan
tersebut dapat merusak kawasan tepi sungai;
Pengendalian kegiatan yang telah ada disekitar tepi sungai.
3. Kawasan Tepi Waduk/Danau
Kebijaksanaan pengaturan kawasan tepi waduk/danau dilakukan dengan :
Pencegahan dilakukan kegiatan budidaya dalam kawasan tepi waduk/danau;
Pengendalian kegiatan budidaya yang telah ada dan dilakukan upaya pemindahan
kegiatan budidaya tersebut secara terhadap.
4.1.1.6. Kawasan Suaka Alam dan Cagar Budaya
Kawasan Suaka Alam sebagian besar telah ditetapkan sebagai cagar alam, suaka
margasatwa dan taman buru, taman wisata/hutan wisata, serta cagar alam laut (di dalam
ketetapan pola TGHK), diantaranya :
a. Kawasan Suaka Alam :
Cagar Alam
: CA. Maubesi, CA. Mutis Timau, CA. Waiwuul;
Suaka Margasatwa
: SM. Pulau Menipo, SM. Kateri;
Kawasan Perlindungan Plasma Nutfah : KPPN. Sisimeni Sanam.
b. Hutan Wisata : HW. Bena (dulu Hutan Buru), HW. Ale Aisiu, HW. Oana, HW. Gunung Besar;
c. Taman Wisata : TW. Camplong, TW. Baumata, TW. Tuti Adagae, TW. Tanjung Watu
Manuk, TW. Pulau Besar, TW. Pulau Rusa, TW. Pulau Lapang, TW. Pulau Batang;
d. Kawasan Suaka Alam Laut : SAL. Gugus Pulau Teluk Maumere, SAL. 17 Pulau Riung;
e. Taman Nasional : CA. Pulau Komodo dan sekitarnya (termasuk perairan laut), TW. dan CA.
Kelimutu (telah diusulkan).
Kebijaksanaan pemantapan suaka alam bertujuan untuk melestarikan lingkungan dan
melindungi ekosistem lingkungan, sehingga perlunya upaya-upaya :
Pemantapan kawasan suaka alam (cagar alam, suaka margasatwa, hutan wisata) sesuai
dengan tujuan perlindungannya masing-masing;
Peningkatan pengelolaan suaka alam yang telah ada, serta melakukan pelarangan kegiatan
budidaya di kawasan tersebut, kecuali kegiatan yang berkaitan dengan fungsinya dan tidak
mengubah bentang alam, kondisi penggunaan lahan serta ekosistem alami yang ada;
Pelestarian hutan-hutan suaka alam dan hutan bakau;
Pengawasan dan pengendalian yang ketat terhadap kegiatan budidaya yang telah ada di
dalam kawasan suaka alam dan hutan bakau agar tidak mengganggu akan fungsi suaka
alam tersebut;
Pengembangan dan pengelolaan Taman Nasional maupun yang dicalonkan.
Pemantapan fungsi lindung dari kawasan suaka alam, harus memperhatikan wilayah jelajah
atau sebaran vegetasi dan satwa yang akan dilindungi. Sebagai tindak lanjut upaya
pemantapan kawasan lindung ini perlu dijabarkan lebih lanjut dalam Rencana Umum Tata
Ruang Kabupaten, sehingga penetapannya dapat dilakukan secara lebih rinci dan menjadi
operasional diterapkan dilapangan.
4.1.1.7. Kawasan Rawan Bencana
1. Pengelolaan Daerah Rawan Bencana
Sebagaimana yang dimaksud dalam Keppres No. 32 tahun 1990, di Nusa Tenggara Timur
hanya kawasan rawan bencana gunung berapi yang diidentifikasikan dan telah masuk
kawasan lindung, sedangkan kawasan rawan bencana lainnya tidak dapat didelineasi secara
spesifik, karena lokasi bencana alam seperti longsor/erosi yang sering terjadi terdapat pada
kawasan-kawasan yang sudah didelineasi sebagai kawasan yang melindungi kawasan
bawahannya (terutama hutan lindung). Pengelolaan daerah rawan bencana sangat penting

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

IV - 7

dalam upaya menghindari kerugian dan dampak yang ditimbulkan yang dapat merenggut
jiwa dan harta penduduk. Atas dasar itu maka arahan kebijaksanaan pemantapan kawasan
rawan bencana dilakukan dengan langkah-langkah :
Lebih mewaspadai kegiatan gunung api, karena propinsi ini dilalui jalur gunung api yang
masih aktif;
Lebih meningkatkan upaya penetapan kawasan Bahaya I, Bahaya II dan Bahaya III,
bagi daerah-daerah yang sering terkena bencana alam;
Melakukan upaya-upaya perbaikan lingkungan serta prasarana bagi daerah yang
mengalami bencana;
Lebih memantapkan kawasan-kawasan yang sering menimbulkan bencana (seperti
erosi, longsor, banjir), dengan membatasi kegiatan budidaya dan lebih
menggembangkan sebagai kawasan lindung.
2. Daerah Rawan Bencana
Berdasarkan inventarisasi yang dilakukan terhadap perkembangan bencana alam di Propinsi
Nusa Tenggara Timur maka teridentifikasi beberapa daerah rawan bencana sebagai
berikut :
a. Daerah Rawan Gempa Bumi. Nusa Tenggara Timur termasuk daerah rawan bencana
alam gempa terutama wilayah Pulau Flores, Alor dan sekitarnya;
b. Daerah Rawan Tsunami. Sebagai propinsi kepulauan yang dikelilingi laut, daerah
pesisir terutama daerah pesisir dengan laut terbuka di Pesisir Flores bagian Utara,
Pesisir Sumba bagian Selatan, Pesisir Timor bagian selatan dan pulau-pulau yang
berhadapan dengan laut terbuka merupakan daerah rawan tsunami;
c. Daerah Rawan Bencana Gunung Api. Wilayah di Pulau Flores yang memiliki
beberapa gunung berapi aktif dan beberapa daerah memiliki kawasan rawan bencana
gunung api;
d. Daerah Rawan Longsor. Nusa Tenggara Timur sebagai daerah dengan topografi
berbukit yang relatif kritis akibat
usaha bertani yang kurang terkontrol dan
penggundulan hutan mempunyai daerah rawan longsor relatif merata di seluruh
wilayah. Diantara yang cukup rawan dan telah merengut nyawa dan harta penduduk
diantaranya di wilayah Flores khususnya di Kabupaten Ende, Flores Timur dan Ngada;
e. Daerah Rawan Banjir. Sehubungan dengan kurangnya vegetasi pada hulu-hulu
sungai mengakibatkan banyak sungai membawa dampak rawan banjir. Terdapat
beberapa sungai yang perlu diantisipasi karena menimbulkan rawan banjir sebagai
berikut :
Kota Kupang : Sungai Oebobo, Sungai Oesapa Kecil, Sungai Oesapa Besar, Sungai
Sefbano, Sungai Namosain dan Kali Dendeng;
Kabupaten Alor : Sungai Bone, Sungai Buona, Sungai Bukapiting, sungai Waesika,
dan Sungai Kamot;
Kabupaten Belu : Sungai Benanain, Sungai Motaderok, Sungai Talau, Sungai
Basikama, Sungai Malibaka, dan Sungai Rusan;
Kabupaten Timor Tengah Utara : Sungai Nain, Sungai Ponu;
Kabupaten Timor Tengah Selatan : Sungai Noelmina, Sungai Muke, Sungai Tomutu,
Sungai Baus;
Kabupaten Kupang : Sungai Manikin, Sungai Nunkurus, Sungai Oepoli, Sungai Amabi,
Sungai Nifoluam, Sungai Manubulu, dan Sungai Ledeana;
Kabupaten Manggarai : Sungai Waebobo, Sungai Waepesi, Sungai Waemese;
Kabupaten Ngada : Sungai Aisesa, Sungai Anakoli, Sungai Waewutu, Sungai Kolpenu;
Kabupaten Ende : Sungai Wolowona, Sungai Loworea, Sungai Nangapanda, Sungai
Wolowaru, dan Sungai Ndondo;
Kabupaten Sikka : Sungai Kaliwajo, Sungai Ijura, Sungai Waeoti, Sungai Nebe,
Sungai Waegete, Sungai Manunaing, Sungai Waerklau, dan Sungai Batikwaer;
Kabupaten Lembata : Sungai Lembata, Sungai Konga, Sungai Waekomo;
Kabupaten Sumba Timur : Sungai Kambaniru, Sungai Payeti, Sungai Melolo, Sungai
Petawang, Sungai Tawui, Sungai Kadaha.

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

IV - 8

4.1.2. Arahan Pengembangan Kawasan Budidaya


4.1.2.1. Klasifikasi Kawasan Budidaya
Kawasan budidaya pada dasarnya merupakan kawasan diluar lindung yang kondisi fisik
dan potensi sumber daya alamnya dianggap dapat dan perlu dimanfaatkan baik bagi
kepentingan produksi maupun pemenuhan kebutuhan ruang untuk permukiman. Oleh karena
itu, dalam RTRWP Nusa Tenggara Timur penetapan kawasan ini lebih bersifat memberikan
arahan bagi pengembangan berbagai kegiatan budidaya sesuai dengan potensi sumberdaya
(terutama lahan) yang ada dan dengan memperhatikan optimasi pemanfaatannya.
Berdasarkan Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang di daerah, kawasan budidaya
diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Kawasan Hutan Produksi :
- Kawasan hutan produksi terbatas;
- Kawasan hutan produksi tetap;
- Kawasan hutan produksi konversi;
2. Kawasan Pertanian :
- Kawasan tanaman pangan lahan basah;
- Kawasan tanaman lahan kering;
- Kawasan tanaman tahunan/perkebunan;
- Kawasan peternakan;
- Kawasan perikanan.
3. Kawasan Pertambangan;
4. Kawasan Perindustrian;
5. Kawasan Pariwisata;
6. Kawasan Permukiman
4.1.2.2. Kriteria dan Sasaran Kawasan Budidaya
Kriteria untuk beberapa sub kawasan di atas ternyata masih ada yang bersifat umum dan
perlu dijabarkan lagi untuk dapat diterapkan pada peta dengan skala memadai. Dilihat dari
klasifikasi kawasan budidaya, jelas terlihat bahwa pembagian tersebut lebih sektoral, sehingga
dalam penetapan kemudian perlu disesuaikan dengan rencana-rencana pengembangan
sektoral yang telah ada di samping mempertimbangkan kondisi fisik wilayah.
Sasaran pengembangan kawasan budidaya secara umum adalah :
Memberikan arahan pemanfaatan ruang kawasan budidaya secara optimal dan mendukung
pembangunan berkelanjutan;
Memberikan arahan untuk menentukan prioritas pemanfaatan ruang anatara kegiatan
budidaya yang berbeda;
Memberikan arahan bagi perubahan jenis pemanfaatan ruang dari jenis kegiatan budidaya
tertentu ke jenis lainnya.
Kriteria untuk setiap sub kawasan tersebut dapat dilihat lebih rinci pada Tabel IV.3.
Kriteria untuk beberapa sub kawasan di atas ternyata masih ada yang bersifat umum dan
perlu dijabarkan lagi untuk dapat diterapkan pada peta dengan skala memadai. Dilihat dari
klasifikasi kawasan budidaya, jelas terlihat bahwa pembagian tersebut lebih bersifat sektoral,
sehingga dalam penetapan kemudian perlu disesuaikan dengan rencana-rencana
pengembangan sektoral yang telah ada di samping mempertimbangkan kondisi fisik wilayah.
Sasaran pengembangan kawasan budidaya secara fisik secara umum adalah :
Memberikan arahan pemanfaatan ruang kawasan budidaya secara optimal dan mendukung
pembangunan berkelanjutan;
Memberikan arahan untuk menentukan prioritas pemanfaatan ruang antara kegiatan
budidaya yang berbeda;
Memberikan arahan bagi perubahan jenis pemanfaatan ruang dari jenis kegiatan budidaya
tertentu ke jenis lainnya.
Penetapan arahan pengembangan kawasan budidaya pada dasarnya diarahkan dalam rangka
optimasi pemanfaatan sumber daya alam dan ruang untuk mendukung pembangunan wilayah
yang berkelanjutan. Kriteria untuk mendelineasikan kawasan budidaya secara umum bertitik
tolak dari faktor kesesuaian dan kemampuan lahan. Klasifikasi kawasan budidaya yang

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

IV - 9

berkaitan dengan fungsi utama pemanfaatan ruang untuk menampung kegiatan penduduk.
Kaitannya dengan kondisi eksisting sering terjadi permasalahan tumpang tindih antara
kawasan budidaya yang ditetapkan dengan kegiatan budidaya lain. Secara umum masalah
tumpang tindih ini berkaitan dengan penggunaan lahan yang telah berlangsung lama, kegiatan
sektoral (proyek) atau status penguasaan lahan. Untuk mengarahkan pengembangan apakah
kegiatan-kegiatan yang tumpang tindih tersebut dapat terus berlangsung atau tidak pada masa
yang akan datang, maka perlu suatu arahan pengendalian pemanfaatan ruang. Pengembangan
kawasan budidaya ini perlu ditunjang oleh sarana dan prasarana pendukungnya agar kawasan
tersebut berkembang sesuai fungsinya, hal ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara
optimal bagi kesejahteraan masyarakat.
Berdasarkan sasaran tersebut di atas, maka kebijaksanaan pengembangan kawasan budidaya
akan menyangkut :
Pengembangan prasarana pendukung tiap kawasan budidaya;
Pengendalian pemanfaatan ruang kegiatan budidaya yang dapat mengganggu fungsi
lindung;
Penanganan permasalahan tumpang tindih antar kegiatan budidaya;
Pengembangan kegiatan utama serta pemanfaatan ruangnya secara optimal pada tiap
kawasan budidaya masing-masing.
Rekapitulasi luasan Kawasan Budidaya untuk peruntukan pertanian, perkebunan, hutan
produksi dan perikanan sebagaimana Tabel IV.4 dan secara visual rencana pengembangan
kegiatan budidaya dapat dilihat pada Gambar IV.1.

Tabel IV.3 ....,

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

IV - 10

Tabel IV.3
KRITERIA PENETAPAN KAWASAN BUDIDAYA

JENIS KAWASAN

DEFINISI

KRITERIA

I. KAWASAN HUTAN PRODUKSI


1. Kawasan Hutan Produksi Terbatas Kawasan yang diperuntukan bagi hutan produksi

Kawasan hutan dengan faktor-faktor lereng lapangan,

terbatas dimana eksploitasinya hanya dapat de-

jenis tanah, curah hujan yang mempunyai nilai skor

ngan tebang pilih dan tanam

125 - 174, di luar hutan suaka alam, hutan wisaata dan


hutan konversi lainnya.
(SK Mentan No. 683/kpts/Um/8/1981 & 837/KPTS/Um/11/1980

2. Kawasan Hutan Produksi Tetap

Kawasan yang diperntukan bagi hutan produksi

Kawasan hutan dengan faktor-faktor lereng lapangan,

tetap dimana eksploitasinya dapat dengan te-

jenis tanah, curah hujan yang mempunyai nilai skor

bang pilih atau tebang habis tanam

125 - 174, di luar hutan suaka alam, hutan wisaata dan


hutan konversi lainnya.
(SK Mentan No. 683/kpts/Um/8/1981 & 837/kpts/Um
/11/1980)

3. Kawasan Hutan Produksi

Kawasan hutan yang bilamana di perlukan dapat

Kawasan hutan dengan faktor-faktor lereng lapangan,

dialihgunakan

jenis tanah, curah hujan yang mempunyai nilai skor


125 - 174, di luar hutan suaka alam, hutan wisaata dan
hutan konversi lainnya.
(SK Mentan No. 683/KPS/Um/8/1981 & 837/kpts/Um/11/1980)

II. KAWASAN PERTANIAN


1. Kawasan Tanaman Pangan
Lahan Basah

Kawasan yang diperuntukan bagi tanaman pa-

Kawasan yang sesuai untuk tanaman pangan lahan ba-

ngan lahan basah dimana pengairannya dapat

sah adalah yang mempunyai sistem dan atau potensi

diperoleh secara alamiah maupun teknis

pengembangan perairan yang Memiliki :


a. Ketinggian < 1000 m
b. Kelerengan < 40 %
c. Kedalaman efektif lapisan tanah atas >30 cm

2. Kawasan Tanaman Pangan


Lahan Kering

Kawasan yang diperuntukan bagi tanaman pa-

Kawasan yang tidak mempunyai sistem atau potensi

ngan lahan kering untuk tanaman palawija, hor-

pengembangan perairan yang Memiliki :

tikultura atau tanaman pangan

a. Ketinggian < 1000 m


b. Kelerengan < 40 %
c. Kedalaman efektif lapisan tanah atas >30 cm

3. Kawasan Tanaman
Tahunan/Perkebunan

Kawasan yang diperuntukan bagi tanaman tahu-

Kawasan yang sesuai untuk tanaman tahunan/perkebu-

nan/perkebunan yang menghasilkan baik bahan

nan dengan mempertimbangkan faktor-faktor :

pangan dan bahan baku industri

a. Ketinggian < 2000 m


b. Kelerengan < 40 %
c. Kedalaman efektif lapisan tanah atas >30 cm

4. Kawasan Peternakan

Kawasan yang diperuntukan bagi peternakan hewan besar dan padang penggembalaan ternak

Kawasan yang sesuai untuk peternakan/penggembalaan hewan besar ditentukan dengan mempertimbangkan
faktor-faktor :

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

IV - 11

a. Ketinggian < 2000 m


b. Kelerengan < 15 %
c. Jenis tanah dan iklim yang sesuai untuk padang
rumput alamiah
5. Kawasan Perikanan

Kawasan yang diperuntukan bagi perikanan baik

Kawasan yang sesuai untuk perikanan ditentukan de-

berupa pertambakan/kolam dan perairan darat

ngan mempertimbangkan faktor-faktor :

lainnya

a. Kelerengan < 8 %
b. Persediaan air cukup

III. KAWASAN PERTAMBANGAN

IV. KAWASAN PERINDUSTRIAN

Kawasan yang diperuntukan bagi pertambangan

Kriteria lokasi sesuai dengan yang ditetapkan Departe-

baik wilayah yang sedang maupun yang akan

men Pertambangan untuk daerah masing-masing, yang

segera dilakukan kegiatan pertambangan

mempunyai potensi bahan tambang bernilai tinggi

Kawasan yang diperuntukan bagi industri berupa

a. Kawasan yang memenuhi persyaratan lokasi industri

tempat pemusatan kegiatan industri

b. Tersedia sumber air baku yang cukup


c. Adanya sistem pembuangan limbah
d. Tidak menimbulkan dampak sosial negatif yang
berat
e. Tidak terletak di kawasan tanaman pangan lahan
basah yang beririgasi dan yang berpotensi untuk
pengembangan irigasi

V. KAWASAN PARIWISATA

Kawasan yang diperuntukan bagi pariwisata

Kawasan yang mempunyai


a. Masyarakan dengan kebudayaan bernilai tinggi dan
diminati oleh pariwisata
b. Bangunan peninggalan budaya dan atau mempunyai
nilai sejarah yang tinggi

VI. KAWASAN PERMUKIMAN

Kawasan yang diperuntukan bagi Permukiman

a. Kesesuaian lahan dengan masukan teknologi yang ada


b. Ketersediaan Air terjun
c. Lokasi yang terkait dengan kawasan hunian yang telah
ada/berkembang
d. Tidak terletak di kawasan tanaman pangan lahan basah

Sumber: Pedoman Penyusunan Tata Ruang di Daerah (Tim Tata Ruang Kepres No. 57 tahun 1989).

4.1.2.3. Arahan Pengembangan Kawasan Hutan Produksi


Ditinjau dari kegiatan eksploitasi yang dapat dilakukan, kawasan hutan produksi
terdiri dari hutan produksi terbatas (HPT), hutan produksi biasa (HPB) dan hutan
produksi konversi (HPK). Hutan produksi terbatas hanya dapat dieksploitasi dengan cara
tebang habis, serta dalam bentuk hutan tanaman industri (HTI). Hutan produksi
konversi, pada dasarnya dapat dikembangkan untuk kegiatan-kegiatan lain di luar sektor
kehutanan. Ditinjau dari lokasinya, kawasan hutan produksi terbatas dan hutan produksi
tetap tersebar di seluruh kabupaten, sedangkan hutan produksi konversi tersebar di Kota
Kupang, Kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, Belu, Ngada,
Manggarai, Manggarai Barat, Sumba barat dan Smba Timur.
Kebijaksanaan pemanfaatan ruang pada kawasan ini didasarkan pada tujuan utama
pengembangan kawasan budidaya, yaitu mengembangkan areal (kawasan budidaya)
sesuai dengan potensi yang ada. Kebijaksanaan tersebut meliputi :

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

IV - 12

Pengusahaan hutan produksi melalui pemberian ijin HPH dengan menerapkan Pola
Tebang Pilih;
Pengembangan Pola Hutan Tanaman Industri;
Pengembangan Zona penyangga pada kawasan hutan produksi yang berbatasan
dengan hutan lindung;
Pengendalian dan pemantauan kegiatan pengusahaan hutan serta peladangan
berpindah;
Pemanfaatan ruang pada kawasan hutan produksi konversi untuk kegiatan pertanian
(perkebunan dan tanaman pangan) sesuai dengan potensinya;
Reboisasi dan rehabilitasi lahan bekas tebangan HPH;
Penyelesaian masalah tumpang tindih dengan kegiatan budidaya lain (pertanian dan
pertambangan).
Untuk lebih jelasnya arahan pengembangan kehutanan dapat lihat pada Gambar IV.2.

4.1.2.4. Arahan Pengembangan Kawasan Pertanian Lahan Kering dan Perkebunan


Upaya pengembangan pertanian lahan kering dilakukan dengan usaha
pengembangan perluasan pertanian lahan kering dari lahan-lahan yang selama ini belum
dimanfaatkan secara maksimum. Upaya pengembangan pertanian lahan kering
dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
Mengembangkan peningkatan mutu intensifikasi lahan usaha, produksi dan
produktivitas serta konservasi lahan dengan sumber air;
Melakukan penghijauan dan perluasan kawasan perkebunan, untuk penanaman kopi,
kelapa, kemiri, cengkeh, kakao;
Upaya peningkatan penanaman dengan tanaman yang disesuaikan dengan kualitas
lahan, agar diperoleh hasil optimal;
Perbaiki agroklimat dan konservasi lahan, melalui penanama tanaman tahunan yang
sekaligus dalam rangka pengembangan farming system berupa usaha tani terpadu
dengan tanaman pangan.
4.1.2.5. Arahan Pengembangan Kawasan Pertanian Lahan Basah
Dalam upaya untuk mendorong peningkatan produktivitas lahan basah telah
ditetapkan kebijakan Gerakan Optimalisasi Pengembangan Lahan Basah yang
dicanangkan tahun 2004. Berdasarkan kriteria tersebut maka lokasi yang menjadi
sasaran pengembangan lahan basah berdasarkan Wilayah Pembangunan yang
ditetapkan dalam RTRWP Nusa Tenggara Timur adalah desa-desa yang tercakup dalam
lingkup wilayah kerja
pembangunan Satuan Wilayah Sungai (SWS) yang telah
dikembangkan namun belum optimal sebagai berikut
Satuan Wilayah Sungai (SWS) Timor. Satuan Wilayah Sungai (SWS) Timor
tersebar di Kabupaten Kupang, Kota Kupang, Rote Ndao, Timor Tengah Selatan,
Timor Tengah Utara, Belu dan Kabupaten Alor. Rakapitulasi profil daerah irigasi dan
target optimalisasi yang harus dilakukan sebagaimana Tabel IV.5
Satuan Wilayah Sungai (SWS) Flores. Satuan Wilayah Sungai (SWS) Flores
tersebar di Kabupaten Lembata, Flores Timur, Sikka, Ende, Ngada, Manggarai dan
Manggarai Barat Rakapitulasi profil daerah irigasi dan target optimalisasi yang harus
dilakukan sebagaimana Tabel IV-6.
Satuan Wilayah Sungai (SWS) Sumba. Satuan Wilayah Sungai (SWS) Sumba
tersebar di Kabupaten Sumba Timur dan Sumba Barat. Rekapitulasi profil daerah
irigasi dan target optimalisasi yang harus dilakukan sebagaimana Tabel IV.7.
Pengelolaan potensi belum sepenuhnya didukung dengan prasarana yang dibutuhkan
sehingga ada sebagian potensi yang belum dikembangkan saat ini, dan sesuai kebijakan
pembangunan daerah akan terus dikembangkan. Atas dasar kebijakan tersebut maka
optimalisasi pengembangan lahan basah, juga akan dilaksanakan pada lokasi-lokasi baru
dengan pendekatan pengelolaan lebih terencana sehingga lebih efesien dan efektif
dalam mencapai kinerja yang optimal. Berdasarkan prospektif pembangunan pertanian
lahan basah dan mempertimbangkan kemampuan sumberdaya pembangunan terutama
dana dan kemampuan sumber daya manusia, maka untuk meningkatkan capaian kinerja

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

IV - 13

melalui skenario pembangunan yang dapat menjamin adanya integrasi dan sinergitas
pembangunan yaitu : (1) pemihakan; (2) percepatan; (3) peningkatan; (4) penyerasian
dan mengoptimalkan; (5) pengembangan; serta (6) pemberdayaan masyarakat dan
kelembagaan. Pentingnya skenario tersebut mengingat adanya
perbedaan
perkembangan antar Daerah Irigasi. Itu berarti masing-masing daerah irigasi perlu
dikembangkan atas dasar kebutuhan spesifik daerah irigasi maupun Satuan Wilayah
Sungai (SWS). Pentingnya pendekatan spesifik untuk menjamin ada keselarasan antara
kebutuhan pembangunan dengan kebijakan pembangunan yang ditetapkan di tingkat
Nasional, Propinsi maupun Kabupaten/ Kota.
Dalam rangka peningkatan capaian kinerja optimalisasi pengembangan lahan basah di
Propinsi Nusa Tenggara Timur maka dilakukan upaya percepatan pembangunan melalui
pendekatan sebagai berikut :
a. Pendekatan Umum Pembangunan
Optimalisasi Pengembangan Lahan Basah, dikembangkan secara terpadu lintas
wilayah administrasi dan
lintas sektor dengan berpedoman pada RTRW
Nasional, RTRW Propinsi dan RTRW Kabupaten/Kota lokasi Daerah Irigasi;
Optimalisasi Pengembangan Lahan Basah merupakan kegiatan ekonomi yang
memanfaatkan potensi lahan basah sebagai sentra ekonomi dan ketahanan
pangan harus didukung dengan kemampuan pembangunan yang lebih
partisipatif oleh pelaku dan kelembagaan yang lebih andal;
Optimalisasi Pengembangan Lahan Basah sebagai salah satu kegiatan ekonomi
harus mendukung strategi pertumbuhan melalui pemerataan yaitu suatu
perancangan kegiatan pembangunan yang memberikan akses pembangunan
dengan pendekatan spesifik yang memungkinkan pembangunan mencapai
sasaran secara tepat dan mampu membuka akses yang lebih luas pada
masyarakat dalam peningkatan pemerataan pendapatan, pemerataan hasil-hasil
pembangunan, dan akses ekonomi serta akses pasar dengan mendorong simpulsimpul utama kegiatan ekonomi atas dasar karekteristik pengelolan lahan basah
yang relatif beragam;
Optimalisasi Pengembangan Lahan Basah harus mampu menyelaraskan prioritas
kegiatan dalam memanfaatan potensi sumberdaya air dan irigasi antara
pemerintah Nasional, Propinsi dan Kabupaten/ Kota;
Optimalisasi Pengembangan Lahan Basah harus mampu meningkatkan daya tarik
investasi pada lahan basah terutama dalam pengembangan kawasan andalan
yang basis utamanya pertanian lahan basah;
Optimalisasi Pengembangan Lahan Basah harus mampu menciptakan suasana
yang kondusif untuk mendorong inisiatif dan partisipasi aktif masyarakat,
sehinggan terjalin kemitraan antara pemerintah, swasta, dan masyakat dalam
pengembangan usaha terutama untuk usaha kecil dan menengah (UKM) yang
tumbuh dari pengelolaan potensi lahan basah.

Tabel IV.4 .,

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

IV - 14

Tabel IV.4
REKAPITULASI KAWASAN BUDIDAYA DI PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR

No

Kawasan Potensial
Pertanian Lahan Kering dan Hortikultura

Pertanian Lahan Basah

Perkebunan

Hutan Produksi

5
6
7
8

Perikanan Darat
Perikanan Tangkap
Perikanan Pantai
Budidaya Perikanan

Budidaya Laut

Budidaya Tambak

Satuan
1.528.308 Ha
284.103 Ha
888.931Ha
Tersebar
8.375 Ha
200.000 Km2
5.700 Km
90.605 Ha
55.150 Ha
35.455 Ha

Kegiatan Prioritas
Intensifikasi dan ektensifikasi usaha
Pembinaan pelaku dan Kelembagaan
Intensifikasi dan ektensifikasi usaha
Pembinaan pelaku dan Kelembagaan
Intensifikasi dan ektensifikasi usaha
Pembinaan pelaku dan Kelembagaan

Intensifikasi dan ektensifikasi usaha


Pembinaan pelaku dan Kelembagaan
Intensifikasi kolam ikan
Intensifikasi potensi tangkap
Intensifikasi kegiatan tangkap
Intensifikasi dan ekstensifikasi
Ekstesifikasi potensial yang belum dikelola
Pembinaan pelaku dan Kelembagaan

Komoditas Unggulan Daerah


Pertanian Tanaman Pangan Lahan kering: Jagung dan Palawija
Hortikultura: Jeruk, mangga, pisang
Pertanian Tanaman Pangan Lahan Basah: Padi dan palawija
Pakan ternak besar (sapi)
Andalan nasional : Jambu mete
Andalan Regional : Kopi, kakao, kelapa
Andalam Lokal : Vanili
Hasi kayu: cendana, jati, gaharu
Produksi Non kayu: asam, kemiri kutu lak, madu, asam, kemiri
Bandeng, Mujair
Tuna, Cakalang
Kerapu, Ikan Karang, Ikan Hias
Rumput Laut, Kakap, Udang

Sumber: Bappeda Propinsi Tahun 2004

Tabel IV. 5
Sasaran Optimalisasi Pengembangan Lahan Basah Pada Sws Timor
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Kabupaten/ Kota
Alor
Kupang
Rote Ndao
TTS
TTU
Belu
TOTAL

Potensial
13.296
18.344
9.310
18.848
22.303
44.213
126.314

Total Luas (Ha)


Fungsional
5.904
8.368
3.912
8.370
9.240
19.634
55.428

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

F/P (%)
44,40
45,62
42,02
44,41
41,43
44,41
43,88

Potensial
6.156
11.253
5.750
9.073
14.722
27.415
74.369

> 3.000 Ha
Fungsional
1.771
2.577
1.107
2.511
2.574
5.890
16.430

F/P (%)
28,77
22,90
19,25
27,68
17,48
21,48
22,09

> 1.000 Ha & < 3.000 Ha


Potensial
Fungsional
F/P (%)
1.599
1.181
73,86
2.075
1.718
82,80
1.007
738
73,29
1.780
1.674
94,04
2.001
1.714
85,66
6.798
3.927
57,77
15.260
10.952
71,77

IV - 15

Potensial
5.541
5.016
2.553
7.995
5.580
10.000
36.685

< 1.000 Ha
Fungsional
2.952
4.073
2.067
4.185
4.952
9.817
28.046

F/P (%)
53,28
81,20
80,96
52,35
88,,75
98,17
76,45

Tabel IV. 6
Sasaran Optimalisasi Pengembangan Lahan Basah Pada SWS Flores
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Kabupaten/ Kota
Manggarai Barat
Manggarai
Ngada
Ende
Sikka
Flores Timur
Lembata
TOTAL

Potensial
28.279
32.924
34.466
10.665
7.792
4.860
3.732
122.718

Total Luas (Ha)


Fungsional
12.559
17.064
13.530
4.736
3.460
2.158
1.657
55.164

F/P (%)
44,41
51,83
39,26
44,41
44,40
44,40
44,40
44,95

Potensial
11.774
14.465
21.950
4.464
3.115
3.133
2.007
60.908

> 3.000 Ha
Fungsional
3.768
5.852
3.526
1.421
1.038
647
497
16.749

F/P (%)
32,00
40,46
16,06
31,83
33,32
20,65
24,76
27,50

> 1.000 Ha & < 3.000 Ha


Potensial
Fungsional
F/P (%)
3.174
2.512
79,14
4.403
3.901
88,60
2.552
2.351
92,12
1.747
947
54,21
1.538
692
44,99
527
432
81,97
650
331
50,92
14.591
11.166
76,53

Potensial
13.331
14.056
9.964
4.454
3.139
1.200
1.075
47.219

< 1.000 Ha
Fungsional
6.279
7.311
7.653
2.368
1.730
1.079
829
27.249

F/P (%)
47,10
52,01
76,81
53,17
55,11
89,92
77,12
57,71

Potensial
6.000
4.198
10.198

< 1.000 Ha
Fungsional
4.855
2.933
7.788

F/P (%)
80,92
69,87
76,37

Tabel IV. 7
Sasaran Optimalisasi Pengembangan Lahan Basah Pada SWS Sumba
No.
1.
2.

Kabupaten/ Kota
Sumba Timur
Sumba Barat
TOTAL

Potensial
21.863
13.208
35.071

Total Luas (Ha)


Fungsional
9.710
5.866
15.576

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

F/P (%)
44,41
44,41
44,41

Potensial
13.752
7.328
21.080

> 3.000 Ha
Fungsional
2.913
1.760
4.673

F/P (%)
21,18
24,02
22,17

> 1.000 Ha & < 3.000 Ha


Potensial
Fungsional
F/P (%)
2.111
1.942
91,99
1.682
1.173
69,74
3.793
3.115
82,12

IV - 16

b. Pendekatan Khusus Pembangunan


Satuan Wilayah Sungai (SWS) merupakan kawasan dengan potensi sumberdaya dan
tingkat perkembangan pembangunan yang bervariasi
sehingga pembangunannya
dilakukan dengan pendekatan khusus. Secara umum elemen utama pembangunan untuk
mendukung optimalisasi lahan basah meliputi pembangunan sumberdaya manusia,
pembangunan sarana dan prasarana, dan pembangunan kelembagaan.
Berdasarkan elemen utama pembangunan tersebut sesuai karakteristik masing-masing
wilayah dilakukan pembangunan dengan pendekatan khusus sebagai berikut :
(1) Sumber Daya Manusia
Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan suatu wilayah adalah
kualitas sumber daya manusia. Salah satu indikator yang utama yang digunakan
untuk mengukur kualitas sumber daya manusia untuk mampu mengelola potensi
lahan basah yaitu keterampilan dan penguasaan teknologi. Berdasarkan karakteristik
sumber daya manusia di masing-masing daerah, ditentukan kebijakan dan strategi
pengembangannya sebagai berikut :
Desa/kelurahan dengan kualitas sumber daya manusia dengan ketrampilan dan
penguasaan teknologi rendah, diterapkan kebijakan percepatan. Percepatan
peningkatan sumber daya manusia dilakukan melalui pelatihan sosialisasi dan
pendampingan secara intensif;
Desa/kelurahan dengan kualitas sumber daya manusia dengan ketrampilan dan
penguasaan
teknologi
sedang,
diterapkan
kebijakan
pemberdayaan.
Pemberdayaan terhadap SDM dengan kualifikasi sedang, dilakukan dengan
melaksanakan pelatihan secara selektif yang memberi peluang peningkatan
kapasitas dan kualitas kerja;
Desa/kelurahan dengan kualitas sumber daya manusia baik, diterapkan kebijakan
penguatan. Penguatan kualitas sumber daya manusia dilakukan melalui fasilitasi
pengembangan usaha untuk mendorong tumbuhnya nilai tambah usaha dengan
memanfaatkan kemampuan produksi yang ada.
(2) Prasarana dan Sarana
Ketersediaan prasarana dan sarana wilayah merupakan faktor penunjang
pengembangan wilayah. Oleh sebab itu, secara garis besar kebijakan penyediaan
prasarana dibagi menjadi dua kelompok. Pertama, untuk daerahdaerah yang relatif
memiliki prasarana memadai, kebijakan yang diterapkan adalah kebijakan
penyerasian dan pengoptimalan serta penguatan pembangunan prasarana dan sarana
yang ada. Kedua, untuk daerah-daerah yang memiliki prasarana kurang memadai,
kebijakan yang diterapkan adalah percepatan dan perluasan pembangunan prasarana
dan sarana. Adapun kebijakan dan strategi pengembangan prasara dan sarana di
setiap lingkup kijerja satuan Wilayah Sungai sebagai berikut :
Penerapan strategi optimalisasi dan penguatan pembangunan prasarana dan
sarana dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan prasarana yang
selama ini dirasa masih rendah. Upaya ini dilakukan dengan menambah sarana
melalui promosi dan penggalangan investasi, serta peningkatan koordinasi antar
sektor dan antar pelaku pembangunan;
Kebijakan percepatan pembangunan dan perluasan prasarana dimaksudkan untuk
meningkatkan jumlah maupun kualitas prasarana yang dirasakan masih kurang
dengan strategi yang diterapkan antara lain dengan
menambah investasi
pemerintah dan masyarakat.
(3) Kelembagaan
Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) dan kelompok tani merupakan lembaga utama
sebagai pengelola langsung potensi pertanian lahan basah, sehingga merupakan
pendukung kelembagaan yang strategis untuk mendukung percepatan optimalisasi
pembangunan lahan basah. Untuk lebih meningkatnya peran kelembagaan dimaksud
maka aspek kelembagaan yang perlu dikembangkan antara lain : (1) aspek
peraturan/ketentuan hukum yang dapat menciptakan rasa adil serta menumbuhkan
gairah dan kepasitas pembangunan oleh masyarakat; (2) operasionaliasi
kelembagaan masyarakat mencakup mekanisme dan tata kerja yang lebih efisien,

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

IV - 17

efektif, demokratis, terbuka rasional dan fleksibel serta mendukung kualitas


pelaksanaan pengelolaan potensi wilayah.
Berdasarkan aspek kelembagaan
dikategorikan menjadi kelembagaan dengan kapasitas dan kuantitas yang memadai
dan yang belum memadai. Memperhatikan nilai rentang penilaian tersebut maka
kebijakan dan strategi pengembangan kelembagaan dilakukan pendekatan sebagai
berikut :
Kelembagaan P3A dan kelembagaan petani yang kurang memadai diterapkan
kebijakan pengembangan dan peningkatan kapasitas kelembagaan;
Kelembagan P3A dan kelembagaan petani memadai diterapkan kebijakan
penguatan kapasitas kelembagaan.
4.1.2.6. Arahan Pengembangan Kawasan Peternakan
Dalam rangka meningkatkan produksi dan produktivitas peternakan, upaya yang
dilakukan dengan usaha intensifikasi dan diversifikasi maupun ekstensifikasi dan rehabilitasi
dengan langkah-langkah :
Tetap mengupayakan pengembangan hijauan, sumber air minum dan konservasi
lingkungan dilokasi padang pengembalaan agar tidak terjadi penurunan daya dukung lahan;
Pengembangan sistem peternakan terpadu berdasarkan potensi wilayah yang sesuai tempat
beternak seperti sistem ikat (paronasi), mini ranch atau pola PIR swasta.
4.1.2.7. Arahan Pengembangan Kawasan Kelautan dan Perikanan
a. Kebijakan
Dengan semakin meningkatnya kegiatan ekspor dan perdagangan dari sektor perikanan
ini, tentu diperlukan beberapa kebijaksanaan dalam upaya lebih mengoptimalkan wilayah
produksi :
Usaha rehabilitasi dalam mengamankan dan pemulihan habitat sumber daya perikanan
baik melalui pengawasan terhadap kegiatan penangkapan ikan dengan penggunaan
bahan peledak dan pengembangan hutan-hutan bakau;
Usaha intensifikasi dan ekstensifikasi tetap memperhatikan daya dukung lingkungan
dan ekosistem perairan darat maupun laut;
Pengembangan pola-pola usaha tani budidaya darat, pantai dan laut dalam mencari
sumber dan pembinaan habitat serta pengembangan pola desa dalam mendukung
pengembangan wilayah marine dan kawasan lindung perairan laut.
b. Potensi dan Kawasan Pengembangan
Pembangunan perikanan di Propinsi Nusa Tenggara Timur didukung sumberdaya yang
cukup potensial yang tersebar pada pesisir dan laut seluruh kabupaten/Kota. Secara
umum kawasan dan luasan potensi dan komoditas unggulan sebagaimana Tabel IV.8.
Tabel IV.8
Kawasan dan Indikasi Kegiatan Pembangunan Kelautan dan Perikanan
di Propinsi Nusa Tenggara Timur Sampai Tahun 2020

No
1
2
3
4

Kawasan Potensial
Perikanan Darat
Perikanan Tangkap
Perikanan Pantai
Budidaya Perikanan

Budidaya Laut

Budidaya Tambak

Luas
(Km2)
8.375 Ha
200.000 Km2
5.700 km
90.605 Ha
55.150 Ha
35.455 ha

Komoditas
Unggulan
Bandeng, Mujair
Tuna, Cakalang
Kerapu, Ikan Karang, Ikan Hias
Rumput Laut, Kakap, Udang

Sumber: Dinas Perikanan Propinsi NTT Tahun 2004

Dalam upaya meningkatkan keterpaduan pembangunan dengan berbagai sumberdaya


alam yang dapat dikembangkan diantaranya perikanan, pariwisata bahari, jasa kelautan
dan potensi ekonomi lainnya maka pengembangan pesisir laut dikembangkan dengan
pendekatan kawasan. Berdasarkan analisis potensi kawasan dan prospek
pengembangannya maka pengembangan kawasan pesisir dan laut dibedakan menjadi 9
Satuan Wilayah Pengembangan Pesisir dan Laut terpadu (SWPLT) sebagaimana Tabel
IV.9 dan secara visual dapat dilihat pada Gambar IV.3.

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

IV - 18

4.1.2.8. Arahan Pengembangan Kawasan Peridustrian


a. Kebijakan
Pengembangn diarahkan di Kupang Barat (Bolok) Kabupaten Kupang dalam bentuk
kawasan Industri. Untuk pengembangan lebih jauh perlu mengacu pada Keppres No. 53
Tahun 1989 dan Keppres Nomor : 33 Tahun 1990, serta SK Menteri Perindustrian nomor :
291/M/SK/10/1989 tentang Tata Cara Perizinan dan Standar Teknis Kawasan Industri
dengan didukung oleh studi perencanaan Detail Kawasan. Diluar kawasan industri tersebut
diarahkan untuk kegiatan pendukung. Hal ini perlu dipertegas dalam RUTRK,
pengembangan kawasan industri ini tentunya memperkirakan keberadaan sentra-sentra
industri kecil. Kebijaksanaan pemanfaatan ruang pada kawasan industri meliputi :
Penetapan batas lokasi dan kesesuaian menurut peraturan yang telah
ditetapkan/berlaku serta studi pengalokasian kegiatan industri yang sesuai;
Lebih mengembangkan industri pengolahan yang berskala sedang, yaitu Industri Hilir
(Kelompok Aneka Industri) dengan tetap meneruskan pengembangan industri kecil
termasuk industri kerajinan dan rumah tangga;
Prioritas diarahkan pada industri pengolahan hasil-hasil surplus pertanian dan
kehutanan;
Penyediaan prasarana dan sarana pendukung serta pengembangan sentra-sentra
industri sebagai penunjang pengembangan sektor pertanian dan pariwisata didalam
rangka memperluas kesempatan kerja (usaha) serta meningkatkan pendapatan di
beberapa kota lainnya;
b. Potensi dan Kawasan Pengembangan
Pembangunan industri merupakan prioritas utama pembangunan di Propinsi Nusa
Tenggara Timur yang pengembangannya diarahkan sesuai Potensi dan dan kapasitas
wilayah pengembanganya sebagaimana Tabel IV.10.
4.1.2.9. Arahan Pengembangan Kawasan Pariwisata
a. Kebijakan dan Prioritas Pembangunan
Pengembangan kawasan pariwisata di Nusa Tenggara Timur diprioritaskan untuk menarik
wisatawan mancanegara dan wisatawan domestik yang memberikan konstribusi
penghasilan terbesar ditingkat propinsi maupun tingkat nasional. Kawasan pariwisata yang
dikembangkan di Nusa Tenggara Timur merupakan obyek wisata alam yang telah tercakup
dalam Kawasan Lindung ditambah obyek wisata di kawasan budidaya. Pengembangan
utama diprioritaskan bagi :
Taman Nasional Pulau Komodo dan wilayah perairan laut sekitarnya;
Wisata alam Danau Tiga Warna Kelimutu dan wisata pantai seperti: Taman Laut 17
Pulau Riung (Ngada), tanam laut Maumere (Sikka), Pantai Lasiana (Kupang), Pantai
Kuta dan Baing (Sumba Timur), Pantai Rua Wanokaka (Sumba Barat), Pantai Pede
(Labuan Bajo);
Cagar Alam seperti Taman Wisata Camplong, Taman Wisata Danau Kelimutu. Kawasan
pariwisata di NTT secara spesifik belum ditentukan (hanya wisata alam yang termasuk
kawasan hutan lindung) di dalam setiap Wilayah Pengembangan Pariwisata (WPP).
Pengembangannya baru mencapai pada program peningkatan maupun studi di
beberapa lokasi obyek wisata. Untuk itu sangat diperlukan pengairan (penentuan) dan
pemamtapan antara kawasan wisata di dalam Kawasan Budidaya dan di dalam Kawsan
Lindung.

Tabel IV. 9 ..,

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

IV - 19

Tabel IV.9
SATUAN WILAYAH PENGEMBANGAN PESISIR LAUT TERPADU DI PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR
SAMPAI TAHUN 2020

NO
1
2

SWP Pesisir dan Laut


SWPLT- Selat Ombai-Laut Banda

Sub I Atapupu Pesisir Utara Kab. TTU, Belu

Sub II Kalabahi Pesisir Kepulauan di Kab. Alor


SWPLT- Laut Sawu I

6
7
8
9

Sub III Kupang Utara Pesisir Utara Kab. Kupang daratan, Pesisir Pulau Semau
Sub IV Rote Pesisir Pulau Rote

Pusat Kota Pelabuhan

Perikanan

Pariwisata Bahari

Jasa Kelautan

Baa

Lewoleba

Larantuka

Atapupu
Kalabahi
Kota Kupang

SWPLT- Laut Sawu III

Sub V Lewoleba Pesisir Kab. Lembata & Flotim

Sub VI Pesisir Flotim dan Pulau-Pulau Kecil

Potensi Utama

SWPLT- Laut Sawu II


Sub VII Ende Pesisir Selatan Kab.Sikka, Ende dan Ngada

Ende

SWPLT- Selat Sumba


Sub VIII Waingapu Pesisir Kab.Sumba Timur
Sub IX Waikelo Pesisir Kab. Sumba Barat

Waingapu
Waikelo

Kolbano

SWPLT- Laut Timor


Sub X selatan Timor Pesisir Selatan P.Timor
SWPLT- Laut Hindia
Sub XI Pesisir Pulau Sabu
SWPLT- Selat Sape
Sub XII Labuan Bajo Pesisir Kab.Manggarai dan Kabupaten Manggarai Barat
SWPLT- Laut Flores
Sub XIII Maumere Pesisir Kab. Flotim, Sikka, Ende, Ngada & Manggarai

Seba
Labuanbajo
Maumere

Sumber: Hasil Rencana Tahun 2004.

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

IV - 20

Tabel IV.10
Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Industri Di Propinsi Nusa Tenggara Timur Sampai
Tahun 2020
No
1
2
3
4
5

Kawasan Potensial
Kawasan Industri Kupang Barat dan Kawasan Industri
Bolok
Industri Rakyat di seluruh NTT
Industri Garam di Kupang dan Ngada)
Agroindustri Berbasis Pertaninan dan perkebunan di
Seluruh NTT
Agroindutri perikanan di seluruh NTT

Komoditas Unggulan

Industri galangan Kapal

Tenun ikat,

Garam Yodium, Artemia


Kopi, Kacang Tanah, Mete, Kelapa, Kakao.

Pengalengan Ikan, Pakan Ternak

Sumber: Dinas Perikanan Propinsi NTT Tahun 2004

Kebijaksanaan pemanfaatan ruang pengembangan pariwisata diprioritaskan pada :


Penentuan dan pemantapan ruang kawasan pariwisata (agar lebih memantapkan
wilayah pengembangan pariwisata) baik di dalam kawasan lindung dan kawasan
budidaya;
Lebih meningkatkan fasilitas pendukung dengan menambah akomodasi dan
atraksi wisata dalam rangka memperluas kesempatan kerja (usaha) dan
penerimaan devisa;
Melanjutkan usaha mengembangkan obyek-obyek wisata lainnya dan penataan
ruang obyek wisata serta promosi produk-produk wisata dalam menjaring
sebanyak mungkin segmen pasar wisata dalam dan luar negeri.
b. Kawasan Pengembangan
Dalam upaya meningkatkan keterpaduan pembangunan kawasan pariwisata yang
didukung dengan aksesibilitas wilayah yang memadai maka dilakukan perwilayahan
pembangunan pariwisata menjadi 7 (tujuh) Wilayah
pengembangan. Dasar
perwilayahan dimaksud mendasari pada aspek keutuhan setiap satuan wilayah
pembangunan mengingat jarak antar satu kawasan wisata dengan kawasan lainnya
relatif berjauhan. Melalui perwilayahan pariwisata maka setia satuan wilayah
pengembangan didukung dengan potensi wisata yang unik menurut wilayahnya dan
dikaitkan secara langsung dengan dukungan aksesibilitas wilayah. Satuan wilayah
pengembangan pariwisata sebagaimana Tabel IV.11 dan secara visual dapat dilihat
pada Gambar IV.4.
4.1.2.10.

Arahan Pengembangan Kawasan Pertambangan


a. Kebijakan Pemanfaatan
Propinsi Nusa Tenggara Timur dengan kekayaan sumber daya mineralnya,
mempunyai potensi untuk terus ditingkatkan kemampuannya secara kuantitatif
dalam hal eksplorasi maupun yang sudah pada tahap eksploitasi. Prioritas
pengembangan pada tahap eksploitasi seperti tambang bahan galian C dan tentunya
akan terus meningkatkan penelitian eksplorasi bahan galian A dan B. Pendelineasian
kawasan pertambangan pada skala 1 : 250.000 tidak dapat dilakukan, melainkan
perlu ada pada rencana tata ruang yang lebih detail yaitu RTRW Kabupaten dengan
skala 1 : 50.000 atau 1 : 100.000. penggarisannya di dalam peta RTRWK dan di
lapangan perlu sekali diperhatikan, terutama menyangkut masalah pelestarian
lingkungan hidup baik di dalam kawasan lindung maupun di kawasan budidaya, agar
tidak menimbulkan dampak yang lebih buruk bagi masyarakat sekitarnya.
Kebijaksanaan pemanfaatan ruang pengembangan kawasan pertambangan,
dilakukan dengan :
Penggarisan wilayah kuasa pertambangan atau kontrak kerya di dalam rencana
yang lebih detail dan dilapangan perlu di ukur lebih menitik beratkan akan
pelestarian ekosistem lingkungan dengan jalan lebih meningkatkan
pengendalian/pemantauan kegiatan pertambangan tersebut;
Melakukan penghijauan dapa kawasan-kawasan bekas penambangan, untuk
menghindari kawasan yang gersang;

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

IV - 21

Pengembangan energi listrik dari sumber panas bumi di Pulau Flores Lembata
Alor.
b. Kawasan dan Komoditas Unggulan
Potensi pertambangan di propinsi Nusa Tenggara Timur tersebar di seluruh wilayah
kabupaten, namun beberapa potensi utama tambang terdapat pada kawasan
lindung maupun kawasan budidaya. Potensi tambang dan sebarannya sebagaimana
pada Tabel IV.12 dan secara visualisasi potensi untuk pengembangan energi panas
bumi lihat pada Gambar IV.5.

Tabel IV.11 ...........,

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

IV - 22

Tabel IV.11
SATUAN WILAYAH PENGEMBANGAN PARIWISATA DI PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR
TAHUN 2020
No
1

Kawasan Wisata

Sub Kawasan

Kota Kupang

KWS. Timor I: Kupang-TTSRote Ndao

TWA Teluk Kupang


Nembrala
Mutis-Timau
Kolbano

KWS Timor II: TTU, Belu, Alor

KWS Flores I: LembataFlotim-Sikka

Tanjungbastian
Insana
TWAL Alor
Lamalera-Lewoleba
Larantuka
Teluk Maumere
Danau Kelimutu
Riung 17 Pulau

KWS Flores III: ManggaraiManggarai Barat

Iteng
Pulau Komodo

KWS Sumba I : Sumba Barat

Kodi/Pero
Rua
Wanokaka

KWS Sumba II: Sumba Timur

Lewa
Baing/Kalala
Taribang

KWS Flores II : Ende- Ngada

Pintu Masuk

Udara/Bandara
El- Tari

Dukungan Aksesibilitas
Laut/Pelabuhan
Tenau

Lintas Timor (Utara, Selatan)

Atambua

Haliwen

Atapupu

Maumere

Waeoti

Maumere

Terminal Maumere: Pintu


Masuk dari Makasar

Ende

H. Aroebusman

Ende/Ippi

Terminal Ende

Pintu masuk dari Timor


Leste

Alam laut
Olah Raga
Megalitik dan Budaya

Alam laut
Selam
Budaya

Perburuan Ikan Paus


Budaya & Agama
Taman Alam laut/ Selam
Taman Nasional Komodo
(wisata
alam
kelimutu
pegunungan)
Taman Nasional dan Laut
Taman Alam Laut
Budaya
Rekreasi
Megalitik
Alam Laut

Labuan Bajo

Komodo

Labua Bajo

Pintu Masuk dari NTB

Waikabubak

Tambolaka

Waikelo

Terminal waikabubak

Waingapu

Mau hau

Waingapu

Terminal Waingapu

Megalitik/Budaya

Sumber: Hasil Kajian Tim RTRWP Tahun 2004

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

Andalan Pariwisata

Darat

IV - 23

Tabel IV.12
INDIKASI KEGIATAN PRIORITAS PEMBANGUNAN PERTAMBANGAN DAN ENERGI
DIPROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2020
No
1
2
3
4

Potensi Tambang
Pertambangan Golongan A
Pertambangan Golongan B
Pertambangan Golongan C
Sumberdaya Energi

Komoditas Unggulan

Minyak bumi

Emas, Marmer

Batu hijau, batu apung dan batu hitam


Energi Panas Bumi, Energi Angin, Energi Surya dan
Energi Mikro Hidro

Sebaran Lokasi Utama


Kabupaten se-NTT
Ngada, TTU, TTS, Belu
Ende, Alor, TTS
Kabupaten se-NTT

Sumber: Dinas Pertambangan NTT tahun 2004.

4.1.2.11.

Arahan Pengembangan Kawasan Permukiman


a. Kebijakan Pembangunan
Kebijakan pengembangan kawasan permukiman dibagi menjadi kawasan
permukiman perkotaan dan pedesaan. Arahan pengembangan kawasan permukiman
kota :
Lebih mengefisienkan pemanfaatan lahan;
Peningkatan sistem fasilitas dan utilitas pelayanan;
Meningkatkan kualitas permukiman kumuh;
Menigkatkan kualitas lingkungan;
Memperhatikan proyeksi pertambahan penduduk dengan ketersediaan lahan
permukiman perlu atau tidaknya untuk pengembangan vertikal.
Kebijakan pengembangan kawasan permukiman desa :
Meningkatkan sumber-sumber air memperluas pelayanan air bersih sampai ke
tingkat desa-desa;
Meningkatkan kualitas lingkungan pemukiman yang sehat dan bersih;
Meningkatkan kualitas
dan penyediaan fasilitas dan utilitas lingkungan/
pemukiman;
Kebijakan pembangunan pada daerah pesisir/perumahan nelayan;
Akses fisik ke kota/PKL terdekat.
b. Kawasan Pengembangan
Perumahan dan permukiman merupakan salah satu kegiatan yang membutuhkan
ruang. Sehubungan dengan itu maka dalam upaya meningkatkan kualitas
dan kuantitas perumahan dan permukiman dalam upaya mewujudkan permukiman
dan perumahan yang bermartabat dan layak huni maka diarahkan pengembangan
perumahan dan permukiman pada kawasan sebagaimana Tabel IV.13.
Tabel IV.13
INDIKASI KEGIATAN PRIORITAS PEMBANGUNAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN
DI PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR SAMPAI TAHUN 2020

No
A

Permukiman

Kegiatan Utama

Permukiman Eksisting
Permukiman Perkotaan

292

Permukiman Perdesaan

2.278

787.714
38,86 %

Rumah
Air bersih
B

Unit

Lokasi baru
Permukiman Perkotaan

29

Permukiman Perdesaan

227

Rumah
Air bersih

78.771
3,8 %

Sebaran Lokasi Utama

Penataan lingkungan: jalan lingkungan,


sanitasi, draenase
Penataan lingkungan: jalan lingkungan,
jalan desa dan sanitasi
Rehabilitasi rumah yang tidak layak huni
Peningkatan kualitas dan kapasitas
layanan

292 Kelurahan Kab./Kota se-NTT

Pembangunan lingkungan: jalan


lingkungan, sanitasi, draenase
Pembangunan lingkungan: jalan
lingkungan, jalan desa dan sanitasi
Pembangunan rumah yang tidak layak
huni
Peningkatan kualitas dan kapasitas
layanan

Kelurahan Kab./Kota se-NTT

292 Kelurahan Kab./Kota se-NTT


292 Desa/Kelurahan Kab./ Kota se-NTT

Kelurahan Kab./Kota se-NTT


Desa/Kelurahan Kab./ Kota se-NTT

Sumber: Hasil Rencana tahun 2004.

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

IV - 24

4.1.3. Pola Pengembangan Kota-Kota


Pola pengembangan kota-kota berkaitan erat dengan tujuan yang ingin dicapai dalam
penyusunan Review RTRWP, dimana kota merupakan pusat koleksi dan distribusi baik
barang maupun orang. Dalam penyusunan Review RTRWP pengembangan sistem kotakota erat kaitannya dengan pengembangan struktur ruang. Arahan pengembangan kotakota sangat terkait dengan fungsi kota dalam percepatan pembangunan daerah.
Sehubungan dengan itu dalam kerangka pembangunan perkotaan perlu dikaitkan dengan
fungsi-fungsi utama kota. Berdasarkan hal tersebut maka arahan pengembangan kota-kota
di Propinsi Nusa Tenggara Timur sebagai berikut :
1. Besaran kota dan prinsip pengelolaan kota
Berdasarkan proyeksi penduduk hingga tahun 2020 maka kota-kota akan masuk dalam
kategori kota sedang dan kecil dengan fungsi yaitu Kota Pusat Kegiatan Nasional, Kota
Pusat Kegiatan Wilayah dan Kota Pusat Kegiatan Lokal. Berdasarkan kriteria-kriteria
dimaksud maka diklasifikasi besaran kota dan fungsi serta prinsip pengelolaannya
sebagai berikut :
a. Kota Sedang dan PKN
Langkah-langkah
untuk
mewujudkan
tercapainya
pengembangan
dan
pembangunan Kota Sedang dan Pusat Kegiatan Nasional adalah sebagai berikut :
Penataan kota yang terpadu dengan kota-kota sekitar;
Mengembangkan badan kerjasama antar kota;
Menyusun RIS Prasarana untuk keterpadauan program dalam kawasan dengan
pusat-pusat permukiman;
Mengembangkan sistem transportasi yang sinergis dengan sistem permukiman
den pengembangan kegiatan usaha;
Didukung oleh sistem trarsportasi kota yang lancar;
Adanya sistem jaringan jalan yang menunjang pergerakan lintas batas;
Mendorong peran serta swasta dan pengembangan ekonomi dan investasi
prasarana;
Mengembangkan kerjasama antar kota untuk jaringan prasarana seperti air
bersih, jaringan jalan, etrairase. Penataan kawasan berbasis zoning regulation;
Pengaturan sarana prasarana telekomunikasi yang mendukung kegiatan kota;
Mendorong peran serta swasta dan pengembangan ekonomi dan investasi
prasarana;
Mengembangkan kerjasarna antar kota untuk jaringan prasarana seperti air
bersih, jaringan jalan, drainase;
Pembangunan kota yang mandukung skala regional;
Pembangunan sarana prasarana telekomunikasi yang mendukung kegiatan
kota;
Pembangunan pusat jasa pemerintah untuk lingkup propinsi atau regional;
Peningkatan kapasitas outlet (bandara den pelabuhan laut) berstandar
regional;
Peningkatan fasilitas kesehatan dengan skala pelayanan bertarap internasional;
Peningkatan fasilitas pendidikan mulai tingkat dasar sampai perguruan tinggi.
b. Kota Kecil PKN
Penataan kota yang terpadu dengan kota-kota sekitarnya;
Mengembangkan badan kerjasama antar kota;
Menyusun RIS Prasarana untuk keterpadauan program dalam kawasan dengan
pusat-pusat permukiman;
Didukung oleh sistem trarsportasi kota yang lancar;
Adanya sistern jaringan jalan yang menunjang pergerakan lintas batas;
Mengembangkan kerjasama antar kota untuk jaringan prasarana seperti air
bersih, jaringan jalan, drairase;
Pembangunan sarana prasarana telekomunikasi yang mendukung kegiatan
kota.
c. Kota Kecil PKW
Penataan kota yang terpadu dengan kota-kota sekitarnya;

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

IV - 25

Mengembangkan badan kerjasama antar kota;


Menyusun RIS Prasarana untuk keterpedauan program dalam kawasan dengan
pusat-pusat permukiman;
Didukung oleh sistem transportasi kola yang lancar yang melayani antar kota;
Mengembangkan kerjasama antar kota untuk jaringan prasarana seperti air
bersih, jaringan jalan, drainase;
Pembangunan sarana prasarana telekomunikasi yang mendukung kegiatan
kota;
Peningkatan pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi;
Peningkatan fasilitas kesehatan, mulai tingkat RT sampai Tingkat Pelayanan
Kota;
Pembangunan Rumah Sakit bertarap pelayanan Wilayah.
d. Kota Kecil PKL
Penataan kota yang terpadu dengan kota-kota sekitarnya;
Mengembangkan badan kerjasama antar kota;
Menyusun RIS Prasarana untuk keterpaduan program dalam kawasan dengan
pusat-pusat permukiman;
Didukung oleh sistem transportasi kota yang lancar;
Mengembangkan kerjasama antar kota untuk jaringan prasarana seperti air
bersih, jaringan jalan, drainase;
Pembangunan sarana prasarana telekomunikasi yang mendukung kegiatan
kota;
Pembangunan fasilitas pendidikan mulai pendidikan dasar hingga pendidikan
atas;
Pembangunan fasilitas kesehatan, mulai dari tingkat RT sampai pusat
pelayanan kegiatan kota lokal;
Pembangunan Rumah Sakit dengan skala pelayanan lokal.
2. Kota pantai
Sehubungan dengan posisi geografis sebuah kota, maka terdapat kota pantai yang
hirarkinya sesuai dengan kriteria sebuah kota Pusat Kegiatan Nasional, Pusat Kegiatan
Wilayah dan Pusat Kegiatan Lokal. Namun demikian khusus untuk kota pantai ada
tambahan kriteria sebagai berikut :
Memiliki potensi ekonomi sebagai sabuk ekonomi;
Kota yang menjadi pusat keglatan industri pengelolaan hasil laut;
MemilM akses yang baik dengan kawasan laut sebagai sentra produksi kelautan;
Kota utama sentra produksi kelautan;
Kota yang mempunysi akses ke pasar (pintu gerbang) dan akses ke sentra
produksi/kawasan andalan laut/pulau-pulau kecil;
Memungkinkan secara geografis dan terlindung dari badai dan gelombang besar;
Kota yang memiliki prasarana transportasi (Pelabuhan Udara, Simpul Jaringan Jalan
Kota) dan akses ke pasar (pusat processing).
Prinsip Pengelolaan Kota Pantai sebagai berikut:
Perencanaan kota secara terpadu termasuk prasarana perkotaan sesuai kriteria
permukiman;
Membangun prasarana transportasi penghubung kota pantai dengan sentra
produksi kelautan dan dengan pusat pertumbuhan di daratan;
Membangun fasilitas pengolahan industri komoditi kelautan;
Didukung oleh fasilitas pengumpul komoditas kelautan (pelabuhan);
Pemberian insentif di daerah dan disinsentif di daerah konservasi seperti sempadan
pantai.
Untuk mencapai suatu hirarki kota yang dapat mendekati kenyataan dan dapat
dimanfaatkan dalam usaha pembangunan bidang perekonomian, maka penentuan
hirarki kota lebih ditentukan oleh kebijaksanaan pengembangan perekonomian di masa
mendatang, dengan meningkatkan kegiatan ekspor dan berdasarkan konsepsi untuk
mengembangkan kota-kota pelabuhan. Selain itu kecenderungan hirarki kota yang ada
juga menjadi bahan pertimbangan, meskipun sifatnya tidak mutlak. Hal ini disebabkan

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

IV - 26

karena kecenderungan perkembangan kota yang teridentifikasi berdasarkan hasil


analisis menunjukan suatu hirarki kota yang cenderung menjadi Kota Kupang sebagai
pusat kegiatan perekonomian, serta kota-kota lainnya menjadi kota-kota dengan hirarki
yang lebih rendah. Sehingga dalam usaha meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan
pemerataan pembangunan akan mengalami hambatan, karena setiap kota akan sangat
tergantung dengan Kota Kupang yang berfungsi sebagai pusat kegiatan utama untuk
koleksi-distribusi barang, sebelum disalurkan ke kota-kota yang mempunyai hararki
dibawahnya, maupun sebelum dikirim ke luar wilayah NTT.
Mengingat karakteristik wilayah Nusa Tenggara Timur berupa wilayah kepulauan, dan
guna memacu kegiatan ekonomi untuk meningkatkan pertumbuhan dan pemerataan
pembangunan, maka pola pengembangan kota-kota didasarkan pada pemikiranpemikiran sebagai berikut :
Untuk mempercepat proses pembangunan (akselerasi kegiatan sosial ekonomi),
khususnya di kawasan perkotaan (dan daerah belakangnya) disetiap pulau, maka
untuk pulau-pulau besar utama (P. Flores, P. Sumba dan P. Timor) masing-masing
harus mempunytai kota orde I (satu)/ Pusat Kegiatan Nasional (PKN) dan
selanjutnnya akan membentuk sistem kota-kota sampai dengan tingkat orde II
(PKW), III (PKL) sampai dengan kota-kota terkecil (merupakan agropolitan yang
pada umumnya merupakan desa-desa pusat pertumbuhan atau ibukota
kecamatan);
Untuk pulau-pulau yang lebih kecil dan mempunyai kegiatan ekonomi yang cukup
berarti, yaitu Pulau Alor, Pulau Pantar, Pulau Lembata, dan Pulau Sabu masingmasing harus mempunyai kota orde ke III (PKL);
Kota-kota yang diperkirakan memiliki pertumbuhan yang relatif lebih cepat dan
diharapkan dapat berperan sebagai pusat distribusi dan koleksi untuk daerah
belakangnya adalah kota-kota
pelabuhan. Kota-kota pelabuhan tersebut akan
menjadi pusat kegiatan ekonomi, khususnya kegiatan ekspor dengan memanfaatkan
potensi yang dimiliki oleh daerah belakangnya. Sehingga perkembangan kota-kota
tersebut sangat tergantung oleh potensi yang dimiliki oleh daerah belakangnya yang
menjadi wilayah pelayan serta tingkat aksesibilitas (kemudahan) antara kota-kota
tersebut dengan daerah belakangnya.
Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, maka hirarki kota-kota untuk kurun waktu
15 (lima belas) tahun mendatang diarahkan sebagaimana Tabel IV.14 dan secara visual
pengembangan sistem kota-kota di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur dapat dilihat
pada Gambar IV.6 dan kota-kota pantai pada Gambar IV.7.
Tabel IV.14
SISTEM PENGEMBANGAN KOTA-KOTA
DI PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2020

Hirarki Kota

Nama Kota

Kota hirarki

I (PKN)

Kota Kupang, Atambua, Waingapu, Labuanbajo dan Maumere.

Kota hirarki

II (PKW)

Kota hirarki

III (PKL)

Ibukota Kabupaten: Baa, Soe, Kefamenanu, Kalabahi, Lewoleba, Larantuka, Ende,


Bajawa, Ruteng, Waikabubak
Kota Kecamatan Potensial: Betun, Weitabula, Mbay/Aesesa

Ibukota-ibukota Kecamatan lainnya

Sumber: Hasil Rencana RTRWP tahun 2004

4.1.4. Pola Pengembangan Sistem Prasarana


Pengembangan sistem prasarana, diarahkan pada upaya untuk meningkatkan
aksesibilitas antar kota, maupun antar kota dengan daerah belakangnya. Disamping itu

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

IV - 27

juga diharapkan bisa meningkatkan kegiatan dan pertumbuhan ekonomi di wilayah Propinsi
Nusa Tenggara Timur. Dengan tersedianya sistem prasarana yang memadai, diharapkan
dapat membantu terhadap kelancaran arus orang dan barang serta dapat meningkatkan
pertumbuhan ekonomi di propinsi ini.
4.1.4.1. Sistem Prasarana Transportasi
Transportasi merupakan salah satu unsur pembentuk ruang dalam suatu wilayah.
Keberadaannya sangat mempengaruhi tatanan kehidupan manusia baik dalam skala
lokal maupun regional. Dalam konteks pembentukan ruang wilayah perlu diketahui
struktur jaringan transportasi eksisting. Tata ruang Wilayah Propinsi Nusa Tenggara
Timur tidak terlepas dari keberadaan jaringan transportasi darat, transportasi laut, dan
transportasi udara yang dapat dilihat dari arus transportasi yang telah ada.
Dengan melihat kenyataan tersebut dapat dilihat bahwa sebaran simpul-simpul kegiatan
sosial ekonomi masyarakat akan membentuk struktur jaringan transportasi yang akan
membentuk suatu interaksi antar daerah yang sekaligus mendorong usaha pemenuhan
kebutuhan sarana dan prasarana jaringan transportasi. Arus lalu lintas transportasi darat
yang selama ini berlangsung memperlihatkan dinamika pergerakan penduduk dan
barang. Dalam skala lokal, sistem transportasi dibentuk oleh jaringan jalan yang
menghubungkan beberapa simpul kegiatan yang tersebar di setiap kabupaten.
Pergerakan penduduk dan barang inilah yang mendorong Pemerintah Propinsi NTT
untuk terus mengembangkan jaringan jalan yang ada, yang diharapkan nantinya hasilhasil pembangunan dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat di wilayah propinsi ini. Pola
pengembangan sistem transportasi di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur lebih dititik
beratkan pada upaya :
1. Menghubungkan ketempat yang masih terisolir, untuk meningkatkan distribusi
barang dari kantung-kantung produksi, dimana sebagian besar kantung-kantung
produksi berada di wilayah pedalaman yang sampai saat sekarang sistem
transportasi belum menjangkau secara optimal;
2. Menunjang kegiatan ekspor dari wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur baik dalam
lingkup Kawasan Timur Indonesa (KTI), lingkup Nasional, maupun Internasional.
Hal ini berangkat dari usaha meningkatkan pertumbuhan ekonomi wilayah guna
mengejar ketertinggalan dari propinsi lain maupun Nasional;
3. Mengembangkan dan meningkatkan peranan sektor-sektor strategis dan dominan
dalam menunjang perekonomian wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur yang
meliputi pertanian industri;
4. Meningkatkan pemerataan pertumbuhan ekonomi antar kabupaten, dengan lebih
meningkatkan hubungan sistem koleksi dan distribusi antar kabupaten maupun
antar kota kabupaten dengan kota-kota kecil di bawahnya;
5. Meningkatkan aksesibilitas dengan meningkatkan prasarana transportasi ke
kantung-kantung produksi yang dirasakan masih terisolir.
Bila mengacu pada Pola Dasar Pembangunan Propinsi Nusa Tenggara Timur, maka
kebijaksanaan pengembangan transportasi di arahkan pada usaha :

Meningkatkan transportasi ke tempat-tempat yang belum terjangkau oleh prasarana


transportasi perhubungan;

Usaha untuk meningkatkan transportasi ke tempat-tempat yang belum terjangkau


oleh prasarana transportasi perhubungan;

Usaha untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi tinggi dengan upaya meningkat


ekspor hasil produk khususnya pertanian, industri dan sosial ekonomi lainnya;

Usaha untuk meningkatkan pemerataan pembangunan dan struktur ekonomi antar


wilayah, dengan lebih meningkatkan kegiatan ekonomi yang didukung oleh tingkat
aksesibilitas yang tinggi ke pusat pemasaran.
Berdasarkan kebijaksanaan tersebut, maka program pengembangan transportasi
meliputi transportasi darat, transportasi penyeberangan, laut dan udara.

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

IV - 28

4.1.4.2. Pola Pengembangan Transportasi Darat


a. Kebijakan Transportasi Darat
Strategi pengembangan prasarana transportasi dimaksudkan untuk
mempertinggi mobilitas dan aksesibilitas orang, barang dan jasa. Selain itu
pengembangan transportasi darat diarahkan untuk menghubungkan dan
mempertinggi kemudahan interaksi antara kantong-kantong produksi dengan koleksi
dan distribusi antara pusat-pusat permukiman serta antara pusat-pusat
pertumbuhan dengan daerah belakangnya, merangsang dan mengarahkan pola
perkembangan jalan untuk menciptakan tata ruang yang terpadu.
Dalam rencana sistem jaringan transportasi darat, menyangkut beberapa unsur yang
berkaitan dengan upaya mendorong pertumbuhan masing-masing ruang antara lain
jaringan jalan, terminal, pelabuhan udara dan pelabuhan laut. Berdasarkan hal
tersebut maka perlu terlebih dahulu ditetapkan klasifikasi fungsi jalan yang
dipadukan dengan Peraturan Pemerintah No 26 Tahun1985. Berdasarkan Peraturan
tersebut, sebuah jalan terbagi kedalam 6 tipe klasifikasi jalan sepert tercantum
dibawah berikut :
a). Jalan Arteri Primer;
b). Jalan Kolektor Primer;
c), Jalan Lokal Primer;
d). Jalan arteri Sekunder;
e). Jalan Kolektor Sekunder;
f). Jalan Lokal Sekunder;
Dengan demikian melihat kaitan rencana pengembangan sistem jaringan
transportasi darat dalam RTRWP, maka Kota Kupang, Atambua, Maumere,
Waingapu dan Labuanbajo sebagai pusat Pusat Kegiatan Nasional (PKN) harus dilihat
dari sistem transportasi regional. Dalam sistem tersebut pengembangan jaringan
transportasi darat yang diarahkan dibentuk sesuai dengan struktur dalam rencana
tata ruang wilayah, substansi pengembangan sistem jaringan transportasi (darat)
menyangkut pada sistem pengembangan wilayahnya yang menghubungkan masingmasing jenjang pusat-pusat pelayanannya. Hubungan tersebut secara relatif dapat
digambarkan sebagai berikut :
Kota Orde I

( PKN)

Arteri Primer
Kota Orde II

( PKW)

Kolektor Primer
Kota Orde III

( PKL)

Lokal Primer
Kota Orde IV

( Desa-desa pusat pertumbuhan)

Dengan gambaran di atas, maka sistem jaringan jalan regional yang melintas dan
menghubungkan Pusat Kegiatan Nasional (PKN) dengan Pusat Kegiatan Wilayah
(PKW) dan Pusat Kegiatan Lokal (PKL).
Upaya yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut, pola pengembangan
jaringan jalan di Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur antara lain:
Meningkatkan kualitas jaringan jalan arteri primer yang melintasi kota-kota di
Pulau Timor meliputi Kota Kupang, SoE, Kefamenanu dan Atambua;
Meningkatkan jalan yang menghubungkan wilayah bagian utara pulau Flores
untuk menghubungkan kota-kota ibukota kecamatan yang berada di jalur utara
dan selatan untuk mendukung terhadap pembangunan perekonomian wilayah.

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

IV - 29

Serta meningkatkan kualitas jalan Ruteng Bajawa Ende Maumere Larantuka untuk lebih meningkatkan hubungan antara kota tersebut;
Upaya peningkatan jaringan jalan di pulau Lomblen (Kabupaten Lembata);
Upaya peningkatan jaringan jalan di pulau Alor (Kabupaten Alor);
Upaya peningkatan jaringan jalan pada kawasan perbatasan;
Upaya penigkatan jaringan jalan di Pulau Sumba dan upaya membangun jalan
baru ke kantung-kantung produksi;
Upaya pembangunan jalan di seluruh wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur dari
Ibukota Kabupaten ke Ibukota Kecamatan dengan cara bertahap sesuai
anggaran yang ada, guna mempercepat sistem pemasaran produksi;
Upaya peningkatan dan pembangunan jalan dari Ibukota Kecamatan ke desadesa yang merupakan pusat kegiatan ekonomi pertanian yang masih
memberikan sumbangan relatif besar terhadap perekonomian di Wilayah Propinsi
Nusa Tenggara Timur;
Upaya peningkatan jaringan jalan pada kawasan prioritas.
b. Pengembangan Prasarana Transportasi Darat
Pengembangan transportasi darat yang didukung kapasitas dan kualitas yang tinggi
ditentukan oleh kelas terminal, kelas jalan dan didukung sarana angkutan darat yang
jumlah dan kapasitsnya memadai. Atas dasar itu arah pengembangan prasarana
transportasi darat sebagaiamana Tabel IV.15 dan secara visual dapat dilihat pada
Gambar IV.8.
Tabel IV.15
Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Jalan dan Perhubungan
Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai 2020

No
1

Kawasan Potensial
Jalan dan Jembatan
Nasional
Propinsi
Kabupaten
Terminal

Tipe A

TipeB

Tipe C

Panjang (Km2)/Unit

Arahan Pengembangan

1.121,87
2.939,86
12.866,81

Mempertahankan kualitas
Pengalihan sebagian status menjadi Jalan Nasional
Pengalihan sebagian status menjadi Jalan Nasional

4 unit
16 unit
194 Unit

Kupang, Atambua, Maumere, Labuan Bajo


13 Kota-kota Kabupaten/ Kota se-NTT
Kota-kota ibukota Kercamatan terpilih

Sumber: Hasil Rencana RTRWP Tahun 2004

c. Pengembangan Transportasi Penyeberangan


Pengembangan transportasi penyeberangan adalah bagian dari sistem transportasi
darat, terutama jaringan jalan arteri primer yang menghubungkan simpul-simpul
kegiatan yang terdapat pada jaringan jalan tersebut. Sistem transportasi tersebut
dimulai dari NTB (Pelabuhan Sape) ke Labuan Bajo (Flores/Manggarai Barat) hingga
ke Waibalon (Flores Timur), bersambung ke Solor, Adonara, Lembata (Waiwerang),
menuju ke Pantar (Baranusa) dan Alor (Kalabahi), menyebarang ke Atapupu (Belu)
Wini (TTU) Naikliu Bolok (Kabupaten Kupang). Dari Kupang menghubungkan
ke Semau (Hansisi), Rote (Pantai Baru dan Baa), dan ke Sabu (Seba) ke Ende
(Ende). Dari Ende ke Waingapu (Sumba Timur) kembali ke Sape.
Pelabuhan penyeberangan yang telah memiliki fasilitas dermaga dan movable bridge
adalah :
1. Bolok Kupang (Timor);
2. Pantai Baru (Rote);
3. Waibalun Larantuka (flores Timur);
4. Kalabahi (Alor);
5. Labuan bajo (flores Barat/Manggarai Barat);
6. Aimere (flores Selatan/Ngada);
7. Ipi (Flores Selatan/Ende).
Pelabuhan penyeberangan yang bersifat darurat adalah :
1. Kabir (Pantar);
2. Hansisi (Semau);
3. Bakalang (Pantar);

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

IV - 30

4. Maritaing (Alor);
5. Lewoleba (Lembata).
Kegiatan transportasi penyeberangan yang masih memanfaatkan fasilitas Pelabuhan
Laut adalah Waingapu, Seba, Atapupu, Lewoleba, Baranusa, Waiwerang dan
Balauring, Maumbawa atau Mborong.
Trayek angkutan penyeberangan yang dilayani oleh 9 (sembilan) Kapal Motor
penyeberangan adalah :
a. Kupang Rote PP;
b. Kupamg Ende PP;
c. Kupang Larantuka PP;
d. Kupang Sabu PP;
e. Kupang Kalabahi PP;
f. Kupang Aimere Waingapu PP;
g. Larantuka waiwerang Lewoleba Balauring PP;
h. Kalabahi Baranusa Balauring PP;
i. Kalabahi Atapupu PP;
j. Labuan Bajo Sape PP;
k. Waingapu Sabu PP;
l. Kupang Aimere PP;
m. Waikelo Sape PP.
Kebijaksanaan yang ditempuh untuk pengembangan (sesuai Sistem Transportasi
Nasional) antara lain:
Peningkatan Fungsi jaringan Jalan Trans Flores Lembata Alor Timor
Sumba;
Peningkatan pelabuhan-pelabuhan simpul-simpul kegiatan;
Perbaikan dan penambahan armada penyeberangan serta peninmgkatan
fasilitas keamanan.
Secara visual konsep sistem transportasi penyeberangan dapat dilihat pada Gambar

IV.9.

4.1.4.3. Pengembangan Transportasi Laut


a. Kebijakan Transportasi Laut
Kebijaksanaan pengembangan transportasi laut lebih diarahkan untuk melayani
pergerakan orang dan barang ke setiap pulau besar maupun pulau kecil bahkan ke
wilayah propinsi lainnya. Peranan sistem tranportasi laut baik yang dilayani oleh
PELNI, ASDP maupun Perusahaan Perorangan sangat membantu sekali terutama
untuk ekspor barang-barang hasil produksi yang dipasarkan ke wilayah lain, bahkan
sampai sekarang peran transportas inin sangat memegang peranan penting dalam
pertumbuhan perekonomian di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur. Jenis
pelayaran yang sampai saat ini melayani pergerakan orang dan barang antara lain :
Pelayanan Nusantara yang dilayani Kapal Laut (KM. Srimau, KM. Awu, KM.
Siguntang dan KM. Dorolonda);
Pelayaran Kapal Perintis yang melayani pelabuhan lokal dengan rute Waingapu,
Sabu, Kupang, Larantuka, Kalabahi dan Baa;
Pelayaran Kapal Ferry melayani Rote, Sabu, Larantuka, Kalabahi, Aimere, Ende,
Waingapu, Lewoleba, Atapupu dan Baranuasa;
Pelayaran Kapal Rakyat dengan rute pelayanan lokal.
b. Pengembangan Pelabuhan laut
Pengembangan transportasi laut yang didukung kapasitas dan kualitas yang tinggi
ditentukan oleh kelas pelabuhan yang didukung sarana angkutan kapal laut, feri dan
alat angkut penyeberangan lainnya. Atas dasar itu arah pengembangan pelabuhan
laut sebagaiamana Tabel IV.16.
Kebijaksanaan pengembangan transportasi laut di wilayah Propinsi Nusa Tenggara
Timur dilakukan dengan cara sebagai berikut :
Lebih meningkatkan fungsi dan kelas pelabuhan;

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

IV - 31

Lebih meningkatkan persinggahan kapal Pelni ke pelabuhan-pelabuhan yang


selama ini belum semuanya dapat di singgahi, hal ini dikarenakan kondisi
pelabuhannya belum mendukung
Meningkatkan hubungan antar pelabuhan yang dilayani kapal perintis, yang
selama baru beberapa pelabuhan terlayani;
Meningkatkan peran pelabuhan untuk mendukung kegiatan ekspor- impor
dengan prioritas pada pelabuhan - pelabuhan yang telah mempunyai
interaksi/hubungan
kuat dengan pelabuhan di Pulau Jawa, Sulawesi,
Kalimantan, Maluku dan Papua;
Pengembangan Pelabuhan Tenau (kupang) sebagai pelabuhan samudera,
pelabuhan ini pada saat sekarang telah dilalui kapal pelni dan kapal jenis lainnya
dan dijadikan sebagai pusat kegiatan eksport-import terutama ke Kawasan Timur
Indonesia (KTI) mapun ke wilayah barat;
Peningkatan Pelabuhan Waingapu (Sumba Timur) sebagai pelabuhan yang
melayani pengiriman ternak ke Pulau Jawa juga sebagai pusat kegiatan ekspor
kopra dan kopi serta hasil bumi lainnya;
Peningkatan Pelabuhan Atapupu untuk membantu ekspor ke Kawasan Timur
Indonesia (Maluku), terutama hasil pertanian dan ternak;
Peningkatan Pelabuhan Maumere (Kabupaten Sikka) sebagai pelabuhan
Nasional, untuk membantu pengiriman hasil produksi dari bagian utara Ende dan
Ngada terutama hasil perkebunan, perikanan laut sebelum dikirim ke Pulau
Jawa;
Peningkatan Pelabuhan Ippi (Ende) menjadi Pelabuhan Nasional untuk ekspor ke
luar Propinsi Nusa Tenggara Timur;
Peningkatan Pelabuhan Reo (Kabupaten Manggarai) menjadi Pelabuhan Nasional
yang bisa lebih akses ke Surabaya dan Makasar;
Peningkatan Pelabuhan Labuanbajo sebagai Pelabuhan Nasional yang dapat
untuk penunjang kegiatan pariwisata di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur;
Peningkatan Pelabuhan Wini (Kabupaten TTU) sebagai pelabuhan Nasional.
Peningkatan-eningkatan fungsi dan peran pelabuhan ini erat kaitannya dalam upaya
peningkatan pertumbuhan dan pemerataan ekonomi dengan industri pengekspor
hasil produksi yang akan dieksport, dengan adanya pergeseran pertumbuhan
ekonomi ke wilayah pasifik, maka pengembangan pelabuhan laut akan
menguntungkan bagi wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur dalam meningkatkan
pertumbuhan ekonominya, karena mempunyai jarak yang relatif dekat dengan
negara-negara yang berada di pasifik.
Untuk lebih jelasnya pengembangan transportasi laut perintis dan jaringan
transportasi ferry cepat di Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur dapat dilihat pada
Gambar IV.10 dan Gambar IV.11.

Tabel IV.16 ....,

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

IV - 32

Tabel IV.16
RENCANA PENGEMBANGAN STATUS PELABUHAN LAUT
DI PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR
SAMPAI TAHUN 2020
Pelabuhan Lokal

No
2006

2010

Pelabuhan Regional

2015

2020

2006

2010

2015

Pelabuhan Nasional
2020

2006

2010

2015

Pelabuhan Internasional
2020

Biu

Biu

Biu

Biu

Seba

Seba

Seba

Seba

Ende

Ende

Ende

Ende

Baa

Batutua

Batutua

Batutua

Baranusa

Baranusa

Baranusa

Baranusa

Kalabahi

Kalabahi

Kalabahi

Kalabahi

Batutua

Ndao

Ndao

Ndao

Reo

Komodo

Komodo

Komodo

Maumere

Maumere

Maumere

Larantuka

Ndao

Papela

Kabir

Kabir

Komodo

Wuring

Wuring

Wuring

Waingapu

Waingapu

Waingapu

Labuan-

Papela

Kabir

Kolana

Kolana

Marapokot

Lewoleba

Lewoleba

Wini

Larantuka

Larantuka

Larantuka

Bajo

Kabir

Kolana

Waiwerang

Waiwerang

Waikelo

Mborong

Mborong

Papela

Labuan Bajo

Labuan Bajo

Labuan -

Reo

Mananga

Mananga

Marapokot

Kolana

Waiwerang

Balauring

Balauring

Wuring

Maritaing

Balauring

Aimere

Aimere

Atapupu

Reo

Bajo

Marapokat

Reo

Waiwerang

Aimere

Nangalila

Waikelo

Nangalila

Waikelo

Marapokat

Baa

10

Lewoleba

Nangalila

11

Balauring

Robek

Robek

Robek

Baa

Waikelo

Maritaing

Maurole

Maurole

Maritaing

Baa

12

Aimere

Maurole

Lewoleba

Rua

Rua

Maritaing

Mborong

13

Mborong

Rua

Baing

Baing

Mananga

14

Nangalila

Baing

Boking

Boking

Wini

15

Robek

Boking

Paitoko

Paitoko

16

Maurole

Paitoko

P. Ende

P. Ende

17

Rua

P. Ende

P. Palue

P. Palue

18

Baing

P. Palue

Namosain

Namosain

19

Boking

Namosain

Naikliu

Naikliu

20

Paitoko

Naikliu

Hansisi

Hansisi

21
22

Mananga
Wini

Hansisi

Sumber: Hasil kajian Tim RTRWP Tahun 2004

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

IV - 33

2006
Tenau

2010

2020

Tenau

Tenau

Atapupu

Atapupu
Maumere
Waingapu

4.1.4.4. Pola Pengembangan Transportasi Udara


a. Kebijakan Transportasi Udara
Setelah upaya pengembangan transportasi darat dan laut sebagai prioritas
utama, tahap selanjutnya adalah pengembangan transportasi udara. Penetapan
prioritas ini bertitik tolak dari kondisi yang dihadapi wilayah Propinsi Nusa Tenggara
Timur saat sekarang dimana transportasi darat dan laut lebih memegang peran
yang sangat penting dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Sedangkan
transportasi udara baru berkembang setelah aktivitas perekonomian berkembang.
Pengembangan sistem transportasi udara banyak persyaratan teknis yang harus
dipenuhi sesuai dengan aturan penerbangan.
Pengembangan sistem transportasi udara di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur,
selain meningkatkan sarana dan prasarana Bandara juga membuka jalur-jalur
penerbangan sebagai berikut :
Penerbangan Kupang Australia, jalur ini akan mempunyai arti penting bagi
kedua negara khususnya dalam bidang ekonomi;
Penerbangan Kupang Timor Leste;
Penerbangan perintis dengan pesawat kecil yang melayani antar pulau dalam
wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur khususnya untuk mengangkut
penumpang;
Peningkatan route penerbangan dari Kupang ke Kota-kota di Pulau Jawa, Bali,
Sulawesi, Maluku dan membuka penerbangan ke Papua;
Peningkatan Pesawat Foker 27, Foker 28 dan menjadi pesawat Boing 737 seri C,
hal ini bisa lebih banyak mengangkut penumpang dan barang.
b.

Pengembangan Bandara Udara


Secara umum Bandar Udara di lingkungan PT. (PERSERO) Angkasa Pura
diklasifikasikan menjadi :
1. Bandar Udara Andalan; Karakter dan potensinya meliputi :
a. Suatu bandar udara yang secara finansial memberikan sumber dana yang
cukup besar bagi perusahaan sehingga mampu memberikan subsidi silang
bagi bandar udara yang belum mampu mandiri;
b. Tingkat kepadatan lalu-lintas mencapai lebih dari 1 (satu) juta penumpang
setiap tahun;
c. Pengembangan jasa yang menyangkut kegiatan operasional Perusahaan
(Jasa Aeronautika dan Non Aeronautika) dilaksanakan oleh PT Angkasa Pura
sendiri;
d. Pengembangan jasa dari kegiatan non operasional dilaksanakan melalui
kerjasama dengan pihak ketiga, dengan pola KSO dan atau KSM.
2. Bandar Udara Marginal; Karakter dan potensinya meliputi :
a. Suatu bandar udara yang berada dalam kondisi "break even" dengan potensi
pengusahaan yang cukup besar;
b. Tingkat kepadatan lalu lintas telah mencapai 700 (tujuh ratus) ribu
penumpang tiap tahun;
c. Pengembangan jasa aeronautika diselenggarakan oleh PT Angkasa Pura
sendiri;
d. Pengembangan jasa non aeronautika tertentu dikembangkan dengan
menyertakan pihak ketiga melalui pola KSO dan atau KSM;
e. Pengembangan jasa non operasional dikembangkan dalam rangka
peningkatan pendapatan, efisiensi dan efektifitas penggunaan dana,
bersama-sama dengan pihak ketiga melalui pola KSO dan atau KSM.
3. Bandar Udara Sedang Berkembang; Karakter dan potensinya meliputi :
a. Suatu bandar udara yang secara finansial belum mampu untuk mandiri,
disamping pertumbuhan penggunaan jasa/pasar yang masih terbatas;
b. Tingkat kepadatan penumpang mencapai 300 (tiga ratus) ribu penumpang
tiap tahun;

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

IV - 34

c. Pengembangan dilaksanakan melalui efisiensi dan efektifitas penggunaan


dana dengan memanfaatkan potensi usaha seluas-luasnya;
d. Pengembangan jasa aeronautika dan non aeronautika dapat dilaksanakan
secara bersama-sama dengan pihak ketiga melalui pola KSO dan atau KSM;
e. Jasa non operasional dikembangkan seluas-luasnya dengan pihak ketiga
melalui pola KSO dan atau KSM.
Sumber dana pengembangan bandar udara PT Angkasa Pura berasal dari dana
intern perusahaan dan dana pemerintah baik yang melalui DIP/APBN maupun dari
bantuan luar negeri.
Atas dasar hal tersebut di atas, maka arah pengembangan bandara di wilayah
Propinsi Nusa Tenggara Timur sebagaimana Tabel IV.17 dan konsep jalur rute
penerbangan dapat dilihat pada Gambar IV.12.

Tabel IV. 17 ......,

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

IV - 35

Tebel IV.17
RENCANA PENGEMBANGAN BANDAR UDARA DI PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR
SAMPAI TAHUN 2020
2004
N o

Nama dan Lokasi


Bandar Udara

2006

Kapasitas Daya Muat


Pesawat/ Pasengger

2010

2015

2020

El Tari/Kupang

150

150

Kapasitas Daya Muat


Pesawat/ Pasengger
150

Kapasitas Daya Muat


Pesawat/ Pasengger
150

Kapasitas Daya Muat


Pesawat/ Pasengger
150

Wai Oti/Mumere

III

80

III

80

II

150

II

150

II

150

Mau Hau/Waingapu

III

40

III

80

II

II

Satar Tacik/Ruteng

IV

19

IV

19

III

150
80

II

150
80

150
80

Tambolaka/Waikabubak

IV

19

IV

80

III

80

III

80

III

80

H. Aroebusman/Ende

IV

40

III

80

III

80

III

80

III

80

Komodo/Labuanbajo

IV

40

IV

80

III

Soa/Bajawa

19

40

IV

80
40

III

IV

80
40

IV

80
40

Klas

Kapasitas Daya Muat


Pesawat/ Pasengger

Klas

Klas

Mali/Alor

40

IV

40

IV

40

10

Haliwen/Atambua

19

19

IV

40

11

Gewayantana/Larantuka

19

19

IV

40

12

Lekunik/Rote

19

19

IV

40

13

Tardamu/Sabu

19

19

IV

40

14

Wunopito/Lewoleba

19

19

IV

40

Sumber: Hasil Kajian Tim RTRWP Tahun 2004

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

IV - 36

Klas

III

IV

40

IV

40

IV

40

IV

40

IV

40

IV

40

Klas

III

IV

40

IV

40

IV

40

IV

40

IV

40

IV

40

4.1.5. Sistem Prasarana Ekonomi


4.1.5.1. Pengairan
Iklim di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur, yaitu musim kemarau dan musim
hujan, musim kemarau lebih panjang dibanding musim penghujan, hal ini sangat
mempengaruhi terhadap pola pertanian yang dilakukan oleh masyarakat. Pola pertanian
yang ada sekarang, yaitu lahan kering dan lahan basah. Untuk mengairi pertanian
lahan basah sampai saat ini diupayakan dengan pengembangan sistem pengairan Irigasi
Teknis dan Semi Teknis.
Berdasarkan hal tersebut di atas, pengembangan dan pembangunan pengairan sistem
irgasi teknis diprioritaskan pada wilayah kabupaten dengan kriteria-kriteria sebagai
berikut :
Mempunyai produktiftas besar;
Mempunyai luas lahan besar dan potensial;
Mempunyai sumber mata air;
Berdasarkan analisa potensi untuk pengembangan pertanian lahan basah.
Berdasarkan kriteria tersebut dan sesuai dengan program dari Dinas Pertanian, yaitu
pengembangan pertanian lahan basah akan diusahakan disetiap kabupaten yang ada di
wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur, yaitu :
Kabupaten Sumba Barat;
Kabupaten Sumba Timur;
Kabupaten Ngada;
Kabupaten Manggarai;
Kabupaten Manggarai Barat;
Kabupaten Timor Tengah Utara;
Kabupaten Timor Tengah Selatan;
Kabupaten Rote Ndao;
Kabupaten Belu;
Kabupaten Alor;
Kabupaten Lembata;
Kabupaten Ende;
Kabupaten Sikka;
Pada tahap selanjutnya pengembangan pertanian lahan basah dikembangkan pada
kabupaten-kabupaten yang mempunyai potensi untuk pencetakan lahan basah dengan
luasan yang sesuai dengan tingkat irigasi teknis yang akan dikembangkan, produksi dan
sumber mata air pengembanganya sebagaimana terlihat pada Tabel IV.18 dan
pengembangan irigasi teknis lihat pada Gambar IV.13.
Tabel IV.18
Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Sumberdaya Air dan Irigasi
di Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai Tahun 2020
No

Prasarana

1
2

Irigasi Teknis
Irigasi Semi Teknis

Embung Irigasi

Jaringan Irigasi Air


Tanah

Waduk

Jumlah

Kegiatan Prioritas

60
1.297
46

1266
5

Peningkatan jaringan dan rehabilitasi


Peningkatan jaringan dan rehabilitasi

Peningkatan jaringan dan rehabilitasi di 23 lokasi


Pembangunan di 23 Lokasi

Peningkatan jaringan dan rehabilitasi di 844 lokasi


Pembangunan di 422 Lokasi
Pembinaan Kelembagaan P3A, GP3A.
Pembangunan Baru 2 buah, studi kelayakan 3 buah

Lokasi
Kabupaten se-NTT
Kabupaten se-NTT
Kabupaten se-NTT

Kabupaten se-NTT
Pulau Timor, Pulau.
Sumba, Pulau Flores.

Sumber: Bappeda Propinsi NTT Tahun 2004.

4.1.5.2. Prasarana Perdagangan/Pasar


Pengembangan prasarana perdagangan/pasar perlu dikembangkan untuk
mendukung pemasaran hasil produksi atau penyediaan sarana produksi. Sehubungan
dengan itu pembangunan prasarana perdagangan/pasar terutama diarahkan pada
kawasan-kawasan simpul transportasi sehingga memudahkan akses dari para produsen

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

IV - 37

maupun para konsumen mengadakan transaksi. Prasarana perdagangan/pasar setidaktidaknya mengakomodasi kebutuhan sebagai berikut :
Prasarana perdagangan/pasar untuk kebutuhan transaksi Nasional/Propinsi;
Prasarana perdagangan/pasar untuk kebutuhan transaksi Wilayah Kabupaten/kota;
Prasarana perdagangan/pasar untuk kebutuhan transaksi Lokal Kecamatan
Prasarana perdagangan/pasar untuk kebutuhan transaksi Lokal Desa/Kelurahan;
Prasarana perdagangan/pasar kawasan perbatasan, yaitu untuk kebutuhan transaksi
di kawasan perbatasan/Internasional.
4.2. ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN PRIORITAS
Kawasan prioritas adalah kawasan yang dianggap perlu diprioritaskan
pengembangannya atau penanganannya serta memerlukan dukungan penataan ruang
segera dalam kurun waktu rencana. Kawasan prioritas tersebut mencakup kawasan-kawasan
yang tumbuh cepat, kawasan-kawasan kritis, kawasan-kawasan terbelakang dan kawasan
yang menunjang sektor-sektor strategis.
Untuk Propinsi Nusa Tenggara Timur, kawasan proritas dengan kriteria kawasan yang
tumbuh cepat dikaitkan dengan kepentingan adanya sektor-sektor strategis untuk
dikembangkan. Dalam pengertian tersebut, kawasan prioritas dianggap sebagai
pengejawantahan sektor-sektor strategis ke dalam ruang, sehingga sangat menunjang
perkembangan sektor strategis lebih lanjut. Kawasan-kawasan prioritas tersebut perlu
didukung oleh rencana penataan ruang agar dapat mengakomodasikan perkembangan
sektor strategis yang diharapkan dapat memacu perkembangan wilayah yang lebih luas.
Selain didasarkan pada keberadaan sektor-sektor strategis yang perlu dikembangkan
penentuan wilayah prioritas perlu juga didasarkan pada tingkat kepentingan pemanfataan
ruang pada kawasan lindung dan kawasan budidaya. Kawasan fungsi lindung merupakan
kawasan yang diprioritaskan penggunaanya, sedangkan penggunaan kawasan budidaya
baru ditentukan jika kawasan lindung telah ditetapkan. Berdarakan kriteria tersebut di atas
dan hasil analisis yang telah dilakukan, diidentifikasikan kawasan-kawasan prioritas lainnya
yang akan diuraikan di bawah ini.
4.2.1. Penentuan Kawasan Prioritas
1. Kawasan dan Sektor Prioritas
Berdasarkan hasil analisis, untuk Propinsi Nusa Tenggara Timur diidentifikasi
kedalam beberapa sektor strategis, yaitu :
a. Sektor Pertanian dan Peternakan :
Sektor pertanian merupakan penyumbang terbesar dalam pembentukan nilai
PDRB Nusa Tenggara Timur dan dalam penyerapan tenaga kerja;
Mengembalikan wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur sebagai pemasok ternak
untuk kebutuhan secara nasional. Secara nasional ditetapkan Kabupaten Sumba
Barat, Sumba Timur dan Timor Tengah Utara;
Mempunyai lahan pertanian potensial dalam arti luas terutama untuk
mendukung pengembangan peternakan, perkebunan, dan kehutanan yang
pemanfaatan lahan pada saat sekarang masih belum optimal;
b. Sektor Pariwisata yang telah memberikan kontribusi bagi devisa negara dan
pendapatan masyarakat :
Potensi wisata yang ada di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur cukup
beragam, berprospek cerah terdapat diseluruh Kabupaten/Kota;
Prasarana dan sarana serta akomodasi (termasuk atraksi wisata) yang tersedia
di lokasi wisata masih terbatas dan tergantung pada kebijaksanaan
pengembangnya.
c. Sektor Industri :
Secara nasional telah ditetapkan sebagai tulang punggung struktur ekonomi
disamping sektor pertanian;
Sektor ini meskipun kurang begitu pesat perkembangan maupun sumbangan
terhadap pembentukan PDRB, tetapi prospek dimasa akan datang akan jauh

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

IV - 38

lebih baik dengan penekanan pada industri pengolahan yang berkaitan erat
dengan pengembangan sektor pertanian dan subsektornya;
Telah hadir Kelompok aneka industri dan kelompok industri kimia, yang
diharapkan mampu memacu industri kecil dan rumah tangga ditahun-tahun
mendatang.
d. Sektor Kelautan dan Perikanan :
Potensi sumbner daya alam kelautan sampai saat sekarang belum dieksploitasi
secara optimal;
Masih banyaknya petani nelayan yang menggunakan alat penangkapan ikan
dengan peralatan tradisional, hal ini menyebabkan hasil tangkapannya kurang
optimal, dan hasilnya hanya untuk memenuhi kebutuhan untuk dikonsumsi;
Disetiap wilayah Kabupaten/Kota perlu dibuatkan rencana tata ruang kawasan
perikanan terpadu.
e. Sektor Perhubungan :
Meskipun masih kecil konstribusinya namun ditahun yang akan datang sektor
ini sangat berperan menunjang berkembangnya sektor-sektor tersebut di atas;
Keterhubungan antar pusat-pusat pelayanan mengandalkan pada angkutan
darat dan angkutan laut yang diharapkan dapat memudahkan pengangkutan
komoditi di dalam dan antar pulau lingkup intra propinsi maupun lingkup antar
propinsi. Disamping itu diharapkan mampu membuka jalur perhubungan antara
pusat pelayanan di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur dengan Kawasan
Timur Indonesia (KTI) maupun wilayah barat.
Dasar penetapan kawasan prioritas adalah sebagai berikut :
Pengembangan sektor di wilayah tersebut mempunyai dampak yang luas, baik
secara regional mapupun nasional;
Pengembangan sektor di wilayah tersebut membutukan ruang kegiatan dalam skala
luas;
Pengembangan sektor yang akan dikembangkan di atasnya mempunyai prioritas
tinggi dalam lingkup regional maupun nasional;
Kawasan yang mempunyai prospek ekonomi yang tinggi sehingga membutuhkan
penanganan yang mendesak;
Kawasan kritis yang diperkirakan akan segera membawa dampak negatif,
karenanya perlu dikendalikan dengan segera;
Kawasan dengan fungsi khusus.
Berdasarkan kriteria tersebut di atas, maka kawasan prioritas di wilayah Propinsi Nusa
Tenggara Timur adalah sebagai berikut :
KWS Industri Bolok dengan Sub Kawasan Bolok Tenau;
KWS Noelmina dengan Sub Kawasan : Oesao Amarasi - Bena;
KWS Benanain dengan Sub Kawasan: Besikama-Aeroki;
KWS Noelbesi dengan Sub Kawasan: Kafan Eban Amfoang;
KWS Alor Selatan dengan Sub Kawasan: Alor Selatan - Lantoka;
KWS Tanjungbunga - Magepanda dengan Sub Kawasan Tanjungbunga-Konga
Magepanda;
KWS Mbay-Maotenda dengan Sub Kawasan: Mbay Riung - Mautenda-Maurole;
KWS Lembor dengan Sub Kawasan: Lembor - Ngorang;
KWS Komodo;
KWS Iteng dengan Sub Kawasan: Iteng - Buntal;
KWS Mangili dengan Sub Kawasan : Mangili Kambaniru - Melolo;
KWS Wanokaka - Anakalang dengan Sub Kawasan: KWS Wanokaka-Anakalang;
KWS Kodi - Laratama dengan Sub Kawasan: Kodi - Laratama.
Disamping kawasan di atas juga terdapat kawasan
prioritas pesisir dan laut.
Diperkirakan subsektor tersebut memiliki prospek berkembang dan dapat berperan
sebagai leading sektor. Untuk lebih jelasnya kawasan prioritas dapat dilihat pada Tabel
IV.19 dan secara visual dapat dilihat pada Gambar IV.14.

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

IV - 39

Tabel IV.19
ARAHAN KEBIJAKSANAAN PENGEMBANGAN KAWASAN PRIORITAS
DI PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2020
NO

KAWASAN PRIORITAS

SUB KAWASAN

LOKASI

PRIORITAS PENGEMBANGAN

KWS Noelmina

Sub Kawasan Oesao


Sub Kawasan Amarasi
Sub Kawasan Bena

Kabupaten Kupang dan


Kabupaten TTS

Agribisnis berbasis padi dan palawija


Agribinis berbasis ternak sapi
Agribisnis berbasis padi dan palawija

KWS Benanain

Sub
Kawasan
Besikama
Sub Kawasan Aeroki

Kabupaten Belu dan


Kabupaten TTU

Agribisnis berbasis padi dan palawija


Agribisnis berbasis padi dan palawija

Sub Kawasan Kafan


Sub Kawasan Eban
Sub
Kawasan
Amfoang
Sub Kawasan Alor
Selatan
Sub Kawasan Lantoka

Kabupaten Kupang,
Kabupaten TTU dan
kabupaten TTS

Agribisnis berbasis hortikultura jeruk


Agribisnis berbasis hortikultura jeruk
Agribisnis berbasis padi dan palawija

Kabupaten Alor

Agribisnis berbasis perkebunan


kemiri dan jambu mete
Agribisnis berbasis padi dan palawija

KWS Noelbesi

KWS Alor Selatan

KWS TanjungbungaMagepanda

KWS Mbay-Maotenda

KWS Lembor-Ngorang

KWS Iteng-Buntal

KWS Mangili-Lewa

10

KWS Wanokaka-Anakalang

11

KWS Kodi-Laratama

12

KWS Bolok

13

KWS Komodo

Sub Kawasan
Tanjungbunga
Sub Kawasan Konga
Sub kawasan
Magepanda

Kabupaten Flores Timur


dan Kupang Sikka

Sub Kawasan Mbay


Sub Kawasan Riung
Sub Kawasan
Mautenda
Sub Kawasan Maurole

Kabupaten Ngada dan


Kabupaten Ende

Sub Kawasan Lembor


Sub Kawasan
Ngorang
Sub Kawasan Iteng
Sub Kawasan Buntal
Sub Kawasan Mangili
Sub Kawasan
Kambaniru
Sub Kawasan
Kambaniru
Sub Kawasan
Wanokaka
Sub Kawasan
Anakalang
Sub Kawasan Kodi
Sub Kawasan
Laratama
Sub Kawasan Bolok
Sub Kawasan Tenau
Sub Kawasan Komodo
Sub Kawasan Labuan
Bojo

Kabupaten Manggarai
Kabupaten Manggarai

Agribisnis berbasis hortikultura jeruk


Agribisnis berbasis hortikultura jeruk
Agribinis berbasis padi dan hortikltura
jeruk

Agribisnis berbasis hortikultura jeruk


Agribisnis berbasis hortikultura jeruk
Agribinis berbasis padi dan hortikltura
jeruk
Agribinis berbasis padi dan hortikltura
jeruk
Agribisnis berbasis hortikultura jeruk
Agribisnis berbasis hortikultura jeruk

Agribisnis berbasis hortikultura jeruk


Agribisnis berbasis hortikultura jeruk
Agribisnis berbasis hortikultura jeruk
Agribisnis berbasis hortikultura jeruk

Kabupaten Sumba Barat


dan Kabupaten Sumba
Timur

Agribisnis berbasis hortikultura jeruk


Agribisnis berbasis hortikultura jeruk

Kabupaten Sumba Barat

Agribisnis berbasis hortikultura jeruk


Agribisnis berbasis hortikultura jeruk

Kabupaten Sumba Timur

Kecamatan Kupang Barat


kabupaten Kupang
Kecamatan Komodo
Kabupaten Manggarai
Barat

Industri
Pariwisata

Sumber: Hasil Kajian Tim RTRWP Tahun 2005

2. Kawasan Tumbuh Cepat


Dalam kawasan prioritas terdapat kawasan yang
karena kemampuan
pengembangannya dan potensinya ditetapkan sebagai Kawasan yang Tumbuh Cepat
sebagaimana Tabel IV.20.

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

IV - 40

Tabel IV.20
KAWASAN CEPAT TUMBUH DI PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR
SAMPAI TAHUN 2020

No

Kawasan Andalan

KW Kupang
dsk

KW MaumereEnde

KW Komodo
dsk

KW RutengBajawa-Mbay

KW Sumba

Sektor Unggulan

Kawasan Andalan Laut Yang


Terkait

Kota Dalam Kawasan


PKN

PKW

WS yang melayani

Pelabuhan

Bandara
Udara

Pertanian
Industri
Peternakan
Pariwisata
Perikanan
Pertambangan
Peternakan
Kehutanan
Pariwisata
Industri
Perikanan
Pertanian
Perkebunan
Pariwisata
Pewrtanian
Perkebunan
Industri
Perikanan

KWS Laut Sawu dsk


dg sektor unggulan:
Perikanan
Pertambangan
Pariwisata

Kupang
Atambua (P)

Soe
Kefamenanu
Betun

Noelmina

Tenau

EL Tari

Kws Laut Sawu


dan Laut Flores
dsk dg
Sektor unggulan:
Perikanan
Pariwisata

Maumere

Larantuka
Lewoleba
Ende

Lowe Rea
Lowe Meta

Mauemere
Ipi

Waeoti
Arubusman

Kawasan Andalan
Selat Sape dengan
Sector unggulan:
Pariwisata
Perikanan

Labihanbajo

Perkebunan
Peternakan
Perikanan
Pertambangan
Pariwisata
Pertaninan
Perkebunan
Peternakan
Perikanan
Pertambangan
Pariwisata
Pertaninan

KW andalan Laut
Flores dsk dg
Sektor unggulan
Perikanan
Pariwisata
KW andalan Laut
Selat Sumba dsk dg
Sektor unggulan
Perikanan
Pariwisata

Mbay
Bajawa
Ruteng

Waingapu

Waikabubak
Waitabula

Sumber: hasil kajian Tim RTRWP Tahun 2004

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

IV - 41

3. Kawasan Lindung Strategis


Selanjutnya berkaitan dengan Kawasan Lindung, karena fungsinya yang strategis
maka ditetapkan sebagai kawasan Lindung strategis sebagaimana Tabel IV.21.
Tabel IV.21
KAWASAN LINDUNG STRATEGIS
DI PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2020
NO

2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

KAWASAN STRATEGIS

Taman Nasional Lai Wangi Wanggameti


Taman Nasional Manupeu Tanadaru
Taman Nasional Komodo
Taman nasional lautKomodo
Taman Hutan Raya Prof IR. Herman Yohanes
Cagar Alam Riung
Cagar Alam Maubesi
Cagar Alam Way Wuul/Mburak
Cagar Alam Gunung Langgaliru
Cagar Alam Watu Ata
Wolo Talo Nggede Nalo Merah, Siung
SM Perhalu
SM Kateri
SM Harlu
Taman Wisata Tuti Adigae
Taman Wisata Alam Tujuh Belas Pulau
Taman Wisata Pulau Besar
Taman Wisata Manipo
Taman Wisata Ruteng

LUAS (HA)
5.000
47.014
87.984
173.300
75.000
3.115
2.000
1.830
3.000
15.638
4.898
4.016
1.000
4.560
2.000
5.000
9.900
3.000
2.499
32.248

Sumber: hasil kajian Tim RTRWP Tahun 2004

4. Kawasan Kritis
a. SWS Timor Rote Ndao Alor;

Daerah Aliran Sungai Oesao;

Daerah Aliran Sungai Manikin;

Daerah Aliran Sungai Tuasene;

Daerah Aliran Sungai Noelmina;

Daerah Aliran Sungai Nain;

Daerah Aliran Sungai Powu;

Daerah Aliran Sungai Kaubele;

Daerah Aliran Sungai Haekto;

Daerah Aliran Sungai Tala;

Daerah Aliran Sungai Benanain;

Daerah Aliran Sungai Nobelu;

Daerah Aliran Sungai Haekesak;

Daerah Aliran Sungai Waelombur;

Daerah Aliran Sungai Sabu;

Daerah Aliran Sungai Oepoli;

Daerah Aliran Sungai Malibata;

Daerah Aliran Manubulu.


b. SWS Flores - Lembata

Daerah Aliran Flores Timur;

Daerah Aliran Sungai Bama;

Daerah Aliran Sungai Mati;

Daerah Aliran Sungai Warielou;

Daerah Aliran Sungai Ili Getang;

Daerah Aliran Sungai Mebe;

Daerah Aliran Sungai Wolowana;

Daerah Aliran Sungai Mautenda;

Daerah Aliran Sungai Nangapanda;

Daerah Aliran Sungai Panondiwal;

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

IV - 42


Daerah Aliran Sungai Dsampek;

Daerah Aliran Sungai Waikaap.


c. SWS Sumba

Daerah Aliran Sungai Wanokaka;

Daerah Aliran Sungai Payeti;

Daerah Aliran Sungai Wanga;

Daerah Aliran Sungai Kakaha.


5. Kawasan Khusus
Pulau Komodo dan peraiaran laut sekitarnya;
Kawasan Laut Daerah Perbatasan Negara.
6. Kawasan Terbelakang
Sub. Kawasan Pesisir: Lembata Selatan, Alor, Sumba Selatan, Flores Utara, Timur
Selatan, Rote Selatan;
Sub. Kawasan Pedalaman: Timor Utara, Timor Selatan, Lembata Tengah dan
Timur, Sumba Timur, Gizing dan Pota;
Sub. Kawasan Pulau - pulau kecil: Sabu, Raijua, Semau, Palue, Babi, Ndao,
Kepulauan Alor dan Pantar.
4.2.2. Kebijaksanaan Pengembangan Kawasan Prioritas
Pada intinya arahan pengemgangan yang diterapkan pada kawasan-kawasan prioritas
yang telah diidentifikasi, bertujuan untuk menanggulangi permasalahan-permasalahan
yang ada agar potensi-potensi yang terkandung dapat dimanfaatkan dan didayagunakan
seoptimal mungkin, dalam rangka pengembangan wilayah yang lebih luas. Untuk kawasan
prioritas yang tumbuh cepat, arahan pengembangan yang direkomendasikan adalah :
Melengkapi sarana dan prasarana penunjang yang dibutuhkan oleh masing-masing
kawasan prioritas sesuai dengan karakteristik potensi dan permasalahan yang dimiliki;
Peningkatan dan rehabilitasi sarana dan prasarana menunjang kegiatan yang akan
dikembangkan, seperti perbaikan prasarana irigasi, pengembangan industri-industri
pengolahandan peningkatan aksesibilitas.
Penetapan kebijksanaan kawasan prioritas di wilayah Propinsi Nusa Tengga Timur didasari
data dan analisis dengan berbagai pariabel-pariabel, secara lebih detail kawasan prioritas
sebagai berikut :
1. Kawasan Industri Bolok;
Kawasan ini terletak di Kecamatan Kupang Barat masuk dalam wilayah Kabupaten
Kupang dengan akses tertinggi terhadap Pelabuhan Laut Ekspor Tenau.
Pengembangannya sebagai suatu zona industri akan bertumpu pada pengolahan hasil
pertanian (agro industri), baik yang berasal dari perkebunan, kehutanan dan
peternakan.
Ditinjau lokasinya yang sangat dekat dengan Pelabuhan Laut Tenau dan memiliki
wilayah hiterland yang akses ke Kupang cukup tinggi, dapat menjadi alternatif lokasi
pemanfaatan kegiatan industri. Arahan pemanfaatan pengembangan yang perlu
dilakukan :
Studi teknis bagi pengembangan kawasan industri, dapat perupa perencanaan tata
ruang detail zona serta studi kelayakan jenis-jenis industri yang akan
dikembangkan;
Diarahkan induatri yang dikembangkan adalah industri pengolahan (aneka industri)
yang non-polusi dan industri kimia skala menengah sebagai pendukung kegiatan
sektor kehutanan, pertanian dan peternakan.
2. Kawasan Noelmina dengan Sub Kawasan : Oesao Amarasi - Bena;
Kawasan ini terletak di dua Kabupaten, yaitu Kabupaten Kupang (Oesao dan Amarasi)
dan Kabupaten Timor Tengah Selatan (Bena). Arahan prioritas pengembangan, yaitu
untuk pertanian lahan basah, lahan kering, perkebunan. peternakan, perikanan dan
pengembangan agroindustri. Orientasi pemasaran hasil produksi pertanian ke Kota
Kupang.

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

IV - 43

3. Kawasan Benanain dengan Sub Kawasan: Besikama-Aeroki;


Kawasan Aeroki terletak di Kabupaten Timor Tengah Utara Kawasan Besikama di
Kabupaten Belu, sedangkan kawsan Besikama terletak di Kabupaten Belu. Arahan
prioritas untuk pengembangan pertanian lahan basah, pertanian lahan kering,
perkebunan, peternakan, perikanan dan pengembangan agro industri. Orientasi
pemasaran hasil produksi pertanian ke Kota Atambua dan daerah perbatasan.
4. Kawasan Noelbesi dengan Sub Kawasan: Kafan Eban Amfoang;
Kawasan ini terletak di tiga kabupaten, yaitu Kawasan Kafan masuk Kabupaten Timor
Tengah Selatan, Kawasan Eban masuk dalam Kabupaten Timor Tengah Utara dan
Amfoang masuk dalam Kabupaten Kupang. Arahan prioritas untuk pengembangan
pertanian lahan kering, perkebunan, pengembangan ternak dan kehutanan. Orientasi
hasil produksi pertanian ke Kota Soe, Kota Kefamenanu dan ke Kota Kupang. Khusus
Subkawasan Amfoang dan Eban perlu diprioritaskan dalam penyediaan sarana dan
prasarana, hal ini disebabkan masuk dalam kawasan perbatasan dengan Negara Timor
Leste.
5. Kawasan Alor Selatan dengan Sub Kawasan: Alor Selatan-Lantoka;
Kawasan ini masuk dalam wilayah administrasi Kabupaten Alor yang terletak di bagian
selatan yang berbatasan laut dengan Negara Timor Leste. Arahan prioritas untuk
pengembangan pertanian lahan kering, perkebunan, pengembangan peternakan dan
perikanan. Sedangkan arah pengembangan yang perlu dipersiapkan dibuatkannya
rencana detail tata ruang kawasan perbatasan.
6. Kawasan Tanjungbunga - Magepanda dengan Sub Kawasan TanjungbungaKonga Magepanda;
Kawasan ini terletak di dua kabupaten, yaitu Kawasan Tanjung Bunga dan Konga
masuk Kabupaten Flores Timur dan Kawasan Magepanda masuk dalam Kabupaten
Sikka. Arahan prioritas untuk pengembangan pertanian lahan basah, lahan kering,
perkebunan, peternakan, perikanan dan agroindustri. Orientasi pemasaran hasil
produksi pertanian ke Kota Maumere, hal ini didukung tersedianya pelabuhan laut dan
Bandara. Ketiga kawasan tersebut dilalui oleh jaringan Jalan Nasional.
7. Kawasan Mbay-Maotenda dengan Sub Kawasan: Mbay Riung - MautendaMaurole;
Kawasan ini terletak di dua kabupaten, yaitu Kawasan Mbay, Riung masuk Kabupaten
Ngada dan Kawasan Mautenda dan Maurole masuk dalam Kabupaten Ende. Arahan
prioritas untuk pengembangan pertanian lahan basah, lahan kering, perkebunan,
perikanan, peternakan, pengengembangan industri dan pariwisata. Secara geografis
kawasan ini terletak di pantai utara Pulau flores, dengan demikian hasil dari produksi
pertanian maupun industri bisa dipasarkan ke Makasar (Sulawesi Selatan) dan Pulau
Jawa (Surabaya). Keempat Sub kawasan tersebut perlu didukung dengan infrastruktur
yang memadai.
Secara khusus untuk Danau kalimutu perlu dikembangkan kegiatan wisata alam dan
pelestarian kawasan hutan lindung. Dengan demikian keberadaan wisata alam dan
budaya harus dikembangkan tanpa mengganggu keberadaan kawasan hutan
lindungnya. Selain itu pengembangan kawasan ini diarahkan pada :
Peningkatan dan pengembangan prasarana pariwisata (transpotasi, telekomunikasi,
penerangan);
Pengembangan dan pemanfaatan obyek wisata dan seni budaya;
Studi kelayakan dan perencanaan tata ruang kawasan wisata termasuk obyek-obyek
wisatanya sampai ke arah selatan barat daya (termasuk Kota Ende dan
sekitarnya);
Pengembangan sarana akomodasi wisata dan atraksi wisata.
8. Kawasan Lembor dengan Sub Kawasan: Lembor - Ngorang;
Secara administrasi kawasan ini masuk dalam Kabupaten Manggarai dengan arahan
prioritas pengembangan pada sektor perikanan, pertanian, pariwisata dan
pengembangan agroindustri. Orientasi pemasaran hasil kegiatan pertanian ke Kota
Ruteng dan Labuanbajo. Dilihat dari geografis sangat memungkinkan mengadakan
interaksi dengan wilayah Propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB).

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

IV - 44

9.

Kawasan Komodo;
Terletak di Kabupaten Manggarai Barat, yang berfungsi sebagai kota wisata. Memiliki
akses yang lebih baik dengan Propinsi Nusa Tenggara Barat dan sebagai kota
peristirahatan (transit) bagi wisatawan yang berkunjung ke kawasan Pulau Komodo
(termasuk perairan lautnya). Kegiatan wisata yang ada ini diharapkan dapat
mengembangkan kegiatan sektor lainnya dan memperluas kesempatan kerja (usaha).
Sebagai kota yang mengemban fungsi wisata tentu sangat diperlukan berbagai
akomodasi yang sebaik mungkin tingkat pelayanannya kepada konsumen. Untuk
maksud tersebut maka arahan pengembangannya sangat diperlukan :
Peningkatan
ketersediaan
sarana
pendukung
utama
pariwisata
(perhubungan/transportasi, atraksi wisata menarik, akomodasi, air bersih,
telekomunikasi, air bersih, penerangan);
Pengembangan prasarana pelabuhan udara dan laut untuk mendukung fungsi
pelabuhan secara khusus sebagai pelabuhan wisata. Pelabuhan laut juga diarahkan
sebagai pelabuhan nelayan dan bukan sebagai pelabuhan barang;
Taman Nasional Pulau Komodo (171.505 Ha) yang terletak di Kabupaten Manggarai
Barat, memiliki kedudukan yang sangat penting dalam pelestarian sumberdaya tropis,
sebagai habitat bagi kehidupan flora dan fauna khas Nusa Tenggara Timur yang mulai
langka. Pengembangan Taman Nasional Komodo sebagai salah satu kawasan lindung di
Nusa Tenggara Timur, perlu diarahkan pada pengembangan zonasi sebagai
berikut :
Zona inti, untuk perlindungan mutlak dan pengawetan;
Zona rimba, sebagai benteng akhir perlindungan zona inti, digunakan untuk
kawasan rekreasi terbatas;
Zona pemanfaatan, diperuntukan bagi pemanfaatan sarana hutan wisata, serta
penelitian;
Zona penyangga, terletak di batas dalam dan di luar taman nasional.
Untuk pengembangan Taman Nasional ini perlu adanya pengelolaan kawasan secara
terpadu yang dapat mangakomodasi kepentingan pelestarian, perlindungan,
penelitian/pendidikan serta pariwisata. Disamping itu perlu dibuatkan rencana tata
ruang sebagai alat pengendali perkembangan wilayah sekitarnya agar tidak terjadi
konflik penggunaan ruang yang merugikan kawasan wisata itu sendiri.
10. Kawasan Iteng dengan Sub Kawasan: Iteng - Buntal;
Kawasan ini terletak di Kabupaten Manggarai, prioritas pengembangan, yaitu untuk
pertanian lahan basah, lahan kering, peternakan dan perkebunan. Kawasan ini
berorientasi ke Kota Ruteng.
11. Kawasan Mangili dengan Sub Kawasan : Mangili Kambaniru - Melolo;
Secara administrasi kawasan masuk dalam Kabupaten Sumba Timur dengan prioritas
pengembangan pertanian lahan basah, pertanian lahan kering, peternakan dan
pengembangan perikanan. Kawasan ini berorientasi ke Kota Waingapu.
12. Kawasan Wanokaka - Anakalang dengan Sub Kawasan: KWS WanokakaAnakalang;
Kawasan ini terletak di dua kabupaten, yaitu Kabupaten Sumba Barat dan kabupaten
Sumba Timur, dengan arahan prioritas pengembangan pertanian lahan basah,
pertanian lahan kering, perkebunan dan peternakan. Orientasi pemasaran hasil
produksi pertanian ke Kota Waingapu yang didukung oleh Badar Udara dan Pelabuhan.
13. Kawasan Kodi - Laratama dengan Sub Kawasan: Kodi Laratama;
Secara administrasi kawasan ini masuk dalam Kabupaten Sumba Barat, dengan
prioritas untuk pengembangan pertanian lahan basah, pertanian lahan kering,
perkebunan dan peternakan. Orientasi pemasaran hasil pertanian ke Kota Waikabubak
dan Kota Waingapu yng didukung sarana transportasi baik udara maupun laut.
14. Kawasan Kritis DAS;
Sistem perladangan yang berpindah dengan cara tebas bakar bersifat mengganggu
keseimbangan lingkungan, menghambat pemudaan vegetasi secara alamiah dan
mengakibatkan pembentukan lahan-lahan kritis. Keadaan ini diperparah dengan
penurunan produktif lahan kering yang terus terjadi, disebabkan erosi lapisan subur

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

IV - 45

lahan kering yang kurang memperhatikan kesuburan tanah. Kerusakan sumber alam
dan lingkungan hidup juga terjadi terhadap areal persawahan subur, suaka alam dan
daerah resapan air, karena bekum adanya pengendalian terhadap penggunaan ruang.
Untuk itu, salah satu pendekatan dalam mengatasi permasalahan lahan-lahan kritis
tersebut melalui pelestarian dan perlindungan akosistem didalam suatu kesatuan
Daerah/Wilayah Aliran Sungai (DAS/WAS) terencana, terarah dan terpadu. Beberapa
arahan pengembangan bagi kawasan lahan kritis tersebut di atas adalah sebagai
berikut :
Diperlukan upaya pencegahan kerusakan dan rehabilitasi lahan-lahan kritis tersebut
yang diteruskan dengan usaha penghijauan, reboisasi dan keservasi hutan, tanah,
air yang secara keseluruhan perlu dipadukan dalam upaya pengembangan
pertanian, kehutanan, pertambangan dan permukiman;
Untuk menjamin ketersediaan air baik kuantitas maupun kualitas, diusahakan
peningkatan pemeliharaan kawasan yang termasuk cacthment area (terutama di
bagian hulu). Upaya pemeliharaan fungsi dan kemampuan sistem tata air yang
dikembangkan di DAS untuk mencapai terkendalinya erosi dan kesuburan tanah
yang mantap;
Pendayagunaan lahan kritis melalui rehabilitasi lahan diarahkan menjadi lahan
pertanian yang produktif, upaya pemukiman kembali dalam areal pertanian,
pengembangan usaha kehutanan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan
masyarakat peladang berpindah. Selanjutnya hutan rakyat dan kawasan hutan
produksi dekat pedesaan akan dikembangkan sebagai hutan serba guna;
Perlu juga dilaksanakan pengamanan sungai dan pengembangan wilayah sungai
dan penanggulangan bencana alam. Rehabilitasi sungai dan pengembangan daerah
aliran sungai terutama dilaksanakan di bagian hilir aliran sungai yang investasi
pengairannya sudah tinggi dan permukimannya padat.
15. Wilayah Laut dan Daerah Perbatasan Negara;
Panjang garis perbatasan darat Propinsi Nusa Tenggara Timur dengan Timor Leste
adalah 255,4 km, mencakup 3 (tiga) wilayah kabupaten yaitu di Kabupaten Belu,
Timor Tengah Utara dan Kupang. Sesuai dengan perjanjian antara pemerintah Kolonial
Belanda dan Portugis tanggal 1 Oktober 1904 perbatasan antara Oekusi Ambeno
wilayah Timor-Timur dengan Timor Barat dimulai dari mulut sungai Besi sampai muara
sungai (Thalueg) dengan panjang lingkar perbatasan 115 Km, dengan perincian
Kabupaten Timor Tengah Utara 104,5 Km Kabupaten Kupang 10,5 Km.
Kawasan perbatasan darat Timor Barat dengan Timor Leste meliputi 9 Kecamatan
yaitu :
Kabupaten Kupang: Kecamatan Amfoang Utara;
Kabupaten Timor Tengah Utara; Kecamatan Miomaffo Barat, Miomaffo Timur dan
Kecamatan Insana Utara;
Kabupaten Belu; Kecamatan Malaka Timur, Tasifeto Barat, Tasifeto Timur,
Lamaknen dan Kecamatan Kobalima.
Kawasan perbatasan Laut Wilayah NTT dengan Timor Leste meliputi 4 Kabupaten, 5
Kecamatan yaitu :
Kabupaten Kupang: Kecamatan Amfong Utara.
Kabupaten Belu: Kecamatan Tasifeto Barat, Kecamatan Kobalima.
Kabupaten Timor Tengah Utara: Kecamatan Insana Utara
Kabupaten Alor: Kecamatan Alor Barat Daya.
Kawasan perbatasan Laut Wilayah NTT dengan Australia meliputi wilayah laut
Kabupaten Rote Ndao dan Pulau Sabu Kabupaten Kupang.
Percepatan pembangunan wilayah perbatasan memerlukan program kerja terpadu
dengan arah pembangunan diletakkan pada aspek sebagai berikut :
Pemantapan pembangunan bangsa (Nation Building) dalam kerangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia;
Meningkatkan kesejahtraan masyarakat wilayah perbatasan;
Meningkatkan mutu sumber daya manusia dan masyarakat wilayah perbatasan
termasuk masyarakat pengungsi sehingga mempunyai daya tahan dan daya saing

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

IV - 46

yang tinggi dengan masyarakat di negara tetangga baik dalam bidang ekonomi
maupun dalam bidang sosial budaya dan sosial politik.
Perlu adanya kerja sama aparat pemerintah Propinsi Nusa Tenggara Timur dengan
Negara Timor Leste dalam menangani permasalahan terutama yang berkaitan dengan
perdagangan komoditi ekspor-impor, pemanfaatan pelabuhan laut, pengendalian dan
pemantauan kawasan lindung maupun peningkatan keamanan. Apabila kebijakan yang
ditempuh sendiri-sendiri kurang menguntungkan dan tidak efisien, mengakibatkan
pengeluaran biaya besar.
16. Kawasan Terbelakang
Kawasan terbelakang disini tidak dimaksudkan menunjukan adanya masyarakat yang
primitif atau terbelakang dalam arti terisolir, melainkan kawasan yang tidak ditunjang
ketersediaan dan kelancaran perhubungan dan komunikasi wilayah ini dengan wilayah
lainnya, menyebabkan wilayah ini hanya berhubungan dengan wilayah tertentu saja
dan tertutup untuk wilayah lainnya. Minimnya ketersediaan infrastruktur perhubungan
darat dan laut dan pendukung lainnya, mengakibatkan wilayah tersebut tidak lancar
dalam berkomunikasi dan tingkat pertumbuhan dan perkembangannya tertinggal jauh
dibelakang dengan wilayah lainnya. Arahan pengembangannya terutama untuk :
Peningkatan dan pembangunan prasarana jalan dengan pembukaan daerah-daerah
yang terisolir, disamping membuka hubungan dengan kantung-kantung produksi
baru;
Pembangunan prasarana pelabuhan laut, dimungkinkan pelabuhan rakyat agar
komunikasi dengan daerah lain lancar (bila pembangunan prasarana jalan tidak
dapat memungkinkan);
Upaya peningkatan resetlemen (permukiman baru) bagi penduduk yang masih
berpencar agar upaya pembangunan infrastruktur memudahkan pemerintah daerah
setempat.
4.3. KEBIJAKSANAAN PENUNJANG PENATAAN RUANG
Rencana Struktur Tata Ruang Propinsi Nusa Tenggara Timur dengan cakupan materi
seperti telah diuraikan pada bagian sebelumnya, dalam pelaksanaannya perlu didukung oleh
berbagai kebijaksanaan penunjang untuk perwujudannya. Kebijaksanaan penunjang ini baik
yang bersifat keruangan spasial, yaitu secara langsung melalui arahannya akan menunjang
upaya perwujudan struktur tata ruang propinsi maupun yang bersifat bukan keruangan/non
spasial yang secara tidak langsung akan menunjang perwujudan Struktur Tata Ruang
Propinsi.
4.3.1. Kebijaksanaan Penunjang Yang Bersifat Spasial
Kebijaksanaan penunjang yang bersifat spasial adalah kebijaksanaan penatagunaan
tanah. Tanah (lahan) atau ruang daratan beserta sumberdaya alam yang terkandung
didalamnya merupakan unsur ruang utama, sehingga pemanfaatannya perlu diarahkan
dalam konteks tata ruang dengan senantiasa memperhatikan azas lestari, optimal,
seimbang dan berkelanjutan.
Pokok-pokok kebijaksanaan penatagunaan tanah yang diuraikan diharapkan dapat menjadi
landasan bagi evaluasi terhadap Rencana Tata Guna Tanah (RTGT) pada tingkat propinsi
yang akan terdiri dari rencana penyediaan, peruntukan dan penggunaan tanah. Dalam
konteks ini tercermin keterkaitan RTRWP sebagai rencana tata ruang yang bersifat makro
dengan RTGT. Dalam kaitannya dengan dua fungsi, yaitu lindung dan budidaya, maka
kebijaksanaan penatagunaan tanah di Nusa Tenggara Timur sebagai penunjang
perwujudan RTRWP sebagai berikut :
1. Kebiijaksanaan Penatagunaan Tanah pada Kawasan Lindung;
Didasarkan pada tujuan pemantapan kawasan lindung, pokok-pokok kebijaksanaan
penatagunaan tanah sebagai penunjang adalah :
Menyelesaikan permasalahan tumpang tindih dan konflik penggunaan tanah antara
kepentingan lindung dan budidaya berdasarkan ketentuan/peraturan yang ada;

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

IV - 47

2.

Pengendalian secara ketat terhadap cara penggunaan tanah oleh penduduk atau
proyek pembangunan (sektoral) tertentu dalam kawasan lindung yang
diperbolehkan agar tidak mengganggu fungsi lindung;
Pada kawasan lindung yang diatasnya telah terdapat kegiatan budidaya perlu
dilakukan tindakan penanganan atau penyelesaiannya, misalnya dalam bentuk
pembebasan atau pencabutan hak atas tanah, pemindahan penduduk, upayaupaya konservasi/rehabilitasi tanah, pembebasan kegiatan secara enclave, serta
pemindahan kegiatan secara bertahap ke luar kawasan lindung.
Kebijaksanaan Penatagunaan Tanah pada Kawasan Budidaya;
Didasarkan pada tujuan pengembangan kawasan budidaya, kebijaksanaan
penataguanaan tanah sebagai penunjangnya dibedakan menurut tingkat pemanfaatan
ruang kawasan, yaitu yang berdekatan dengan kawasan lindung diatasnya (hutan
produksi) dan kawasan budidaya intensif (pertanian tanaman pangan lahan basah,
pertanian tanaman pangan lahan kering dan perkebunan, perindustrian, permukiman).
Pokok-pokok kebijaksanaan adalah :
Penggunaan tanah pada kawasan budidaya yang bersifat sebagai penyangga
kawasan lindung diatasnya (hutan produksi) perlu disertai dengan upaya-upaya
konversi tanah secara ketat;
Penggunaan tanah di kawasan azas konvertibilitas penggunaan tanah. Meskipun
demikian pengalihan antar penggunaan (dari yang kurang intensif ke tingkat yang
lebih intensif) perlu dikendalikan melalui mekanisme perizinan (pencadangan tanah,
perizinan lokasi).
Pokok-pokok kebijaksanaan penatagunaan tanah bagi kawasan lindung dan kawasan
budidaya yang mengacu pada RTRWP harus dijabarkan lebih lanjut dalam Rencana
Tata Guna Tanah, yang terdiri dari :
Rencana Persediaan Tanah; sebagai rencana dasar yang menggambarkan kawasan
yang dilarang diusahakan (kawasan lindung) dan kawasan yang dapat diusahakan
(kawasan budidaya);
Rencana Peruntukkan Tanah; sebagai arahan letak kegiatan pembangunan utama
dan penunjang sesuai dengan strategi pembangunan daerah jangka panjang;
Rencana Penggunaan Tanah; sebagai letak proyek-proyek pembangunan yang
akan dilaksanakan dalam jangka menengah, melalui kegiatan pembebasan tanah,
pencadangan tanah, serta izin lokasi dan izin site oleh pemerintah daerah.
Selain kebijaksanaan penatagunaan tanah di atas, untuk mewujudkan struktur tata
ruang propinsi perlu adanya kebijaksanaan yang menyangkut pengendalian tata ruang
secara keseluruhan.

4.3.2. Kebijaksanaan Penunjang Yang Bersifat Bukan Spasial


Perwujudan RTRWP Nusa Tenggara Timur ditentukan juga oleh kebijaksanaan
penunjang yang bersifat bukan spasial. Kebijaksanaan ini secara tidak langsung
mempengaruhi struktur tata ruang wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur dalam kurun
waktu 15 (lima belas) tahun mendatang. Kebijaksanaan tersebut mencakup kebijaksanaan
kependudukan, kebijaksanaan pengembangan perekonomian dan investasi, kebijaksanaan
pengelolaan lingkungan dan kebijaksanaan pengembangan kelembagan.
4.3.2.1. Kebijaksanaan Kependudukan.
Kebijaksanaan Kependudukan dalam kurun waktu 15 (lima belas) tahun
mendatang mencakup pengendalian laku kependudukan dan penyebaran penduduk
serta peningkatan kualitas sumber daya manusia. Kebijaksanaan pengendalian laju
pertumbuhan penduduk diupayakan dengan mempertimbangkan prinsip daya dukung
lingkungan serta potensi pengembangan pangan dan air. Walaupun sebagian besar
lahan potensial belum diusahakan secara optimal dalam pemanfaatannya, namun
kemungkinan laju pertumbuhan penduduk yang terus meningkat perlu dikendalikan, hal
ini dilakukan agar daya dukung lingkungan dan sumber daya alam yang tersedia dapat
mengakomodasi pertambahan penduduk jangka panjang. Kebijakan kependudukan
dilakukan melalui upaya-upaya sebagai berikut :

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

IV - 48

a. Dalam kurun waktu 15 (lima belas) tahun mendatang, kebijaksanaan penduduk


jangka panjang diarahkan untuk mengurangi laju pertumbuhan penduduk dari 1,79
% per tahun (1990-2000) menjdi lebih kecil 1,69 %. Pengedalian pertumbuhan
dapat dilakukan dengan langkah sebagai berikut :
Pengembangan pendidikan tinggi untuk menaikkan usia kawin pertama di
wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur;
Memperbesar jarak antar anak melalui peningkatan program pendidikan;
Mengurangi rata-rata jumlah keluarga dengan meningkatkan kualitas Keluarga
Berencana (KB) yaitu masing-masing keluarga dengan dua anak;
Menekan angka kelahiran yang terjadi di luar nikah atau diluar perencanaan
keluarga;
Pengendalian arus migrasi penduduk dengan menekan arus migrasi penduduk
yang tidak memiliki pekerjaan tetap.
Untuk lebih jelas jumlah dan perkembangan penduduk di wilayah Propinsi Nusa
Tenggara Timur berdasarkan hasil proyeksi sampai tahun 2020 dapat dilihat pada

Tabel IV.23.

Tabel IV.23. ........,

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

IV - 49

Tabel IV.23
PERKIRAAN JUMLAH PENDUDUK PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR
TAHUN 2020
No

Kabupaten/ Kota

1 Sumba Barat

Jumlah
Penduduk
Awal 2003
186,557

TAHUN
2004

2005

189,542 192,575

2006

2007

2008

195,656

198,786

201,967

2009

2010

205,198 208,481

2011

2012

2013

2014

2015

2016

2017

2018

2019

2020

211,817

215,206

218,650

222,148

225,702

229,314

232,983

236,710

240,498 244,346

2 Sumba Timur

198,186

201,357 204,579

207,852

211,178

214,556

217,989 221,477

225,021

228,621

232,279

235,996

239,771

243,608

247,506

251,466

255,489 259,577

3 Kupang

332,419

337,738 343,142

348,632

354,210

359,877

365,635 371,485

377,429

383,468

389,604

395,837

402,171

408,605

415,143

421,785

428,534 435,390

4 Timor Tengah Selatan

404,516

410,988 417,564

424,245

431,033

437,930

444,936 452,055

459,288

466,637

474,103

481,689

489,396

497,226

505,182

513,265

521,477 529,820

5 Timor Tengah Utara

177,918

180,765 183,657

186,595

189,581

192,614

195,696 198,827

202,008

205,241

208,524

211,861

215,251

218,695

222,194

225,749

229,361 233,031

6 Belu

331,412

336,715 342,102

347,576

353,137

358,787

364,528 370,360

376,286

382,306

388,423

394,638

400,952

407,368

413,885

420,508

427,236 434,071

7 Alor

168,965

171,668 174,415

177,206

180,041

182,922

185,848 188,822

191,843

194,913

198,031

201,200

204,419

207,690

211,013

214,389

217,819 221,304

8 Lembata

97,733

99,297

100,885

102,500

104,140

105,806

107,499 109,219

110,966

112,742

114,546

116,378

118,240

120,132

122,054

124,007

125,991 128,007

9 Flores Timur

215,876

219,330 222,839

226,405

230,027

233,708

237,447 241,246

245,106

249,028

253,012

257,060

261,173

265,352

269,598

273,911

278,294 282,747

10 Sikka

276,590

281,015 285,512

290,080

294,721

299,437

304,228 309,095

314,041

319,065

324,171

329,357

334,627

339,981

345,421

350,947

356,563 362,268

11 Ende

238,486

242,302 246,179

250,117

254,119

258,185

262,316 266,513

270,777

275,110

279,512

283,984

288,528

293,144

297,834

302,600

307,441 312,360

12 Ngada

244,242

248,150 252,120

256,154

260,253

264,417

268,647 272,946

277,313

281,750

286,258

290,838

295,491

300,219

305,023

309,903

314,862 319,899

13 Manggarai

481,479

489,183 497,010

504,962

513,041

521,250

529,590 538,063

546,672

555,419

564,306

573,335

582,508

591,828

601,297

610,918

620,693 630,624

14 Manggarai Barat

179,858

182,736 185,659

188,630

191,648

194,715

197,830 200,995

204,211

207,479

210,798

214,171

217,598

221,079

224,617

228,210

231,862 235,572

15 Rote Ndao

102,651

104,293 105,962

107,658

109,380

111,130

112,908 114,715

116,550

118,415

120,310

122,235

124,190

126,177

128,196

130,247

132,331 134,449

16 Kota Kupang
JUMLAH

251,170

255,189 259,272

263,420

267,635

271,917

276,268 280,688

285,179

289,742

294,378

299,088

303,873

308,735

313,675

318,694

323,793 328,973

3,888,058 3,950,267 4,013,471 4,077,687 4,142,930 4,209,217 4,276,564 4,344,989 4,414,509 4,485,141 4,556,903 4,629,814 4,703,891 4,779,153 4,855,619 4,933,309 5,012,242 5,092,438

Sumber: Hasil Analisis tahun 2004

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

IV - 50

b. Kebijaksanaan pengendalian penyebaran penduduk ditujukan untuk menyebarkan


penduduk secara merata sesuai daya dukung lingkungan dan potensi sumber daya alam,
namun hal tersebut tidaklah mudah dilaksanakan. Kecenderungan persebaran penduduk
yang tidak merata tersebut perlu diantisipasi agar dimasa mendatang kesenjangan jumlah
dan kepadatan penduduk di setiap Kabupaten/Kota tidak bertambah besar, yang
selanjutnya berimplikasi terhadap bertambahnya tekanan penduduk terhadap hidup dan
pemanfaatan potensi sumber daya alam. Kebijaksanaan penyebaran penduduk harus
diarahkan pada pemerataan penduduk antara kabupaten bagian
utara
dengan
kabupaten bagian selatan dan ke wilayah yang berpotensi dalam berproduksi hasil bumi.
Upaya pengendalian penyebaran penduduk yang lebih merata dapat dilakukan melalui :
Program permukiman kembali (resettlement);
Program Transmigrasi;
Pengembangan ekonomi skala besar seperti perkebunan pertambangan dan industri
pengolahan primer yang bersifat padat karya di daerah yang penduduknya masih
jarang;
Penyebaran fasilitas dan infrastruktur sosial-ekonomi.
c. Kebijaksanaan peningkatan kualitas sumber daya manusia menyangkut usaha-usaha yang
ditujukan untuk meningkatkan pendidikan dan tingkat kesehatan dapat dilakukan melalui :
Meningkatkan dan meyebarkan fasilitas pendidikan sekolah menengah dan atas;
Meningkatkan dan memyebarkan fasilitas pendidikan ketrampilan (kejuruan);
Memasyarakatkan pentingnya pendidikan bagi setiap orang;
Memasyarakatkan pentingnya kesehatan bagi setiap orang;
Meningkatkan dan menyebarkan fasilitas kesehatan dan tenaga medis;
Meningkatkan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat;
Meningkatkan kondisi lingkungan yang tidak mendukung kesehatan.
4.3.2.2. Kebijaksanaan Pengelolaan Lingkungan
Pengelolaan lingkungan yang bijaksana untuk mempertahankan daya dukung lingkungan
sangat diperlukan agar Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur yang telah
dirumuskan dapat tercapai. Untuk maksud tersebut perlu dirumuskan kebijaksanaan
pengelolaan lingkungan sebagai berikut :
a. Mengatur insentif untuk kegiatan-kegiatan skala besar yang mampu meningkatkan fungsi
lingkungan dan daya dukung wilayah, terutama bagi kegiatan-kegiatan yang memiliki
dampak peningkatan kualitas lingkungan dalam skala besar regional Nusa Tenggara
Timur;
b. Memberikan disinsentif bagi kegiatan-kegiatan skala besar yang dapat menurunkan daya
dukung wilayah baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang;
c. Memantau dan menindak kegiatan-kegiatan yang berpotensi merusak lingkungan hidup;
d. Meningkatkan kualitas lingkungan hidup perkotaan melalui peningkatan ketersediaan
prasarana sanitasi,air bersih, drainase dan persampahan;
e. Memulihkan ungsi lahan-;ahan kritis dan lahan-lahan bekas pertambangan, pembakaran
hutan atau kegiatan merusak di dalam hutan maupun di luar hutan baik melalui reboisasi
dan rehabilitasi lahan, bersama-sama dengan masyarakat dan swata;
f. Menertibkan penguasaan lahan terutama di wilayah bukan kota/pusat pemukiman yang
dimaksudkan untuk memudahkan pemantauan pengendalian lingkungan;
g. Memberi perlindungan terhadap kawasan-kawasan yang mempunyai nilai historis, nilai
tambah maupun nilai ilmiah yang merupakan aset nasional, seperti Cagar Alam Pulau
Komodo dan sekitarnya, Taman Laut Maumere dan Pulau Riung atau suaka margasatwa
dan hutan wisata lainnya yang ada di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur.

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

IV - 51

BAB. V

MEKANISME PENGELOLAAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH


PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR
Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP) Nusa Tenggara Timur yang telah disusun
untuk dapat dimanfaatkan secara optimal sesuai fungsi-fungisnya perlu didukung mekanisme
pengelolaan yaitu arahan-arahan yang menyangkut aspek pelaksanaan, pemanfaatan dan
pengendalian pemanfaatan Ruang Wilayah Propinsi. Arahan aspek pelaksanaan diharapkan dapat
menjadi pegangan dalam mekanisme pengelolaan Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi dalam
kurung waktu 15 (lima belas) tahun. Untuk menjamin keefektifan mekanisme pengelolaan Tata
Ruang ini, perlu didukung oleh aspek legalisasi sesuai dengan peraturan perundangan berlaku
serta kelembagaan yang akan mengoperasionalkannya.
5.1. Aspek Legalisasi dan Kelembagaan
Aspek legalisasi dan kelembagaan dalam mekanisme pengelolaan Rencana Tata Ruang
Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur merupakan bagian penting dalam penatalaksanaan
rencana tata ruang sebagai dokumen perencanaan pembangunan yang berisikan arahan
penggunaan ruang. Peran aspek legalisasi dan kelembagaan sebagai berikut :
a. Aspek legalisasi; Aspek legalisasi sangat penting sekali sebelum RTRWP Nusa
Tenggara Timur dilaksanakan dan berfungsi sebagai kebijaksanaan pokok pemantauan
pembangunan di wilayah propinsi. Untuk itu perlu dipertimbangkan kesesuaiannya
dengan aspek legal, yaitu peraturan perundangan yang berlaku serta kewenangan
kelembagaannya.
b. Aspek kelembagaan;
RTRWP Nusa Tenggara Timur yang telah disusun oleh Pemerintah Propinsi (Badan
Koordinasi Tata Ruang Daerah) dengan bantuan tenaga Ahli dari Perguruan
Tinggi, LSM atau Konsultan, telah di bahas dan disempurnakan dengan melibatkan
instansi vertikal dan dinas-dinas terkait;
Pembahasan ini dilakukan di tingkat pusat melalui Badan Koordinasi Tata Ruang
Daerah. Kehadiran instansi terkait dalam rapat-rapat koordinasi untuk pembahasan
dan penyempurnaan konsep RTRWP jelas sangat bermanfaat untuk mencapai
kesepakatan dan sinkronisasi RTRWP dengan rencana-rencana sektoral yang sudah
ada (misal TGHK, RTGT, RDPWP, RIPPDA dan sebagainya), atau bahkan masih dalam
taraf konsep dan kegiatan proyek usulan yang diajukan. Walaupun demikian manfaat
formal dari RTRWP ini mempunyai kekuatan hukum yang dilaksanakan, iklim
administrasi pemerintah mendukung (termasuk sistem informasinya) dan sumber
biaya pengelolaannya yang memadai, serta struktur kelembagaan yang terintegrasi
dan operasional;
Penetapan RTRWP sebagai peraturan daerah merupakan langkah pertama yang
harus dilaksanakan setelah RTRWP Nusa Tenggara Timur ini berhasil disusun dan
selanjutnya mendapat pengesahan dari Gubernur. Aspek legalisasi ini menjadi
persyaratan mendasar dalam proses implementasi RTRWP sebagai produk rencana
yang secara hukum akan mengikat;
Dalam hubungan ini faktor koordinasi antar instansi menjadi bagian penting yang
menentukan apakah mekanisme pengelolaan tata ruang dapat dilaksanakan dengan
konsisten atau tidak.
5.2. Penetapan dan Pengesahan RTRWP
Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP) Nusa Tenggara Timur perlu ditetapkan
terlebih dahulu dalam bentuk Peraturan Daerah Propinsi (Perda). Tata cara penetapan dan
pengesahan mengikuti Peraturan Perundangan yang berlaku. Setelah itu, RTRWP yang
telah menjadi Peraturan Daerah perlu pula mendapat pengesahan oleh Menteri dalam
Negeri. Proses legislasi RTRWP diuraikan sebagai berikut :
a. Penetapan RTRWP Nusa Tenggara Timur menjadi Peraturan Daerah (PERDA) pada
dasarnya dimaksudkan agar RTRWP tersebut mempunyai kekuatan hukum dan

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

V-1

dukungan politis sehingga dapat dioperasional dan dipatuhi oleh semua pihak di daerah.
Rancangan Peraturan Daerah tentang RTRWP diusulkan atau diajukan oleh Gubernur
kepada DPRD untuk ditetapkan menjadi PERDA beserta lampiran buku rencana RTRWP
itu sendiri;
b. Penetapan RTRWP Nusa Tenggara Timur menjadi Peraturan Daerah dilakukan setelah
sebelumnya dilakukan pembahasan secara intensif. Setelah ditetapkan sebagai Peraturan
Daerah RTRWP perlu diajukan untuk mendapat pengesahan dari Menteri Dalam Negeri.
Usul pengesahan PERDA disampaikan Kepada Menteri Dalam Negeri oleh Gubernur;
c. Sebelum mengajukan untuk usulan pengesahan PERDA, Gubernur bersama-sama Badan
Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) menjaga keterpaduan antara program
pembangunan sektoral di wilayah Nusa Tenggara Timur dengan wilayah sekitarnya;
d. Dalam proses pengesahan RTRWP ini Menteri Dalam Negeri akan mengadakan
pertimbangan dari instansi terkait dipusat atau Tim Koordinasi Pengelolaan Tata Ruang
Nasional untuk kasus-kasus tertentu.
5.3. Pemasyarakatan RTRWP
Tahap pemasyarakatan RTRWP mempunyai arti yang penting bagi keberhasilan
pengelolaan Tata Ruang Wilayah Propinsi. Pada dasarnya tahap ini meliputi dua bagian
penting. Pertama saat proses penyusunan RTRWP hingga ditetapkan sebagai Peraturan
Daerah, dan kedua pada tahap pelaksanaan RTRWP setelah ditetapkan dan disahkan sampai
saat peninjauan kembali setiap kurun waktu lima tahunan.
Pada tahap pertama usaha pemasyarakatan RTRWP diarahkan terutama dengan melibatkan
berbagai instansi terkait, unsur TNI/POLRI serta wakil masyarakat (DPRD) dalam rapat-rapat
koordinasi untuk perumusan masalah-masalah pokok di daerah, perumusan konsep rencana,
serta pembahasan dan penyempurnaan RTRWP. Pada tahap yang kedua, pemasyarakatan
RTRWP dilakukan dengan menyampaikan informasi secara luas dan menerus mengenai
arahan pemanfaatan ruang pada tingkat propinsi berdasarkan struktur tata ruang wilayah.
Peran pemerintah (di bawah koordinasi Bappeda) dalam memasyarakatkan RTRWP Nusa
Tenggara Timur mempunyai pengaruh besar yang akan menentukan sejauh mana tingkat
keberhasilan dan operasionalisasi RTRWP, sekaligus dimaksudkan untuk melibatkan
partisipasi masyarakat. Pemerintah Propinsi Nusa Tenggara Timur perlu mengumumkan dan
menyebarkan RTRWP secara efektif dan efisien agar masyarakat dapat terlibat sepenuhnya
dalam perwujudan rencana tata ruang terutama yang menyangkut pemanfaatan ruang pada
kawasan lindung dan pemanfaatan ruang pada kawasan budidaya. Dalam hal ini mekanisme
pengelolaan Tata Ruang melalui prosedur perijinan (untuk pemanfaatan ruang skala besar)
harus jelas dan mempunyai kepastian hukum bagi masyarakat yang menjadikan sebagai
acuan atau arahan investasi.
5.4. Tindak Lanjut Penyusunan RTRW Kabupaten/Kota
Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP) Nusa Tenggara Timur sifatnya masih
umum (makro) dalam suatu arahan tata ruang pada wilayah propinsi dengan skala peta 1 :
250.000, untuk lebih lanjut perlu disusun Rencana Tata Ruang dengan kedalaman yang lebih
rinci. Pada tingkat Kabupaten atau Kota, rencana ini dalam bentuk Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) Kabupaten/Kota, dengan tingkat kedalaman atau ketelitian peta sekurangkurangnya pada skala 1:50.000 atau 1:100.000, dalam rencana tersebut materi RTRWP
dapat dilihat dan lebih terukur untuk setiap kawasan. Selain dijabarkan dalam bentuk RTRW
Kabupaten/Kota, perlu dijabarkan dalam Rencana Detail Tata Ruang Kawasan agar lebih
bersifat fungsional untuk mendukung pengembangan sektor tertentu, sehingga wilayah
perencanaannya tidak perlu sama dengan administratif. Dalam kaitan ini, konsistensi antara
isi RTRWP dengan RTRWK atau Rencana Detail Tata Ruang Kawasan (RDTRK) yang akan
disusun perlu dijaga secara maksimal, sehingga keterpaduan kegiatan pada wilayah propinsi
dapat terjamin.
Selain sebagai acuan bagi penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Kawasan (RDTRK) yang
lebih rinci, juga akan menjadi dasar pertimbangan dalam penyusunan Rencana
Pembangunan Jangka Pendek, jangka Menengah dan Jangka Panjang.

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

V-2

5.5. Aspek Kelembagaan


Mekanisme pengelolaan Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi perlu didukung oleh
aspek kelembagaan yang akan lebih berfungsi koordinasi. Dalam kaitan ini fungsi koordinasi
pengelolaan tata ruang dilakukan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
(BAPPEDA) Propinsi Nusa Tenggara Timur sebagai badan yang bertugas membantu Kepala
Daerah dalam hal ini Gubernur dalam melaksanakan koordinasi di bidang perencanaan
pembangunan serta penilaian atas pelaksaaan pembangunan sesuai Undang-Undang Nomor
25 tahun 2004 tentang Perencanaan Pembangunan Nasional dan Undang-Undang Nomor 32
tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Hal ini juga sesuai dengan wewenang Gubernur dalam rangka menyelenggarakan koordinasi
instansi vertikal dan antar instansi lingkup Pemerintah Daerah Propinsi Nusa Tenggara
Timur. Unit/ Instansi tersebut berkewajiban :
a. Melaporkan segala kebijaksanaan dan rencana kegiatan yang ditetapkan oleh instansi
teknis kepada Gubernur;
b. Mematuhi petunjuk umum yang diberikan oleh Gubernur;
c. Menyampaikan usul rencana kegiatan kepada Gubernur yang telah dikonsultasikan
dengan kepala Instansi yang bersangkutan;
d. Mengajukan laporan tertulis secara rutin maupun berkala kepada Gubernur mengenai
perkembangan pelaksanaan tugas;
Adanya kemungkinan benturan kepentingan sektoral khususnya dalam konflik pemanfaatan
ruang (lahan skala besar), maka kesesuaian aspek legal dari RTRWP ini juga perlu dilihat
dari koordinasi perangkat vertikal instansi pusat yang ada di daerah (Kantor Wilayah)
sehingga memungkinkan operasionalisasi RTRWP secara terpadu. Instansi vertikal ini jelas
merupakan bentuk nyata dari azas dekonsentrasi yang didasarkan pada Keppres No. 17
Tahun 1985. Khususnya untuk penanganan masalah pertanahan, maka berdasarkan Keppres
No. 26 Tahun 1988 telah dibentuk badan Pertanahan Nasional yang mempunyai tugas untuk
menyusun rencana penggunaan tanah yang sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah
Propinsi (RTRWP). Dari keputusan-keputusan tersebut jelas sekali dinyatakan bahwa instansi
vertikal merupakan unit pelaksana atau perangkat dari departemen/lembaga-lembaga
Pemerintah non departemen di propinsi yang bersangkutan. Selanjutnya kewajiban instansi
vertikal/Kanwil dalam pelaksanaan fungsi koordinasi yaitu :
a. Melaporkan segala kebijaksanaan dan rencana kegiatan yang ditetapkan oleh instansi
atasannya kepada Gubenur;
b. Mematuhi petunjuk umum yang diberikan oleh Gubernur atau melaporkan kepada
instansi atasannya;
c. Melaporkan hasil koordinasi oleh Gubernur dengan yang bersangkutan atas rencana
kegiatan sektoral kepada instansi atasannya;
d. Menyampaikan laporan tertulis secara berkala kepada Gubernur mengenai
perkembangan pelaksanaan tugas yang bersangkutan;
e. Memberikan keterangan yang diminta oleh Gubernur.
Melalui aspek kelembagaan seperti diuraikan di atas, dapat dilihat bahwa operasionalisasi
RTRWP Nusa Tenggara Timur dapat dilakukan. Dalam hal ini tampak keterkaitan yang erat
dari aspek legal adminstratif dan kelembagaan, sehingga RTRWP yang telah ditetapkan
dapat terlaksana secara efektif.
5.6. Pemantauan Dan Penggendalian Pemanfaatan Ruang
Aspek yang utama dari mekanisme pengelolaan Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi
Nusa Tenggara Timur perlu dilakukan oleh pihak-pihak yang terlibat di dalam pelaksanaan
RTRWP Nusa Tenggara Timur, antara lain :
Pihak pemerintah, baik Departemen/Instansi Pusat maupun Pemerintah Propinsi melalui
penyusunan program-program dan proyek-proyek pembangunan lima tahunan dan
tahunan;
Pihak masyarakat yang direalisasikan melalui berbagai investasi baik perorangan
ataupun swasta.

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

V-3

5.6.1. Pemantauan Pemanfaatan Ruang


Pemantauan pemanfaatan ruang pada dasarnya merupakan salah satu bentuk
kegiatan dari pengendalian pemanfaatan ruang secara keseluruhan. Pemantauan perlu
dilakukan oleh instansi tata ruang di daerah serta instansi lainnya yang berhubungan
dengan pemanfaatan dan pengendalian ruang di bawah koordinasi Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Propinsi Nusa Tenggara Timur. Pemantauan ini
merupakan suatu kegiatan memonitor atau mengawasi pemanfaatan ruang dan
perubahan-perubahan yang terjadi. Kegiatan ini berguna untuk memonitor dan mengawasi
setiap usulan atau pengajuan pemanfaatan ruang dapat dilakukan melalui proses perijinan
lokasi (untuk kegiatan yang memanfaatkan ruang dalam skala besar).
Pemanfaatan ruang ini juga mencakup kegiatan mengumpulkan dan memperbaharui (updating) data. Kegiatan ini dimaksudkan untuk memberikan masukan-masukan bagi
peninjauan kembali atau evaluasi RTRWP yang dilakukan setiap 5 (Lima) tahun sekali.
Pemantauan pemanfaatan ruang dilakukan melalui penciptaan dan pengembangan suatu
sistem database yang terkoordinir baik dalam suatu unit pusat data dan jaringannya untuk
terus-menerus memonitor pemanfaatan ruang dan perubahan-perubahan yang terjadi.
Secara bertahap kegiatan ini dapat dilakukan dengan menggunakan Sistem Informasi
Geografis (SIG) dengan memanfaatkan teknologi mutakhir.
5.6.2. Pengendalian Pemanfaatan Ruang
Pengendalian pemanfaatan ruang pada RTRWP Nusa Tenggara Timur pada dasarnya
dibedakan menurut dua jenis kegiatan, yaitu :
Pengendalian pemanfaatan ruang pada kawasan lindung;
Pengendalian pemanfaatan ruang pada kawasan budidaya.
Secara umum pengendalian Tata Ruang mencakup kegiatan-kegiatan yang bersifat
pemantauan pengawasan dan penertiban kegiatan yang memanfaatkan ruang. Kegiatan
pemantauan, seperti telah diuraikan terdahulu, merupakan tahap awal pengendalian. Di
dasarkan pada hasil pemantauan tersebut barulah kemudian dapat dilakukan kegiatan
pengawasan (untuk menghindari terjadinya konflik pemanfaatan ruang) serta penertiban
sebagai tindakan penyelesaian/penanganan masalah tata ruang. Pengendalian tata ruang
ini perlu dilakukan sehubungan dengan kemungkinan adanya kawasan budidaya dan atau
antara kawasan budidaya dengan kawasan budidaya lainnya.
Permasalahannya tersebut dapat terjadi untuk kasus-kasus sebagai berikut :
a. Rencana dengan status/usaha tanah;
b. Rencana dengan proyek-proyek pembangunan;
c. Rencana dengan penggunaan tanah yang telah berlangsung.
Kegiatan pengendalian pemanfaatan ruang pada kawasan lindung meliputi :
a. Pemanfaatan fungsi lindung bagi kawasan lindung yang masih dapat dipertahankan;
b. Pengembalian fungsi lindung bagi kawasan lindung yang telah mengalami tumpang
tindih dengan kegiatan budidaya atau lahan yang dapat menggagu fungsi lindungnya;
c. Pelarangan/pencegahan dilakukannya kegiatan budidaya pada kawasan lindung yang
telah ditetapkan;
d. Pembatasan kegiatan budidaya yang telah ada sehingga tidak dapat dilakukan
pengembangan lebih lanjut, dengan tindakan konservasi secara intesif;
e. Pemindahan kegiatan budidaya yang dapat mengganggu kelangsungan fungsi lindung,
sebagai tindakan penertiban kegiatan pengendalian pemanfaatan ruang pada kawasan
budidaya dapat meliputi :
Pengarahan lokasi kegiatan untuk kegiatan budidaya melalui mekanisme perizinan
(untuk kawasan berskala besar) dengan pendekatan intensif;
Pelarangan/pencegahan dilakukan kegiatan budidaya yang tidak sesuai dengan
rencana;
Pembatasan kegiatan lain yang telah ada dengan ketentuan tidak dilakukan
pengembangan lebih lanjut;
Penyelesaian
masalah
tumpang-tindih
antar
kegiatan
budidaya
(baik
status/penguasaan lahan, proyek pembangunan, penggunaan lahan yang telah

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

V-4

berlangsung lama) berdasarkan berbagai ketentuan perundangan yang berlaku, SKB


menteri-menteri yang berkaitan.
Dalam pengendalian pemafaatan ruang sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi,
peranan koordinasi dalam Pemerintah Propinsi sangat penting secara instansional, hal ini
dilakukan oleh Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) Propinsi NTT (Kelompok
Kerja Pengendalian) beserta Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA)
Propinsi Nusa Tenggara Timur dan Badan Petanahan Nasional. Untuk kasus-kasus khusus
apabila terdapat permasalahan pengendalian pemanfaatan ruang yang tidak dapat
diselesaikan, maka Gubernur dapat mengajukannya kepada Badan Koordinasi Penataan
Ruang Nasional (BKPRN).
5.6.3. Peninjauan Kembali RTRWP
Pada dasarnya rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur ini harus
menjadi pedoman keruangan dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan pembangunan di
Nusa Tenggara Timur. Oleh karena itu RTRWP perlu disesuaikan dengan gerak dinamika
pembangunan dan keadaan perkembangan sosial-ekonomi yang terjadi secara dinamis.
Agar tetap sesuai dengan gerak dinamika pembangunan daerah RTRWP perlu ditinjau
kembali atau dievaluasi paling lama setiap 5 (lima) tahun sekali atau bilamana dianggap
perlu oleh tim Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah.
Peninjauan kembali atau evaluasi RTRWP dimaksudkan untuk menyempurnakan atau
merevisi materi rancana dengan mempertimbangkan kondisi dan perubahan-perubahan
yang terjadi. Penyempurnaan RTRWP perlu dilakukan jika hasil peninjauan kembali
(evaluasi) ini menunjukan adanya penyimpangan yang mendasar dalam hal pertimbanganpertimbangan yang digunakan dalam rencana seperti kebijakan pemerintah, perkembangan
sosial ekonomi, penemuan teknologi baru dan sebagainya sehingga materi rencana perlu
disesuaikan. Dalam kegiatan ini, peninjauan kembali merupakan upaya untuk menjaga
fleksibilitas dari rencana tata ruang agar senantiasa dapat sejalan dengan perkembangan
yang terjadi yang mempengaruhi tata ruang propinsi. Kegiatan peninjauan kembali pada
dasarnya menjadi tanggung jawab pemerintah propinsi (dengan keanggotaan yang bersifat
koordinatif antar instansi).
5.6.4. Pembiayaan Pelaksanaan dan Pengendalian Pemafaatan Ruang
Dalam operasionalisasi arahan pemanfaatan ruang berdasarkan RTRWP yang telah
ditetapkan menjadi peraturan daerah membutuhkan biaya-biaya bagi pelaksanaan atau
pengelolaannya. Biaya ini meliputi biaya untuk memproses peraturan daerah tentang
RTRWP, pemasyarakatan RTRWP, pemantauan dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang,
serta peninjauan kembali atau evaluasi/revisi RTRWP. Sumber pembiayaan ini diperkirakan
cukup besar, dan diharapkan berasal dari sumber-sumber pendapatan daerah (PAD)
melalui (APBD) Propinsi Nusa Tenggara Timur. Jika kemampuan pendanaan daerah
terbatas dapat meminta bantuan teknis dari pusat yang sifatnya menunjang pelaksanaan
kegiatan-kegiatan yang memiliki kepentingan nasional di daerah. Selain itu diharapkan
adanya partisipasi dari pihak swasta atau suatu bentuk kerja sama pemerintah swasta
dalam pembiayaan pengelolaan tata ruang di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur.

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

V-5

B
B.. VVII
BAAB

IINNDDIIKKAASSII PPRROOGGRRAAM
M PPEEM
MBBAANNGGUUNNAANN
SSEESSUUAAII RREENNCCAANNAA TTAATTAA RRUUAANNGG W
WIILLAAYYAAHH
PPRROOPPIINNSSII NNUUSSAA TTEENNGGGGAARRAA TTIIM
MUURR 22000066--22002200
6.1. Umum
Perumusan indikasi program-program pembangunan merupakan salah satu bagian materi
yang harus tercakup dalam produk Rencana Struktur Tata Ruang Wilayah Propinsi. Indikasi
program pembangunan merupakan penjabaran kebijakan dan rencana pengembangan ruang yang
telah ditentukan ke dalam program-program pembangunan yang akan menjadi komitmen
Pemerintah. Perumusan indikasi program ini tidak terlepas dari program-program yang telah
disusun oleh Departemen/Instansi di Pusat maupun di Propinsi dan dijabarkan dalam 5 (lima)
tahun. Dengan demikian, diharapkan fungsi Rencana Struktur Tata Ruang Propinsi sebagai acuan
instansi pusat dan Pemerintah Daerah Propinsi dalam menyusun dan melaksanakan program lima
tahunan dalam kurun waktu lima belas tahun. Program-program dibawah ini pada dasarnya masih
bersifat indikatif, yang diharapkan dapat memberikan indikasi bagi penyusunan program
membangun sektoral serta pembangunan pada wilayah yang diprioritaskan pembangunannya.
6.2. Indikasi Program Pembangunan Sektoral
Pada dasarnya penyusunan program pembangunan sektoral yang akan dikemukakan tidak
terlepas dari kebijakan pembangunan yang telah digariskan pada Program Pembangunan Daerah
maupuan kebijakan pembangunan Nasional dan kebijakan pembangunan daerah lainnya. Kriteria
umum di dalam menentukan indikasi program pembangunan sektoral secara keseluruhan adalah
sebagai berikut :
a. Indikasi program disusun dalam upaya untuk memadukan setiap usaha pembangunan yang
dilakukan masing-masing sector sehingga tercapai efisiensi pembangunan dalam rangka
mencapai tujuan pembangunan yang akan dicapai Propinsi Nusa Tenggara Timur;
b. Indikasi Program sektoral ini disusun atas dasar potensi dan permasalahan sektoral di daerah
yang telah diidentifikasi;
c. Indikasi program sektoral ini juga mengacu dan didasarkan pada arahan pemanfaatan ruang
pada Rencana Struktur Tata Ruang Wilayah Propinsi (RSTRWP);
d. Indikasi program ini disusun berdasarkan skala prioritas, yaitu berdasarkan permasalahan
yang mendesak untuk diselesaikan.
Dalam penyusunan indikasi program pembangunan sektoral pada Rencana Struktur Tata Ruang
Wilayah Propinsi (RSTRWP) Nusa Tenggara Timur hanya difokuskan pada sector pembangunan
yang secara langsung memanfaatkan ruang yang luas untuk mendukung kegiatannya. Sektorsektor dimaksud tersebut adalah : (1) Pembangunan Pertanian dan Kehutanan; (2) Pembangunan
Perikanan dan Kelautan; (3) Pembangunan Pengairan dan Sumberdaya Air; (4) Pembangunan
Pertambangan dan Energi; (5) Pembangunan Perhubungan; (6) Pembangunan Pariwisata; (7)
Pembangunan Perumahan dan Permukiman; (8) Pembangunan Lingkungan Hidup.
6.2.1. Tanaman Pangan dan Hortikultura
Pengembangan Tanaman Pangan dan Hortikultura yang dapat dilaksanakan pada potensi
lahan kering dengan luas sekitar 1.528.308 ha dan potensi lahan basah seluas 284.103 ha
diarahkan pada upaya meningkatkan ketahanan pangan dan pendapatan pelaku ekonomi. Untuk
mengoptimalkan tingkat pencapaiannya maka didukung melalui pengembangan program
Peningkatan Produksi dan Produktivitas Petani dan Program Penguatan Kelembagaan Ekonomi
Petani. Rencana kegiatan prioritas Pengembangan Tanaman dan Hortikultura di Propinsi Nusa
Tenggara Timur sebagaimana Tabel VI-1.
6.2.2. Tanaman Perkebunan dan Kehutanan
Pengembangan Tanaman Perkebunan sesuai Rencana Dasar Pengembangan Wilayah
Perkebunan (RDPWP) dengan potensial sekitar 888.931 Ha diarahkan pada upaya untuk
memperkuat basis industri pengolahan hasil perkebunan, peningkatan ekspor dan pendapatan
petani melalui program pokok sebagai berikut : (1) Peningkatan Produksi serta Produktivitas

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

VI - 1

Petani; (2) Penguatan Kelembagaan Ekonomi Petani. Dari aspek ekonomi, pembangunan
tanaman perkebunan ditujukan untuk mendukung pergeseran pangsa PDRB dari sektor primer ke
sektor sekunder melalui peningkatan skala usaha yang dapat mendorong industri pengolahan.
Dari aspek lingkungan, pembangunan perkebunan diharapkan mendukung konservasi lingkungan
terutama pada wilayah-wilayah yang rawan bencana alam longsor dan kritis.

Tabel VI.1 ....,

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

VI - 2

Tabel VI.1
Indikasi kegiatan Prioritas Pembangunan Tanaman Pangan dan Hortikultura
di Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai 2020
No

Basis Ekonomi

Luas (Ha)

Kegiatan Prioritas

Komoditas Unggulan Daerah

Lokasi

Pertanian Lahan Kering


dan Hortikultura

1.528.308

Intensifikasi dan
ektensifikasi usaha
Penegmbangan industri
pengolahan
Pembinaan pelaku dan
Kelembagaan

Pertanian Tanaman Pangan


Lahan kering: Jagung dan
Palawija
Hortikultura: Jeruk, mangga,
pisang

Kabupaten seNTT

Pertanian Lahan Basah

284.103

Intensifikasi dan
ektensifikasi usaha
Pengembangan industri
pengolahan
Pembinaan pelaku dan
Kelembagaan

Pertanian Tanaman Pangan


Lahan Basah: Padi dan palawija
Pakan ternak besar (sapi
potong)

Kabupaten seNTT

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

VI - 3

Pembangunan kehutanan diarahkan pada upaya pelestarian, rehabilitasi hutan kemasyarakatan


dan perluasan kawasan hutan untuk kepentingan konservasi dan peningkatan pendapatan
masyarakat melalui program-program sebagai berikut :
(1) Pelestarian Hutan Konservasi,
Lindung dan Produksi Berbasis Masyarakat; (2) Pengembangan Hutan Produksi Berbasis
Masyarakat; dan (3) Pemantauan, Pengawasan, Pembinaan dan Pengaturan Pengelolaan Hutan.
Dari aspek ekonomi pembangunan kehutanan ditujukan untuk meningkatkan daya dorong
ekonomi khususnya produksi non kayu dan produksi kayu terpilih, dengan garapan fungsi
utamanya yaitu mendukung kelestraian lingkungan tetap terjamin kualitasnya. Rencana kegiatan
prioritas pembangunan tanaman perkebunan dan kehutanan di Propinsi Nusa Tenggara Timur
sebagaimana Tabel IV-2.

Tabel IV-2. ....,

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

VI - 4

Tabel IV.2
Indikasi kegiatan prioritas Pembangunan Tanaman Perkebunan dan Hutan Produksi
di Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai 2020
No
1

Basis
Ekonomi
Perkebunan

Luas (Ha)
888.931

Hutan Produksi

Tersebar

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

Kegiatan Prioritas

Komoditas Unggulan/Lokasi

Intensifikasi dan ektensifikasi


usaha
Pengembangan industri
pengolahan
Pembinaan pelaku dan
Kelembagaan
Intensifikasi dan ektensifikasi
usaha
Pengembangan industri
pengolahan
Pembinaan pelaku dan
Kelembagaan

Andalan nasional : Jambu mete


Andalan Regional : Kopi, kakao,
kelapa
Andalam Lokal : Vanili

Kabupaten Se-NTT

Hasi kayu: cendana, jati,


gaharu
Produksi Non kayu: asam,
kemiri kutu lak, madu, asam,
kemiri

Kabupaten Se-NTT

VI - 5

Lokasi

6.2.3. Perikanan dan Kelautan


Pembangunan bidang perikanan dan kelautan diarahkan pada upaya pemanfaatan potensi
perikanan dan kelautan secara optimal untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat,
peningkatan pendapatan daerah, peningkatan pertumbuhan ekonomi dan percepatan perubahan
struktur ekonomi serta menjaga kelestariannya untuk kepentingan jangka panjang. Perikanan
dan kelautan didukung potensi sumberdaya hayati laut multispecies pengembangannya didukung
melalui program pembangunan yaitu : (1) Peningkatan Produksi dan Produktivitas Pengelolaan
Potensi Wilayah Pesisir dan Laut; (2) Penguatan Kelembagaan Ekonomi Nelayan dan Masyarakat
Pesisir; dan (3) Pembinaan, Pengawasan dan Pengaturan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut.
Rencana kegiatan prioritas Pengembangan perikanan dan kelautan sebagaimana Tabel IV-3.

Tabel IV-3. ...,

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

VI - 6

Tabel IV.3
Indikasi kegiatan Pembangunan Perikanan dan Kelautan
di Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai 2020
No
1
2
3
4

Basis Ekonomi
Perikanan Darat
Perikanan Tangkap
Perikanan Pantai
Budidaya Perikanan
Budidaya laut
Budidaya tambak

Luas (Km2)
8.375 Ha
200.000 Km2
5.700 km
40.605 Ha
5.5150 Ha
35.455 ha

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

Kegiatan Prioritas
Intensifikasi kolam ikan
Intensifikasi potensi tangkap
Intensifikasi kegiatan tangkap
Intensifikasi dan
ekstensifikasi
Ekstesifikasi potensial yang
belum dikelola
Pembinaan pelaku dan
Kelembagaan

VI - 7

Komoditas Unggulan
Bandeng, Mujair
Tuna, Cakalang
Kerapu, Ikan Karang, Ikan
Hias
Rumput laut, Kakap, Udang

Lokasi
Kabupaten seNTT

6.2.4. Pembangunan Sumberdaya Air dan Irigasi


Pembangunan sumberdaya air dan irigasi diarahkan untuk mendukung peningkatan
pembangunan sentra-sentra produksi dan kegiatan ekonomi yang didukung :
(1)
Ketersediaan air permukaan yaitu curah hujan tahunan ratarata 1.200 m atau 56.82
Miliard m3 air pertahun yang diandalkan 25% atau 14.20 Miliard m3 setara 450 m3/detik
baseflow andalan pada musim hujan atau pada musim kemarau menjadi 85 m3/detik
dibanding kebutuhan 4.8 Miliard m3 setara 152.000 m3 /detik;
(2)
Ketersediaan Air Tanah. Potensi air tanah tersebar dominan di dataran rendah dengan
kapasitas > 35 m3/detik, yang saat ini baru dimanfaatkan 6 m3/detik dari 844 sumur PAT.
Pembangunan Sumberdaya air dan irigasi diarahkan untuk mendukung kegiatan pertanian
dan penyediaan air baku.
Dalam upaya meningkatkan peran pengairan dalam mendukung peningkatan pelayanan irigasi
dan penyediaan air baku maka diupayakan peningkatan tiga aspek utama prasarana pengairan
yaitu : peningkatan kualitas bangunan utama, peningkatan jumlah dan kualitas jaringan irigasi
dan peningkatan kelembagaan pengelola irigasi. Khusus untuk penyediaan air baku didukung
dengan perpipaan distribusi pada satuan-satuan permukiman yang sangat membutuhkan
dukungan penyediaan air bersih. Untuk mengoptimalkan pengembangan sumberdaya air dan
irigasi didukung kegiatan kegiatan Peningkatan Pemanfaatan Sumber Daya Air dan Irigasi
sebagaimana Tabel VI-4.

Tabel VI-4
Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Sumberdaya Air dan Irigasi
di Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai 2020

No

Prasarana

A.
1.

Yang Telah Ada


Irigasi teknis

2.

Irigasi Semi teknis

3.

Embung Irigasi

4.

Jaringan Irigasi Air


Tanah

B.

Pembangunan
Baru

Jumlah
(Unit)
60
1.297
46

1266

PM

Kegiatan Prioritas

Lokasi

Peningkatan jaringan dan


rehabilitasi
Peningkatan jaringan dan
rehabilitasi
Peningkatan jaringan dan
rehabilitasi di 23 lokasi
Pembangunan di 23 Lokasi

Kabupaten
se-NTT
Kabupaten
se-NTT
Kabupaten
se-NTT

Peningkatan jaringan dan


rehabilitasi di 844 lokasi
Pembangunan di 422 Lokasi
Pembinaan kelembagaan P3A,
GP3A
Pembangunan sumberdaya air
dan irigasi pada Sumber daya
lahan kering dan potensi lahan
basah

Kabupaten
se-NTT

6.2.5. Pertambangan dan Energi


Pembangunan bidang pertambangan dan energi diarahkan untuk memanfaatkan secara optimal
dan bertanggungjawab potensi tambang dan energi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan
penerimaan daerah serta mengupayakan berbagai tindakan pengamanan untuk menjamin
keberlanjutannya dalam jangka panjang. Program pokok yang dilaksanakan adalah sebagai
berikut : (1) Pengembangan dan Pemanfaatan Potensi
Tambang; (2) Pengembangan
Jangkauan Layanan Energi; dan (3) Pembinaan, Pengawasan dan Pengaturan Pemanfaatan
Potensi Tambang dan Energi. Indikasi kegiatan prioritas untuk mengoptimalkan pembangunan
Pertambangan dan Energi sebagaimana Tabel VI-5

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

VI - 8

6.2.6. Infrastuktur Ekonomi


Pembangunan infrastruktur ekonomi diarahkan untuk menunjang pengembangan kegiatan
ekonomi pada sektor-sektor produksi andalan serta menghubungkan wilayah ekonomi yang satu
dengan lainnya sehingga tercipta kesatuan ekonomi yang memungkinkan meningkatnya mobilitas
faktor produksi, barang dan jasa. Infrastruktur dalam kerangka pembangunan Nusa Tenggara
Timur sangat strategis mengingat posisi geografisnya yang relatif jauh dengan pusat-pusat pasar
dan geografis wilayah kepuluan yang tersebar meliputi 566 pulau. Sesuai dengan geografi
wilayah maka moda transportasi massal yang dapat digunakan untuk meningkatkan aksesibilitas
untuk pengangkutan barang dan orang dalam wilayah yaitu moda darat khusus untuk wilayah
pulau-pulau besar dan moda laut untuk aksesibilitas antar pulau. Moda udara dilakukan dalam
jumlah terbatas dan lebih dominan diperuntukkan untuk mendukung aksesibilitas ke luar
wilayah. Moda laut juga cukup dominan untuk mendukung akses ke luar wilayah.
Berdasarkan kondisi tersebut maka pembangunan infrastruktur terutama yang berkaitan dengan
peningkatan aksesibilitas pembangunan ekonomi dalam wilayah dan peningkatan aksesibilitas
kegiatan ekonomi ke luar wilayah dilaksanakan melalui upaya yaitu :
(1) Peningkatan
Kualitas Layanan Sarana dan Prasarana Perhubungan Darat, Laut dan
Udara;
(2) Peningkatan dan Pemeliharaan Prasarana Jalan dan Jembatan.
Kegiatan prioritas dalam upaya mendukung capaian pembangunan infrastruktur ekonomi
sebagaimana Tabel VI.6.
6.2.7. Industri
Pembangunan industri diarahkan untuk mendorong percepatan perubahan struktur ekonomi dan
pendalaman struktur industri untuk menjamin laju pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan
usaha dan kesempatan kerja produktif, peningkatan pendapatan masyarakat dan daerah dengan
memanfaatkan secara optimal bahan mentah yang dihasilkan sektor-sektor ekonomi andalan dan
potensi industri yang tersedia melalui program-program sebagai berikut : (1) Pengembangan
Usaha Industri Kecil dan Rumah Tangga (IKRT); (2) Pengembangan Kelembagaan dan SDM
pada Usaha IKRT; (3)
Pengembangan Usaha Industri Menengah dan Besar; dan
Pengembangan Model Kemitraan Antar Skala Industri. Kegiatan prioritas pengembangan industri
sebagaimana Tabel VI.7.

Tabel.VI.5 ....,

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

VI - 9

Tabel VI.5
Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Pertambangan dan Energi di Propinsi
di Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai 2020
No

Basis Pertambangan

1
2
3

Pertambangan Golongan A
Pertambangan Golongan B
Pertambangan Golongan C

Sumberdaya Energi

Kegiatan Prioritas

Komoditas Unggulan

Survey Penyelidikan Umum,


Eksplorasi dan eksplotasi potensi
Melanjutkan kegiatan eksplotasi
Sumberdaya pertambangan dan yang telah
dikelola
Pembinaan pelaku dan kelembagaan
Pengembangan Energi dan energi baru yang
telah dikelola dan yang belum dikelola

Pembinaan pelaku dan kelembagaan

Minyak bumi
Emas, Marmer
Batu hijau, batu apung
dan batu hitam

Energi Panas Bumi, Energi


Angin, energi surya dan
energi mikro hidro

Sebaran Lokasi
Utama
Kabupaten se-NTT
Kabupaten se-NTT

Kabupaten se-NTT

Tabel VI.6
Indikasi Kegiatan Prioritas Infrastruktur di Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai 2020
No
1

Kawasan
Potensial
Jalan dan Jembatan
Nasional
Propinsi
Kabupaten
Terminal
Tipe A
Tipe B
Tipe C
Perhubungan
Pelabuhan Laut
Bandara Udara

Panjang
(Km2)/Unit

Kegiatan Utama

Sebaran Lokasi Utama

1.121,87
2.939,86
12.866,81

Pemeliharaan rutin,
Pemeliharaan berkala,
Peningkatan dan Pembangunan

Kabupaten/kota se-NTT

3 unit
16 unit
194 Unit

Pembangunan dan Pemeliharaan

Kupang, Atambua, Maumere, Labuhan Bajo


13 Kota-kota Kabupaten/ Kota se-NTT
Kota-kota ibukota Kercamatan terpilih

22 unit

Peningkatan kapasitas dan


kualitas layanan
Peningkatan kapasitas dan
kualitas layanan

Kabupaten/kota se-NTT

14 unit

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

VI - 10

Tabel VI.7
Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Industri di Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai 2020
No
1

Kawasan Potensial
Kawasan Industri Kupang
Barat

Kegiatan Prioritas
Peningkatan skala usaha dan
pembangunan baru

Industri Rakyat

Industri Garam

Agroindustri Berbasis
Pertaninan dan perkebunan
Agroindutri perikanan

Peningkatan skala usaha


pembangunan baru
Peningkatan skala usaha
pembangunan baru
Peningkatan skala usaha
pembangunan baru
Peningkatan skala usaha
pembangunan baru

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

Komoditas Unggulan
Industri galangan kapal

Sebaran Lokasi Utama


Kabupaten Kupang

dan

Tenun ikat,

Kabupaten Se-NTT

dan

dan

Garam Yodium
Artemia
Kopi, Kacang tanah, Mete,
Kelapa, Kakao,
Pengalengan ikan, pakan ternak

Kupang dan Ngada

dan

VI - 11

Kabupaten Se-NTT
Kabupaten Se-NTT

6.2.8. Pariwisata
Pendayagunaan pariwisata dengan memanfaatkan pulau-pulau yang potensial dilakukan dengan
mengutamakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dengan tetap memperhatikan kelestarian
fungsi-fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup. Pembangunan pariwisata di Provinsi Nusa
Tenggara Timur didukung dengan Program Pengembangan Kerjasama Antar Wilayah dan
Peningkatan Promosi Pariwisata. Program ini bertujuan untuk menciptakan kondisi yang
memungkinkan kerjasama antar daerah sehingga dapat mendorong pembangunan
kepariwisataan melalui : (1) Mengembangan jenis-jenis obyek wisata sehingga terciptanya
kondisi bagi pengembangan industri pariwisata; (2) Meningkatkan kualitas daya tarik wisata
baik Wisman maupun Wisnus;
dan (3)
Memberikan rekomendasi bagi pembangunan
infrastruktur kepariwisataan. Sasaran program Pariwisata adalah : (1) Meningkatkan arus dan
jumlah kunjungan wisata; (2) Meningkatkan pendapatan masyarakat dan daerah baik secara
langsung (direct income effect), secara tidak langsung (indirect and induced income effect); (3)
Memperluas jaringan kerjasama pariwisata baik di dalam maupun di luar negeri; (4) Menjadikan
NTT sebagai Daerah Tujuan Wisata (DTW). Dalam upaya lebih mendorong pembangunan bidang
pariwisata, maka pembangunan diarahkan untuk memantapkan pengembangan kawasan dan
sistem promosi kepariwisataan sehingga mampu mendorong pengembangan kegiatan ekonomi
masyarakat dan daerah serta meningkatkan pendapatan masyarakat dan daerah melalui
pengembangan lokasi-lokasi wisata pada 7 Satuan Wilayah Pengembangan pariwisata. Kegiatan
utama meliputi :
Pengembangan Kawasan Wisata melelui penyediaan fasilitas dukungan akses, komunikasi,
sanitasi dan air bersih;
Pengembangan Sistem Informasi dan Promosi Kepariwisataan;
Pengembangan SDM dan Kelembagaan Pariwisata.
Lokasi wilayah pengembangan dan lokasi Pengembangan kawasan pengembangan pariwisata
Satuan seperti Tabel VI.8.
6.2.9. Perumahan dan Permukiman
Perumahan dan permukiman merupakan kebutuhan dasar manusia dalam pemenuhan
kebutuhan papan, selain pangan dan sandang. Perumahan dan permukiman juga memiliki
fungsi strategis sebagai pusat pendidikan dan regenerasi di dalam keluarga, serta persemaian
budaya di tengah masyarakat. Untuk itu perlu menempatkan bidang perumahan dan
permukiman sebagai salah satu sektor prioritas dalam upaya pembangunan manusia yang
seutuhnya. Pembangunan bidang permukiman yang diarahkan
sebagai bagian untuk
meningkatkan kenyaman penduduk melakukan kegiatan ekonomi dan sosial dilaksanakan
melalui pendekatan :
Membangun dan mengembangkan kemampuan penduduk untuk membangun perumahan
yang sehat dan layak huni atas kemampuannya sendiri yang mengacu pada Rencana Umum
Tata Ruang Kota dan Pedesaan yang terpadu, komprehensif dan aspiratif;
Terciptanya permukiman yang tertib, sehat dan indah, sesuai Rencana Tata Ruang;
Di perkotaan menghindari permukiman yang bernuansa eksekutif karena dihuni oleh etnik
atau agama tertentu;
Di Perdesaan pembangunan mengutamakan bahan lokal namun tidak sampai menimbulkan
ancaman bagi kelestarian lingkungan.
Dalam upaya peningkatan kualitas dan kuantitas permukiman dan perumahan yang layak huni
maka perlu didukung dengan kegiatan prioritas sebagaimana Tabel VI-9.

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

VI - 12

Tabel VI.8
Satuan Wilayah Pengembangan Pariwisata di Propinsi di Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai 2020
No
1
2
3
4
5

Kawasan Wisata
KWS. Timor I: Kupang-TTS- Rote
Ndao
KWS Timor II: TTU, Belu, Alor
KWS Flores I: Lembata- FlotimSikka
KWS Flores II : Ende- Ngada

KWS Flores III: ManggaraiManggarai Barat


KWS Sumba I : Sumba Barat

KWS Sumba II: Sumba Timur

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

Komoditas Andalan
Wisata bahari, wisata alam,
wisata budaya
Wisata bahari, wisata alam,
wisata budaya
Wisata bahari, wisata alam,
wisata budaya
Wisata bahari, wisata alam,
wisata budaya
Wisata bahari, wisata alam,
wisata budaya
Wisata bahari, wisata alam,
wisata budaya
Wisata bahari, wisata alam,
wisata budaya

Lokasi
Teluk Kupang, Nembrala, Mutis-Timau, Kolbano
Tanjungbastian, Tanjungbastian, TWAL Alor
Lamalera-Lewoleba, Larantuka, Teluk Maumere
Danau Kelimutu, Riung 17 Pulau
Iteng, Pulau Komodo, Kodi/Pero
Rua, Wanokaka
Lewa, Baing/Kalala, Taribang

VI - 13

Pembangunan perumahan dan permukiman juga terkait dengan pembangunan perkotaan


sebagai pusat-pusat kegiatan pelayanan pembangunan, pemerintahan dan kemasyarakatan.
Sesuai potensinya kota-kota di Propinsi Nusa Tenggara Timur terbagi dalam tiga kemampuan
yaitu kota Pusat Kegiatan Nasional, Pusat Kegiatan Wilayah dan Pusat Kegiatan Lokal. Program
kegiatan terutama untuk mendukung fungsi-fungsi kota yang mencerminkan kapasitas layanan
kota dan fungsinya sebagaimana Tabel VI-10.

Tabel VI.9
Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Perrumahan dan permukiman
di Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai 2020
No
A

Permukiman
Permukiman Eksisting
Permukiman
Perkotaan
Permukiman
Perdesaan
Rumah
Air bersih

Unit

2.278
787.714
38,86 %

Lokasi baru
Permukiman
Perkotaan
Permukiman
Perdesaan
Rumah
Air bersih

292

29
227
78.771
3,8 %

Kegiatan Utama

Sebaran Lokasi
Utama

Penataan lingkungan: jalan


lingkungan, sanitasi, draenase
Penataan lingkungan: jalan
lingkungan, jalan desa dan sanitasi
Rehabilitasi rumah yang tidak layak
huni
Peningkatan kualitas dan kapasitas
layanan

292 Kelurahan
Kab./Kota se-NTT
292 Kelurahan
Kab./Kota se-NTT
292 Desa/Kelurahan
Kab./ Kota se-NTT

Pembangunan lingkungan: jalan


lingkungan, sanitasi, draenase
Pembangunan lingkungan: jalan
lingkungan, jalan desa dan sanitasi
Pembangunan rumah yang tidak
layak huni
Peningkatan kualitas dan kapasitas
layanan

Kelurahan Kab./Kota
se-NTT
Kelurahan Kab./Kota
se-NTT
Desa/Kelurahan
Kab/Kota se-NTT

Tabel VI.10
Kota pusat kegiatan dan fungsi utamanya
di Propinsi Nusa Tenggara Timur hingga 2020
No
1

Pusat
Kegiatan
PKN

PKW

PKL

Kota
Kota Kupang, Maumere,
Atambua, Labuhan bajo

Soe, Kefamenanu, Betun,


Kalabahi, Larantuka,
Bajawa, Mbay, Ende,
Ruteng, Waikabubak,
Waitabula, Seba, Betun,
Mbay, Wetabula
Kota-kota kecamatan

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

Fungsi Utama
Pemerintahan
Pendidikan
Simpul Pelayanan jaringan transportasi
wilayah dan nasional
Kota persinggahan utama
Pemerintahan
Pendidikan
Simpul Pelayanan jaringan transportasi
wilayah
Kota pendukung

Pemerintahan lokal
Pendidikan lokal
Simpul Pelayanan jaringan transportasi local
Kota pendukung pusat kegiatan wilayah

VI - 14

6.3. KAWASAN PRIORITAS


Dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih efisien, keseimbangan
pengembangan wilayah dan keseimbangan ekosistem ditetapkan kawasan prioritas. Selain
didasarkan pada keberadan sektor-sektor strategis yang perlu dikembangkan penentuan wilayah
prioritas perlu juga didasarkan pada tingkat kepentingan pemanfaatan ruang pada kawasan
lindung dan kawasan budidaya. Kawasan fungsi lindung merupakan kawasan yang diprioritaskan
penggunaanya. Penggunaan untuk kawasan budidaya baru ditentukan jika kawasan lindung telah
ditetapkan.
Dalam menentukan kawasan prioritas, dasar pertimbangan penetapannya adalah sebagai berikut :
- Pengembangan sektor di wilayah tersebut mempunyai dampak yang luas, baik secara regional
maupun nasional;
- Pengembangan sektor di wilayah tersebut membutuhkan ruang kegiatan dalam skala luas;
- Pengembangan sektor yang akan dikembangkan di atasnya mempunyai prioritas tinggi lingkup
regional maupun nasional;
- Kawasan yang mempunyai prospek ekonomi yang tinggi sehingga membutuhkan penanganan
yang mendesak;
- Kawasan kritis yang diperkirakan akan segera membawa dampak negatif, karenanya perlu
dikendalikan dengan segera;
- Kawasan dengan fungsi khusus.
Berdasarkan kriteria, telah ditetapkan Kawasan Prioritas yang dinamakan Wilayah Pengembangan
(Area Development) dan perlu dioperasikan/dijalankan, yaitu :
(1) Kawasan Prioritas untuk mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah adalah :
a. Kawasan andalan yang memiliki keunggulan spesifik di wilayah darat meliputi :
Kawasan Industri Bolok dengan Sub Kawasan Bolok Tenau; Kawasan Noelmina
dengan Sub Kawasan : Oesao Amarasi - Bena; Kawasan Benanain dengan Sub
Kawasan : Besikama-Aeroki; Kawasan Noelbesi dengan Sub Kawasan : Kapan Eban
Amfoang; Kawasan Alor Selatan dengan Sub Kawasan : Alor Selatan - Lantoka;
Kawasan Tanjungbunga - Magepanda dengan Sub Kawasan Tanjungbunga-Konga
Magepanda; Kawasan Mbay-Mautenda dengan Sub Kawasan : Mbay Riung Mautenda-Maurole; Kawasan Lembor dengan Sub Kawasan : Lembor - Ngorang;
Kawasan Komodo; Kawasan Iteng dengan Sub Kawasan : Iteng - Buntal; Kawasan
Mangili dengan Sub Kawasan : Mangili Kambaniru - Melolo; Kawasan Wanokaka Anakalang dengan Sub Kawasan : Kawasan Wanokaka-Anakalang; Kawasan Kodi Laratama dengan Sub Kawasan : Kodi Laratama;
b. Kawasan Pesisir dan Laut meliputi 9 satuan Wilayah Pengembangan Pesisir Laut
Terpadu(SWPLT) : SWPLT- Selat Ombai-Laut Banda, SWPLT- Laut Sawu I, SWPLT- Laut
Sawu II, SWPLT- Laut Sawu III, SWPLT Laut Flores, SWPLT- Selat Sumba, SWPLTLaut Timor, SWPLT- Laut Hindia, SWPLT- Selat Sape;
(2) Kawasan prioritas untuk keseimbangan pengembangan wilayah meliputi : Kawasan daerah
terbelakang : Sub Kawasan Pesisir : Lembata Selatan, Alor, Sumba Selatan, Flores Utara,
Timur Selatan, Rote Selatan; Sub. Kawasan Pedalaman : Timor Utara, Timor Selatan,
Lembata Tengah dan Timur, Sumba Timur, Gizing dan Pota; Sub. Kawasan Pulau - pulau
kecil : Sabu, Raijua, Semau, Palue, Babi, Ndao, Kepulauan Alor dan Pantar;
(4) Kawasan prioritas untuk keseimbangan ekosistim meliputi kawasan berfungsi lindung di
kawasan perbatasan negara dan lintas kabupaten, kawasan kritis dan kawasan rawan
bencana lintas kabupaten.
6.3.1. Kawasan Pertanian Terpadu dan Kawasan Cepat Tumbuh
Kawasan tersebut selanjutnya untuk memberikan daya dorong yang lebih besar atas fungsifungsinya maka dikelompokkan dalam kawasan dengan skala yang lebih besar dengan rencana
pengembangan sebagaimana Tabel. VI-11.
6.3.2. Kawasan Pesisir dan Laut Terpadu
Dalam upaya mempercepat pembangunan juga teridentifikasi kawasan pesisir laut terpadu yang
potensial dikembangkan dengan basis utama perikanan dan kelautan, wisata bahari, jasa

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

VI - 15

kelautan, industri serta pertambangan dan energi, Adapun kawasan tersebut sebagaimana Tabel

VI.12.

Disamping kawasan pertanian terpadu dan kawasan pesisir dan laut terpadu juga diidentifikasi
kawasan cepat tumbuh karena didukung dengan sumberdaya dan parasarana sebagaimana

Tabel VI.13.

6.3.3. Kawasan DAS Kritis


Sistem perladangan yang berpindah dengan cara tebas bakar bersifat mengganggu
keseimbangan lingkungan, menghambat pemudaan vegetasi secara alamiah dan mengakibatkan
pembentukan lahan-lahan kritis. Keadaan ini diperparah dengan penurunan produktif lahan
kering yang terus terjadi, disebabkan erosi lapisan subur lahan kering yang kurang
memperhatikan kesuburan tanah. Kerusakan sumber alam dan lingkungan hidup juga terjadi
terhadap areal persawahan subur, suaka alam dan daerah resapan air, karena belum adanya
pengendalian terhadap penggunaan ruang. Untuk itu, salah satu pendekatan dalam mengatasi
permasalahan lahan-lahan kritis tersebut melalui pelestarian dan perlindungan akosistem didalam
suatu kesatuan Daerah/wilayah Aliran Sungai (DAS/WAS) terencana, terarah dan terpadu.
Beberapa arahan pengembangan bagi kawasan lahan kritis tersebut diatas adalah sebagai
berikut :
Diperlukan upaya pencegahan kerusakan dan rehabilitasi lahan-lahan kritis tersebut yang
diteruskan dengan usaha penghijauan, reboisasi dan keservasi hutan, tanah, air yang secara
keseluruhan perlu dipadukan dalam upaya pengembangan pertanian, kehutanan,
pertambangan dan permukiman;
Untuk menjamin ketersediaan air baik kuantitas maupun kualitas, diusahakan peningkatan
pemeliharaan kawasan yang termasuk cacthment area (terutama di bagian hulu). Upaya
pemeliharaan fungsi dan kemampuan sistem tata air yang dikembangkan di DAS untuk
mencapai terkendalinya erosi dan kesuburan tanah yang mantap;
Pendayagunaan lahan kritis melalui rehabilitasi lahan diarahkan menjadi lahan pertanian yang
produktif, upaya pemukiman kembali dalam areal pertanian, pengembangan asaha kehutanan
dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat peladang berpindah. Selanjutnya hutan
rakyat dan kawasan hutan produksi dekat pedesaan akan dikembangkan sebagai hutan serba
guna;
Perlu juga dilaksanakan pengamanan sungai dan pengembangan wilayah sungai dan
penanggulangan bencana alam. Rehabilitasi sungai dan pengembangan daerah aliran sungai
terutama dilaksanakan di bagian hilir aliran sungai yang investasi pengairannya sudah tinggi
dan permukimannya padat.
Adapun Kawasan DAS kritis yang perlu mendapat perlindungan melalui upaya pencegahan dan
pengendalian kemungkinan terjadinya bencana alam yang dapat menimbulkan hambatan
percepatan pembangunan diantaranya sebagai berikut :
- DAS Kupang;
- DAS Oesao;
- DAS Mina;
- DAS Olim/Oepoli;
- DAS Danotua;
- DAS Manubulu;
- DAS Lakamola;
- DAS Sabu;
- DAS Daigama;
- DAS Behanim;
- DAS Tamutu;
- DAS Bone.
6.3.4. Kawasan Lindung Strategis
Indikasi progam pembangunan kawasan steategis pada kawasan lindung ditujukan untuk
meningkatkan kualitas fungsi lindung dan pelestarian kawasan-kawasan yang berfungsi lindung

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

VI - 16

dengan indikasi kegiatan priotritas yaitu konservasi, rehabilitasi dan penataan fungsi kawasan.
Kawasan strategis yang berfungsi lindung sebagaimana Tabel VI.14.
6.3.5. Kawasan Terbelakang
Kawasan terbelakang disini tidak dimaksudkan untuk menunjukan adanya masyarakat yang
primitif atau terbelakang dalam arti terisolir, melainkan kawasan yang tidak ditunjang
ketersediaan dan kelancaran perhubungan dan komunikasi wilayah ini dengan wilayah lainnya,
menyebabkan wilayah ini hanya berhubungan dengan wilayah tertentu saja dan tertutup untuk
wilayah lainnya. Minimnya ketersediaan infrastruktur perhubungan darat dan laut dan
pendukunglainnya, mengakibatkan wilayah tersebut tidak lancar dalam berkomunikasi dan
tingkat pertumbuhan dan perkembangannya tertinggal jauh dibelakang dengan wilayah lainnya.
Arahan pengembangannya terutama untuk :
Peningkatan dan pembangunan prasarana jalan dengan pembukaan daerah-daerah yang
terisolir, disamping membuka hubungan dengan kantung-kantung produksi baru;
Pembangunan prasarana pelabuhan laut, dimungkinkan pelabuhan rakyat agar komunikasi
dengan daerah lain lancar (bila pembangunan prasarana jalan tidak dapat di mungkinkan);
Upaya peningkatan resetlemen (permukiman baru) bagi penduduk yang masih berpencar agar
upaya pembangunan infrastruktur memudahkan pemerintah daerah setempat.

Tabel VI.11. .....,

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

VI - 17

Tabel VI.11
Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Pertanian terpadu
di Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai 2020
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Kawasan Prioritas
KWS Noelmina
KWS Benanain
KWS Noelbesi
KWS Alor Selatan
KWS Tanjungbunga-Magepanda
Mbay-Maotenda
Lembor
Iteng
Mangili
Wanokaka-Anakalang
Kodi-Laratama

Tahun Pelaksanaan
5 Tahun 1
5 Tahun 2
5 Tahun 3

Sub Kawasan
Oesao- Amarasi-Bena
Besikama-Oeroki
Kafan-Eban-Amfoang
Alor Selatan-lantoka
Tanjungbunga-Konga-Magepanda
Mbay-Riung-Mautenda-Maurole
Lembor-Ngorang
Iteng-Buntal
Mangili-Kambaniru-Melolo
Wanokaka-anakalang
Kodi-Laratama

Tabel VI.12
Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Pariwisata
di Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai 2020
NO
1
2

SWP Pesisir dan Laut


SWPLT- Selat Ombai-Laut Banda
Sub Wilayah I Pesisir Utara Kab. TTU, Belu
Sub Wilayah II Kalabahi Pesisir Kepulauan di Kab. Alor
SWPLT- Laut Sawu I
Sub Wilayah II Kupang Utara Pesisir Utara Kab. Kupang
daratan, Pesisir Pulau Semau
Sub Wilayah IV Rote Pesisir Pulau Rote
SWPLT- Laut Sawu III
Sub Wilayah V Pesisir Kab. Lembata & Flotim
Sub Wilayah VI Pesisir Flotim dan Pulau-Pulau Kecil
SWPLT- Laut Sawu II

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

Pusat
Pertumbuhan
Atapupu
Kalabahi
Kota Kupang
Baa
Lewolewba
Larantuka

VI - 18

5 Tahun 1

Tahun Pelaksanaan
5 Tahun 2
5 Tahun 3

NO

SWP Pesisir dan Laut


Sub Wilayah VII Pesisir Selatan Kab.Sikka, Ende dan Ngada
SWPL Laut Flores:
Sub Wilayah VIII Pesisir Utara Kabupaten Flores Timur dan
Sikka
Sub Wilayah IX Pesisir Utara Kabupaten Ngada dan Ende

7
8
9

SWPLT- Selat Sumba


Sub Wilayah X Pesisir Kab.Sumba Timur
Sub Wilayah XI Pesisir Kab. Sumba Barat
SWPLT- Laut Timor
Sub Wilayah X II Pesisir Selatan P.Timor
SWPLT- Laut Hindia
Sub Wilayah XIIII Pesisir Pulau Sabu
SWPLT- Selat Sape
Sub Wilayah IVX Pesisir Kab.Manggarai dan Kabupaten
Manggarai Barat

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

Pusat
Pertumbuhan
Ende
Maumere
Mbay

Waingapu
Waikelo
Kolbano
Seba
Labuan Bajo

VI - 19

Tahun Pelaksanaan
5 Tahun 1
5 Tahun 2
5 Tahun 3

Tabel VI.14
Indikasi kegiatan Prioritas Kawasan Lindung di propinsi Nusa Tenggara Timur hingga 2020
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

Kawasan Strategis
TNl Kelimutu
TNl Lai Wangi Wanggameti
TNl Manupeu Tanadaru
TNl Komodo
TNL Komodo
THR Prof IR. Herman Yohanes
CA Riung
CA Maubesi
CA Way Wuul/Mburak
CA Gunung Langgaliru
CA Watu Ata
Wolo Talo Nggede Nalo Merah,
Siung
SM Perhalu
SM Kateri
SM Harlu
TW Tuti Adigae
TW Alam Tujuh Belas Pulau
TW Pulau Besar
TW`Manipo
TW Ruteng

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

Luas (HA)

Tahun Pelaksanaan

Kegiatan Utama

5.000
47.014
87.984
173.300
75.000
3.115
2.000
1.830
3.000
15.638
4.898
4.016

Rehabilitasi dan
Rehabilitasi dan
Rehabilitasi dan
Rehabilitasi dan
Rehabilitasi dan
Rehabilitasi dan
Rehabilitasi dan
Rehabilitasi dan
Rehabilitasi dan
Rehabilitasi dan
Rehabilitasi dan
Rehabilitasi dan

Peningkatan
Peningkatan
Peningkatan
Peningkatan
Peningkatan
Peningkatan
Peningkatan
Peningkatan
Peningkatan
Peningkatan
Peningkatan
Peningkatan

fungsi
fungsi
fungsi
fungsi
fungsi
fungsi
fungsi
fungsi
fungsi
fungsi
fungsi
fungsi

hutan
hutan
hutan
hutan
hutan
hutan
hutan
hutan
hutan
hutan
hutan
hutan

5 Tahun 1

1.000
4.560
2.000
5.000
9.900
3.000
2.499
32.248

Rehabilitasi dan
Rehabilitasi dan
Rehabilitasi dan
Rehabilitasi dan
Rehabilitasi dan
Rehabilitasi dan
Rehabilitasi dan
Rehabilitasi dan

Peningkatan
Peningkatan
Peningkatan
Peningkatan
Peningkatan
Peningkatan
Peningkatan
Peningkatan

fungsi
fungsi
fungsi
fungsi
fungsi
fungsi
fungsi
fungsi

hutan
hutan
hutan
hutan
hutan
hutan
hutan
hutan

VI - 20

5 Tahun 2

5 Tahun 3

6.3.6. Kawasan Perbatasan Negara


Panjang garis perbatasan darat Propinsi Nusa Tenggara Timur dengan Timor Leste
adalah 255,4 km, mencakup 3 wilayah kabupaten yaitu di Kabupaten Belu, TTU dan
Kupang. Sesuai dengan perjanjian antara pemerintah Kolonial Belanda dan Portugis
tanggal 1 Oktober 1904 perbatasan antara Oekusi Ambenu wilayah Timor-Timur
dengan Timor Barat dimulai dari mulut sungai Besi sampai muara sungai (Thalueg)
dengan panjang lingkar perbatasan 115 Km, dengan perincian Kabupaten TTU 104,5
Km Kabupaten Kupang 10,5 Km.
a. Perbatasan Darat
Kawasan perbatasan darat Timor Barat dengan Timor Leste meliputi 9 Kecamatan,
yaitu :
Kabupaten Kupang
: Kecamatan Amfoang Utara;
Kabupaten Timor Tengah Utara : Kecamatan Miomaffo Barat, Miomaffo Timur
dan Kecamatan Insana Utara;
Kabupaten Belu
: Kecamatan Malaka Timur, Tasifeto Barat,
Tasifeto Timur, Lamaknen dan Kecamatan
Kobalima.
b. Perbatasan Laut
Kawasan perbatasan Laut Wilayah Propinsi NTT dengan Timor Leste meliputi 4
Kabupaten dan 5 Kecamatan, yaitu :
Kabupaten Kupang
: Kecamatan Amfong Utara;
Kabupaten Belu
: Kecamatan Tasifeto Barat, Kecamatan Kobalima;
Kabupaten TTU
: Kecamatan Insana Utara;
Kabupaten Alor
: Kecamatan Alor Barat Daya.
Kawasan perbatasan Laut Wilayah NTT dengan Australia meliputi wilayah laut
Kabupaten Rote Ndao dan Pulau Sabu Kabupaten Kupang. Percepatan pembangunan
wilayah perbatasan memerlukan program kerja terpadu dengan arah pembangunan
diletakkan pada aspek sebagai berikut :
Pemantapan pembangunan bangsa (Nation Building) dalam kerangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia;
Meningkatkan kesejahteraan masyarakat wilayah perbatasan;
Meningkatkan mutu sumber daya manusia dan masyarakat wilayah perbatasan
termasuk masyarakat pengungsi sehingga mempunyai daya tahan dan daya saing
yang tinggi dengan masyarakat di negara tetangga baik dalam bidang ekonomi
maupun dalam bidang sosial budaya dan sosial politik.
Dalam upaya mencapai percepatan pembangunan kawasan perbatasan perlu
dikembangkan upaya-upaya pembangunan secara khusus dan intensif karena daerah
ini merupakan perwakilan citra Indonesia dihadapkan bangsa/negara lain. Untuk
meningkatkan stabilitas keamanan dan kesejahteraan masyarakat di sepanjang
perbatasan maka Strategi Operasional Pembangunan Kawasan Perbatasan difokuskan
pada pendekatan pembangunan sebagai berikut :
a. Peningkatan Pembangunan Ekonomi untuk membuka peluang perdagangan
antar negara melalui upaya antara lain :
Membuka pasar resmi, agar pasar tradisional menjadi peluang pembangunan
ekonomi masyarakat di daerah perbatasan, dengan peraturan yang jelas dan
pasti;
Peningkatan pelayanan lalulintas perdagangan melalui pembukaan lembaga
keuangan di perbatasan;
Meningkatankan produksi dan produtivitas masyarakat perbatasan yang
memiliki daya saing.

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

VI - 21

b. Peningkatan
Kualitas
Sumberdaya Manusia diupayakan melalui
peningkatan pelayanan pendidikan dan kesehatan sehingga mutu manusia tidak
kalah bersaing dengan masyarakat dari mancanegara dalam ilmu, pengetahuan
dan teknologi (IPTEKS) termasuk kesehatan;
c. Peningkatan Prasarana Wilayah (1) Peningkatan Aksesibilitas Wilayah
dilaksanakan melalui peningkatan mutu jalan dan jembatan menuju daerah
perbatasan guna menunjang arus barang dan pengamanan citra bangsa; (2)
Peningkatan Perumahan, Permukiman dan Tata Ruang dilaksanakan melalui
Penataan ulang ruang wilayah melalui pendekatan kawasan pengembangan
ekonomi terpadu yang baru dan berorientasi pada pemukiman, pengembangan
kawasan potensial, sistim perhubungan dan transportasi intermodule; (3)
Peningkatan dukungan sumberdaya air dan irigasi untuk mendukung percepatan
pembangunan ekonomi;
d. Penegakkan Hukum dan HAM dilaksanakan dengan pendekatan bahwa
masyarakat perbatasan melakukan hubungan dengan koridor hukum Intenasional.
Beacukai, Imigrasi dan karantina sebagai bagian dari pengawas pintu perbatasan
harus mampu menjalankan tugasnya sesuai hukum yang berlaku.
e. Peningkatan Keamanan dan Ketertiban dikelola secara profesional dan
karena itu sarana dan prasarana keamanan di perbatasan harus mendapat
perhatian yang wajar. Tempat tinggal para pengaman perbatasan harus mendapat
perhatian yang manusiawi, misalnya dengan penerangan, bangunan yang sehat
dan jaminan hidup yang bergizi, termasuk alat komunikasi yang memadai.
Penataan Tapal Batas Timor Leste Australia dan Republik Indonesia perlu dibuat
Perbatasan Zona Maritime antara tiga negara, termasuk penetapan titik
trijiction antara Indonesia, Timor Leste dan Australia. Penentuan batas wilayah
udara untuk RI dan Timor Leste meliputi batas wilayah darat dan batas wlayah
laut yang ditarik secara tegak lurus ke atas. Hal mana perlu pengaturan
kewenangan FIR dan ATC (Air Traffic Control) yang jelas untuk keselamatan
penerbangan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020

VI - 22

Anda mungkin juga menyukai