Anda di halaman 1dari 6

Project TA DNA 2014

Paulin Grace, dkk

DNA FINGERPRINTING SEBAGAI PENYELESAIAN MISTERI


PELAKU PEMERKOSAAN
Ivon Grace Paulin* (7121041), Cecilia (7121037), Felani Christin AY (7121057), Livia Kusuma (7121701),
*
ivon.grace@yahoo.com
Abstrak
Semakin kompleksnya persoalan penegak hukum dengan perkembangan tindak kriminal tidak cukup ditangani
secara teknis sederhana, melainkan harus didukung dengan kemajuan ilmu forensik yang menelaah analisa
biologi molekuler. Ilmu forensik membantu pihak kepolisian dalam mencari pelaku pemerkosaan yang terjadi
pada kasus ini. Tujuan penulisan makalah ini adalah mendeskripsikan uraian tahapan metode yang dilakukan
peneliti forensik dalam membuktikan analisa DNA antara sampel dari barang bukti dengan sampel DNA pelaku.
Teknik analisa yang dipakai peneliti forensik adalah DNA fingerprinting dengan analisa Short Tandem Repeat
(STR). Pemilihan STR telah dibandingkan dengan teknik-teknik lain dari DNA fingerprinting terkait jumlah
sampel dari barang bukti yang cukup sedikit serta kondisi lingkungan yang selalu berubah. Setelah didapatkan
isolasi DNA murni, lokus Short Tandem Repeat (STR) diamplifikasi dengan teknik Polymerase Chain Reaction
(PCR) serta pemisahan fragmen DNA hasil amplifikasi menggunakan gel poliakrilamid. Primer yang digunakan
kompatibel dengan kedua ujung lokus STR yang merupakan genome manusia. Jumlah lokus harus lebih dari
satu untuk memaksimalkan bukti dan 1 lokus menggunakan 1 pasang primer yang telah dirancang. Contoh hasil
visualisasi membuktikan kebenaran pelaku pemerkosaan yang pemeriksaannya dilakukan dengan tahapan
metode tersebut.
Kata kunci: Short Tandem Repeat (STR)- PCR; lokus FGA; lokus D18S51; elektroforesis gel poliakrilamid

BAB 1. Pendahuluan
Suatu kasus kejahatan seksual tidak semata-mata hanya ditangani dari aspek yuridisnya saja,
melainkan juga harus ditangani dari aspek teknis dan manusianya, maka ilmu forensik (forensic
sciences) akan sangat membantu guna mengungkapkan suatu kasus kriminal tersebut [P.,
Perdanakusuma, 1984]. Ilmu-ilmu forensik ini didukung ilmu biologi molekuler, salah satunya ilmu
kedokteran forensik. Fokus penelitian kasus saat ini adalah mengungkap pelaku pemerkosaan
menggunakan pemeriksaan DNA fingerprinting yaitu identifikasi individu secara khusus berdasarkan
profil urutan basa DNA penyusun kromosomnya yang dipastikan tidak ada 2 individu memiliki urutan
yang tepat sama kecuali kembar monozigot. Kromosom menyimpan informasi dan struktur kimia
DNA dan meskipun sekitar 99.9% DNA manusia sama, peneliti hanya akan menganalisis sekitar 2-3%
DNA yang membuat manusia bervariasi sekaligus terdapat persamaan didalamnya. Metode DNA
fingerprinting yang umum dipakai adalah analisis Short Tandem Repeat (STR), yaitu daerah unit
berulang singkat pada DNA inti yang tidak mengkode dan terdiri dari 2-7 urutan nukleotida. Dengan
menganalisa lokus dari STR dan menghitung berapa banyak perulangan dari sekuen STR yang terjadi
di setiap lokus, maka dapat terbaca profil genetik yang unik dari setiap individu.
Kasus pemerkosaan yang menimpa seorang gadis kecil pada 19 tahun lampau masih dilakukan
pencarian tersangka dengan memakai sketsa wajah yang didapat dari keterangan korban. Beberapa
waktu kemudian, polisi mencurigai seseorang yang memiliki kemiripan dengan sketsa wajah pelaku
walaupun si pelaku telah bertambah usia dan memelihara jambang dan kumis. Untuk membuktikan
kebenaran itu, polisi mengirim celana dalam pelaku yang ditemukan dalam Tempat Kejadian Perkara
(TKP), ke laboratorium forensik untuk pemeriksaan molekuler dan hasilnya membuktikan bahwa
seseorang yang dicurigai adalah pelaku kejahatan seksual pada gadis kecil tersebut. Berdasarkan kasus
tersebut, maka dalam penulisan makalah ini bertujuan untuk mendeskripsikan uraian tahapan metode
yang dilakukan tim forensik dalam membuktikan kebenaran hasil tes dari bukti yang ada dengan
pelaku pemerkosaan melalui analisis molekuler.

BAB 2. Metode
2.1 DNA Sebagai Penyidik
Pemeriksaan DNA pertama kali diperkenalkan oleh Jeffrey pada tahun 1985. Beliau
menemukan bahwa pita DNA dari setiap individu dapat dilacak secara simultan pada banyak lokus
sekaligus dengan pelacak DNA (DNA probe) yang diciptakannya. Hingga berkembanglah suatu

Fakultas Teknobiologi / Universitas Surabaya

Halaman

Project TA DNA 2014

Paulin Grace, dkk

pemeriksaan sidik jari DNA yang dikenal sebagai DNA fingerprinting yang bertujuan mengidentifikasi
suatu individu berdasarkan nukleotida penyusun DNA tersebut. Manusia mempunyai genome atau set
lengkap DNA yang terdapat hampir pada semua sel dengan komponen kimiawi yang berbeda tiap
orang. DNA fingerprinting atau DNA profiling tidak sama dengan pembacaan sekuens genom manusia
(human genome sequencing) karena sama sekali tidak melakukan pembacaan runutan basa dari 3
milyar basa dalam DNA yang ada ditemukan di sampel. Cukup dilakukan analisis pada ruas-ruas DNA
yang memang diketahui memiliki titik-titik perbedaan antar individu.
Terdapat berbagai teknik yang digunakan dalam DNA fingerprinting untuk pemeriksaan
genome manusia, antara lain RFLP, RAPD, STR dan analisa DNA mitokondria. Setiap teknik tersebut
memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing dalam analisanya. Restriction Fragment Length
Polymorphism (RFLP) merupakan teknik analisis DNA berdasarkan panjang fragmennya dari hasil
restriksi atau pemotongan karena tiap individu memiliki pola pemotongan yang berbeda-beda. Untuk
kasus yang sedikit sampel, akan sulit dilakukan RFLP karena sekuen pengenalan dan tempat
pemotongan yang kurang informatif bagi enzim. Pada teknik RAPD (Random Amplified Polymorphic
DNA) menggunakan teknik amplifikasi atau perbanyakan DNA untuk banyak sampel, akan tetapi
kurang akurat penggunaanya untuk kasus ini karena dengan primer yang acak dan spesifisitas rendah
membuat hasil pemeriksaan dapat berbeda pada konsisi yang berbeda pula.
Berdasarkan hal tersebut penggunaan teknik Short Tandem Repeat (STR) akan lebih sesuai
untuk penanganan kasus ini jika sampel yang ditemukan hanya berupa cairan sperma. Umumnya
analisis DNA mitokondria dilakukan dengan sampel poros rambut manusia, kerangka atau tulang dan
gigi serta membutuhkan kontrol DNA lain dari kerabat ibu sebagai pewaris DNA. STR akan lebih
cocok dan efisen dalam penanganan kasus pemerkosaan ini dibandingkan metode yang lain.
2.2 Metode Short Tandem Repeat (STR)
Daerah berulang pendek berdekatan atau short tandem repeat adalah analisis pola urutan basa
yang lebih pendek, karena mengidentifikasi manusia berdasarkan genom utuh cukup tidak realistis dan
tidak efisien. Sebenarnya STR merupakan microsatelit dari VNTR (Variable Number Tandem Repeat)
yang juga dimanfaatkan dalam teknik DNA fingerprinting yaitu identifikasi pola VNTR antar individu
maupun pola keturunan dari dua alel yang cocok pada salah satu orang tua. VNTR adalah sekuen
pendek dengan panjang 20-100 basa yang diulang-ulang sedangkan STR memiliki sekuen dengan
panjang 2-6 basa yang diulang-ulang. Microsatelit ini lebih sering dipakai dalam DNA fingerprinting.
DNA manusia memiliki daerah-daerah yang mengandung informasi genetik untuk mengkode
protein maupun yang tidak mengkode informasi genetik. Polimorfisme atau perbedaan sekuen genome
manusia sebagian besar terdapat pada daerah STR yang tidak mengkode (intron) meskipun tidak
seluruhnya perbedaan tersebut ada disini. Pewarisan lokus STR dari orang tua yaitu satu alel pada
setiap lokus adalah dari ibu dan satu dari ayah. Lokus ini diskriminatif karena memiliki keunikan
untuk setiap individu, dengan pengecualian kembar identik. Dalam hal pengujian akan didapatkan
hasil yang cepat, sangat sensitif, dan dapat menghasilkan profil DNA dari sampel yang sangat keci l.
Perbedaan jumlah pengulangan juga akan menyebabkan setiap individu memiliki panjang STR yang
berbeda-beda sekitar 100-400 bp. Metode STR terdiri dari miniSTRs dan Y STR.

BAB 3. Hasil dan Pembahasan


3.1 Pembahasan
Dalam penyelesaian kasus ini, peneliti forensik memilih teknik Short Tandem Repeat (STR)
dengan alasan mudah dikerjakan tanpa biaya berlebih. Serta lebih akurat karena berbagai alasan yaitu
alel STR memiliki tingkat mutasi yang lebih rendah, yang membuat data yang lebih stabil dan dapat
diprediksi, ukuran alel STR yang kecil dapat dipisahkan dari lokasi kromosom lain yang lebih mudah
untuk memastikan lokus terkait erat tidak dipilih. Lokus yang digunakan untuk setiap tes harus sama
agar perbandingan akurat. Setiap variasi alel penanda dan pewarisan alel membuat tingkat variabilitas
antar individu tinggi. Federal Bureau of Investigation (FBI) telah meluncurkan 13 lokus untuk
membentuk inti lokus STR yng dimasukkan dalam database nasional yaitu CODIS (Combined DNA
Index System), yaitu TH01, CSF1PO, FGA, TPOX, D3S1358, VWA, D7S820, D5S818, D8S1179,
D16S539, D18S51, D13S317, and D21S11. Semua laboratorium forensik di Amerika Serikat harus
melakukan analisis STR menggunakan tiga belas lokus ini. Sedangkan negara Inggris menggunakan
sebelas lokus. Negara-negara lain menggunakan lokus tertentu yang berbeda sebagai sistem profiling

Fakultas Teknobiologi / Universitas Surabaya

Halaman

Project TA DNA 2014

Paulin Grace, dkk

DNA standar mereka. Adapun FBI merekomendasikan Indonesia menggunakan lokus FGA dan
D18S51 karena lokus ini memiliki diskriminasi tertinggi di populasi Indonesia [Untoro et al., 2009]

Gambar 1. Lokasi tiga belas lokus dalam data CODIS


Rincian kerja singkat yang dilakukan peneliti forensik setelah menemukan adanya sampel
pada barang bukti adalah melakukan isolasi dan ekstraksi DNA, analisa STR dengan PCR,
memisahkan fragmen amplifikasi dalam elektroforesis gel poliakrilamid dan terakhir deteksi bandband yang terbentuk. Berikut skema tahapan kerja:
Epitel kulit
Sampel biologi pada
celana dalam pelaku

Rambut

Isolasi dan
Ekstraksi
DNA

Short Tandem
Repeat (STR)
Analysis

Cairan semen
Deteksi

Pemisahan
Elektroforesis Gel

Isolasi DNA dari masing-masing sampel dilakukan secara terpisah karena tiap suatu sampel
dibutuhkan teknik sendiri untuk mengisolasi DNA nya. Langkah-langkah yang dilakukan pada isolasi
DNA dari epitel kulit antara lain pengumpulan sel-sel (cell harvest) dari jaringan epitel, pemecahan
sel-sel (cell lysis), pencernaan protein agar asam nukleat dilepaskan (protein digestion) dan
pengendapan DNA (DNA precipation). Sedangkan ekstraksi DNA dari potongan rambut yang
ditemukan menggunakan larutan Proteinase K dengan tujuan mendenatuarsi protein yang merupakan
penyusun rambut. Ketika didapat cairan sperma yang telah mengering menandakan DNA masih
terlindungi didalam cairan tersebut yang mengandung sel spermatozoa. Metode yang digunakan untuk
memperoleh dari sampel ini dengan de-ionisasi kain penyeka yang dilembabkan [Nuraini, Kusuma,
Sosiawan, 2007]. Prinsip isolasi ada dua, yaitu sentrifugasi dan presipitasi. Hasil sentrifugasi akan
menunjukkan dua macam fraksi yang terpisah berdasarkan berat molekulnya, yaitu supernatan pada
bagian atas dan pelet pada bagian. Presipitasi merupakan langkah yang dilakukan untuk
mengendapkan suatu komponen dari campuran.
Ekstrak DNA yang telah diperoleh kemudian diamplifikasi dengan mesin Polymerase Chain
Reaction (PCR), yaitu teknik analisa yang mendukung STR. PCR adalah suatu teknik memperbanyak
DNA dengan proses replikasi in vitro yang dibantu oleh primer yang telah dirancang. Adanya metode
PCR membuka lebih banyak kemungkinan untuk analisis DNA pada sampel yang berjumlah minim.
Proses pada PCR terdiri dari tiga yaitu denaturasi dsDNA menjadi ssDNA, penempelan primer, dan
ekstension yaitu pemanjangan rantai baru yang dibantu primer. Enzim Taq DNA Polymerase akan
membantu proses sintesis dua untai baru DNA menggunakan untai lokus FGA sebagai template. Di
dalam tabung eppendorf akan diisi berbagai reagen campuran antara lain enzim taq polymerase,
primer, buffer, air steril dan DNA sampel dari barang bukti. Kemudian dianalisa dalam mesin PCR
selama 25 siklus.

Fakultas Teknobiologi / Universitas Surabaya

Halaman

Project TA DNA 2014

Paulin Grace, dkk

Gambar 2. Proses PCR


Lokus-lokus yang telah ditetapkan digunakan sebagai DNA template. Peneliti forensik
memakai 2 atau lebih lokus DNA untuk lebih memaksimalkan data perbandingan dalam identifikasi
antar individu. Dimisalkan kasus ini terjadi di Indonesia, maka akan digunakan lokus yang sesuai
untuk orang Indonesia yaitu FGA dan D18S51. Lokus FGA terletak di kromosom 4q31.3, dengan
repeat motif CTTT, range alel 17-51.2 dan panjang produk PCR 215-355 bp. Untuk lokus D18S51
terletak di kromosom 18q21.33, dengan repeat motif AGAA, range alel 7-27 dan panjang lokus 262345 bp.
Primer yang digunakan dalam amplifikasi terdiri dari satu pasang primer untuk satu lokus dan
menempel pada dua ujung DNA template dengan tujuan membentuk produk PCR yang tidak terlalu
panjang. Jumlah pasangan primer sesuai dengan jumlah lokus yang dipakai. Sepasang primer ini
berbentuk ssDNA dan kompatibel dengan masing-masing ujung DNA template. Contoh desain primer
lokus FGA sebagai berikut:
3- CCGACATCCCGTATTGTAAT....................................ATTCTACGATTTGCGCTTCAGGA -5
5- GGCTGTAGGGCATAACATTA-3
3- ATTCTACGATTTGCGCTTCAGGA -5
5- GGCTGCAGGGCATAACATTA..................................TAAGATGCTAAACGCGAAGTCCT -3
Sebagai referensi kecocokan dapat menggunakan DNA seseorang yang dicurigai sebagai
pelaku untuk menunjukkan adanya kesesuaian hasil dan juga memakai DNA korban untuk
menunjukkan perbedaan hasil band yang akan terdeteksi. Setelah proses PCR dilakukan, berlanjut
deteksi fragmen-fragmen yang teramplifikasi menggunakan elektroforesis gel poliakrilamid. Gel
elektroforesis berguna untuk memisahkan fragmen DNA berdasar prinsip pergerakannya dalam
medium gel yang dialiri listrik. Peralatan dan bahan yang dibutuhkan antara lain pelat kaca, sisir,
spacer sisi beserta bantalan busa, klem, pita listrik, power supply, wadah gel, buffer TBE (TIS-Borate
EDTA), akrilamida, BIS akrilamida, urea, amonium persulfat, air steril, dan etanol.
Pembuatan gel poliakrilamid dengan cara mencampurkan akrilamid dan BIS akrilamid. Gel ini
lebih efektif memisahkan molekul yang berukuran lebih kecil daripada saat menggunakan gel agarose.
Serta mampu memisahkan asam nukleat yang lebih pendek, umumnya dalam kisaran 1-1000 pasangan
basa, berdasarkan konsentrasi yang digunakan. Gel ini dapat dijalankan dengan atau tanpa
denaturant. Gel yang berjalan tanpa denaturant yang disebut gel asli. Besar kecilnya konsentrasi gel
berpengaruh pada ukuran pori gel, dimana semakin tinggi konsentrasi maka semakin kecil pori gel
yang dibentuknya. Dalam kasus ini, peneliti memakai konsentrasi gel poliakrilamid non denaturant
sebesar 8% dengan perbandingan BIS 1:20 % (w/v) dengan panjang DNA 60-400 bp. Voltage yang
dipakai 4-10V/cm karena range produk PCR hanya berkisar <1kb.
3.2 Prediksi Hasil
Hasil fragmen DNA yang termplifikasi pada PCR dapat terdeteksi melalui elekroforesis gel
poliakrilamid. Berikut contoh hasil deteksi running band-band dengan 2 lokus STR pada konsentrasi
8% poliakrilamid.

Fakultas Teknobiologi / Universitas Surabaya

Halaman

Project TA DNA 2014

Paulin Grace, dkk

500 bp
400 bp
305 bp
300 bp
255 bp
250 bp
225 bp
200 bp

305 bp
255 bp
225 bp

100 bp

Gambar 3. Contoh hasil visualisasi gel elektroforesis menggunakan lampu UV


Konsentrasi gel poliakrilamid yang cukup tinggi yaitu 8% dapat pula menyebabkan hanya
fragmen-fragmen dengan ukuran kecil yang dapat berjalan. Hal ini terlihat dari kebanyakan band yang
berada di bagian bawah. Ukuran marker DNA yang digunakan berkisar 100-500 bp dan bila bandband yang didapat dari sampel memiliki kemiripan dengan DNA pelaku yang dicurigai maka benarlah
orang tersebut merupakan pelaku pemerkosaan. Lokus yang digunakan sebagai contoh adalah FGA
dan D18S51. Dari contoh hasil terlihat sampel 1 adalah DNA dari sampel barang bukti dan sampel 2
adalah DNA pelaku yang dicurigai memiliki ukuran fragmen DNA sampel dengan DNA pelaku yang
dicurigai yaitu berkisar 255-305 bp. Sedangkan sampel 3 adalah DNA korban memiliki ukuran sebesar
225-255 bp. Kesamaan ketiga band bisa merupakan lokus FGA yang memiliki range 215-255 bp.
Lokus ini memang banyak dijumpai pada genome populasi di Indonesia.

BAB 4. Kesimpulan
Pembuktian kebenaran hasil tes pelaku pemerkosaan dilakukan melalui tahapan metode yaitu
isolasi dan ekstraksi DNA, analisis Short Tandem Repeat dengan beberapa lokus yang dibantu dengan
teknik analisa PCR, dan pemisahan fragmen sekaligus deteksi band yang terbentuk menggunakan
elektroforesis gel poliakrilamid.

BAB 5. Daftar Pustaka


[1] Perdanakusuma, P., (1984). Bab-bab tentang kedokteran forensik, Ghalia Indonesia, Jakarta.
[2] Akses terakhir jurnal pada tanggal 16 Mei 2014:
McNamara Katheleen, Olonan Cherly. DNA Fingerprint Analysis of Three Short Tandem Repeat
STR Loci for Biochemistry and Forensics Laboratory Courses. California: Department of
Chemistry and Biochemistry San Diego State University, journal homepage:
http://www.chemistry.sdsu.edu.
Untoro E, et al., 2009. Allele Frequency of CODIS 13 in Indonesian Population, Legal Medicine
11, journal homepage: www.elsevier.com/locate/legalmed, Elsevier Ireland Ltd.
Zarefakis Maria. First Draft Short Tandem Repeats and Its Influence on Changing Forensic
Methods, journal homepage: http://science.csustan.edu/stone.pdf.
Nuraini Indah, Kusuma Soekry, Sosiawan Agung. Analisis Pengaruh Waktu dan Pencucian
Deterjen terhadap DNA Bercak Cairan Semen pada Lokus FGA dengan Metode STR-PCR,
journal homepage: http://journal.unair.ac.id/filerPDF/Biosains.pdf.

Fakultas Teknobiologi / Universitas Surabaya

Halaman

Project TA DNA 2014

Paulin Grace, dkk

[3] Departement of Justice. Using DNA to Solve Cold Cases, http://www.ncjrs.gov/pdffiles1/nij/194197,


diakses terakhir tanggal 5 Mei 2014.

Fakultas Teknobiologi / Universitas Surabaya

Halaman

Anda mungkin juga menyukai