Anda di halaman 1dari 24

Bagian 8

Melayani Bukan Mengendalikan


Melayani bukan mengendalikan, adalah semakin penting bagi para pelayan
publik untuk menggunakan kepemimpinan kolektif yang berbasis nilai
dalam membantu warga Negara mengartikulasikan dan memenuhi
kepentingan-kepentingan umumnya dari pada berusaha untuk mengontrol
atau mengendalikan masyarakat dalam arah-arah yang baru.
Dalam Bagian 5 kami telah menyatakan bahwa kebijakan publik semakin tersusun
melalui interaksi kelompok-kelompok dan organisasi-organisasi yang berbeda,
bertumpang tindih dan seringkali menyaingi kepentingan-kepentingan dan
jurisdiksi mereka serta digunakan dalam memenuhi sasaran-sasaran pribadi dan
kelompok melalui proses yang tak terbatas, berubah-ubah, dan seringkali tak
terorganisir (kacau). Kami juga telah menyatakan cara-cara dimana pandanganpandangan warga Negara dapat diberikan untuk menerima proses pembuatan
kebijakan publik dalam gaya yang demokratis. Di sini kami akan lebih
memfokuskan pada cara berbagai kelompok dan berbagai kepentingan dapat
disusun dalam pola kolaboratif untuk mencapai akhir yang saling menguntungkan.
Yang lebih mendasar, kami akan mempertanyakan bagaimana kepemimpinan
dapat dilakukan untuk menerima tidak ada seseorang yang dibebani. Dalam
situasi-situasi dimana terdapat sedikit bukti kepemimpinan formal atau
kepemimpinan tradisional, mungkin akan terlihat sebagai sebuah kepemimpinan
yang vakum setidaknya bila kita berpikir mengenai kepemimpinan terutama
sebagai penggunaan kekuasaan atas pihak lainnya. Kepemimpinan masih
diperlukan; dalam kenyatannya, kepemimpinan pada dasarnya diperlukan. Namun
apa yang diperlukan adalah kepemimpinan dengan jenis yang baru.
Merubah Perspektif Kepemimpinan
Tentu saja ada kesepakatan bahwa model-model kepemimpinan tradisional atasbawah yang kami hubungkan dengan kelompok-kelompok semacam kelompok

militer merupakan

model yang ketinggalan jaman dan tidak berhasil dalam

msyarakat modern. Dalam kenyataannya, hal ini merupakan sebuah ide dan
bahkan diterima dalam militer. Sebagaimana yang telah kita lihat, masyarakat
sekarang dapat dijelaskan sebagai (1) sangat kacau, subyek terhadap perubahanperubahan yang tiba-tiba dan dramatic; (2) sangat independen, memerlukan
kerjasama berbagai lintas sektor; dan (3) sangat memerlukan solusi-solusi yang
kreatif dan imajinatif terhadap masalah-masalah yang kita hadapi. Pada situasisituasi semacam ini, organisasi-organisasi publik (dan pribadi) harus lebih dapat
beradaptasi dan fleksibel ketimbang masa lalu. Sejauh ini bentuk perintah dan
kontrol umum dari kepemimpinan tidak mendorong resiko dan inovasi, namun
memperkuat kesamaan dan konvensi. Dengan alasan ini, banyak orang yang
berpendapat bahwa pendekatan yang baru mengenai kepemimpinan diinginkan.
Kepemimpinan berubah dalam berbagai cara, dan kita seharusnya
memperhatikan perubahan-perubahan tersebut. Pertama, dalam dunia saat ini dan
yang akan datang, semakin banyak orang yang ingin ikut berpartisipasi dalam
keputusan-keputusan yang mempengaruhi mereka. Dalam model kepemimpinan
atas-bawah kepemimpinan organisasi, pemimpin merupakan seseorang yang
mewujudkan visi kelompok tersebut, mendesain cara-cara pencapaian visi itu, dan
menginspirasi atau memaksa orang lain dalam membantu untuk mencapai visi itu.
Terkecuali mereka yang berada dalam organisasi-organisasi yang ingin terlibat;
mereka menginginkan bagian dari aksi tersebut. Lebih lanjut, para klien atau
warga Negara juga ingin berpartisipasi sebagaimana semestinya. Seperti yang
diprediksikan secara tepat oleh Warren Bennis beberapa tahun yang lalu,
kepemimpinan akan menjadi proses keperantaraan multilateral yang semakin
sulit dipahami.. Semakin banyak keputusan-keputusan yang akan menjadi
keputusan-keputusan publik, yaitu orang-orang yang mereka pengaruhi akan
bersikeras pada yang terdengar (1992, 311).
Kedua, kepemimpinan akan semakin dianggap bukan sebagai suatu
posisi dalam sebuah hierarki, namun sebagai sebuah proses yang terjadi pada
organisasi-organisasi dan masyarakat. Kepemimpinan bukan saja sesuatu yang
diberikan pada presiden, pemerintah, mayor, atau pimpinan-pimpinan departemen;

namun kepemimpinan adalah sesuatu yang akan dilibatkan semua orang pada
organisasi-organisasi atau masyarakat kita dari masa ke masa. Pada kenyataannya,
banyak

orang

yang

berpendapat

bahwa

perubahan-perubahan

bagian

kepemimpinan akan diperlukan demi keberlangsungan kita. John Gardner,


pimpinan sekretaris kabinet dan pendiri kelompok kepentingan umum Common
Cause menyatakan Di Negara ini kepemimpinan berdispersi dengan semua
unsure masyarakat dan menurun ke semua tingkat, dan system tersebut jelas tidak
akan berhasil sebagaimana mestinya bila orang banyak dalam masyarakat tidak
disiapkan untuk mengambil aksi seperti pemimpin untuk menjadikan segala
sesuatu berjalan pada tingkatnya (1987, 1).
Adalah sah memprediksikan bahwa pada tahun-tahun kedepan, kita akan
melihat semakin banyak contoh mengenai apa yang kita sebut sebagai
kepemimpinan umum dalam organisasi-organisasi publik, baik di dalam
organisasi-organisasi publik maupun di dalam organisasi-organisasi administrator/
birokrat yang berhubungan dengan berbagai konstitusi eksternalnya. Dalam
pandangan kami, penekanan terhadap kepemimpinan umum pada dasarnya
penting dalam sektor publik karena para administrator bekerja dengan warga
Negara dan semua jenis kelompok warga Negara. Seperti yang telah dinyatakan
dalam Bahgian 5, para administrator publik akan perlu mengembangkan dan
menggunakan skil-skil kepemimpinan yang baru yang mengandung unsur-unsur
empati, pertimbangan, fasilitasi, negosiasi dan perantara yang penting.
Ketiga, kita hendaknya memahami bahwa bukan saja melakukan segala
sesuatu dengan benar, kepemimpinan adalah melakukan sesuatu yang benar.
Dengan kata lain, kepemimpinan berhubungan dengan nilai-nilai manusia,
termasuk nilai-nilai publik (umum) yang paling penting, nilai-nilai seperti
kebebasan,

kesetaraan/

kepemimpinan

kesamaan

orang-orang

(hak),

bekerjasama

dan
untuk

keadilan.
membuat

Melalui

proses

pilihan-pilihan

mengenai arah-arah yang ingin mereka ambil; mereka membuat keputusankeputusan fundamental terhadap masa depan mereka. Pilihan-pilihan semacam ini
tidak dapat dibuat hanya berdasar atas perhitungan kalkulasi biaya dan manfaat.
Mereka memerlukan nilai-nilai manusia yang begitu seimbang, terutama karena

warga Negara para pejabat pemerintahan bekerja sama dalam mengembangkan


kebijakan-kebijakan publik. Sebagaimana yang akan kita lihat, kepemimpinan
dapat memainkan peranan transformasional dalam proses ini, dengan membantu
orang-orang dalam menghadapi nilai-nilai yang penting agar tumbuh dan
berkembang secara pribadi dan secara kolektif. Dengan demikian, sejumlah
penulis kepemimpinan kontemporer telah berpendapat bahwa kami menguji peran
pelayan pada kepemimpinan dan berpendapat bahwa kami menjadi sangat
perhatian pada memimpin dengan jiwa.
Dalam bagian ini kami akan menyarankan bahwa administrator publik
pada saat ini dan terutama yang akan datang harus mengembangkan pemahaman
mengenai kepemimpinan yang sangat berbeda ketimbang pemahaman mengenai
kepemimpinan

yang

berhubungan

dengan

Old

Public

Administrasion

(Administrasi Publik yang Kuno) atau Manajemen Publik yang Baru (Manajemen
Publik yang Baru). Kepemimpinan akan memerlukan rekonseptualisasi yang
signifikan. Pada tingkat minimal, peranan para pemimpin publik akan (1)
membantu komunitas dan warganya untuk memahami kebutuhan-kebutuhan
mereka dan potensinya, (2) mengintegrasikan dan mengartikulasikan visi
komunitas dan visi berbagai organisasi yang aktif dalam suatu bidang tertentu,
dan (3) untuk berperan sebagai pemicu atau rangsangan aksi. Konseptualisasi
kepemimpinan publik ini dijelaskan secara berbeda sebagai kepemimpinan umum,
kepemimpinan yang berbasis nilai, dan kepemimpinan tingkat jalanan. Sebelum
kami menguji alternatif-alternatif yang kami hubungkan dengan New Public
Service (Layanan Publik yang Baru) secara gambling, kita hendaknya mengulas
secara singkat pendekatan-pendekatan terhadap kepemimpinan yang diambil oleh
Old Public Administration dan Manajemen Publik yang Baru.
Administrasi Publik yang Kuno dan Manajemen Eksekutif
Sebagaimana

yang

telah

kita

lihat

sebelumnya,

pandangan

mengenai

kepemimpinan yang ada dalam the Administrasi Publik yang Kuno adalah
berdasarkan pada sebuah model manajemen eksekutif. Ingatlah bahwa Woodrow
Wilson yang pertama berpendapat pada penciptaan pusat kekuasaan dan

tanggungjawab tunggal, sebuah peringatan terhadap apa yang sebelumnya diteliti


para penulis. W. F. Willoughby misalnya, berpendapat bahwa otoritas
administratif hendaknya ditetapkan terlebih dahulu dalam kepemimpinan
eksekutif yang semestinya memiliki kekuasaan dan otoritas yang diperlukan untuk
menciptakan bagian perlengkapan administratif tunggal yang terintegrasi (1927,
37). Langkah selanjutnya adalah menggabungkan/ mengkombinasikan aktivitasaktivitas yang sama dalam unit-unit yang mencerminkan pembagian tugas. Dalam
gilirannya, sebuah hirarki manajemen dapat diciptakan dimana eksekutif benarbenar dapat mengontrol perilaku-perilaku pembantunya dalam organisasi tersebut.
Prinsip-prinsip kunci yang penting interpretasi kepemimpinan eksekutif ini
tepatnya adalah kepemimpinan eksekutif dalam organisasi-organisasi perusahaan
pada saat ini kesatuan perintah, otoritas atas-bawah/ hierarkis, dan pembagian
tugas.
Masalah desain organisasi, yaitu pendesainan organisasi-organisasi
dimana kontrol dapat digunakan secara efektif merupakan topik interes terhadap
para pemimpin perusahaan yang luar biasa pada masa itu. Misalnya, dua orang
eksekutif General Motors sebelumnya James Mooney dan Alan C. Reiley (1939)
mengidentifikasi empat prinsip dimana organisasi dapat dibangun. Yang
pertama adalah koordinasi melalui kesatuan perintah, ide dimana kepemimpinan
eksekutif yang kuat semestinya digunakan melalui sebuah rantai otoritas hierarkis.
Dalam struktur semacam ini, setiap orang hanya akan memiliki seorang bos dan
setiap bos akan mengawasi sejumlah subordinat (pembantu) dalam jumlah
terbatas, tidak menimbulkan pertanyaan mengenai perintah siapa yang harus
ditaati. Yang kedua, Mooney dan Reily menjelaskan prinsip scalar, pembagian
tugas vertikal antar berbagai tingkat dalam organisasi. Misalnya, militer,
perbedaan antara umum dan pribadi akan menjadi sebuah perbedaan skalar.
Prinsip yang ketiga, dasar atau prinsip fungsional yang menjelaskan pembagian
tugas secara horizontal seperti pembedaan antara infantri dengan artileri.
Keempat, ada pembedaan antara line (lini) dengan staf, dengan biro/ staf lini yang
secara langsung mencerminkan rantai perintah dimana otoritas berjalan, dan staf
biro memberikan saran kepada para petugas lini. Pada umumnya, masalah-

masalah struktur administratif seringkali diilustrasikan dengan contoh-contoh dari


militer, terlihat sebagai lambang otoritas yang efisien.
Sifat atas-bawah pada manajemen organisasi internal dalam Old Public
Administration pada dasarnya disejajarkan dengan sebuah pendekatan yang sama
terhadap hubungan-hubungan antara agen-agen pemerintah dan keseluruhan
penduduk atau klien-klien mereka. Seperti yang telah kami sebutkan
sebelumnya, para administrator tampaknya akan memainkan peranan yang
semakin berpengaruh dalam proses pengembangan kebijakan, meskipun selalu
disertai dengan sebuah penilaian terhadap pemeliharaan kedudukan tertinggi
pejabat yang terpilih. Dalam proses ini peranan seluruh penduduk kelihatannya
dibatasi terutama pada pemilihan pejabat-pejabat secara periodik, lalu berdiri di
atas batas luncur untuk melihat performa mereka.

Setidaknya sampai

pertengahan tahun 1960-an, keterlibatan warga Negara dalam proses-proses


peragenan sangat terbatas. Beberapa penuli mempertanyakan penghapusan
tersebut. Leonard White misalnya, berargumen terhadap sebagian sentralisasi
kekuasaan yang berlebihan karena warga perlu memperoleh pengalaman dalam
mengasumsikan tanggung jawab warganya. Bila administrasi akan bekerja/
berhasil pada birokrasi yang jauh lebih tersentralisasi, dimungkinkan untuk
mengharapkan kesadaran tanggung jawab personal (sebagai bagian dari warga)
demi pemerintahan yang baik (1926, 96, ditambahkan kalimat sisipan). Disisi
lain, Luther Gulick peranan yang jauh lebih aktif dan lebih independen untuk
administrator, salah satunya dimana keterlibatan warga berada pada piranti yang
tepat untuk mengamankan pelaksanaan, yang terburuk hal tidak menyenangkan
yang tidak bermanfaat. Menurut Gulick, keberhasilan operasi/ proses demokrasi
harus tidak digantungkan pada aktivitas politik warga yang luas atau
berkesinambungan dan tidak pula digantungkan pada pengetahuan intelejensi
yang aneh untuk mengatasi pertanyaan-pertanyaan yang rumit (1933, 558).
Dengan kata lain, determinasi kebijakan hendaknya ditinggalkan pada para ahli.
Pada dasarnya, peragenan dan para pemimpinnya terkait dengan regulasi
perilaku atau dengan pemberian layanan secara langsung. Dalam kasus lain,
kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur yang rinci dipikirkan, terutama untuk

memproteksi hak-hak dan tanggung jawab pribadi agen dan para klien mereka.
Meskipun tujuan-tujuannya baik, kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur ini
seringkali menjadi susah dimana kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur
tersebut membatasi kapasitas agen untuk memenuhi kebutuhan para klien. Dengan
demikian, peragenan/ perwakilan pemerintah dan para manajernya akan terlihat
tidak efisien dan terikat aturan, terselitumi pita merah secara total.
Manajemen Publik yang Baru dan Kewirausahaan
Dalam Manajemen Publik yang Baru, kebutuhan akan kepemimpinan secara
terpisah setidaknya terlindungi dengan peraturan-peraturan keputusan dan
insentif-insentif. Dalam kasus semacam ini, kepemimpinan tidak menetap pada
seseorang; kadang pilihan-pilihan kelompok individumenggantikan kebutuhan
akan beberapa fungsi kepemimpinan. Misalnya, Don Kettl mengatakan bahwa isu
kunci dalam perubahan yang berbasis pasar adalah Bagaimana pemerintah dapat
mempergunakan insentif-insentif gaya pasar untuk menghapus patologi/ penyakit
birokrasi? (2000a, 1). Dalam beberapa kasu, pemerintah harus sepenuhnya
mengatur kebebasan beberapa fungsi publik tertentu, seperti yang dilakukan oleh
perusahaan-perusahaan telepon, penerbangan, dan perusahaan energi, sehingga
mereka hanya bersaing dalam pasar. Dalam beberapa kasus lainnya, pemerintah
menambah pemberian layanan dari pengumpulan sampah hingga tahanan. Yang
lainnya telah mencoba untuk menciptakan mekanisme-mekanisme untuk pilihan
konsumen, dengan system-sistem pemberian layanan alternatif atau melalui
usaha-usaha seperti pemberian voucher untuk layanan-layanan yang diperlukan.
Dalam suatu kasus, Manajemen Publik yang Baru bertujuan untuk menggantikan
pemberian jasa berbasis aturan yang tradisional dengan taktik berbasis pasar
mengikuti-persaingan. Warga Negara dipimpin oleh pilihan-pilihan mereka
untuk sebuah pilihan atau pilihan yang lain.
Osborne dan Gaebler (1992) secara eksplisit menjelaskan peranan
pemberian layanan yang menurun bagi pemerintah sebagai cara yang lebih baik
dalam memandu masyarakat. Mereka merekomendasikan pemerintah agar
seharusnya semakin menjauh dari peranan pemberian layanan (yang mereka sebut

sebagai rowing/ pembatasan) dan memperhatikan pengembangan kebijakan


(yang mereka sebut sebagai steering/ pengendalian). Organisasi-organisasi
steering mengatur kebijakan, memberikan pendanaan terhadap agen-agen
operasional (baik pemerintah maupun swasta), dan mengevaluasi performa/
capaiannya. Mereka menetapkan struktur insentif dimana agen-agen dapat
bersaing atau warga dapat memilih. Namun mereka sebenarnya tidak terlibat
dalam pemberian layanan. Apakah manfaat yang diperoleh dari pendekatan
semacam ini? Osborne dan Gaebler menulis:
Membebaskan para penyusun kebijakan untuk berbelanja di sekitar
penyedia-penyedia layanan yang paling efektif dan paling efisien
membantu mereka memukul setiap dolar. Ini memungkinkan mereka
untuk menggunakan persaingan antar penyedia layanan. Hal ini
mempertahankan fleksibilitas maksimal untuk merespon peluang-peluang
yang berubah. Hal ini juga membantu mereka berpegang teguh pada
akuntabilitas performa kualitas, kontraktor-kontraktor tahu mereka dapat
dilepaskan bila kualitasnya menurun; pelayan-pelayan public tahu mereka
tidak dapat dilepaskan.
(Osborne dan Gaebler, 1992, 35, aslinya dalam bahasa itali)
Unsur pendekatan Manajemen Publik yang Baru lainnya terhadap
kepemimpinan publik adalah keteguhannya dalam memasukkan persaingan ke
dalam bidang-bidang yang sebelumnya merupakan monopoli pemerintah.
Dengan membentuk proses penawaran yang kompetitif untuk layanan seperti
pengumpulan sampah, banyak kota yang secara signifikan telah mengurangi
ongkos-ongkosnya; namun pendekatan yang berbeda dari tradisi telah diminati.
Misalnya, banyak yurisdiksi yang sedang mencoba dengan pilihan sekolah
sebagai sebuah piranti untuk menciptakan persaingan di dalam system pendidikan.
Ide dasarnya adalah sekolah hendaknya diberikan otonomi yang cukup untuk
menata sumber daya-sumber dayanya sendiri dan kemudian pasar akan
menentukan sekolah mana yang paling efektif karena para siswa memilih dengan
dasar mereka. Mekanisme insentif berjalan dalam beberapa cara. Sekolah-

sekolah memiliki sebuah insentif pendaftaran yang tinggi untuk menunjukkan


kualitas yang tinggi. Para siswa memiliki insentif untuk mencari system sekolah
yang terbaik.
Hal yang penting untuk pembahasan kami di sini adalah bahwa insentifinsentif pasar digunakan oleh Manajemen Publik yang Baru sebagai sebuah
substitusi bagi kepemimpinan sekolah. Osborne dan gaebler misalnya, mendorong
sebuah pernyataan dari john Chubb, coauthor sebuah buku penting pada sekolah
pilihan.
Anda dapat memperoleh sekolah yang efektif dengan cara lain seperti
pengaruh kepemimpinan yang kuat. Namun bila harus bergantung pada
pengembangan para pemimpin yang aneh untuk menyelamatkan sekolah
kita, prospek kita pada dasarnya tidak sangat bagus. System yang ada pada
dasarnya tidak disiapkan untuk mendukung kepemimpinan semacam ini.
Di sisi lain, sistem kompetisi dan pilihan secara otomatis memberikan
insentif-insentif bagi sekolah untuk melakukan apa yang benar. (Dikutip
dalam Osborne dan Gaebler 1992, 95).
Layanan Publik yang Baru dan Kepemimpinan
Layanan Publik yang Baru melihat kepemimpinan bukan dalam terminology
manipulasi individu-individu dan tidak pula manipulasi insentif. Meski demikian,
kepemimpinan dilihat sebagai bagian sifat pengalaman manusia, subyek bagi
kekuatan rasional dan kekuatan intuitif, dan berhubungan dengan pemfokusan
energi

manusia

pada

proyek-proyek

yang

membantu

kemanusiaan.

Kepemimpinan tidak lagi terlihat sebagai sebuah prerogatif orang-orang yang


berada di dalam kantor-kantor public yang tinggi, namun sebagai sebuah fungsi
yang meluas dalam keseluruhan kelompok, organisasi, dan masyarakat. Apa yang
diperlukan dalam pandangan ini adalah kepemimpinan yang dihormati oleh
orang-orang, organisasi-organisasi publik dan masyarakat. Di sini kami akan
menguji beberapa interpretasi-interpretasi yang penting dan representatif dari
pendekatan kepemimpinan yang baru.

Nilai-Nilai Berbasis Kepemimpinan


Mungkin formulasi kepemimpinan yang paling berpengaruh apakah yang
diterapkan pada politik, bisnis atau manajemen adalah ide kepemimpinan
transformasi. Kepemimpinan transformasi merupakan konsep kunci secara
umum, dalam Pulitzer Price klasik studi yang menarik, ditulis oleh ahli politik
Harvard, James MacGregor Burns dan berjudul Leadership (Kepemimpinan)
(1973). Dalam kerja yang monumental ini, Burns mencoba untuk memahami
dinamika kepemimpinan dalam terminology efisiensi rasional, menyelesaikan
segala sesuatu, atau memenuhi tujuan-tujuan organisasi. Ratherterkadang dia
mencoba untuk mengembangkan sebuah teori kepemimpinan yang akan masuk
lintas kultur dan masa serta diaplikasikan pada kelompok-kelompok, organisasi
dan masyarakat. Terutama Burns mencoba untuk memahami kepemimpinan
bukan sebagai sesuatu yang dilakukan para pemimpin bagi pengikut-pengikutnya
namun sebagai sebuah hubungan antara pemimpin dan pengikutnya, saling
interaksi yang pada akhirnya merubah:
Proses kepemimpinan harus dilihat sebagai bagian dinamika konflik dan
kekuasaan,.. kepemimpinan bukan apa-apa bila tidak dihubungkan dengan
tujuan kolektif; keefektifan pemimpin harus dinilai bukan dengan
kliping pers mereka namun dengan perubahan sosial yang nyata;
kepemimpinan politik bergantung pada rantai proses biologis dan sosial
yang panjang, pada interaksi dengan struktur-struktur peluang dan akhir
politik, pada interaksi antara suara prinsip-prinsip moral dan kewajiban
kekuasaan yang diterima; .. dalam menempatkan konsep-konsep
kepemimpinan politik ini secara sentral ke dalam sebuah teori kami
akan menegaskan kembali kemungkinan-kemungkinan kehendak manusia
dan kemungkinan standar-standar keadilan dalam memimpin urusan
orang-orang. (Burns 1978, 4).
Burns memulai dengan pernyataan bahwa, meskipun secara histories kita
telah diasikkan dengan hubungan antara kekuasaan dan kepemimpinan, ada
sebuah perbedaan penting diantara keduanya. Biasanya, kekuasaan dianggap

sebagai melakukan kemauan seseorang, meski ada resistensi. Konsep kekuasaan


semacam ini mengabaikan fakta penting bahwa kekuasaan melibatkan hubungan
antara pemimpin dan para pengikutnya dan bahwa nilai penting dalam hubungan
itu adalah tujuan apa yang diperlukan dan apa yang direncanakan, baik oleh
orang yang menggunakan kekuasaan dan orang yang berada pada menerima
bagian akhirnya. Pada umumnya, meski mungkin tidak semua, situasi-situasi
dimana penerima memiliki fliksibilitas-fleksibilitas dalam responnya terhadap
usaha penggunaan kekuasaan, sehingga kekuasaan yang dapat digunakan
seseorang merupakan ketergantungan pada cara kedua pihak melihat situasi
tersebut. Para pemegang kekuasaan menggunakan sumber daya-sumber daya dan
motif-motif mereka sendiri, namun hal ini harus relevan dengan sumber-sumber
dan motivasi-motivasi penerima kekuasaan/ pengaruh.
Kepemimpinan menurut Burns merupakan sebuah aspek kekuasaan,
namun ini juga merupakan sebuah proses yang terpisah. Kekuasaan digunakan
ketika para pemegang kekuasaan yang potensial, berperan untuk mencapai
sasaran-sasaran mereka sendiri, mengumpulkan sumber daya-sumber daya yang
memungkinkan mereka untuk mempengaruhi orang lain. Kekuasaan digunakan
untuk mewujudkan tujuan-tujuan para pemegang kekuasaan, apakah tujuan-tujuan
tersebut juga merupakan tujuan-tujuan responden atau tidak (1978, 18). Pada sisi
lain, kepemimpinan digunakan ketika orang-orang dengan motif-motif dan
tujuan-tujuan tertentu dalam bersaing atau konflik dengan orang lain memobilisasi
sumber daya-sumber daya institusi, politik dan psikologi serta sumber-sumber
lainnya untuk merangsang,, mengikat dan memuaskan motif-motif para
pengikutnya (18). Perbedaan antara kekuasaan dan kepemimpinan adalah bahwa
kekuasaan memberikan interes-interes / kepentingan pemegang kekuasaan,
sementara kepemimpinan memberikan interes pemimpin dan interes pengikutnya.
Nilai, motivasi, keinginan, kebutuhan, interes/ kepentingan dan harapan pemimpin
dan pengikutnya harus diwujudkan agar kepemimpinan terbentuk.
Burns berpendapat

bahwa sebenarnya ada dua jenis kepemimpinan.

Yang pertama adalah kepemimpinan transaksional, yang melibatkan pertukaran


hal-hal yang bernilai (apakah secara ekonomi, politik atau psikologi) antara

inisiator dengan responden. Misalnya, seorang pemimpin politik mungkin setuju


untuk mendukung kebijakan tertentu sebagai ganti atas suara dalam pemilihan
yang akan datang. Atau seorang siswa mungkin menulis paper yang luar biasa
untuk masuk kelas A. dalam kasus kepemimpinan transaksional, dua pihak
bekerja sama dalam hubungan yang meningkatkan interes atau kepentingan
keduanya, namun tidak ada hubungan yang lama diantara keduanya. Di sisi lain,
kepemimpinan transformasional terjadi ketika pemimpin dan para pengikutnya
saling mengikat dalam suatu cara dimana mereka saling mengangkat pada
tingkatan-tingkatan moralitas dan motivasi. Sementara para pemimpin dan yang
dipimpin pada awalnya mungkin bekerja sama baik diluar pengejaran
kepentingan-kepentingan mereka sendiri atau karena pengikut mengenali potensi
khusus pada pemimpin, karena hubungan-hubungan tersebut berkembang,
kepentingan-kepentingan mereka menjadi tersatukan ke dalam dukungan timbale
balik untuk tujuan-tujuan umum. Hubungan antara pemimpin dan pengikutnya
menjadi satu dimana tujuan keduanya meningkat melalui hubungan tersebut;
kedua pihak menjadi tergerakkan, terinspirasi, terangkat. Dalam beberapa kasus,
kepemimpinan transformasional bahkan berkembang ke dalam kepemimpinan
moral karena kepemimpinan membentuk tingkat aspirasi moral dan pengaturan
moral baik pada pemimpin maupun pada pengikutnya. Kepemimpinan moral
terbentuk sebagai aksi yang konsisten dengan kebutuhan, interes, dan aspirasi para
pengikut, namun hal ini juga merupakan aksi-aksi yang pada dasarnya merubah
pemahaman-pemahaman moral dan kondisi-kondisi sosial. Pada akhirnya,
kepemimpinan terutama kepemimpinan transformasional atau kepemimpinan
moral memiliki kapasitas untuk menggerakkan kelompok, organisasi, bahkan
masyarakat kearah pengejaran tujuan-tujuan yang lebih tinggi.
Serupa dengan ini, meskipun terkadang lebih kontemporer, interpretasi
kepemimpinan diberikan oleh Ronald Heifetz dalam bukunya, Leadership
Without Easy Answer (1994). Heifetz berpendapat seperti pendapat kami pada
awal bagian/ bab ini, bahwa kepemimpinan.. bukan lagi hanya mengenai
pencapaian suatu misi kemudian menyuruh orang-orang untuk bergerak ke dalam
arah tersebut. Kasarnya, kepemimpinan bukan lagi tentang mengatakan kepada

orang-orang mengenai apa yang harus dilakukan. Namun kepemimpinan apakah


ia berasal dari seseorang dalam suatu posisi otoritas formal atau seseorang yang
memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki otoritas formal, berhubungan dengan
membantu suatu kelompok, organisasi atau suatu komunitas dalam mengenali
visinya sendiri kemudian belajar cara untuk bergerak dalam arah yang baru.
Sebagai sebuah gambaran, perbedaan antara dua pemahaman terhadap
kepemimpinan ini, pikirkan tentang dua definisi mengenai kepemimpinan sebagai
berikut, kepemimpinan berarti mempengaruhi komunitas untuk mengikuti visi
pemimpin

terhadap

pemahaman

kepemimpinan

berarti

mempengaruhi

komunitas untuk menghadapi masalahnya (Heifetz 1994, 14). Heifetz


berpendapat bahwa pandangan yang terakhir lebih sesuai terhadap kehidupan
kontemporer, dimana tugas-tugas kepemimpinan bukan hanya menyuruh
pekerjaan atau tugas untuk diselesaikan, namun lebih pada penyesuaian
terhadap kenyataan-kenyataan yang baru dan tak lazim. Tugas kepemimpinan
adalah tugas adaptif tugas yang mungkin melibatkan pengatasan konflik nilainilai yang diyakini orang-orang atau menemukan cara-cara untuk mengurangi
selisih antara nilai-nilai yang diyakini orang dengan kenyataan yang mereka
hadapi. Kepemimpinan adalah mengenai nilai-nilai dan pembelajaran, terutama
membantu orang-orang belajar untuk mengidentifikasi dan mengaktualisasikan
nilai-nilai mereka. Dengan cara ini, kepemimpinan pada dasarnya merupakan
sebuah fungsi edukatif.
Dari sudut pandang teoritis ini, Heifetz mengidentifikasi beberapa
pelajaran praktis bagi para pemimpin sekali lagi bahkan bagi pemimpin yang
tidak memiliki otoritas formal:
1.

Mengidentifikasi

tantangan-tantangan

adaptif:

menyelidiki situasi dengan mempertimbangkan


nilai-nilai pada isu, dan mengurai isu-isu yang
datang bersamanya.
2.

Mempertahankan tingkat penderitaan dalam level


yang dapat ditoleransi untuk melakukan tugas
adaptif: menggunakan analogi pressure cooker,

tetap mempertahankan panas tanpa meledakkan


katupnya.
3.

Pusat perhatian pada isu-isu yang berkembang dan


bukan

pada

pengurangan-tekanan

yang

membingungkan: Mengidentifikasi isu-isu mana


yang saat ini dapat menarik perhatian; dan sambil
mengarahkan perhatian pada mereka, netralkan
mekanisme-mekanisme penghindaran tugas seperti
sanggahan,

pengambing-hitaman,

menjelmakan

musuh, berpura-pura masalah tersebut bersifat


teknis,

atau

menyerang

individu-individu

ketimbang isu-isu.
4.

Melindungi

suara-suara

kepemimpinan

tanpa

otoritas: Berikan perlindungan kepada mereka yang


memunculkan pertanyaan-pertanyaan berat dan
bangkitkan

kesedihan

orang

yang

mengidentifikasi kontradiksi-kontradiksi internal


pada masyarakat. Individu-individu ini seringkali
akan memiliki kebebasan untuk memprovokasi
pemikiran kembali bahwa otoritas tidak memiliki
(Heifetz 1994, 128).
Kepemimpinan Umum
John Bryson dan Barbara Crosby (1992) menyiapkan tahap pembahasan mereka
mengenai kepemimpinan umum dengan membedakan model tradisional
kepemimpinan birokratis dengan kepemimpinan yang lebih kontemporer
dimana tidak ada seseorang yang dibebani. Pada sisi lain, ada birokrasi hierarkis
tradisional yang memiliki kapasitas untuk untuk meletakkan tangannya disekitar
masalah-masalah dan untuk menggunakan proses perencanaan dan pemecahan
masalah secara rasional dan ahli untuk memasuki solusi-solusi yang dapat
diterapkannya saja. Di sisi lain, seperti yang telah kami pahami dalam

pembahasan kami mengenai proses pemerintahan yang baru, masalah-masalah


saat ini memerlukan keterlibatan jaringan berbagai organisasi yang berbeda
dengan gaya-gaya, agenda, dan masalah atau perhatian yang berbeda. Kelompokkelompok yang bermasalah mungkin memiliki perbedaan-perbedaan yang
signifikan dalam arah, motivasi, pemilihan waktu, asset dan sebagainya dan
perbedaan-perbedaan ini mungkin mencolok. Dalam kenyataan-kenyataan yang
lebih cepat berubah dan lebih kacau model rasional kepemimpinan formal tidak
lagi berjalan. Meski demikian, seseorang seringkali seseorang yang tidak dalam
posisi otoritas formal, harus mengasumsikan kepemimpinan dengan menyusun
semua pihak yang berhubungan dengan masalah tersebut dan bantuan untuk
mencairkan

atau

memediasi

perbedaan-perbedaan

mereka,

meski

tidak

mengendalikan, namun lebih baik memimpin dengan contoh, persuasi, dorongan


dan sangsi-sangsi.
Model kepemimpinan alternatif yang dijelaskan Bryson dan Einsweiler
sebagai kapasitas transformatif umum/ komunal (1991, 3), terkadang lamban
dan seringkali membosankan, namun dengan alasan yang bagus. Para pemimpin
dalam dunia kekuasaan umum dan kapabilitas umum memiliki kebutuhankebutuhan yang memerlukan waktu dan perhatian khusus, kebutuhan untuk
memastikan pergerakan dapat adalah diterima secara politik, dapat dikerjakan
secara teknis, dan dapat dipertahanakan secara legal dan etis; kebutuhan untuk
memiliki pergerakan tersebut didukung dengan koalisi yang cukup besar untuk
mendukung dan melindunginya; dan keinginan untuk mempertahankan opsi
sebanyak mungkin terbuka selama mungkin (Bryson dan Crosby 1992, 9).
Meskipun kepemimpinan umum memerlukan waktu, karena lebih banyak orang
dan kelompok yang terlibat, kepemimpinan umum seringkali jauh lebih berhasil,
tepatnya dengan alasan yang sama karena lebih banyak orang dan kelompok
yang terlibat.
Namun keberhasilan memerlukan pemahaman berbagai situasi dimana
keputusan-keputusan kebijakan terjadi dan berbagai langkah yang harus
dikerjakan individu dan kelompok agar berhasil. Bryson dan Crosby (1992)
menyarankan tiga keadaan yang menjadi lebih sering digunakan dalam

mengorganisir orang-orang dan bernegosiasi atau memperantarai perbedaan


pemahaman mereka. Forum-forum merupakan ruang dimana orang-orang dapat
terlibat dalam diskusi, debat dan perundingan. Mereka dapat memasukkan
pembahasan kelompok-kelompok, debat formal, pendengaran public, tugas-tugas
kekuasaan, konferensi, Koran, radio, tv dan internet. Di sisi lain, arena bersifat
lebih formal dan merupakan bidang kegiatan yang lebih terbatas. Contoh-contoh
dapat berupa komite eksekutif, dewan kota, senat fakultas, direktur/ pimpinan
dewan, dan legislatif. Akhirnya, pengadilan merupakan tempat yang berfokus
pada ketidaksesuaian resolusi terhadap norma-norma social yang dihasilkan. Di
sini contoh-contohnya dapat berupa Pengadilan Supremasi, pengadilan lalu lintas,
badan pengawas professional dan badan-badan pelaksanaan etika.
Bryson dan Crosby kemudian menjelaskan beberapa langkah kunci
dalam memecahkan masalah-masalah publik secara efektif:
1.

Membentuk Persetujuan Awal terhadap UndangUndang: Sekelompok awal pemimpin, para pembuat
keputusan kunci, dan warga Negara biasa bekerja
sama dan setuju terhadap perlunya merespon
masalah tertentu. Karena semakin banyak orang
yang

terlibat

dank

arena

setiap

fase

menginformasikan yang akan datang, langkah ini


diharapkan untuk terulang dalam suatu putaran yang
berkesinambungan (seperti dua poin selanjutnya).
Para pemimpin harus mengamankan keterlibatan dan
partisipasi semua kelompok yang terpengaruh (dan
mungkin beberapa kelompok yang mungkin tidak
terpengaruh).
2.

Mengembangkan suatu Definisi Masalah secara


efektif untuk Memandu Aksi: Cara dimana masalahmasalah disusun akan mempengaruhi cara merespon
partai-partai yang berbeda dan terlibat di dalam
proses tersebut serta cara pemecahan-pemecahan

akhir disusun. Orang-orang harus memikirkan


kembali

masalah-masalah

sebelum

bergerak

terhadap solusi mereka. Di sini kepemimpinan


publik mungkin yang paling kuat karena para
pemimpin dapat membantu orang-orang memahami
masalah-masalah

yang

baru

atau

memahami

masalah-masalah lama dengan cara-cara yang baru.


3.

Mencari pemecahan di forum-forum. Dalam fase ini,


pencarian solusi-solusi terhadap masalah-masalah
yang

sebelumnya

Terutama

dalam

diidentifikasi
fase

ini,

berlangsung.

para

pemimpin

memfasilitasi konstruksi skenario-skenario alternatif


untuk bergerak dari masa lalu yang berisi masalah ke
masa depan yang bebas masalah. Kuncinya di sini
adalah yakin bahwa solusi-solusi yang disusun
memenuhi masalah tersebut seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya dan tidak saja menangkap
kepentingan-kepentingan
Kepemimpinan

kelompok

diperlukan

untuk

tertentu.
melampaui

kepentingan-kepentingan pribadi yang mungkin


menjadi harapan selama fase ini.
4.

Mengembangkan Proposal yang Dapat Menang


dalam

Arena:

pengembangan

Di

sini

fokus

berubah

kebijakan-kebijakan

yang

pada
dapat

diambil pada agenda-agenda badan-badan formal


pembuat keputusan. Kuncinya adalah aksi dalam
forum-forum tersebut dan kelompok-kelompok yang
kurang formal harus menghasilkan proposal yang
akan mungkin untuk diadopsi, proposal-proposal
yang bersuara secara teknis dan dapat diterima
secara politik.

5.

Mengadopsi Solusi-Solusi Kebijakan Publik: Dalam


fase ini, mereka yang mendukung perubahan
mencari adopsi dari proposal-proposal mereka
dengan otoritas pembuatan kebijakan formal dan
sumber daya-sumber daya dan dukungan yang
diperlukan demi keberhasilan pengimplementasian.

6.

Menerapkan Kebijakan-Kebijakan dan RancanganRancangan yang Baru: Kebijakan-kebijakan tidak


mengimplementasikan sendiri, sehingga kebijakan
yang luas yang baru saja diadopsi melalui system
tersebut mellibatkan banyak rincian dan susunansusunan

yang

berhubungan

dengan

proses

implementasi. Sampai masalah ini dihubungkan,


perubahan tersebut tidak dianggap utuh.
7.

Menilai kembali kebijakan-kebijakan dan programprogram. Bahkan dengan mengikuti implementasi,


ada kebutuhan untuk mengevaluasi kembali situasi
tersebut. Hal-hal berubah, orang-orang berubah,
komitmen-komitmen sumber daya berubah dan
diantaranya

dapat

mengakibatkan

babak

baru

perubahan kebijakan. (Disadur dari Bryson dan


Crosby 1992, 119 338)
Argumen yang sama dikembangkan oleh Jefrey Luke dalam Catalytic
Leadership (1998). Sesuai dengan pembahasan kami sebelumnya mengenai
pemerintahan yang berbasis jaringan, Luke menunjukkan bahwa organisasiorganisasi publik semakin dibatasi dengan apa yang dapat mereka lakukan sendiri.
Banyak organisasi dan kelompok lainnya harus terlibat dalam mengarahkan isuisu seperti kehamilan remaja, kepadatan lalu lintas, dan polusi lingkungan.
Sebagai tambahan, kepemimpinan tradisional jenis kepemimpinan yang
dihubungkan oleh Luke dengan lembaga perusahaan/ bisnis, dan agen-agen
birokrasi pemerintah, kebanyakan didasarkan pada otoritas hierarki dan tidak

dapat secara mudah dipindah menuju situasi-situasi yang terpisah, kacau, dan
kompleks. Sebaliknya, dalam kenyataan-kenyataan ini yang semakin mencirikan
proses kebijakan publik, kepemimpinan harus memusatkan perhatian dan
memobilisasi aksi yang tertunda oleh para stakeholder yang banyak dan berbeda.
(1998, 5)
Di sisi lain, masalahnya adalah pemerintah tidak lagi bertanggung
jawab terhadap proses kebijakan tersebut. Pemerintah di AS dicirikan dengan
suatu hubungan yang dinamis diantara agen-agen pemerintahan, penyedia jasa
non profit, perusahaan bisnis, perusahaan-perusahaan multinasional, kelompokkelompok lingkungan, kelompok-kelompok kepentingan tertentu dan kelompok
advokasi, kesatuan buruh, akademia, media, dan berbagai asosiasi formal dan
informal lainnya yang mencoba untuk mempengaruhi agenda public. (Luke
1998, 4). Lebih lanjut, masalah-masalah yang paling penting yang kita hadapi saat
ini lintas organisasi, yurisdiksi dan batas sektor. Apa yang akan terjadi bila
seseorang menggantikan apa yang dilakukan organisasi bukankah hal itu
kemungkinan akan mempengaruhi masalah tersebut hanya dalam cara marjinal;
semua kelompok dan organisasi lainnya yang tertarik dalam isu yang sama juga
mempengaruhi isu tersebut. Dalam kata lain, ada jaringan dasar saling
ketergantungan dan saling berhubungan yang mengikat bersama berbagai
kelompok yang berbeda. Tanpa keterlibatan seluruh kelompok dan organisasi
yang saling berhubuungan ini, sedikit saja yang dapat dilakukan untuk
mengarahkan secara efektif.masalah-masalah publik yang kompleks. Lebih lanjut,
dengan mengetahui komitmen yang kuat dan kepentingan yang sangat fokus pada
mayoritas pihak ini seringkali sulit untuk mengecualikan seseorang.
Menurut Luke, kepemimpinan publik yang efektif dalam dunia yang
saling berhubungan, apa yang dia sebut sebagai kepemimpinan katalitik
melibatkan empat tugas khusus berikut ini:
1.

Fokus perhatian dengan mengangkat isu pada


agenda-agenda

publik

dan

agenda

kebijakan.

Menggerakkan masalah tertentu pada agenda publik


melibatkan pengidentifikasian masalah, menciptakan

kesadaran akan urgensi solusinya, dan memicu


kepentingan publik yang luas.
2.

Mengikat orang-orang dalam usaha tersebut dengan


menyusun situasi orang-orang, agen-agen yang
berbeda
diperlukan

dan

kepentingan-kepentingan

untuk

mengarahkan

Mengikat

isu

orang-orang

yang
tersebut.

melibatkan

pengidentifikasian semua stakeholder dan mereka


yang memahami masalah tersebut, para anggota
kelompok inti yang bergabung, dan menyusun
siding-sidang awal.
3.

Merangsang berbagai strategi dan opsi untuk aksi.


Langkah

ini

memerlukan

pembangunan

dan

pemeliharaan kelompok kerja yang efektif, dengan


penyatuan tujuan dan sebuah proses yang kredibel
untuk pembahasan dan pembelajaran kelompok.
Pengembangan

strategis

melibatkan

pengidentifikasian hasil-hasil yang dikehendaki,


dengan menyelidiki berbagai opsi, dan dengan
mendukung komitmen terhadap strategi-strategi
yang dikembangkan.
4.

Menahan aksi dan mempertahankan momentum


dengan

menata

institusionalisasi

yang

interkoneksi
sesuai

dan

melalui
pembagian

informasi dan umpan balik yang cepat. Dalam


keadaan ini, adalah perlu untuk membangun
dukungan diantara para pemenang, pemegang
kekuasaan,

kelompok-kelompok

advokasi,

dan

mereka yang memegang sumber daya-sumber daya


yang penting. Pemimpin harus berubah pada
perilaku kooperatif institusional dan menjadi sebuah

fasilitator jariungan. (Disadur dari Luke 1998, 37148).


Sebagaimana yang telah kami nyatakan sebelumnya, Layanan Publik
yang Baru memerlukan keahlian-keahlian pengembangan yang cukup berbeda
dari keahlian yang berhubungan dengan pengendalian agen-agen publik atau yang
terlibat dalam analisis ekonomi meskipun keahlian-keahlian tertentu mungkin
sesuai dari masa ke masa. Meski demikian, mereka yang tertarik dalam Layanan
Publik yang Baru akan perlu mengembangkan keahlian-keahlian dalam bidangbidang lainnya. Luke secara spesifik mengarahkan masalah ini dengan
menjelaskan tiga keadaan situasi tertentu yang diperlukan bagi kepemimpinan
katalitik (1998, 149 240). Yang pertama adalah memikirkan dan berperan secara
strategis penyusunan dan menyusun kembali masalah-masalah, mengidentifikasi
hasil-hasil yang diharapkan dan menghubungkannya dengan aksi-aksi atau
strategi-strategi tertentu yang mungkin diterima, mengidentifikasi stakeholder dan
yang lainnya yang penting keterlibatannya demi keberhasilan, dan menarik keluar
interkoneksi-interkoneksi yang sangat penting bagi kepemimpinan yang efektif
dalam dunia kebijakan publik yang kompleks. Yang kedua adalah memfasilitasi
kelompok-kelompok kerja yang produktif melibatkan intervensi-intervensi
pakar yang memajukan sebuah kelompok, membantu kelompok tersebut
menangani konflik dan membentuk berbagai kesepakatan, melalui pembentukan
consensus. Yang ketiga adalah kepemimpinan dari obsesi pribadi dan nilai-nilai
dalam:
Pemimpin-pemimpin katalitik memimpin dari kekuatan karakter,
bukan dari kekuatan kepribadian. Keberhasilan para katalis menunjukkan
kekuatan karakter yang mewujudkan kredibilitasnya untuk mengorganisir
kelompok-kelompok yang berbeda. Mereka memiliki keyakinan personal untuk
memfasilitasi dan memediasi kesepakatan-kesepakatan yang kadang sulit dicapai
dan mereka menetapkan sebuah perspektif jangka panjang yang membantu fokus
dan memfokuskan kembali perhatian anggota-anggota kelompok dalam

menghadapi kekalahan yang kecil. (Luke 1998, 219).


Sekali lagi, seperti dalam pembahasan kami mengenai layanan public
yang mulia dan bermanfaat,l kami berpendapat bahwa obsesi, komitmen dan
kegigihan dalam menghadapi masalah-masalah yang sulit seringkali diperlukan
untuk membuat suatu perbedaan.
Pelayan, bukan Pemilik
Dalam Layanan Publik yang Baru, ada sebuah pengenalan bahwa para
administrator publik bukan merupakan pemilik bisnis dari aggen-agen dan
program-program mereka. Dengan demikian, kecenderungan para administrator
publik adalah telah menerima tanggung jawab untuk melayani warga dengan
menjadi pelayan dari sumber-sumber publik (Kass 1990), para consevator
organisasi publik ((Teryy 1995), fasilitator kewarganegaraan dan dialog
demokratis (Box 1998; Chapin dan Denhardt 1995; King dan Stivers 1998), dan
para katalis untuk komitmen komunitas (Denhardt dan Gray 1998; Lapp6 dan Du
Bois 1994). Ini merupakan perspektif yang sangat berbeda dari profit dan efisiensi
yang difokuskan para pemillik bisnis. Jadi, Layanan Publik yang Baru
menunjukkan bahwa para administrator publik bukan saja harus membagi
kekuasaan, bekerja dengan orang-orang, dan pemecahan-pemecahan perantara
namun juga mengkonsepsi ulang peranan mereka dalam proses pemerintahan
sebagai tanggung jawab partisipan, bukan sebagai wirausahawan.
Dengan demikian, ketika administrasi publik mengambil resiko, mereka
bukanlah wirausahawan yang memiliki bisnis mereka sendiri dan dapat membuat
keputusan-keputusan sementara mengetahui konsekuensi kegagalan di atas
pundak mereka. Resiko dalam sektor publik berbeda (Denhart dan Denhart 1999).
Dalam Layanan Publik yang Baru, resiko dan peluang berada dalam kerangka
yang lebih luas dari warga Negara yang demokratis dan berbagi tanggung jawab.
Karena konsekuensi sukses atau gagal tidak dibatasi pada masalah bisnis pribadi,
para administrator publik tidak memutuskan sendiri apa yang terbaik bagi sebuah
komunitas. Ini tidak diartikan bahwa semua peluang jangka panjang hilang. Bila
dialog dan komitmen warga berkesinambungan, peluang-peluang dan resiko-

resiko yang ada dapat diselidiki dalam pola waktu. Faktor penting untuk
dipertimbangkan adalah apakah manfaat dari pengambilan aksi yang tiba-tiba dan
beresiko dari administrator publik sebagai respons terhadap sebuah peluang lebih
besar dari harga kepercayaan, kerjasama, dan arti berbagi tanggung jawab.
Akhirnya, dalam Layanan Publik yang Baru, kepemimpinan yang
berbasis pembagian dan nilai terlihat sebagai sebuah fungsi dan tanggung jawab
semua tingkat dari organisasi tersebut, dari tingkat eksekutif hingga tingkat
jalanan. Vinzant dan Crohers (1998) misalnya, menjelaskan bagaimana pelayanpelayan publik pada lini depan diminta untuk menggunakan kebijaksanaan,
melibatkan orang lain, dan membuat keputusan-keputusan yang menghormati dan
mencerminkan ragam faktor dan nilai. Mereka harus responsif terhadap aturanaturan agen, komunitas yang mereka layani, dan para mitra kerja mereka seperti
terhadap variabel-variabel situasi dan etika. Vinzant dan Crothers berpendapat
bahwa dalam banyak kasus, para pelayan publik lini depan diminta untuk bereaksi
sebagai para pemimpin yang berbasis nilai: Mereka membuat pilihan-pilihan dan
mengambil aksi untuk mengangkat sasaran-sasaran, kecenderungan, nilai-nilai
partisipan dalam situasi tertentu dalam cara-cara yang dapat direspon terhadap
keinginan dan kepentingan mereka, namun hal itu dapat dilegitimasi dengan
mengacu pada idea dan nilai-nilai yang lebih kompleks, yang terlibat dalam kasus
tersebut (1998, 112).
Kesimpulan
Dalam Layanan Publik yang Baru, kepemimpinan didasarkan pada nilai-nilai dan
pembagian dengan organisasi dan dengan komunitas. Perubahan konseptualisasi
peranan administrator publik ini telah mencerminkan implikasi-implikasi bagi
jenis tantangan dan tanggung jawab yang dihadapi oleh para pelayan publik.
Pertama, administrator publik harus mengetahui dan mengontrol lebih dari
persyaratan-persyaratan dan sumber daya-sumber daya program mereka.
Pandangan yang sempit tidaklah membantu warga Negara yang dunianya tidak
cocok dibagi dengan program-program departemen dan kantor. Masalah yang
dihadapi warga seringkali kompleks, berubah-ubah dan dinamis dan mereka

tidak mudah jatuh dalam kurungan kantor tertentu atau deskripsi kerja/ tugas yang
sempit dari seseorang. Untuk melayani warga, para administrator publik harus
tidak hanya mengetahui dan mengatur sumber daya-sumber daya mereka sendiri,
mereka juga harus menyadari terhadap dan terhubung dengan sumber-sumber
dukungan dan bantuan lainnya, melibatkan warga dan komunitas dalam proses
tersebut. Mereka tidak mencari untuk mengendalikan dan mereka tidak pula
mengasumsikan bahwa pilihan yang menarik dirinya berlaku sebagai penggantian
dialog dan nilai-nilai umum. Singkatnya, mereka harus berbagi kekuasaan dan
memimpin dengan keinginan, komitmen dan integritas dalam sebuah cara yang
menghormati dan memberdayakan kewarganegaraan.

Materi dalam bagian ini berjudul The Old Public Administration and Executive
Management dan pembahasan dari James Burns Leadership (1978) disadur dari
buku Robert B. Denhardt, Janet V. Denhardt, dan Maria R. Arisgueta, Managing
Human Behaviour in Public and Nonprofit Organization (Thousand Oaks, CA:
Sage, 2002)

Anda mungkin juga menyukai