Anda di halaman 1dari 9

Identifikasi DNA Paling Akurat Berbagai Bagian Tubuh Bisa Jadi Sampel Jakarta, Kompas (16/11-2005) Identifikasi jenazah

dengan menggunakan metode pemeriksaan deoxyribo-nucleic acid (DNA) memiliki ketepatan paling tinggi dibanding sejumlah metode identifikasi jenazah lainnya. Karena itu, metode pemeriksaan DNA sebaiknya digunakan dalam mengungkap kasus-kasus terorisme. Menurut Ketua Program Studi Pascasarjana Bidang Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dr Djaja Surya Atmadja SpF PhD SH DFM di Jakarta, Selasa (15/11), untuk mengenali jenazah Dr Azahari, buron kasus terorisme, semua metode identifikasi jenazah termasuk pemeriksaan sidik jari dan DNA harus digunakan. Hal ini untuk meyakinkan seluruh kalangan bahwa memang benar salah satu korban tewas di sebuah rumah di Batu, Jawa Timur, adalah Azahari, buron sejumlah kasus peledakan bom di Tanah Air. Sejauh ini terdapat sembilan metode untuk mengidentifikasi jenazah. Mulai dari melihat bentuk tubuh korban atau tersangka yang belum rusak (visual), memeriksa dokumen identitas diri, sampai mengenali pakaian dan perhiasannya. Identifikasi jenazah juga bisa dilakukan dengan pemeriksaan medis dari bagian tubuh seperti tulang dan uji serologi untuk mengetahui golongan darah. Dalam mengidentifikasi korban ledakan bom, ada tiga metode yang bisa digunakan yakni menggunakan ciri-ciri gigi korban, membandingkan sidik jari korban dengan sidik jari sebelumnya, dan pemeriksaan kode genetik atau DNA. Pemeriksaan ciri-ciri gigi ini sulit dilakukan karena tidak setiap orang punya catatan gigi. Apalagi orang Indonesia jarang ke dokter gigi, kata Djaja Surya yang juga ahli DNA forensik. Sedang uji sidik jari merupakan metode relatif murah, mudah, dan cepat. Caranya, membandingkan sidik jari korban dengan sidik jari sebelumnya seperti pada paspor. Ketepatannya tinggi karena memiliki variasi besar dengan perhitungan satu berbanding lima miliar. Kelemahannya, sidik jari gampang hilang atau hancur karena ada di bagian luar tubuh. Kalau jarinya tidak utuh, akurasi juga berkurang, ujarnya. Paling tajam Djaja Surya menyatakan, hingga kini metode pemeriksaan DNA paling tajam dibandingkan metode identifikasi jenazah lainnya dengan tingkat akurasi mendekati seratus persen. Hasilnya juga stabil dan bisa menggunakan semua bagian tubuh korban. Pemeriksaan DNA bisa diambil dari sampel mana pun, yang penting sel itu memiliki inti sel. Yang paling banyak digunakan memang biasanya darah, namun bisa juga dari cairan sperma, tulang, rambut, ludah, urin, maupun kotoran manusia. Tentunya pemeriksaan DNA ini harus ada sampel pembanding, yakni dari keluarga korban, terutama orangtuanya. Namun, pihak kepolisian kan bisa mengambil sampel orangtua korban, tambahnya. Pemeriksaan DNA juga hanya perlu waktu paling lama dua hari, bahkan Taiwan memiliki peralatan canggih yang dapat memeriksa DNA dalam 4,5 jam. Kendala yang ada lebih keterbatasannya ahli DNA forensik yang memiliki kemampuan menganalisis hasil pemeriksaan DNA korban atau tersangka serta tingginya biaya pemeriksaan. Identifikasi jenazah korban yang diduga Azahari seharusnya menggunakan ahli DNA forensik dari kalangan sipil yang independen agar hasilnya dipercaya publik, ujarnya. Sangat valid Di tempat terpisah, Loa Helena Suryadi MD MS, peneliti dari Lembaga Eijkman, menyatakan metode identifikasi DNA ini sangat valid karena mendekati seratus persen, apalagi bila yang dibandingkan DNA mitokondrianya, yang berasal dari ibu. DNA mitokondria adalah genom manusia di luar inti, beruntai ganda dan berbentuk sirkular. DNA mitokondria sangat tepat untuk kedokteran forensik karena jumlah

kopi jenis DNA ini sangat tinggi dan tidak ada rekombinasinya. Karena itu, identifikasi DNA juga bisa untuk mengetahui hubungan biologis antarindividu dengan cara membandingkan pola DNA-nya. Caranya, dengan menganalisa pola DNA menggunakan marka STR (short tandem repeat), yakni lokus DNA yang tersusun atas pengulangan dua sampai enam nukleotida. Setelah diisolasi, DNA digandakan dengan metode polimerase chain reaction (PCR), kemudian dicocokkan dengan pengurutan DNA (sequencing) sesuai standar Biro Investigasi Federal (FBI). (EVY)

Sejauh ini terdapat sembilan metode untuk mengidentifikasi jenazah. Mulai dari melihat bentuk tubuh korban atau tersangka yang belum rusak (visual), memeriksa dokumen identitas diri, sampai mengenali pakaian dan perhiasannya. Identifikasi jenazah juga bisa dilakukan dengan pemeriksaan medis dari bagian tubuh seperti tulang dan uji serologi untuk mengetahui golongan darah. Setiap cara identifikasi memiliki keunggulan dan kelemahan sendiri-sendiri. Sebagai contoh, pemeriksaan ciri-ciri gigi terkadang sulit dilakukan karena tidak setiap orang punya catatan gigi sehingga tidak mempunyai data antemortem yang kuat. Apalagi orang Indonesia jarang ke dokter gigi. Data rekam medis gigi pun jarang ada. Sedangkan uji sidik jari merupakan metode relatif murah, mudah, dan cepat. Caranya, membandingkan sidik jari korban dengan sidik jari sebelumnya seperti pada paspor atau data lainnya. Ketepatannya tinggi karena memiliki variasi besar dengan perhitungan satu berbanding lima miliar. Kelemahannya, sidik jari gampang hilang atau hancur karena ada di bagian luar tubuh. Kalau jarinya tidak utuh, akurasi juga berkurang. Hingga kini metode pemeriksaan DNA adalah cara identifikasi yang paling tajam dibandingkan metode identifikasi jenazah lainnya dengan tingkat akurasi mendekati seratus persen. Hasilnya juga stabil dan bisa menggunakan semua bagian tubuh korban. Pemeriksaan DNA bisa diambil dari sampel mana pun, yang penting sel itu memiliki inti sel. Yang paling banyak digunakan memang biasanya darah, namun bisa juga dari cairan sperma, tulang, rambut, ludah, urin, maupun kotoran manusia. Tentunya pemeriksaan DNA ini harus ada sampel pembanding, yakni dari keluarga korban, terutama orangtuanya. Pemeriksaan DNA juga hanya perlu waktu paling lama dua hari, bahkan Taiwan memiliki peralatan canggih yang dapat memeriksa DNA dalam 4,5 jam. Kendala yang ada lebih keterbatasannya ahli DNA forensik yang memiliki kemampuan menganalisis hasil pemeriksaan DNA korban atau tersangka serta tingginya biaya pemeriksaan. Definisi DNA Asam deoksi-ribonukleat ( Deoxyribonucleic Acid = DNA ) adalah suatu senyawa kimiawi yang membentuk kromosom . Bagian dari suatu kromosom yang mendikte suatu sifat khusus disebut gen. Struktur DNA adalah untaian ganda (double helix), yaitu dua untai bahan genetik yang membentuk spiral satu sama lain. Setiap untaian terdiri dari satu deretan basa ( juga disebut nukleotida ). Basa dimaksud adalah salah satu dari keempat senyawa kimiawi berikut : Adenin, Guanin, Cytosine dan thymine. Kedua untai DNA berhubungan pada setiap basa. Setiap basa hanya akan berikatan dengan satu basa lainnya, dengan aturan sebagai berikut : Adenin (A) hanya akan berikatan dengan thymine (T), dan guanine (G) hanya akan berikatan dengan Cytosine (C) .

Contoh dari satu untaian DNA terlihat seperti ini : AACTGATAGGTCTAG Untaian DNA yang dapat terikat pada untaian DNA di atas adalah TTGACTATCCAGATC dan gabungan dari keduanya menjadi : AACTGATAGGTCTAG TTGACTATCCAGATC Untaian DNA dibaca dari arah yang khusus, dari puncak atas (disebut 5 atau ujung lima utama ) atau dari dasar (disebut ujung 3 atau ujung tiga utama). Pada suatu untaian ganda, untaian diurut dari arah yang berlawanan : 5 A A C T G A T A G G T C T A G 3 3 T T G A C T A T C C A G A T C 5 Struktur kimia dari DNA adalah sebagai berikut :

Struktur kimiawi DNA dari setiap orang adalah sama, yang berbeda hanyalah urutan/susunan dari pasangan basa yang membentuk DNA tersebut. Ada jutaan pasangan basa yang terkandung dalam DNA setiap orang, dimana urutan/susunan basa-basa tersebut berbeda untuk setiap orang. Berdasarkan perbedaan urutan/susunan basa-basa dalam DNA tersebut, setiap orang dapat diidentifikasi. Namun demikian, karena ada jutaan pasangan basa, pekerjaan tersebut akan membutuhkan waktu yang lama. Sebagai penggantinya, para ahli dapat menggunakan metode yang lebih pendek, yaitu berdasarkan adanya pola pengulangan urutan/deretan basa dalam DNA setiap orang.

Namun demikian, pola ini tidak dapat memberikan suatu sidik jari secara individu, tetapi dapat digunakan untuk menentukan apakah dua contoh DNA yang dianalisis berasal dari orang yang sama, atau orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga satu satu sama lain, atau mereka sama sekali tidak mempunyai hubungan keluarga. Para ahli menggunakan sejumlah kecil deretan DNA yang diketahui bervariasi di antara sekian banyak individu, dan menganalisisnya untuk memperoleh tingkat kemungkinan kecocokan tertentu. Cara Melakukan Pemetaan Sidik Jari DNA Southern Blot adalah salah satu cara untuk menganalisis pola-pola genetik yang muncul dalam DNA seseorang. Tahapan-tahapan pekerjaan Southern Blot , meliputi : (1). Isolasi DNA, yang dipermasalahkan yang berasal dari sisa-sisa bahan sel di dalam inti sel. Pekerjaan ini dapat dilakukan secara kimiawi, yaitu dengan menggunakan detergent khusus untuk mencuci bahan ekstra dari DNA, atau secara mekanis, dengan menerapkan tekanan tinggi untuk melepaskan DNA dari bahan-bahan sel lainnya. (2). Pemotongan DNA menjadi beberapa potongan dengan ukuran yang berbeda. Pekerjaan ini dilakukan dengan menggunakan satu atau lebih enzim pemotong (restriction enzymes ). (3). Penyortiran potongan DNA berdasarkan ukurannnya. Suatu proses dimana dilakukan pemisahan berdasarkan ukuran atau fraksinasi ukuran dengan menggunakan cara yang disebut elektroforesis gel (gel electrophoresis ). DNA dimasukkan ke dalam gel ( seperti agarose ), dan muatan listrik diterapkan pada gel tersebut, dengan muatan positif pada dasar wadah gel, dan muatan negatif pada puncak wadah. Karena DNA bermuatan negatif, maka potongan DNA akan tertarik ke arah dasar gel. Namun demikian, potongan-potongan kecil dari DNA akan dapat bergerak lebih cepat, dan karenanya berada lebih jauh dari dasar dibandingkan dengan potongan-potongan yang lebih besar. Berdasarkan prinsip di atas, potongan DNA dengan ukuran yang berbeda akan terpisah, potongan yang lebih kecil lebih dekat ke dasar, dan potongan yang lebih besar lebih dekat ke puncak. (4). Denaturasi DNA, agar semua DNA berubah menjadi untai tunggal. Hal ini dapat dilakukan dengan cara pemanasan atau dengan perlakukan kimiawi terhadap DNA yang terdapat di dalam gel (lihat poin 4 ). (5). Blotting DNA. Gel dengan DNA yang sudah terfraksinasi berdasarkan ukurannya diterapkan pada lembaran kertas nitrosellulosa sehingga DNA tersebut dapat melekat secara tetap pada lembaran tersebut. Lembaran ini disebut Southern blot . Sekarang southern blot sudah siap

dianalisis. Untuk menganalisis suatu southern blot digunakan suatu probe genetik radioaktif yang akan melakukan reaksi hibridisasi dengan DNA yang dipertanyakan. Jika suatu sinar-X dikenakan pada southern blot setelah probe-radioaktif dibiarkan berikatan dengan DNA yang telah terdenaturasi pada kertas, hanya area dimana probe radioaktif berikatan yang terlihat pada film. Keadaan ini yang memungkinkan peneliti untuk mengidentifikasi DNA seseorang dari kejadian dan frekwensi pemunculan pola genetic khusus yang terkandung pada probe.

Struktur DNA mitochondria DNA mitokondria (mtDNA) berukuran 16.569 pasang basa (base pair) dan terdapat dalam matriks mitokondria, berbentuk sirkuler serta memiliki untai ganda yang terdiri dari untai heavy (H) dan light (L). Dinamakan seperti ini karena untai H memiliki berat molekul yang lebih besar dari untai L, disebabkan oleh banyaknya kandungan basa purin (Anderson et al., 1981). MtDNA terdiri dari daerah pengode (coding region)dan daerah yang tidak mengode (non-coding region). MtDNA mengandung 37 gen pengode untuk 2 rRNA, 22 tRNA, dan 13 polipeptida yang merupakan subunit kompleks enzim yang terlibat dalam fosforilasi oksidatif, yaitu: subunit 1, 2, 3, 4, 4L, 5, dan 6 dari kompleks I, subunit b (sitokrom b) dari kompleks III, subunit I, II, dan III dari kompleks IV (sitokrom oksidase) serta subunit 6 dan 8 dari kompleks V. Kebanyakan gen ini ditranskripsi dari untai H, yaitu 2 rRNA,14 dari 22 tRNA dan 12 polipeptida. MtDNA tidak memiliki intron dan semua gen pengode terletak berdampingan (Anderson et al., 1981, Wallace et al., 1992, Zeviani et al., 1998). Sedangkan protein lainnya yang juga berfungsi dalam fosforilasi oksidatif seperti enzim-enzim metabolisme, DNA dan RNA polimerase, protein ribosom dan mtDNA regulatory factors semuanya dikode oleh gen inti, disintesis dalam sitosol dan kemudian diimpor ke organel (Wallace et al., 1997). Daerah yang tidak mengode dari mtDNA berukuran 1122 pb, dimulai dari nukleotida 16024 hingga 576 dan terletak di antara gen tRNApro dan tRNAphe. Daerah ini mengandung daerah yang memiliki variasi tinggi yang disebut displacement loop (Dloop). D-loop merupakan daerah beruntai tiga (tripple stranded) untai ketiga lebih dikenal sebagai 7S DNA. D-loop memiliki dua daerah dengan laju polymorphism yang tinggi sehingga urutannya sangat bervariasi antar individu, yaitu Hypervariable I (HVSI) dan Hypervariable II (HVSII). Daerah non-coding juga mengandung daerah pengontrol karena mempunyai origin of replication untuk untai H (OH) dan promoter transkripsi untuk untai H dan L (PL dan PH) [Anderson et al., 1981]. Selain itu, daerah noncoding juga mengandung tiga daerah lestari yang disebut dengan conserved sequence block (CSB) I, II, III. Daerah yang lestari ini diduga memiliki peranan penting dalam replikasi mtDNA.

Struktur DNA

DNA ( deoxyribonucleic acid ) merupakan tempat penyimpanan informasi genetik yang dikodekan dalam bahasa kimiawi dan diproduksi di dalam semua sel tubuh Anda. Program DNA inilah yang mengendalikan perkembangan sifat anatomi, fisiologi, biokimia, bahkan sebagian sifat perilaku Anda.

Susunan DNA
Pada tahun 1953, Frances Crick dan James Watson menemukan model molekul DNA berdasarkan data yang didapat dari foto difraksi sinar-X milik Rosalind Franklin, yang meninggal dunia akibat kanker pada usianya ke 38 tahun. DNA merupakan makromolekul polinukleotida yang tersusun atas polimer nukleotida yang tersusun rangkap membentuk DNA double helix dan berpilin ke kanan. Setiap nukleotida terdiri dari tiga gugus molekul, yaitu (1) Gugus fosfat (2) Gula dengan 5 atom C (3) Basa nitrogen yang terdiri dari golongan purin, yaitu adenin dan guanin serta golongan pirimidin, yaitu citosin dan timin. Menurut Watson - Crick, DNA digambarkan seperti tangga tali berpilin atau lebih dikenal dengan helix ganda atau double helix. Perhatikan pita pada diagram di bawah ini menunjukkan tulang belakang gula-fosfat dari dua untai DNA. Kedua untai DNA tersebut diikat oleh ikatan hidrogen yang dilambangkan dengan garis titik titik di antara dua basa nitrogen yang berpasangan di bagian dalam helix ganda. Struktur kimia DNA dapat digambarkan seperti diagram di bawah ini. Perhatikan bahwa untaian memiliki orientasi arah yang berlawanan.

1. Struktur DNA DNA terdiri atas dua utas benang polinukleotida yang saling berpilin membentuk heliks ganda (double helix). Model struktur DNA itu pertama kali dikemukakan oleh James Watson dan Francis Crick pada tahun 1953 di Inggris. Struktur tersebut mereka buat berdasarkan hasil analisis foto difraksi sinar X pada DNA yang dibuat oleh Rosalind Franklin. Karena yang difoto itu tingkat molekul, maka yang tampak hanyalah bayangan gelap dan terang saja. Bayangan foto itu dianalisis sehingga mereka berkesimpulan bahwa molekul DNA merupakan dua benang polinukleotida yang berpilin. Seutas polinukleotida pada molekul DNA tersusun atas rangkaian nukleotida. Setiap nukleotida tersusun atas : 1. 2. 3. Gugusan gula deoksiribosa (gula pentosa yang kehilangan satu atom oksigen) Gugusan asam fosfat yang terikat pada atom C nomor 5 dari gula) Gugusan basa nitrogen yang terikat pada atom C nomor 1 dari gula

Ketiga gugus tersebut saling terkait dan membentuk tulang punggung yang sangat panjang bagi heliks ganda. Strukturnya dapat diibaratkan sebagai tangga, dimana ibu tangganya adalah gula deoksiribosa dan anak tangganya adalah susunan basa nitrogen. Sedangkan fosfat menghubungkan gula pada satu nukleotida ke gula pada nukleotida berikutnya untuk membentuk polinukleotida. Basa nitrogen penyusun DNA terdiri dari basa purin, yaitu adenin (A) dan guanin (G), serta basa pirimidin yaitu sitosin atau cytosine (C) dan timin (T). Ikatan antara gula pentosa dan basa nitrogen disebut nukleosida. Ada 4 macam basa nukleosida yaitu : 1. 2. 3. 4. Ikatan A-gula disebut adenosin deoksiribonukleosida (deoksiadenosin) Ikatan G-gula disebut guanosin deoksiribonukleosida (deoksiguanosin) Ikatan C-gula disebut sitidin deoksiribonukleosida (deoksisitidin) Ikatan T-gula disebut timidin deoksiribonukleosida (deoksiribotimidin)

Ikatan asam-gula-fosfat disebut sebagai deoksiribonukleotida atau sering disebut nukleotida. Ada 4 macam deoksiribonukleotida, yaitu adenosin deoksiribonukleotida, timidin deoksiribonukleotida, sitidin deoksiribonukleotida, timidin deoksiribonukleotida. Nukleotida-nukleotida itu membentuk rangkaian yang disebut polinukleotida. DNA terbentuk dari dua utas poinukleotida yang saling berpilin. Basa-basa nitrogen pada utas yang satu memiliki pasangan yang tetap dengan basa-basa nitrogen pada utas yang lain. Adenin berpasangan dengan timin dan guanin berpasangan dengan sitosin. Pasangan basa nitrogen A dan T dihubungkan oleh dua atom hidrogen (A=T). Adapun pasangan basa nitrogen C dan G dihubungkan oleh tiga atom hidrogen (CG). Dengan demikian, kedua polinukleotida pada satu DNA saling komplemen. Coba perhatikan gambar dan video struktur DNA berikut :

.(video struktur DNA) Gb. Struktur DNA Pada tahun 1947, sebelum ditemukannya struktur molekul DNA, seorang ahli biokimia bernama Erwin Chargaff menganalisis komposisi basa DNA sejumlah organisme yang berbeda. Hasil analisisnya adalah tiap spesies organisme memiliki komposisi DNA yang berbeda-beda. Banyaknya keempat basa nitrogen pada tiap spesies tidak sama, tetapi memiliki perbandingan yang khas. Artinya, tiap spesies memiliki jumlah basa yang khas. Dalam DNA setiap spesies yang ditelitinya, Chargaff mengemukakan bahwa jumlah adenin hampir sama dengan jumlah timin dan jumlah sitosin hampir sama dengan jumlah guanin. Selain itu, urutan basa dan panjang DNA pada tiap spesies berbeda. Dengan 4 macam basa dan DNA yang panjang, akan terbentuk berbagai kemungkinan urutan basa. Karena gen tersusun dari urutan basa tertentu, maka jumlah gen pada DNA juga sangat banyak kemungkinannya. Jadi, hanya dengan 4 macam basa akan terbentuk banyak gen yang menentukan sifat individu.

Ahli DNA Forensik dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Djaja S Atmadja mengatakan penggunaan tes DNA dalam kasus hukum di Indonesia bukan barang baru. Ia menjelaskan sudah ada beberapa kasus yang telah berhasil diselesaikan dengan bantuan tes DNA ini. Di Indonesia sudah ada beberapa yang saya tangani, ujarnya. Berikut adalah beberapa contoh kasus tersebut: Pertama, kasus yang terjadi di Purwokerto. Yakni, seorang anak berusia 13 tahun yang hamil dan melahirkan. Si anak yang mengalami kelainan mental ini tak bisa dimintai keterangannya di persidangan karena di bawah umur. Dia hanya mengatakan main kuda-kudaan dengan kakeknya, ujar Djaja dalam sebuah diskusi mengenai anak luar kawin di Jakarta, Kamis (29/3). Pria yang mengajar mata kuliah hukum kesehatan ini mengatakan si kakek yang disebut juga sudah pikun. Sehingga, tak bisa dimintai keterangan. Akhirnya, pengadilan meminta dilakukan tes DNA. Lalu, terbukti bahwa anak itu adalah anak si kakek. Ini sebagai kasus insest antara kakek dan cucunya, jelas Djaja. Kedua, seorang gadis berusia 12 tahun ditemukan hamil 8 bulan. Pengakuan si gadis, dia diperkosa oleh tetangganya yang berusia 20 tahun. Karena si gadis masih anak-anak maka sesuai hukum yang berlaku di Indonesia, keterangannya tak bisa dipertimbangkan di pengadilan. Parahnya, tak ada saksi perbuatan itu dan tersangka tak mengakui perbuatannya. Berdasarkan pemeriksaan DNA dari tersangka, anak dan darah tali pusat maka janin itu adalah benar anak tersangka. DNA ini awalnya satu-satunya bukti. Hukum Indonesia membutuhkan minimal dua alat bukti. Akhirnya, tersangka mengaku setelah tes DNA ini sehingga didapat dua alat bukti, hasil tes DNA dan pengakuan tersangka, jelas dokter yang juga bergelar sarjana hukum ini. Ketiga adalah kasus perselingkuhan. Seorang wanita yang hamil tiba-tiba menggugurkan kandungannya. Suami wanita ini curiga dengan sikap istrinya yang mengaborsi janin tanpa persetujuannya. Tes DNA pun dilakukan. Hasilnya, janin bayi itu bukan anak dari suami resminya, jelas Djaja. Keempat, kasus yang terjadi di Malang, Jawa Timur. Mantan Wanita Tuna Susila (WTS) asal Indonesia menikah dengan pria asal Inggris. Wanita ini sedang dalam keadaan hamil ketika suaminya bertugas ke Thailand selama satu tahun. Setelah masa kerjanya berakhir di Thailand, si pria Inggris ini kembali ke Indonesia. Setelah berjalan beberapa tahun, si pria ingin membawa anaknya ke London, kampung halaman orangtuanya. Berdasarkan aturan imigrasi Indonesia, setiap laki-laki asing yang ingin membawa anaknya (meski anak yang resmi dari perkawinan) harus melakukan tes DNA untuk membuktikan bahwa itu anaknya. Setelah dilakukan tes DNA didapat hasil yang mengejutkan. Anak itu bukan anak kandung dari wanita mantan WTS dan pria asal Inggris itu, jelasnya. Usut punya usut, ternyata wanita itu mengalami keguguran ketika ditinggal suaminya ke Thailand. Ia pun kembali ke tempat kerjanya, lokalisasi WTS. Dia bertemu dengan rekannya yang mengalami kecelakaan kerja sehingga rekannya itu hamil. Dia meminta anak itu dia yang pelihara dan diakui sebagai anaknya,

jelas

Djaja

lagi.

Kelima, kasus selingkuh anggota DPRD di Medan, Sumatera Utara. Seorang anggota DPRD mencurigai istrinya selingkuh hanya karena wajah anaknya mirip dengan wajah teman baiknya, seorang pengusaha. Ketika saya ditunjuki fotonya, ya sebenarnya sih memang sangat mirip, jelasnya. Perselisihan ini dibawa ke Pengadilan Negeri Medan. Hakim memerintahkan dilakukan pemeriksaan DNA. Hasilnya, si anak memang bukan anak anggota DPRD itu, tetapi anak temannya, ujarnya.

Anda mungkin juga menyukai