Anda di halaman 1dari 34

PROGRAM PEMICUAN

DI STBM

PENGERTIAN

Pemicuan adalah suatu kegiatan sifatnya


diharapkan akan menimbulkan effek
yang besar dan berakumulatif
Pemicuan merupakan suatu upaya untuk
menimbulkan suatu energy lebih dalam
diri seseorang atau kelompok, sehingga
terjadi suatu mata rantai gerakan yang
exponensial (menggelora, menggelegar
bagai ombak samudra)

STRATEGI PEMICUAN

Penciptaan lingkungan yang kondusif


Mengutamakan gerakan masyarakat
Pemicuan harus terfokus
Penguatan kapasitas fasilitator
Reward system

Penciptaan Lingkungan Yang


Kondusif

Penciptaan lingkungan yang kondusif dimaksudkan


agar setiap stake holder atau
pemangku
kepentingan
yang
terkait,
baik
ditingkat
Kabupaten, Kecamatan dan khususnya tingkat
Desa memberikan support yang optimal dalam
kegiatan STBM di level masyarakat, sehingga
terwujud lingkungan dan perilaku hidup bersih dan
sehat.
Untuk itu seorang Fasilitator harus secara pro-aktif
melakukan koordinasi, advokasi, sosialisasi baik
kepada
instansi
pemerintah,
organisasi
kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat
dan swasta yang ada di wilayah kerjanya

Mengutamakan Gerakan
Masyarakat

Gerakan masyarakat, kapanpun dan dimanapun dilakukan,


akan menimbulkan atau menciptakan suatu timbulan energy
yang besarnya tak terhingga. Untuk itu dalam program STBM,
khususnya pemberdayaan untuk perubahan perilaku dan
peningkatan layanan akses sarana sanitasi/jamban gerakan
masyarakat perlu diungkit dan dirangsang untuk timbul.
Kegiatan seperti kerja bakti, gotong royong dan saling
membantu dalam pembuatan jamban keluarga misalnya akan
sangat effektif demi tercapainya ODF pada suatu komunitas.
Gerakan masyarakat pada hakekatnya adalah gerakan untuk
mau saling memberi dari setiap individu dalam masyarakat,
entah itu dalam bentuk materi atau tenaga, entah itu dari
yang besar kepada yang kecil atau bahkan sebaliknya

Pemicuan Terfokus

Pemicuan harus terfokus dan didasari


oleh sesuatu yang memang akan mampu
untuk menjadi besar dan meluas.
Utamakan bahwa dalam pemicuan dipilih
daerah yang ada potensinya untuk
berkembang, karena akhirnya daerah
tersebut akan dijadikan acuan bagi
daerah lain untuk mereplikasi.

Pemicuan Terfokus

Pilih suatu wilayah yang besarannya tidak terlalu luas


(misal suatu wilayah dusun atau RW) sehingga relative
mudah dicover dan dimonitor.
Daerah tersebut jelas masalahnya dan dianalisis
kemungkinan sumber dayanya.
Pemicuan tidak harus dilakukan pada seluruh dukuh atau
RW dalam suatu wilayah desa.
Pemicuan yang difokuskan dalam satu atau dua dukuh/RW
asalkan terencana, mantap, serius dan berkesinambungan
dalam pendampingan akan lebih menghasilkan karya
yang nyata, dibanding dengan pemicuan yang terlalu luas
tetapi tidak mendalam dan hanya sekilas saja.
Pemicuan dalam wilayah dukuh/RW, dan berhasil, kelak
akan menjadi bahan replikasi dan dijadikan acuan, contoh
bagi dukuh/RW dalam desa yang bersangkutan, dan
bahkan desa lainnya.

Penguatan Kapasitas Fasilitator

Fasilitator merupakan ujung tombak dilapangan, yang berhadapan


langsung dengan masyarakat yang sangat variatif tingkat sosialnya,
dari yang tinggi sampai yang rendah sekalipun.
Fasilitator diharapkan sebagai change agent dari yang tadinya halhal tidak mungkin menjadi segalanya bisa mungkin.
Fasilitator juga harus berhubungan, berkomunikasi dengan berbagai
pemangku kepentingan yang kadang-kadang power full dan
untouchable
Agar mampu berkoordinasi dan berkomunikasi tersebut dengan
kepercayaan diri yang optimal, maka kepada fasilitator perlu dibekali
berbagai ilmu dan ketrampilan baik yang bersifat materi-substansi
teknis maupun yang bersifat non-teknis, seperti misal yang terkait
pengembangan diri. Untuk penguatan teknis dapat dilakukan dengan
pelatihan ataupun refreshing, tukar menukar informasi, kunjungan
lapangan ke lain daerah, dan lain-lain. Sedangkan untuk kemampuan
non-substansi teknis dapat dilakukan dengan berbagai cara, misal
pelatihan kepemimpinan, pengembangan diri, dan lain-lain.

Reward System

Reward system adalah suatu bentuk penghargaan kepada pihak lain,


baik itu dalam bentuk materi maupun non-materi, dan hal ini sangat
perlu diterapkan dalam proses pemicuan STBM.
Memberi applous tepuk tangan kepada orang yang baru selesai
memberikan pendapat adalah suatu bentuk reward. Memberi tepuk
tangan kepada orang yang menyatakan sikap
telah siap akan
membangun jamban dalam suatu kurun waktu tertentu adalah suatu
bentuk reward. Kehadiran seorang dokter Puskesmas, seorang Camat
atau ibu Camat, apalagi seorang Kepala Dinas atau bahkan Bupati ke
suatu desa adalah sebentuk reward bagi desa tersebut yang tinggi
nilainya.
Reward juga harus dikembangkan untuk para fasilitator yang sudah
berhasil. Reward tidak harus dalam bentuk uang. Bentuk reward lain
misalnya makan siang bersama dengan Bupati atau para pejabat
yang lain, memberi kesempatan kepada fasilitator untuk presentasi
pada saat rapat kerja, workshop apalagi tingkat nasional adalah
bentuk reward yang sangat tinggi nilainya.

TAHAPAN DALAM
PEMICUAN

Tahap pra pemicuan


Tahap pelaksanaan pemicuan
Tahap pasca pemicuan
Tahapan ini bukan merupakan pembagian
waktu, tetapi merupakan suatu proses
yang mengalir dengan teratur dan
berkesinambungan,
sebagai
suatu
kesatuan proses yang utuh dan dinamis

Tahap Pra Pemicuan

Pengenalan/identifikasi Lingkungan
Koordinasi dengan Puskemas dan Tim
Kecamatan lainnya
Peran masyarakat sekolah

Pengenalan/identifikasi
Lingkungan

Kondisi lingkungan, suatu daerah yang akan dipicu harus


benar-benar dikenal dan dicermati terlebih dahulu oleh
seorang fasilitator.
Untuk memahami dan mengenal kondisi lingkungan suatu
daerah, seorang Fasiliator Kesehatan harus sudah tinggal
atau berada dalam kurun waktu yang relatif cukup lama,
dan lebih baik kalau seorang Fasilitator telah tinggal
menetap di daerah atau desa yang akan dipicu tersebut.
Apabila seorang Fasilitator sudah tinggal atau menetap
disuatu desa, maka fasilitator akan dianggap sudah
sebagai keluarga atau kerabat sendiri, dan bukan
dianggap sebagai orang asing, yang masuk desa dan
hanya akan membuat masalah atau mengganggu
ketenangan desa.

Pengenalan/identifikasi
Lingkungan

Kondisi lingkungan suatu daerah yang harus dikenali


meliputi lingkungan geofisik maupun sosial budaya,
karena kondisi kedua aspek tersebut nantinya akan
sangat berpengaruh dalam proses pemicuan dan
tingkat keberhasilannya.
Dari hasil pengenalan atau identifikasi lingkungan
geofisik dan sosial-budaya yang ada dimasyarakat
maka akan dapat ditarik kesimpulan unsur-unsur
mana yang masuk dalam kategori sebagai
Kekuatan/Peluang atau sebagai Kendala/Tantangan,
yang selanjutnya dapat dijadikan sebagai suatu
acuan atau pijakan untuk kegiatan pemicuan

Pengenalan/identifikasi
Lingkungan
Aspek Sosial-budaya yang perlu diidentifikasi misalnya:
Tokoh masyarakat misal Uztad, Kyai, Guru Sekolah di desa, dll

Tokoh pemuda, Tokoh Perempuan


Organisasi PKK, Organisasi kemasyarakatan , Pramuka,
Kelompok pengajian
Kejadian penyakit diare, kecacingan, dll
Tidak ada proyek atau subsidi pemerintah di desa
Ada solidaritas warga, misal gotong royong, kerja bakti
Nilai sosial-budaya, agama yang mendukung PHBS
Dijumpai pengusaha di desa
Saat-saat orang kesawah
Kebiasaan orang berkumpul, bergosip ria
Masyarakat yang homogen

Pengenalan/identifikasi
Lingkungan
Aspek Geofisik yang perlu diidentifikasi, misalnya :
Kolam ikan, adanya sungai, danau
Air sungai kotor
Kebun kosong yang luas
Kotoran manusia dimana-mana
Lahan untuk BAB terbatas, sempit
Lingkungan kumuh, kotor dan bau menyengat
Tanah yang subur, dijumpai kebun kopi, coklat,
pisang, dll
Tingkat air tanah tinggi (misal gali 1 meter sudah
berair)
Banyak dijumpai kakus/jamban di sepanjang sungai

Koordinasi dengan Puskemas


dan
Tim Kecamatan lainnya

Fasilitator harus sudah melakukan kontak dengan


unit lain yang terkait, terutama PUSKESMAS
setempat, agar unit tersebut dapat berdampingan
dengan Fasilitator dalam pelaksanaan pemicuan.
Fasilitator harus sudah memberi informasi kepada
Puskesmas kapan dan dimana proses pemicuan
akan dilakukan.
Selain unsur dari Puskesmas, unit lain yang
seyogyanya ikut bergabung dalam proses
pemicuan adalah unsur Kecmatan (Camat), urusan
PMD, PKK dan tokoh masyarakat setempat ( msl
tokoh agama, pemuda, dll)

Peran Masyarakat Sekolah

Sekolah merupakan suatu laboratorium


yang
dapat dijadikan obyek vital sekaligus subyek dalam
penerapan STBM.
Dalam lingkup sekolah, rantai pemicuan akan
berlangsung
secara
berjenjang
dan
berkesinambungan, yaitu dari guru ke murid dan
kemudian murid dapat berperan ganda dalam
proses pemicuan lanjutan, yaitu dari murid ke murid
lainnya, dari murid ke orang tua dan dari murid ke
masyarakat sebagai suatu group presure.
Effek pemicuanpun dapat diharapkan lebih dahsyat,
mengingat anak usia sekolah pada umumnya lebih
antusias dalam mengadopsi ide-ide baru

Tahap Pelaksanaan Pemicuan

Bina suasana
Pemetaan perilaku BABS
Transect walk
Pemicuan melalui analisis kuantitatif tinja
Pemicuan melalui sentuhan ego,
humanism, rasa jijik, keagamaan
Rencana Tindak dan Pendampingan

Bina Suasana

Perkenalan
Sampaikan maksud dan tujuan
Pencairan suasana ice breaking
Meminta izin dengan masyarakat bahwa
kita boleh belajar

Pemetaan Perilaku BABS

Pemicuan
melalui
analisis
partisipasi
dimulai
dengan
menggambarkan peta wilayah RT/RW/Dukuh oleh masyarakat itu
sendiri.
Kemudian peserta diminta menggambar sungai, masjid, sekolah,
dll yang merupakan sarana umum di wilayah tersebut.
Selanjutnya peserta diminta mengambarkan peta lokasi rumah
masing-masing, sekaligus tanyakan kepada mereka kemana saat
ini mereka buang air besar. Beri kode simbol atau gambarkan
rumah dengan warna kuning bagi mereka yang BAB
sembarangan, dan warna hijau untuk rumah mereka yang BAB
di jamban. Dalam pemicuan bias juga menggunakan bahanbahan yang ada disekitar lokasi, seperti daun, batu, ranting
kayu, dll. Dengan memberi simbol atau warna pada lokasi
gambar rumah masing-masing, maka akan terlihat dengan
jelas, bagaimana penyebaran tinja yang ada di wilayah tersebut.
Untuk kepentingan masyarakat dalam memonitor dan evaluasi
kondisi wilayahnya sendiri pada waktu yang akan datang, maka
peta yang dibuat diatas tanah pada saat proses pemicuan
harus disalin ke atas kertas yang cukup lebar (missal kertas

Transect walk

Pemicuan nyata lapangan dilakukan dengan cara menelusuri wilayah


dalam suatu RT/RW/Dukuh untuk mengetahui lokasi-lokasi dimana
warga setempat buang air besar sembarang.
Semua peserta yang hadir dalam proses pemicuan diajak untuk jalan
bersama melihat lokasi tersebut.
Bila peserta transect melewati suatu lokasi BABS kepada mereka
dilarang untuk menutup hidung, sehingga peserta merasakan betapa
bau yang timbul akibat tinja berada diruang terbuka sembarangan.
Ingat, dilarang menutup hidung saat transect walk dan tetap berhenti
ditempat sekejap untuk diskusi.
Ajak peserta untuk mendiskusikan keadaan tersebut, baik dari aspek
keindahan dan kebersihan lingkungan, dari aspek penyebaran penyakit,
dari aspek keselamatan, dll.
Akhirnya tanyakan kepada warga yang
BABS tersebut, bagaimana perasaannya sekarang setelah orang lain
menderita akibat bau menyengat.
Jika ada kelompok anak yang ikut dalam transek, atau tak jauh dari
tempat BAB sembarangan tersebut,, tanyakan apakah mereka senang
akan keadaan tersebut. Ajak anak-anak untuk menghentikan kebiasaan
BAB sembarangan, ajak untuk membuat nyanyian, slogan, puisi atau
bentuk-bentuk kesenian lainnya.
Pemicuan dengan melalui transect walk ini akan lebih menyentuh ego
seseorang, dengan timbulnya rasa malu dan rasa jijik seseorang apalagi

Pemicuan melalui analisis


kuantitatif tinja

Untuk lebih memberi gambaran tentang tingkat besaran tinja yang


tersebar luas secara sembarangan, masyarakat diminta untuk
menghitung sendiri berapa kg/kwtl/ton jumlah tinja yang berhamburan.
Tanyakan kepada mereka berapa jumlah anggota keluarga, kemudian
kalikan dengan jumlah tinja yang dibuang manusia per orang per hari
( yaitu sekitar 400 gram/orang/hari). Dengan cara perhitungan
tersebut, maka dapat dihitung berapa besar tinja yang berhamburan
dalam suatu wilayah, dalam kurun waktu sehari, seminggu, sebulan,
setahun dan seterusnya.
Teruskan pertanyaan, KEMANA SELAMA INI TINJA TERSEBUT PERGI???
- Tinja dikebon dimakan ayam, dan akhirnya dimakan manusia
- Tinja dilahan kosong, mengering, menjadi debu, dihirup manusia
- Tinja di balong/empang dimakan ikan dan akhirnya dimakan masuk
ke manusia.
- Tinja masuk ke sungai mencemari air dan akhirnya masuk ke
manusia juga.

Pemicuan melalui sentuhan ego,


humanism, rasa jijik, keagamaan

Bilamana masyarakat buang air besar sembarangan di sungai atau di


empang, maka fisik tinja tidak akan terlihat secara nyata, karena dalam
waktu yang relatif singkat tinja tersebut akan hilang tebawa air sungai,
atau tertelan ikan mujair di empang.
Untuk kondisi semacam ini maka perlu teknik-teknik pemicuan lain yang
lebih kena sasaran. Fasilitator hendaknya punya kemampuan
berimprovisasi dalam melakukan pemicuan sesuai dengan kondisi
setempat. Misalnya:
- Gunakan pengalaman seorang ibu yang habis melahirkan yang
kemudian BAB disungai pada saat hari hujan. Tanyakan pada Ibu
tersebut perasaanya, apakah nyaman, apakah aman.
- Gunakan pengalaman seorang ibu yang habis melahirkan yang
kemudian BAB dikebon pada malam hari. Tanyakan pada Ibu tersebut
perasaanya.
- Tanyakan kepada seorang Bapak, bagaimana perasaannya jika
isterinya atau anak perempuannya sedang BAB di sungai atau kebon
kemudian terlihat orang lain.
- Mintakan pada seorang guru agama/Kyai/Uztad untuk menjelaskan
hubungan antara kebersihan dengan agama dan keimanan seseorang.
- Tunjukan seekor ikan yang isi perutnya penuh dengan tinja, dan

Pemicuan melalui sentuhan


aspek bahaya penyakit

Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang erat


kaitannya dengan air dan saanitasi. Untuk itu
masyarakat diajak melihat bagaimana TINJA kotoran
manusia dapat dimakan masuk ke MULUT manusia itu
sendiri dan bahkan manusia lainnya dan akhirnya
menimbulkan penyakit diare. Dalam hal ini biarkan
masyarakat untuk membuat alur kontaminasi ORAL
FECAL.
Kemudian kembangkan pertanyaan yang bersifat
memicu perasaan takut atau rasa lainnya, seperti missal:
- Apakah ada peserta atau anggota ke;luarga diskusi
yang pernah sakit diare atau sakit lainnya terkait
kesehatan lingkungan
- Apakah yang sakit punya jamban atau tidak

Pemicuan melalui sentuhan


aspek bahaya penyakit
- Penderita dari warga kaya atau miskin
- Bagaimana perasaan ibu/bpk ketika
melihat anaknya sakit tergolek di RS
- Adakah anak atau anggota keluarga yang
mati akibat penyakit
- Bagaimana perasaan mereka saat tau
anak atau anggota keluarga mati
- Bagaimana kondisi keuangan saat itu?
- Dan lain-lain

Rencana Tindak dan


Pendampingan

Rencana Tindak pada hakekatnya adalah


sesi masyarakat, maka diharapkan yang
memimpin sesi ini adalah salah satu dari
anggota yang hadir dalam proses
pemicuan
(kelak,
mungkin
orang
ttersebut akan menjadi Natural Leader).
Pancing dan tawarkan pada mereka siapa
yang akan memimpin dalam sesi ini, dan
usahakan agar Fasiliator seminimal
mungkin untuk mengintervensi sesi ini.

Rencana Tindak dan


Pendampingan

Rencana tindak pada intinya merupakan


kesanggupan seseorang, KAPAN mereka
akanmembangun jamban secara swadaya.
Berilah reward/penghargaan saat itu juga
(misal
cukupdengan
tepuk
tangan
bersama) bila ada anggota masyarakat
yang sudah terpicu danmerencanakan
sanggup kapan mereka akan membangun
jamban
dengan
menyebut
waktupembangunan jamban.

Rencana Tindak dan


Pendampingan

Buatlah daftar kehadiran dan daftar kesangupan


bagi mereka yang hadir dalam proses pemicuan,
dan bagi anggota masyarakat yang sudah
memberi kesanggupan pembangunan jamban
diminta untuk parap/tanda tangan.
Absensi ini kelak akan berguna sebagai alat
monitoring, untuk menagih janji-janji mereka
dalam pembangunan jamban.
Pembuatan absen, daftar kesanggupan dan
kegiatan menagih janji biarkan untuk
dilakukan oleh masyarakat sendiri atau Natural
Leader yang ada.

Rencana Tindak dan


Pendampingan

Fasilitator dan Tim Tingkat Kecamatan harus selalu


pendampingan.
Suntikan semangat harus selalu diberikan, terutama
bagi mereka yang belum terpicu. Biarkan
masyarakat melakukan inovasi untuk membangun
jambanya sendiri.
Bilamana pada suatu wilayah (RT/RW/Dukuh) terjadi
kegagalan pada saat pemicuan awal maupun saat
pelaksanaan Rencana Tindak, maka abaikan untuk
sementara wilayah tersebut.
Biarkan mereka melihat sendiri hasil yang terjadi
pada wilayah lain terlebih dahulu, baru dilakukan
pendampingan lagi

Tahap Pasca Pemicuan


(Monitoring dan Evaluasi)

Monitoring adalah suatu kegiatan untuk


melihat perkembangan suatu kegiatan,
dalam hal ini kegiatan pembangunan
sarana jamban keluarga dan PHBS.
Monitoring
dapat
dilakukan
oleh
masyarakat
itu
sendiri
(monitoring
partisipatif) maupun monitoring yang
dilakukan oleh Fasilitator atau oleh Tim
Gabungan Lintas Kecamatan (external
monitoring)

Tahap Pasca Pemicuan


(Monitoring dan Evaluasi)

Evaluasi dilakukan untuk mengetahui


seberapa jauh keberhasilan masyarakat
telah berubah perilakunya dari buang air
besar sembarangan kearah PHBS yang
lebih baik sesuai dengan kaidah kesehatan
masyarakat dibanding pada saat atau awal
kegiatan berjalan.
Kegiatan evaluasi dapat dilakukan oleh
masyarakat itu sendiri (evaluasi
partisipatif) maupun oleh pihak gabungan
dari Fasilitator dan Tim Tingkat Kecamatan.

Tahap Pasca Pemicuan


(Monitoring dan Evaluasi)

Indikator keberhasilan dilihat dari out put kegiatan yaitu


berapa banyak jamban yang dibangun oleh masyarakat
dalam suatu wilayah tertentu (RT/RW/Dukuh).
Namun demikian harus dimaknai bahwa STBM bukanlah
jambanisasi dalam suatu desa tetapi yang lebih penting
adalah
adanya
kesadaran
masyarakat
untuk
menjalankan apa-apa yang telah mereka ketahui terkait
masalah kebersihan, keindahan, kenyamanan dan
kesehatan.
Untuk mengetahui keberhasilan dari indikator aspek
perilaku, perlu dikembangan monitoring dan evaluasi
secara partisipatif dari masyarakat itu sendiri
Indikator impact yang perlu dilihat adalah seberapa jauh
terjadinya penurunan angka kesakitan penyakit diare

Kunci Kerja Fasilitator

Fasilitator harus mengenal prinsip-prinsip fundamental dan yang


tidak boleh dinegoisasi dalam pemicuan STBM. Hal tersebut
adalah:
Tidak ada subsidi untuk pembangunan jamban keluarga, tidak
terkecuali untuk warga kurang mampu atau kelompok minoritas
lainnya. KATAKAN TIDAK AKAN ADA SUBSIDI.
Tidak ada blue-print design yang ditawarkan pada masyarakat
dalam membangun jamban. Hanya masyarakat itu itu sendiri yang
menentukan bentuk jamban, yang menentukan design, dan bukan
pihak luar (PU, Dinkes, dll)
Pada awalnya pembangunan jamban mungkin berjalan secara
lambat, namun akan berjalan cepat dan membesar dikemudian
hari.
STBM/CLTS jangan diartikan sekedar membangun jamban
sederhana, tetapi memang STBM/CLTS dapat dimulai dari jamban
yang paling sederhana.

Kunci Kerja Fasilitator

Fasilitator tidak mengajari atau menyuruh masyarakat


untuk membuat jamban, tetapi memFASILITASI untuk
menganalisa kondisi diri dan lingkungan.
Hindari memberitahu apa yang baik dan apa yang buruk.
Biarkan masyarakat menyadari sendiri
Hindari menjadi pemimpin dan mendominasi dalam
proses
diskusi.
Fasilitator
hanya
melemparkan
pertanyaan pancingan, dan biarkan masyarakat yang
bicara lebih banyak.
Jangan
langsung
menjawab
suatu
pertanyaan
masyarakat. Kembalikan setiap pertanyaan kepada
masyarakat itu sendiri ( misal Bagaimana sebaiknya
pendapat Bpk/Ibu/Sdr akan pertanyaan atau usulan
tadi.?)

Anda mungkin juga menyukai