Anda di halaman 1dari 10

ISBN: 978-979-98438-8-3

BISNIS INTERNASIONAL BAGI PENGUSAHA DI KAMPUNG BATIK LAWEYAN


Siti Rahayu Binarsih, Endang Siti Rahayu, Slamet Riyadi Bisri, Muladi Wibowo*
Program Pascasarjana UNIBA Surakarta, Surakarta, 57147 Indonesia
*

E-mail: muladiwib@yahoo.com

ABSTRACT
Batik adalah warisan budaya nasional yang sudah dikenal di manca Negara. Selain
sebagai hasil budaya kreatif yang merupakan kebanggaan nasional Indonesia , sudah
selayaknya batik juga harus dapat menjadi komoditas unggulan yang dapat dipasarkan
secara internasional global. Penelitian ini merupakan ihtiar untuk melakukan eksplorasi
dan deskripsi tentang pelaksanaan bisnis batik di salah satu kawasan konsentrasi industri
kerajinan kreatif batik di kota Surakarta yaitu di Kampung Batik Surakarta. Selain itu juga
akan dikaji secara lebih spesifik kausalitas antara faktor-faktor pelaksanaan bisnis
internasional yang dilakukan oleh para pengusaha batik Laweyan terhadap keberhasilan
usaha mereka. Pendekatan yang ditempuh dalam penelitian ini adalah kombinasi antara
eksploratori, deskriptif dan kausal dengan mempergunakan metode kualitatif maupun
kuantitatif serta merujuk pada berbagai pustaka terdahulu yang relevan. Hasil penelitian
pendahuluan meliputi : 1). Pengembangan pemasaran kampoeng batik Laweyan telah
mensinergikan beragam stakeholder di tingkat local, regional dan nasional, 2). Kampoeng
Batik Laweyan memiliki potensi pasar internasional, namun belum dikelola dengan baik 3).
Terdapat kesenjangan potensi pengusaha batik dari beragam kharakteristik pengusaha
batik Kampoeng Batik Laweyan, khususnya dalam aspek kapasitas, kuantitas dan kualitas
ekspor produk. 4). Belum optimalnya minat pengusaha batik untui mengembangkan SNI,
ISO dan Batik Mark sebagai sarat peningkatan mutu produk ekspor batik
Kata kunci : batik, internasional, global, bisnis, kooperasi.

.
PENDAHULUAN
Batik sudah diakui masyarakat internasional sebagai warisan budaya Indonesia (UNESCO
2011) . Selain sebagai karya kreatif yang sudah berkembang sejak jaman dahulu serta sebagai hasil
seni budaya maka kerajinan dan industry batik merupakan sumber kehidupan perekonomian
masyarakat yang di berbagai kota maupun konsentrasi industri seperti halnya di Surakarta,
Yogyakarta, Pekalongan, Tasikmalaya dan sebagainya, yang masing-masing memiliki corak
sendiri-sendiri. Dengan berjalannya waktu serta meningkatnya apresiasi hglobal terhadap batik
Indonesia maka berkembang juga berbagai inovasi maupun perluasan kawasan industri kerajinan
ini, bahkan hampir semua daerah di Indonesia mengaku memiliki batik ciri khas daerah masingmasing seperti : batik Aceh, batik Jambi dan sebagainya.
Kota Surakarta sebagai pusat kebudayaan Jawa memiliki dua kawasan kerajinan batik yaitu
kawasan Kauman dan kawasan Laweyan. Bila kawasan Kauman merupakan bagian dari pusat kota
Surakarta maka kawasan Laweyan atau dikenal dengan sebutan Kampung Batik Laweyan. Laweyan
merupakan suatu kawasan unik, spesifik dan bersejarah. Sebagai bagian dari kerajaan Pajang
semasa pemerintahan Sultan Hadiwijaya (Jaka Tingkir), Laweyan sudah dikenal sebagai kawasan
pusat perdagangan/industri tenun dan batik. Di Kampung Batik Laweyan terdapat konsentrasi
sejumlah besar industri perajin batik yang menjadi tujuan pengunjung baik dari dalam maupun luar
negeri sejak lama yang terletak relatif agak di pinggingiran kota Surakarta dan justru dekat dengan
lokasi kerajaan Pajang di masa lalu..
Kampoeng Batik Laweyan sebagai kawasan pusat industri batik dan heritage
mengembangkan kawasan dengan mekanisme sesuai visi dan misi melalui program jangka pendek,
101

Prosiding Seminar Nasional 2013


Menuju Masyarakat Madani dan Lestari

program jangka menengah dan program jangka panjang serta bekerjasama dengan instansi/lembaga
lain yang terkait.
Jumlah unit usaha batik sebelum dan sesudah adanya Kampoeng Batik Laweyan mengalami
lonjakan jumlah yang signifikan. Pada awal berdirinya Kampoeng batik Laweyan jumlah unit
usaha batik di Laweyan sebanyak 22 unit. Setelah adanya Kampoeng batik, mendorong pengusaha
pengusaha yang lama tidak aktif untuk bangkit kembali. Sehingga pada akhir tahun 2011 jumlah
unit usaha di Laweyan berjumlah 51 unit. Sehingga dibanding tahun 2004, jumlah pengusaha batik
mengalami peningkatan sebesar kurang lebih 230 %.
Setelah dicanangkannya Laweyan sebagai Kampoeng Batik, jumlah pengunjung semakin
meningkat. Biasanya kunjungan dalam bentuk perorangan, kelompok kecil (5 -10 orang) atau
kelomok besar yang terdiri lebih dari 30 orang. Dibanding tahun 2004, maka jumlah pengunjung
ditahun 2011 naik sebesar kurang lebih 1500 % atau naik 15 kalinya. Pengunjung biasanya
mempunyai keperluan untuk perdagangan, wisata dan penelitian.
Penghasilan masyarakat Laweyan khususnya pengusaha batik di Kampoeng Batik Laweyan
mengalami pertumbuhan yang positif. Kondisi ini bisa dilihat dari hasil survey dengan mengambil 5
unit sampel perusahaan batik dengan klasifikasi besar, sedang dan kecil. Rata-rata pendapatan
mereka perbulan mengalami kenaikan sebesar 32,55 %.
Perkembangan ini menujukan bahwa, pengakuan UNESCO terhadap Batik dan
berkembangnya Kampung Batik Laweyan melalui FKBL memberikan gambaran umum bahwa
potensi batik dimasa yang akan datang masih sangat luas, belum lagi jika mempertimbangkan aspek
pengembangan industri kreatif di Indonesia.
Sampai sejauh mana keberhasilan industri kerajinan batik di Laweyan perlu diteliti lebih
mendalam agar batik yang telah dijadikan warisan budaya Indonesia tetap lestari (sustainable)
termasuk sebagai usaha ekonomi yang membawa pada kesejahteraan ekonomi bagi para pemangku
kepentingannya. Manfaat non ekonomi apa yang bisa dikembangkan misalnya dari pengembangan
kawasan Laweyan (bukan hanya kampungnya saja), manfaat pendidikannya, pengembangan diklat,
pengembangan pendidikan tinggi (D3/S1) dll. Disisi lain UNIBA berada di Kecamatan Laweyan
dan Kampung Batik Laweyan di wilayah Kecamatan sama, sehingga melalui kajian ini diharapkan
pula muncul sinergi kawasan laweyan atau bahkan tingkat Kota Surakarta yang berfungsi
mengembangkan batik sebagai warisan budaya, bernilai ekonomi tinggi, kualitas ekspor dan
mampu meningkatkan daya saing melalui pengembangan mutu dan relevansi pendidikan, khusus
melalui pendidikan perbatikan.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dimaksudkan untuk mendalami sampai sejauh mana peran ekonomi perbatikan
di kawasan Kampung Batik Laweyan dalam meningkatkan kesejahteraan para pemangku
kepentingan melalui keberhasilan bisnis, Mengembangkan. Model pamasaran internasional
perbatikan, peningkatan mutu dan relevansi pendidikan di lingkungan Universitas Islam Batik
(UNIBA).
Rancangan penelitian ini adalah kombinasi antara pendekatan eksploratif deskriptif
kuantitatif, deskriptip kualitatif, dll Metode pengumpulan data meliputi metode kuesioner (angket)
dan dokumentasi, Focus Group Discussion (FGD), wawancara mendalam, dll Metode Analisis data
meliputi; metode analisis deskriptif persentase dan regresi linier berganda, Analysis Hierarchy
Process (AHP), dan analisis Model Supply Chain Management.
Lokasi penelitian di Kampung Batik Laweyan, Kecamatan Laweyan Kota Surakarta. Dengan
mitra utama penelitian adalah pengusaha batik yang tergabung dalam Forum Pengembangan
Kampung Batik Laweyan (FPKBL) Surakarta.

102

ISBN: 978-979-98438-8-3

HASIL DAN PEMBAHASAN


Sejarah Kampoeng Batik Laweyan
Kampung Batik Laweyan adalah sentra perkampungan pengusaha Batik di Solo yang
memiliki daya tarik yang sangat besar. Daya tarik itu meliputi kondisi Sosial Ekonomi, Kondisi
Peninggalan Budaya dan kondisi industri batiknya.
Laweyan terletak pada wilayah barat selatan kota Surakarta saat ini, dalam berbagai literature
sejarah dan cerita para masyarakat setempat usia Kampung Laweyan sudah ada sejak sebelum
terbentuknya kota Surakarta. Dimulai dengan adanya kerajaan Pajang, Kampung Laweyan menjadi
pusat kekuasaan, hal ini dapat terlihat dari adanya indikasi peninggalan sejarah seperti Masjid
Agung laweyan dan Makam Ki Ageng Henis di Kampung Laweyan. Karena adanya perpecahan
dalam keraton pajang akibat adanya intervensi dengan penjajah belanda, maka Kerajaan Pajang
Pecah menjadi dua yakni yang pro belanda bergeser ke Mangkunegaran dan yang anti penjajah
pergi ke Yogyakarta dengan gelar Pakubuwono sedangkan yang ke timur dengan gelar
Mangkunegoro.
Berdasarkan sejarah yang di tulis oleh R.T. Mulyodipuro menyatakan bahwa desa laweyan
(kini kampoeng laweyan) sudah ada sebelum munculnya kerajaan Pajang. Sejarah Laweyan berulah
berari setelah kyai Ageng Hanis bermukim di desa laweyan (Sekarang Kampung Lor Pasar Mati)
dan membelakangi jalan yang menghubungkan antara Mantaok dengan desa Sala (sekarang jalan
Dr. Rajiman). Kyai Ageng Henis adalah putra dari Kyai Ageng Sela yang merupakan keturunan raja
Brawijaya V. Kyai Ageng Henis atau Kyai Ageng Laweyan adalah juga Manggala pinatuwaning
nagar Kerajaan Pajang semasa Jaka Tingkir menjadi Adipati Pajang pada tahun 1546 M.
Setelah Kyai Ageng Hanis meninggal dan di makamkan da pasarean Laweyan ( tempat tetirah
Sunan Kalijaga sewaktu berkunjung di desa Laweayan), rumah tempat tinggal Kyai Ageng Henis di
tempati oleh cucunya yang bernama Bagus Danang atau Mas Ngabehi Sutowijaya. Sewaktu Pajang
di bawah pemerintahan Sultan Hadiwijaya ( Jaka Tingkir) pada tahun 1568 M Sutowijoyo lebih
dikenal dengan sebutan Raden Ngabehi Loring Pasar (Pasar Laweyan). Kemudian Sutowijaya
pndah ke mataram (Kota Gede) dan menjadi Raja pertama Dinasti Mataram Islam dengan sebutan
Panembahan Senopati yang kemudian menurunkan raja-raja Mataram. Masih menurut
RT.Mlayodipuro Pasar Laweyan dulunya merupakan Pasar Lawe ( bahan baku tenun) yang sangat
ramai. Bahan baku kapas pada saat iti banyak di hasilkan dari desa Pedan, Juwiring, dan Gawok
yang masih termasuk daerah Kerajaan Pajang. (Sumber : FPKBL).
Adapun Lokasi Pasar Laweyan terdapat di desa Laweyan (sekarang terletak di antara
kampong Lor Pasar Mati dan Kidul Pasar Mati serta di sebelah timur kampong Setono). Di selatan
Pasar Laweyan di tepi sungai Kabanaran terdapat sebuah Bandar besar yaitu Bandar Kabanaran.
Melalui Bandar dan sungai Kabanaran tersebut pasar Laweyan terhubung ke Bandar besar Nusupan
di tepi Sungai Bengawan Solo.
Pada jaman sebelum kemerdekaan kampong Laweyan pernah memegang peranan penting
dalam kehidupan politik terutama pada massa pertumbuhan pergerakan nasional. Sekitar tahun 1911
Serikat Dagang Islam ( SDI) berdiri di kampong Laweyan dengan Kyai Haji Samanhudi sebagai
pendirinya.
Kemerosotan Batik di Laweyan ditandai dengan munculnya batik printing pada tahun 1970an. Batik tradisional (tulis dan cap) tergusur oleh popularitas batik printing, kondisi ini
menagakibatkan industri abtik di Laweyan banyak yang gulungtikar. Selama kurun waktu hampir
30 tahun-an dari tahun 1970-an sampai dengan tahun 2000-an banyak pengusaha batik di Laweyan
yang menutup usahanya. Kondisi ini dapat dilihat dari jumlah pengusaha yang pada tahun 1960-an
hampir 90 persen penduduk di Laweyan bermata pencaharian dari batik, pada tahun 2004 tinggal 18
pengusaha yang masih bertahan. (profil FPKBL)
Kondisi ini menimbulkan keprihatinan segenap masyarakat Laweyan, jika dibiarkan lama
kelamaan batik Laweyan dikawatirkan akan punah. Kepunahan batik Laweyan berarti sama dengan
103

Prosiding Seminar Nasional 2013


Menuju Masyarakat Madani dan Lestari

kehancuran ekonomi masyarakat Laweyan yang sebelumnya dengan ekonomi saudagarnya dapat
berperan dalam kancah perekonomian di tingkat nasional maupun internasional. Sehubungan
dengan hal tersebut di atas melalui rapat LPMK pada tanggal 21 September 2004 masyarakat
Laweyan sepakat untuk menjaga eksistensi kawasan melalui suatu gerakan ekonomi terpadu
melalui wadah yang diberi nama Kampoeng Batik Laweyan Surakarta. Kampoeng Batik Laweyan
Surakarta diresmikan oleh Walikota Surakarta Slamet Suryanto pada tanggal 24 September 2004.
Seiring dengan berdirinya Kampoeng Batik Laweyan sekaligus dibentuk organisasi yang bertugas
untuk mengelola kawasan. Organisasi tersebut bernama Forum Pengembangan Kampoeng Batik
Laweyan (FPKBL) yang anggotanya pada awalnya terdiri dari panitia persiapan pendirian
Kampoeng Batik Laweyan. Melalui beberapa kali proses pembentukan yang dihadiri oleh tokoh
masyarakat dan pengusaha batik pada rapat yang ke tiga akhirnya terbentuklah susunan
kepengurusan tetap sampai dengan sekarang. (profil FPKBL)
Visi Kampung Batik Laweyan adalah menjadikan Laweyan sebagai kawasan pusat industri
batik dan heritage yang ramah lingkungan melalui pembangunan yang berkelanjutan. Kampoeng
Batik Laweyan merupakan daerah yang terdiri dari industri kecil yang memproduksi batik sekaligus
menjualnya. Di kampoeng Batik Laweyan terdaftar sebagai mana dalam tabel dibawah ini.
Tabel. Pengusaha Kampeong Batik Laweyan

No
1
2
3
4
5

JENIS INDUSTRI
Industry batik proses sampai dengan showroom
Industri batik proses
Industri batik Konveksi
Industri batik Konveksi s.d Showroom
Industri batik Showroom atau pedagang batik

JUMLAH
20
8
6
11
11

Setiap industri yang dalm prosesnya juga memproduksi batik sendiri baik dalam pembuatan
motif batik maupun membuat baju batik sekaligus menjualnya langsung di took mereka rata-rata
memiliki karyawan banyak 20-50 orang, sedangkan pengusahanya batik hanya menjual produk jadi
baju batik atau kain batik di took mereka rata-rata hanya memeiliki karyawan sebanyak 3- 10 orang.
Selain itu sebagai bentuk penghargaan pengusaha terhadap masyarakat yang ada di sekitar
Kampoeng Batik Laweyan sekaligus sebagai bentuk industri rumahan yang ramah lingkungan
Kampoeng Batik Laweyan memiliki fasilitas IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) yang di pakai
oleh 15 pengusaha batik di kampong Batik Laweyan untuk mengolah air limbah yang di hasilkan
dalam proses pembuatan batik.
Jumlah unit usaha batik sebelum dan sesudah adanya Kampoeng Batik Laweyan mengalami
lonjakan jumlah yang signifikan. Pada awal berdirinya Kampoeng batik Laweyan jumlah unit
usaha batik di Laweyan sebanyak 22 unit. Setelah adanya Kampoeng batik, mendorong pengusaha
pengusaha yang lama tidak aktif untuk bangkit kembali. Sehingga pada akhir tahun 2008 jumlah
unit usaha di Laweyan berjumlah 51 unit. Sehingga dibanding tahun 2004, jumlah pengusaha batik
mengalami peningkatan sebesar kurang lebih 230 %. Pada tahun 2012 jumlah pengusaha sudah
berkembang menjadi 56 unit.
Tabel. Pertumbuhan Unit Industri Batik

No.

Nama Perusahaan

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Batik Saud Effendi


Batik Cahaya Putra
Batik Luar Biasa
Batik Putra Laweyan
Batik Merak Manis
Tjokrosumarto
Batik Adityan

Tahun Tahun Tahun


2004
2006
2008
B
A
A
B
A
D
B
A
A
B
A
A
B
A
A
B
B
B
B
A
A

104

Tahun
2012
A
D
A
A
A
B
A

Klasifikasi
unit usaha
Menengah
Menengah
Kecil
Menengah
Besar
Menengah
Menengah

ISBN: 978-979-98438-8-3

8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18
19.
20
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34
35.
36.
37.
38.
39.
40.
41.
42.
43.
44.
45.
46.
47.
48.
49
50.
51.
52
53
54.
55.
56.
Keterangan Tabel :

Batik Merak Ati


Batik Multisari
Batik Gress Tenan
Batik Amelia
Batik Gunawan Design
Batik Cempaka
Batik Puspa Kencana
Batik Nurlan
Batik Molina
Batik Lawasan
Batik Sidoluhur
Batik Surya Pelangi
Batik Putri Solo
Batik Anna Collection
Batik Oke (Bp. Suyadi)
Batik Nugroho Solo
Batik Nesa Noer
Batik Mahkota Laweyan
Batik Doyohadi
Batik Candi Kencana
Batik Tjahaja Baru
Batik Purworaharjo
Batik Catleya
Batik Santika
Batik Mustika
Batik Marin
Batik Farhan
Batik Supriyarso
Batik Putro Hadi
Batik Kencana Murni
Batik Laweyan Art
Batik Ivy
Batik Romanza
Batik Sindjang SG
Batik Putra Pelangi
Batik Griya Pendapi
Batik Mbah Zaini
Batik Galery Merpati
Batik 75
Batik Satrio Luhur
Batik Isti
Batik Pratama
Batik Tiga Negri
Batik Sidomulyo
Laweyan HY
Batik Lily Hanifah
Batik Cempaka 3
Batik
Batik
Jumlah

B
B
B
B
B
B
B
F
F
B
C
B
C
C
B

A
B
A
B
A
A
A
F
F
B
D
B
D
C
B
E
A
C
E
E
B

22

C
C
D
F
B

A
B
A
A
A
A
A
F
F
B
D
A
D
C
B
E
A
C
E
E
B
B
C
C
D
F
B

33

51

A. Industri batik (proses sampai dengan show room)


B. Industri batik (proses )
C. Industri batik (konveksi)
D. Industri batik (konveksi sampai dengan show room)

105

A
B
A
A
A
A
A
F
F
B
D
A
D
C
B
E
A
C
E
E
B
A
C
C
D
F
B
C
E
A
E
A
E
E
E
E
E
E
D
E
A
E
E
E
E
E
E
E
56

Menengah
Menengah
Menengah
Menengah
Besar
Menengah
Besar
Kecil
Kecil
Kecil
Menengah
Menengah
Kecil
Kecil
Besar
Kecil
Kecil
Kecil
Menengah
Kecil
Besar
Kecil
Kecil
Menengah
Kecil
Kecil
Besar
Kecil
Besar
Kecil
Kecil
Kecil
Kecil
Kecil
Kecil
Kecil
Kecil
Menengah
Kecil
Kecil
Menengah
Kecil
Kecil
Kecil
Kecil
Kecil
Kecil
Kecil

E. Show room
F. Pedagang Batik

Prosiding Seminar Nasional 2013


Menuju Masyarakat Madani dan Lestari

Aspek Manajemen Bahan Baku dan Produk


Pada mulanya batik Laweyan didominasi oleh disain batik tradisional. Setelah adanya
Kampoeng Batik Laweyan, motif disain telah jauh berkembang. Karena tuntutan permintaan pasar
dan adanya usaha untuk menampilkan karya unik dan khas di masingmasing gerai (khususnya
untuk menarik wisatawan), maka munculah motif baru yaitu motif modern dan abstrak. Dalam
kesehariannya motif modern dan abstrak biasanya merupakan motif yang disukai para remaja.
Sebelum berdirinya Kampoeng Batik Laweyan produk batik hanya terbatas pada produk
sandang. Setelah Kampoeng Batik berkembang munculah produk batik dalam bentuk lain seperti
kerajinan tangan (tas, dompet dan perlengkapan pakaian), perlengkapan rumah tangga (household),
batik kayu, batik kaca.
Sebagian besar produksi batik di Laweyan masih menggunakan teknologi tradisional.
Teknologi tradisional masih tetap dipertahankan untuk menjaga kekhasan dan keunikan batik
Laweyan. Setelah munculnya Kampoeng Batik Laweyan, untuk mensiasati permintaan pasar yang
semakin besar khususnya untuk batik cap dan tulis yang menggunakan zat pewarna yang
membutuhkan panas matahari, maka dibuatlah inovasi alat yang dapat menggantikan panas
matahari (lampu dengan roda berjalan). Alat ini digunakan sewaktu cuaca dalam keadaan mendung
dan hujan
Laweyan merupakan salah satu kawasan penghasil batik terbesar di Indonesia. Pada masa
kejayaan Laweyan tahun 1960-an, limbah batik sebagian besar dibuang langsung melalui sungai
Kabanaran. Pada waktu itu limbah yang dihasilkan tidak beracun sehingga tidak terjadi pencemaran
lingkungan. Seiring dengan perkembangan jaman, produksi batik banyak menggunakan zat
pewarna kimia yang beracun. Sampai dengan tahun 2006 produksi batik di Laweyan sebagian besar
turut andil dalam menyumbang pencemaran lingkungan, karena hasil buangan produksi batik
langsung disalurkan ke sungai (sungai Kabanaran).
Setelah munculnya Kampoeng Batik Laweyan masalah pencemaran lingkungan mendapat
perhatian yang sangat serius dari komunitas masyarakat Laweyan. Akhirnya pada tahun 2006
FPKBL bekerjasama dengan Kantor Lingkungan Hidup dan GTZ Pro LH sepakat membangun
Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) komunal batik berbasis masyarakat yang pertama kali di
Indonesia. Dengan adanya IPAL komunal, pelatihan Good Housekeeping dan pelatihan Eco
Efficiency membuat masyarakat batik sadar akan kebersihan, pelestarian lingkungan dan cara
berproduksi yang bersih dan efisien. Dari kondisi ini para pengusaha batik dapat menghemat
pemborosan produksi sebesar rata-rata 2025 Juta Rupiah per Tahun. Disamping itu dengan adanya
IPAL komunal ini mendorong masyarakat untuk membuat IPAL sederhana di masing masing
perusahan sebagai alat untuk mengolah limbah sebelum dialirkan ke IPAL komunal. Dalam
mekanisme pengelolaan IPAL komunal dibentuk panitia khusus pengelola IPAL. Sedang untuk
biaya operasional pengelolaan ditanggung bersama antar pengusaha dengan iuran sebesar 25 ribu
rupiah untuk pengusaha kecil, 50 ribu rupiah untuk pengusaha menengah dan 80 ribu rupiah untuk
pengusaha besar.
Kharakter produk sentra industri Kampoeng Laweyan meliputi: 1). Batik tulis, Dulu
Kampoeng Laweyan merupakan sentra industry kain tenun dan bahan pakaian yang sering di sebut
Lawe. Kampoeng Laweyan sudah ada sebelum masa pemerintahan Kraton Pajang pada abad 15 M.
Pada tahun 1546 Kyai Ageng Henis bermukim di desa Laweyan. Beliau merupakan bangsawan
keturunan Prabu Brwijaya V. Selain menyebarkan agama islam di Laweyan , Kyai Henis juga
mengajarkan teknik pembuatan Batik Tulis yang merupakan tradisi leluhur dari kalangan istana.
Batik Tulis adalah suatu Teknik melukis di atas kain dengan menggunakan berbagai peralatan
seperti chanting ( alat untuk mengoleskan malam pada kain), wajan ( tempat untuk mencairkan
malam ), anglo (tempat pengapian arang), tepas ( kipas), kain pelindung, saringan malam dan
dingklik (tempat duduk). Pada waktu itu bahan pewarna yang di gunakan berasal dari pohon tinggi,
mengkudu, soga dan nila. Sedangkan untuk bahan soda memakai soda abu dan bahan garam dari
lumpur. Karena semua bahan tersebut berasal dari alam, maka tidak menimbulkan polusi pada
106

ISBN: 978-979-98438-8-3

lingkunganya. Proses pembuatanya batik tulis meliputi beberapa tahapan seperti mola (membuat
pola), ngiseni(mengisi bagian yang sudah di buat polanya). Nerusi (membatik pada sisi sebaliknya),
nemboki (menutup bagian kainyang tidak akan di warnai), mriki (proses penghalusan tembokan),
pewarnaan, nglorot (merebus kai agarmalamnya larut) dan mbabari. Karena proses ini yang panjang
dan sangat membutuhkan keahlian dari pembatik, maka batik tulis di jual dengan harga yang mahal.
Batik tulis tergolong sebagai Batik Halus. Batik tulis dari kain sutera merupakan batik termahal dan
di produksi dalam jumlah terbatas. Batik ini di buat untuk memenuhi permintaan pasar segmen
menengah ke atas dan untuk keperluan ekspor. 2). Batik Cap, Ketika masa penjajahan Belanda pada
tahun 1905 berdiri organisasi Serikat Dagang Islam yang di prakarsai oleh K.H. Samanhudi, salah
satu saudagar batik di laweyan. Pada masa inilah muncul teknik baru pembuatan batik dengan
menggunakan cap. Dengan bantuan cap, proses pembuatan batik dapat di persingkat dan tidak
menuntut keahlian seperti pada pembatik batik tulis, sehingga bisa menekan biaya produksi serta
sangat produktif. Untuk membuat sehelai kain batik tulis di perlukan waktu sekitar satu bulan
tergantung tingkat kesulitannya. Sedangkan dengan menggunakan cap, sehari dapat di hasilkan ratarata dua puluh helai kain batik. Ini satu inovasi industri yang sangat menjanjikan harapan baru bagi
para pengusah untuk meraih kesuksesan. 3). Batik Kombinasi, yakni pembuatan batik yang
menggabungkan antara teknik batik tulis, batik cap, lukis batik dan teknik cabut warna.
Aspek Pengembangan SDM dan Organisasi
Dengan adanya Kampoeng Batik Laweyan mendorong masyarakat pengusaha untuk
menyadari betapa pentingnya berorganisasi untuk membangun kondisi persatuan dan kesatuan
dalam satu komunitas. Mereka sadar dalan era global hanya dengan bersatu mereka akan kuat dan
dapat berkembang. Salah satu media silaturahim di Kampoeng Batik Laweyan adalah acara
Selawenan. Melalui acara yang diselenggarakan pada tanggal 25 (dua puluh lima) setiap bulannya,
mereka dapat bersilaturahim dalam bentuk sarasehan budaya (batik), pentas seni, berpameran atau
aktifitas lainnya yang erat dengan inovasi produksi kreatif.
Dalam melaksanakan upaya peningkatan Sumber daya manusia dari para karyawan yang
bekerja di seluruh toko yang terdapat di Kampoeng Batik Laweyan, sering diadakan pelatihan yang
dilakuakan baik oleh para masing- masing pengusaha yang ada di kampong Batik Laweyan maupun
oleh pemerintah baik di lingkunagan pemda Solo maupun di lingkungan kementrian Perindustrian ,
pelatiahan yang biasanya diadakan sebulan sekali merupakan pelatihan dalam melakukan proses
pembatikan baik secara tulis maupun secara cap dan dalam melakuakan penggunaan IPAL yang
materinya berupa pembuangan limbah proses pembatikan secara aman.
Aspek Manajemen Pemasaran
Masyarakat pengusaha batik Laweyan bisanya mengelola perusahaan dengan manajemen
tradisional. Ratarata mereka tidak kenal/segan akan berpromosi. Dengan berdirinya Kampoeng
Batik Laweyan, akibat dari adanya interaksi dengan masyarakat luar khususnya masyarakat pers
dan adanya usaha untuk bertahan dari persaingan global, maka budaya promosi mulai berkembang.
Promosi dilakukan melalui media koran, majalah, televisi, brosur, pameran. Promosi biasanya
dilakukan secara individu dan bersamasama dalam satu komunitas.
Selama ini dalam melakukan promosi terhadap kampoeng batik Laweyan hanya melalui
artikelartikel yang di tulis di blog para pengunjung yang telah mengunjungi Kampung Batik
Laweyan, selain itu terdapat Paguyuban Kampung Batik Laweyan yang aktif menyiarkan berita
yang terkait tentang kegiatan yang di lakukan di kampong Batik Laweyan di Website Kampung
Batik Laweyan maupun Portal Sosial seperti Facebook.
Selain itu para pengusaha yang tokonya berada di Kampoeng Batik Laweyan juga sering
mengikuti pameran-pameran penjualan batik yang sering diadakan di Jakarta maupun kotakota
besar lainya, pameran tersebut di adakan oleh lembaga pemerintah maupun swasta.
107

Prosiding Seminar Nasional 2013


Menuju Masyarakat Madani dan Lestari

Pengusaha di kampoeng batik laweyan sesungguhnya sudah mampu melakukan ekspor ke


manca Negara, khususnya di Asia, Eropa, Timur Tengah dan Amerika. Namun demikian sebagai
besar produk eskpor batik masih merupakan produk tanpa merk, sehingga belum secara maksimal
dari sisi peningkatan daya saing produk untuk masuk pasar internasional dengan merk lokal.
Sebagian produk diekspor untuk memenuhi standar dan motif sesuai selera pasar luar negeri.
Batik Mark
Batikmark adalah suatu tanda yang menunjukkan identitas dan ciri batik buatan Indonesia
yang terdiri dari 3 jenis yaitu batik tulis, batik cap dan batik kombinasi dengan hak cipta No.
034100 tgl 5 juni 2007. Tujuan batik mark adalah 1). Memberikan jaminan mutu batik Indonesia,
2).Melestarikan dan melindungi produk batik Indonesia secara hukum dari berbagai ancaman di
bidang HKI maupun perdagangan di dalam negeri maupun internasional. 3). Menciptakan suatu
bentuk identitas batik Indonesia agar masyarakat dalam dan luar negeri dapat dengan mudah
mengenali produk batik Indonesia. 4).Mendorong peningkatan kepercayaan konsumen terhadap
mutu batik Indonesia dan 5) Meningkatkan apresiasi dan citra batik Indonesia di masyarakat
internasional.
Adapun manfaat Batikmark adalah 1). Memberikan kepastian hukum bagi produsen dan
konsumen produk batik Indonesia terhadap keaslian dan mutu produk yang diperdagangkan, 2).
Sebagai pembeda antara batik buatan Indonesia dengan produk batik negara lain, 3). Memudahkan
konsumen mancanegara mengenal batik Indonesia, 4). Mendukung promosi batik Indonesia di pasar
Internasional Pengusaha kampoeng batik Laweyan Surakarta menyadari atas potensi batik mark
sebagai salah satu pendekatan pemasaran untuk menghasilkan keunggulan kompetitif, namun
demikian belum bisa dioptimalkan karena dengan pendekatan pemasaran saat ini sebagian merasa
sudah cukup memenuhi kebutuhan dari aspek produksinya.
SNI Batik
Dalam era globalisasi seperti saat ini, pasar dalam negeri merupakan bagian dari pasar dunia,
karena setiap negara bebas menjadi pemasok kebutuhan konsumen dalam negeri, sehingga hanya
barang, jasa dan manusia yang memiliki daya saing yang tinggi akan mendapatkan peluang tidak
terbatas di pasaran dunia yang semakin ketat persaingannya
Dalam menghadapi dan mengantisipasi perdagangan dunia Badan Standardisasi Nasional
(BSN) berjuang supaya Standar Nasional Indonesia (SNI) menjadi standar nasional yang efektif
untuk memperkuat daya saing nasional. Standar Nasional Indonesia Adalah dokumen berisi
ketentun teknis (aturan,pedoman atau karakteristik) dari suatu kegiatan atau hasilnya, yang
dirumuskan secara konsensus/kesepakatan dan ditetapkan oleh lembaga standar yang berwenang
untuk dipergunakan oleh stakeholder/pemangku kepentingan dengan tujuan mencapai keteraturan
yang optimum ditinjau dari konteks keperluan tertentu.
ISO (International Organization for Standardization) dan IEC (International Electrotechtical
Commission), dua lembaga standar internasional yang terkemuka Standar Nasional Indonesia
(disingkat SNI) diartikan sebagai dokumen yang berisikan ketentuan teknis, pedoman dan
karakteristik kegiatan dan produk, yang disusun dan disepakati oleh pihak pemangku kepentingan
dan ditetapkan oleh BSN sebagai acuan yang berlaku secara nasional untuk membentuk keteraturan
yang optimum dakam konteks keperluan tertentu. (Sumber : bsn.go.id)
Tujuan SNI adalah Meningkatkan perlindungan kepada konsumen, perilaku usaha, tenaga
kerja, dan masyarakat lainnya baik untuk keselamatan, keamanan, kesehatan maupun pelestarian
fungsi lingkungan hidup, Membantu kelancaran perdagangan dan Mewujudkan persaingan usaha
yang sehat dalam perdagangan.
Agar SNI memperoleh keberterimaan yang luas antara para stakeholder, maka SNI
dirumuskan dengan memenuhi WTO Code of good practice, yaitu: Openess (keterbukaan): Terbuka
108

ISBN: 978-979-98438-8-3

bagi agar semua stakeholder yang berkepentingan dapat berpartisipasi dalam pengembangan SNI;
Transparency (transparansi): Transparan agar semua stakeholder yang berkepentingan dapat
mengikuti perkembangan SNI mulai dari tahap pemrograman dan perumusan sampai ke tahap
penetapannya . Dan dapat dengan mudah memperoleh semua informsi yang berkaitan dengan
pengembangan SNI; Consensus and impartiality (konsensus dan tidak memihak): Tidak memihak
dan konsensus agar semua stakeholder dapat menyalurkan kepentingannya dan diperlakukan secara
adil; Effectiveness and relevance: Efektif dan relevan agar dapat memfasilitasi perdagangan karena
memperhatikan kebutuhan pasar dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku; Coherence: Koheren dengan pengembangan standar internasional agar
perkembangan pasar negara kita tidak terisolasi dari perkembangan pasar global dan memperlancar
perdagangan internasional; dan Development dimension (berdimensi pembangunan): Berdimensi
pembangunan agar memperhatikan kepentingan publik dan kepentingan nasional dalam
meningkatkan daya saing perekonomian nasional.
Di Kampoeng Batik Laweyan terdapat 2 (dua) pengusaha yang telah mendapatkan sertifikat
SNI dari Balai Batik di Yogyakarta yang dilaksanakan bekerjasama dengan UNIBA Surakarta pada
tahun 2012, yakni Batik Putra Mahkota dan Saud Effendi. Keberhasilan meraih SNI tersebut juga
memberikan motivasi bagi pengusaha batik lainnya untuk mendapatkan SNI, namun demikian
pendekatan proses SNI dan tata cara peraihan SNI dari Balai Batik Yogyakarta bagi pengusaha
batik di laweyan masih dirasa memberatkan, dan disisi lain kebutuhan untuk melakukan evaluasi
periodik terhadap SNI juga menjadi faktor penghambat dari pelaku usaha di kampoeng Batik
Laweyan untuk membuat SNI. Padahal SNI dan Batik Mark merupakan salah satu factor penting
yang diharapkan menjadi daya saing agar produk batik dari Laweyan bisa memasuki pasar global.
KESIMPULAN
Berdasarkan studi pendahuluan tersebut dapat diambil kesimpulan yakni 1). Pengembangan
pemasaran kampoeng batik Laweyan telah mensinergikan beragam stakeholder di tingkat lokal,
regional dan nasional, 2). Kampoeng Batik Laweyan memiliki potensi pasar internasional, namun
belum dikelola dengan baik. 3). Terdapat kesenjangan potensi pengusaha batik dari beragam
kharakteristik pengusaha batik Kampoeng Batik Laweyan, khususnya dalam aspek kapasitas,
kuantitas dan kualitas ekspor produk. 4). Belum optimalnya minat pengusaha batik untui
mengembangkan SNI, ISO dan Batik Mark sebagai sarat peningkatan mutu produk ekspor batik dan
rekomendasi peneliti yakni perlu dilakukan kajian lebih lanjut oleh FPKBL terhadap isu-isu
strategis bidang produksi, pemasaran, bahan baku, yang melibatkan stakeholders lokal (Solo). Lebih
khusus lagi dengan melakukan kajian strategis yang menghasilkan konsep dan kebijakan,
khususnya pemasaran internasional batik maupun industri tekstil.
DAFTAR PUSTAKA
Badaracco Jr.,Joseph L.(1991), THE KNOWLEDGELINK, How Firms Compete Through Strategic
Alliance, Harvard Business School, Boston.
Berta Bekti Retnawati, A. Eva Maria Soekesi (2010), Model Supply Chain Produk Usaha Kecil
(studi Kasus Pada Kampoeng Batik Laweyan Surakarta), Semarang:UNIKA Soegijapranata
Bisri, Slamet Riyadi (2004), PENGARUH STRATEGI KEUNGGULAN KOOPERATIF
TERHADAP KEMAMPUAN BERSAING PERUSAHAAN KECIL DAN MENENGAH
DALAM PEMASARAN INTERNASIONAL (Suatu Studi di Kota Bandung), disertasi,
Universitas Padjadjaran sandwich dengan Phillips University Marburg, Bandung.
Chirchill,Jr,Gilbert A.(`1988), BASIC MARKETING RESEARCH, The Dryden Press.,Chicago.
Habeiby, Handry(2007) system informasi distributor Batik di Kampung Batik Laweyan Solo
berbasis Web, Surakarta:UMS Surakarta, http://etd.eprints.ums.ac.id/12266/
109

Prosiding Seminar Nasional 2013


Menuju Masyarakat Madani dan Lestari

Jafar Hafsah (2005), KEMITRAAN , Pengembangan UMKM, Penerbit Jakarta.


Khasanah, Imroatul (2008) Pengaruh TI pada Strategi Pemasaran Internasional terhadap Pangsa
Pasar Luar Negeri Semarang : UNDIP, http://eprints.undip.ac.id/14271/
Koentjaraningrat (1985), METODE METODE PENELITIAN MASYARAKAT, Penerbit
Gramedia, Jakarta.
Murni Sari (2010). Strategi Produksi Bersih untuk Meningkatkan Manajemen Lingkungan pada
Industri Skala Kecil :Studi Kasus Industri Kerajinan BatikKSolo, Surabaya :ITS
http://digilib.its.ac.id/detil.php?id=1157:Master
Moh. Sibaweh (2009) Pengaruh Faktor Psikologis, Sosial dan Bauran Pemasaran Terhadap
Keputusan Pembelian Batik di Pasar Grosir Setono Pekalongan. Semarang:Universitas Negeri
Semarang
Parlindungan, Walden Jan (2008), Strategi Pemasaran PT Mustika Ratu Tbk dalam upaya
Memasuki
Pasar
Internasional,
Jakarta
:
UI
http://www.digilib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?id=74974
Putri Yani Dwi Nurul Safiah, (2010), Analisis Keberadaan BTC dan PGS terhadap Mobilitas
Perdagangan Pasar Batik Klewer, Surakarta : UMS, http://etd.eprints.ums.ac.id/8614/
Siswanti (2007), tentang Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Industri Batik Di
Kawasan Sentra Batik Laweyan Solo, Semarang :Digilab Fakultas teknik. Universitas negeri
Semarang, diunduh diportal Garuda, 20 maret 2012
Sudantoko, Djoko (2004) Pemberdayaan Industri Batik Skala Kecil di Jawa Tengah (studi kasus di
Kabupaten dan Kota Pekalongan, Semarang: UNDIP ,http://eprints.Undip.ac.id /24003

110

Anda mungkin juga menyukai