OLEH
Tim Penyusun
Akhirnya, melalui laporan awal ini sangat diharapkan masukan yang bersifat konstruktif
sangat kami harapkan demi pengembangan kajian ini.
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
3.1. Peta Wilayah Administrasi Distrik Tanah Rubuh Kabupaten Manokwari ........... III-10
I
3.2. Piramida penduduk berdasarkan rentang umur di Distrik Tanah Rubuh ............. III-15
DAFTAR GAMBAR | iv
Dokumen Awal Rencana Aksi Pengembangan Kawasan Tanah Rubuh
DAFTAR TABEL
No. Halaman
3.4. Komposisi Penduduk berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin .......... III-14
3.5. Jumlah Sekolah Dasar, Smp, jumlah murid, jumlah guru, dan rasio murid
dengan guru di Distrik Tanah Rubuh ............................................................. III-17
4.4. Kisaran Jumlah armada Perikanan dan Jumlah Rumah Tangga .................... IV-42
DAFTAR TABEL | v
Dokumen Awal Rencana Aksi Pengembangan Kawasan Tanah Rubuh
PENDAHULUAN
Pembangunan kawasan perdesaan yang terarah dapat dicapai melalui proses mulai dari
pembentukan kawasan, perencanaan, pelaksanaan sampai monitoring dan evaluasi yang
melibatkan seluruh stakeholder kunci secara partisipatif. Pelaksanaan secara partisipatif bukan
hanya sebagai legalitas namun sebagai hak azasi warga untuk ikut membentuk kawasan,
menyusun rencana, melaksanaan, monitoring dan evaluasi pembangunan kawasan perdesaan
tersebut.
PENDAHULUAN | I-1
Dokumen Awal Rencana Aksi Pengembangan Kawasan Tanah Rubuh
suatu kawasan agar berdaya saing harus berbasis klaster. Klaster didefinisikan sebagai
konsentrasi geografis dari perusahaan yang saling berhubungan, pemasok, penyedia layanan,
dan lembaga-lembaga yang terkait dalam bidang tertentu yang ada di suatu negara atau
wilayah dalam suatu rantai nilai vertikal dan horisontal. Klaster muncul karena mereka
berusaha meningkatkan produktivitas sehingga perusahaan dapat bersaing. Pengembangan
dan peningkatan klaster merupakan agenda penting bagi pemerintah, perusahaan, dan lembaga
lainnya. Pengembangan klaster akan lebih baik apabila ada manajamen klaster. Manajemen
klaster sebagian besar adalah terdiri dari para pelaku usaha yang ada di kawasan klaster
tersebut Berdasarkan latar belakang tersebut Bidang Ekonomi, Sosial Budaya dan
Pemerintahan Kabupaten Manokwari melakukan fasilitasi pembentukan dan pendampingan
kawasan perdesaan.
1.2. Tujuan dan Sasaran
1.2.1. Tujuan
Tujuan dari Kajian Rencana Aksi Pengembangan Kawasan Tanah Rubuh adalah untuk
mempersiapkan rencana aksi melalui ketersediaan potensi wilayah untuk meningkatkan akses
pendapatan masyarakat dan memperkuat struktur perekonomian wilayah di Distrik Tanah
Rubuh Kabupaten Manokwari.
1.2.2. Sasaran
Sasaran kegiatan ini adalah wilayah potensial yang dijabarkan dalam Rencana Aksi
Pengembangan Kawasan Tanah Rubuh melalui pembentukan kawasan ekonomi pada Distrik
Tanah Rubuh.
1.3. Ruang Lingkup
Ruang lingkup kegiatan Fasilitasi Pembentukan dan Pengembangan Kawasan Tanah
Rubuh adalah sebagai berikut:
1) Fasilitasi Pembentukan Kawasan Perdesaan
a. Survey identifikasi potensi desa/kampung yang akan dijadikan kawasan perdesaan
b. Pengembangan kelembagaan melalui kesepakatan kepala desa/kampung melalui
pengembangan kawasan kampung yang dituangkan dalam Berita Acara
Pembentukan Kawasan Perdesaan Distrik Tanah Rubuh.
c. Pemetaan kawasan kawasan potensial perdesaan (optional)
d. Penyerahan BAP kepada Bupati sebagai bahan untuk penerbitan SK Bupati tentang
kawasan Distrik Tanah Rubuh.
2) Workshop untuk fasilitasi Rencana Aksi Pengembangan Kawasan Perdesaan Distrik
Tanah Rubuh
a. Workshop selama 2 (tiga) hari yang dihadiri oleh perwakilan dari masing-masing
kampung (1 perangkat desa, 1 dari BUMDES, 1 pelaku usaha usaha), perwakilan
PENDAHULUAN | I-2
Dokumen Awal Rencana Aksi Pengembangan Kawasan Tanah Rubuh
dari OPD yang berkaitan dengan komoditas unggulan kawasan perdesaan, tokoh
masyarakat dan LSM setempat.
b. Pada saat workshop juga dilakukan fasilitasi pembentukan pengelola kawasan
perdesaan
c. Pada saat workshop juga dilakukan fasilitasi untuk menyusun rencana aksi dari
pengelola kawasan.
3) Fasilitasi pendampingan untuk penguatan kawasan perdesaan
a. Pendampingan setiap bulan kepada pengelola klaster berupa rapat monitoring dan
peninjauan lokasi
b. Diskusi dengan OPD terkait setiap bulan
1.4. Keluaran
Keluaran kegiatan Kajian Rencana Aksi Pengembangan Kawasan Tanah Rubuh adalah
berupa dokumen laporan tentang fasilitasi pembentukan dan pendampingan kawasan
perdesaan Distrik Tanah Rubuh. Dokumen diserahkan berdasarkan tahapan kemajuan
kegiatan terdiri atas:
1. Dokumen Awal;
2. Dokumen Antara/Kemajuan;
3. Draft Dokumen Akhir;
4. Dokumen Akhir;
5. Peraturan Bupati, dan RPKP
1.5. Ketentuan Umum
1.5.1. Landasan Hukum
PENDAHULUAN | I-3
Dokumen Awal Rencana Aksi Pengembangan Kawasan Tanah Rubuh
PENDAHULUAN | I-4
Dokumen Awal Rencana Aksi Pengembangan Kawasan Tanah Rubuh
Beberapa definisi dan pengertian terkait dengan Rencana Aksi Pengembangan Kawasan
Distrik Tanah Rubuh, antara lain:
1. Istilah 1
2. Istilah 2
PENDAHULUAN | I-5
Dokumen Awal Rencana Aksi Pengembangan Kawasan Tanah Rubuh
Tabel 2.1. Tenaga Ahli Penyusunan Rencana Aksi Pengembangan Kawasan di Distrik
Tanah Rubuh
a. Aspek kewilayahan, yaitu untuk menjamin penyediaan lahan yang sesuai bagi
pengembangan kawasan melalui peningkatan kualitas penataan dan peruntukan
lahan.
b. Aspek ekologis, yaitu untuk menjamin terwujudnya ekosistem area pengembangan
yang sehat dan produktif yang dapat mendukung keberlanjutan penyediaan
sumberdaya yang dikembangkan melalui peningkatan kualitas ekosistem. Hal ini
Ketiga pendekatan tersebut dilakukan secara terintegral dalam kesatuan analisis secara holistik
dari semua data dan informasi sumberdaya kawasan serta implikasinya terhadap Kawasan
pengembangan Tanah Rubuh.
2.3. Metodologi
Dari mekanisme di atas maka selaku pihak yang diberi kewenangan untuk
melaksanakan kegiatan rencana aksi pengembangan Kawasan Tanah Rubuh dapat disusun
suatu tahapan proses penyusunan rencana aksi pengembangan kawasan sebagai berikut:
Pada tahap ini, dilakukan pembentukan kelompok kerja oleh Team Leader terdiri atas:
Kegiatan awal yang dilakukan pada tahap ini adalah tim kerja berkoordinasi dengan
pemangku kepentingan seperti kepala Distrik dan Kepala-kepala kampung, menetukan
kesepakatan penyelenggaraan workshop pengembangan kawasan Distrik Tanah Rubuh.
Sejumlah aspek yang disepakati adalah berhubungan dengan waktu pelaksana-an, penyusunan
agenda workshop, tempat, jumlah dan unsur peserta yang dihadirkan.
Pelaksanaan workshop dalam rencana aksi pengembangan kawasan Tanah Rubuh penting
artinya untuk memperoleh informasi dan data. Olehnya itu kegiatan ini menjadi tahap yang urgent
dalam penetapan kawasan berdasarkan pemilihan komoditi unggulan. Informasi dan data yang
diperoleh dalam workshop menjadi data dasar untuk diolah dan dianalisis agar mendapatkan
luaran yang diharapkan seperti penetapan kawasan beserta produk-produk hukumnya.
Pendekatan metode analisis yang digunakan dalam rangka penetapan kawasan Tanah
Rubuh, mencakup metode analisis sebagai berikut:
Analisis sosial ekonomi dalam rangka pengembangan kawasan Tanah Rubuh mencakup
beberapa analisis sebagai berikut:
b. Analisis Kelembagaan
Pembentukan kelembagaan dalam rangka pengelolaan program kawasan sangat
diperlukan, analisis bentuk kelembagaannya disesuaikan dengan kondisi sosial
Analisis sosial budaya dan kependudukan dalam rangka rencana aksi pengembangan
kawasan, mencakup beberapa analisis terkait sebagai berikut:
POTENSI WILAYAH
Distrik Tanah Rubuh adalah salah satu Distrik di wilayah Selatan Kabupaten
Manokwari dengan luas wilayah 494,44 km2. Wilayah Distrik Tanah Rubuh berbatasan
langsung dengan wilayah adminstrastif Kabupaten Manokwari Selatan. Fungsi strategis
Distrik Tanah Rubuh bagi Kabupaten Manokwari sebagai pintu gerbang jalur darat lintas
selatan transportasi darat yang menguhubungkan Kabupaten Manokwari Selatan dan Teluk
Bintuni.
Wilayah Distrik Tanah Rubuh sebagian besar adalah daerah pesisir. Hal ini dibuktikan
dengan adanya 20 kampung dari total 24 kampung yang letaknya berada di daerah
pesisir/dataran. Distrik Tanah Rubuh juga terletak di daerah penyanggah Kawasan lindung
pegunungan Arfak
3.1. Geografis
Distrik Tanah Rubuh secara geografis terletak di antara 015°15' - 03°25' Lintang Selatan
dan 132°35' - 134°45' Bujur Timur (Distrik Tanah Rubuh dalam Angka 2016).
Gambar 3.1. Peta Wilayah Administrasi Distrik Tanah Rubuh Kabupaten Manokwari
Secara administrasi Distrik Tanah Rubuh terbagi atas 24 Kampung dengan luas wilayah
masing-masing sebagai berikut (Tabel 3.1):
Kampung Imboiti memiliki wilayah paling luas yaitu 67,57 km2 atau 14,04% dari
seluruh wilayah kampung di Distrik Tanah Rubuh. Sementara kampung dengan luas wilayah
terkecil adalah Kampung Ukembousi dengan luas sebesar 5,57 km2 atau 1,20%.
3.2. Topografi
Distrik Tanah Rubuh berada pada ketinggian antara 0 – 1.422 meter di atas permukaan
laut (mdpl) serta beriklim tropis. Topografi dengan kisaran tersebut, hanya Kampung
Ungkopti dan Imboiti yang berada pada dataran tinggi masing-masing 528 mdpl dan 1.422
mdpl dari total 24 Kampung. Sedangkan 22 kampung lainnya memiliki ketinggian bervariasi
antara 0 – 131 mdpl. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar kampung di Distrik Tanah
Rubuh terletak di daerah dataran rendah yang tersebar dari wilayah pesisir (18 Kampung) dan
4 lainnya seperti Kampung Misabugoid, Mbata, Umnun, dan Rembuy terletak di lereng bukit
yang berbatasan dengan kawasan lindung.
Kondisi topografi kampung-kampung yang ada di Distrik Tanah Rubuh di atas
berimbas pada kesulitan geografis di setiap kampung. Berdasarkan Indeks Kesulitas Geografis
(IKG), tingkat kesulitan geografis dapat ditunjukkan pada Tabel 3.2.
POTENSI WILAYAH | III - 11
Dokumen Awal Rencana Aksi Pengembangan Kawasan Tanah Rubuh
Tabel 3.2. Indeks Kesulitan Geografis Menurut Kampung di Distrik Tanah Rubuh
Tahun 2018.
Kampung IKG
(1) (2)
1 Cujehep 54,64
2 Misabugoid 51,72
3 Mbata 70,38
4 Hanghow 60,74
5 Ningdip 61,49
6 Ruambei 61,50
7 Imboiti 84,74
8 Wariari 63,24
9 Umnum 79,67
10 Warami 63,22
11 Imhasuma 64,57
12 Imbaisika I 62,61
13 Imbaisika II 60,90
14 Rembuy 58,47
15 Ungkopti 74,89
16 Warkapi 40,19
17 Mironi 66,08
18 Ayawi 66,08
19 Indibo 67,14
20 Warmarway 53,04
21 Wedoni 66,52
22 Wamigti 64,78
23 Ukembousi 63,24
24 Menyumfoku 61,94
Sumber: Distrik Tanah Rubuh dalam Angka 2018
Tabel 3.2 di atas menunjukkan bahwa Indek Kesulitan Geografis secara umum berada
pada nilai di atas 50. Terdapat 4 kampung dengan IKG lebih dari 70 yakni Kampung Mbata,
Ungkopti, Umnum dan Imboiti dengan nilai IKG secara berturut-turut adalah 70.38, 74.89,
79.67 dan 84.74. Sementara 18 Kampung lainnya nilai IKG berkisar antara 51.72 – 67.14 dan
hanya dua kampung dengan nilai IKG di bawah 50 yakni Kampung Warkapi dan Ayawi
masing-masing dengan nilai 40.19. Dengan nilai IKG di atas, perbaikan sarana jalan dan atau
pembukaan ruas jalan baru menjadi sebuah prioritas untuk mempermudah aksesibilitas dan
kegiatan multi sektor di wilayah Distrik Tanah Rubuh.
3.3. Curah Hujan
Satuan curah hujan adalah milimeter (mm), dimana merupakan ketebalan air hujan
yang terkumpul dalam suatu tempat dengan luasan 1 m2, permukaan yang datar, tidak menguap
dan tidak mengalir.
Kriteria distribusi curah hujan bulanan:
• Rendah: 0–100 mm
• Tinggi: 301–400 mm
Januari 482,4 26
Pebruari 463,0 22
Maret 305,0 22
April 311,6 19
Mei 215,1 20
Juni 342,9 21
Juli 154,8 17
Agustus 85,1 17
September 42,0 9
Oktober 95,4 13
Nopember 86,3 14
Desember 291,2 21
Jumlah 2874,8 221
Tabel 3.3 menunjukkan bahwa siklus intensitas hujan yang tinggi saat memasuki bulan
Desember sampai Juli dengan kisaran 154,8 – 482,4 mm3 sedangkan kategori intensitas rendah
ketika memasuki bulan Agustus – Nopember dengan intensitas berkisar 42 – 95,4 mm3. Rata-
rata intesitas hujan bulanan adalah 239,6 mm3. Berdasarkan kriteria di atas, Kabupaten
Manokwari memiliki intensitas curah hujan bulanan rata-rata termasuk kriteria menengah
yaitu 239,6 milimeter. Pergerak-an curah hujan rata-rata tiap bulan yang tercatat di wilayah
Manokwari, termasuk pada kriteria tinggi mulai pada bulan Januari – Juni dengan intensitas
tertinggi pada bulan Januari dan Pebruari kemudian menurun dan mulai masuk ke kriteria
menengah pada bulan Mei.
3.4. Hidrologi
Keadaan hidrologi di Wilayah Distrik Tanah Rubuh meliputi sistem air tanah dan air
permukaan. Secara umum baik air tanah maupun air permukaan di Distrik Tanah Rubuh
tersedia cukup memadai. Hal ini disebabkan sebagian besar wilayah Distrik Tanah Rubuh
berada di dataran rendah yang dialiri oleh sungai yang bersumber dari Kawasan lindung
pegunungan Arfak dan memiliki kriteria distribusi curah hujan bulanan menengah dengan
nilai 239,6 mm3.
3.5. Kondisi Penduduk dan Ketenagakerjaan
3.5.1. Komposisi Penduduk
Penduduk Distrik Tanah Rubuh berdasarkan hasil proyeksi penduduk tahun 2018
sebanyak 2.193 jiwa yang terdiri atas 1.125 jiwa penduduk laki-laki dan 1.068 jiwa penduduk
perempuan. Dibandingkan dengan proyeksi jumlah penduduk tahun 2015, penduduk Distrik
Tanah Rubuh mengalami pertumbuhan sebesar 0,75 persen. Sementara itu, besarnya angka
rasio jenis kelamin tahun 2018 penduduk laki-laki terhadap penduduk perempuan sebesar
1,01. Kepadatan penduduk Distrik Tanah Rubuh tahun 2018 mencapai 10 jiwa/km2.
Kepadatan Penduduk di 24 kampung cukup beragam dengan kepadatan penduduk tertinggi
terletak di Kampung Umnum dengan kepadatan sebesar 26 hingga 27 jiwa/km2 dan terendah
di Kampung Ningdip, Ruambei, Imbaisika, dan Menyumfoku sebesar 1 hingga 2 jiwa/km2.
Berdasarkan sebaran rentang umur, akan diperoleh gambaran jumlah setiap kelompok
umur seperti ditunjukkan Tabel 3.4.
Tabel 3.4. Komposisi penduduk berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin di Distrik
Tanah Rubuh
Proyeksi piramida penduduk berdasarkan Tabel 3.4 ditunjukkan pada Gambar 3.2
75+
70-74
65-69
60-64
55-59
50-54
45-49
40-44
35-39
30-34
25-29
20-24
15-19
10-14
5-9
0-4
Gambar 3.2. Piramida penduduk berdasarkan rentang umur di Distrik Tanah Rubuh
Salah satu modal utama dalam proses pembangunan suatu wilayah adalah aspek
kependudukan diantaranya adalan komposisi kependudukan. Komposisi penduduk adalah
pengelompokan penduduk atas dasar kriteria tertentu yang disesuaikan dengan tujuan dari
penggunaannya. Misalnya pengelompokan penduduk berdasarkan umur dan jenis kelamin,
tingkat pendidikan, dan pekerjaan. Mengetahui komposisi penduduk diperlukan agar
perencanaan pembangunan dimasa yang akan datang lebih tepat, karena pada dasarnya
perencanaan pemba-ngunan diarahkan untuk mencapai kesejahteraan bagi penduduk daerah
setempat.
Pengelompokan penduduk yang paling sering dilakukan adalah untuk mengetahui
komposisi penduduk berdasarkan umur dan jenis kelamin. Berdasarkan pengelompokkan ini,
umur penduduk dikelompok-kan menjadi 3 yaitu:
1. Umur 0 – 14 tahun dinamakan usia muda/usia belum produktif;
2. Umur 15 – 64 tahun dinamakan usia dewasa/usia kerja/usia produktif;
3. Umur 65 tahun ke atas dinamakan usia tua/usia tak produktif/usia jompo.
Berdasarkan bentuknya piramida penduduk yang menggambarkan struktur penduduk di
suatu daerah dapat dibagi ke dalam 3 kelompok, yaitu:
1. Struktur penduduk muda
Sebagian besar penduduk usia muda dalam suatu wilayah digambarkan oleh piramida penduduk
yang cenderung lebar di bawah. Bentuk piramida penduduk dari daerah yang memiliki struktur
penduduk muda akan berbentuk limas (expansive), menunjukkan jumlah penduduk usia muda
lebih banyak dari pada usia dewasa maupun tua, sehingga pertumbuhan penduduk sangat tinggi.
Adapun ciri-ciri utama dari struktur penduduk ekspansif diantaranya adalah:
a. Sebagian besar berada pada kelompok penduduk muda
b. Kelompok usia tua jumlahnya sedikit
c. Tingkat kelahiran bayi tinggi
d. Pertumbuhan penduduk tinggi
POTENSI WILAYAH | III - 15
Dokumen Awal Rencana Aksi Pengembangan Kawasan Tanah Rubuh
3.5.3. Ketenagakerjaan
Karekteristik ketenagakerjaan di suatu wilayah diantaranya dikaitkan dengan
penjelasan penduduk yang berada pada usia produktif. Tabel 3.3. menunjukkan data
penduduk usia produktif di Distrik Tanah Rubuh. Berdasarkan tabel tersebut ditunjukkan
bahwa 61.69 % penduduk Distrik Tanah Rubuh merupakan penduduk dengan usia produktif.
Jumlah penduduk produktif lebih banyak (1353 jiwa) dibandingkan dengan penduduk tidak
produktifnya (840 jiwa). Penduduk tidak produktif didominasi penduduk dengan kisaran umur
0-14 sebesar 37,62% dan selebihnya adalah kelompok umur 65 tahun ke atas sebesar 0,68%.
Ditinjau dari aspek ketenagakerjaan, diharapkan penduduk usia produktif ini dapat
berkontribusi secara langsung pada seluruh sektor ekonomi, sehingga dapat meningkatkan
perekonomian di Distrik Tanah Rubuh.
3.6. Pendidikan
Jumlah fasilitas pendidikan yang ada di Distrik Tanah Rubuh meliputi tingkat sekolah
dasar 5 unit dan 1 Sekolah Menengah Pertama. Jumlah siswa dan guru serta rasio guru siswa
ditunjukkan Tabel 3.5.
Tabel 3.5. Jumlah Sekolah Dasar, Smp, jumlah murid, jumlah guru, dan rasio murid dengan
guru di Distrik Tanah Rubuh
Sekolah Dasar
SD Inpres 63 Warami 105 9 11.66
SD Inpres 65 Warmarwai 38 7 5.42
Sd Inpres 70 Cuyehep 63 8 7.88
SDN 03 Warkapi 90 5 18
SDN 83 Mboiti 61 2 30.5
Jumlah 5 357 31 71.4 11.52
Sekolah Menengah Pertama
SMP YPK 04 Talitakum 72 6 72 12.66
Jumlah 1 72 6 72 12.66
3.7. Kesehatan
Sarana kesehatan di Distrik Tanah Rubuh meliputi 1 unit Puskesmas yakni Puskesmas
Tanah Rubuh di Warkapi dan 2 Polindes pembantu. Tenaga medis yang tersedia adalah
sebanyak 18 orang terdiri atas 1 dokter, 9 perawat, 6 bidan, 1 Farmasi dan dan seorang ahli
gizi (Manokwari dalam Angka 2020). Dengan luasan wilayah dan IKG rata-rata di atas 50,
akan berpengaruh pada tingkat aksesibilitas faskes oleh masyarakat di 24 kampung yang
tersebar di Distrik Tanah Rubuh.
Untuk memaksimalkan layanan kesehatan di Distrik Tanah Rubuh, maka Setidaknya
terdapat 1 puskemas pembatu atau polindes khususnya pada kampung dengan IKG yang tinggi
seperti Imboiti, Umnum, Ungkopti, dan atau 1 polindes di sejumlah kampung yang saling ber-
dampingan serta aksesibilitas yang mudah. Salah satu program pemerintah dibidang kesehatan
yang digulirkan pemerintah adalah Badan penyelenggraan Jaminan Sosial (BPJS). Di Distrik
Tanah Rubuh, peserta BPJS sebanyak 2114 jiwa dari total jumlah penduduk Distrik Tanah
Rubuh sebesar 2193 jiwa dan tersebar pada 23 Kampung (Tabel 3.6)
Tabel 3.6.
3.8. Kelistrikan
Salah satu prioritas pembangunan di Kabupaten Manokwari adalah ketersediaan
sumber penerangan/listrik. Sumber listrik menjadi penting karena merupakan sumber energi
penting yang digunakan untuk membantu segala aktivitas manusia. Mayoritas peralatan
kawasan ini. Daerah yang memiliki sumberdaya alam yang melimpah, modal yang mencukupi
dan juga sumberdaya manusia yang terampil masih dapat mengalami kegagalan dalam
pembangunannya, jika saja berbagai aturan (kelembagaan) yang ada di daerah terebut tidak
berjalan dengan baik. Daerah yang memiliki sumberdaya alam yang melimpah terkadang
justru tidak bisa mensejahterakan masyarakatnya, sehingga terjadi “kutukan sumberdaya
alam” yang mungkin disebabkan karena tidak berjalannya berbagai aturan yang menyebabkan
distribusi hasil dari sumberdaya alam tidak bisa dinikmati oleh seluruh masyarakat di daerah
tersebut.
Pembangunan kawasan perdesaan yang berbasis pertanian akan tumbuh dengan baik
ketika sistem pertanian yang dikelola memfokuskan pada terciptanya sistem agribisnis. Sistem
agribisnis merupakan serangkaian aktivitas kegiatan usaha yang saling terkait. Menurut
Ditjehort (2001) sistem agribisnis merupakan kesatuan dari 4 sub sistem, yaitu: Sub sistem
agribisnis hulu yang merupakan sekumpulan dari industri sarana produksi yang mencakup
kegiatan pembenihan, penyediaan pupuk dan pestisida, dan peralatan pertanian lainnya; Sub
sistem budidaya agro yang menghasilkan komoditas pertanian primer; Sub sistem agribisnis
hilir yaitu aktivitas pengolahan hasil pertanian primer, baik untuk penciptaan barang antara
maupun produk akhir pengolahan hasil pertanian; Sub sistem jasa penunjang yang merupa-
kan dukungan sarana dan prasarana serta lingkungan yang kondusif untuk mendukung
pengembangan agribisnis.
Keberhasilan pembangunan kawasan perdesaan dengan meng-gunakan sistem
agribisnis sangat ditentukan oleh bagaimana menjamin agar kelembagaan yang ada di setiap
sub sistem mampu berjalan dengan semestinya. Untuk sub sistem agribisnis hulu akan dapat
dijamin adanya proses distribusi dan ketersediaan barang yang memadai dari aktivitas
pembenihan, penyediaan pupuk dan pestisida, dan peralatan pertanian lainnya. Dari sub sistem
agro pembangunan kelembagaan dapat dimulai dengan mulai menghasilkan komoditas
pertanian primer yang terkategorikan sebagai komoditas pertanian unggulan, yang kemudian
didukung oleh aktivitas pengolahan hasil pertanian yang handal seperti pelatihan pasca panen,
pasca produksi, pengembangan industri pengolahan hasil pertanian yang memiliki nilai
tambah tinggi serta didukung oleh sistem jasa penunjang pertaniannya, yaitu sarana dan
prasarana yang baik untuk pengembangan aktivitas pertanian primer dan pengelolaan hasil
pertanian seperti jalan, irigasi, pasar, sarana distribusi dan lain sebagainya.
Konsep-konsep tersebut dapat menjadi rujukan dalam menginisiasi pembentukan
pengelola kawasan berbasis cluster di kawasan Distrik Tanah Rubuh dengan tetap
memerhatikan nilai-nilai (kearifan lokal) yang telah menjadi tatanan kehidupan tidak tertulis
dimasyarakat yang berkaitan dengan strategi ketahanan pangan.
Peran pemerintah sebagai otoritas tentu sangat diperlukan dalam pengembangan
kawasan dan aktivitas perekonomian didalamnya. perlindungan keamanan dan pertahanan,
POTENSI WILAYAH | III - 21
Dokumen Awal Rencana Aksi Pengembangan Kawasan Tanah Rubuh
sistem regulasi dan payung hukum bagi pelaku usaha, dan pengaturan sistem perbankan dan
akses permodalan adalah sejumlah peran-peran yang membutuhkan intervensi lembaga
pemerintah. Kelembagaan pemerintah yang efisien akan mampu mendorong pertumbuhan
ekonomi yang pada akhirnya akan menegakan kelembagaan publik secara keseluruhan
melalui sistem tata kelola pemerintahan yang baik (good governance).
Tabel 4.1. Jenis-jenis komoditas pertanian perikanan dan industry di Kawasan Tanah
Rubuh
Sub sektor tanaman pangan dan perkebunan
No. Tanaman Pangan Sayuran Buah-buahan Perkebunan
1 Jagung manis Cabe rawit Pisang Aren/enau
2 Ubi kayu/kasbi Ketimun Sirsak Coklat
3 Ubi jalar/betatas Daun kasbi Langsat Kelapa
4 Keladi Tomat Mangga dan, Pinang
5 - Kacang Panjang Pepaya -
6 - Labu - -
Sub sektor peternakan dan Perikanan
No Peternakan Perikanan - -
1 Unggas Demersal - -
2 Kambing Pelagis - -
3 Babi - - -
4 Sapi - - -
Industri dan Perdagangan
No Industri Perdagangan
1 Usaha batako Pondok pinang
2. - Warung Makan
3. - Kios
Sumber: hasil suvey (2020)
Aktivitas pertanian saat ini yang diusahakan oleh masyarakat di kawasan Tanah
Rubuh secara umum didominasi jenis tanaman pangan, berbagai jenis sayuran dan
perkebunan. Dominan disini artinya bahwa untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari, bercocok
ANALISIS KAWASAN | IV - 23
Dokumen Awal Rencana Aksi Pengembangan Kawasan Tanah Rubuh
tanam dengan berbagai jenis tanaman yang disebutkan hampir dilakukan oleh semua kampung
walaupun dalam skala atau jumlah yang kecil. Khusus pada sub sektor perkebunan, komoditi
yang dominan diupayakan masyarakat terbagi atas dua jenis komoditi yakni pisang dan
penyadapan aren/enau. Kampung-kampung yang membentang mulai dari batas administrasi
Distrik Manokwari Selatan seperti Warmarway, Menyumfoku, Mirowi, Rembuy, Warkapi,
Ayawi, Ruambei, Imbeisika I, Imhasuma, Cuyehep, Ningdip sampai Kampung Warami, selain
bertani sebagaimana disebutkan di atas, aktivitas dominan lainnya adalah penyadapan nira
pohon aren dan sebagian kampung mengusahakan pisang. Kampung-kampung yang
membentang dari Warami sampai Wariari, pisang menjadi komoditi yang diandalkan selain
jenis pertanian tanaman pangan dan jenis-jenis sayuran.
Pola pengelolaan lahan pertanian juga masih dilakukan secara tradisional mengikuti
kearifan lokal yang telah terbangun sejak lama ditandai dengan pembukaan dan pengelolaan
lahan selama beberapa musim/periode tanam kemudian diberahkan 2–3 tahun sebelum diolah
kembali. Selama masa berah pada lahan tersebut, masyarakat mengolah lahan lainnya untuk
mencukupi kehidupan sehari-hari. Pola bercocok tanam pada lahan yang telah diolah juga
unik. Masyarakat yang memiliki luasan lahan setengah atau satu hektar, pola bercocok
tanamnya multikultur yang terdiri atas berbagai jenis tanaman pangan atau berbagai jenis
sayuran. Pola menanam dilakukan dengan tumpangsari maupun ploting. Oleh karena itu,
keterlibatan rumah tangga terhadap satu komoditi tertentu agak sulit dipetahkan, khususnya
pada jenis tanaman pangan dan sayur-sayuran. Khusus kedua kelompok komoditas ini,
pengelompokan rumah tangga yang terlibat dapat dilakukan secara umum yakni gabungan
dari keduanya.
ANALISIS KAWASAN | IV - 24
Dokumen Awal Rencana Aksi Pengembangan Kawasan Tanah Rubuh
1 Cabe rawit(kg) -
2 Ketimun(karung 50kg) -
3 Daun kasbi(kg) -
4 Tomat(kg) -
5 Kacang Panjang(kg) -
6 Labu(kg) -
Buah-Buahan
1 Pisang(Ha) 0,5 – 2 310
2 Sirsak(buah) 3 – 20 74
3 Langsat(karung 50kg) 4 – 20 200
4 Mangga(Pohon) 3–8 166
5 Pepaya(Ha) 0,25 – 1 36
6 Rambutan(Karung 50kg) 4 – 15 200
Perkebunan
1 Aren/nira(ltr/hari) 5 – 30 129
2 Pinang(Pohon) 260
3 Jeruk Nipis(kg) 5 – 40 75
4 Jeruk asam(kg) 5 – 50 99
Peternakan
1 Ayam kampung(ekor) 2 – 30 295
2 Babi(ekor) 1 – 10 72
3 Kambing(ekor) 2 – 10 26
4 Sapi(ekor) 1 – 10 51
Perikanan
1 Perahu dayung(unit) 1–2 112
2 Perahu bermotor(unit) 1 6
3 Kolam ikan(unit) 6 1
Jasa
1 Kios(unit) 1-2 28
2 Warung Makan(unit) 2 3
3 Pondok Pinang/BBM(unit) 2–5 33
4 Kontraktor(unit) 1 7
tidak beroprasinya PT Cokran serta serangan hama penyakit yang menyerang perkebunan
coklat masyarakat.
4.3. Strategi Pengembangan Produk Unggulan
4.3.1. Jenis-Jenis Tanaman Pangan dan Sayuran
Jenis-jenis tanaman pangan dan sayuran saat ini menjadi aktivitas pertanian yang
umum dilakukan oleh masyarakat di Kawasan Tanah Rubuh. Jenis-jenis tanaman pangan dan
sayuran (Tabel 4.1) sebagian besar adalah jenis tumbuhan semusim (annual) yakni jenis
tumbuhan dengan sekali atau beberapa kali panen harus diganti kembali dengan tanaman baru.
Siklus ini hanya berlangsung 4 bln sampai setahun. Artinya bahwa dengan rentang waktu
tersebut, petani sudah dapat menikmati hasilnya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari atau
dijual sebagai sumber pendapatan. Terkait hal tersebut, maka diperlukan langkah-langkah
yang tepat untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas komoditi yang dihasilkan. Sejumlah
strategi yang dapat diupayakan dalam rangka peningkatan produksi tanaman pangan dan
kelompok sayur–sayuran adalah sebagai berikut:
1. Penyuluhan pertanian.
Aktivitas pertanian telah menjadi rutinitas keseharian masyarakat di Kawasan Tanah
Rubuh. Berbagai jenis tanaman budidaya seperti jenis-jenis tanaman pangan, sayuran,
buah-buahan sampai jenis tanaman perkebunan dapat dilakukan oleh masyarakat.
Sebagaimana disampai di atas bahwa pola penanaman yang dilakukan bukan secara
monokultur tetapi diploting atau ditumpangsarikan dengan jenis tanaman lainya. Ditinjau
dari aspek ekologi, system tersebut memiliki ketahanan terhadap tekanan lingkungan
seperti hama dan penyakit dibanding suatu area dengan system monokultur. Pola
pengolahan lahan juga dilakukan secara alamiah dengan menggantungkan hara yang
terkandung alami di dalam tanah. Permasalahan-nya adalah ketika dilakukan penanaman
berulang tanpa ada perlakukan khusus terhadap lahan (ladang), maka akan mempe-
ngaruhi kualitas dan kuantitas produk pertanian yang dihasilkan. Tindaklanjutnya
berimbas pada penurunan nilai jual (nilai ekonomi). Oleh karena itu, perlu adanya
pendampingan secara berkala dari Dinas terkait dalam hal ini tenaga teknis atau penyuluh
untuk memberikan pembimbingan dan share informasi tentang bercocok tanaman yang
baik.
2. Penyediaan bibit.
Bibit tanaman menjadi salah satu faktor penting dalam pertanian. Penyediaan bibit
unggul berpengaruh pada produksi hasil pertanian yang diupayakan oleh masyarakat.
Walaupun tidak semua, sejumlah tanaman memakai bibit hasil dari budidaya tanaman
sebelumnya. Teknik ini jika diperoleh dari budidaya tanaman yang dilakukan secara
intensif akan menghasilkan benih yang tidak jauh berbeda dengan benih tetuanya.
Sebaliknya jika bibit yang digunakan berasal dari tanaman yang dibudidayakan seadanya
ANALISIS KAWASAN | IV - 26
Dokumen Awal Rencana Aksi Pengembangan Kawasan Tanah Rubuh
4.3.2. Pisang
Pisang menjadi salah satu komoditas andalan masyarakat di Kawasan Tanah Rubuh.
Komoditas pisang menjadi salah satu sumber pendapatan sebagian besar masyarakat di
Kawasan Tanah Rubuh selain komoditas tanaman pangan dan nira aren. Sayangnya, tanaman
pisang masih sebatas tanaman pekarangan atau di area kebun yang belum dikelola secara
intensif bahkan terkesan tumbuh seadanya dan membiarkan system alam yang bekerja.
Padahal sudah sejak lama Kawasan Tanah Rubuh dikenal sebagai salah satu sentra penghasil
pisang di Manokwari selain wilayah administrasi Distrik Manokwari Selatan dan Kabupaten
Manokwari Selatan. Stok pisang di sejumlah pasar di Manokwari seperti Pasar Wosi dan
Sanggeng sebagian besar berasal dari Kawasan Tanah Rubuh dan dan sepanjang jalur selatan
ANALISIS KAWASAN | IV - 27
Dokumen Awal Rencana Aksi Pengembangan Kawasan Tanah Rubuh
Manokwari. Hal ini juga diperkuat dengan hasil wawancara pada sejumlah pedagang pisang
di Pasar Wosi bahwa sebagian besar stok pisang yang dijual berasal dari Tanah Rubuh serta
memiliki kualitas yang bagus. Hal ini menunjukkan bahwa Kawasan Tanah Rubuh dan
umumnya jalur/bagian selatan Kabupaten Manokwari adalah habitat yang cocok untuk
tanaman pisang.
Jika melintas di jalur selatan Kabupaten Manokwari termasuk Kawasan Tanah Rubuh,
di sepanjang jalan selalu ditemui hamparan tanaman pisang dengan berbagai jenis. Namun
pemandangan yang tampak bahwa tanaman pisang yang ada belum mendapatkan penanganan
yang baik atau terkesan mendapatkan perawatan seadanya. Asumsinya bahwa, perawatan
seadanya saja sudah membuat kawasan ini terkenal dengan tanaman pisangnya, apalagi jika
didorong dengan pengelolaan yang baik. Hal ini hanya memerlukan political will pemerintah
untuk pengembangan yang lebih baik lagi, mengingat bahwa pisang telah menjadi komoditas
andalan yang banyak ditanam masyarakat di Kawasan Tanah Rubuh.
A. Potensi Agribisnis Pisang dan Pemasarannya
Pisang dalam cakupan nasional termasuk tanaman buah unggulan di Indonesia.
Ditahun 1990an, Indonesia termasuk salah satu negara pengekspor pisang dengan jumlah
100.000 ton pada tahun 1996. Namun dalam 1 dekade terakhir, jumlah ekspor pisang kurang
dari 30 ton. Kenyataan ini menunjukkan bahwa sebetulnya Indonesia mempunyai peluang
yang cukup besar untuk meningkatkan ekspor buah pisang pada tahun-tahun mendatang. Hal
ini ditunjang dengan ketersediaan lahan yang cukup luas di Kalimantan, Papua, kepulauan
Maluku, Sulawesi dan Sumatera; iklim yang mendukung; keragaman varietas yang cukup
tinggi; sumberdaya manusia serta inovasi teknologi untuk pengelolaan tanaman pisang.
Disejumlah daerah Indonesia, termasuk Manokwari permintaan pasar lokal seringkali
fluktuatif dengan kecenderungan meningkat. Seiring dengan perkembangan Manokwari
sebagai ibukota Provinsi Papua Barat, dan tingkat kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi
buah-buahan diharapkan dapat meningkatkan konsumsi buah pisang pada skala regional.
sehingga kebutuhan buah pisang akan terus meningkat. Untuk itu perlu dilakukan
pengembangan pisang secara baik. Pengembangan pisang berskala kebun rakyat yang dikelola
secara intensif akan membuka peluang agribisnis hulu, seperti industri perbenihan dan industri
peralatan mekanisasi pertanian, yang tentunya akan membuka kesempatan berusaha dan
kesempatan kerja. Selain sebagai buah yang dimakan segar, pisang juga dapat diolah baik
untuk skala rumah tangga seperti keripik dan sale, maupun industry berskala besar seperti
tepung, puree dan jam, yang dapat merangsang tumbuhnya agribisnis hilir. Agribisnis hilir
akan berkembang dengan cara memberdayakan industry pengolahan skala keluarga (home
industry) dan menengah maupun skala besar (investor dalam dan luar negeri).
Peluang-peluang tersebut terbuka lebar, baik untuk pengembangan tingkat lokal-
regional, nasional maupun internasional. Namun demikian khusus di Kawasan Tanah Rubuh,
ANALISIS KAWASAN | IV - 28
Dokumen Awal Rencana Aksi Pengembangan Kawasan Tanah Rubuh
inisiasi awal yang menjadi target realistis dengan kondisi eksisting di Masyarakat yakni
mendorong masyarakat untuk pengembangan perkebunan skala rakyat dengan tujuan untuk
meningkatkan pendapatan keluarga. Tak dapat disangkal bahwa hasil-hasil musrembang
tingkat distrik di Kawasan Tanah Rubuh didominasi oleh pembangunan sarana fisik seperti
pembangunan rumah warga dan fasilitas umum lainnya seperti Puskesmas Pembantu (Pustu),
namun demikian beberapa aspek kegiatan ekonomi seperti pengembangan perkebunan pisang
juga termasuk dalam usulan musrembang tersebut seperti dilakukan oleh Kampung Imhasuma
dan Hanghow.
Dominansi hasil wawancara dengan sejumlah kepala kampung, komoditas pisang
selalu mencuak kepermukaan sebagai salah satu komoditas yang banyak diusahakan. Hal ini
cukup beralasan karena menurut mereka komoditas pisang adalah salah satu komoditas yang
memberikan pendapatan bagi masyarakat. Jadi bukan hanya sekedar untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari. Pisang memang salah satu komoditas dengan pangsa pasar yang
memiliki spektrum luas, mulai dari kalangan bawah sampai yang berekonomi mapan. Di
Tanah Rubuh sendiri, pisang yang dihasilkan oleh petani pisang umumnya dijemput langsung
oleh pengepul pisang dengan harga jual Rp. 3000 per sisir untuk ukuran yang besar dan Rp.
2000 untuk ukuran sedang. Jenis pisang yang umum dijual adalah jenis raja, kepok dan pisang
sepatu. Jika menilik harga pisang saat ini khususnya di pasar wosi, pisang raja persisir untuk
ukuran yang besar berkisar antara Rp. 25.000 - 30.000, atau kepok berkisar 15.000-25.000
persisir untuk ukuran yang besar. Sungguh ironis memang karena selisih harga yang begitu
besar. Ketiadaan kelembagaan ekonomi di Kawasan yang berfungsi memayungi hasil
produksi para petani menempatkan mereka pada posisi yang lemah. Mereka tidak mempunyai
pilihan. Setidaknya bahwa mekanisme yang telah lama berjalan ini (pengepul datang ke
lokasi) telah membantu memangkas rantai panjang produksi sampai pemasaran, baik dari
aspek pembiayaan (transportasi), energi maupun waktu.
Informasi yang diberikan oleh para kepala kampung, sebenarnya pemasaran pisang
masyarakat terbuka cukup luas, selain untuk memenuhi permintaan pasar seperti Pasar Wosi
dan Sanggeng, peluang tersebesar juga dengan harga yang kompetitif adalah didistribusikan
ke Biak Numfor menggunakan kapal penyeberangan Ferry melalui dermaga Marampah-
Manokwari. Peran lembaga ekonomi kawasan yang diperlukan untuk melaksanakan
mekanisme ini, tidak lagi diserahkan kepada petani untuk berjuang sendiri. Jika mekanisme
ini dapat berjalan, tidak menutup kemungkinan geliat perekonomian masyarakat berjalan
dengan baik hanya dengan satu komoditas, belum lagi jika dikombinasikan dengan komoditas-
komoditas lainnya.
B. Penyakit Pisang dan Upaya Penanganan
Tantangan terbesar yang dihadapi masyarakat di Kawasan Tanah Rubuh terhadap
komoditas pisang saat ini adalah hama penyakit. Hasil wawancara tentang penyakit pisang ini,
ANALISIS KAWASAN | IV - 29
Dokumen Awal Rencana Aksi Pengembangan Kawasan Tanah Rubuh
diinformasikan bahwa ciri-ciri tanaman pisang yang terserang penyakit ini adalah diawali
dengan pembusukan organ akar, pelepah ketika diiris membujur berwarna coklat, kemudian
bagian empulur (sebagai tempat pembuluh angkut) pisang jika diiris melintang berupa titik-
titik berwarna hitam atau jika diiris membujur merupakan garis-garis hitam. Ketika ciri-ciri
tersebut telah terdapat pada pisang, akibatnya pisang menjadi layu sampai akhirnya mati.
Berikut ini adalah sejumlah jenis penyakit yang menyerang pisang
a. Penyakit layu fusarium
Penyakit layu fusarium atau sering disebut penyakit panama pada tanaman pisang
disebabkan oleh Fusarium Oxysporum f. Sp Cubense (FOC). Penyakit ini merupakan
penyakit paling berbahaya yang menyerang tanaman pisang. Penyakit ini dapat
menyebabkan kerugian lebih dari 35 %.
Penyakit ini menular melalui tanah, menyerang akar dan masuk kedalam bonggol pisang.
Didalam bonggol ini jamur merusak pembuluh sehingga menyebabkan tanaman layu dan
akhirnya mati. Cendawan masuk melalui luka pada akar, kemudian berkembang merusak
jaringan pembuluh kayu (xylem). Benang–benang cendawan (miselium) terutama
terdapat dalam sel, khususnya terdapat dalam jaringan pembuluh kayu. Akibat kerusakan
dan adanya miselium dalam jaringan tersebut sehingga transportasi makanan dan air
terganggu, sehingga tanaman menjadi layu dan mati.
F.oxysporum memiliki dua jenis konidium (spora) yaitu: makrokonidium yang berbentuk
sabit,bertangkai kecil, dan kebanyakan bersel 4, berwarna hialin, dan berukuran sekitar
22-36 x 4-5 um serta mikronidium yang berbentuk jorong atau agak memanjang, bersel
1-2, hialin dan berukuran 5-7 x 25-3 um. Cendawan dapat bertahan lama didalam tanah
sebagai klamidospora, yang banyak terdapat dalam akar yang sakit. Klamidospora
terbentuk ditengah hifa (benang), sering kali berpasangan bersel satu, berbentuk jorong
atau bulat dan berukuran 7-14 x 7-8 um.
b. Gejala Penyakit Layu Fusarium
Menguningnya daun pisang dari mulai daun yang tua, menguning mulai dari pinggiran
daun, Pecah batang, perubahan warna pada saluran pembuluh, Ruas daun memendek,
Perubahan warna pada bonggol pisang, Biasanya batang yang terserang mengeluarkan
bau busuk. Penyakit menular sangat cepat jika penyebaran cendawan ini melalui air.
Penyakit ini tak akan bisa diobati, yang bisa dilakukan adalah mencegahnya dengan
cara-cara sebagai berikut:
1. Buang dan bakar tanaman pisang yang sudah terlanjur terserang penyaki ini.
2. Menanam lebih dari satu varietas atau menanan bibit yang sehat
3. Jangan memasukkan bibit, bonggol dan tanah dari daerah yang sudah
terkontaminasi.
ANALISIS KAWASAN | IV - 30
Dokumen Awal Rencana Aksi Pengembangan Kawasan Tanah Rubuh
4.3.3 Aren
A. Sekilas Tentang Pohon Aren/Enau
Pohon Aren adalah flora yang berasal dari kawasan Asia tropis. Tumbuhan aren secara
alami tersebar dari India timur bagian barat hingga wilayah Asia Tenggara, seperti Malaysia,
ANALISIS KAWASAN | IV - 32
Dokumen Awal Rencana Aksi Pengembangan Kawasan Tanah Rubuh
Indonesia, dan Filipina. Selain kawasan tersebut, daerah torpis lain yang menjadi sebaran aren
yaitu Taiwan, Laos, dan Vietnam. Selain tumbuh liar di hutan belantara, aren juga
dikembangkan menjadi tanaman budidaya.
Klasifikasi ilmiah atau taksonomi aren sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Viridiplantae
Infrakingdom : Streptophyta
Superdivisi : Embryophyta
Divisi : Tracheophyta
Subdivisi : Spermatophyta
Kelas : Magnoliopsida
Superordo : Lilianae
Ordo : Arecales
Famili : Arecaceae
Genus : Arenga
Spesies : Arenga pinnata
Habitat asli pohon aren adalah lingkungan beriklim tropis, seperti kondisi iklim Asia
pada umumnya. Aren mudah beradaptasi dan dapat tumbuh dimana saja, namun
pertumbuhannya akan optimal jika ditanam di kawasan perbukitan, lereng atau tebing sungai
dengan tingkat kelembaban tinggi. Tumbuhan aren dapat tumbuh mulai daratan yang sejajar
dengan permukaan laut sampai pada ketinggian 1.400 meter di atas permukaan laut. Namun
ketinggian yang paling ideal adalah antara 500 sampai 1.200 mdpl. Sementara para
pembudidaya aren umumnya menanam aren di lahan dengan ketinggian 500 sampai 700 mdpl.
Kondisi tanah yang baik untuk pertumbuhan aren adalah jenis tanah vulkanis yang berada di
sekitar lereng gunung, tanah gembur, ataupun tanah berpasir yang dapat dijumpai di dekat
aliran sungai. Suhu yang baik untuk tanaman aren adalah sekitar 25 derajat celcius, beriklim
sedang hingga basah dengan curah hujan rata-rata 1.200 mm per tahunnya.
Aren adalah kelompok tanaman palm yang tumbuh tinggi dan besar. Ketinggian
maksimal yang dapat dicapai sekitar 25 meter dengan diameter 65 cm. Batang kokoh dan
terdapat serabut warna hitam di bagian atas batang yang dikenal sebagai ijuk, Struktur batang
aren berkayu pada bagian luarnya dan berserabut di bagian dalamnya. Morfologi batang dari
tanaman ini sangat khas dan mirip dengan pohon kelapa. Jenis daun tanaman aren adalah
majemuk dengan pertulangannya menyirip, kurang lebih sama dengan daun kelapa atau pohon
nipah. Panjang daun dapat mencapai 5 meter dan memiliki tangkai daun dengan panjang
hingga 1,5 meter. Helaian daun daunnya memiliki panjang sekitar 1,4 meter dengan lebar 7
cm. Anak daun pohon aren juga memiliki pertulangan menyirip dengan bentuk lanset. Ujung
ANALISIS KAWASAN | IV - 33
Dokumen Awal Rencana Aksi Pengembangan Kawasan Tanah Rubuh
daun muda meruncing, sedangkan bagian pangkal membulat. Bagian tepi rata dan mempunyai
gradasi warna dari hijau muda sampai hijau tua. Tepat di bagian bawah anak daun terdapat
lapisan lilin.
Bunga aren berbentuk tongkol dan merupakan bunga berumah satu, artinya bunga
betina dan bunga jantan tumbuh menyatu di tongkolnya. Letak tumbuhnya bunga aren jenis
jantan adalah di bagian ketiak daun dan mempunyai benang sari, sedangkan bunga betinanya
berbentuk bulat. Buah aren tumbuh secara bergerombol pada tandan dan memiliki bentuk
bulat dengan diameter sekitar 4 cm. Di dalam buah terdapat tiga ruang dan juga memiliki tiga
biji yang terdapat pada untaian yang menyerupai rantai. Satu tandan setidaknya mempunyai
10 tangkai dan setiap tangkai terdapat sekitar 50 buah aren.
Ditinjau dari aspek pemerataan pendapatan, aren diusahakan oleh petani-petani kecil dan
kebanyakan masih memanfaatkan pohon-pohon yang tumbuh secara alami di hutan-hutan atau
areal sekitar pemukiman atau bukan pohon yang dibudidayakan. Oleh karena itu produk-
produk ekonomis yang disebutkan di atas dapat dimanfaatkan masyarakat yang memiliki
pohon aren di lahan kepemilikannya. Jadi aren ini dapat dijadikan program penanggulangan
pengangguran dan sebagai sumber pendapatan di kampung-kampung khususnya di Kawasan
Tanah Rubuh. Ditinjau dari segi kelestarian lingkungan, aren tumbuh subur bersama-sama
pohon lain. Oleh karena itu, aren mampu menciptakan ekologi yang baik sehingga tercipta
keseimbangan biologi. Akar yang kuat menjadi penahan air yang baik. Selain itu, aren relatif
sulit untuk terbakar.
Pohon aren yang sudah maksimal pertumbuhan vegetatifnya (sekitar umur 6 tahun
kalau tumbuh liar atau alami) akan mengeluarkan bunga betina sampai dengan 6,8 atau 12
tandan bunga betina. Tangkai bunga inilah yang menjadi tempat untuk menyadap nira aren
baik dari tangkai bunga betina maupun tangkai bunga jantan. Jika aren ditanam layaknya
kelapa sawit dengan pemilihan bibit unggul, pemeliharaan yang intensif, pemupukan yang
cukup, pengelolaan menejemen kebun yang memadai, tentu hasilnya akan lebih baik dari pada
yang sekarang ini dihasilkan dari pohon yang alami bahkan yang tumbuh liar dengan jarak
yang tidak beraturan. Dengan memakai informasi hasil wawancara asumsi produksi alami
misalnya 10 liter nira/hari/pohon, jika 100 pohon yang disadap setiap harinya (50% dari
populasi 200 pohon setiap hektar), maka akan diperoleh nira 1.000 liter/hari/ha. Rendemen
gula merah dari nira aren berdasarkan sejumlah referensi berkisar antara 13–20%. Jika
dikonversi dari 1.000 liter akan diperoleh sekitar 130-200 kg gula merah setiap hari. Kalau
harga di tingkat petani Rp 10.000/kg, maka setiap hari pendapatan kotor petani aren dengan
areal 1 hektar akan memperoleh sekitar Rp 1.300.000/hari/ha sampai dengan Rp
2.000.000/hari/ha. Pendapatan tersebut tentu masih dikurangi dengan biaya tenaga sadap
sebanyak 3–5 orang, tenaga pengolah gula 1–2 orang. Berarti setiap hektar kebun sudah
menyerap tenaga kerja antara 4–7 orang dan memberi pendapatan kepada petani pemilik yang
demikian besar.
Pengembangan komoditas aren di Kawasan Tanah Rubuh memang masih
menyisahkan berbagai permasalahan. Perlu penambahan wawasan yang lebih luas dan
mendalam lagi pengetahuan tentang aren. Jika pengembangan dalam skala yang lebih luas lagi
dibanding dengan kondisi saat ini, maka pengetahuan dan sosialisasi tentang aren harus
ditambah. Pengetahuan yang mendesak adalah; pertama seleksi tanaman yang mempunyai
produktivitas tinggi dan cara perbanyakannya; kedua, pengetahuan mengenai proses panen
yang efisien dan efektif; ketiga, transportasi nira dari pohon ke sentra-sentra pengolahan hasil
produksi atau pabrik agar tidak rusak; keempat, sistem pengolahan hasil dan pengemasan yang
modern. Kelima, organisasi dan manajemen, mulai dari organisasi petani, organisasi sentra
ANALISIS KAWASAN | IV - 35
Dokumen Awal Rencana Aksi Pengembangan Kawasan Tanah Rubuh
pengelolaan bahan baku, dan organisasi distribusi dari petani ke pabrik, serta manajemen yang
mengelola sistem agribisnis berbasis aren tersebut.
Difersifikasi nira aren selain gula aren dan gula semut adalah bioethanol. Nira aren
adalah salah satu bahan baku bioethanol yang paling produktif. Nira aren dapat diolah dan
menghasilkan bioethanol sekitar 25.000 dan 40.000 liter/hektar/tahun. Sedangkan komoditi
lain jauh lebih rendah. Nira yang disadap dari nipah, kelapa dan lontar potensi bioethanol yang
dihasilkan masing–masing 15.000, 10.000 dan 8.000 liter/hektar/tahun. Ubijalar, tebu, jagung,
sorgum manis, dan ubikayu memiliki produktivitas bioethanol lebih rendah lagi yaitu antara
7.800, 6.000, dan 4.500 liter/hektar/tahun. Selama ini bahan baku yang paling banyak
digunakan untuk bioethanol adalah tebu, terutama memanfaatkan molases (tetes tebu) yang
merupakan ‘limbah’dari pabrik gula tebu. Tebu dari batang segar mempunyai produktivitas
bioethanol mencapai 6.000 liter/hektar/tahun, sedangkan dari molases yang dihasilkan
mencapai 1.000 liter/hektar/tahun, ketika ditotal sekitar 7.000 liter/hektar/tahun.
Contoh produksi bioethanol salah satunya adalah Minahasa Selatan, nira aren dapat
mengasilkan bioethanol 95% antara 6 sampai 7 %, atau bahkan sampai 7,5 %. Kalau
dibandingkan dengan nira tebu hampir sama. Jika perhitungannya mengambil angka terendah
yaitu 6 %, hasil bioethanol 95 nira aren seluas 1 hektar dalam satu tahun sebagai berikut;
asumsi setiap hari dalam satu hektar (200 pohon) yang menghasilkan ada 100 pohon. rata-rata
produksi nira 10 liter/hari/pohon. Jadi hasil nira dalam satu hari setiap hektar adalah sekitar
1.000 liter/ha/hari, maka akan menghasilkan bioethanol sebanyak 1.000 liter x 6 % = 60
liter/hari, 1.800 liter/bulan, atau 21.600 liter/ha/tahun. Jadi hasil bioethanol antara sehektar
lahan tebu dan sehektar kebun aren berbanding antara 6000:21.600 atau 1:3,6. Jadi untuk
menghasilkan bioethanol dari 1 hektar kebun aren, setara dengan menanam tebu seluas 3.6
hektar. Asumsi tersebut adalah perhitungan minimal dari produksi 1 hektar kebun arena atau
perbandingannya dapat mencapai 1:6 jika menggunakan hasil produksi sampai 20
liter/pohon/hari.
ANALISIS KAWASAN | IV - 36
Dokumen Awal Rencana Aksi Pengembangan Kawasan Tanah Rubuh
terbentuk ethanol berkadar 6-7 %. Kemudian nira yang telah terfermentasi tersebut dimasak
dalam drum dan uapnya diembunkan lewat bambu. Dari uap air yang merambat di bambu
tersebutlah diperoleh bioethanol berkadar antara 18 – 70%.
Asumsi omset pendapatan petani Aren dari bioethanol dengan kebun sehektar, kalau angka
produksi yang digunakan adalah 32.400 liter/hektar/tahun, sedangkan tingkat harga
Bioethanol berkisar Rp 8.000 - Rp 10.000,-/liter, maka omset pendapatan akan mencapai Rp
259.2 juta – Rp 324 juta/ha/tahun. Tentu saja angka ini masih dikurangi segala jenis biaya-
biaya yang diperlukan dari pengelolaan kebun, pengelolaan nira sampai menjadi bioethanol,
dll. Tetapi barangkali proporsinya sekitar 30-45% saja, jadi masih ada hasil bersihnya sekitar
55-70% dari omset pendapatan tadi. Kalau akhirnya hasil bersih yang diperoleh petani 50 %
saja juga masih sangat bagus.
E. Pengembangan Aren dan Kekhawatiran Maraknya Peredaran Minuman Keras
Di Kawasan Tanah Rubuh memang tidak dapat dipungkiri bahwa ketika berbicara
tentang “Ampoo”, “Saguer”, dan “Milo” yang notabene adalah nira hasil sadapan dari pohon
aren, selalu diidentikan dengan minuman keras. Stigma tersebut sudah sejak lama disematkan.
Artinya bahwa dengan adanya pengembangan aren menjadi tanaman perkebunan, masyarakat
atau stakeholder akan menghubungkannya dengan kekhawatiran maraknya peredaran
minuman. Kekhawatiran ini cukup beralasan apalagi jika petani penyadap juga tidak sanggup
mengolah sendiri nira yang dihasilkan untuk dijadikan gula atau diversifikasi produk turunan
lainnya, sehingga yang paling mudah dan praktis adalah menjual nira tersebut secara langsung
kepada konsumen akhir.
Kekhawatiran ini tentu akan mempengaruhi kebijakan pengembangan aren di suatu
daerah khususnya di Kawasan Tanah Rubuh. Para pengambil kebijakan seperti para anggota
DPRD sulit atau bahkan enggan untuk menyetujui rencana pengembangan aren di wilayahnya.
Demikian juga para pimpinan wilayah tidak mau menanggung resiko ketika semakin
maraknya peredaran miras, tindak kriminal akan semakin meningkat. Publik akan menilai hal
tersebut sebagai buah dari kebijakan yang diambil. Namun demikian, kekhawatiran tersebut
akan tetap menjadi benang kusut manakala tidak ada upaya mengurai kekhawatiran tersebut.
Beberapa pandangan tim pengkaji untuk meminimalisir atau menghilangkan
kekhawatiran ini diantaranya bahwa sentra penghasil aren di Tanah Rubuh meliputi Kampung
Warmarway sampai Waramui. Hasil survey terhadap produksi komoditas ini adalah berkisar
5 sampai 10 liter perpohon atau maksimal sampai 30 liter dari sekitar 3–4 pohon yang disadap.
Secara normal, volume produksi yang dihasilkan oleh sejumlah penyadap pada sentra-sentra
menghasil aren selama ini telah memenuhi permintaan harian penggemar “milo”. Hal tersebut
telah menjadi potret aktivitas keseharian masyarakat di sejumlah kampung di Kawasan Tanah
Rubuh. Artinya bahwa sulit rasanya mengharapkan perubahan berarti tanpa adanya kebijakan
signifikan dari pemerintah, karena aktivitas tersebut adalah sektor potensial sumber
ANALISIS KAWASAN | IV - 37
Dokumen Awal Rencana Aksi Pengembangan Kawasan Tanah Rubuh
perhari. Jika volume sadapan nira aren tersebut dilakukan diversifikasi produk seperti gula
aren, bioethanol dan produk turunan lainnya sangat tidak efisien baik dari aspek waktu dan
proses. Hasilnya pun tidak memberikan dampak signifikan pada pendapatan petani penyadap.
Hasil wawancara dengan responden kunci di kampung-kampung sentra penghasil nira
di Tanah Rubuh, beberapa tahun sebelumnya pemerintah Kabupaten Manokwari telah
menginisiasi program diversifikasi nira aren dengan mengajak para petani penyadap studi
banding ke Sulawesi Utara yang sudah maju pengelolaan diversifikasi nira arenya, khususnya
tentang teknik pembuatan gula aren. Namun program tersebut tidak berjalan di Tanah Rubuh.
Alasannya cukup sederhana, “tidak praktis” dan hasilnya sangat minim, alasan tersebut yang
menguatkan para petani untuk kembali pada kebiasan lama yakni melepas langsung nira aren
segara ke konsumen. Petani penyadap aren sebenarnya sudah bekerja cukup keras untuk
menyadap aren dan harus mengerahkan tenaga untuk mengolah nira menjadi gula atau produk
turunan lainnya. Petani harus mencari kayu bakar untuk memasak gula, kemudian perlu tenaga
mengolah gula secara tradisional yang mencapai 4–5 jam setiap proses, pengemasan gula dan
pemasaran yg belum jelas dengan posisi tawar yang lemah dan seterusnya. Rentetan pekerjaan
tersebut menyebabkan petani cukup rasional lebih memilih jalan pintas menjualnya dalam
bentuk nira aren segar dan atau terfermentasi ke konsumen langsung atau bahkan dijemput
langsung oleh pelanggan.
Nira aren sebenarnya dapat dikembangkan atau didiversifikasikan menjadi aneka
produk yang sangat beragam, antara lain: 1) nira aren segar; 2) nira aren segar aneka rasa &
aroma, 3) syrup aren murni, 4) syrup aren aneka rasa & aroma, 5) gula aren, 6) gula aren cetak
dengan aneka rasa & aroma, 7) gula aren serbuk, 8) gula aren serbuk dengan aneka rasa &
aroma, 9) aneka minuman instan berkhasiat (kombinasi dengan beragam ramuan berkhasiat
obat), dan masih banyak produk lainnya jika dieksplore lebih mendalam lagi. Jadi komoditas
aren sebenarnya memiliki potensi ekonomi yang cukup besar dan menjanjikan untuk
kesejahteraan masyarakat di kawasan. Komitmen pemerintah melalui kebijakan-kebijakan
strategis pengembangan aren harus benar-benar serius, mengingat program yang ditetapkan
pada komoditas ini adalah program multiyear dan intervensi anggaran yang tidak sedikit.
Ketika tercipta kesepakatan masyarakat yang bersinergi dengan kebijakan pemerintah, maka
kekhawatiran tentang dampak buruk komoditas ini dari aspek sosial dan imoralitas dapat
diminimalisir atau bahkan dihilangkan.
ANALISIS KAWASAN | IV - 39
Dokumen Awal Rencana Aksi Pengembangan Kawasan Tanah Rubuh
kebun dan belum dilakukan penanaman secara teratur. Hal ini dapat terlihat langsung di
lapangan, dimana pohon dari ketiga komoditi tersebut tumbuh acak pada beberapa area tanah
(kebun/ladang) warga. Bahkan beberapa informasi dari responden, beberapa tanaman langsat
adalah tanaman yang tumbuh alami, benihnya dapat berasal dari hasil buangan masyarakat
atau penyebaran yang dilakukan oleh sejumlah hewan.
Komoditas buah-buahan ini memang sifatnya musiman, namun demikian ketika
musim berbuah, komoditas ini juga menjadi sumber pendapatan signifikan dari masyarakat
walaupun sifatnya temporer. Hasil wawancara dengan kepala kampung Imhasuma, bahwa
bapak kepala kampung sendiri memiliki sekitar 20 pohon langsat. Pohon langsat tersebut
menurutnya bukan hasil yang ditanam sendiri, hal ini terlihat dari pohon yang saling
berdempet dan tidak beraturan. Dari jumlah pohon tersebut jika tiba musim berbuah dapat
menghasilkan sekitar 5 juta rupiah. Selain tiga komoditas buah tersebut, pepaya mulai banyak
ditanam. Hal ini dapat terlihat di Kampung Warmarway, Waryeti, Mirowi, Imbeisika I dan
Wariari. Beberapa jenis papaya seperti var. california sudah banyak dibudidayakan oleh
masyarakat. Di Kampung lainnya umumnya sama dengan komoditas buah lainya, dimana
tidak ada perkebunan khusus, tepa merupakan bagian dari jenis-jenis tanaman lain yang telah
ada.
4.3.5. Peternakan
Gambaran umum peternakan yang dilakukan oleh masyarakat di Kawasan Tanah
Rubuh masih bersifat alamiah dan belum ada penanganan secara intensif. Beberapa jenis
ternakan yang dipelihara masyarakat adalah unggas (ayam kampung), kambng, babi dan sapi
potong (Tabel 4.3). Semua jenis ternak tersebut dalam pemeliharaanya hanya dilepas liarkan.
Hal ini berimbas pada kengganan sebagian dari masyarakat untuk bercocok tanam, karena
ternak-ternak tersebut sekaligus menjadi hama tanaman pertanian. Masyarakat yang bercocok
tanam harus bekerjakeras terlebih dahulu dengan memagari lahan yang akan ditanami
tanaman budidaya.
Tabel 4.3. Jenis-Jenis Hewan Ternak yang Diternak Masyarakat Di Kawasan Tanah
Rubuh
PEMBURU
KK KK KK KK KK
KAMPUNG AYAM BABI SAPI KAMBING (Rp/Minggu)
MIN MAX MIN MAX MIN MAX MIN MAX MIN MAX
WARMARWAY 10 30 - 1 8 3 1 3 5 2 6 5 1 3 3
KEMBOISI - - - - - - - - - - - - - - -
WANDOKI 5 30 53 2 10 5 1 3 4 2 10 4 1 3 3
WARYETI 5 30 52 2 8 5 1 3 3 2 10 3 1 3 2
WARAMI - - - - - - - - - - - - - - -
MBESIKA II 4 20 1 4 6 6 6 3 - - - 1 2 4
CHUIWEP 2 10 1 6 8 1 2 4 - - -
TINASUMA - - - - - - - - - - - - - - -
ANALISIS KAWASAN | IV - 40
Dokumen Awal Rencana Aksi Pengembangan Kawasan Tanah Rubuh
REUMBUY 3 20 1 10 4 1 3 3 2 6 4 1 2 2
WARKAPI 4 30 57 1 8 5 1 5 6 3 6 6 1 2 2
MIROWI 5 25 35 2 10 10 1 3 10 2 5 2 1 2 2
NDIBOUW - - - - - - - - - - - - - - -
NINGDIP 2 10 - 1 6 8 2 2 4 - - - - - -
KOPTI - - - - - - - - - - - - - - -
AYAWI - - - - - - - - - - - - - - -
REMUI - - - - - - - - - - - - - - -
MENYUMFOKA II 5 15 38 1 4 4 1 2 4 - - - 1 2 1
WARIARI 5 20 30 2 8 8 1 2 3 2 6 2 1 2 1
MBESIKA I - - - - - - - - - - - - - - -
HANGHUOW - - - - - - - - - - - - - - -
MBATMA - - - - - - - - - - - - - - -
UMNUM (HINK) - - - - - - - - - - - - - - -
URUWAMBEY 5 20 30 1 3 6 2 4 2 - - - 1 2 1
Total 295 72 51 26 21
Dari tabel 4.3 menunjukkan bahwa, jumlah rumah tangga terbanyak yang terlibat
dalam bidang peternakan adalah jenis ternak unggas. Diikuti jenis ternak babi, sapi dan
kambing. Karakter beternak yang tidak dilakukan secara intensif menjadi potret umum,
ketersediaan sumber daya alam seperti rerumputan, dedaunan, organisme tanah dan serangga
yang masih melimpah menjadi sumber ketersediaan pakan dari ternak yang dimiliki oleh
masyarakat. Oleh karenanya, melepasliarkan ternak seperti unggas, sampai sapi tidak terlalu
dirisaukan oleh masyarakat. Berdasarkan data
4.3.6. Perikanan
Kawasan Tanah Rubuh yang sebagian besar sebaran kampung-kampungnya di
wilayah pesisir, tidak serta merta dibarengi dengan intensitas aktivitas dan jumlah rumah
tangga nelayan yang terlibat dalam pemanfaatan potensi sumber daya perairan laut. Dari 24
kampung di Kawasan Distrik Tanah Rubuh, Kampung-kampung yang terlibat dalam aktivitas
perikanan |khususnya perikanan tanggkap adalah Kampung Mirowi, Warkapi, Ruambei,
Waramui, Wedoni, dan Wariari Tabel 4.4. Sedangkan kampung-kampung yang lain tidak
melaksanakan aktivitas melaut ini karena sebagian besar struktur masyarakatnya adalah
masyarakat Suku Arfak yang bermigrasi ke Kawasan Tanah Rubuh dengan aktivitas
keseharian adalah bertani, berburu dan meramu.
ANALISIS KAWASAN | IV - 41
Dokumen Awal Rencana Aksi Pengembangan Kawasan Tanah Rubuh
Tabel 4.4. Kisaran Jumlah Armada Perikanan dan Jumlah Rumah Tangga
PERIKANAN
KAMPUNG PERAHU DAYUNG MOTOR KOLAM IKAN
MIN MAX KK MIN MAX KK MIN MAX KK
WARMARWAY 1 1 14 1 1 1 2 4 4
KEMBOISI - - - - - - - - -
WANDOKI 1 2 48 1 1 1 2 4 6
WARYETI 1 1 5 - - - - - -
WARAMI 5 20 - - - - - - -
MBESIKA II - - - - - - - - -
CHUIWEP - - - - - - - - -
TINASUMA - - - - - - - - -
RUAMBEY - - - - - - - - -
WARKAPI 1 2 8 1 1 1 2 3 3
MIROWI 1 1 6 1 1 1 2 6 4
NDIBOUW - - - - - - - - -
NINDIP - - - - - - - - -
KOPTI - - - - - - - - -
AYAWI 1 1 3 - - - - - -
REMUI - - - - - - - - -
MENYUMFOKA II - - - - - - - - -
WARIARI 1 1 6 1 1 1 2 2 1
MBESIKA I 1 1 2 - - - - - -
HANGHUOW - - - - - - - - -
MBATMA (HINK) - - - - - - - - -
UMNUM (HINK) - - - - - - - - -
URUWAMBEY - - - - - - - - -
Ditinjau dari armada yang digunakan untuk melaut, umumnya menggunakan perahu/sampan
dayung, jadi masih dalam kategori nelayan tradisional. Aktivitas nelayan dibeberapa kampong
tersebut pada dasarnya hanya sebatas pemenuhan kebutuhan lauk pauk harian. Jika nelayan
mendapatkan tangkapan yang lebih dari sekedar pemenuhan kebutuhan, maka hasil tangkapan
tersebut umumnya akan dibagi habis kepada keluarga maupun tetangga. Beberapa nelayan
jika mendapatkan tangkapan yang lebih akan menjualnya dengan cara memajang hasil
tangkapan di pinggir jalan dekat halaman rumah, dan pembelinya adalah mengandalkan
pengendara yang melintas di jalur Manokwari-Manokwari Selatan-Bintuni.
Ikan hasil tangkapan yang dijual umumnya “ditali”, harga pertalinya rata-rata berkisar
antara Rp 25.000 – 50.000. Rumah tangga yang bergerak disektor ini dalam jumlah yang
sedikit dari kampung yang telah disebutkan di atas
ANALISIS KAWASAN | IV - 42
Dokumen Awal Rencana Aksi Pengembangan Kawasan Tanah Rubuh
3.7. Jasa
JASA
PONDOK PINANG +
KAMPUNG
KIOS WARUNG MKN BBM KONTRAKTOR
MIN MAX KK MIN MAX KK MIN MAX KK MIN MAX KK
WARMARWAY 3 3 3 5 5 5 1 1 1
KEMBOISI - - - - - - - - - - - -
WANDOKI 3 3 3 1 1 1 3 3 3 1 1 1
WARYETI 3 3 3 2 2 2 4 4 4 1 1 1
WARAMI - - - - - - - - - - - -
MBESIKA II - - - - - - - - - - - -
CHUIWEP 3 3 3 - - - 2 2 2 1 1 1
TINASUMA - - - - - - - - - - - -
RUAMBEY - - - - - - - - - - - -
WARKAPI 4 4 4 - - - 3 3 3 1 1 1
MIROWI 1 1 2 - - - 4 4 4 1 1 1
NDIBOUW - - - - - - - - - - - -
NINDIP 2 2 2 - - - 2 2 2 1 1 1
KOPTI - - - - - - - - - - - -
AYAWI 2 2 2 - - - 3 3 3 - - -
REMUI - - - - - - - - - - - -
MENYUMFOKA II - - - - - - - - - - - -
WARIARI 1 1 2 - - - 4 4 4 - - -
MBESIKA I 2 2 2 - - - 3 3 3 - - -
HANGHUOW - - - - - - - - - - - -
MBATMA (HINK) - - - - - - - - - - - -
UMNUM (HINK) - - - - - - - - - - - -
URUWAMBEY 2 2 2 - - - - - - - - --
28 3 33 7
3.8. Lain-Lain
Hal-hal lain yang bersifat tambahan namun mempengaruhi kehidupan masyarakat
adalah ketersdiaan air. Disejumlah kampung seperti Rembuy, Mirowi, Cujehep, warkapi,
Hanghow telah tersedia pipanisasi air bersih, namun beberapa kendala yang dihadapi
masyarakat adalah bak penampung yang kekurangan volume pasokan, atau pengaturan serta
setting dudukan penampung yang tidak diperhitungkan dengan matang, sehingga distribusi
sampai menuju ke rumah-rumah tidak sesuai dengan harapan. Beberapa kampung seperti
Wariari, Wedoni sumber air bersih yang berasal dari program pansimas adalah adalah
pembuatan sumur dengan program satu sumur 2 rumah, masing-masing rumah memasang
pompa/dap untuk distribusi sampai ke rumah.
ANALISIS KAWASAN | IV - 43
Dokumen Awal Rencana Aksi Pengembangan Kawasan Tanah Rubuh
Kampung yang sedikit kesulitan dengan sumber air bersih adalah kampung Waryeti, struktur
tanah berpasir menyulitkan marga untuk membuat sumur, sehingga salah satu upaya yang
dapat diusahakan adalah pipanisasi ke sumber mata air atau bak penampungan dengan sumber
air dapat dipasokdari sungai Masabuy. Kampung-kampung yang kesulitan dengan air bersih,
alternative terakhirnya adalah memanfaatkan aliran sungai seperti pada Kampung Hanghow
dan Cuyehep.
ANALISIS KAWASAN | IV - 44
Dokumen Awal Rencana Aksi Pengembangan Kawasan Tanah Rubuh
PENUTUP
Rencana aksi pengembangan kawasan Distrik Tanah Rubuh diharapkan akan menjadi
pedoman dan acuan bagi seluruh pihak yang terkait dalam pengembangan kawasan.
Keberhasilan dari rencana pengembangan kawasan ini dalam pelaksanaannya sangat
ditentukan oleh kerjasama dan komitmen seluruh pemangku kepentingan (stakeholders). Oleh
karena itu, kebersamaan dan kerja keras dari semua pihak yang terkait sangat diperlukan
dalam rangka mewujudkan harapan untuk menjadikan Distrik Tanah Rubuh sebagai salah satu
Kawasan pengembangan ekonomi dimasa mendatang. Posisi Distrik Tanah Rubuh yang
berada di kawasan peyanggah kawasan lindung pegunungan Arfak dapat menjadi acuan untuk
pengembangan kawasan perdesaan yang berkelanjutan dan berbasis konservasi.
PENUTU | V - 45
Dokumen Awal Rencana Aksi Pengembangan Tanah Rubuh
DAFTAR PUSTAKA
BPS (Badan Pusat Statistik) Kabupaten Manokwari. 2020. Kabupaten Manokwari Dalam Angka. Badan
Pusat Statistik Kabupaten Manokwari.
BPS (Badan Pusat Statistik) Kabupaten Manokwari. 2019. Statistik Daerah Kabupaten Manokwari
Tahun 2019. Badan Pusat Statistik Kabupaten Manokwari.
BPS (Badan Pusat Statistik) Kabupaten Manokwari. 2019. Distrik Tanah Rubuh Dalam Angka 2018.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Manokwari.
BPTP BANTEN. 2014. Agribisnis Gula Aren, Penyadapan Air Nira, dan Pengolahan Gula Semut. Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian Banten. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian,
Kementerian Pertanian. ISBN 978-602-9365-08-05
Baharuddin, Musrizal Muin, dan Herniaty Bandaso. 2007. Pemanfaatan Nira Aren (Arenga pinnata
Merr) Sebagai Bahan Pembuatan Gula Putih Kristal. Jurnal Perennial, 3(2) :40-43
Dedi Natawijaya, Suhartono, Undang. 2018. Analisis Rendemen Nira dan Kualitas Gula Aren (Arenga
pinnata Merr.) Di Kabupaten Tasikmalaya. Jurnal Agroforestri Indonesia Vol.1 No.1:57-64
Delgado, M., M E. Porter. Scott Stern. 2014. Clusters, convergence, and economic performance.
Reseach Policy. Vol 43 (10): 1785-1799. https://doi.org/10.1016/j.respol.2014.05.007
Ditjenhort. 2001. Kebijakan Strategi dan Pengembangan Produksi Hortikultura: Rencana Strategis dan
Program Kerja Tahun 2001-2004. Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura.
Departemen Pertanian.
Gerard J. Van Den Berg. 2001. Duration Models: Specification, Identification and Multiple Durations.
Chapter 55. Handbook of Econometric. Vol. 5: 3381-3460.
https://doi.org/10.1016/S1573-4412(01)05008-5
Inayatul Maghfirah, Hari Santoso, Ahmad Syauqi. 2019. Uji Rendemen Nira dan Gula Semut Aren
(Arenga pinnata Merr.) Hasil Penyadapan Pagi dan Sore Hari. e-Jurnal Ilmiah SAINS
ALAMI Volume 2, No.1:8-15
Marthalinda Dwi Putri; Bambang Sumantri; Putri Suci Asriani. 2019. Karakteristik Penyadap Aren Dan
Pengaruhnya Terhadap Jumlah Produksi Kasus Di Kecamatan Lebong Tengah – Kabupaten
Lebong. AGRISEP Vol. 18 No. 1:165 – 176, DOI: 10.31186/jagrisep.18.1.165-176.
Mody Lempang. 2012. POHON AREN DAN MANFAAT PRODUKSINYA. Info Teknis EBONI
Vol.9, No.1:37-54
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2014 tentang Desa; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5539;
DAFTAR PUSTAKA |
Dokumen Awal Rencana Aksi Pengembangan Tanah Rubuh
Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, Dan Transmigrasi Nomor 5 Tahun 2016
Tentang Pembangunan Kawasan Perdesaan; Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016
Nomor 359
Rustiadi, Ernan dan Dardak, Emil Elestianto. 2008. Agropolitan: Strategi Pengembangan Pusat
Pertumbuhan pada Kawasan Perkotaan. Crestpent Press.
Subiyanto. 2017. Analisis Keragaman Parameter Penentu Rendemen Gula Kristal Putih Pada Pabrik
Gula Bumn. M.P.I. Vol.11 No 1:1 - 10
Tatik Sutanti. 2009. Strategi Pengembangan Agroindustri Berbasis Pisang Awak di Kabupaten Pacitan.
Tesis. Program Pascasarjana Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
Surabaya
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4725);
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5495.
Victor T. Manurung dan Hidajat Nataatmadja. 1991. Usaha Gula Merah Dan Persaingannya Dengan
Pabrik Gula Dalam Penyediaan Bahan Baku Di Jawa Timur. Disampaikan pada Pertemuan
Teknis, P3GI 1–2 Mei 1991, Pasuruan.
DAFTAR PUSTAKA |