penghentian terapi prednison tidak boleh dilakukan secara tibatiba, tetapi harus bertahap dan perlahan-lahan. Pengurangan
dosis bertahap ini dapat dilakukan selama beberapa hari, jika
pemberian terapinya hanya beberapa hari, tetapi dapat
memerlukan berminggu-minggu atau bahkan berbulan-bulan
jika terapi yang sudah diberikan merupakan terapi jangka
panjang. Penghentian terapi secara tiba-tiba dapat menyebabkan
krisis Addisonian, yang dapat membawa kematian. Untuk pasien
yang mendapat terapi kronis, dosis berseling hari kemungkinan
dapat mempertahankan fungsi kelenjar adrenal, sehingga dapat
mengurangi efek samping ini. Pemberian prednison per oral
diabsorpsi dengan baik. Prednison dimetabolisme di dalam hati
menjadi prednisolon, hormon kortikosteroid yang aktif.
Kortikosteroid kerja lama
Deksametason
Deksametason adalah suatu glukokortikoid sintetis yang
memiliki efek antiinflamasi, antialergi dan anti shock yang
sangat kuat, di samping sebagai antirematik. Tidak
menimbulkan efek retensi natrium dan dapat diterima oleh tubuh
dengan baik.
Mengurangi inflamasi dengan menekan migrasi neutrofil,
mengurangi produksi mediator inflamasi, dan menurunkan
Mekanisme kerja :
1. Kortikosteroid bekerja dg mpgrhi kec. Sintesis protein. Induksi sintesis protein ini merupakan
perantara efek fisiologis steroid.
2. Aktivitas biologik kortikosteroid ditentukan seberapa besar efek retensi natrium dan
penyimpangan glikogen hepar atau besarnya khasiat antiinflamasi.
Penggolongan :
1. Glukokortikoid: efek utama pada penyimpanan glikogen hepar dan efek antiinflamasi
yang nyata. Cth: kortisol
2. Mineralokortikoid : efek utama terhadap keseimbangan air dan elektrolit. Cth:
deksoksikortikosteron
PREDNISON
NAMA GENERIK
Prednison
NAMA KIMIA
17-hydroxy-17-(2-hydroxyacetyl)-10,13-dimethyl- 7,8,9,10,12,13,14,15,16,17-decahydro-6Hcyclopenta[a]phenanthrene-3,11-dione
KETERANGAN
Prednison merupakan pro drug, yang di dalam hati akan segera diubah menjadi prednisolon,
senyawa aktif steroid.
SIFAT FISIKOKIMIA
Prednison adalah serbuk kristalin berwarna putih, tak berbau. Sangat sedikit larut dalam air,
sedikit larut dalam etanol, methanol, kloroform, dan dioksan. BM 358,428 g/mol
SUB KELAS TERAPI
Hormon, Obat Endokrin Lain dan Kontraseptik
FARMAKOLOGI
Efek utamanya sebagai glukokortikoid. Glukokortikoid alami (hidrokortison dan kortison),
umumnya digunakan dalam terapi pengganti (replacement therapy) dalam kondisi defisiensi
adrenokortikal. ;Sedangkan analog sintetiknya (prednison) terutama digunakan karena efek
imunosupresan dan anti radangnya yang kuat.;Glukokortikoid menyebabkan berbagai efek
metabolik.;Glukokortikoid bekerja melalui interaksinya dengan protein reseptor spesifik yang
terdapat di dalam sitoplasma sel-sel jaringan atau organ sasaran, membentuk kompleks hormonreseptor. ;Kompleks hormon-reseptor ini kemudian akan memasuki nukleus dan menstimulasi
ekspresi gen-gen tertentu yang selanjutnya memodulasi sintesis protein tertentu. Protein inilah
yang akan mengubah fungsi seluler organ sasaran, sehingga diperoleh, ;misalnya efek
glukoneogenesis, meningkatnya asam lemak, redistribusi lipid, meningkatnya reabsorpsi
natrium, meningkatnya reaktivitas pembuluh terhadap zat vasoaktif , dan efek anti radang.
;Apabila terapi prednison diberikan lebih dari 7 hari, dapat terjadi penekanan fungsi adrenal,
artinya tubuh tidak dapat mensintesis kortikosteroid alami dan menjadi tergantung pada
prednison yang diperoleh dari luar. ;Oleh sebab itu jika sudah diberikan lebih dari 7 hari,
penghentian terapi prednison tidak boleh dilakukan secara tiba-tiba, tetapi harus bertahap dan
perlahan-lahan. Pengurangan dosis bertahap ini dapat dilakukan selama beberapa hari, ;jika
pemberian terapinya hanya beberapa hari, tetapi dapat memerlukan berminggu-minggu atau
bahkan berbulan-bulan jika terapi yang sudah diberikan merupakan terapi jangka panjang.
Penghentian terapi secara tiba-tiba dapat menyebabkan krisis Addisonian,;yang dapat membawa
kematian. Untuk pasien yang mendapat terapi kronis, dosis berseling hari kemungkinan dapat
mempertahankan fungsi kelenjar adrenal, sehingga dapat mengurangi efek samping
ini;Pemberian prednison per oral diabsorpsi dengan baik. Prednison dimetabolisme di dalam hati
menjadi prednisolon, hormon kortikosteroid yang aktif.
STABILITAS PENYIMPANAN
Simpan pada suhu 15 - 30C
KONTRA INDIKASI
Infeksi jamur sistemik dan hipersensitivitas terhadap prednison atau komponen-komponen obat
lainnya.
EFEK SAMPING
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit :;- Retensi cairan tubuh;- Retensi natrium;Kehilangan kalium;- Alkalosis hipokalemia;- Gangguan jantung kongestif;Hipertensi;Gangguan Muskuloskeletal :;- Lemah otot;- Miopati steroid;- Hilangnya masa otot;Osteoporosis;- Putus tendon, terutama tendon Achilles;- Fraktur vertebral;- Nekrosis aseptik
pada ujung tulang paha dan tungkai;- Fraktur patologis dari tulang panjang;Gangguan
Pencernaan :;- Borok lambung (peptic ulcer) kemungkinan disertai perforasi dan perdarahan;Borok esophagus (Ulcerative esophagitis);- Pankreatitis;- Kembung;- Peningkatan SGPT
(glutamate piruvat transaminase serum), SGOT (glutamate oksaloasetat transaminase serum),
dan enzim fosfatase alkalin serum. Umumnya tidak tinggi dan bersifat reversibel, akan turun
kembali jika terapi dihentikan.;Gangguan Dermatologis :;- Gangguan penyembuhan luka;- Kulit
menjadi tipis dan rapuh;- Petechiae dan ecchymoses;- Erythema pada wajah;- Keringat
berlebuhan;Gangguan Metabolisme :;- Kesetimbangan nitrogen negatif, yang disebabkan oleh
katabolisme protein;Gangguan Neurologis :;- Tekanan intrakranial meningkat disertai
papilledema (pseudo-tumor cerebri), biasanya setelah terapi;- Konvulsi;- Vertigo;- Sakit
kepala;Gangguan Endokrin :;- Menstruasi tak teratur;- Cushingoid;- Menurunnya respons
kelenjar hipofisis dan adrenal, terutama pada saat stress, misalnya pada trauma, pembedahan atau
Sakit;- Hambatan pertumbuhan pada anak-anak;- Menurunnya toleransi karbohidrat;Manifestasi diabetes mellitus laten;- Perlunya Peningkatan dosis insulin atau OHO (Obat
Hipoglikemik Oral) pada pasien yang sedang dalam terapi diabetes mellitus;- Katarak
subkapsular posterior;- Tekanan intraokular meningkat;- Glaukoma;- Exophthalmos;Lain-lain :;Urtikaria dan reaksi alergi lain, reaksi anafilaktik atau hipersensitivitas
INTERAKSI OBAT
1) Obat-obat yang menginduksi enzim-enzim hepatik, seperti fenobarbital, fenitoin, dan
rifampisin dapat meningkatkan klirens kortikosteroid. Oleh sebab itu jika terapi kortikosteroid
diberikan bersama-sama obat-obat tersebut, ;maka dosis kortikosteroid harus ditingkatkan untuk
mendapatkan hasil sebagaimana yang diharapkan.;2) Obat-obat seperti troleandomisin and
ketokonazol dapat menghambat metabolisme kortikosteroid, dan akibatnya akan menurunkan
klirens atau ekskresi kortikosteroid. Oleh sebab itu jika diberikan bersamaan, maka dosis
;kortikosteroid harus disesuaikan untuk menghindari toksisitas steroid.;3) Kortikosteroid dapat
meningkatkan klirens aspirin dosis tinggi yang diberikan secara kronis. Hal ini dapat
menurunkan kadar salisilat di dalam serum, dan apabila terapi kortikosteroid dihentikan akan
meningkatkan risiko toksisitas salisilat. ;Aspirin harus digunakan secara berhati-hati apabila
diberikan bersama-sama dengan kortikosteroid pada pasien yang menderita hipoprotrombinemia.
;4) Efek kortikosteroid pada terapi antikoagulan oral bervariasi. Beberapa laporan menunjukkan
adanya peningkatan dan laporan lainnya menunjukkan adanya penurunan efek antikoagulan
apabila diberikan bersama-sama dengan kortikosteroid. ;Oleh sebab itu indeks koagulasi harus
selalu dimonitor untuk mempertahankan efek antikoagulan sebagaimana yang diharapkan.
PENGARUH ANAK
Dapat terjadi penghambatan pertumbuhan yang tak dapat pulih kembali, oleh sebab itu tidak
boleh diberikan jangka panjang.
PENGARUH KEHAMILAN
Faktor risiko kehamilan FDA : Katagori C
PENGARUH MENYUSUI
Tidak ada data mengenai penggunaan vaksin selama menyusui. World Health Organization
Rating menyebutkan kompatibel bagi ibu menyusui. Thomson Lactation Rating menyebutkan
risiko terhadap bayi kecil.2
BENTUK SEDIAAN
Tablet 5 mg, Kaptab 5 mg
PERINGATAN
Pasien yang sedang dalam terapi imunosupresan sangat rentan terhadap infeksi, antara lain
infeksi oleh virus, bakteri, jamur, protozoa, dan lain-lain. Oleh sebab itu harus benar-benar dijaga
agar terhindar dari sumber infeksi.;Kortikosteroid dapat menutupi gejala-gejala infeksi atau
penyakit lain, dan infeksi baru dapat saja terjadi dalam periode penggunaannya. ;Terapi
kortikosteroid jangka panjang dapat menyebabkan katarak subkapsular posterior, glaucoma, yang
juga dapat merusak syaraf penglihatan, dan dapat memperkuat infeksi mata sekunder yang
disebabkan oleh virus ataupun jamur. ;Pemberian vaksin hidup ataupun vaksin hidup yang
dilemahkan, merupakan kontraindikasi untuk pasien yang sedang mendapat terapi kortikosteroid
dosis imunosupresan. Vaksin yang dibunuh atau diinaktifkan dapat saja diberikan, ;tetapi
responnya biasanya tidak memuaskan. ;Pemberian kortikosteroid pada pasien hipotiroidism
ataupun sirosis biasanya menunjukkan efek kortikosteroid yang lebih kuat. ;Kortikosteroid harus
diberikan secara sangat berhati-hati pada pasien dengan herpes simpleks okular karena risiko
terjadinya perforasi kornea.
INFORMASI PASIEN
Pasien yang sedang mendapat terapi imunosupresan sedapat mungkin harus menghindari
sumber-sumber infeksi, sebab sistem imunnya sedang tidak berjalan baik. Apabila mendapat
infeksi, harus segera mendapat pertolongan medis tanpa tunda.
MEKANISME AKSI
Sebagai glukokortikoid, bersifat menekan sistem imun, anti radang.
Deksametason
nama dagang
- Corsona
- Cortidex
- Danasone
- Decilone Forte
- Dellamethasone
- Dexa M
- Dexamethasone
- Etason
- Faridexon/Faridexon Forte
- Fortecortin
- Indexon
- Inthesa-5
- Kalmethasone
- Lanadexon
- Licodexon
- Mercoxon
- Molacort
- Nufadex M 0,5/Nufadex M 0,75
- Oradexon
- Prodexon
- Pycameth
- Scandexon
- Cetadexon
dosis
Untuk pengobatan alergi :
Pemberian oral :
o Dewasa : Awal, 0,75-9 mg/hr PO,
terbagi dalam 2-4 dosis. Penyesuaian
dapat dilakukan tergantung respon
pasien.
o Anak-anak : 0,024-0,34 mg/kg/hari PO
atau 0,66-10 mg/m2/hari PO, terbagi
dalam 2-4 dosis.
Pemberian parenteral :
indikasi
Antialergi dan obat untuk anafilaksis
kontraindikasi
Hipersensitif terhadap deksametason atau komponen
lain dalam formulasi; infeksi jamur sistemik, cerebral
malaria; jamur, atau penggunaan pada mata dengan
infeksi virus (active ocular herpes simplex).
Pemberian kortikosteroid sistemik dapat memperparah
sindroma Cushing. Pemberian kortikosteroid sistemik
jangka panjang atau absorpsi sistemik dari preparat
topikal dapat menekan hypothalamic-pituitary-adrenal
mekanisme kerja
Mengurangi inflamasi dengan menekan migrasi
neutrofil, mengurangi produksi mediator inflamasi,
dan menurunkan permeabilitas kapiler yang semula
tinggi dan menekan respon imun.
bentuk sediaan
Tablet & Injeksi
Betametason
nama dagang
- Betopic
Betodermin
- Celestoderm - Diproson
- Corsaderm
V
Cleniderm
OV
- Mesonta
- Metonate - Molason - Orsaderm
- Oviskin
- Skizon - Vason
- Alphacort
- Benczema
- Betnovate
dosis
Pemberian Topikal :
Anak - anak :
indikasi
Terapi topikal pruritus eritema dan pembengkakan
dikaitkan dengan dermatosis, dan sebagian lesi
psoriasis.
kontraindikasi
Infeksi virus, spt varisela dan vasinia, sirkulasi tak
sempurna dengan nyata. Tidak dianjurkan untuk
pruritus dan jerawat.
efek samping
Absorpsi melalui kulit dapat mensupresi adrenal dan
sindrom cushing tergantung luas permukaan kulit dan
lama pengobatan. Pada kulit dapat terjadi
peningkatan lebar dan buruknya infeksi yang tidak
diobati, penipisan kulit dan perubahan struktur kulit,
dermatitis kontak, dermatitis perioral. Timbul jerawat
atau memperparah jerawat, depigmentasi sedang dan
hipertrikosis.
interaksi
Dengan Obat Lain :
Tidak aktif dengan karbon aktif, asam salisilat.
Dengan Makanan : -
mekanisme kerja
Mengontrol kecepatan sintesis protein, menekan
migrasi leukosit polimorfonuklear, fibroblast,
mengubah permeabilitas kapiler dan stabilisasi
lisosomal pada level selular untuk mencegah atau
mengontrol inflamasi.
bentuk sediaan
Krim 0,1%
parameter monitoring
Retensi cairan pada ibu hamil
stabilitas penyimpanan
Simpan dalam wadah kedap dan terhindar dari cahaya
informasi pasien
Medicatherapy.com 2013
TRIAMSINOLON
NAMA GENERIK
Triamsinolon
NAMA KIMIA
9-fluoro-[6a-hidroksi-prednisolon] (11,16)-9-fluoro-11,16,17,21-tetrahidroksipregna-1,4diena-3,20-dion
STRUKTUR KIMIA
C21H27FO6
GB STRUKTUR KIMIA
282
KETERANGAN
Tidak ada data
SIFAT FISIKOKIMIA
Kristal putih, tidak berbau. Tidak larut dalam air, kloroform, atau eter, sedikit larut dalam etanol
atau metanol, larut dalam dimetilformamida. Titik lebur 266C.
SUB KELAS TERAPI
Kortikosteroid
KELAS TERAPI
Hormon, obat endokrin lain dan kontraseptik
DOSIS PEMBERIAN OBAT
Per oral untuk dewasa dan anak > 12 tahun: insufisiensi adrenal 4-12 mg per hari sebagai dosis
tunggal atau terbagi, indikasi lain 4-36 mg per hari sebagai dosis tunggal atau terbagi. Per oral
untuk anak < 12 tahun: insufisiensi adrenal 0,117 mg/kg berat badan per hari sebagai dosis
tunggal atau terbagi, indikasi lain 0,416-1,7 mg/kg berat badan per hari sebagai dosis tunggal
atau terbagi.
FARMAKOLOGI
Dapat diabsorpsi (sistemik) melalui penggunaan topikal. Dapat melintasi sawar plasenta. Terikat
pada protein darah (albumin plasma) namun dalam konsentrasi yang lebih rendah dibandingkan
hidrokortison. Waktu paruh eliminasi sekitar 2-5 jam. Diekskresi melalui urin dan feses.
STABILITAS PENYIMPANAN
Lindungi dari cahaya
KONTRA INDIKASI
Tuberkulosis aktif, laten, atau menyembuh, psikosis akut, infeksi jamur sistemik, infeksi mulut
dan atau tenggorokan yang disebabkan oleh jamur, bakteri, atau virus, serta hipersensitivitas
terhadap triamsinolon.
EFEK SAMPING
Sakit tenggorokan, batuk, hidung berdarah, dan sakit kepala berat. Dapat timbul reaksi alergi,
antara lain berupa kulit merah dan gatal-gatal, bengkak, dan sesak nafas. Triamsinolon dosis
tinggi dapat menyebabkan myopathy proximal. Efek Triamsinolon dalam retensi natrium dan air
lebih rendah daripada prednisolon. Pada wanita, dapat timbul efek samping makin panjangnya
siklus menstruasi.
INTERAKSI MAKANAN
Triamsinolon mempengaruhi absorpsi kalsium
INTERAKSI OBAT
Banyak obat dapat berinteraksi dan meningkatkan efek triamsinolon, yang dapat menyebabkan
sedasi berat. Sebaliknya, klirens triamsinolon dapat ditingkatkan oleh siklosporin, karbamazepin,
fenitoin, senyawa-senyawa barbiturat, dan rifampisin. Triamsinolon menurunkan absorpsi
salisilat, meningkatkan risiko terjadinya perdarahan pada penggunaan NSAID, menurunkan efel
hipoglikemik dari obat-obat antidiabetik, meningkatkan risiko terjadinya hiperkalaemia pada
penggunaan amfoterisin B, agonists, -blockers, dan diuretika. Triamsinolon juga berinteraksi
dengan obat-obat jantung, hormon-hormon seks perempuan termasuk kontraseptif oral, dan lainlain.
PENGARUH ANAK
Umumnya senyawa-senyawa`kortikosteroid yang diberikan melalui inhalasi atau intra nasal
dapat menyebabkan penurunan kecepatan tumbuh tinggi anak-anak (sekitar 0,3-1,8 centimeter
per tahun), bergantung pada besar dosis dan lama pemberian. Oleh sebab itu pada pemberian
dosis besar dan atau jangka panjang pada anak-anak harus dilakukan pemantauan monitoring
tumbuh tinggi secara rutin.
PENGARUH HASIL LAB
Tidak ada data
PENGARUH KEHAMILAN
Faktor risiko C
PENGARUH MENYUSUI
Belum diketahui dengan pasti apakah triamsinolon diekskresikan dalam air susu ibu, namun
senyawa-senyawa kortikosteroid lainnya seperti prednison dan prednisolon diekskresikan dalam
air susu ibu.
PARAMETER MONITORING
Tidak ada data
BENTUK SEDIAAN
Tablet (4 mg). Disamping itu triamsinolon terdapat dalam bentuk inhaler (untuk asma), nasal
spray (untuk mengobati rinitis karena alergi), injeksi (untuk pengobatan osteoartritis, rheumatoid
arthritis, bursitis, penyakit Gout, epicondylitis, tenosynovitis), krim dan salep (untuk pengobatan
pada kulit seperti atopic dermatitis, eksim, psoriasis, seborrheic dermatitis), dan krim atau pasta
gigi (untuk mengobati beberapa keluhan dalam mulut).
PERINGATAN
Pemberian triamsinolon pada penderita hipertensi, diabetes melitus, dan gangguan ginjal harus
diawasi dengan hati-hati. Protein harus dikonsumsi dengan cukup selama terapi. Pemberian
kortikosteroid kepada penderita diabetes, hipertensi, osteoporosis, glaukoma, katarak, atau
tuberkulosis, harus selalu dilakukan dengan hati-hati. Jangan gunakan pembalut atau penutup
kulit pada lesi yang eksudatif. Hentikan pemakaian jika terjadi iritasi kulit atau yang mungkin
mengalami dermatitis kontak, jangan digunakan pada pasien yang mengalami penurunan
sirkulasi kulit, hindari penggunaan steroid potensi tinggi pada wajah
KASUS TEMUAN
Tidak ada data
INFORMASI PASIEN
Konsumsi kortikosteroid dapat menimbulkan berbagai efek samping, mulai yang ringan sampai
berat, maka penggunaan triamsinolon sebaiknya dilakukan hanya apabila benar-benar
diperlukan.
MEKANISME AKSI
Sebagai hormon glukokortikoid, triamsinolon bekerja menghambat migrasi leukosit
polimorfonuklear dan menurunkan permeabilitas pembuluh darah kapiler, sehingga menekan
reaksi radang. .
MONITORING
Tidak ada data
DAFTAR PUSTAKA
1. Martindale : The Complete Drug Reference 35th edition 2. BNF 54th ed (electronic version) 3.
Triamcinolone Drug Information Provided by Lexi-Comp, accessed on line at 27th May 2009
from http://www.merck.com/mmpe/lexicomp/triamcinolone.html 4. MIMS Indonesia, accessed
from http://www.mims.com/page.aspx?menuid=mng&name=triamcinolone at at 30 May 2009. 5.
Informatorium Obat Nasional Indonesia 2000. Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, 2000. 6. Informasi Spesialite Obat
Indonesia. Penerbit Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia, Vol. 43-2008.
HIDROKORTISON
NAMA GENERIK
Hidrokortison
NAMA KIMIA
11,17,21-trihydroxy-,(11beta)-pregn-4-ene-3,20-dione
GB STRUKTUR KIMIA
110
SIFAT FISIKOKIMIA
Hidrokortison merupakan serbuk kristalin berwarna putih. BM 362,47
SUB KELAS TERAPI
Hormon, Obat Endokrin Lain dan Kontraseptik
FARMAKOLOGI
Hidrokortison memiliki efek imunosupresan, efek anti radang yang kuat,serta meningkatkan
tekanan darah dan kadar gula darah.;Hidrokortison bekerja sebagai antagonis fisiologis untuk
insulin dengan meningkatkan glikogenolisis (penguraian glikogen), lipolisis (penguraian
lipid),dan proteinolisis (penguraian protein), menurunkan pembentukan glikogen di hati,
;meningkatkan mobilisasi, asam amino dan badan keton ekstrahepatik. Ini akan meningkatkan
kadar glukosa di dalam darah. Oleh karena itu, pemberian hidrokortison yang berlebihan dapat
menyebabkan hiperglikemia.;Hidrokortison meningkatkan tekanan darah dengan jalan
meningkatkan kepekaan pembuluh darah terhadap epinefrin dan norepinefrin.Pemberian
hidrokortison topikal menyebabkan vasokonstriksi. Apabila kekurangan kortisol di dalam
darah, ;maka terjadi vasodilatasi secara meluas.Hidrokortison menekan sistem imun dengan jalan
menghambat proliferasi sel T.;Hidrokortison menurunkan pembentukan tulang,oleh sebab itu
pemakaian jangka panjang dapat menyebabkan osteoporosis. Hidrokortison dapat diserap dengan
baik pada pemberian per oral. ;Hidrokortison juga dapat diserap melalui kulit. Tingkat absorpsi
melalui kulit dipengaruhi oleh berbagai faktor,antara lain jenis zat pembawa, integritas sawar
epidermal, dan penggunaan pembalut. Pembalut umumnya akan meningkatkan
absorpsi.;Kortikosteroid topikal dapat diserap melalui kulit utuh normal.Adanya radang atau
penyakit lain di kulit dapat meningkatkan absorpsi melalui kulit. Pada pemberian per
rektal,hidrokortison diserap hanya sebagian, sekitar 30-50%. ;Setelah diserap, hidrokortison yang
diberikan secara topikal akan mengalami nasib sama seperti hidrokortison per oral atau per
parenteral. ;Di dalam darah, sebagian besar(lebih kurang 95%) hidrokortison terikat pada protein
antara lain CBG (corticosteroid binding globulin) dan albumin serum. ;Hanya hidrokortison
dalam bentuk bebas yang dapat berikatan dengan reseptor dan menimbulkan efek.;Senyawasenyawa kortikosteroid terutama dimetabolisme di hati, merupakan substrat dari enzim CYP450:
3A4. Ekskresi terutama melalui ginjal, namun sebagian kortikosteroid yang diberikan secara
topikal dan metabolitnya juga diekskresikan ke dalam empedu.
STABILITAS PENYIMPANAN
Simpan dalam wadah aslinya, dalam ruang dengan suhu kamar, jauhkan dari lembab, panas, dan
sinar matahari langsung.
KONTRA INDIKASI
Infeksi jamur sistemik, ileocolostomi pasca operasi, serta hipersensitivitas terhadap hidrokortison
atau komponen-komponen obat lainnya.
EFEK SAMPING
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit : Retensi cairan, retensi natrium;Gangguan jantung
kongestif : Kehilangan kalium, Alkalosis hipokalemia, Hipertensi.;Gangguan Muskuloskeletal :
da ujung tulang paha dan tungkai,fraktur patologis dari tulang panjang.;Lemah otot : miopati
steroid, hilangnya masa otot, osteoporosis, putus tendon, terutama tendon Achilles, fraktur
vertebral, nekrosis aseptik pa;Gangguan Pencernaan : Iritasi dan rasa tidak enak di lambung,
kembung, borok lambung (peptic ulcer) kemungkinan disertai perforasi dan perdarahan, borok
esophagus (Ulcerative esophagitis), pankreatitis.;Gangguan dermatologis : ;Gangguan
penyembuhan luka : Kulit menjadi tipis dan rapuh.;Petechiae dan ecchymoses : Erythema pada
wajah, Keringat berlebihan.;Gangguan Metabolisme : Keseimbangan nitrogen negatif, yang
disebabkan oleh katabolisme protein;Gangguan Neurologis : Tekanan intrakranial meningkat
disertai papilledema (pseudo-tumor cerebri), biasanya setelah terapi, konvulsi, vertigo, sakit
kepala, pusing, depresi, rasa cemas berlebihan.;Gangguan Endokrin : Menstruasi tak teratur,
Cushingoid, menurunnya respons kelenjar hipofisis dan adrenal, terutama pada saat stress,
misalnya pada trauma, pembedahan atau sakit.;Hambatan pertumbuhan pada anak-anak
menurunnya toleransi karbohidrat, manifestasi diabetes mellitus laten. ;Perlunya peningkatan
dosis insulin atau OHO (Obat Hipoglikemik Oral) pada pasien yang sedang dalam terapi diabetes
mellitus;Katarak subkapsular posterior, tekanan intraokular meningkat, glaukoma.
INTERAKSI MAKANAN
Ketika dalam terapi dengan hidrokortison sistemik, sebaiknya kurangi konsumsi garam, dan
makan makanan yang banyak mengandung kalium dan tinggi protein
INTERAKSI OBAT
Obat-obat yang menginduksi enzim-enzim hepatik, seperti fenobarbital, fenitoin, dan rifampisin
dapat meningkatkan klirens kortikosteroid.;Oleh sebab itu jika terapi kortikosteroid diberikan
bersama-sama obat-obat tersebut,maka dosis kortikosteroid harus ditingkatkan untuk
mendapatkan hasil sebagaimana yang diharapkan. Obat-obat seperti troleandomisin dan
;ketokonazol dapat menghambat metabolisme kortikosteroid, dan akibatnya akan menurunkan
klirens atau ekskresi kortikosteroid. Oleh sebab itu jika diberikan bersamaan, maka dosis
kortikosteroid harus disesuaikan untuk menghindari toksisitas steroid.;Kortikosteroid dapat
meningkatkan klirens aspirin dosis tinggi yang diberikan secara kronis. Hal ini dapat
menurunkan kadar salisilat di dalam serum, dan apabila terapi kortikosteroid dihentikan akan
meningkatkan risiko toksisitas salisilat. ;Aspirin harus digunakan secara berhati-hati apabila
diberikan bersama-sama dengan kortikosteroid pada pasien yang menderita hipoprotrombinemia.
;Efek kortikosteroid pada terapi antikoagulan oral bervariasi. Beberapa laporan menunjukkan
adanya peningkatan dan laporan lainnya menunjukkan adanya penurunan efek antikoagulan
apabila diberikan bersama-sama dengan kortikosteroid. ;Oleh sebab itu indeks koagulasi harus
selalu dimonitor untuk mempertahankan efek antikoagulan sebagaimana yang diharapkan.
PENGARUH ANAK
Dapat terjadi penghambatan pertumbuhan yang tak dapat pulih kembali, oleh sebab itu tidak
boleh diberikan jangka panjang.
PENGARUH KEHAMILAN
Faktor risiko : C
PENGARUH MENYUSUI
Distribusi hidrokortison di dalam air susu tidak diketahui, gunakan dengan perhatian.
BENTUK SEDIAAN
Tablet, Salep, Krim, Serbuk untuk Injeksi
PERINGATAN
Gunakan dengan perhatian pada pasien hipertiroidisme, sirosis,kolitis ulseratif non spesifik,
hipotensi, osteoporosis, tromboembolik, gagal jantung kongestif, myasthenia
gravis,tromboflebitis, peptic ulcer, diabetes, glaukoma, ;katarak, tuberkulosis,gangguan hati.
INFORMASI PASIEN
Menurunkan inflamasi dengan menekan migrasi leukosit polimorfonuklear, dan peningkatkan
permeabilitas kapiler
Metil Prednisolon
nama dagang
- Depo Medrol
- Intidrol
- Lameson
- Lexcomet
- Medixon
- Medrol
- Prednox
- Solu Medrol
- Urbason
- Cortesa
dosis
Oral: 2-40 mg/hari. Injeksi im, iv lambat, infus iv: 10100 mg/hari
indikasi
A. Pemakaian intra muskular digunakan pada
indikasi berikut:
Gangguan endokrin:
Tiroiditis nonsuppuratif
Ankylosing spondylitis
Psoriatic arthritis
Osteoarthritis pasca-traumatik
Synovitis of Osteoarthritis
Epicondylitis
Systemic-dermatomyositis (polymyositis)
Pemphigus
Exfoliative dermatitis
Mycosis fungoides
Psoriasis parah
Asma bronkhial
Dermatitis kontak
Dermatitis atopik
Serum sickness
Sympathetic ophthalmia
Konjungtivitis alergik
Keratitis
Chorioretinitis
Optic neuritis
Symptomatic sarcoidosis
Berylliosis
Aspiration pneumonitis
Penyakit-penyakit Hematologis :
Edema :
Lain-lain :
Alopecia areata
kontraindikasi
Infeksi jamur sistemik dan hipersensitivitas terhadap
prednison atau komponen-komponen obat lainnya.
efek samping
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit :
Retensi cairan tubuh Retensi natrium Kehilangan
kalium Alkalosis hipokalemia Gangguan jantung
kongestif Hipertensi Gangguan Muskuloskeletal :
Lemah otot Mipati steroid Hilangnya masa otot
Osteoporosis Putus tendon, terutama tendon Achilles
Fraktur vertebral Nekrosis aseptik pada ujung tulang
paha dan tungkai Fraktur patologis dari tulang
panjang Gangguan Pencernaan :
Pankreatitis
Kembung
Gangguan Dermatologis
Keringat berlebihan
Gangguan Metabolisme
Gangguan Neurologis
Konvulsi
Vertigo
Sakit kepala
Gangguan Endokrin
Cushingoid
Glaukoma
Exophthalmos
Lain-lain
interaksi
Dengan Obat Lain :
Obat-obat yang menginduksi enzim-enzim hepatik,
seperti fenobarbital, fenitoin, dan rifampisin dapat
meningkatkan klirens kortikosteroid. Oleh sebab itu
jika terapi kortikosteroid diberikan bersama-sama
obat-obat tersebut, maka dosis kortikosteroid harus
ditingkatkan untuk mendapatkan hasil sebagaimana
yang diharapkan. Obat-obat seperti troleandomisin
and ketokonazol dapat menghambat metabolisme
kortikosteroid, dan akibatnya akan menurunkan
klirens atau ekskresi kortikosteroid. Oleh sebab itu
jika diberikan bersamaan, maka dosis kortikosteroid
harus disesuaikan untuk menghindari toksisitas
steroid. Kortikosteroid dapat meningkatkan klirens
aspirin dosis tinggi yang diberikan secara kronis. Hal
ini dapat menurunkan kadar salisilat di dalam serum,
dan apabila terapi kortikosteroid dihentikan akan
meningkatkan risiko toksisitas salisilat. Aspirin harus
digunakan secara berhati-hati apabila diberikan
bersama-sama dengan kortikosteroid pada pasien yang
menderita hipoprotrombinemia. Efek kortikosteroid
pada terapi antikoagulan oral bervariasi. Beberapa
laporan menunjukkan adanya peningkatan dan laporan
lainnya menunjukkan adanya penurunan efek
antikoagulan apabila diberikan bersama-sama dengan
kortikosteroid. Oleh sebab itu indeks koagulasi harus
selalu dimonitor untuk mempertahankan efek
antikoagulan sebagaimana yang diharapkan.
Dengan Makanan :
mekanisme kerja
Menekan sistem imun, anti radang.
Glukokortikoid merupakan senyawa kortikosteroid yang dihasilkan oleh korteks adrenal tubuh.
Glukokortikoid utamanya adalah kortisol atau hidrokortison. Aksinya dalam tubuh sangat luas,
antara lain:
1, menstimulasi glukoneogenesis. Glukokortikoid mengaktivasi konversi protein menjadi
glukosa melalui lintasan glukoneogenesis di dalam hati dan menstimulasi konversi lebih lanjut
menjadi glikogen.
2. memiliki efek antiinflamasi melalui penghambatan metabolisme asam arakidonat.
Sifat glukokortikoid adalah pleitropik, sehingga memiliki banyak efek samping di antaranya
retardasi pada anak-anak, imunosupresan, hipertensi, penghambatan luka, osteoporosis, dan
gangguan metabolik.
Glukokortikoid (GC) masuk menembus sel secara langsung karena sifatnya yang lipofilik. GC
berikatan dengan reseptornya (GR) yang berada di sitoplasma. GR ini berfungsi sebagai faktor
transkripsi yang akan mengaktivasi gen target di dalam inti sel.
Fig. 1. Hormone signaling through the glucocorticoid receptor (GR). Glucocorticoid receptor
(GR), like progesterone receptor (PR), estrogen receptor (ER), and androgen receptor (AR),
responds to hormone by shedding heat shock protein, homodimerizing, and binding inverted
repeat DNA sequences known as hormone response elements (HREs) or sites of ubiquitous
transacting factors within the promoter regions of target genes. GR and other steroid hormone
receptors recruit the BRG1 complex which provides an essential chromatin remodeling activity
that facilitates formation of the transcription initiation complex and transcriptional activation
METABOLISME STEROID
Kecuali progestin, androgen adalah prekursor obligat dari semua hormon steroid
sehingga androgen dibuat di seluruh jaringan penghasil steroid termasuk testis,
ovarium dan kelenjar adrenal. Androgen utama dalam sirkulasi pada pria adalah
Glukokortikoid
Salah satu jenis hormon glukokortikoid adalah hormon kortisol. Khasiat hormon ini antara lain:
Mineralokortikoid
Salah satu jenis hormon mineralokortikoid adalah hormon aldosteron. Khasiat hormon ini antara
lain :
Efek samping Kortikosteroid terutama pada penggunaan lama dengan dosis tinggi ada tiga
kelompok :
Glukokortikoid
Gejala Chusing, penumpukan lemak di bahu dan tengkuk, kulit tipis dan timbul garis
kebiru-biruan
Kelemahan otot
Atrofia kulit dengan striae (garis kebiru-biruan) akibat pendarahan dibawah kulit
Mineralokortikoid
Udema dan berat badan meningkat akibat retensi garam dan air, beresiko hipertensi dan
gagal jantung
Efek umum
Efek sentral ( SSP ) berupa gelisah, rasa takut, sukar tidur dan depresi
Cataract ( bular mata ), resiko glaukoma meningkat bila digunakan sebagai tetes mata
Reaksi hipersensivitas
Seiring perkembangan IPTEK , dibuat sintesis kortikosteroid yang bertujuan meningkatkan efek
glukokortikoid dan menghilangkan efek mineralokortikoid. Derivat-derivat yang kini tersedia
dibagi secara kimiawi dalam dua kelompok :
Dengan mengetahui khasiat dan efek samping obat kortikosteroid, hendaknya sebelum
menggunakan obat golongan ini lebih diperhitungkan lagi seberapa perlukah menggunakan obat
kortikosteroid untuk pengobatan.
Efek-efek Kortikosteroid
A. Glukokortikoid
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Efek pada sistem lain. Hal ini sangat berkaitan dengan efek samping hormon.
Dosis tinggi glukokortikoid merangsang asam lambung dan produksi pepsin dan
dapat menyebabkan kambuh berulangnya (eksaserbasi) borok lambung (ulkus).
Juga telah ditemui efek pada SSP yang mempengaruhi status mental. Terapi
glukokortikoid kronik dapat menyebabkan kehilangan massa tulang yang berat
(osteoporosis). Juga menimbulkan gangguan pada otot (miopati) dengan gejala
keluhan lemah otot.
B. Mineralokortikoid
Efek mineralokortikoid mengatur metabolisme mineral dan air. Mineralokortikoid
membantu kontrol volume cairan tubuh dan konsentrasi elektrolit (terutama Na dan
K), dengan jalan meningkatkan reabsorbsi Na+, meningkatkan eksresi K+ dan H+.
Efek ini diatur oleh aldosteron (pada kelenjar adenal) yang bekerja pada tubulus
ginjal, menyebabkan reabsorbsi natrium, bikarbonat dan air. Sebaliknya, aldosteron
menurunkan reabsorsi kalium, yang kemudian hilang melalui urine. Peningkatan
kadar aldosteron karena pemberian dosis tinggi mineralokortikoid dapat
menyebabkan alkalosis (pH darah alkalis) dan hipokalemia, sedangkan retensi
natrium dan air menyebabkan peningkatan volume darah dan tekanan darah.
1. Terapi pengganti (substitusi) pada insufisiensi adrenal primer akut dan kronis
(disebut Addisons disease), insufisiensi adrenal sekunder dan tersier.
2. Diagnosis hipersekresi glukokortikoid (sindroma Cushing).
3. Menghilangkan gejala peradangan : peradangan rematoid, peradangan
tulang sendi (osteoartritis) dan peradangan kulit, termasuk kemerahan,
bengkak, panas dan nyeri yang biasanya menyertai peradangan.
4. Terapi alergi. Digunakan pada pengobatan reaksi alergi obat, serum dan
transfusi, asma bronkhiale dan rinitis alergi
Efek samping terjadi umumnya pada terapi dosis tinggi atau penggunaan jangka
panjang kortikosteroida. Adapun efek samping dan komplikasi yang dapat terjadi
meliputi :
1. Metabolisme glukosa, protein dan lemak; Atropi otot, osteoporosis dan
penipisan kulit.
2. Elektrolit ; Hipokalemia, alkalosis dan gangguan jantung hingga terjadi gagal
jantung (cardiac failure).
3. Kardiovaskular; Aterosklerosis dan gagal jantung
4. Tulang; Osteoporosis dan patah tulang yang spontan
5. Otot; Kelamahan otot dan atropi otot.
6. SSP dan Psikis; Gangguan emosi, euforia, halusinasi, hingga psikosis.
7. Elemen pembuluh darah; Gangguan koagulasi dan menurunkan daya
kekebalan tubuh (immunosupresi)
8. Penyembuhan luka dan infeksi; Hambatan penyembuhan luka dan
meningkatkan risiko infeksi
9. Pertumbuhan; Mengganggu pertumbuhan anak, kemunduran dan
menghambat perkembangan otak
Timbulnya efek samping dan komplikasi terkait dengan beberapa faktor, yaitu :
1. Cara pemberian
2. Jumlah pemberian
3. Lama pemberian
4. Dosis pemberian
5. Cairan yang diberikan
6. Kadar albumin dalam darah
7. Penyakit bawaan.
MEKANISME KERJA
Kortikosteroid bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sintesis protein. Molekul
hormon memasuki jaringan melalui membran plasma secara difusi pasif di jaringan
target, kemudian bereaksi dengan reseptor steroid. Kompleks ini mengalami
perubahan bentuk, lalu bergerak menuju nukleus dan berikatan dengan kromatin.
Ikatan ini menstimulasi transkripsi RNA dan sintesis protein spesifik. Induksi sintesis
protein ini merupakan perantara efek fisiologis steroid. Pada beberapa jaringan,
misalnya hepar, hormon steroid merangsang transkripsi dan sintesis protein
spesifik; pada jaringan lain, misalnya sel limfoid dan fibroblas hormon steroid
merangsang sintesis protein yang sifatnya menghambat atau toksik terhadap selsel limfoid, hal ini menimbulkan efek katabolik
Aktivitas 1)
Obat (Generik)
Contoh (Patent)
AntiRetensi
Inflamas Topikal
Na
i
Bentuk Sediaan
Glukokortikoid kerja
singkat (8-12 jam)
Hidrokortison
Cortef
0,8
Hostacortin
0,3 Oral
Delta-Cortef, Prelone
Medrol, Medixon
Kenacort, Azmacort
Cendoderm
15
0 Oral, topikal
25-40
10
Oradexon, Decadron
30
10
Dillar, Monocortin
10
Florinef, Astonin
10
10
Kortison
Cortone
Glukokortikoid kerja
sedang (18-36 jam)
Prednison
Prednisolon
Metilprednisolon
Triamsinolon
Fluprednisolon
Glukokortikoid kerja
lama (1-3 hari)
Betametason
Deksametason
Celestone
Parametason
0 Oral, suntikan
Mineralokortikoid
Fludrokortison
Desoksikortikosteron
Keterangan : Aktivitas
1)
DAFTAR PUSTAKA
; ISO Indonesia; Volume XXXV; Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia; PT.
AKA; Jakarta; 2001
Harkness, Richard; Interaksi Obat; Penerbit ITB; Bandung; 1989
Kasan, Umar; Hormon Kortikosteroid; Penerbit Hipokrates; Jakarta; 1997
Katzung, G. Bertram; Farmakologi Dasar dan Klinik; Edisi keenam; EGC; Jakarta; 1998
Kee, Joyce L dan Hayes, Evelyn R; Farmakologi, Pendekatan Proses Keperawatan;
EGC; Jakarta; 1996
Mutschler, Ernst, Dinamika Obat, Edisi Kelima, Penerbit ITB, Bandung, 1991
Mycek, J. Mary, Harvey, A. Richard dan Champe, C. Pamela; Farmakologi, Ulasan
Bergambar; Edisi kedua; Widya Medika; Jakarta 2001
Tan, Hoan, Tjay dan Rahardja, Kirana; Obat-obat Penting; Edisi Keempat; 1991
Woodley, Michele dan Whelan, Alison; Pedoman Pengobatan; Edisi Pertama; Yayasan
Essentia Medica dan Andi Offset; Yogyakarta; 1995
Tabel I.1
Hormon yang
dihasilkan
TSH
ACTH
Gonad
FSH/ICSH
Sel sasaran
kelenjar
endokrin
Sel folikel tiroid
Zona fasikular
dan zona
retikularis
korteks adrenal
Wanita: folikel
ovarium
Pria: sel
inyerstisium
Leydig di testis
Gonad LH
Wanita: folikel
ovarium dan
korpus luteum
Pria: tubulus
seminiferus di
testis
Hormon
pertumbuhan
(GH)
Tulang; jaringan
lunak
Hati
Hipofisis
Posterior
Prolaktin
Kelenjar
mammalia
Oksitosin
Uterus
Kelenjar
mammalia
Vasopresin
Tubulus di ginjal
Arteriol
Hipotalamus
TRH, CRH,
GHRH, GnRH,
PIH, GHIH
Tiroksin (T4)
dan
triiodotironin
(T3)
Kalsitonin
Hipofisis
Anterior
Kelenjar
paratiroid
Parathormon
(HPT)
Tulang, ginjal,
usus
Korteks adrenal
Zona
glomerolusa:
Aldosteron
Tubulus di ginjal
Sel folikel
kelenjar tiroid
Sel C kelenjar
tiroid
Sebagian besar
sel
Tulang
Mendorong
perkembangan payudara,
merangsang sekresi air
susu
Membuat uterus
berkontraksi selama
proses persalinan
Membuat sel-sel
mioepitelial dalam
payudara berkontraksi,
sehingga mengeluarkan
air susu dari payudara
sewaktu bayi menghisap
Merangsang pipa-pipa
nefron dalam ginjal
untuk menyerap kembali
air yang disaring,
sehingga air kemih
menjadi pekat
Mengatur kontraksi otot
arteri kecil sehingga
dapat meningkatkan
tekanan darah
Mengontrol pengeluaran
hormon-hormon hipofisis
anteriol
Meningkatkan kecepatan
reaksi kimia, sehingga
meningkatkan tingkat
metabolisme tubuh
Menurunkan konsentrasi
kalsium dalam cairan
ekstraseluler
Mengatur konsentrasi ion
kalsium dalam cairan
ekstraseluler dengan cara
mengatur absorpsi
kalsium dalam usus,
ekskresi kalsium oleh
ginjal dan pelepasan
kalsium dari tulang
Mengurangi ekskresi
natrium oleh ginjal dan
meningkatkan ekskresi
kalium, sehingga
meningkatkan jumlah
Medula Adrenal
Organ Lambung
dan Duo denum
Zona
fasikulata:
Kortisol
Sebagian besar
sel
Zona
retikularis:
Androgen
Epinefrin dan
norepinefrin
Wanita: tulang
dan otak
Gastrin
Kelenjar
eksokrin dan
otot polos di
saluran
pencernaan
Kelenjar
eksokrin dan
otot polos di
pankreas
Kelenjar
eksokrin dan
otot polos di hati
dan kantung
empedu
Sebagian besar
sel
Sekretin
Kolesitokinin
Pulau
Langerhans
Insulin (sel )
Reseptor
simpatis di
seluruh tubuh
Glukagon (sel
)
Sebagian besar
sel
Somatostatin
(sel D)
Sistem
pencernaan, sel
pulau pankreas
Gonadotropin
Wanita: Ovarium
Estrogen
Organ sex
wanita, tubuh
secara
keseluruhan
Tulang
Gonadotropin
Pria: testis
Progesteron
Uterus
Testosteron
Tulang
Organ plasenta
Estrogen dan
progesteron
Organ sex
wanita
Gonadotropik
korionik
Renin
(angiotensin
)
Eritropoietin
Korpus luteum
ovarium
Zona
glomerolusa
korteks adrenal
Sumsum tulang
Kelenjar Timus
Timosin
Limfosit T
Kelenjar Pineal
Melatonin
Hipofisis
anterior, organ
reproduksi
Organ ginjal
penurunan sekresi
melatonin
B.
SINTESIS KORTIKOSTEROID
Tempat kerjanya masing-masing hidroksilase 11-, 17-, 21- ditunjukan. Kekurangan hidroksilase
21 yang ringan merusak sintesis kortisol dan mungkin aldosteron, tetapi bila berat dapat
memutuskan seluruh sintesis steroid tersebut
Gambar I.4 memperlihatkan langkah-langkah utama dalam proses pembentukan ketiga
steroid penting yang dihasilkan oleh korteks adrenal: aldosteron, kortisol dan androgen (steroid
sex). Pada dasarnya semua tahap pembentukan ini terjadi dalam kedua organel beriku,
mitokondria dan retikulum endoplasma, beberapa langkah tadi terjadi dalam salah satu organel
dan beberapa tahap lain terjadi dalam organel yang lain.
C.
FUNGSI GLUKOKORTIKOID
Walaupun hormon mineralokortikoid dapat menyelamatkan hidup seekor hewan yang
sudah dibuang kelenjar adrenalnya, hewan itu masih jauh dari normal. Sebaliknya, sistem
metabolisme hewan tersebut untuk penggunaan protein, karbohidrat dan lemak tetap sangat
kacau. Oleh karena itu, seperti halnya hormon mineral okortikoid, hormon glukokortikoid
dikatakan mempunyai fungsi yang sama pentingnya dalam memperpanjang hidup seekor hewan.
Sedikitnya 95% aktivitas glukokortikoid dari bahan sekresi adrenokortikal merupakan
sekresi dari kortisol, yang dikenal juga sebagai hidrokortison.
Efek Epidermal Penipisan epidermal yang disertai dengan peningkatan aktivitas kinetik
dermal,suatu penurunan ketebalan rata-rata lapisan keratosit, dengan pendataran
darikonvulsi dermo-epidermal. Efek ini bisa dicegah dengan penggunaan tretino intopikal
secara konkomitan. Inhibisi dari melanosit, suatu keadaan seperti vitiligo, telah
ditemukan.Komplikasi ini muncul pada keadaan oklusi steroid atau injeksi steroid
intrakutan.
Efek Dermal Terjadi penurunan sintesis kolagen dan pengurangan pada substansi dasar.
Inimenyebabkan terbentuknya striae dan keadaan vaskulator dermal yang lemah
akanmenyebabkan mudah ruptur jika terjadi trauma atau terpotong. Pendarahan
intradermalyang terjadi akan menyebar dengan cepat untuk menghasilkan suatu blot
hemorrhage. Ininantinya akan terserap dan membentuk jaringan parut stelata, yang
terlihat seperti usiakulit prematur.
Efek Vaskular Efek ini termasuk Vasodilatasi yang terfiksasi. Kortikosteroid pada
awalnya menyebabkanvasokontriksi pada pembuluh darah yang kecil di superfisial.
Fenomena rebound. Vasokontriksi yang lama akan menyebabkan pembuluh darahyang
kecil mengalami dilatasi berlebihan, yang bisa mengakibatkan edema,inflamasi lanjut,
dan kadang-kadang pustulasi.
Dermatitis perioral: Ini adalah ruam yang terjadi di sekitar mulut dan daerah mata yang
telah dikaitkan dengan steroid topikal.
Efek pada mata. Tetes steroid topikal yang sering digunakan setelah operasi mata tetapi
juga dapat meningkatkan tekanan intra-okular (TIO) dan meningkatkan risiko glaukoma,
katarak, retinopati serta efek samping sistemik
Tachyphylaxis: Perkembangan akut toleransi terhadap aksi dari obat setelah dosis
berulang tachyphylaxis signifikan dapat terjadi dari hari ke hari 4 terapi. Pemulihan
biasanya terjadi setelah istirahat 3 sampai 4 hari. Hal ini mengakibatkan terapi seperti 3
hari, 4 hari libur, atau satu minggu pada terapi, dan satu minggu off terapi.
Efek samping lokal: Ini termasuk hipertrikosis wajah, folikulitis, miliaria, ulkus kelamin,
dan granuloma infantum gluteale.
Jamkhedkar Preeta dkk tahun 1996 pernah melakukan studi untuk mengevaluasi
keamanan dan tolerabilitas fluticasone ini dalam terapi eksim dan psoriasis. Fluticasone
propionate 0.05% dibandingkan dengan krim betamethasone valerate 0,12%. Ada 107
pasien yang menyelesaikan studi, 61 menderita psoriasis dan 46 menderita eksim.
Studi untuk menilai efek samping penggunaan fluticasone propionate, dalam hal ini
supresi HPA-axis, dilakukan oleh Hebert dkk dari University of Texas-Houston Medical
School. Studi dilakukan pada anak-anak (3 bulan-6 tahun) penderita dermatitis atopik
skala luas, yakni hampir 65% permukaan kulit mendapat terapi. Penilaian studi adalah
absennya supresi adrenal dengan pemberian fluticasone propionate 0,05%. Ternyata tidak
ada perbedaan signifikan dalam kadar kortisol rata-rata, sebelum dan setelah terapi. Pada
pasien usia 3 bulan, fluticasone tidak berimbas pada fungsi HPA axis serta tidak
menyebabkan penipisan kulit meskipun diberikan fluticasone secara ekstensif.
Kortikosteroid topikal tidak seharusnya dipakai sewaktu hamil kecuali dinyatakan perlu
atau sesuai oleh dokter untuk wanita yang hamil. Percobaan pada hewanmenunjukkan
penggunaan kortikosteroid pada kulit hewan hamil akan menyebabkan abnormalitas pada
pertumbuhan fetus. Percobaan pada hewan tidak ada kaitan dengan efek pada manusia,
tetapi mungkin ada sedikit resiko apabila steroid yang mencukupi diabsorbsi di kulit
memasuki aliran darah wanita hamil. Oleh karena itu, penggunaan kortikosteroid topikal
pada waktu hamil harus dihindari kecuali mendapat nasehat daridokter untuk
menggunakannya. Begitu juga pada waktu menyusui, penggunaankortikosteroid topikal
harus dihindari dan diperhatikan. Kortikosteroid juga hati-hati digunakan pada anak-ana
4. Efek neuropsychiatrik
Glukokortikoid mempunyai pengaruh terhadap tingkah laku seperti pola tidur,
kognitif dan penerimaan input sensoris. Pada penelitian-penelitian yang dilakukan
pada penderita yang mendapatkan steroid exogen sering menunjukkan euphoria,
mania bahkan psikosis.
Penderita dengan insuffisiensi adrenal juga dapat menunjukkan gejala-gejala
psikiatris terutama depresi, apati dan letargi.