PSORIASIS VULGARIS
Disusun Oleh :
CHARIN GRESSILIA PURNAWAN
Pembimbing :
dr. Jihan Rosita, Sp.KK
1
LEMBAR PENGESAHAN
REFERAT
PSORIASIS VULGARIS
Disusun Oleh :
Charin Gressilia Purnawan
2165050064
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas kasih dan
karunianya penulis dapat menyelesaikan Referat yang berjudul “PSORIASIS VULGARIS”
sebagai salah satu syarat dalam mengikuti ujian kepaniteraan klinik di SMF Ilmu Kesehatan
Kulit dan Kelamin RSUD Pasar Minggu, Jakarta
1. dr. Jihan Rosita, Sp.KK. selaku pembimbing referat yang telah meluangkan waktu, ilmu
serta memberi arahan bagi penulis dalam menyelesaikan referat ini.
2. Teman-teman kepaniteraan Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Indonesia dan Fakultas Kedokteran Universitas Pembangunan Nasional
Veteran Jakarta yang saling mendukung dan membantu satu sama lain dalam melaksanakan
program kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin.
Semoga melalui penulisan referat ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri dan bagi
pembaca untuk menambah ilmu pengetahuan.
Penulis menyadari bahwa penulisan referat ini jauh dari sempurna dan memiliki banyak
kekurangan, oleh karena itu penulis sangat terbuka menerima kritik dan saran yang membangun
agar dapat menjadi bekal yang baik dalam penulisan berikutnya.
ii
DAFTAR ISI
ABSTRAK .......................................................................................................iv
BAB I ...............................................................................................................1
PENDAHULUAN ...........................................................................................1
BAB II ..............................................................................................................3
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Psoriasis ialah penyakit yang penyebabnya autoimun, bersifat kronik dan residif, ditandai
dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan skuama yang kasar, berlapis-lapis dan
transparan; disertai fenomena tetesan lilin, Auspitz, dan Kobner. Penyakit ini berhubungan dengan
penyakit hiperproliferatif kulit derajat ringan sampai dengan berat dan peradangan sendi. Onset
penyakit dan derajat penyakit dipengaruhi oleh usia dan genetik, dan dicetuskan oleh berbagai
faktor internal dan eksternal, seperti cedera fisik pada kulit, pengobatan sistemik, infeksi, dan stres
emosional.1
Psoriasis ditandai dengan adanya plak berwarna merah yang berbatas tegas dengan sisik
putih keperakan dan cenderung tersebar simetris ke seluruh tubuh. Gambaran klinis secara
(hiperkeratosis), dan diferensiasi keratinosit inkomplit dengan retensi nukleus di stratum corneum
(parakeratosis). Infiltrat inflamasi sebagian besar terdiri dari makrofag, berbagai jenis sel
dendritik, dan sel T dalam dermis, serta neutrofil dan beberapa sel T dalam epidermis. Kemerahan
pada lesi disebabkan oleh peningkatan vaskularisasi - peningkatan jumlah kapiler yang melebar
dan berliku di papilla dermal. Sifat kronis dari penyakit dan dampak substansial pada kualitas
hidup pasien membutuhkan strategi manajemen jangka panjang menggunakan tinjauan dan
adaptasi yang teratur sesuai dengan perjalanan penyakit dan respons terhadap pengobatan untuk
mencapai pembersihan kulit dan mengoptimalkan hasil jangka panjang. Dengan demikian,
1
menjaga kualitas hidup pasien dengan efek samping yang rendah menjadi target pengobatan
Psoriasis saat ini diketahui memiliki kaitan erat dengan komorbiditas seperti psoriasis
artritis, obesitas, penyakit kardiovaskular, non-alcoholic liver disease, sindrom metabolik, dan
inflammatory bowel disease yang dapat memperburuk kualitas hidup dan menurunkan angka
Tujuan terapi psoriasis adalah tidak ada lesi, sehingga pemberian terapi dapat dimodifikasi
secara perorangan. Selain identifikasi tipe, derajat keparahan psoriasis perlu ditentukan guna
memilih tata laksana yang sesuai. Derajat keparahan psoriasis ditentukan dengan skor body surface
area (BSA) atau psoriasis area and severity index (PASI). Berdasarkan Panduan Praktik Klinis
(PPK) RSCM dan Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI),
klasifikasi psoriasis berdasarkan skor BSA/PASI adalah sebagai berikut; < 3% psoriasis ringan, 3-
kelainan kulit berdasarkan BSA/PASI dan dampak penyakit pada kualitas hidup pasien yang
dihitung dengan Dermatology Life Quality Index (DLQI). Terapi psoriasis dikatakan berhasil bila
PASI 75 tercapai, yaitu penurunan 75% dari skor PASI. Terapi psoriasis dikatakan gagal apabila
PASI 50 tidak tercapai, yaitu tidak tercapainya penurunan 50% dari skor PASI berdasarkan skor
DLQI, terapi psoriasis dikatakan berhasil bila DLQI < 5 dan dikatakan gagal bila DLQ1 >5.4
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1.1 DEFINISI
Psoriasis adalah peradangan kulit yang bersifat kronik dengan karakteristik berupa plak
eritematosa berbatas tegas, skuama kasar, berlapis dan berwarna putih keperakan terutama pada
siku, lutut, scalp, punggung, umbilikus dan lumbal. Psoriasis merupakan peradangan kulit kronis
dengan dasar genetik yang kuat.
II.1.2 EPIDEMIOLOGI
Menurut World Health Organization (WHO) dalam Global Report on Psoriasis 2016
prevalensi kejadian psoriasis di negara-negara di dunia berkisar antara 0,09 – 11,43 %. Setidaknya
sekitar 100.000.000 orang di dunia dilaporkan mengalami psoriasis. Walaupun psoriasis terjadi
secara universal, namun prevalensinya pada tiap populasi bervariasi di berbagai belahan dunia.
Studi epidemiologi dari seluruh dunia memperkirakan prevalensi psoriasis berkisar antara 0,6
sampai 4,8%. Prevalensi psoriasis bervariasi berdasarkan wilayah geografis serta etnis. Di
Amerika Serikat, psoriasis terjadi pada kurang lebih 2% populasi dengan ditemukannya jumlah
kasus baru sekitar 150,000 per tahun. Pada sebuah studi, insidensi tertinggi ditemukan di pulau
Faeroe yaitu sebesar 2,8%. Insidensi yang rendah ditemukan di Asia (0,4%) misalnya Jepang dan
pada ras Amerika-Afrika (1,3%). Sementara itu psoriasis tidak ditemukan pada suku Aborigin
menunjukkan adanya peranan lingkungan fisik (psoriasis lebih sering ditemukan pada daerah
beriklim dingin), faktor genetik, dan pola tingkah laku atau paparan lainnya terhadap
3
perkembangan psoriasis.
Pria dan wanita memiliki kemungkinan terkena yang sama besar. Beberapa pengamatan
terakhir menunjukkan bahwa psoriasis sedikit lebih sering terjadi pada pria dibanding wanita.
Sementara pada sebuah studi yang meneliti pengaruh jenis kelamin dan usia pada prevalensi
psoriasis, ditemukan bahwa pada pasien yang berusia lebih muda (<20 tahun) prevalensi psoriasis
Psoriasis dapat mengenai semua usia dan telah dilaporkan terjadi saat lahir dan pada orang
yang berusia lanjut. Penelitian mengenai onset usia psoriasis mengalami banyak kesulitan dalam
hal keakuratan data karena biasanya ditentukan berdasarkan ingatan pasien tentang onset
terjadinya dan rekam medis yang dibuat dokter saat kunjungan awal. Beberapa penelitian berskala
besar telah menunjukkan bahwa usia rata-rata penderita psoriasis episode pertama yaitu berkisar
sekitar 15-20 tahun, dengan usia tertinggi kedua pada 55-60 tahun. Sementara penelitian lainnya
misalnya studi prevalensi psoriasis di Spanyol, Inggris dan Norwegia menunjukkan bahwa
orang tuanya tidak menderita psoriasis risiko mendapatkan psoriasis 12%, sedangkan jika salah
Psoriasis memproduksi beberapa faktor yang berefek pada limfosit T sehingga melepas
sitokin yang memiliki efek modulasi pada keratinosit epidermal sehingga terjadi proliferasi dan
diferensiasi. Bila orangtua tidak menderita psoriasis, risiko mendapat psoriasis 12%, sedangkan
jika salah satu orangtua menderita psoriasis risikonya mencapai 34-39%. Hal lain yang menyokong
penggolongan ini adalah bahwa psoriasis berkaitan dengan HLA. Psoriasis tipe I dengan awitan
4
dini bersifat familial dan berhubungan dengan HLA- B13, B17, Bw57 dan Cw6 sedangkan
psoriasis tipe II dengan awitan lambat bersifat nonfamilial dan berhubungan dengan HLA-B27
dan Cw2.
Faktor imunologik juga berperan, defek genetik pada psoriasis dapat diekspresikan pada
salah satu dari 3 sel, yakni limfosit T, antigen precenting cell (sel Langerhans), atau keratinosit.
Ketiga faktor tersebut meningkatkan proliferasi epidermis, sehingga pembentukan epidermis (turn
over time) lebih cepat, hanya 3-4 hari, sedangkan pada kulit normal lamanya 27 hari.
Berbagai faktor pencetus juga terdapat pada psoriasis, diantaranya adalah faktor genetik,
obesitas, konsumsi alkohol, merokok, stress psikis, infeksi, trauma, endokrin, gangguan metabolik,
obat (glukokortikoid sistemik, lithium, obat anti malaria, interferon, dan beta adrenergik blocker).
Stres psikis juga merupakan faktor pencetus utama, dan faktor endokrin rupanya memiliki peranan
II.1.4 PATOGENESIS8
Penyakit ini tampak sebagai plak tebal eritromatosa dan papula- papula yang tertutup oleh
sisik putih seperti perak. Plak ini biasanya terdapat di daerah lutut, siku dan kulit kepala. Kuku
sering tampak tebal dan kekuning-kuningan, timbul lekukan multipel dan terpisah dari jaringan
dasar kuku. Psoriasis memiliki penyebab yang multifaktorial, antara lain:adanya faktorgenetik,
faktor lingkungan dangangguan sistem imun. Beberapa penelitian menemukan adanya peran
2PSORS 2terdapat gen ZNF750 berfungsi dalam proses diferensiasi keratinosit. Lokus lain yang
dinyatakan juga terlibat adalah PSORS4 (1q21.3), PSORS5 (3q21), PSORS8 (16q12-q13), dan
5
imun.Mekanisme sistem imun pada psoriasis melibatkan interaksi yang kompleks antar sel imun
dan sitokin-sitokin proinflamasi. Sel limfosit T merupakan sel utama yang berperan dalam
patogenesis psoriasis. Sel imun lain yang juga berperan dalam patogenesis psoriasis adalah sel
dendritik, sel natural killer(NK), sel mast, neutrophil, makrofag dan sel keratinosit.Sel dendritik
yang matur akan menghasilkan berbagai macam sitokin yang memicu diferensiasi dan ekspansisel
Th1 (IL2), Th17 (IL-6, TGF-β1 dan IL23) dan Th22 (TNF-α dan IL-6). Sel-selimun berkomunikasi
melalui sitokin-sitokin yang dihasilkan akibat stimulasi dari bakteri, bahan kimia, sinar ultraviolet
dan faktor iritatif yang lain.Psoriasis mengekspresikan berbagai macam sitokin proinflamasi
seperti interleukin (IL), tumor necrosis factor (TNF), dan interferon-γ (IFN-γ).24, Tumor necrosis
factor-αberfungsi untuk meningkatkan pelepasan sitokin oleh limfosit oleh sel makrofag,
meningkatkan ekspresi molekul adesi yang menarik sel neutrophil dan makrofag ke lesi melalui
aktivasi endotel vascular, menginduksi proliferasi sel keratinosit dan neovaskularisasi sel endotel
yang menstimulasi proses inflamasi. Interferon-γ dihasilkan oleh sel Th1, meningkatkan migrasi
sel radang dan meregulasi berbagai macam sitokin proinflmasi lain seperti IL-1, IL-6, IL- 8, IL-
12, IL-15, TNF, interferon-inducible protein-10dan iNOS. Interferon-γ sangat penting terutama
pada fase awal psoriasis dan memiliki fungsi menghambat apoptosis sehingga dapat meningkatkan
proliferasi keratinosit. Sel Th17 berdiferensiasi dari sel T CD4+ akibat stimulasi dari IL-1, IL-6
dan transforming growth factor –β(TGF-β) dan proliferasinya diatur oleh IL-23 yang dihasilkan
oleh sel keratinosit, makrofag dan sel dendritik yang teraktivasi Sel Th 17 memproduksi IL-17 dan
IL-22 yang merupakan sitokin proinflamasi poten untuk mempertahankan proses 13 inflamasi.
Interleukin-17 akan mengaktivasi sel keratinosit untuk menghasilkan IL-8 sebagai kemoatraktan
dari sel neutrophil. Sel keratinosit menghasilkan sitokin inflamasi seperti IL-1β, IL-6 dan TNF-α
yang akan meningkatkan aktivitas sel dendritik dan memperluas inflamasi lokal.
6
II.1.5 GAMBARAN KLINIS PSORIASIS8
keadaan umum, kecuali bila stadium penyakitnya sudah sampai pada eritroderma. Ada penderita
yang mengeluh rasa gatal, kaku, atau merasa sakit bila bergerak. Gambaran klasik berupa plak
eritematosa diliputi skuama putih disertai titik-titik perdarahan bila skuama dilepas, berukuran dari
seujung jarum sampai dengan plakat menutupi sebagian besar area tubuh, umumnya simetris.
Gejala pertama psoriasis berupa makula dan papula eritem yang timbul tiba-tiba. Selanjutnya,
papula membesar secara sentrifugal, sampai sebesar lentikuler dan numuler. Beberapa makula ini
dapat bergabung membentuk lesi-lesi yang lebar hingga sebesar daun gyrata. Lesi ini menunjukkan
gambaran beraneka ragam, dapat berupa arsiner, sirsiner, polisiklis, atau geografis.9 Penyakit ini
dapat menyerang kulit, kuku, mukosa, dan sendi tetapi tidak mengganggu rambut. Penampilan
berupa infiltrat eritematosa, eritema yang muncul bervariasi dari yang sangat cerah (“hot”
psoriasis) biasanya diiukti gatal sampai merah pucat (“cold” psoriasis). Fenomena koebner adalah
peristiwa munculnya lesi psoriasis setelah terjadi trauma maupun mikrotrauma pada kulit pasien
psoriasis. Bagian tubuh yang sering terkena gesekan atau tekanan, seperti siku, lutut, dan
punggung. Pada bagian tersebut dapat timbul reaksi isomorfik. Bagian tubuh lain adalah daerah
yang berambut. Pada kulit kepala tanda eritema tidak jelas tetapi skuamanya cukup tebal, sehingga
sering dikelirukan dengan dermatitis seboroik. Pada kuku jari tangan dan kaki berupa lubang kecil
disebut juga pits. Fenotipe psoriasis dapat berubah-ubah, spektrum penyakit pada pasien yang
sama dapat menetap atau berubah dari asimtomatik sampai dengan generalisata (eritroderma).
Stadium akut sering dijumpai pada orang muda, tetapi dalam waktu tidak terlalu lama dapat
berjalan kronik residif. Keparahan memiliki gambaran klinik dan proses evolusi yang beragam,
7
sehingga tidak ada kesesuaian klasifikasi variasi klinis.3 Berdasarkan ukuran dan morfologi lesi,
1. Psoriasis Plakat Psoriasis tipe plak, juga dikenal sebagai psoriasis vulgaris, mewakili
varian psoriasis yang paling umum dan terdiri lebih dari 90% kasus. Lesi primer adalah
plak eritematosa dengan ketebalan bervariasi berukuran kurang dari 1cm atau papul
yang melebar ke arah pinggir dan bergabung beberapa lesi menjadi satu, berdiameter 1
sampai beberapa sentimeter, yang ditutupi dengan sisik putih keperakan yang melekat
yang dikenal dengan Woronoff’s ring. Psoriasis tipe plak juga merupakan bentuk
psoriasis yang paling umum pada masa kanak-kanak dan remaja. Presentasi klinis dapat
8
2. Psoriasis Gutata
Psoriasis gutata biasanya muncul tiba-tiba setelah faringitis streptokokus. Hal ini
diketahui memiliki prognosis yang lebih baik daripada jenis psoriasis lain karena
psoriasis membaik secara spontan setelah 3-4 bulan, tetapi kebanyakan pasien
dengan lesi kecil yang tersebar, sobek-sobek, berbatas tegas, merah, dan bersisik.
Beberapa kasus dapat berkembang menjadi psoriasis plak. Varian ini terjadi pada
kurang dari 2% pasien yang berusia kurang dari 30 tahun. Bentuk spesifik yang
laringitis, atau tonsilitis sering mengawali munculnya psoriasis gutata pada pasien
dengan predisposisi genetik. Etiopatogenesis penyakit ini sebagian besar masih belum
diketahui tetapi penelitian menunjukkan bahwa itu disebabkan oleh interaksi beberapa
9
3. Psoriasis Pustulosa
Psoriasis pustulosa adalah bentuk psoriasis yang tidak biasa yang ditandai dengan
sekumpulan besar neutrofil di stratum korneum, yang secara klinis muncul sebagai
pustula steril. Pustula dapat terlokalisasi di dalam atau di tepi plak yang ada atau dapat
menyeluruh (jenis von Zumbusch ). Ini dianggap sebagai bentuk penyakit yang sulit
diobati karena proses inflamasinya yang kuat, dan terapi konvensional biasanya gagal.
Kasus psoriasis pustular yang parah mungkin sama seriusnya dengan psoriasis
eritroderma, di mana pasien rentan terhadap dehidrasi dan infeksi. Beberapa bentuk
terlokalisasi melibatkan telapak tangan dan telapak kaki dan bisa sangat melemahkan
4. Psoriasis Eritroderma
Psoriasis eritroderma merupakan salah satu varian psoriasis yang paling parah dan
mengancam jiwa. Bentuk ini mempengaruhi lebih dari 90% area permukaan tubuh
dan memperlihatkan lapisan stratum korneum yang besar dan koheren atau sisik-sisik
halus di atas warna merah kehitaman yang dominan yang mencerminkan tingkat
10
besar peradangan kulit. Ini juga merupakan salah satu bentuk psoriasis paling langka,
edema, deskuamasi superfisial, kerontokan rambut, atau distrofi kuku, dan dengan
jantung. Keadaan ini dapat dicetuskan antara lain oleh infeksi, tar, obat atau putus
5. Psoriasis Kuku
Keterlibatan kuku hampir dijumpai pada semua jenis psoriasis meliputi 40-50%
kasus, keteribatan kuku meningkat seiring durasi dan ekstensi penyakit. Kuku jari
tangan berpeluang lebih sering terkena dibandingkan dengan jari kaki. Lesi beragam,
terbanyak yaitu 65% kasus merupakan sumur- sumur dangkal (pits). Bentuk lainnya
atau oil spots, kuku yang terlepas dari dasarnya (onikolisis), hiperkeratosis subungual
11
merupakan penebalan kuku berupa sumur-sumur kuku yang dalam dapat membentuk
haemorhage.
12
6. Psoriasis Inversa
Psoriasis inversa ditandai dengan tiba-tiba muncul plak eritematosa yang melibatkan
lipatan kulit, termasuk daerah aksila, genital, perianal, intergluteal, dan inframammary.
Gambaran klinis utamanya adalah plak merah muda sampai merah dengan skala
eritematosa, situs predilaksi yang terkena dampak, perubahan kuku, dan riwayat familiar yang
Terdapat 2 tipe, yang pertama yaitu; eruptif, tipe berinflamasi dengan berbagai lesi kulit
yang kecil (gutata atau nummular) dan tendensi yang lebih besar terhadap resolusi spontan, secara
13
Gambar 7. Psoriasis vulgaris; lesi primer berbatas tegas, kemerahan atau papula merah muda-salmon berdinding
Kedua yaitu psoriasis stabil kronik (plak). Kebanyakan dari pasien dengan lesi indolen
kronik muncul dalam berbulan-bulan bahkan tahunan, dan berubah secara lambat.
Gambar 8 Tampak plak eritematous psoriasis dengan skuama tebal berlapis-lapis berwarna putih seperti mika.
Keadaan umum tidak dipengaruhi, kecuali pada psoriasis yang menjadi eritroderma.
Sebagian penderita mengeluh gatal ringan. Tempat predileksi pada scalp, perbatasan daerah
tersebut dengan muka, ekstremitas bagian ekstensor terutama siku serta lutut, dan daerah
14
Gambar 9 Tempat predileksi dari psoriasis.
Kelainan kulit terdiri atas bercak-bercak eritema yang meninggi dengan skuama di atasnya.
Eritema sirkumsrip dan merata tetapi pada stadium penyembuhan sering eritema yang di tengah
menghilang dan hanya terdapat di pinggir. Skuama berlapis-lapis, kasar dan berwarna putih seperti
mika, serta transparan. Besar kelainan bervariasi: lentikular, nummular atau plakat, dapat
berkonfluensi, jika seluruhnya atau sebagian besar lentikular disebut psoriasis gutata, biasanya
pada anak-anak dan dewasa muda dan terjadi setelah infeksi akut oleh Streptococcus.
Lesi primer pada pasien psoriasis dengan kulit yang cerah adalah merah, papul dan
berkembang menjadi kemerahan, plak yang berbatas tegas (Gambar 4 sampai dengan 5 ). Lokasi
plak pada umumnya terdapat pada siku, lutut, skalp, umbilikus, dan intergluteal.
15
Gambar 10 Pasien psoriasis dengan kulit cerah, lesi primer adalah plak merah dengan sisik putih perak.
Gambar 11 Plak kronis psoriasis, papul merah salmon dengan batas tegas (kiri).
Gambar 12 Plak kronis psoriasis yang menyebar, berwarna merah salmon berbatas tegas (kanan).
Pada pasien psoriasis dengan kulit gelap, distribusi hampir sama, namun papul dan plak
berwarna keunguan denan sisik abu-abu (Gambar 11 dan 12 ). Pada telapak tangan dan telapak
kaki, berbatas tegas dan mengandung pustule steril dan menebal pada waktu yang bersamaan
(Gambar 13). Trauma eksternal, meliputi goresan dan garukkan pada kulit menyebabkan plak
16
Gambar 13 Pasien dengan kulit gelap, plak dan papul berwarna keunguan dan sisik berwarna
abu-abu (kiri). Gambar Pasien Afrika-Amerika dengan plak keunguan yang tebal, dan sisik abu-
Pada psoriasis terdapat fenomena yang khas yaitu fenomena tetesan lilin dimana bila lesi
yang berbentuk skuama dikerok maka skuama akan berubah warna menjadi putih yang disebabkan
oleh karena perubahan indeks bias. Auspitz sign ialah bila skuama yang berlapis-lapis dikerok akan
timbul bintik-bintik pendarahan yang disebabkan papilomatosis yaitu papilla dermis yang
memanjang tetapi bila kerokan tersebut diteruskan maka akan tampak pendarahan yang merata.
Fenomena kobner ialah bila kulit penderita psoriasis terkena trauma misalnya garukan maka akan
muncul kelainan yang sama dengan kelainan psoriasis.Kedua yang disebut lebih dahulu dianggap
17
khas, sedangkan yang terakhir tak khas, hanya kira-kira 47% yang positif dan didapati pula pada
Fenomena tetesan lilin adalah skuama yang berubah warnanya menjadi putih pada goresan,
seperti lilin yang digores, disebabkan oleh berubahnya indeks bias. Cara menggores dapat dengan
pinggir gelas alas. Pada fenomena Auspitz tampak serum atau darah berbintik-bintik yang
disebabkan oleh papilomatosis. Cara mengerjakannya demikian: skuama yang berlapis-lapis itu
dikerok, misalnya dengan pinggir gelas alas. Setelah skuamanya habis, maka pengerokan harus
dilakukan perlahan-lahan, jika terlalu dalam tidak akan tampak perdarahan yang berbintik-bintik
melainkan perdarahan yang merata. Trauma pada kulit penderita psoriasis, misalnya garukan,
dapat menyebabkan kelainan yang sama dengan psoriasis dan disebut fenomen kobner yang timbul
Gambar 15 Auspitz sign. Sebelum dinding diangkat (A) dan sesudah dinding diangkat (B)
Psoriasis memberi gambaran histopatologik yang khas, yakni parakeratosis dan akantosis.
Pada stratum spinosum terdapat kelompok leukosit yang disebut pula abses Munro. Selain itu
18
Aktivitas mitosis sel epidermis tampak begitu tinggi, sehingga pematangan keratinisasi sel-
sel epidermis terlalu cepat dan stratum korneum tampak menebal. Di dalam sel-sel tanduk ini
masih ditemukan inti sel (parakeratosis). Di dalam stratum korneum dapat ditemukan kantong-
kantong kecil yang berisikan sel radang polimorfonuklear yang dikenal sebagai mikro abses
Munro. Pada puncak papil dermis didapati pelebaran pembuluh darah kecil yang disertai oleh
Tingkat mitosis dari keratinosit basal meningkat bila dibandingkan dengan kulit normal.
Hasil yang Nampak, terlihat penebalan epidermis (akantosis), dengan rete ridge memanjang;
dalam kombinasi dengan infiltrate radang dermis, berperan dalam ketebalan tesi,yang
menghasilkan tebal atau tipisnya plak psoriasis. Infiltrat radang kebanyakan terdiri atas sel
dendritik, makrofag, dan sel T di dalam dermis dan neutrofil dengan beberapa sel T di
epidermis.Warna kemerahan dari lesi merupakan pengaruh dari peningkatan jumlah kapiler
melengkung yang mencapai permukaan kulit melewati epitelium yang tipis. Terdapat pula
19
Pada tes serologi terlihat peningkatan titer antistreptolisin di psoriasis gutata akut dengan
infeksi streptococcus.Peningkatan psoriasis dapat dikaitkan dengan infeksi HIV.Serum asam urat
meningkat pada 50% pasien, biasanya berhubungan dengan perkembangan penyakit; terdapat
peningkatan resiko pada artritis gout.Tingkat asam urat menurun bila terapi efektif.Pada tes kultur
Psoriasis Area and Severity Index (PASI) merupakan pemeriksaan untuk menilai
derajat keparahan psoriasis vulgaris yang paling sering digunakan pada praktik klinis
maupun penelitian.
Penilaian PASI termasuk intensitas eritema, deskuamasi dan indurasi serta persentase luas
permukaan tubuh yang terlibat pada area kepala, batang tubuh, ekstremitas atas dan bawah.Skor
PASI berkisar antara 0 hingga 72 yang mengklasifikasikan psoriasis vulgaris menjadi ringan dan
sedang-berat dengan skor yang lebih tinggi menunjukan derajat keparahan penyakit yang lebih
berat.
20
II.1.8 DIAGNOSIS BANDING13
Karakteristik yang sudah ditentukan biasanya cukup untuk memungkinkan diagnosis yang
akan dibuat, tetapi tak diragukan mungkin timbul dalam kasus atipikal di lokasi tertentu dimana
psoriasis sulit untuk didiagnosis karena berdampingan dengan penyakit lain.
a. Tinea Corporis
Tinea korporis merupakan dermatofitosis pada kulit tubuh tidak berambut (glabrous
skin). Kebanyakan disebabkan oleh T.rubrum. Kelainan yang dilihat dalam klinik merupakan
lesi bulat atau lonjong berbatas tegas terdiri atas eritema, skuama, kadang-kadang vesikel dan
papul di tepi, serta daerah tengahnya biasanya lebih tenang. Terdapat lesi annular ‘ring worm’
atau serpiginous plaque dengan berbatas eritema aktif. Terdapat juga tinea corporis dengan
gambaran lesi polisiklik, dimana menunjukkan beberapa plak eritema polisiklik merah dengan
batas yang meninggi. Sedangkan ada juga bentuk psoriasiform, yang mirip dengan psoriasis.
Muncul terutama pada penderita yang mengalami imunosupresif.
Gambar 18.Tinea corporis. (A) Anular ‘ring worm’. (B) Polisiklik. (C) Psoriasiform.
b. Pitiriasis rubra pilaris
Gejala klinis yang muncul eritema dan skuama pada wajah dan kulit kepala umumnya
terlihat lebih dahulu. Kemudian terjadi penebebalan di telapak tangan dan kaki. Papul folikular
keratotik dikelilingi oleh eritema umumnya terdapat dibagian dorsum jari tangan, siku, dan
pergelangan tangan. Kelainan tersebut menyerang kebagian lain termasuk badan. Kelainan
kuliot berbatas tegas seling terlihat pulau-pulau kulit normal.Eritema dan skuama meluas ke
seluruh permukaan kulit. Hyperkeratosis, parakeratosis disekeliling folikel, akantosis yang
tidak teratur lapisan basal mengalami degenerasi mencair.
21
Gambar 19 Pitiriasis rubra pilaris generalisata (A) merah-oranye, scaling dermatitis, pulau-
pulau kulit normal lebih terlihat pada gambar (B).
c. Dermatitis numularis
Gambaran klinis yang khas berupa lesi berbentuk mata uang (coin) atau agak lonjong
berbatas tegas dengan efloresensi berupa papulovesikel. Biasanya mudah pecah sehingga
basah (oozing).Pada penyakit ini biasanya penderita mengeluh sangat gatal pada lesi. Lesi akut
berupa vesikel dan papulovesikel (0,3-1,0cm) kemudian membesar dengan cara berkonfluensi
atau meluas ke samping, membentuk satu lesi karakteristik seperti uang logam, eritematosa,
sedikit edematosa, dan berbatas tegas. Lambat laun vesikel pecah terjadi eksudasi, kemudian
mongering menjadi krusta kekuningan. Ukuran garis tengah lesi dapat mencapai 5 cm.
Penyembuhan lesi dimulai dari tengah sehingga terkesan menyerupai dermatomikosis. Lesi
lama berupa likenifikasi dan skuama.
Dermatitis numularis cenderung hilang timbul, adapula yang terus menerus, kecuali
dalam periode pengobatan.Bila terjadi kambuhan umumnya timbul pada tempat semula. Lesi
dapat pula terjadi pada tempat yang mengalami trauma (fenomena Kobner).
22
Gambar 21 Dermatitis numularis dengan plak berkrusta.
d. Dermatitis seboroik
Gambaran klinis yang khas pada dermatitis seboroik ialah skuama yang berminyak dan
kekuningan atau macula kering berwarna putih, papula dengan ukuran yang bervariasi (5-
20mm) dan berlokasi di tempat-tempat yang seboroik. Psoriasis berbeda dengan dermatitis
seboroik karena terdapat skuama yang berlapis-lapis berwarna putih seperti mika disertai tanda
tetesan lilin dan Auspitz.Tempat predileksinya juga berbeda. Dermatitis seboroik biasanya
pada alis, sudut nasolabial, telinga, daerah sternum dan fleksor. Sedangkan psoriasis banyak
terdapat pada daerah-daerah ekstensor, yaitu siku, lutut dan scalp.
23
II.1.9 TATALAKSANA12
Walaupun masing – masing cara pengobatan bisa bermanfaat pada beberapa pasien, tetapi
semuanya disertai kompromi terhadap keamanan, efektivitas, atau kenyamanan. Banyak pasien
memerlukan obat – obatan yang berbeda untuk tempat – tempat yang berbeda dan pada saat – saat
yang berbeda. Obat – obat yang banyak digunakan untuk mengobati lesi kulit pada psoriasis adalah
A. Terapi topikal Banyak obat – obatan bisa digunakan cara topikal untuk menimbulkan
remisi atau perbaikan. Sebagaian besar aman, tetapi membuat pasien menjadi bosan untuk
menggunakannya, karena obat – obatan ini harus terus dipakai berbulan – bulan, bahkan tidak
a. Emolion Beberapa pasien sudah siap untuk mentolerir keberadaan plak – plak (terutama
pada tempat – tempat yang tertutup ), bila pembentukan skuama dapat dikendalikan. Emolien yang
berupa parafin baik putih maupun kuning atau lanolin dapat dipakai untuk mengendalikan
pembentukan skuama.
b. Asam salisilat Asam salisilat merupakan bahan ‘keratolitik’ dan bisa mengurangi
pembentukan skuama. Bahan ini dapatdigunakan dalam bentuk campuran dengan ter, dan juga
dalam kombinasi streoid topikal yang tersedia dalam bentuk preparat – preparat komersial.
c. Ter Ter sudah dipergunakan selama bertahun – tahun, terutama dalam kombinasi dengan
radiasi UV. Bentuk preparat yang paling efektif adalah ektrak dari ter batubara kasar. Walaupun
banyak usaha sudah dilakukan untuk memurnikan ter agar dapat lebih diterima secara kosmetis,
tetapi bentuk yang paling efekif masih tetap yang berwarna hitam, paling berbau menyengat, dan
tampak paling kotor. Oleh karena itu, tidak banyak pasien yang memakai ter untuk pemakaian
24
rutin yang luas. Akan tetapi, ter yang dicampurkan dengan minyak untuk mandi atau dalam
d. Steroid topikal Streoid topikal tidak dapat penyembuhkan psoriasis secara tuntas, tetapi
menggunakan steroid topikaluntuk psoriasis, karena adanya resiko yang mungkin terjadi ( dapat
menyebabkan timbulnya ‘brittle’ psoriasis). Akan tetapi, apabila digunakan untuk penyakit yang
dalam keadaan stabil, dan pada kulit kepala daerah fleksor, obat – obatan ini dapat bermanfaat.
e. Ditranol (antralin) Ditranol dapat menubah plak-plak psoriasis menjadi tampak seperti
kulit normal. Cara kerjanya belum diketahui. ‘Regimen Ingram-satu kombinasi dari ditranol, ter,
dan radiasi UV-telah digunakan selama bertahun – tahun : sebagian besar pasien dapat menjadi
bersih dari plak psoriasis dalam waktu sekitar 3 minggu dengan penobatan setiap hari. Seharusnya,
ditranol dibiarkan berada dikulit selama 24 jam, tetapi pengobatan dengan ‘kontak singkat’ sudah
cukup untuk memberikan hasil yang sama. Ditranol tampaknya bekerja paling baik dalam bentuk
pasta lassar (tepung, zink, oksida, dan asam salisilat dalam parafin lunak putih), tetapi juga tersedia
dalam bentuk krim ataupun salep. Mulailah dengan konsntrasi yang rendah (0,1%) dan naikkan
bila perlu.Komplikasi yang utama adalah terjadinya perubahan warna kulit (akibat oksidasi dari
cat) dan kulit menajdi terbakar. Perubahan warna kulit biasanya bersifat sementara, tetapi mungkin
tertinggal bekas – bekas permanen pada tempat mandi, tempat tidur, dan pakaian. Rasa seperti
terbakar akibat ditranol bisa menjadi sangat tidak menyenangkan, terutama bila terdapat di sekitar
mata, pasien harus diajari untuk memkai ditranol dengan hati – hati.
f. Analog – analog Vitamin D dan Vitamin A Kalsipotriol dan takalsitol yang merupakan
analog vitamin D dapat bekerja dengan baik, dengan cepat memperoleh posisi sebagai bagian dari
penggunaan rutin. Analog vitamin A lebih disenangi oleh sebagian ahli, akan tetapi umumnya
25
kurang efektif. Terdapat sejumlah kecil efek samping lokal akibat kedua kelompok analog
(walaupun analog vitamin D bisa membakar wajah dan daerah fleksor), tetapi kadar kalsium dapat
terganggu bila analog vitamin D dipakai dalam jumlah yang besar, sedangkan kepda pasien yang
memakai analog vitamin A hendaknya dianjurkan untuk tidak hamil, karna adanya efek
teratogenik.
B. Radiasi Ultraviolet Penggunaan terapi dengan sinar UV telah dikenal baik, sedangkan
panjang gelombang yang paling efektif adalah dalam kisaran medium (UVB). UVB harus
digunakan dengan hati – hati karena juga bisa membuat kulit menjadi terbakar. Dosis yang
diperlukan pasien adalah yang hanya menimbulkan eritema pada pasien tanpa menjadi terbakar.
Secara bertahap dosis kemudian dinaikkan. Penyinaran biasanya dilakukan dua kali seminggu,
sampai kulit menjadi bersih. Penambahan ter biasanya membuat UVB lebih efektif. UVB secara
teoritis bersifat karsinogenik (sebagaimana juga ter), dan yang mengejutkan adalah bahwa pada
dengan DNA jika ada radiasi UV. Yang paling bayak digunakan adalah 8-metoksipso-ralen, yang
biasanya diminum 2 jam sebelum dilakukan dengan sinar UV gelombang panjang (UVA), yang
pada awalnya dilakukan 2 kali seminggu. Kacamata pelindung dipakai untuk mencegah terjadinya
kerusakan pada mata. Untuk mengurangi resiko ini, sekaralng beberapa klinik merendam kulit
pasien kedalam larutan psoralen. Terdapat resiko jangka panjang yang signifikan berupa terjadinya
b. Obat – obatan sisitokoksik Sisitokoksik yang paling efektif dan digunakan secara luas
adalah metotreksat, yang merupakan antagonis dari asam folat. Sebagian besar psoriasis berhasil
diobati dengan dosis 7,5-20 mg sekali seminggu. Obat – obat yang lain mencangkup azatioprin
26
dan hidroksikarbamid atau hidroksiurea. Semua obat – obat sitotoksik mempunyai efek samping
yang tidak diharapkan, terutama supresi pada sumsum tulang. Hal ini jarang terjadi pada
penggunaan metotreksat, tetapi mungkin timbul dalam reaksi idiosinkrasi yang tidak ada
hubungannya dengan besarnya dosis. Masalah utama pada penggunaan metotreksat adalah adanya
efek hepatotoksisk, terutama terjadinya fibrosis pada penggunaan yang lama. Alkohol tampaknya
dapat mengeksaserbasi terjadinya kecenderungan tersebut. Pada pasien – pasien muda perlu
dilakukan tindakan biopsi hati secara reguler. Metotreksat juga menghambat spermatogenesis dan
bersifat teratogenik. Karenanya, obat ini hanya diguanakan pada pasien kelainan yang berat.
c. Retinoid Derivat – derivad vitamin A dapat dipakai pada pasien psoriasis yang paling
sering dugunakan adalah asitretin. Retinoid menyebabkan terjadinya berbagai efek samping sperti
bibir kering, perdarahan hidung, rambut rontok, hiperlipidemia, abnormalitas tes fungsi hati, dan
efek teratogenik.
d. Steroid Sistemik Pada psoriasis yang sangat berat, steroid kandang – kadang perlu
e. Siklosporin Obat imunosupresif ini bekerja dengan sangat baik, bahkan pada psoriasis
yang sangat berat. Obat ini bersifat nefrotoksik dan harganya mahal
II.1.10 PROGNOSIS16
Prognosis baik jika mendapat terapi yang efektif namun angka kekambuhan dan perbaikan
spontan tidak dapat diduga sebelumnya.Jarang dilaporkan kematian pada kasus ini. Meskipun
27
BAB III
KESIMPULAN
Psoriasis ialah penyakit yang penyebabnya autoimun, bersifat kronik dan residif, ditandai
dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan skuama yang kasar, berlapis-lapis dan
transparan. Faktor predisposisi yang dapat menimbulkan psoriasis adalah faktor herediter, faktor
psikis, infeksi fokal, penyakit metabolik, gangguan pencernaan, dan faktor cuaca. Psoriasis dapat
digolongkan berdasarkan bentuk kliniknya menjadi psoriasis vulgaris, psoriasis gutata, psoriasis
inversa, psoriasis eksudativa, psoriasis seboroik, psoriasis pustulosa, dan eritroderma psoriatik.
Pada pemeriksaan dapat ditemukan disertai fenomena tetesan lilin, Auspitz, dan Kobner.
Pemeriksaan meliputi pemeriksaan bidang dermatopatologi, serologi dan kultur. Pemberian terapi
dapat berupa topikal, oral, maupun fototerapi. Meskipun psoriasis tidak menyebabkan kematian,
28
DAFTAR PUSTAKA
1. Souza, C. S., de Castro, C. C. S., Carneiro, F. R. O., Pinto, J. M. N., Fabricio, L. H. Z., Azulay‐Abulafia,
L., Romiti, R., Cestari, T. F., Suzuki, C. E., & Biegun, P. M. (2019). Metabolic syndrome and psoriatic
arthritis among patients with psoriasis vulgaris: Quality of life and prevalence. The Journal of
Dermatology, 46(1), 3–10. https://doi.org/10.1111/1346- 8138.14706
2. Souza CS, de Castro CCS, Carneiro FRO, Pinto JMN, Fabricio LHZ, AzulayAbulafia L, et al. Metabolic
syndrome and psoriatic arthritis among patients with psoriasis vulgaris: Quality of life and prevalence.
J Dermatol. 2019; 46(1): 3–10. https://doi.org/10.1111/1346- 8138.14706
3. Parisi R, Symmons DPM, Griffiths CEM, Ashcroft DM. Global epidemiology of psoriasis: A systematic
review of incidence and prevalence. J Invest Dermatol. 2013; 133(2): 377–85.
4. Puig L, Dossenbach M, Berggren L, Ljungberg A, Zachariae C. Absolute and relative psoriasis area and
severity index (PASI) for comparison of the efficacy of ixekizumab to etanercept and placebo in patients
with moderateto-severe plaque psoriasis: An integrated analysis of UNCOVER-2 and UNCOVER-3
outcomes. Acta Derm Venereol. 2019; 99(11): 971–7.
5. Hugh J, Weinberg J. Update on the pathophysiology of psoriasis. Cut. 2018; 42(3): 6–12. Brandon A,
Mufti A, Sibbald G. Diagnosis and management of cutaneous psoriasis: A review. Woundcare J. 2019;
32(2): 58–69. 10.1097/01.ASW.0000550592.08674.4 3
6. Sigit Prakoeswa CR, Hidayati AN, Hendaria MP, Listiawan MY, Utomo B, Damayanti D, et al. The
profile of psoriasis vulgaris patients: A descriptive study. Berk Ilmu Kesehat Kulit dan Kelamin. 2021;
33(3): 173– 81. https://doi.org/10.20473/bikk.V33.3.20 21.173-181
7. Siregar, R.S. 1996. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Jakarta: EGC.
8. Sunaryanto, Andik. 2009. Laporan Kasus Psoriasis Vulgaris. RSU Singaraja Denpasar:
Lab/SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
9. Geng A., McBean J., Zeikus P.S., et al. Psoriasis. Dalam Kelly A.P., Taylor S.C., Editors.
Dermatology for skin of color. New York:Mc Graw Hill;2009.h.139-146.
10. Menaldi S, Bramono K, Indriatmi W. Ilmu Penyakit Kulit dan kelamin. 1st ed. Depok:
Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia; 2016.
11. Fitzpatrick T, Goldsmith L. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine. 7th ed.
McGraw Hill; 2013.
12. Handa S, Mahajan R. Pathophysiology of psoriasis. Indian Journal of Dermatology,
Venereology, and Leprology. 2013;79(7):1.
13. WHO. Global Report on Psoriasis. Switzerland: WHO; 2016.
29
14. Hsu S. Consensus Guidelines for the Management of Plaque Psoriasis. Archives of
Dermatology. 2012;148(1):95.
15. Kim W, Jerome D, Yeung J. Diagnosis and Management of Psoriasis. Can Fam Physician.
2017;63:278-285.
16. Coimbra S, Oliveira H, Figueiredo A, Rocha-Pereira P, Santos-Silv A. Psoriasis:
Epidemiology, Clinical and Histological Features, Triggering Factors, Assessment of Severity
and Psychosocial Aspects. Psoriasis - A Systemic Disease. 2012;.
30