Anda di halaman 1dari 13

Cordoba, Memori Kejayaan Islam di Andalusia, Spanyol

00:12
09 FEB 2014

RIMANEWS-Bangunan indah di kota Andalusia berubah menjadi Kathedral


Mezquita. Masjid Cordoba gagah berdiri di tenggara Madrid. Berdiri di kaki bukit
Siera de Montena, Masjid Cordoba menjadi saksi kemasyhuran peradaban Islam
di bumi Spanyol.
Masjid Cordoba dulunya sebuah katedral bernama Visigoth St Vincent. Pertama
kali diubah menjadi Masjid tahun 784 M dibawah kepemimpinan Abd ar-Rahman
I. Masjid terus mengalami renovasi saat pemerintahan Abd ar-Rahman II
dibangun menara.
Sementara di masa pemerintahan Al-Hakam II masjid diperbesar dan dibangun
mihrab. Renovasi terakhir dilakukan pada masa al-Mansur Ibn Abi Aamir tahun
987 dengan membangun penghubung dengan istana.
Aktivitas masjid digunakan juga untuk pengadilan syariah selain akitivitas
ibadah. Masjid Agung Cordoba menjadi pusat keislaman di Andalusia selama tiga
abad. Cordoba yang menjadi pusat pemerintahan Islam di Spanyol juga turut
menjadikan Masjid yang pernah bernama Al Jami ini menjadi pusat kegiatan
pemerintahan dan aktivitas warga.
Masjid kembali berubah menjadi katedral pada masa penaklukan tentara Kristen
pada abad ke-16. Bagian tengah masjid berubah menjadi altar utama dan tempat
paduan suara. Arsitekturnya sangat khas peninggalan Islam dengan pilar-pilar
dan struktur marmer. Arsitektur Masjid Cordoba menyerupai struktur Masjid
Agung Damaskus, Suriah.
Goresan kaligrafi ayat-ayat Alquran pada dinding mihrab masih dipertahankan.
Meski berubah menjadi katedral, UNESCO pada 15 Desember 1994 menetapkan
Masjid Cordoba sebagai salah satu tempat peninggalan yang sangat bersejarah
dan penting di dunia.
Kemajuan Kota Cordoba di abad 10 M melebihi kota-kota lain yang ada di Eropa.
Kota ini menjadi tempat perhatian dunia dan sesuatu yang mengagumkan, sama
halnya dengan Kota Venesia di Balkan. Para turis yang datang dari Utara

merasakan kekhusyukan dan kewibawaan kota yang memiliki tujuh puluh


perpustakaan dan sembilan ratus pemandian umum ini.
Ketika para pemimpin Kota Lyon, Nevar, dan Barcelona membutuhkan ahli bedah,
insinyur, arsitek bangunan, penjahit pakaian atau ahli musik, maka mereka
langsung menuju ke Kota Cordoba. Inilah kesaksian orang Barat, J. Brand Trend,
terhadap Kota Cordoba pada abad keempat Hijriyah (sepuluh Masehi).
Sebagai perpanjangan dari peradaban Islam, baik dari segi ilmu, nilai, dan
keagungan, muncullah sang bintang, Kota Cordoba, yang menjadi saksi bisu atas
pencapaian peradaban kaum muslimin dan kemuliaan Islam pada saat itu, yaitu
pada pertengahan abad keempat Hijriyah atau sepuluh Masehi ketika bangsa
Eropa dalam kegelapan.
Cordoba adalah suatu nama yang senantiasa memiliki alunan nada yang khusus
di telinga setiap orang Eropa yang mempercayai kebangkitan dan peradaban
kemanusiaan. Al-Muqri mengatakan bahwa sebagian ulama Andalusia
mengatakan, Cordoba menjadi terdepan karena empat alasan
Pertama, jembatan al-Wadi, kedua Masjid Jami, Ketiga, az-Zahra dan yang
Keempat ilmu pengetahuan. Yang akhir paling besar secara keseluruhan (Nafh
ath-Thayyib Min Ghusn al-Andalus ar-Rathib, 1/53).

Jembatan Cordoba di Sungai alWadi al-Kabir

Madinah az-Zahra, Cordoba

Kita akan mengupas beberapa topik tentang kota yang indah ini, di antaranya:
1. Cuplikan sejarah dan geografi Cordoba.
2. Beberapa fenomena peradaban di Cordoba.
3. Dordoba kota metropolitan.
4. Cordoba dalam pandangan ulama dan sastrawan.
1. Cuplikan Sejarah dan Geografi Cordoba
Kota Cordoba terletak di sungai al-Wadi al-Kabir di bagian Selatan Spanyol. Kota
ini didirikan oleh bangsa Cordoba yang tunduk kepada pemerintahan Romawi
dan Visigoth (Bangsa Goth) (Mausah al-Maurid al-Hadits). Kota ini ditaklukkan
oleh panglima Islam yang terkenal, Thariq bin Ziyad, pada tahun 93 H / 711 M.
Sejak saat itu kota Cordoba memulai tatanan hidup baru dan mengukir sejarah
yang sangat penting dalam sejarah peradaban umat manusia. Kecemerlangan
Cordoba sebagai kota peradaban mencapai puncaknya pada tahun 138 H / 759
M, ketika Abdurrahman ad-Dakhil mendirikan daulah Umayyah II di Andalusia
setelah sebelumnya runtuh di Damaskus oleh orang-orang Abbasiyah.

Kota Cordoba tampak dari atas


Pada masa Abdurrahman an-Nashir, khalifah pertama Umayyah di Andalusia,
kemudian putranya al-Hakam al-Mustanshir, Kota Cordoba mencapai puncak
kemajuan dan masa keemasannya. Apalagi kota ini dijadikan sebagai ibu kota
Daulah Umayyah II dan tempat istana kekhalifahan di dunia Barat.
Pada masa ini, Cordoba juga dijadikan sebagai pusat ilmu pengetahuan dan
peradaban dunia sehingga menyaingi Konstantinopel, ibu kota Kekaisaran
Bizantium di benua Eropa, Kota Baghdad ibu kota Daulah Abbasiyah di Timur,
Kota Kairawan dan Kairo di Afrika, sehingga orang-orang Eropa menyebut
Cordoba dengan Mutiara Dunia.
Perhatian Dinasti Umayyah terhadap Kota Cordoba mencakup beberapa sisi
kehidupan, seperti: pertanian, perindustrian, pembangunan benteng-benteng,
pembuatan senjata, dan lain sebagainya. Mereka juga membuat aliran-aliran air
dan mengimpor berbagai macam pohon dan tanaman buah untuk di tanam di
kota ini.

Beberapa Fenomena Peradaban di Cordoba


Berikut ini beberapa bangunan yang menunjukkan kemajuan peradaban di
Andalusia terutama di Kota Cordoba. Dari sini kita dapat mengetahui
sumbangan-sumbangan Islam dalam perjalanan sejarah manusia.
Jembatan Cordoba
Termasuk salah satu keistimewaan Cordoba adalah Jembatan Cordoba yang
letaknya ada di sungai al-Wadi al-Kabir. Jembatan ini dikenal dengan nama alJisr dan Qantharah ad-Dahr. Panjangnya sekitar 400 m, lebar 40 m, dan
tingginya 30 m.

Jembatan Cordoba
Ibnu al-Wardi dan al-Idrisi meberikan kesaksian bahwa jembatan tersebut
melebihi jembatan-jembatan yang lain dari segi kemegahan bangunan dan
kecanggihannya (Kharidah al-Ajaib wa Faridah al-Ghara-ib, Hal. 12).
Jembatan yang menakjubkan tersebut dibangun pada permulaan abad kedua
Hijriyah tahun 101 H, atau sejak 14 abad yang lalu. Jembatan ini dibangun oleh
Gubernur Andalusia, as-Samh bin Malik al-Khaulani di masa kekhalifahan Umar
bin Abdul Aziz. Artinya, jembatan ini dibangun pada saat manusia belum
mengenal sarana transportasi kecuali binatang: keledai, onta, bighal, dan kuda.
Dan ketika itu, sarana-sarana pembangunan belum secanggih saat ini. Hal inilah
yang menjadikan jembatan tersebut salah satu kebanggaan peradaban Islam.
Masjid Cordoba

Masjid Raya Cordoba


Masjid Jami Cordoba merupakan salah satu unsur peradaban Cordoba yang
sangat penting dan masih tetap bertahan hingga sekarang. Masjid tersebut dalam
bahasa Spanyol disebut Mezquita, yang diambil dari kata masjid. Masjid ini
adalah masjid yang paling masyhur di Andalusia, bahkan di seluruh Eropa.
Namun, sekarang masjid ini dijadikan sebagai katedral. Masjid ini mulai
dibangun Abdurrahman ad-Dakhil tahun 170 H / 786 M., kemudian diteruskan
oleh putranya Hisyam dan khalifah-khalifah setelahnya. Setiap khalifah
memberikan sesuatu yang baru kepada masjid tersebut, dengan memperluas dan
memperindahnya agar menjadi masjid yang paling indah di Cordoba dan masjid
terbesar di dunia saat itu.
Penulis kitab ar-Raudh al-Mithar mengatakan, Di Kota Cordoba ini teradapat
sebuah masjid yang sangat terkenal dan sering disebut-sebut. Masjid itu adalah
masjid terbesar di dunia, luas, dengan teknik pembangunan yang modern, bentuk
yang indah, dan bangunan yang sempurna.
Para khalifah memberikan perhatian yang besar terhadap Masjid Cordoba ini.
Mereka memberikan tambahan demi tambahan, penyempurnaan demi
penyempurnaan hingga mencapai tingkat yang sempurna, bangunan yang
membuat kagum, dan tidak dapat dijelaskan dengan kata-kata.
Tidak ada masjid kaum muslimin yang menyerupai masjid ini dari segi
keindahan, luas, dan besarnya. Separuh masjid dibuat beratap dan separuhnya
lagi tidak. Jumlah lengkungan bangunan yang beratap ada empat belas. Ada
1000 tiang, baik tiang yang besar ataupun kecil. Ada 113 sumber penerangan,
penerangan yang terbesar terdapat 1000 lampu dan yang paling kecil memuat 12
lampu.

Tiang-tiang dan lengku-lengkung


di dalam Masjid Cordoba
Seluruh kayunya berasal dari pohon cemara Thurthusy. Besar pasaknya satu
jengkal dan panjangnya 30 jengkal, antara satu pasak dengan pasak yang lain
dipasang pasak yang besar. Di atapnya terdapat bermacam-macam seni ukir yang
antara satu dengan yang lain tidak sama. Susunannya dibuat sebaik mungkin
dan warna-warnanya terdiri dari warna merah, putih, biru, hijau, dan hitam
celak. Arsitektur dan warna-warni itu menyenangkan mata dan menarik hati.
Luas tiap-tiap penyusun atap adalah tiga puluh tiga jengkal. Jarak antara satu
tiang dengan tiang yang lain lima belas hasta, dan masing-masing tiang bagian
atas dan bawahnya dibuat dari batu marmer pualam.
Masjid ini mempunyai mihrab yang sangat indah, dihiasi ukiran-ukiran dengan
teknik yang sempurna, dan terdapat mozaik yang dilapisi emas. Hal ini sampai
membuat pemimpin Konstantinopel mengirim utusan kepada Abdurrahman anNashir Lidinillah. Di dua arah mihrab ada empat tiang, dua tiang berwarna hijau
dan dua lagi berwarna violet kehijau-hijauan. Di bagian ujung dipasangi lapisan

Mihrab Masjid Cordoba yang masih


berhiaskan kaligrafi Alquran
marmer yang dihias dengan emas, lazuardi, dan warna-warna lainnya. Di sebelah
mihrab terdapat mimbar yang keindahannya tidak ada yang menandinginya;
kayunya adalah kayu ebony, box, dan kayu untuk wewangian. Konon, mihrab
tersebut dibuat selama tujuh tahun dan dikerjakan oleh tujuh orang ahli, selain
tukang pembantu.

Di sebelah Utara mihrab terdapat gudang yang di dalamnya terdapat beberapa


wadah yang terbuat dari emas, perak, dan besi. Semuanya untuk tempat nyala
lampu pada setiap malam ke-27 bulan Ramadhan. Di gudang ini juga teradapat
mushaf besar yang hanya dapat diangkat oleh dua orang, dan juga terdapat
mushaf Utsman bin Affan radhiallahu anhu yang beliau tulis dengan tangannya
sendiri. Mushaf ini dikeluarkan setiap pagi oleh para penjaga masjid. Mushaf
ditempatkan di atas kursi dan imam membaca separuh hizb darinya, kemudian
dikembalikan ke tempatnya semula.
Di sebelah kanan mihrab dan mimbar adalah pintu yang menuju ke istana,
terletak di antara dua dinding masjid yang berupa lorong yang beratap. Di lorong
ini ada delapan pintu; empat pintu dari arah istana tertutup dan empat pintu dari
arah masjid juga tertutup. Sedangkan masjid ini memiliki 20 pintu yang dilapisi
dengan tembaga. Setiap pintu memiliki dua gagang pintu yang indah. Daun pintu
dihiasai dengan beberapa butiran yang terbuat dari bata merah yang ditumbuk
dengan berbagai macam hiasan yang lain.
Dalam setiap bagian dari empat arah lingkaran menara terdapat dua buah
lengkungan yang dibuat batu marmer. Di samping menara juga ada ruang yang
memiliki empat pintu tertutup. Ruang ini digunakan tempat tidur oleh dua
muadzin setiap malam. Di atas ruang terdapat tiga wadah minyak yang terbuat
dari emas dan dua wadah lainnya terbuat dari perak dan daun tumbuhan lili.
Secara keseluruhan, para petugas masjid berjumlah enam puluh orang. Dan
mereka dipimpin oleh satu orang yang mengawasi kerja mereka (ar-Raudh alMithar fi Khabar al-Aqthar, 1/456-457). Keterangan yang hamper sama juga
diberikan oleh Ibnu al-Wardi dalam kitabnya Kharidhah al-Ajaib wa Faridah alGharaib.
Halaman Masjid Cordoba dipenuhi dengan tanaman jeruk dan delima agar buahbuahnya dapat dimakan orang-orang yang lapar dan para musafir yang datang ke
kota Cordoba.

Menara masjid yang sudah ditambahi loncenglonceng katedral


Namun, hal yang menyedihkan dan membuat air mata berlinang, masjid yang
megah ini telah diubah menjadi katedral sejak jatuhnya Andalusia dari tangan
kaum muslimin. Masjid ini kemudian berada di bawah kontrol gereja, walaupun
namanya tetap diabadikan. Menaranya yang tinggi menjulang dan megah telah
berubah menjadi tempat lonceng kebaktian gereja untuk menyembunyikan

karakter Islamnya. Adapun dinding-dindingnya masih dipenuhi dengan ukiran


ayat-ayat Alquran yang mencitrakan daya artistik yang tinggi. Masjid ini sekarang
menjadi salah satu bagian dari tempat sejarah yang paling masyhur di dunia.
Universitas Cordoba
Peran Masjid Cordoba tidak hanya sebagai tempat ibadah, namun masjid ini juga
berfungsi sebagai universitas, bahkan salah satu yang paling masyhur di dunia
dan markas ilmu di Eropa. Dari universitas ini, ilmu-ilmu Arab ditransfer ke
Eropa selama berabad-abad. Segala cabang ilmu diajarkan di sini dan para
pengajarnya merupakan orang-orang yang sangat kompeten di bidangnya. Para
pencari ilmu datang ke unversitas ini, baik dari Timur maupun dari Barat. Para
pengajar dan dosen diberi imbalan dengan gaji yang layak agar mereka fokus
mengabdikan diri untuk mengajar dan menulis dengan baik. Para siswa pun
diberi uang saku secara khusus, dan orang-orang yang tidak mampu diberikan
beasiswa dan bantuan.
Itulah yang memperkaya khazanah ilmiah secara signifikan di Cordoba pada saat
itu. Dan Cordoba mampu melahirkan ilmuan-ilmuan yang mengabdi kepada
Islam dan kaum muslimin secara khusus dan dunia secara umum. Tidak hanya
di bidang ilmu tertentu, akan tetapi juga di berbagai disiplin ilmu. Di antara
mereka adalah az-Zahrawi (325 404 H / 936 1013 M), seorang ahli bedah yang
paling masyhur, dokter, dan ahli obat-obatan, dan pembuatannya. Ada juga Ibnu
Bajah, Muhammad al-Ghafiqi, Ibnu Abdil Bar, Ibnu Rusy, al-Idrisi, Abu Bakar
Yahya bin Sadun bin Tamam al-Azdi, Qadhi al-Qurthubi an Nahwi, al-Hafizh alQurthbi, Abu Jafar al-Qurthubi, dan masih banyak ilmuan-ilmuan lainnya.
Di dalam sejarah Islam, masjid memegang peranan penting untuk kemajuan
peradaban. Kita sering melihat di atas kubah masjid ada lambang bulan sabit
dan bintang sebagai lambang kejayaan. Masjid yang pertama kali di bangun
Rasulullah Saw. adalah masjid Quba, kemudian masjid Nabawi. Masjid ini selain
sebagai tempat beribadah, juga tempat menuntut ilmu, bermusyawarah dan
mengatur strategi perang.
Seiring dengan berjalannya waktu, fungsi masjid semakin sangat sentral. Di
dalam kompleks masjid di bangun sekolah, perpustakaan, laboratorium, dan
observatorium. Masjid menjadi tempat yang paling banyak dikunjungi orang
daripada tempat lainnya. Orang pergi ke masjid tidak hanya berniat beribadah di
dalamnya, tetapi juga menuntut ilmu dan berdiskusi.
Di era kejayaan Islam, masjid tak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah saja,
namun juga sebagai pusat kegiatan intelektualitas, ungkap J. Pedersen dalam
bukunya berjudul Arabic Book.
Sejarawan asal Palestina, AL Tibawi, menyatakan bahwa sepanjang sejarahnya,
masjid dan pendidikan Islam adalah dua hal yang tak dapat dipisahkan. Di dunia
Islam, sekolah dan masjid menjadi satu kesatuan. Sejak pertama kali berdiri,
masjid telah menjadi pusat kegiatan keislaman, tempat menunaikan shalat,
berdakwah, mendiskusikan politik, dan sekolah, cetus Jacques Wardenburg.

Salah satu masjid yang paling terkenal dalam sejarah Islam adalah Masjid
Cordoba di Spanyol. Masjid ini dibangun oleh Khalifah Bani Umayyah yang
bernama Abdurrahman III. Masjid ini memiliki seni arsitektur yang tinggi dan
indah. Tinggi menaranya 40 hasta di atas batang-batang kayu berukir dan
ditopang oleh 1293 tiang yang terbuat dari berbagai macam marmer bermotif
papan catur. Di sisi selatan tampak 19 pintu berlapiskan perunggu dengan kreasi
yang sangat menakjubkan. Sementara pintu tengahnya berlapiskan lempenglempeng emas. Panjang Masjid Cordoba dari utara ke selatan mencapai 175 meter
dan lebarnya dari timur ke barat 134 meter. Sedangkan tingginya mencapai 20
meter.
Setiap gerbang di masjid itu terdapat batu-bata merah dan batu putih. Gabungan
unsur batu-batu tersebut mampu mewujudkan konsep jaluran yang
menakjubkan. Konsep jaluran merah-putih itu banyak mempengaruhi seni
arsitektur bangunan di Spanyol. Hiasan dindingnya disemarakkan unsur flora
dan inskripsi dari al-Quran dalam bentuk ukiran kapur, kaca, marmar dan
mozaik emas.
Bangunan masjid ini sangat kokoh dan tahan gempa, bahkan pada gempa keras
yang pernah terjadi tahun 1793 (gempa bumi Lisabon) tidak ada sedikitpun
keretakan yang terjadi. Sedangkan bangunan Kathedral dalam bagian masjid ini
didirikan pada awal abad ke-13 masehi telah mengalami keretakan yang saat ini
masih dapat terlihat.
Selain itu, kemegahan dekorasi pada ruang shalat juga sangat menonjolkan
ruang mihrab. Lubang-lubang hiasan diletakkan pada ruangan kecil berbentuk
segi delapan. Konfigurasi yang menakjubkan pada mihrab tersebut menjadi pusat
perhatian. Kemegahan Masjid Cordoba yang bertahan hingga sekarang menjadi
saksi masa keemasan Islam di benua Eropa..
Keagungan masjid ini mencerminkan kemakmuran dan kesejahteraan Negara
tersebut. Cordoba pada saat itu menjadi pusat perdagangan, ilmu pengetahuan,
dan ibu kota kekhalifahan Bani Umayyah. Saat itu, terdapat 170 wanita yang
berprofesi sebagai penulis kitab suci al-Quran dengan huruf Kufi yang indah.
Anak-anak fakir miskin pun bisa belajar secara gratis di sekolah yang disediakan
Khalifah. Aktivitas di masjid begitu semarak. Tak heran, jika pada malam hari,
masjid itu diterangi 4.700 buah lampu yang menghabiskan 11 ton minyak
pertahun
Setiap tahun perpustakaan Masjid Cordoba dikunjungi oleh lebih dari 400.000
orang. Jumlah ini sangat jauh berbeda dengan kunjungan orang-orang di
perpustakaan-perpustakaan Eropa yang hanya mencapai 1000 orang
pertahunnya. Perpustakaan Masjid Cordoba tidak hanya dikunjungi oleh muslim,
tetapi juga non-muslim. Salah satu alumninya adalah pemimpin tertinggi agama
Katolik, Paus Sylvester II. Selepas belajar matematika di Spanyol, dia kemudian
mendirikan sekolah katedral dan mengajarkan aritmatika dan geometri kepada
para muridnya. Masjid Cordoba telah menghasilkan ulama dan ilmuwan-ilmuwan
besar yang dikenang sepanjang masa. Beberapa di antaranya:

Ibnu Rusyd: ahli fikih penulis kitab Bidayatul Mujtahid dan juga filosof dan
dokter ternama.
Ibnu Hazm: ahli fikih penulis kitab al-Muhalla, sastrawan, dan juga pakar
studi perbandingan agama.
Al-Qurthubi: ahli tafsir penulis kitab Tafsir al-Qurthubi.
Ibnu Bajjah: ahli matematika ternama.
Al-Ghafiqi: ahli botani ternama.
Ibnu Thufayl: ahli kedokteran dan filosof ternama.
Al-Idrisi: seorang kartografer dan geographer ternama.
Ibnu Farnas: peletak dasar penciptaan pesawat terbang.
Al-Zahrawi: ahli bedah yang telah menciptakan alat-alat bedah.
Ibnu Zuhr: dokter ahli jantung ternama.
Namun sayang, sejak ditaklukkan oleh Raja Leon Alfonso VII yang Kristen, masjid
ini dirubah fungsinya menjadi sebuah gereja. Pada awal abad ke-13, kekhalifahan
Bani Umayyah tidak dapat mengatasi serbuan bangsa Eropa yang datang dari
Utara maka Cordoba ditaklukkan, termasuk masjid ini ikut diduduki. Kemudian
beberapa tiang dihancurkan dan di dalam bangunan masjid didirikan kathedral
yang diberi nama Cathedral Mezquita (Katedral Masjid). Pada beberapa dinding
masjid saat ini terlihat lambang-lambang non muslim. Sampai saat ini masih
berdentang lonceng gereja tiap beberapa menit sekali.
Mengabaikan janji mereka untuk toleran terhadap keyakinan kaum Muslim,
bangsa Spanyol yang Kristen ikut serta dalam gelombang pemaksaan, pengusiran
dan pembunuhan. Masjid-masjid dihancurkan, sebaliknya gereja-gereja
dibangun.
Kenangan pada masa berdarah dan perang yang selama ratusan tahun melanda
seluruh Spanyol masih hidup dalam ingatan kebanyakan orang-orang Kristen.
Bahkan hari ini di bukit-bukit sekitar Granada, mereka masih menggunakan doa
pembaptisan lama, Inilah anakmu: kau berikan seorang Moor (muslim) padaku,
Aku kembalikan dia menjadi seorang Kristen.
Keruntuhan Cordoba itu tidak saja diratapi oleh Umat Islam, tetapi juga seorang
penulis Kristen Stanley Lane Poole dalam bukunya The Mohammadan Dynasties
mengaku betapa mundurnya peradaban Spanyol setelah runtuhnya kerajaan
Islam Cordoba.
(Abu Farras Mujahid, Bandung. Madza Qaddamal Muslimuna lil Alam Ishamatu
al-Muslimin fi al-Hadharah al-Insaniyah oleh Raghib as-Sirjani,
kisahmuslimcom.berbagai sumber)

Ibnu al-Wardi mengatakan, Keistimewaan kota ini lebih hebat dari kalimatkalimat orang yang menjelaskannya. (Kharidah al-Ajaib wa Faridhah alGhara-ib, Hal. 12).

Seorang saudagar dari Mosul, Irak, datang ke Cordoba tahun 350 H / 961 M, ia
menggambarkan kota ini dengan perkataannya, Kota di Andalusia yang paling
besar adalah Cordoba. Di kawasan Barat tidak ada kota yang serupa dengannya
dilihat dari sisi banyaknya penduduk dan luas daerahnya. Dikatakan bahwa
Cordoba mirip dengan salah satu sisi Kota Baghdad atau bahkan mirip dengan
Baghdad secara keseluruhan (Baghdad kota yang maju kala itu dan merupakan
ibu kota Abbasiyah pen.). Kota Cordoba dibentengi dengan pagar tembok, dan
terdapat dua pintu yang mengarah ke al-Wadi di ar-Rashafah yaitu tempat tinggal
penduduk di dataran tinggi yang bersambung ke tempat tumbuh-tumbuhan lebat
di dataran rendah.
Bangunan-bangunan yang padat mengelilinginya, sedangkan kota ini sendiri
mengarah ke lembahnya. Di bagian atas lembah terdapat tempat yang sangat
ramai dengan pasar dan aktivitas ekonomi lainnya. Adapun tempat tinggal
masyarakat umum berada di daerah yang ditanami banyak pepohonan. Secara
umum penduduk kota ini adalah orang-orang kaya dari kalangan pengusaha
(Mujam al-Buldan, 4:324).
Penduduk Cordoba terkenal sebagai orang-orang mulia, para ulama, dan orangorang yang memiliki jabatan tinggi. Al-Idrisi mengatakan, Cordoba tidak sepi dari
tokoh-tokoh ulama, para pemimpin, dan pedagang-pedagang yang kaya raya.
Mereka memiliki banyak harta, kendaraan-kendaraan yang bagus, dan cita-cita
yang tinggi. (Nuzhah al-Musytaq fi ikhtiraq al-Afaq, 2:752).
Al-Himyari mengatakan, Cordoba merupakan pusatnya Andalusia, ibu kota, dan
tempat istana kekhalifahan Bani Umayyah II. Jejak-jejak mereka di sana tampak
jelas, keutamaan-keutamaan Cordoba dan khalifahnya lebih banyak disebut
(karena sedikit cacatnya pen.). Mereka adalah tokoh-tokoh dunia dan orang-orang
terpandang. Mereka terkenal dengan madzhab yang benar, tingkah laku yang
baik, identitas yang bagus, cita-cita yang tinggi, dan akhlak yang terpuji. Di sana
terdapat ulama-ulama yang ternama dan para pemimpin yang mulia (ar-Raudh alMithar fi Khabar al-Aqthar, Hal. 456).
Yaqut mengatakan, Cordoba adalah kota besar di Andalusia yang letaknya ada di
tengah-tengah. Ia seperti ranjang bagi Andalusia. Di sanalah tempat raja-raja
Bani Umayyah tinggal, tempat bermukimnya orang-orang mulia, dan juga
melahirkan orang-orang terpandang Andalusia (Mujam al-Buldan, 4:324).
Abu al-Hasan al-Bassam bercerita tentang Kota Cordoba. Ia mengatakan,
Cordoba merupakan akhir dari segala tujuan, markas

Alcazar
negara, ibu kota, tempat orang-orang penting dan bertakwa, negeri orang-orang
berilmu lagi pandai, jantung kawasan Andalusia, sumber yang memancarkan
ilmu-ilmu, kubah Islam, tempat para imam, negeri yang dituju oleh orang-orang
pintar dan para pelajar, dan lautan mutiara sumber inspirasi. Dari ufuknya
muncul bintang-bintang dunia, tokoh-tokoh zaman, dan para sastrawan. Alasan
mereka diutamakan daripada selainnya baik dulu maupun sekarang adalah
karena Kota Cordoba merupakan tempat para peneliti dan ilmuwan segala bidang
dan para sastrawan.
Secara umum, kebanyakan penduduk negeri ini, adalah orang-orang Arab
terhormat dari kawasan Timur yang menaklukkannya. Keturunan mereka
menetap di sana dan mewarisi tardisi-tardisi pendahulu mereka. Sehingga tidak
ada satu daerah pun di kota ini sepi dari penulis yang mahir dan penyair ulung
(adz-Dzakirah fi Mahasin Ahl al-Jazirah, 1:33).
Ibnu al-Wardi menerangkan tentang Kota Cordoba dan penduduknya dalam kitab
Kharidah al-Ajaib. ia mengatakan, Penduduknya merupakan tokoh-tokoh
terpandang di dunia dan orang-orang yang terdepan dalam hal baiknya makanan,
pakaian, kendaraan (makmur pen.), dan cita-cita yang tinggi. Di sana terdapat
figur-figur ulama, para pemimpin yang hebat, pasukan yang kuat, dan ahli
strategi perang. Kemudian setelah menjelaskan masjid dan jembatannya, ia
mengatakan, Keistimewaan kota ini lebih hebat dari kalimat-kalimat orang yang
menjelaskannya. (Kharidah al-Ajaib wa Faridhah al-Ghara-ib, Hal. 12).
Itulah salah satu kota peradaban Islam yang telah berperan besar dalam
memajukan perjalanan manusia dan memutar rodanya untuk terus melaju ke
depan. Sebenarnya Kota Cordoba bukanlah satu-satunya yang berperan seperti
itu. Jika kita berbicara tentang Baghdad, Damaskus, Kairo, Bashrah, dan kotakota Islam lainnya, maka kita akan menemukan hal yang sama menakjubkannya
atau mungkin lebih menakjubkan lagi.
Dari penjelasan tentang Kota Cordoba, mulai dari bangunan hingga tatanan
masyarakatnya ini, mudah-mudahan tergambar bagi para pembaca bagaimana
besarnya peradaban Islam, pembangunan fisik yang megah, kehidupan yang
modern, namun tetap dibingkai dalam akhlak-akhlak terpuji dan nilai-nilai
agama yang luhur. Inilah kemodernan yang terjadi pada umat Islam, kemodernan
yang diimbangi dengan tingginya moral dan matangnya spiritual.

Sumber: Madza Qaddamal Muslimuna lil Alam Ishamatu al-Muslimin fi al-Hadharah al-Insaniyah oleh
Raghib as-Sirjani

Anda mungkin juga menyukai