Anda di halaman 1dari 19

TUGAS

MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA


(Dosen : Sobar Darmaja, S.Psi, MKM)

Nama : Margareth Kristin D.I. Silalahi


NPM : 20140000142
(Kelas MPK)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU


PROGRAM PASCA SARJANA ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
JAKARTA 2015

KEBUTUHAN DAN PENDAYAGUNAAN TENAGA


BIDAN DI INDONESIA

1. Rumusan Permasalahan
Data Biro Pusat Statistik menyajikan jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2008
sebesar 228.532.342 jiwa. Penduduk berjenis kelamin perempuan sebanyak 50 % dan
penduduk usia 014 tahun sebanyak 27,23%. Memperhatikan komposisi ini dapat diketahui
peran vital perempuan dalam fungsi reproduksi dan penentuan derajat kesehatan ibu dan
anak.
Hambatan sosial ekonomi budaya yang dihadapi sepanjang siklus hidup perempuan
merupakan akar masalah budaya kesehatan maternal yaitu hamil, bersalin dan nifas. Melalui
pendekatan siklus hidup diketahui bahwa masalah mendasar kesehatan perempuan telah
terjadi jauh sebelum memasuki usia reproduksi.
Kesehatan dan status gizi perempuan sampai saat ini masih masalah utama dan
semakin memprihatinkan dapat terlihat dari Angka Kematian Ibu dimana Indonesia
menduduki peringkat paling tinggi di ASEAN, meningkatnya AKI disebabkan oleh lemahnya
posisi perempuan dimasyarakat misalnya pernikahan diusia muda, hamil di usia muda, terlalu
sering hamil atau terlalu tua hamil. Pada penelitian lainnya mengungkapan adanya hubungan
yang sangat erat secara statistic, antara penolong persalinan oleh tenaga kesehatan dengan
angka kematian ibu maternal. Dimana semakin tinggi cakupan pertolongan persalinan oleh
tenaga kesehatan yang kompeten maka angka kematian maternal akan mengalami penurunan
dan sebaliknya bila cakupannya rendah maka MMR akan meningkat. Hal tersebut masih
terbentur permasalahan yang berkaitan dengan belum meratanya distribusi tenaga kesehatan
khususnya bidan serta kualitas bidan yang diharapkan dapat menjadi agen perubahan
dimasyarakat.
Departemen kesehatan telah mendidik bermacam jenis profesi tenaga kesehatan,
dimana tujuan awalnya adalah untuk memenuhi kebutuhan program pemerintah dalam
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Namun dalam perkembangannya kebutuhan
akan tenaga kesehatan juga mempertimbangkan tuntutan pasar dan kebutuhan berbagai
segmen masyarakat sehingga terjadi perkembangan jumlah pendidikan kebidanan yang pesat

namun tidak diimbangi dengan pengendalian mutu lulusan yang juga akan mempengaruhi
kualitas pelayanan kesehatan. Berbagai faktor atau determinan yang mempengaruhi derajat
kesehatan antara lain adalah lingkungan (fisik, biologik, dan sosial), perilaku dan gaya hidup,
faktor genetis, dan pelayanan kesehatan. Dalam system kesehatan itu sendiri, menurut Sistem
Kesehatan Nasional (Depkes, 2004), paling tidak terdapat enam subsistem yang turut
menentukan 11 kinerja sistem kesehatan nasional yaitu subsistem upaya kesehatan,
pembiayaan kesehatan, sumber daya manusia (SDM) kesehatan, obat dan perbekalan
kesehatan, pemberdayaan masyarakat, dan manajemen kesehatan. Dalam subsistem SDM
kesehatan, tenaga kesehatan merupakan unsure utama yang mendukung subsistem kesehatan
lainnya. Yang dimaksud dengan tenaga kesehatan adalah semua orang yang bekerja secara
aktif dan profesional di bidang kesehatan, yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan
dalam melakukan upaya kesehatan. Subsistem SDM kesehatan bertujuan pada tersedianya
tenaga kesehatan yang bermutu secara mencukupi, terdistribusi secara adil, serta
termanfaatkan secara berhasil-guna dan berdaya- guna, untuk menjamin terselenggaranya
pembangunan kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggitingginya (Depkes, 2004).
Rasio tenaga kesehatan per 100.000 penduduk belum memenuhi target yang
ditetapkan sampai dengan tahun 2010. Sampai dengan tahun 2008, rasio tenaga kesehatan
untuk bidan 43,75 dibanding target 75. Dari pendataan tenaga kesehatan pada tahun 2010,
ketersediaan tenaga kesehatan di rumah sakit milik pemerintah (Kementerian Kesehatan dan
Pemerintah Daerah), telah tersedia 68.835 perawat/bidan. Dengan memperhatikan standard
ketenagaan rumah sakit yang berlaku, maka pada tahun 2010 masih terdapat kekurangan
tenaga kesehatan di rumah sakit milik pemerintah (Kementerian Kesehatan dan Pemerintah
Daerah), sejumlah 6.677 perawat/bidan. Dengan demikian kekurangan tenaga kesehatan di
rumah sakit akan lebih besar lagi bila dihitung kebutuhan tenaga kesehatan di RS milik
kementerian teknis lainnya, Rumah Sakit/Lembaga Kesehatan TNI dan POLRI serta Rumah
Sakit Swasta. Sedangkan di Puskemas pada tahun 2010 telah tersedia 83.000 bidan. Pada
tahun yang sama, di Puskesmas di daerah terpencil, perbatasan dan kepulauan (DTPK) telah
tersedia tenaga kesehatan sebanyak 496 bidan. Dengan memperhatikan standard ketenagaan
Puskesmas yang berlaku, maka pada tahun 2010 masih terdapat kekurangan tenaga kesehatan
di Puskesmas, sejumlah 21.797 bidan. Pemenuhan kebutuhan tenaga kesehatan untuk daerah
tertinggal, terpencil, perbatasan dan kepulauan tahun demi tahun diupayakan untuk
ditingkatkan, namun belum dapat mencapai harapan.

2. Data Numerik Pendidikan Bidan


Data numerik pendidikan bidan yang digunakan adalah data dari EPSBED, Pusdiknakes
dan Ban-PT tahun 2008/2009.
1. Distribusi Program Studi
Jenjang program studi Kebidanan yang terdaftar pada EPSBED adalah D III Kebidanan,
D IV Kebidanan, SI dan S2 Kebidanan, di Pusdiknakes D III Kebidanan dan D IV Bidan
Pendidik.
Jenjang Pendidikan bidan dibagi berdasarkan izin penyelenggaraan pendidikan yang
didapatkan dari DIKTI dan DEPKES.
Tabel 2.1
Program Studi Pendidikan Bidan berdasarkan Status Kepemilikan Izin Tahun
2008/2009
Jenjang Pendidikan Berdasarkan Status Kepemilikan
Izin DIKTI
Izin Depkes

Izin DIKTI

Pulau

Rekomendasi
DEPKES

D III

S1

S2

D III

S1

S2

D III

Sumatera

57

IV
17

34

IV
5

138

Jawa

141

26

31

111

Bali+Nusa

10

11

Tenggara
Kalimantan

13

18

Sulawesi

52

13

Maluku+Papua

Jumlah

276

48

84

21

293

Sumber : Data Pusdiknakes 2008-2009, Data EPSBED - 17/08/2010 (www.evaluasi.or.id)


Dari

tabel

2.1 dapat

dilihat

berdasarkan

status

kepemilikan

untuk

Izin

Penyelenggaraan D III dibawah DIKTI paling banyak di pulau Jawa (160 D III Kebidanan),

D III Kebidanan yang mempunyai dua izin penyelenggaraan DIKTI dan DEPKES paling
banyak berada di pulau Jawa (141 D III kebidanan), sedangkan D III Kebidanan izin
penyelenggaraaan di bawah DEPKES paling banyak di pulau Sumatera (34 D III kebidanan).
2. Data Mahasiswa
Data jumlah mahasiswa yang olah hanya dari sebagian institusi yang ada terdiri dari 437
D III Kebidanan, 45 D IV Bidan Pendidik, Dua S 1 Kebidanan dan satu S2 Kebidanan. (242
Institusi D III Kebidanan dan 24 D IV Kebidanan yang mempunyai data tidak lengkap)
a. Jumlah Mahasiswa Per Pulau
Tabel 2.2
Jumlah Mahasiswa berdasarkan wilayah di Indonesia tahun 2008/2009
Pulau
Sumatera
Jawa
Bali+Nusa

D III
38286
50720
2884

JENJANG PENDIDIKAN
D IV
S1
617
0
2710
336
0
0

Jumlah
S2
0
120
0

38903
53886
2884

Tenggara
Kalimantan
3822
75
0
0
3897
Sulawesi
13836
0
0
0
13836
Papua+Maluku
380
0
0
0
380
Jumlah
109928
3402
336
120
113786
Sumber : Data Pusdiknakes, Data EPSBED - 17/08/2010 (www.evaluasi.or.id)
Berdasarkan tabel 5.2 dapat di ketahui hampir setengah (47,4%) jumlah mahasiswa
bidan berada di pulau Jawa.

b. Jumlah Mahasiswa berdasarkan Status Kepemilikan Izin


Jumlah mahasiswa berdasarkan status kepemilikan izin dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.3
Jumlah Mahasiswa berdasarkan Status Kepemilikan izin tahun 2008/2009

Pulau

Sumatera
Jawa
Bali + Nusa

Jenjang Pendidikan Bidan Berdasarkan Status Kepemilikan


Izin DIKTI
Izin
Izin DIKTI
D III
11394
33852
761

D IV
617
2710
0

S1
0
336
0

S2
0
120
0

Depkes
D III
1425
2165
330

dan DEPKES
D III
25467
14703
1793

Tenggara
Kalimantan
6909
75
0
0
490
1816
Sulawesi
1516
0
0
0
810
5957
Maluku+Papua
160
0
0
0
178
202
Jumlah
54592
3402
336
120
5398
49938
Sumber : Data Pusdiknakes, Data EPSBED - 17/08/2010 (www.evaluasi.or.id)
Berdasarkan tabel 5.3 diketahui jumlah mahasiswa yang kuliah di institusi pemilik
izin dikti hampir seluruhnya (93,4 %) dari jenjang pendidikan DIII, mahasiswa yang kuliah
di institusi pemilik izin Depkes hampir setengahnya (40,1 %) berada di Jawa dan mahasiswa
yang kuliah di Institusi pemilik izin Dikti dan Depkes lebih daari setengahnya (50,99%)
berada di Sumatra.

3. Analisis Situasi Saat Ini


Pesatnya pembangunan gedung bertingkat di Indonesia pada era kemerdekaan ini tak
seiring dengan peningkatan derajat kesehatan ibu dan anak. Hal ini dapat dilihat dari
beberapa indikator yaitu Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB).
Kawasan Asia Tenggara menyumbang hampir sepertiga jumlah kematian ibu dan anak
di Dunia, per tahun total kematian Ibu mencapai 170.000 sementara kematian bayi baru lahir
mencapai1.300.000 pertahun, dan India, Bangladesh,Indonesia, Nepal serta Myanmar
menyumbang sampai 98% dari seluruh kematian ibu dan anak di kawasan Asia Selatan dan
Tenggara. Pada negara industri, atau di daerah-daerah makmur yang ada di negara miskin,
AKI biasanya sekitar 10 per 100.000 persalinan. Secara global, sebagian besar kematian ibu
terjadi di negara-negara miskin dimana kematian biasanya dihubungkan dengan faktor
kemiskinan dan kurangnya akses terhadap pelayanan kesehatan yang baik.
Provinsi dengan kasus kematian ibu melahirkan tertinggi adalah Provinsi Papua, yaitu
sebesar 730/100.000 kelahiran hidup, diikuti Provinsi Nusa Tenggara Barat sebesar
370/100.000 kelahiran hidup, Provinsi Maluku sebesar 340/100.000 kelahiran hidup, dan

Provinsi Nusa Tenggara Timur sebesar 330/100.000 kelahiran hidup. (Dinas Kesehatan
Provinsi Sulawesi Selatan, 2008).

4.

Sebaran Demand Tenaga Bidan Berdasarkan Pelayanan Bidan


Standar praktek dan kompetensi bidan saat ini tertuang dalam Kepmenkes no. 369

tahun 2007 menyatakan bahwa praktik bidan berfokus pada upaya pencegahan, promosi
kesehatan, pertolongan persalinan normal, deteksi komplikasi pada ibu dan anak,
melaksanakan tindakan sesuai kewenangan atau bantuan lain jika diperlukan serta
melaksanakan tindakan kegawat daruratan. Bidan memiliki tugas penting dalam konseling
dan pendidikan kesehatan tidak hanya pada perempuan, tetapi juga kepada keluarga dan
masyarakat.
Kegiatan ini harus mencakup pendidikan antenatal dan persiapan menjadi orang tua
serta dapat meluas pada kesehatan perempuan, kesehatan seksual atau kesehatan reproduksi
dan asuhan anak. Bidan berpraktik di semua fasilitas pelayanan, termasuk di rumah,
masyarakat, rumah sakit, klinik atau unit kesehatan lainnya.

Tabel 4.1 Cakupan Kunjungan Ibu Hamil, Persalinan Ditolong Nakes Dan Jumlah
Bidan Tahun 2010
Pertolongan
Provinsi

K1%

K4 %

Persalinan oleh

Jumlah Bidan

NAD

90,36

81,80

Nakes
85,25

8.564

SUMUT

94,05

90,26

88,26

12.993

SUMBAR
RIAU
JAMBI
SUMSEL
BENGKULU
LAMPUNG
BABEL
KEPRI
JAKARTA
JABAR
JATENG
DIY

93,02
96,00
94,58
94,91
91,82
93,43
102,73
89,64
101,57
93,24
98,75
98,96

81,80
90,31
88,02
88,01
85,08
86,09
94,11
79,08
96,53
85,25
93,39
89,71

87,02
86,18
85,74
86,74
82,21
81,79
93,73
96,24
100
75,28
93,03
95,90

3.753
2.198
1.867
3.206
2.879
4.032
547
585
1.074
8.464
14.511
999

JATIM
95,92
85,90
92,96
10.523
BANTEN
98,04
79,67
79,33
1.992
BALI
97,50
91,87
95,76
1.787
NTB
82,80
83,63
75,69
1.210
NTT
90,73
63,72
85,54
3.124
KALBAR
89,07
81,11
73,24
1.597
KALTENG
91.76
80,60
77,68
1.328
KALSEL
95,31
83,59
85,08
1.918
KALTIM
92,88
80,36
80,23
712
SULUT
98,49
84,86
85,59
1.300
SULTENG
98,02
84,04
80,51
2.227
SULSEL
97,91
84,47
88,07
2.712
SULTRA
90,19
83,36
80,35
2.062
GORONTALO
92,91
82,65
83,62
307
SULBAR
77,22
57,04
62,45
563
MALUKU
82,09
69,69
67,10
946
MALUT
81,37
72,11
61,75
347
PAPUA BARAT
99,33
55,79
78,38
814
PAPUA
57,85
29,44
39,30
1.086
Jumlah
94,51
29,44
39,30
102.227
Sumber data : Profil kesehatan Indonesia, 2009 & PPIBI, 2010

Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa semakin banyaknya jumlah bidan
yang terdapat diwilayah tersebut maka cakupan K1, K4 dan pertolongan persalinan dengan
tenaga kesehatan menunjukkan cakupan yang tinggi. Disisi lain, tergambar pula dibeberapa
propinsi yang memiliki cakupan K1, K4, Persalinan oleh tenaga kesehatan rendah juga
berada di Papua.
Gambar 4.2
Grafik Presentase balita menurut pertolongan persalinan
pertama di pedesaan tahun 2007

Persentase Balita Menurut Pertolongan Persalinan Pertama Di Pedesaan Tahun 2007


Tenaga Medis lainnya; 1%

Keluarga ; 4%
Dokter ; 6%
Bidan; 46%

Dukun; 43%

Bidan

Dukun

Dokter

Keluarga

Tenaga Medis lainnya

Lainnya

Sumber data : Profil Kesehatan Indonesia, tahun 2008


Berdasarkan data diatas tergambar bahwa hampir separuh persalinan di Pedesaan
ditolong oleh bidan. Namun, pertolongan persalinan oleh dukun merupakan alternatif kedua
kedua yang dicari oleh masyarakat setelah itu menyusul dokter dan lainnya. Hal ini terkait
dengan keterbatasan perempuan dalam mengakses pelayanan kesehatan yang berkompeten
yang dipengaruhi kondisi struktur geografis, penduduk yang tersebar tidak merata, sosial
budaya dan gender.

Gambar 4.3
Grafik Presentase Balita menurut Pertolongan Persalinan
pertama di Perkotaan tahun 2007

Persentase Balita Menurut Pertolongan Persalinan Pertama Di Perkotaan Tahun 2007

Keluarga
Dukun;
13% ; 1%
Dokter; 22%
Bidan; 64%

Bidan

Dokter

Dukun

Keluarga

Tenaga Medis Lainnya

Lainnya

Sumber data : Profil Kesehatan Indonesia, tahun 2008


Berdasarkan data diatas pertolongan persalinan oleh tenaga bidan didaerah perkotaan
merupakan presentase tertinggi, disusul oleh dokter sebanyak 22 %, namun masih terdapat
13% pertolongan persalinan dilakukan oleh dukun. Hal ini disebabkan mudahnya akses
pencapaian tenaga kesehatan sebagai penolong persalinan dan didukung oleh kondisi
geografis yang mudah diakses.
Tabel 4.4
Perbandingan Jumlah Bidan dengan AKI Tahun 2001-2005
Provinsi

AKI

Jumlah Bidan

2003
2004
2005
2001
Kep. Bangka Belitung
97
86
121
811
NTB
131
114
104
601
Sumber : Profil Kesehatan Reproduksi & MPS di Indonesia

2005
196
851

Berdasarkan data diatas tergambar dengan meningkatnya tenaga bidan, secara


perlahan dapat membantu penurunan Angka Kematian Ibu. Data diperkuat kembali dengan
pengambilan sampel dua provinsi dimana pada Provinsi NTB pertambahan jumlah bidan

dapat menurunkan AKI pada daerah tersebut dan keadaan sebaliknya terjadi pada Kep.
Bangka Belitung dengan penurunan jumlah bidan dapat meningkatkan AKI. Dengan
demikian, dapat disimpulkan besarnya kontribusi

bidan dalam membantu menurunkan

kematian ibu.
Namun tidak bisa dipungkiri bahwa kuatnya akar budaya di Indonesia menjadi salah
satu faktor penghambat upaya penurunan AKI, kehadiran dukun beranak dimasyarakat yang
lebih dekat dengan lingkungan masyarakat menjadikannya sosok yang dicari dalam upaya
pertolongan persalinan dimasyarakat terutama di desa terpencil.

5. Sebaran Demand Berdasarkan Institusi Pendidikan Bidan


Sesuai Dengan perkembangan teknologi dan tuntutan pelayanan kesehatan,
Departemen Kesehatan sejak beberapa dasawarsa terakhir telah mendidik bermacammacam
jenis profesi tenaga kesehatan. Pada awalnya berbagai profesi tersebut memang diadakan
untuk memenuhi kebutuhan program pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat. Namun dalam perkembangannya kebutuhan akan tenaga kesehatan juga
mempertimbangkan tuntutan pasar dan kebutuhan berbagai segmen masyarakat.

Gambar 5.1 Grafik Program Studi Pendidikan Bidan Berdasarkan Wilayah di


Indonesia Tahun 2008 /2009

300
283
250
200

229

150
100
73

50
0

22 0 0

35

0 0

24
2 1

36

0 0
3

0 0
7

Jenjang Pendidikan DIII

Jenjang Pendidikan DIV

Jenjang Pendidikan S1

Jenjang Pendidikan S2

0 0 0
8

Sumber : Data Pusdiknakes, Data EPSBED - 17/08/2010 (www.evaluasi.or.id)


Institusi kebidanan terbanyak terdapat di Pulau Jawa sedangkan terendah terdapat di
Maluku + Papua, sehingga hal ini akan berpengaruh pada jumlah bidan di kedua wilayah
tersebut. Demikian pula dengan jumlah mahasiswa kebidanan dimana terbanyak berada di
Pulau Jawa.
Tabel 5.2
Jumlah lulusan baru bidan Poltekkes dan Non Poltekkes tahun 2006 2010
NO
1
2
3
4
5

Tahun
Poltekkes
Non Poltekkes
2006
3.287
4.977
2007
4.530
8.847
2008
3.957
5.174
2009
4.513
14.032
2010
4.012
13.816
Jumlah Total
20.299
46.846
Sumber data :Pusdiknakes, tahun 2010

Jumlah
8.264
13.377
9.131
18.545
17.828
67.145

Seiring meningkatnya institusi pendidikan kebidanan, maka terjadi peningkatan


jumlah lulusan bidan yang berpengaruh pada jumlah bidan dimasyarakat. Dengan demikian
diharapkan kebutuhan bidan dimasyarakat dapat terpenuhi.

6. Permasalahan Dualisme Akreditasi Institusi Kebidanan


Akreditasi dipahami sebagai penentuan standar mutu serta penilaian terhadap suatu
lembaga pendidikan (dalam hal ini pendidikan tinggi) oleh pihak di luar lembaga pendidikan
itu sendiri. Mengingat adanya berbagai pengertian tentang hakikat perguruan tinggi (Barnet,
1992) maka kriteria akreditasi pun dapat berbeda-beda.
Badan Akreditasi Nasional-Perguruan Tinggi (BAN-PT) merupakan lembaga nonstruktural di bawah Menteri Pendidikan Nasional, yang ditetapkan melalui Keputusan
Mendiknas nomor 187/U/1998, dan nomor 118/U/2003, dengan keanggotaan yang diangkat
berdasarkan Keputusan Mendiknas nomor 119/P/2003. Selanjutnya berdasarkan Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 30 Tahun 1990 tentang Pendidikan Tinggi, yang kemudian
dipebaharui dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 1999 tentang Pendidikan
Tinggi pada BAB XIV mengenai Pengawasan dan Akreditasi.

Kemenkes berperan

memberikan akreditasi pada institusi pendidikan kesehatan dibawah Pusdiknakes (Poltekkes),


disisi lain Kemenkes juga berperan memberikan pembinaan sampai dengan rekomendasi
pada institusi pendidikan kesehatan non Poltekkes dan seiring waktu Pusdiknakes turut pula
memberikan akreditasi.
Hal ini menimbulkan terjadinya dualisme dalam hal akreditasi, sehingga berdampak
pada akreditasi institusi pendidikan bidan yang telah ada saat ini, dari temuan yang ada
dilapangan terdapat institusi pendidikan bidan baik DIII maupun DIV memilki akreditasi
yang hanya berasal dari BAN-PT, hanya dari Pusdiknakes dan adapula yang mendapatkan
akreditasi dari BAN-PT dan Pusdiknakes.
Permasalahan dualisme akreditasi tersebut ditanggapi berbeda dengan institusi
kebidanan, pada daerah tertentu akreditasi Kemenkes wajib dimiliki oleh setiap institusi,
sehingga terdapat institusi yang melakukan akreditasi pada BAN-PT dan PUSDIKNAKES
sekaligus namun memiliki hasil nilai akreditasi yang berbeda. Dengan demikian masih jelas
terlihat bahwa keduanya memiliki standar yang berbeda dalam memberikan akreditasi
walaupun dari perbedaan hasil yang telah ada tetap tidak dapat disimpulkan bahwa akreditasi
dari BAN-PT lebih baik dari PUSDIKNAKES dan begitu pula sebaliknya.
Dalam permasalahan akreditasi,

IBI sebagai Organisasi profesi belum dapat

memberikan intervensi lebih jauh pada kedua lembaga tersebut. Pembelajaran dari kebidanan

luar negeri bahwa setiap organisasi profesi memiliki Lembaga akreditasi Mandiri, walaupun
saat ini Lembaga tersebut belum ada, namun keberadaan IBI juga harus tetap dilibatkan
dalam memberikan masukan tentang AD/ART yang mengatur unsur-unsur SDM, penguji
serta syarat-syarat dalam akreditasi.

Upaya Peningkatan Performance Bidan Melalui Pendidikan


Gambar 6.1
Alur Pikir Inteversi Utama Penurunan AKI
Kematian Ibu
Kematian Bayi

Akses Yan Ibu <


PK
Remaj
a

Pengetah

ANC

SosBud/
Gender

PNC

Biaya

KNifas

KB

Geografis/
Transport
asi

Kualitas
Pelayanan

Sumber : Rencana Kegiatan Penurunan AKI tahun 2009, Kemenkes RI

Alur pikir diatas merupakan tantangan masa depan bagi kompetensi bidan dalam
upaya menurunkan AKI dengan memperhatikan setiap aspek terkait dimana perhatian tidak
hanya seputar keberadaan tenaga bidan dimasyarakat namun termasuk didalamnya kualitas
pelayanan. Besarnya tuntutan dimasyarakat dalam rangka komitmen bidan dalam membantu
menurunkan kematian Ibu dan bayi maka diperlukan analisa terhadap sistem pelayanan yang

selama ini telah berjalan sampai dengan permasalahan yang ada dalam institusi pendidikan
bidan yang sangat mempengaruhi kualitas lulusan.
Secara kulikuler para calon bidan dipersiapkan pengetahuan agar dapat berfungsi
sebagai bidan yang profesional yang dapat sebagai agen pembaharu dalam komunitasnya.
Dengan besarnya tuntutan bagi profesi bidan menjadikan bidan sebagai profesi yang
memiliki karakteristik sebagai berikut : 1. Mempunyai kemampuan klinik kebidanan yaitu :
pelayanan kebidanan, pelayanan keluarga berencana, pelayanan kesehatan masyarakat. 2.
Kemampuan untuk memberdayakan perempuan, melalui : pendidikan kesehatan dan
konseling,

pendampingan

serta

dukungan

terhadap

perempuan.

3.

Kemampuan

kepemimpinan bagi dirinya sendiri, pasien, teman kerja serta lingkungannya. 4. Sensitif
gender, memberikan pelayanan berkualitas dengan memperhatikan keadlian dan hak-hak
pasien terutama hak reproduksinya. 5. Memberikan pelayanan sepenuh hati, simpati, empati,
tulus ikhlas dan dapat bekerjasama dalam tim. 6. Menjadi sahabat perempuan sehingga dapat
turut serta memajukan perempuan dan memberikan pelayanan yang berfokus pada
perempuan. 7. Bidan selalu mengembangkan diri, belajar untuk meraih masa depan yang
membuat keseimbangan didalam hidup berkarya.
Diperlukan analisa dan kajian khusus yang lebih mendalam tentang kurikulum yang
tengan berjalan hingga saat ini mengingat keterampilan prima bagi bidan tidak hanya sebatas
keterampilan klinis, kebutuhan tersebut belum seutuhnya diakomodir oleh kurikulum yang
ada hingga saat ini.
Salah satu contoh upaya dalam meningkatkan perfomance bidan adalah melalui
pendidikan bidan yang dirancang oleh Yayasan Pendidikan Kesehatan Perempuan (YPKP)
bersama

beberapa

LSM

perempuan

dan

Ikatan

Bidan

Indonesia

(IBI)

dengan

mengintegrasikan gender, kepemimpinan dan hak reproduksi ke dalam kurikulum DIII


Kebidanan.
Peningkatan perfomance tersebut melalui pendidikan Diploma III Kebidanan, yang
mahasiswanya berasal dari desa yang memiliki hubungan kerabat dengan dukun beranak
(traditional birth attendance = TBA). Pemilihan asal mahasiswa ini dengan harapan setelah
menjadi bidan kembali kedesanya, memberikan pelayanan kesehatan reproduksi kepada
masyarakat yang ada didesanya, memberikan pelayanan kesehatan reproduksi kepada
masyarakat yang ada didesanya mulai dari remaja, wanita usia subur, bayi dan balita yang
menjadi target populasinya adalah masyarakat.

Dalam proses pembelajaran dilakukan dengan mengembangkan 9 modul yang


diperuntukan bagi dosen dan mahasiswa untuk memperkuat pembentukan karakter bidan,
sehingga diharapkan para bidan tersebut memiliki perfomance yang berpenampilan prima
baik hard skill maupun soft skill, sebagai daya untuk menggerakkan perempuan sehingga
semua perempuan mendapat kesempatan untuk pelayanan bidan.
Pada saat ini YPKP telah meluluskan 129 bidan, sedangkan kebutuhan bidan masih
sangat banyak karenanya institusi kebidanan lainnya dapat pula mengadopsi program tersebut
demi terciptanya para lulusan bidan yang berfungsi sebagai agen perubahan.

7. Sebaran Demand Berdasarkan Populasi


Gambar 7.1
Grafik Jumlah Bidan Berdasarkan Wilayah Tahun 2010
47101
40633

6121

5555

9171
3193

Sumber : PPIBI, 2010

Berdasarkan data tersebut, pulau Jawa yang merupakan pulau terpadat penduduknya
juga memiliki bidan yang dengan jumlah tertinggi dibandingkan dengan Pulau lainnya,
namun Maluku + papua dengan kepadatan penduduk yang rendah disertai dengan jumlah
pindah yang rendah tidak berarti tidak memiliki permasalahan kesehatan yang kompleks.

Pengangkatan bidan PTT terbanyak berada di Provinsi Sumatera utara sejumlah 1.598
orang dengan jumlah pengangkatan untuk daerah kriteria terpencil 806 orang dan 792 orang
untuk daerah dengan kriteria biasa diikuti oleh provinsi kedua terbanyak yaitu Jawa Timur
sejumlah 1.179 orang dengan pengangkatan untuk daerah terpencil 77 orang dan 1.102 orang
untuk daerah kriteria biasa.
Sejak tahun 1990 pengangkatan tenaga kesehatan khususnya bidan hanya dalam
rangka menggantikan PNS yang sudah pensiun ataupun meninggal dunia. Hal ini berkaitan
dengan keterbatasan dana sehingga tidak memungkinkan bagi pemerintah Indonesia untuk
mengangkat semua jenis tenaga kesehatan sebagai pegawai negri. Antisipasi dalam
pemenuhan tenaga kesehatan adalah dengan adanya tenaga kesehatan yang digunakan dengan
sistem kontrak untuk ditempatkan diwilayah yang sangat dibutuhkan.
Rasio bidan Per 100.000 penduduk 2010
= Jumlah Bidan

x 100.000

Jumlah penduduk perempuan


= 175.124 x 100.000

= 151.55

115.551.647
Menurut Indikator Indonesia Sehat 2010, rasio bidan terhadap penduduk tahun 2010
diharapkan mencapai rasio 100 bidan per 100.000 penduduk. Pada tahun 2009 terdapat 3
propinsi yang telah mencapai rasio 100 bidan per 100.000 penduduk yaitu Aceh sebesar
153,3, Bengkulu sebanyak 123,64 dan Papua barat sebanyak 111,18 bidan per 100.000
penduduk.
Perkiraan jumlah tenaga kesehatan untuk melayani kebutuhan masyarakat sangat sulit
untuk dihitung, Rasio jumlah tenaga kesehatan dengan jumlah penduduk tidak mudah
ditetapkan, karena penggunaan rasio yang tidak hati-hati dapat menyebabkan kesalah
pahaman. Sebagai contoh, disuatu daerah terpencil dengan penduduk yang jarang terkesan
kurang memerlukan tenaga kesehatan, padahal didaerah itu terdapat masalah kesehatan yang
mendesak, sebaliknya, didaerah padat penduduk dengan masalah kesehatan yang tidak begitu
bermakna tenaga kesehatan justru berlebihan, alhasil tenaga kesehatan menumpuk disentrasentra penduduk dengan tingkat ekonomi yang lebih maju. Hal demikian sudah berlangsung

sejak puluhan tahun yang telah lewat, tetapi ini merupakan tantangan untuk kemajuan
pembangunan kesehatan Indonesia.

SASARAN

STRATEGIS

TARGET

KEBUTUHAN

BERDASARKAN RASIO TENAGA KESEHATAN

TENAGA

KESEHATAN

TERHADAP

JUMLAH

PENDUDUK
Tahun 2014
Tahun 2019
Tahun 2025
Target
Proyeksi Target
Proyeksi Target
Proyeksi
No

Jenis Tenaga

Rasio/100

Kebutuh Rasio/100

Kebutuh Rasio/100

Kebutuh

.000 pend
10

an
25.212

.000 pend
11

an
29.862

.000 pend
12

an
35.600

Spesialis
Dokter

40

100.850

45

122.164

50

148.334

3
4
5
6
7
8

Umum
Dokter Gigi
Perawat
Bidan
Perawat Gigi
Apoteker
Tenaga

12
158
100
15
9
18

30.255
398.357
252.124
37.819
22.691
45.382

13
180
120
18
12
24

35.292
488.657
325.771
48.866
32.577
65.154

14
200
130
21
15
30

41.534
593.336
385.668
62.300
44.500
89.000

Dokter

Teknis
9
10
11
12

Kefarmasian
SKM
Sanitarian
Gizi
Keterapian

13
15
10
4

32.776
37.819
25.212
10.085

15
18
14
5

40.721
48.866
38.007
13.574

18
20
18
6

53.400
59.334
53.400
17.800

13

Fisik
Keteknisian

14

35.297

16

43.436

18

53.400

Medis
Sumber Data : PPPSDMK, tahun 2014
Menurut PPPSDMK tahun 2014, sasaran strategis target kebutuhan tenaga bidan
berdasarkan rasio tenaga kesehatan

terhadap

jumlah penduduk Target Rasio/100.000

penduduk 100 dan proyeksi kebutuhannya 252.124. Sedangkan untuk tahun 2019 Target
Rasio/100.000 penduduk 120 dan proyeksi kebutuhannya 325.771. Dan untuk tahun 2025,
Target Rasio/100.000 penduduk 130 dan proyeksi kebutuhannya 385.668.

Hipotesa
Ada hubungan antara penyebab kematian ibu dari segi klinis dengan faktor non klinis
dimana faktor pengetahuan, Sosbud/ Gender, Biaya, Geografi/transportasi merupakan
permasalahan yang paling mendasar. Ada hubungan dengan tingginya Angka kematian Ibu
dan bayi dengan tidak meratanya distribusi bidan dimasyarakat yang membuat akses
pelayanan kesehatan ibu terbatas. Ada hubungan antara penerapan kurikulum berbasis
keterampiln non klinis institusi pendidikan kebidanan dengan upaya penurunan AKI.

Referensi :
1. http://hpeq.dikti.go.id/v2/images/Produk/Potret_Ketersediaan_Dan_Kebutuhan_Tena
ga_Bidan.pdf
2. http://www.pdpersi.co.id/pusdiknakes/data/perkonas17192013/kapusrengunakes.ppt
3. http://www.who.int/workforcealliance/countries/inidonesia_hrhplan_2011_2025.pdf

Anda mungkin juga menyukai