Anda di halaman 1dari 29

REFERAT

REAKSI REVERSAL PADA MORBUS


HANSEN

Pembimbing:
dr. Sofwan Sayuti Rahman, Sp.KK

Penyusun:
Chin Edward Chandra
2012.061.153

PENDAHULUAN
Morbus hansen
Penyakit kronik yang disebabkan oleh

M.
leprae yang pertama kali menyerang
susunan saraf tepi, selanjutnya dapat
menyerang
kulit,
mukosa,
saluran
pernapasan bagian atas, sistem retikulo
endotelial, mata, otot, tulang dan testis.

PENDAHULUAN (2)
EPIDEMIOLOGI
2009 17.260 Kasus baru dengan jumlah

kasus terdaftar = 21.026 orang (prevalensi:


0,91/10.000)
2010 10.706 kasus baru dengan jumlah
kasus terdaftar = 20.329 orang (0,86/10.000)

PENDAHULUAN (3)
Penyakit Kusta reaksi kusta
Episode akut hipersenstivitas gangguan

keseimbangan sistem imunologi


Reaksi penyebab pasien berobat
Reaksi kusta tipe 1 dan tipe 2
Tipe 1 hipersensitivitas tipe 4
Tipe 2 hipersensitivitas tipe 3

Tinjauan pustaka
Definisi Penyakit kronik yang disebabkan

oleh M. leprae yang pertama kali menyerang


susunan saraf tepi, selanjutnya dapat
menyerang kulit, mukosa, saluran pernapasan
bagian atas, sistem retikulo endotelial, mata,
otot, tulang dan testis.
Etiologi
Mycobacterium leprae jumlah bakteri dan

infiltrasi yang tinggi

TINJAUAN PUSTAKA (2)


Gejala klinis
Anestesi
Alopesia
Anhidrasi
Akromia
Atrofi
Deformitas

TINJAUAN PUSTAKA (3)


Gejala-gejala kerusakan saraf perifer
N. ulnaris clawing kelingking dan jari

manis
N. medianus clawing ibu jari, telunjuk dan
jari tengah
N. radialis wrist drop
N. poplitea lateralis foot drop
N. tibialis posterior claw toes
N. facialis gagal mengatup bibir
N. trigeminus anestesia kulit wajah, korne
dan konjungtiva mata

TINJAUAN PUSTAKA (4)


Diagnosis

Untuk mendiagnosis, minimal terdapat satu


dari tiga tanda kardinal berdasarkan WHO
antara lain :
Lesi kulit hipopigmentasi atau eritematosa
dengan disertai hilangnya sensasi
Keterlibatan saraf perifer ditandai dengan
penebalan dan hilangnya sensasi
BTA + dengan Pengcatan Ziehl Neelsen dari
scraping jaringan yang terinfeksi

TINJAUAN PUSTAKA (5)


Diagnosis

Gambaran Klinis

Multibasilar

Pausibasilar

Lesi Kulit

Lebih dari 5 lesi


Lebih simetris
Hilang sensasi
kurang jelas
Banyak cabang
saraf

1-5 lesi
Tidak simetris
Hilang sensasi
yang jelas
Hanya 1 cabang
saraf

Kerusakan Saraf

TINJAUAN PUSTAKA (6)


Reaksi Morbus Hansen
Definisi = episode kronis penyakit kusta

reaksi antigen antibodi dengan merusak


sistem saraf perifer
Kalsifikasi
Reversal reaction
Eritema nodusum leprosum

TINJAUAN PUSTAKA (7)


Reaksi reversal
Patogenesis
Antigen m. leprae sel schwann dan

makrofag
Sel schwann toll-like receptor MHC II
meningkatkan jumlah presentasi antigen
limfosit CD4 membunuh TNF
TNF tinggi ekspresi mediasi pro-inflamasi
(IFN- dan IL-12)

TINJAUAN PUSTAKA (8)

Gejala klinis

Umumnya sebagian atau seluruh lesi yang telah

ada bertambah aktif dan atau timbul lesi baru


dalam waktu yang relatif singkat.

Artinya lesi hipopigmentasi menjadi eritema,


lesi eritema menjadi makin eritematosa, lesi
makula menjadi infiltrat, lesi infiltrat makin
infiltratif dan lesi lama menjadi bertambah luas.

Timbul lesi baru makulopapular satelit yang


kecil dan multiple.

TINJAUAN PUSTAKA (9)


Gejala klinis
Lesi menjadi inflamasi akut disertai edema

dan nyeri, bisa menjadi ulseratif.


Kebayakan edema di bagian muka, tangan
dan kaki.
Tidak perlu seluruh gejala harus ada, satu
saja sudah cukup.
Ada atau tidaknya gejala neuritis akut.
Kadang-kadang bisa disertai demam.
Lesi reaksi reversal tanpa nodus berarti
reaksi non-nodular.

Organ yang terkena

Kulit

Reaksi Tipe 1
Ringan

Berat

Bercak putih menjadi

Bercak putih menjadi

merah, yang merah jadi

merah, yang merah jadi

lebih merah.

lebih merah.

Bercak meninggi

Timbul bercak baru,


kadang-kadang disertai
panas dan malaise

Saraf tepi

Ulserasi (-)

Ulserasi (+)

Edema tangan dan kaki (-)

Edema tangan dan kaki (+)

Membesar, tidak nyeri.

Membesar, nyeri.

Fungsi saraf tidak terganggu Fungsi saraf terganggu.


Gejala konstitusi

Demam (-)

Demam ()

TINJAUAN PUSTAKA (10)


Diagnosis
Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Pemeriksaan khusus
Tes monofilamen Semmes-Weinsten
Dengan

menggunakan ballpoint pen atau tusuk


gigi, sentuh di 4 tempat yang ditunjukkan pada
telapak tangan. Tekan dengan lembut, hanya
cukup untuk melakukan tekanan pada kulit.
Jangan tekan terlalu kuat.

TINJAUAN PUSTAKA (11)


Diagnosis
Pemeriksaan khusus
Tes otot volunter
Saraf facialis : menutup mata secara normal dan
pasif (m. orbikularis okuli)
Saraf median : abduksi ibu jari (m. Abduktor
pollicis brevis), abduksi jari tengah
Saraf ulnar : abduksi jari ke V (m. Abduktor digiti
minimi)
Saraf radial : ekstensi pergelangan tangan (otot
ekstensor)
Saraf popliteal lateral : dorsofleksi kaki (m.tibialis
anterior, peroneus longus dan brevis).6

TINJAUAN PUSTAKA (12)


Diagnosis
Pemeriksaan khusus
Tes otot volunter
Modified MRC grading

TINJAUAN PUSTAKA (13)


Diagnosis
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan bakterioskopik
Indeks bakteri (IB) menurut RIDLEY
0

Tidak ada BTA dalam 100 lapang pandang

1+

1-10 BTA dalam 100 lapang pandang

2+

1-10 BTA dalam 10 lapang pandang

3+

1-10 BTA rata-rata dalam 1 lapang pandang

4+

11-100 BTA rata-rata dalam 1 lapang pandang

5+
6+

101-1000rata-rata dalam 1 lapang pandang


>1000 BTA rata-rata dalam 1 lapang pandang

TINJAUAN PUSTAKA (13)


Diagnosis
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan histopatologi
tipe kusta menurut klasifikasi RIDLEY-JOPLING

Tipe
TT

BT

BB

BL

LL

TT

Ti

BT

BB

BL

Li

LL

Reaksi lepromin

3+

2+

1+

Stabilitas
imunologik

++

++

Reaksi
borderline

E.N.L

Basil dalam
hidung

++

++

++

Basil dalam
granuloma

0 - 1+

1+ - 3+

3 4+

4 5+

5 6+

5 6+

Sel epiteloid

Sel datia
Langhans

+++

++

Globi

Sel Virchow

++

+++

Limfosit

+++

+++

++

+/

Infiltasi zona
sub epidermal

+/-

Kerusakan saraf

++

+++

++

TINJAUAN PUSTAKA (14)


Diagnosis
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan serologi
antibodi anti phenolic glycolipid-1 (PGL-1) dan
antibodi antiprotein 16 kD serta 35kD
Macam-macam uji serologi
o uji MLPA (Mycobacterium leprae Particle
Aglutination)
o uji ELISA (Enzyme Linked ImmunoSorbent
Assay)
o ML dipstick (Mycobacterium Leprae dipstick).

TINJAUAN PUSTAKA (15)


Tatalaksana
Non-medikamentosa
Menghindari/menghilangkan faktor pencetus
Anggota gerak yang terkena neuritis akut harus

diistirahatkan

Medikamentosa
Tujuan pengobatan MDT adalah:
Memutuskan

mata rantai penularan


Mencegah resistensi obat
Memperpendek masa pengobatan
Meningkatkan keteraturan berobat
Mencegah terjadinya cacat atau mencegah
bertambahnya cacat yang sudah ada sebelum
pengobatan

TINJAUAN PUSTAKA (16)


Tatalaksana
Medikamentosa

Pedoman dosis MDT Tipe PB


Jenis Obat

<5 tahun

5-9 tahun

Rifampisin

Berdasarkan berat badan

300mg/bulan

450mg/bulan

600mg/bulan

25mg/bulan

50mg/bulan

100mg/bulan

25mg/hari

50mg/hari

100mg/hari

DDS

15. ahun

>15 tahun

Pedoman dosis MDT Tipe MB


Jenis Obat

<5 tahun

5-9 tahun

10-15 tahun

>15 tahun

Keterangan

Rifampisin

Berdasarkan

300mg/bulan

450mg/bulan

600mg/bulan

Minum di depan

berat badan

Dapson

petugas

25mg/bulan

50mg/bulan

100mg/bulan

Minum di depan
petugas

lampern

25mg/bulan

50mg/bulan

100mg/bulan

Minum di rumah

TINJAUAN PUSTAKA (17)


Tatalaksana
Reaksi reversal
Tujuan
Mengendalikan peradangan akut
Mengurangi rasa sakit
Membalikkan kerusakan saraf

TINJAUAN PUSTAKA (18)


Komplikasi

TINJAUAN
PUSTAKA
(19)

Komplikasi

klasifikasi kecacatan tangan dan kaki


Tingkat

Kriteria cacat

Tidak ada gangguan sensisbilitas, tidak ada kerusakan atau deformitas yang terlihat

Ada gangguan sensibilitas, tanpa kerusakan atau deformitas yang terlihat

Terdapat kerusakan atau deformitas

Klasifikasi kecacatan mata

Tingkat

Kriteria cacat

Tidak ada gangguan pada mata akibat kusta; tidak ada


gangguan penglihatan

Ada gangguan pada mata akibat kusta; tidak ada gangguan


yang berat pada penglihatan. Visus 6/60 atau lebih baik (dapat
menghitung jari pada jarak 6 meter)

Gangguan penglihatan berat (visus kurang dari 6/60; tidak


dapat menghitung jari pada jarak 6 meter)

KESIMPULAN

Penyakit kusta atau juga dikenali sebagaipenyakit Hansen, merupakan penyakit

berjangkit yang disebabkan oleh jangkitanMycobacterium leprae.

Penyakit ini menyerang susunan saraf tepi, selanjutnya dapat menyerang kulit, mukosa,
saluran pernapasan bagian atas, sistem retikulo endotelial, mata, otot, tulang dan testis.

Pada referat ini telah dibahas mengenai penyakit kusta dengan reaksi reversal di mana
gejala klinis reaksi reversal ialah umumnya sebagian atau seluruh lesi yang telah ada
bertambah aktif dan atau timbul lesi baru dalam waktu yang relative singkat.

Artinya lesi hipopigmentasi menjadi eritem, lesi eritem menjadi makin eritomatosa, lesi
macula menjadi infiltrate, lesi infiltrate menjadi makin infiltrate dan lesi lama menjadi lebih
luas.

Dengan diagnosa yang dini dan pengobatan yang tepat, komplikasi-komplikasi dari
penyakit kusta dapat dicegah dan dengan perawatan yang benar akan dapat membantu
mencegah komplikasi atau kecacatan yang sudah ada daripada menjadi lebih parah.

Justru, penyakit kusta ini tidak boleh dipandang ringan karena merupakan salah satu
penyakit menular yang menimbul masalah yang sangat kompleks.

Masalah yang dimaksudkan bukan hanya dari segi medis tetapi meluas sampai masalah
sosial, ekonomi, budaya, keamanan dan ketahanan nasional.

1.

DAFTAR PUSTAKA

Prawoto, Kabulrachman, Udiyono A, Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap


terjadinya reaksi kusta, http://eprints.undip.ac.id/6325/1/Prawoto.pdf

2.

Sharma N, Koranne R.V, Mendiratta V, Sharma R.C, A study of leprosy reaction in a


tertiary Hospital in delhi, The Journal of Dermatology 2004;31:898-903

3.

James WD Berger TG, Eston DM. Andrews diseases of the skin, 11 th ed. WB
Saunders Company, Canada. 2011.

4.

Thomas H.R, Robert L.M, Chapter 186: Leptosy in Klaus W, Lowell A.G, Stephen I.K,
Barbara A.G, Amy S.P, David J.L. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine 7 th
Edition McGraw Hill comp. USA, 2008, page: 1786-96.

5.

A. Kosasih, I Made Wisnu, Emmy Sjamsoe-Daili, Sri Linuwih Menaldi. Kusta. Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi kelima. Penerbit FKUI Jakarta 2007; 73-88.

6.

Walker S.L, Lockwood D.N.J, leprosy type 1 (reversal) reactions and their
management, diunduh dari http://
www.leprahealthinaction.org/lr/Dec08/Lep372-386.pdf

7.

Indira P.K, Stephen I.W, Diana N.J.L. leprosy type 1 and erythmma nodosum
leprosum. Department of Infection and Tropical Disease, London School of Hygiene
and Tropical Medicine, Keppel St, London WC1E 7HT, UK. 28 December 2007.

8.

Kahawita I.P, Sirimanna G.M, Satgurunathan K, Athukorala D.N, Sri Lanka College of
Dermatologist : Guidelines on the management of leprosy reaction: 3-5.

9.

Klaus Wolff, A.J. Richard, S. Dick. Leprosis. Fitzpatricks: Color Atlas and Synopsis of
Clinical Dermatology 7th edition. Penerbit McGraw-Hill Medical.2013; 569-573.

10.

Mr. M.O. Regan, Dr. J. Keja. Pedoman Nasional Program Pengendalian Penyakit
Kusta. Kementerian Kesehatan RI. Direktor Jenderal Pengendalian Penyakit dan

Anda mungkin juga menyukai