PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
1.2. Tujuan
1.3. Pengertian
II.
Daftar Pustaka
Lampiran-lampiran :
- Blok Diagram Pemicuan
- Catatan penting dalam implementasi CLTS.
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kondisi sanitasi yang buruk dan ketersediaan air minum yang tidak memenuhi syarat
kesehatan akan berkontribusi terhadap berbagai kasus penyakit berbasis lingkungan, seperti
misal diare, kecacingan, dll. Hal ini terlihat dari angka kejadian penyakit diarea pada thun
2006 sebesar 423 per 1.000 penduduk pada semua umur, dan pada tahun yang sama terjadi
wabah/KLB diare di 16 provinsi dengan case fatality rate sebesar 2,52.
Salah satu cara untuk meningatkan akses masyarakat terhadap layanan sanitasi serta dalam
upaya mengendalikan penyakit diare, penyakit kecacingan dan penyakit bebasis lingkungan
lainnya adalah dengan kegiatan terpadu melalui pendekatan sanitasi total berbasis
masyarakat, dan hal ini perlu dilakukan mengingat berbagai upaya peningkatan cakupan
jamban melalui berbagai proyek dan pendekatan top-down yang selama ini dilakukan tidak
memberikan hasil yang memuaskan.
Sanitasi Total Berbasis Masyrakat (STBM) merupakan suatu pendekatan yang dianut dalam
program Pamsimas, dalam rangka meningkatkan PHBS, khususnya untuk meningkatkan
cakupan jamban keluarga, sehingga terwujud target yang ingin dicapai dalam Pamsimas,
yaitu 80% penduduk yang akses terhadap jamban keluarga, serta kondisi Cuti Tangan Pakai
Sabun ( CTPS) dimasyarakat secara keseluruhan.
Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), merupakan suatu hal yang sangat penting dan
menjadi tantangan tersendiri dalam mewujudkan kesehatan masyarakat, khususnya
masyarakat di pedesaan. Hal tersebut disebabkan karena sarana untuk PHBS dimasyarakat
masih sangat terbatas, disamping kesadaran mereka akan hidup sehat yang masih kurang, dan
perlu ditingkatkan.
Untuk mencapai sasaran tersebut perlu dirumuskan STRATEGY yang tepat , yang dapat
dijadikan acuan bagi para pelaksana program STBM khususnya Fasilitator Kesehatan yang
merupakan ujung tombak terdepan dalam pelaksanaan STBM.
1.2. Tujuan
Strategi dan langkah-langkah pelaksanaan pemicuan di tingkat desa ini dimaksudkan sebagai
acuan bagi fasilitator kesehatan, dan unit lain terkait dalam rangka mewujudkan perilaku
hidup bersih dan sehat, dimana masyarakat tidak berperilaku membuang air besar sembarang,
serta perilaku lain sesuai dengan kaidah kesehatan lingkungan
1.3. Pengertian
a. STBM (Sanitasi Total Bebasis Masyarakat) adalah pendekatan untuk meriubah perilaku
hygiene dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat dengan metode pemicuan
b. Komunitas merupakan kelompok masyarakat yang berinterkasi secara social berdasarkan
kesamaan kebutuhan dan nilai-nali untuk meraih tujuan. Dalam panduan ini komunitas
dapat direfleksikan sebagai kelompok masyarakat dalam wilayah pedukuhan atau RW
c. ODF (Open Defecation Free) adalah kondisi ketika setiap individu dalam suatu
komunitas tidak buang air besar sembarangan
d. Jamban sehat adalah fasilitas pembuangan tinja yang effektif untuk memutus mata rantai
penularan penyakit
e. Sanitasi total adalah kondisi ketika suatu komunitas i) tidak buang air besar/BAB
sembarangan, ii) mencuci tangan pakai sabun, iii) mengelola air minum rumah tangga
dan makanan yang aman, iv) mengelola sampah dengan benar, dan v) mengelola limbah
cair rumah tangga dengan aman
f. PHBS (Perilaku Hidup bersih dan Sehat) adalah sekumpulan perilaku yang dipraktikkan
atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran yang menjadikan seseorang atau
keluarga mampu menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam
mewujudkan kesehatan masyarakatnya.
suatu wilayah yang besarannya tidak terlalu luas (misal suatu wilayah dusun atau RW)
sehingga relative mudah dicover dan dimonitor. Daerah tersebut jelas masalahnya dan
dianalisis kemungkinan sumber dayanya. Pemicuan tidak harus dilakukan pada seluruh
dukuh atau RW dalam suatu wilayah desa. Pemicuan yang difokuskan dalam satu atau
dua dukuh/RW asalkan terencana, mantap, serius dan berkesinambungan dalam
pendampingan akan lebih menghasilkan karya yang nyata, disbanding dengan pemicuan
yang terlalu luas tetapi tidak mendalam dan hanya sekilas saja. Pemicuan dalam wilayah
dukuh/RW, dan berhasil, kelak akan menjadi bahan replikasi dan dijadikan acuan, contoh
bagi dukuh/RW dalam desa yang bersangkutan, dan bahkan desa lainnya.
d. Penguatan Kapasitas Fasilitator
Fasilitator merupakan ujung tombak dilapangan, yang berhadapan langsung dengan
masyarakat yang sangat variatif tingkat sosialnya, dari yang tinggi sampai yang rendah
sekalipun. Disini seorang Fasilitator diharapkan sebagai change agent dari yang tadinya
hal-hal tidak mungkin menjadi segalanya bisa mungkin. Disamping itu Fasilitator juga
harus berhubungan, berkomunikasi dengan berbagai pemangku kepentingan yang
kadang-kadang power full dan untouchable
Agar mampu berkoordinasi dan
berkomunikasi tersebut dengan kepercayaan diri yang optimal, maka kepada fasilitator
perlu dibekali berbagai ilmu dan ketrampilan baik yang bersifat materi-substansi teknis,
maupun yang bersifat non-teknis, seperti misal yang terkait pengembangan diri. Untuk
penguatan teknis dapat dilakukan dengan pelatihan ataupun refreshing, tukar menukar
informasi, kunjungan lapangan ke lain daerah, dan lain-lain. Sedangkan untuk
kermampuan non-substansi teknis dapat dilakukan dengan berbagai cara, misal pelatihan
kepemimpinan, pengembangan diri, dan lain-lain.
e. Reward Sistem
Reward system adalah suatu bentuk penghargaan kepada pihak lain, baik itu dalam
bentuk materi maupun non-materi, dan hal ini sangat perlu diterapkan dalam proses
pemicuan STBM.
Memberi applous tepuk tangan kepada orang yang baru selesai memberikan pendapat
adalah suatu bentuk reward. Memberi tepuk tangan kepada orang yang menyatakan sikap
telah siap akan membangun jamban dalam suatu kurun waktu tertentu adalah suatu
bentuk reward. Kehadiran seorang dokter Puskesmas, seorang Camat atau ibu Camat,
apalagi seorang Kepala Dinas atau bahkan Bupati ke suatu desa adalah sebentuk reward
bagi desa tersebut yang tinggi nilainya.
Reward juga harus dikembangkan untuk para fasilitator yang sudah berhasil. Rerward
tidak harus dalam bentuk uang. Bentuk reward lain misalnya makan siang bersama
dengan Bupati atau para pejabat yang lain, member kesempatan kepada fasilitator untuk
presentasi pada saat rapat kerja, workshop apalagi tingkat nasional adalah bentuk reward
yang sangat tinggi nilainya.
pemicuan dan tahap pasca pemicuan. Pentahapan tersebut tidak berarti ada pembagian atau
pembatasan waktu yang rigid, tetapi merupakan suatu proses yang mengalir dengan teratur
dan berkesinambungan, sebagai suatu kesatuan proses yang utuh dan dinamis.
2.2.1. Pra Pemicuan
2.2.1.1. Pengenalan/identifikasi Lingkungan
Kondisi lingkungan, suatu daerah yang akan dipicu harus benar-benar dikenal dan dicermati
terlebih dahulu oleh seorang fasilitator. Silaturahmi dan menjelajah desa merupakan salah
cara untuk mengidentifikasi dan menganalasis kondisi lingkungan suatu desa.
Untuk memahami dan mengenal kondisi lingkungan suatu daerah, seorang Fasiliator
Kesehatan harus sudah tinggal atau berada dalam kurun waktu yang relatif cukup lama, dan
lebih baik kalo seorang Fasilitator telah tinggal menetap di daerah atau desa yang akan dipicu
tersebut. Apabila seorang Fasilitator sudah tinggal atau menetap disuatu desa, maka
fasilitator akan dianggap sudah sebagai keluarga atau kerabat sendiri, dan bukan dianggap
sebagai orang asing, yang masuk desa dan hanya akan membuat masalah atau mengganggu
ketenangan desa.
Kondisi lingkungan suatu daerah yang harus dikenali meliputi lingkungan geofisik maupun
sosial budaya, karena kondisi kedua aspek tersebut nantinya akan sangat berpengaruh dalam
proses pemicuan dan tingkat keberhasilannya.
Dari hasil pengenalan atau identifikasi lingkungan geofisik dan sosial-budaya yang ada
dimasyarakat maka akan dapat ditarik kesimpulan unsur-unsur mana yang masuk dalam
kategori sebagai Kekuatan/Peluang atau sebagai Kendala/Tantangan, yang selanjutnya dapat
dijadikan sebagai suatu acuan atau pijakan untuk kegiatan pemicuan.
Aspek Sosial-budaya yang perlu diidentifikasi misalnya:
- Tokoh masyarakat misal Uztad, Kyai, Guru Sekolah di desa, dll
- Tokoh pemuda, Tokoh Perempuan
- Organisasi PKK, Organisasi kemasyarakatan , Pramuka, Kelompok pengajian
- Kejadian penyakit diare, kecacingan, dll
- Tidak ada proyek atau subsidi pemerintah di desa
- Ada solidaritas warga, misal gotong royong, kerja bakti
- Nilai sosial-budaya, agama yang mendukung PHBS
- Dijumpai pengusaha di desa
- Saat-saat orang kesawah
- Kebiasaan orang berkumpul, bergosip ria
- Masyarakat yang homogen
Aspek Geofisik yang perlu diidentifikasi, misalnya :
- Balong-balong, kolam ikan, adanya sungai, danau
- Air sungai kotor
- Kebon kosong yang luas
- Kotoran manusia dimana-mana
- Lahan untuk BAB terbatas, sempit
- Lingkungan kumuh, kotor dan bau menyengat
- Tanah yang subur, dijumpai kebun kopi, coklat, pisang, dll
- Tingkat air tanah tinggi (misal gali 1 meter sudah berair)
- Banyak dijumpai kakus/jamban di sepanjang sungai
Guru dapat melakukan absensi jamban dan CTPS setiap minggu atau setiap bulan, dengan
cara menanyakan kemana kebiasan BAB kepada murid secara langsung di depan kelas.
Tanyakan kemana pagi ini si murid BAB. Tanyakan kepada murid pagi ini apa cuci tangan
pake sabun setelah dari BAB. Tanyakan secara terus menerus terkait kebiasaan PHBS,
sehingga hal itu akan memicu murid untuk melakukan hal-hal yang benar sesuai dengan
kaidah kesehatan.
Seorang murid juga tanpa sadar dapat memicu kepada teman-temanya. Mintakan mereka
untuk saling menggambar rumahnya dan rumah-rumah temannya yang berada disekitarnya,
lengkap dengan kebaradan jambannya. Gambar-gambar tersebut dibaca didepan kelas,
kemudian dapat disimpan untuk suatu saat dibuka kembali, apa sudah ada perbedaan atau
tidak. Dapat pula gambar tersebut dipasang di dinding atau papan pengumunan secara
bergantian.
Dengan adanya desakan moral dari guru dan temanya, seorang murid akan tergerak untuk
memicu hal-hal yang terjadi di sekolah kepada orang tuanya.
2.2.2.
Pelaksanaan Pemicuan
Setiap bahan untuk joke, game ataupun roll playing diusahakan untuk ada relevansinya atau
dimaknai dengan sifat-sifat seseorang, dengan perilaku organisasi atau kelompok, modelmodel komunikasi, dll. Dengan demikian roll playing tersebut sekaligus merupakan
pembelajaran dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam kehidupan berorganisasi.
CATATAN
Masih banyak lagi teknik-teknik pemicuan STOP BABS yang dapat dikembangkan oleh
seorang Fasilitator, sesuai dengan kondisi setempat, baik melalui pendekatan sentuhan
ego/harga diri, humanisme, agama/keimanan, sentuhan dari aspek kenyamanan dan
keamanan, dan juga sentuhan dari aspek kesehatan khususnya penyebaran penyakit menular.
Untuk itu seorang Fasiliator Kesehatan harus KREATIF dan INOVATIF dalam melakukan
pemicuan. Saling tukar pengalaman antar fasilitator sehingga didapat saling pembelajaran
sesuai dengan kondisi dan situasi daerah sangat diperlukan.
2.2.2.7. Rencana Tindak dan Pendampingan
Pada akhir sesi pemicuan, masyarakat dikumpulkan kembali untuk membuat rencana tindak
mereka, sesuai dengan kemampuan dan kesanggupan masing-masing. Namun perlu
dipahami, bahwa sesi penyusunan Rencana Tindak pada hakekatnya adalah sesi masyarakat,
maka diharapkan yang memimpin sesi ini adalah salah satu dari anggota yang hadir dalam
proses pemicuan (kelak, mungkin orang ttersebut akan menjadi Natural Leader). Pancing dan
tawarkan pada mereka siapa yang akan memimpin dalam sesi ini, dan usahakan agar
Fasiliator seminimal mungkin untuk mengintervensi sesi ini.
Rencana tindak pada intinya merupakan kesanggupan seseorang, KAPAN mereka akan
membangun jamban secara swadaya. Berilah reward/penghargaan saat itu juga (misal cukup
dengan tepuk tangan bersama) bila ada anggota masyarakat yang sudah terpicu dan
merencanakan sanggup kapan mereka akan membangun jamban dengan menyebut waktu
pembangunan jamban.
Buatlah daftar kehadiran dan daftar kesangupan bagi mereka yang hadir dalam proses
pemicuan, dan bagi anggota masyarakat yang sudah memberi kesanggupan pembangunan
jamban diminta untuk parap/tanda tangan. Absensi ini kelak akan berguna sebagai alat
monitoring, untuk menagih janji-janji mereka dalam pembangunan jamban. Pembuatan
absen, daftar kesanggupan dan kegiatan menagih janji biarkan untuk dilakukan oleh
masyarakat sendiri atau Natural Leader yang ada.
Pada saat melaksanakan Rencana Tindak dari masing masing anggota masyarakat, maka
Fasilitator dan Tim Tingkat Kecamatan harus selalu pendampingan. Suntikan semangat harus
selalu diberikan, terutama bagi mereka yang belum terpicu. Biarkan masyarakat melakukan
inovasi untuk membangun jambanya sendiri.
Bilamana pada suatu wilayah (RT/RW/Dukuh) terjadi kegagalan pada saat pemicuan awal
maupun saat pelaksanaan Rencana Tindak, maka abaikan untuk sementara wilayah tersebut.
Biarkan mereka melihat sendiri hasil yang terjadi pada wilayah lain terlebih dahulu, baru
dilakukan pendampingan lagi
3.3.2. Evaluasi
Evaluasi dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh keberhasilan masyarakat telah berubah
perilakunya dari buang air besar sembarangan kearah PHBS yang lebih baik sesuai dengan
kaidah kesehatan masyarakat disbanding pada saat atau awal kegiatan berjalan.
Seperti halnya kegiatan monitoring, maka dalam kegiatan evaluasi ini juga dapat dilakukan
oleh masyarakat itu sendiri (evaluasi partisipatif) maupun oleh pihak gabungan dari
Fasilitator dan Tim Tingkat Kecamatan.
Indikator keberhasilan dilihat dari out put kegiatan yaitu berapa banyak jamban yang
dibangun oleh masyarakat dalam suatu wilayah tertentu (RT/RW/Dukuh). Namun demikian
harus dimaknai bahwa STBM bukanlah jambanisasi dalam suatu desa tetapi yang lebih
penting adalah adanya kesadaran masyarakat untuk menjalankan apa-apa yang telah mereka
ketahui terkait masalah kebersihan, keindahan, kenyamanan dan kesehatan. Untuk
mengetahui keberhasilan dari indicator aspek perilaku, perlu dikembangan monitoring dan
evaluasi secara partisipatif dari masyarakat itu sendiri
Indikator impact yang perlu dilihat adalah seberapa jauh terjadinya penurunan angka
kesakitan penyakit diare. Secara nasional saat ini angka kesakitan diare adalah sebesar 423
jiwa per 1.000 orang penduduk. Untuk lingkup desa, impact inii dapat dilihat dengan
penurunan kasus diare setiap tahunnya, yang didapat dari Bidan Desa, Puskesmas Pembantu
(Pustu) setempat atau dilevel Puskesmas Kecamatan.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat, Departemen Kesehatan RI, Jakarta 2008
Pedoman Umum Pengelolaan Kegiatan Peningkatan Perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS),
Dit. PL, Ditjen PP-PL Departemen Kesehatan RI, Jakarta, 2008
Pedoman Pelaksanaan Stop Buang air Besar Sembarangan di Indonesia, Dit Penyehatan
Lingkungan Ditjen PP-PL, Departemen Kesehatan bekerjasama dengan Pokja AMPL Pusat
Jakarta, 2008
Sanitasi Total di Indonesia: Perlu lebih dari sekedar proyek, Studi dimensi kelembagaan
Penyebarluasan CLTS di Indonesia, Kerjasama Akademika-Pusat Kajian Kebijakan Publik
Indonesia dan Institute of Development Studies, university of Sussex UK, 2008
Percik, Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan, Maret 2008
Pedoman Pengelolaan Promosi Kesehatan, Dalam Pencapaian Perilaku Hidup Bersih dan Sehat,
Departemen Kesehatan RI, Pusat Promosi Kesehatan, Jakarta 2008
PENGENALAN
LINGKUNGAN DESA
Obyek
TOKOH FORMAL & INFORMAL
KEBIASAAN/PRILAKU
PEMBUATAN
RENCANA KERJA
FASILITATOR
KESEHATAN
MENGKOMUNIKASIKAN RENCANA
KERJA KEPADA :
DINKESKAB/PIU PAMSIMAS
KEPALA PUSKESMAS & SANITARIAN
TIM TKT KECAMATAN LAIN(CAMAT,
PMD, PKK)
REVISI RENCANA
KERJA
BILA
DIPERLUKAN
MENGKOMUNIKASIKAN
RENCANA KERJA KEPADA
KEPALA DESA SETEMPAT
UPAYAKAN
MINIMAL 2
DUSUN/RW DIPICU
SUPAYA ADA
KOMPETiSI
PEMICUAN CLTS
SASARAN : DUSUN/RW
PENDAMPINGAN DAN
MONITORING BERKELANJUTAN
FASILITATOR
KESEHATAN
SANITARIAN
TIM
KECAMATAN
(Camat, Ka.
PUSKESMAS,
PMD, PKK)
FASILITATOR
KESEHATAN
SANITARIAN
NATURAL
LEADER
KADER
KESEHATAN
CATATAN PENTING
DALAM IMPLEMENTASI CLTS
SEBELUM PEMICUAN
JALIN KOMUNIKASI DENGAN KEPALA DESA/KEPALA DUSUN DAN TOKOH
MASYARAKAT
KUNJUNGI DESA LAKUKAN OBSERVASI DAN ORIENTASI SITUASI (SOSIOGEOFISIK DESA DAN POLA PERILAKU)
PILIH LOKASI YANG RELATIF MUDAH
SAAT PEMICUAN
PEMICUAN DILAKUKAN TERHADAP KELOMPOK LAKI DAN PEREMPUAN
SERTA ANAK-ANAK
KNJUNGI SEKOLAH, LIBATKAN GURU DAN MURID (UNTUK BUAT SLOGAN,
NYANYIAN, YEL-YEL, DLL)
BUAT PETA PERILAKU (OLEH MASYARAKAT) SENDIRI, INGATKAN PETA
SENANTIASA AKAN BERUBAH SETIAP SAAT SESUAI PERKEMBANGAN
HASIL PEMBANGUNAN JAMBAN DAN PERUBAHAN PERILAKU.
PASCA PEMICUAN
ATUR WAKTU UNTUK KEGIATAN TINDAK LANJUT. PENDAMPINGAN DAN
MONITORING
UNDANG NATURAL LEADER UNTUK MENYASJIKAN RENCANA KERJA ODF
UNDANG WARGA/MASYARAKAT KE LOKASI JAMBAN PERTAMA
DIBANGUN, DAN SETERUSNYA
LAKUKAN KUNJUNGAN RUTIN
BERIKAN PENGAHRGAAN KEPADA KELUARGA YANG TELAH BERHENTI
BAB SEMBARANGAN
KENALI DAN BERI PENGHARGAAN KEPADA HASIL KERJA NATURAN
LEADERS
DORONG KEBIASAAN UNTUK KERJA GOTONG ROYONG
AJAK DAN DORONG KEPALA DESA MEMBERIKAN REWARD BAGI DUSUN
YANG PERTAMA ODF
TERUS DAN INGATKAN JANJI WAKTU DEKLARASI ODF
LAKUKAN EVALUASI KERJA, LIBATKAN PIHAK LUAR
BILA SATU DESA ODF, UMUMKAN, RAYAKAN DAN UNDANG
MASYARAKAT DESA BERDEKATAN UNTUK SALING BELAJAR
BUAT PAPAN PENGUMUMAN DI JALAN MASUK DUSUN ATAU DESA ODF
HARGAI SEMUA NATURAL LEADER DAN MANFAATKAN MEREKA SEBAGAI
NARA SUMBER UNTUK MEMICU LOKASI DESA LAIN
TINGKATKAN DARI STATUS ODF KE KEGIATAN STBM LAIN SEPERTI
PENGELOLAAN SAMPAH, AIR LIMBAH, CTPS
MULAI KERJA UNTUK MENGKAITKAN DG KEGIATAN PEMASARAN
SANITASI.