Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PEMBELAJARAN KONSTRUKVISME DAN KONTEKSTUAL


Disusun untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Psikologi Pendidikan
Dosen Pengampu :Dra. Sri Sami Asih, M.Kes.

Disusun oleh :
Nama

: Nanda Amalia Noor

(1401413103)

Afri Dani Saputra

(1401413154)

Mega Wulandari

(1401413568)

Rombel : 4C

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2015

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya
tiga tujuan pembelajaran
pembelajaran

kooperatif,

penting. Menurut
yaitu

meningkatkan

Depdiknas
hasil

tujuan pertama

akademik,

dengan

meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademiknya. Siswa yang lebih


mampu akan menjadi nara sumber bagi siswa yang kurang mampu, yang memiliki
orientasi dan bahasa yang sama. Sedangkan tujuan yang kedua, pembelajaran
kooperatif memberi peluang agar siswa dapat menerima teman-temannya yang
mempunyai berbagai perbedaan latar belajar. Perbedaan tersebut antara lain
perbedaan suku, agama, kemampuan akademik, dan tingkat sosial. Tujuan penting
ketiga dari pembelajaran kooperatif ialah untuk mengembangkan keterampilan
sosial siswa. Keterampilan sosial yang dimaksud antara lain, berbagi tugas, aktif
bertanya, menghargai pendapat orang lain, memancing teman untuk bertanya,
mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok dan sebagainya.
Sistem CTL merupakan suatu proses pendidikan yang bertujuan membantu siswa
melihat makna dalam bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan cara
menghubungkannya dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari, yaitu, dengan
konteks lingkungan pribadinya, sosialnya, dan budayanya. Untuk mencapai tujuan
tersebut, system CTL akan menuntun siswa melalui kedelapan komponen utama
CTL: melakukan hubungan yang bermakna, mengerjakan pekerjaan yang berarti,
mengatur cara belajar sendiri, bekerjasama, berpikir kritis dan kreatif,
memelihara/ merawat pribadi siswa, mencapai standar yang tinggi, dan
menggunakan assessment autentik
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian pembelajaran konstrukvisme?
2. Bagaimana asumsi pembelajaran konstrukvisme?
3. Bagaimana pendekatan pembelajaran konstrukvisme?
4. Apa pengertian pembelajaran kontekstual?
5. Bagaimana landasan pemikiran pembelajaran kontekstual?
6. Apa saja unsur-unsur pembelajaran kontekstual?
7. Bagaimana prinsip pembelajaran kontekstual?
8. Bagaimana pendekatan pembelajaran kontekstual?
C. Tujuan Penulisan

1.
2.
3.
4.

Mengetahui apa yang dimaksud pembelajaran konstrukvisme


Mengetahui pendekatan dalam pembelajaran konstrukvisme
Mengetahui pengertian kontekstual
Mengetahui pendekatan dalam pembelajaran kontekstual

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pembelajaran Konstrukvisme
1. Pengertian

Konstrukvisme merupakan teori psikologi tentang pengetahuan yang


menyatakan bahwa manusia membangun pengetahuan dari pengalamannya
sendiri. Teori ini dikembangkan oleh Seymoue Papert. Pada mulanya pandangan
konstrukvisme kurang memperoleh perhatian, karena adanya persepsi bahwa anak
yang sedang bermain tidak memiliki tujuan apapun. Piaget berpandangan bahwa
anak bermain penting dan menjadi bagian dari perkembangan anak. Dewasa ini
teori konstrukvisme berpengaruh sangat luas dalam pendidikan modern.
Esensi pembelajaran konstrukvisme dalah peserta didik secara individu
menemukan dan mentransfer informasi yang kompleks. Pandangan konstrukvisme
memandang bahwa peserta didik secara terus menerus memeriksa informasi baru
yang berlawanan dengan aturan lama dan merevisi aturan yang tidak sesuai.
Teori

konstrukvisme

menyatakan

bahwa

peserta

didik

membangun

pengetahuan diluar pengalamannya. Konstrukvisme sering kali dikaitkan dengan


pendekatan pendidikan yang meningkatkan kegiatan belajar aktif atau kegiatan
belajar sambil belajar. Salah satu tujuan penggunaan pembelajaran konstrukvisme
adalah peserta didik belajar cara-cara mempelajari sesuatu dengan cara
memberikan pelatihan untuk mengambil prakarsa belajar. Untuk mendorong
peserta didik terlibat aktif dalam kegiatan belajar, maka: (a) lingkungan belajar
harus menunjukkan suasana demokratis, (b) kegiatan pembelajaran berlangsung
interaktif terpusat pada peserta didik, dan (c) pendidik memperlancar proses
belajar sehingga mampu mendorong peserta didik melakukan kegitan belajar
mandiri dan bertanggung jawab atas kegiatan belajarnya.
2. Asumsi Pembelajaran
a. Hakekat Peserta Didik
1. Peserta didik adalah individu yang bersifat unik.
Konstrukvisme sosial memandang setiap peserta didik sebagai
individu yang bersifat unik, memiliki latar belakang dan kebutuhan yang
unik serta sebagai individu yang kompleks dan multi-dimensional.
Konstrukvisme mendorong, menggunakan, dan menghargai sebagai
bagian yang tidak terpisahkan dari proses belajar.
2. Latar belakang dan kebudayaan peserta didik.
Konstrukvisme sosial mendorong peserta didik menghadirkan versi
kebenarannya sendiri, dan hal ini karena dipengaruhi oleh latar belakang,

kebudayaan atau pandangan tentang dunianya sendiri. Interaksi sosial


penting untuk memperhatikan latar belakang dan kebudayaan peserta
didik selama proses belajar, karena latar belakang ini juga membantu
membentuk pengetahuan dan kebenaran sehingga peserta didik
menciptakan, menemukan dan memperoleh proses belajar.
3. Tanggung jawab belajar.
Peserta didik dalam proses pembelajaran didorong untuk memiliki
tanggung jawab belajarnya sendiri. Konstrukvisme sosial menekankan
pentingnya peserta didik terlibat aktif dalam proses pembelajaran.
4. Motivasi belajar
Motivasi belajar adalah tergantung pada keyakinan peserta didik
terhadap otensi belajarnya. Dengan memiliki pengalaman berhasil
menyelesaikan tugas-tugas yang menantang, peserta didik memperoleh
keyakinan dan motivasi untuk menghadapi tantangan yang lebih
kompleks lagi.
b. Peranan pendidik
Sesuai dengan

pendekatan

konstrukvisme

pendidik

harus

menyesuaikan diri dengan peran fasilitator dan bukan sebagai pendidik.


Tugas fasilitator adalah membantu peserta didik memperoleh pemahaman
tentang isi pelajaran.apabila pendidik berperan sebagai fasilitator, maka
peserta didik memainkan peran aktif dalam proses belajar. Lingkungan
belajar hendaknya juga dirancang untuk mendukung dan merangsang
berpikir peserta didik.
c. Hakekat proses belajar
1. Belajar merupakan proses sosial dan aktif
Pandangan pakar konstrukvisme sosial memandang belajar sebagai
proses aktif dimana peserta didik belajar menemukan prinsip, konsep dan
fakta untuk dirinya sendiri, dan karena itu penting untuk mendorong
berpikir intuitif pada peserta didik. Melalui kegiatan praktis peserta didik
membuat makna pada tingkat interpersonal, sementara itu percakapan
mengaitkan makna dengan dunia interpesonal yang dibagi oleh peserta
didik dan kebudayaannya.
2. Dinamika interaksi antara tugas, pendidik, dan peserta didik
Karakteristik peran fasilitator dalam sudut pandang konstrukvisme
sosial adalah bahwa pendidik dan peserta didik terlibat secara sama
dalam kegiatan belajar. Pengalaman belajar bersifat subjektif dan objektif

serta mempersyaratkan bahwa kebudayaan, nilai latar belakang pendidik


menjadi bagian penting dari jawaban antara peserta didik dan tugas
dalam membentuk makna. Masalah atau tugas berhadap-hadapan antara
pendidik dan peserta didik. Hal ini menciptakan interaksi yang dinamik
antara tugas, pendidik, dan peserta didik.
d. Kolaborasi antar peserta didik
1. Belajar sambil mengajar
Model konstrukvisme sosial menekankan pentingnya kolaborasi
diantara peserta didik, dan berbeda dengan pendekatan pembelajaran
tradisional yang bersifat kompetitif. Vygotsky menyatakan bahwa
implikasi penting pada kolaborasi teman sebaya adalah zone of prioximal
development, dalam arti jarak antara tingkat perkembangan aktual
sebagaimana yang ditentukan

melalui pemecahan masalah dibawah

bimbingan orang dewasa dan dalam kolaborasi dengan peserta didik


sebaya.
2. Pentingnya konteks
Paradigma konstrukvisme sosial memandang konteks yang
menjadikan belajar sebagai pusat belajar. Konstrukvisme sosial
menyatakan bahwa belajar autentik itu terjadi apabila peserta didik
menjadi bagian dari kegiatan yang secara langsung berkaitan dengan
penerapan belajar dan terjadi didalam kebudayaan yang sama dengan
lingkungan yang diterapkan.
e. Asesmen
Holt dan Willard-Holt (2000) menekankan konsep asesmen
dinamik, yakni cara menilai potensi peserta didik yang berbeda dari
penilaian konvensial. Belajar interaktif diperluas dengan proses asesmen.
Pendidik hendaknya memandang asesmen sebagai proses interaksi dan
kontinyu untuk mengukur prestasi belajar, dan kualitas pengalaman belajar.
Balikan yang dibuat melalui proses asesmendigunakan sebagai dasar
pengembangan kegiatan berikutnya.
f. Pemilihan, cakupan, dan urutan materi pembelajaran
1. Pengetahuan dipandang sebagai keseluruhan yang terpadu
Pengetahuan tidak dibagi menjadi materi belajar yang berbeda,
namun hendaknya dipandang sebagai keseluruhan yang terpadu.
2. Keterlibatan peserta didik

Peserta didik hendaknya diberikan berbagai tugas yang mengacu


pada keterampilan dan pengetahuan diluar tingkat penguasaan yang telah
dimiliki. Agar peserta didik benar-benar terlibat dalam proses
pembelajaran, tugas dan lingkungan belajar hendaknya merefleksikan
kompleksitas lingkungan sehingga peserta didik mampu memfungsikan
diri sampai akhir kegiatan belajar.
3. Struktur proses belajar
Struktur proses belajar adalah penting untuk memperoleh
keseimbangan antara derajat kestrukturan dan fleksibilitas proses belajar.
Savery (1994) menyatakan bahwa semakin terstruktur

lingkungan

belajar, semakin tidak mampu peserta didik membangun makna


berdasarkan pemahaman konseptualnya.
3. Pendekatan Pembelajaran
Pendekatan konstrukvisme menekankan pembelajaran dari atas ke bawah
(top-down instruction), dan bukan dari bawah keatas (bottom-up instruction).
Pembelajaran dari atas kebawah berarti peserta didik mulai memecahkan masalah
yang kompleks kemudian menemukan keterampilan dasar yang diperlukan,
berbeda dengan pendekatan pembelajaran dari bawah ke atas yang lebih
menekankan belajar keterampilan dasar terlebih dahulu sebelum mempelajari
keterampilan yang kompleks. Pendekatan rekonstrukvisme dalam pembelajaran
menggunakan belajar kerjasama karena peserta didik lebih mudah menemukan
dan menguasai konsep yang sukar apabila mereka dapat membahasnya dengan
kelompok.
Pendekatan pembelajaran yang digunakan dalam teori rekonstrukvisme di
sebut belajar generatif (generative learning). Asumsinya adalah bahwa semua
kegiatan belajar adalah menemukan (discovery). Pembelajaran yang sangat
berpengaruh

terhadap

prinsip-prinsip

konstrukvisme

adalah

diskaveri,

penangkapan, dan belajar terbimbing (assisted learning) atau scaffolding.


Diskaveri (discovery learning). Jerome Bruner yang menekankan bahwa
pembelajaran harus mampu mendorong peserta didik untuk mempelajari apa yang
telah dimiliki. Keuntungan belajar dengan pendekatan diskaveri yaitu: (a) belajar
diskaveri mampu memunculkan hasrat ingin tahu peserta didik, dan memotivasi
peserta didik untuk bekerja keras sampai menemukan jawaban atas pertanyaan
yang muncul, (b) melalui belajar diskaveri peserta didik belajar keterampilan

berpikir kritis dan memecahkan masalah karena mereka harus menganalisis dan
memanipulasi informasi.
Penangkapan (reception learning), di kembangkan oleh David Ausubel
sebagai jawaban atas ketidk puasan model belajar diskaveri. Menurut Ausubel,
peserta didik tidak selalu mengetahui apa yang penting atau relevan untuk dirinya
sendiri sehingga mereka memerlukan motivasi eksternal untuk melakukan kerja
kognitif dalam mempelajari apa yang diajarkan disekolah. Keasamaan antara
pendekatan belajar diskaveri dengan belajar penangkapan antara lain: (a)
keduanya mementingkan keterlibatan aktif peserta didik didalam proses belajar;
(b) keduanya menekankan tentang cara-cara mengaitkan pengetahuan yang telah
dimiliki peserta didik dengan belajar baru; dan (c) keduanya menyatakn bahwa
pengetahuan pada dasarnya terus-menerus

berubah walaupun telah masuk

didalam pikiran seseorang. Inti pendekatan belajar penangkapan yaktu pengajaran


ekspositori, yakni pembelajaran sistematik yang direncanakan oleh pendidik
mengenai informasi yang bermakna. Pembelajaran ekspositori terdiri atas tiga
tahap penyajian:
Tahap pertama: penyajian advance organizer.
Advance organizer merupakan pernyataan

umum

yang

memperkenalkan bagian-bagian utama yang tercakup dalam urutan


pengajaran. Ausubel (1960) menyatakan bahwa advance organizer
merupakan strategi pembelajaran kognitif yang digunakan untuk
meningkatkan belajar dan penguasaan informasi baru. Advance
organizer berfungsi untuk menghubungkan gagasan yang disajikan
dalam pelajaran dengan informasi yang telah berada didalam pikiran
peserta didik, dan memberikan skema organisasional terhadap informasi
yang sangat spesifik yang disajikan.
Tahap pertama: penyajian advance organizer.
Dalam tahap ini, pendidik menyajikan materi pembelajaran baru
dengan menggunakan metode ceramah, diskusi, film, atau menyajikan
tugas-tugas belajar kepada peserta didik. Ausubel menekankan tentang
pentingnya mempertahankan perhatian peserta didik, dan juga
pentingnya pengorganisasian materi pelajaran yang dikaitkan dengan
struktur yang terdapat didalam advance organizer.
Tahap ketiga: Memperkuat organisasi kognitif

Ausubel menyarankan bahwa pendidik mencoba mengikatkan


informasi baru ke dalam struktur yang telah direncanakan di dalam
permulaan pelajaran, dengan cara mengingatkan peserta didik bahwa
rincian yang bersifat spesifik itu berkaitan dengan gambaran informasi
yang bersifat umum.
Belajar terbimbing atau scaffolding. Scaffolding merupakan praktik yang
didasarkan pada belajar terbimbing yang dikembangkan oleh Vygotsky (Slavin,
1994). Menurut Vygotsky, fungsi mental paling tinggi, termasuk didalamnya
mengarahkan memori dan perhatian serta cara memikirkan simbol-simbol,
merupakan perilaku yang dimediasi. Scaffolding atau belajar terbimbing itu
meliputi kegiatan pemberian struktur kepada peserta didik pada awal pelajaran
kemudian secara gradual menyerahkan tanggung jawab belajar kepada peserta
didik.
B. Pembelajaran Kontekstual
1. Pengertian
Pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar mengajar yang
membantu pendidik menghubungkan isi materi pembelajaran dengan situasi dunia
nyata; memotivasi peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan dan
penerapannya dengan kehidupan nyata, seperti anggota keluarga, warga negara,
dan pekerja, serta mempersyaratkan belajar dan bekerja keras. Pembelajaran
kontekstual merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan
memotivasi peserta didik untuk memahami makna materi pelajaran dengan
mengaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari
sehingga peserta didik memiliki pengetahuan atau keterampilan secara fleksibel
dapat diterapkan dari satu permasalahan atau konteks ke permasalahan atau
konteks lainnya.
Johnson (2007) menyatakan bahwa pembelajaran kontekstual merupakan
proses pendidikan yang bertujuan menolong peserta didik melihat makna dalam
materi akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan subjeksubjek

akademik degan

konteks

dalam kehidupan

keseharian

mereka.

Pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar yang membantu pendidik


mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata peserta
didik dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Tujuan dari

penerapan dan pendekatan pembelajaran kontekstual adalah untuk meningkatkan


prestasi belajar peserta didik melalui peningkatan pemahaman makna materi
pelajaran yang dipelajari dengan mengaitkan antara materi yang dipelajari dengan
konteks kehidupan mereka sehari-hari sebagai individual, anggota keluarga,
anggota masyarakat dan anggota bangsa.
2. Landasan Pemikiran
Pendekatan kontekstual mendasarkan diri pada kecenderungan pemikiran
tentang belajar sebagai berikut :
a. Proses belajar
1) Belajar tidak hanya sekedar menghafal.
2) Peserta didik belajar darimengalami.
3) Para ahli sepakat bahwa pengetahuan yang dimiliki seseorang itu
terorganisasi dan mencerminkan pemahaman yang mendalam tentang
sesuatu persoalan.
4) Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau
proposisi yang terpisak, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat
diterapkan.
5) Manusia mempunyai tingkatan yang berbeda dalam menyikapi situasi
baru.
6) Peserta didik perlu dibiasakan memecahkan masalah, menemukan
sesuatu yang berguna bagi dirinyadan bergelut dengan ide-ide.
7) Proses belajar dapat mengubah struktur otak.
b. Transfer belajar
1) Peserta didik belajar dari mengalami sendiri bukan dari pemberian
oranglain.
2) Keterampilan dan pengetahuan itu diperluas dari konteks yang terbatas
(sedikit demi sedikit).
3) Penting bagi peserta didik tahu untuk apa dia belajar dan bagaimana ia
menggunakan pengetahuan dan keterampilan itu.
c. Peserta didik
1) manusia mempunyai kecenderungan untuk belajar dalam bidang
tertentu, dan seseorang peserta didik mempunyai kecenderungan untuk
belajar dengan cepat hal-hal baru.
2) Strategi belajar itu penting.
3) Peran orang dewasa (pendidik) membantu menghubungkan antara
yang baru dan sudah diketahui.

4) Tugas pendidik memfasilitasi agar informasi baru bermakna, memberi


kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan dan menerapkan
strategi mereka sendiri.
d. Lingkungan belajar
1) Belajar efektif itu dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada
peserta didik. Dari pendidik acting di depan kelas, peserta didik
menonton ke peserta didik acting bekerja dan berkarya, pendidik
mengarahkan.
2) Pengajaran harus berpusat pada bagaimana cara peserta didik
menggunakan pengetahuan baru mereka. Strategi belajar lebih
dipentingkan dibandingkan hasilnya.
3) Umpan balik amat penting bagi peserta didik, yang berasal dari proses
penilaian yang benar.
4) Menumbuhkan komunitas belajar dalam bentuk kerja kelompok itu
penting.
3. Karakteristik pembelajaran kontekstual
Pendekatan pembelajaran kontekstual memiliki karakteristik yang berbeda
dengan pendekatan pembelajaran yang lain. Beberapa karakteristik yang melekat
yaitu :
a. Proses pembelajaran
b. Tujuan pembelajaran
c. Pengalaman belajar
d. Integrasi pendidikan akademik dan karier
4. Komponen Pembelajaran Kontekstual
Ada tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yaitu :
a. Konstruktivisme
Konstruktivisme merupakan landasan berfikir yang dipergunakan
dalam pembelajaran kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh
manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang
terbatas dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat
fakta, konsep, kaidah yang siap untuk diambil dan diingat,. Manusia harus
mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman
nyata. Peserta didik perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah,
menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ideide. Pendidik tidak mampu memberikaan semua pengetahuan kepada
peserta didik. Peserta didik harus mengkontruksikan pengetahuan di benak
mereka sendiri. Esensi dari teori kontruktivis adalah ide bahwa peserta

didik harus menemukan dan mentransformasikan suatu ke situasi lain dan


apabila dikehendaki, informasi menjadi milik mereka sendiri.
Dalam pandangan konstruktivis, strategi memperoleh lebih
diutamakan dibandingkan seberapa banyak peserta didik memperoleh dan
mengingat pengetahuan. Untuk itu, tugas pendidik adalah memfasilitasi
proses tersebut dengan
1) Menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi peserta didik,
2) Memberikan kesempatan peserta didik menemukan dan menerapkan
idenya sendiri, dan
3) Menyadarkan peserta didik agar menerapkan strategi mereka sendiri
dalam belajar.
b. Inkuiri
Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran
berbasis CTL (Contextual Teaching and Learning). Pengetahuan dan
keterampilan yang diperoleh peserta didik yang diharapkan bukan hasil
mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri.
Pendidik harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan
menemukan, apapun materi yang diajarkannya. Siklus inkuiri yaitu :
observasi, bertanya, mengajukan dugaan, pengumpulan data dan
penyimpulan.
c. Bertanya
Hampir pada semua aktivitas belajar, bertanya dapat diterapkan:
antara peserta didik dengan peserta didik, antara pendidik dengan peserta
didik, antara npeserta didik dengan oranglain yang didatangkan ke kelas,
dan sebagainya. Kegiatan-kegiatan itu akan menumbuhkan dorongan
untuk bertanya.
d. Masyarakat Belajar
Konsep masyarakat belajar menyarankan agar hasil pembelajaran
diperoleh dari kerjasama dengan oranglain. Hasil belajar diperoleh dari
sharing antara teman, antara yang belum tahu dan yang sudah tahu. Di
ruang ini, di kelas ini, di sekitar ini, juga orang-orang yang ada diluar
sana,semua dalah anggota masyarakat belajar.
Metode pembelajaran dengan tekhnik learning community sangat
membantu proses pembelajaran dikelas, prakteknya dalam pembelajaran
terwujud dalam :pembentukan kelompok besar, mendatangkan ahli ke

kelas, bekerja dengan kelas sederajat, bekerja kelompok dengan kelas


diatasnya, bekerja dengan masyarakat.
e. Pemodelan
Dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan
tertentu, ada model yang bias ditiru. Model itu bias berupa cara
mengoperasikan sesuatu, cara melafalkan bahasa inggris, contoh karya
tulis, dan sebagainya. Atau pendidik memberi contoh cara mengerjakan
sesuatu. Dengan begitu pendidik memberi model tentang bagaimana cara
belajar.
f. Refleksi
Refleksi adalah cara berfikir tentang apa yang baru dipelajari atau
berfikir ke belakang tentang apa yang sudah dilakukan di masa yang lalu.
Peserta didik mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur
pengetahuan yang baru, yang merupakan pengayaan atau revisi dari
pengetahuan sebelumnya.
g. Penilaian autentik
Penilaian adalah proses pengumpulan berbagai data yang bias
memberikan

gambaran

perkembangan

peserta

didik.

Gambaran

perkembangan belajar peserta didik perlu diketahui oleh pendidik agar


bias memastikan bahwa peserta didik mengalami proses pembelajarn
dengan benar. Apabila data yang dikumpulkan pendidik mengidentifikasi
bahwa peserta didik mengalami kemacetan belajar, maka pendidik segera
mengambil tindakan yang tepat agar peserta didik terbebas dari kemacetan
belajar. Karena gambaran tentang kemajuan belajar itu diperlukan di
sepanjang proses pembelajaran, maka assessment tidak dilakukan di akhir
periode pembelajaran seperti pada kegiatan evaluasi pembelajaran, tetapi
dilakukan bersama secara integral tidak terpisahkan dari kegiatan
pembelajaran.
5. Prinsip-prinsip Pembelajaran Kontekstual
a. Prinsip kesaling-bergantungan
prinsip kesaling-bergantungan

mengajak

pendidik

mengenali

keterkaitan mereka dengan pendidik lain, peserta didik, masyarakat, dan


lingkungan alam. Sekolah merupakan system kehidupan dan bagianbagian system itu pendidik, pesrta didik, tenaga administrasi, pustakawan,
laboran, tukang kebun, orangtua berada dalam satu buah jaringan

hubungan yang menciptakan lingkungan belajar. Menyadari adanya


kesaling-bergantungan ini dapat menimbulkan pemikiran kritis dan kreatif,
dan pemikiran ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi hubungan yang
dapat menghasilkan pemahaman baru.
b. Prinsip diferensiasi
Kata diferen merujuk pada dorongan yang terus menerus dari alam
semesta untuk menghasilkan keragaman yang tidak terbatas, perbedaan,
berlimpahan, dan keunikan. Prinsip ini menyambungkan kreativitas dan
mendorong kecenderungan entitas-entitas yang berbeda untuk bekerjasama
dalam bentuk yang disebut dengan simbiosis.
c. Prinsip pengaturan diri
Prinsip ini menyatakan bahwa setiap entitas terpisah dialam
semesta memiliki potensi bawaan yang sangat berbeda antara satu entitas
dengan entitas yang lainnya. Dalam prinsip ini, kegiatan belajar bdiatur
sendiri, dipertahankan sendiri, dan disadari sendiri oleh peserta didik.
6. pendekatan pembelajaran kontekstual
Esensi pembelajaran kontekstual adalah membantu peserta didik
mengaitkan antara materi yang dipelajarinya dengan konteks kehidupan atau
situasi dunia nyata mereka sehari-hari sebagai individu, anggota keluarga,
anggota masyarakat, anggota bangsa dan mendorong peserta didik membuat
hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dalam penerapannya dalam
kehidupan sehari-hari. Dengan pendekatan pembelajaran kontekstual proses
belajar mengajar akan lebih konkret, lebih realistis dan lebih bermakna.
a. Pembelajaran berbasis masalah
Pendekatan pembelajaran berbasis masalah merupakan pendekatan
yang melibatkan peserta didik dalam pengkajian pemecahan masalah yang
memadukan keterampilan dan konsep dari berbagai isi pelajaran.
Pendekatan ini meliputi pemerolehan informasi yang berkaitan dengan
masalah, mensintetis informasi, dan menyajikan temuan kepada orang lain
b. Penggunaan keragaman konteks
Teori kognisi yang sesuai dengan situasi dengan situasi
menyatakan bahwa pengetahuan tidak dapat dipisahkan dari konteks fisik
dan social dimana seseorang memperoleh dan menciptakan adalah sangat
penting. Oleh karena itu pengalaman pembelajaran kontekstual dapat
diperkaya apabila peserta didik belajar keterampilan di berbagai
lingkungan, seperti sekolah, tempat kerja, keluarga dan masyarakat.

c. Pengelompokan peserta didik


Esensi pengelompokan peserta didik adalah agar mereka mampu
berbagi pengalaman atau informasi. Oleh karena itu dalam pengelompokan
peserta didik, anggotanya berasal dari berbagai macam konteks belakang,
seperti kebiasaan, kemampuan dan sejenisnya, agar mereka memiliki sudut
pandang terhadap suatu masalah.
d. Dukungan belajar peserta didik mengatur diri sendiri
Dalam
pembelajaran
kontekstual
diharapkan

dapat

mendorongpeserta didik menjadi pembelajar sepanjang hayat. Dalam hal


ini mereka mampu mencari, menganalisis, dan menggunakan informasi
dengan sedikit atau tanpa bimbingan dari orang lain
e. Pembentukan kelompok belajar saling bergantung
Peserta didik akan dipengaruhi dan akan memberikan kontribusi
terhadap pengetahuan dan kepercayaan orang lain. Kelompok belajar atau
komunitas belajar yang dibangun disekolah atau di tempat kerja
dimaksudkan untuk berbagai npengetahuan, terfokus pada tujuan, dan
memberikan peluang kepada peserta didik untuk saling membelajarkan.
Apabila komunitas belajar itu dibangun di sekolah, peran guru hendaknya
sebagai fasilitator ataupun sebagai pembimbing belajar.
f. Menggunakan asesmen autentik
Pembelajaran kontekstualdimaksudkan untuk

membangun

pengetahuan dan keterampilan secara bermakna dengan melibatkan peserta


didik dalam kehidupan nyata atau konteks yang autentik. Oleh karena itu
asesmen belajar hendaknya berkaitan dengan metode dan tujuan
pembelajaran. Asesmen autentik menunjukan bahwa belajar terjadi,
terpadu dengan proses belajar mengajar, dan memberikan kesempatan dan
arah perbaikan kepada peserta didik. Asesmen autentik hendaknya
digunakan untuk memantau kemajuan peserta didik dan memberikan
informasi tentang kegiatan pembelajaran.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Teori ini dikembangkan oleh Seymoue Papert. Pada mulanya pandangan
konstrukvisme kurang memperoleh perhatian, karena adanya persepsi bahwa anak
yang sedang bermain tidak memiliki tujuan apapun. Piaget berpandangan bahwa
anak bermain penting dan menjadi bagian dari perkembangan anak. Pembelajaran
kontekstual merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan
memotivasi peserta didik untuk memahami makna materi pelajaran dengan
mengaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari
sehingga peserta didik memiliki pengetahuan atau keterampilan secara fleksibel
dapat diterapkan dari satu permasalahan atau konteks ke permasalahan atau
konteks lainnya.
B. Saran

Harus ada kerjasama antara pihak sekolah, pendidik dan lingkungan masyarakat
agar pembelajaran konstrukvisme dan kontekstual dapat berjalan dengan
maksimal kepada peserta didik dan bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari

DAFTAR PUSTAKA
RC, Achmad Rifai, Catharina Tri Anni, 2012. Psikologi Pendidikan. Semarang:
UNNES Press.

Anda mungkin juga menyukai