Yoanneveline Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia PENDAHULUAN Lepra atau adalah suatu infeksi kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae, organisme yang memiliki predileksi di kulit dan saraf. Kata kusta berasal dari bahasa India kustha, dikenal sejak 1400 sebelum Masehi. Agen penyebab kusta ditemukan oleh G. H. Armauer Hansen di Norway pada tahun 1873. Selama 20 tahun WHO telah mengimplementasikan MDT (multi-drug treatment) di negara negara endemic untuk mengobati kusta. PENDAHULUAN Reaksi kusta adalah interupsi dengan episode akut pada perjalanan penyakit yang sebenarnya sangat kronis. Reaksi kusta dapat menyebabkan kecacatan pada pasien kusta dan dapat timbul sebelum, saat, dan sesudah terapi. Terdapat dua jenis reaksi kusta, yaitu reaksi tipe I atau Reversal Reaction (RR) dan reaksi tipe II atau Eritema Nodusum Leprosum (ENL). KUSTA TINJAUAN PUSTAKA ANATOMI KULIT Lapisan Epidermis Lapisan Dermis Lapisan Subkutis Kelenjar Kulit : Kelenjar keringat (glandula sudorifera) Kelenjar Palit (glandula sebasea)
FISIOLOGI KULIT Fungsi Proteksi Fungsi Absorps Fungsi Ekskresi Fungsi Persepsi Fungsi Pengaturan Suhu Tubuh (termoregulasi) Fungsi Pembentukan Pigmen Fungsi Keratinisasi Fungsi Pembentukan Vitamin D
DEFINISI KUSTA Kusta merupakan penyakit infeksi granulomatosa yang kronik dan penyebabnya ialah Mycobacterium leprae, yang bersifat intraseluler obligat. Saraf perifer sebagai afinitas pertama, lalu kulit, dan ulkus traktus respiratorius bagian atas, kemudian dapat ke organ lain kecuali susunan saraf pusat EPIDEMIOLOGI Cara penularan : kontak langsung dan inhalasi. Masa tunasnya sangat bervariasi antara 40 hari sampai 40 tahun. Kusta dapat menyerang di semua usia, anak anak lebih rentan dari orang dewasa, onset penyakit ini rata rata terdapat pada pasien dengan usia kurang dari 35 tahun. Kusta lebih sering mengenai pria dibandingkan wanita dengan rasio 2 : 1
EPIDEMIOLOGI Di Indonesia jumlah kasus kusta yang tercatat akhir tahun 2008 adalah 22.359 orang dengan kasus baru tahun 2008 sebesar 16.668 orang. Distribusi tidak merata, yang tertinggi antara lain di pulau Jawa, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Prevalensi pada tahun 2008 per 10.000 penduduk adalah 0,73. ETIOLOGI Basil tahan asam dan alcohol dengan bentuk batang dan berbentuk oval di ujungnya. Berukuran 3-8 m x 0,5 m. Bentuk mikroskopik : Solid Fragmented Granuler Mycobacterium leprae yang ditemukan oleh G.A. Hansen pada tahun 1874 di Norwegia. ETIOLOGI Pada tahun 1960, Shepard berhasil membuat M. leprae dapat tumbuh di laboratorium melalui inokulasi pada kaki mencit yang telah diambil timusnya dengan diikuti radiasi 900 r. Micobacteria terkenal dengan pembelahannya yang lambat, dibutuhkan waktu 14 hari untuk mitosis. Sampai saat ini M. leprae belum dapat dibiakkan di media in vitro. PATOGENESIS Penyakit imunologik gejala klinisnya = tingkat reaksi selulernya intensitas infeksinya. Inokulasi di kaki mencit : granuloma penuh kuman ditemukan pada bagian tubuh yang relatif dingin. M. leprae + sel schwann demielinisasi dan kehilangan kondukasi axon ligasi bakteri ke reseptor neuregulasi Fagositosis M. leprae oleh derivat monosit, makrofag dapat dimediasi oleh reseptor komolemen CR1 (CD35), CR3 (CD11b/CD18), dann CR4 (CD11c/CD18) dan regulasi protein kinase.
GEJALA KLINIS Ridley dan Jopling memperkenalkan spectrum determinate pada penyakit kusta yang terdiri atas pelbagai tipe atau bentuk, yaitu: TT : Tuberkuloid polar Stabil Ti : Tuberkuloid indefinite BT : Borderline tuberkuloid BB : Mid borderline BL : Borderline lepromatous Li : Lepromatous indefinie LL : Lepromatous leprosy Stabil Kusta Tipe Lepromatous Leprosy dan Tuberculoid KELAINAN SARAF PERIFER pembesaran saraf biasanya asimetris, pada n. ulnaris, radialis, medianus, poplitea lateralis, tibialis posterior, fasialis, rasa baal pada lesi kulit, kelumpuhan cabag saraf dengan tanda inflamasi atau tanpa manifestasi yang jelas, stocking glove pattern of sensory impairment anhidrosis telapak tangan atau telapak kaki menunjukkan keterlibatan saraf simpatis. DIAGNOSIS Tanda kardinal : pasien tinggal di daerah endemic, lesi kulit sesuai dengan karakteristik kusta, anastesi, pembesaran nervus perifer, BTA (+) The Greatest Imitator; kelainan kulit pada penyakit kusta tanpa komplikasi dapat hanya berbentuk macula saja, infiltrat saja, atau keduanya. PEMERIKSAAN PENUNJANG Bakterioskopik Indeks Bakteri 0 bila tidak ada BTA dalam 100 lapang pandang (LP) 1+ bila 1 10 BTA dalam 100 LP 2+ bila 1 10 BTA dalam 10 LP 3+ bila 1 10 BTA dalam 1 LP 4+ bila 11 100 BTA dalam 1 LP 5+ bila 100 1000 BTA dalam 1 LP 6+ > 1000 BTA dalam 1 LP Indeks Morfologi
PEMERIKSAAN PENUNJANG Histologik Tipe tuberkuloid adalah tuberkel dan kerusakan saraf yang lebih nyata, tidak ada kuman, atau hanya sedikit, dan non solid. Tipe lepromatosa terdapat subepidermal clear zone, yaitu suatu daerah langsung dibawah epidermis yang jaringannya tidak patologik. Didapati sel Virchow dengan banyak kuman. Pada tipe borderline terdapat campuran unsure unsur tersebut.
PENATALAKSANAAN Kusta tipe MB diberikan regimen MB yang terdiri dari: Rifampisin 600 mg selama 1 kali per bulan, Dapsone 100 mg sekali sehari; Klofamizin 300 mg sekali sebulan dan 50 mg per hari dengan durasi pengobatan 12 bulan. Kusta tipe PB diberikan regimen PB yang terdiri dari: Rifampisin 600 mg selama 1 kali per bulan, Dapsone 100 mg sekali sehari dengan durasi pengobatan 6 bulan.
ERITEMA NODUSUM LEPROSUM ERITEMA NODUSUM LEPROSUM Reaksi kusta adalah interupsi dengan episode akut pada perjalanan penyakit yang sebenarnya sangat kronik. Eritema nodosum leprosum (ENL) timbul pada pasien dengan lepromatous leprosy (LL) dan terkadang dapat muncul pada BL. BL. ENL sering dihubungkan dengan pasien yang mendapat multi-drug therapy. Rata rata onset timbulnya reaksi ENL ialah 1 tahun setelah diberikan terapi. FAKTOR PREDISPOSISI operasi bedah, kehamilan, melahirkan, menyusui, menstruasi, trauma, infeksi piogenik, vaksinasi (terutama vaksin cacar), stres fisik dan mental.
PATOFISIOLOGI Fenomena kompleks imun : antigen M. leprae + antibody (IgM) + komplemen kompleks imun Pasien LL yang menunjukkan reaksi ENL setelah mendapatkan pengobatan MDT juga menunjukkan kadar tumor necrosis factor-alpha (TNF-) yang tinggi. TNF- : kerusakan langsung ke sel dan jaringan, aktivasi makrofag, menstimulasi makrofag untuk memproduksi IL-1 dan IL-6 dan menstimulasi sel hepar untuk memproduksi C-Reactive Protein (CRP). GEJALA KLINIS Nodus eritema, papul berwarna merah keunguan, plak atau nodus. Reaksi berat : hemoragik, vesikel, pustular, atau ulserasi. Predileksi : wajah, lengan dan tungkai yang bilateral dan simetris.
PENATALAKSANAAN THALIDOMIDE Drug of choice. Mechanism of action : meningkatkan kecepatan konduksi motorik saraf yang terlibat inhibisi TNF- yang menjadi patogenesis dari ENL. Dosis terapi diberikan 400 600 mg (10 15 mg/kgBB) sehari dibagi dalam 4 dosis dan dikurangi 25 mg setiap 2 hari selama 1 2 minggu Kontrol : dosis 50 100 mg per hari selama 2 3 bulan. PENATALAKSANAAN KORTIKOSTEROID Dose Once a Day
Week of Treatment
40 mg 30 mg 20 mg 15 mg 10 mg 5 mg
1, 2 3, 4 5, 6 7, 8 9, 10 11, 12
PENATALAKSANAAN KLOFAZIMIN Dosis : 200 300 mg per hari dengan 3 dosis tapering off Usaha lepas dari ketergantungan kortikosteroid.
Efek samping : kulit menjadi berwarna merah kecoklatan. Thank You