Anda di halaman 1dari 23

#PRINSIP KEMOTERAPI PADA PENGOBATAN KANKER

KEPALA DAN LEHER


Bruce E. Brockstein dan Everett E. Vokes

PRINSIP KEMOTERAPI
Penggunaan kemoterapi pada keganasan bertujuan untuk eradikasi kanker
secara sistemik atau mengontrol secara lokoregional apabila digunakan bersamaan
dengan pembedahan atau radioterapi. Penderita mendapat kemoterapi pada
keadaan metastasis baik makroskopik maupun mikroskopik. Metastasis secara
makroskopik adalah penderita dengan bukti klinik maupun radiologik terdapat
penyebaran tumor. Metastasis secara mikroskopik terdapat deposit kecil
metastatik sel tumor yang secara klinik tidak terdeteksi, yang apabila tidak diobati
akan menjadi metastasis makroskopik. Pada keadaan ini digunakan kemoterapi
secara ajuvan maupun neoajuvan.
Secara praktis, kesembuhan hanya didapatkan pada sedikit tipe keganasan
lanjut, dan pada beberapa penderita dengan tumor padat lanjut tidak dapat diterapi
dengan pengobatan yang intensif. Kemoterapi potensial untuk menyembuhkan
penderita dengan kanker testis, kanker paru small cell, kanker ovarii, limfoma,
leukemia, dan sarkoma pada anak maupun dewasa muda. Secara mikroskopik atau
untuk ajuvan, kemoterapi efektif untuk kanker payudara, kanker kolon,
osteosarkoma, dan beberapa tumor padat pada anak. Ditambahkan, kemoterapi
memegang peranan penting sebagai kombinasi dengan radioterapi pada kanker
kepala dan leher, dan tumor pada stadium intermediate.
Keberhasilan kemoterapi tergantung besar tumor, persentase sel tumor yang
responsif terhadap kemoterapi pada siklus sel, dan jumlah sel yang menunjukkan
resisten secara bawaan atau didapat terhadap obat kemoterapi. Obat kemoterapi
yang efektif

harus mempunyai toksisitas yang lebih besar pada sel tumor

dibanding jaringan normal.


Obat kemoterapi dapat diklasifikasikan pada beberapa kategori tergantung
pada mekanisme kerjanya. Alkilating agen menembus DNA dan mempengaruhi
replikasi. Termasuk kelompok ini nitrogen mustard, siklofosfamid, dan

klorambusil. Cisplatin dan beberapa obat tambahan, meliputi antibiotik antitumor


doxorubicin (Adriamicin), bleomicin, dan mitomicin C, juga bekerja dengan
mengikat DNA. Antimetabolit secara aktif mempengaruhi metabolisme seluler,
biasanya dengan menghambat satu atau lebih dari enzim target. Beberapa obat
yang bekerja pada kanker kepala dan leher termasuk pada kelompok ini, meliputi
metotreksat, 5- fluorourasil (5-FU), hidroksiurea dan gemcitabine. Bahan alami
alkaloid vinca, termasuk vinkristin, vinblastin dan vinoralbine, mempengaruhi
mitosis. Taxanes, golongan obat baru, meliputi paclitaxel (Taxol) dan docetaxol
(Taxotere). Juga dari derivat tanaman dan menstabilkan mikrotubulus, membuat
tidak mampu terjadi mitosis. Golongan obat baru lainnya, inhibitor topoisomerase
I, meliputi irinotecan dan topotecan, mencegah pengelepasan dan kemudian
replikasi DNA. Hormon juga sering digunakan untuk terapi sistemik keganasan,
meskipun tidak ada aturan yang baku pada pengobatan kanker kepala dan leher.
Interferon dan interleukin, mempunyai peran pada kanker sel ginjal dan
melanoma, dan baru dalam penelitian sebagai tambahan pada transplantasi
sumsum tulang

dan pengobatan lainnya. Terapi gen meskipun belum efektif

secara klinik pada onkologi, kini sedang dalam penelitian. Bahan sistemik dengan
mekanisme kerja baru sedang dalam penelitian untuk terapi tumor padat.
Obat kemoterapi lebih efektif apabila digunakan secara kombinasi. Pada obat
tertentu yang digunakan sebagai kombinasi untuk penyakit, obat yang terbukti
dengan aktivitas tunggal biasanya yang dipilih. Idealnya obat harus tidak saling
tumpang

tindih

efek

toksisnya,

dan

waktu

pemberian

obat

harus

mempertimbangkan kemungkinan interaksi farmakologis. Pemberian kemoterapi


memerlukan pengetahuan yang mendalam tentang farmakologi, mekanisme kerja,
toksisitas umum dan organ khusus, dan spektrum aktivitas.
Tabel 98-1. Obat-obat kemoterapi
Golongan obat

Contoh

Alkilating agen

Nitrogen mustard, siklofosfamid, klorambusil,


melphalan, nitrosourea, cisplatin.

Antimetabolit

Metotreksat, 5-fluorourasil, citosin arabinosida,

hidroksiurea, gemcitabin.
Produk alami
Vinca alkaloid
Antibiotik

Vinkristin, vinblastin, vinorelbin.


Doxorubisin, bleomisin, dactinomisin
Mitomisin C, etoposide

Taxanes

Paclitaxel, docetaxel.

Topoisomerase I

Irinotecan, topotecan

inhibitors
Hormon

Tamoxifen, leuprolide.

Peran dari ahli THT-KL


Ahli THT-KL sering dimintai konsultasi untuk membantu mencegah atau
mengobati efek samping kemoterapi atau komplikasi kanker. Umumnya kondisi
patologis pada mulut. Mukositis yang disebabkan oleh kemoterapi harus
dibedakan dari infeksi oleh bakteri, candida, atau virus seperti herpes atau
cytomegalovirus. Caries gigi dapat mengakibatkan abses gigi pada penderita
dengan netropeni. Demikian juga abses tonsil atau retrofaring dapat terjadi.
Kemoterapi umumnya dapat menyebabkan disgeusia, yang sangat mengganggu
penderita. Stridor dan obstruksi jalan nafas dapat terjadi akibat tumor lokal,
edema yang disebabkan radiasi atau reaksi alergi terhadap obat kemoterapi derivat
dari produk alami.
PERKEMBANGAN DAN PENERAPAN KEMOTERAPI
Sekitar sepertiga penderita dengan karsinoma sel skuamosa terbatas sebagai
lesi stadium awal, dan duapertiga dengan penyebaran lokoregional. Oleh karena
metastasis jauh terdapat kurang dari 20 % penderita, pengobatan kanker kepala
dan leher secara tradisional difokuskan pada lokoregional, meliputi pembedahan
dan radioterapi. Tindakan ini sendiri hanya dapat mengobati sebagian besar
penderita dengan penyakit stadium I dan II. Untuk penderita dengan perluasan
penyakit lokoregional, kurang dari 30 %

dapat disembuhkan meskipun

penggunaan keduanya dalam suatu rangkaian. Angka kesembuhan yang rendah ini

memerlukan penelitian. Sebanyak 50 % penderita dengan penyebaran penyakit ke


nodal terdapat penyebaran metastasis mikroskopik secara sistemik, meningkatkan
kemungkinan angka kekambuhan sistemik yang tinggi apabila penyebaran awal
lokoregional gagal dicegah.
Tujuan utama penelitian pengobatan pada kanker kepala dan leher adalah untuk
meningkatkan angka penyembuhan. Tujuan kedua adalah menurunkan skuele
jangka panjang akibat pembedahan dan radioterapi dan membuat organ tetap
terpelihara. Pada dua dekade terdahulu, strategi penelitian klinik difokuskan pada
penambahan kemoterapi sebagai pengobatan terhadap kanker kepala dan leher
dengan dua tujuan tersebut.
Penderita dengan kekambuhan, penyakit yang nonoperatif yang gagal dengan
pembedahan atau radioterapi atau penyakit dengan metastasis, saat ini dapat
diobati dengan kemoterapi. Tujuan pengobatan ini adalah paliatif dan atau
memperpanjang hidup penderita. Pengobatan yang dipilih adalah dengan latar
belakang pada percobaan klinik obat baru atau kombinasi.
PERCOBAAN KLINIK
Obat-obat antitumor dan pendekatan terapi baru dilakukan ujicoba pada
beberapa fase percobaan klinik sebelum dapat diterima atau ditolak. Kebanyakan
pemberian kemoterapi harus sebagai bagian dari desain percobaan klinik yang
hati-hati dengan tujuan penelitian yang jelas termasuk alur kerja dan metodologi
yang baku.
Percobaan fase I
Percobaan fase I adalah meneliti toleransi dan farmakologi obat baru pada
manusia. Hasil akhir penelitian ini adalah menentukan dosis maksimal yang dapat
ditoleransi (maximally tolerated dose, MTD) dan spektrum toksisitas pada
manusia yang akan diberikan obat. Percobaan kohort dari 3 sampai 6 penderita
yang diobati dengan dengan dosis eskalasi, biasanya dimulai dengan sepersepuluh
dosis yang menyebabkan kematian pada sepersepuluh dosis pengobatan tikus
pada percobaan binatang. Dosis dinaikkan sampai MTD, biasanya didefinisikan
sebagai dosis yang tercapai pada 30% atau lebih sedikit pada penderita yang
berkembang reaksi toksik berat.

Obat baru atau kombinasi obat yang diketahui sebelumnya bukan sebagai
kombinasi dapat diteliti dengan latar belakang ini. Oleh karena tujuan akhir dari
penelitian ini adalah MTD, penderita dengan variasi tipe tumor dapat diterima jika
tidak ada standar terapi yang didefinisikan perubahan untuk dicapainya
kesembuhan terdapatnya respon. Meskipun penentuan toksisitas adalah titik akhir
utama dari percobaan, pengamatan klinik dari pengobatan penderita adalah
penyusutan tumor dan membaiknya gejala.
Percobaan fase II
Percobaan fase II berusaha menentukan aktivitas terapeutik obat baru atau
kombinasi obat pada penyakit dan stadium yang spesifik pada dosis yang
ditentukan. Sebagai contoh meliputi penggunaan obat baru pada penderita kanker
kepala dan leher yang kambuh atau dengan metastasis, atau penggunaan
kombinasi obat sebelum pembedahan atau radioterapi. Tujuan akhir adalah
menentukan aktivitas, penentuan tingkat respon dan penerimaan tingkat toksisitas.
Untuk mengukur tingkat respon, penting untuk secara hati-hati menentukan
kriteria respon. Respon komplet didefinisikan sebagai hilangnya secara komplet
semua kondisi klinik yang dapat dideteksi, hilangnya penyakit secara mikroskopik
pada pembedahan atau biopsi adalah sebagai tanda respon komplet secara
histologik. Respon parsial adalah penurunan ukuran rata-rata besar tumor 50 %
atau lebih, diukur dengan menghitung ukuran terbesar secara tegaklurus. Respon
komplet atau parsial harus paling kurang selama minimal 28 hari untuk dapat
berarti secara klinik. Penyakit stabil diartikan pengurangan ukuran rata-rata
tumor kurang dari 50 %, dan penyakit progresif diartikan penampakan lesi baru
atau penambahan ukuran tumor 25 % atau lebih. Semua tingkat respon obat baru
dan obat kombinasi meliputi semua penderita yang mengalami respon komplet
atau parsial dan ini ditunjukkan sebagai persentase semua penderita yang
dimasukkan dalan percobaan.
Masalah khusus yang sulit adalah menentukan respon penderita kanker kepala
dan leher dengan pengobatan lebih dari satu macam yaitu kemoterapi, radiasi dan
atau pembedahan. Edem dan fibrosis sulit dibedakan dengan tumor secara klinik
maupun radiologik, sehingga biopsi

pada respon komplet diperlukan untuk

mengambil keputusan klinik dan laporan respon hasil percobaan klinik.

Percobaan fase III


Apabila informasi yang diperoleh pada fase II menunjukkan bahwa suatu obat
baru atau kombinasi mempunyai aktivitas anti tumor, pada percobaan fase III
obat ini dibandingkan dengan obat standar. Percobaan fase III membandingkan
dua pengobatan secara random. Aktivitas terapi dan toksisitas sebagai tujuan akhir
( contoh obat baru dengan aktivitas sama tetapi mempunyai toksisitas yang kurang
disebut lebih unggul). Survival penderita adalah paling umum dan dipilih sebagai
hasil akhir percobaan fase III. Oleh karena untuk menentukan perbedaan secara
signifikan pada survival memerlukan jumlah penderita yang banyak, penelitian
ini biasanya terdiri dari beberapa institusi.
Percobaan fase III sulit untuk diterapkan pada tumor kepala dan leher oleh
karena insiden tumor ini relatif rendah, anatomi yang heterogen, dan perbedaan
standar pendekatan bedah dan raditerapi yang berbeda pada tiap-tiap institusi.
Penggunaan survival sebagai hasil akhir dipengaruhi dengan usia tua pada
beberapa pendeita pada saat terdiagnosis dan insiden kompliksi yang tinggi dan
keganasan kedua, yang sering dapat mengaburkan hasil.
Untuk menutupi masalah yang terjadi sebagai hasil dari rendahnya insiden
penyakit ini, kebanyakan percobaan kemoterapi pada kanker kepala dan leher
bukan merupakan penelitian yang spesifik pada tempat tertentu, meskipun
kebanyakan memenuhi syarat sebagai karsinoma sel skuamosa secara histologik.
Pendekatan ini valid, sebab perbedaan tingkat respon antara kebanyakan tempat
pada kepala leher (dengan kekecualian kanker nasofaring) tidak dapat ditunjukkan
secara konsisten.
Beberapa faktor prognostik mempengaruhi disain dan hasil percobaan.
Umumnya, penderita yang mendapat pengobatan lebih banyak sebelumnya,
kurang respon terhadap pengobatan lainnya. Juga perluasan penyakit dan ukuran
besarnya masa mempengaruhi tingkat respon, N1 limponodi yang kecil
kebanyakan lebih respon daripada limponodi N3 besar. Status keadaan sebelum
pengobatan juga merupakan faktor prognostik penting. Beberapa skala
dikembangkan untuk mengukur performance status.

Selama ini yang sering

digunakan adalah skala Karnofsky (aktivitas 0 100 %) dan The Eastern


Cooperative Oncology Group (ECOG) scale, yang membagi penderita menjadi 5

kategori, PS 0, aktivitas penuh ; PS 1 aktivitas penuh tetapi menunjukkan gejala


penyakit; PS 2 penurunan aktivitas tetapi dapat berjalan lebih dari 50 %
waktunya; PS 3 penurunan aktivitas dengan dapat berjalan kurang dari 50 %
waktunya; PS 4 hanya ditempat tidur. Kebanyakan percobaan kemoterapi hanya
pada PS 0 sampai 2 ( lebih baik dari 60 % skala Karnofsky) . Penderita dengan PS
yang jelek sering tidak mempunyai harapan hidup paling sedikit 8 minggu (dua
siklus kemoterapi dengan dasar tiap bulan) untuk dievaluasi, toleransi terhadap
kemoterapi sangat jelek, dan tidak berespon terhadap kemoterapi sangat tinggi.
Derajat diferensiasi morfologi tumor tidak secara meyakinkan menunjukkan
sebagai faktor prognostik.
KEMOTERAPI STANDAR UNTUK KANKER METASTASIS ATAU
REKUREN
Kemoterapi secara tradisional dipertimbangkan sebagai standar terapi hanya
pada penderita yang ditandai dengan metastasis sistemik, yang rekuren, atau
persisten setelah pengobatan lokal. Sekarang, kemoterapi dipertimbangkan
sebagai komponen standar, bersama radioterapi, untuk terapi kanker nasofaring,
beberapa kanker laring, dan kebanyakan kanker yang tidak bisa dioperasi.
Beberapa obat menunjukkan aktivitas sebagai obat tunggal (Tabel 98-2). Obatobat ini menghasilkan angka respon 30 % atau kurang, dengan respon hampir
khusus parsial dan durasi pendek (2-6 bulan). Penderita yang respon mempunyai
waktu survival yang lebih panjang daripada yang tidak respon, meskipun ini dapat
berimplikasi seleksi dengan respon kemoterapi dari penderita daripada manfaat
kemoterapi sendiri. Satu percobaan random yang membandingkan kemoterapi
dengan tanpa kemoterapi (hanya terapi suportif) menunjukkan perbedaan
bermakna secara statistik

meningkatkan survival pada penderita yang diberi

kemoterapi, meskipun percobaan lainnya tidak menunjukan manfaatnya.


Kesembuhan mungkin tidak didapat hanya dengan kemoterapi saja, dan tujuan
utama pengobatan pada keadaan ini mengurangi gejala, meliputi nyeri, perubahan
bentuk masa, atau penurunan fungsi organ yang disebabkan invasi tumor. Dari
pandangan penelitian klinik, percobaan pada kelompok penderita ini untuk
mengidentifikasi obat baru atau kombinasi obat dengan aktivitas antitumor.

Tabel 98-2. Obat kemoterapi aktif pada kanker kepala dan leher.
Cisplatin
Carboplatin
Methotreksat
5- Fluorouracil
Paclitaxel
Docetaxel
Bleomicin
Hidroksiurea
Doxorubisin
Ciclofosfamid
Ifosfamid
Gemcitabine
Vinorelbine
Irinotecan
Methotreksat
Methotreksat adalah suatu suatu antimetabolit yang mempengaruhi
metabolisme folat intraseluler dengan ikatan oleh enzim dihidrofolat reduktase.
Hambatan ini mengubah asam folat menjadi tetrahidrofolat, hasilnya berupa
pengurangan folat seluler dan mengakibatkan hambatan sintsis DNA. Obat ini
hanya aktif hanya selama fase S pada siklus sel. Sehingga, mempengaruhi
jaringan secara selektif pada sel yang dalam keadaan pembelahan cepat. Efek
samping dari methotreksat dapat dikurangi dengan pemberian reduksi folat dalam
bentuk leucovorin setelah 36 jam setelah pemberian obat. Sebagai obat tunggal,
methotreksat biasanya diberikan peerminggu dengan dosis 50 mg per meter
persegi. Dosis yang lebih besar, termasuk dosis menengah 200 sampai 500 mg per
meter persegi dan dosis tinggi 1 gr per meter persegi atau lebih, dapat juga
diberikan dan ini memerlukan terapi leucovorin penyelamat dalam waktu 36
jam. Reaksi toksik meliputi

mielosupresi, mukositis, dermatitis, nausea,

vomiting, diare, dan fibrosis hepar. Toksisitas ini disebabkan oleh regimen dosis
tinggi kecuali diberikan leucovorin penyelamat. Kerusakan ginjal diamati pada
pemberian obat dosis tinggi. Ini dapat dicegah dengan membuat basa urin dan
hidrasi yang banyak.
Methotrekasat menghasilkan angka respon parsial 10% sampai 30%, dengan
durasi respon antara 1 sampai 6 bulan. Dosis tinggi methotreksat juga sedang

diteliti dan dibandingkan dengan dosis rendah pada penelitian secara random.
Perbaikan respon atau angka survival tidak konsisten dicapai pada dosis tinggi,
tetapi toksisitasnya biasanya meningkat. Sehingga dosis tinggi biasanya jarang
digunakan. Meskipun methotreksat dosis tunggal sering digunakan, obat lain atau
kombinasi 5 FU atau paclitaxel dengan cisplatin menambah tingkat respon.
Sayangnya survival tidak membaik dengan kombinasi ini, dan toksisitasnya
menjadi lebih besar. Sehingga methotreksat masih merupakan pengobatan
standard minimum yang diterima penderita.
Cisplatin
Cisplatin umumnya obat yang paling sering digunakan dalam pengobatan
kanker kepala dan leher. Aktivitas antitumor hasil dari aktivasi ikatan intraseluler,
perubahan dari tempat nukleofilik pada DNA ke bentuk ikatan kovalen
bifungsional yang mempengaruhi fungsi DNA normal. Biasanya diberikan lebih
dari 2 sampai 6 jam pada dosis harian dari 60 sampai 120 mg per meter persegi,
dengan efektivitas yang sama pada rentang dosis tersebut. Umumnya
menyebabkan kerusakan ginjal, meliputi azotemia ringan sampai sedang dan
kehilangan elektrolit khususnya magnesium. Reaksi toksik lainnya meliputi
nausea dan vomitus, neurotosisitas perifer, ototoksisitas, dan mielosupresi
kumulatif apabila beberapa siklus diberikan. Untuk obat tunggal dengan dosis 60
sampai 120 mg per meter persegi, diberikan setiap 3 sampai 4 minggu, angka
respon parsial antara 15% sampai 30%. Dosis bulanan melebihi 120 mg per meter
persegi juga pernah dilaporkan. Meskipun dua percobaan dosis tinggi cisplatin
menaikkan tingkat respon (masing-masing 46% dan 73%), tetapi tidak ada
randomisasi yang membandingkan antara obat dosis tinggi dan dosis rendah.
Tiga percobaan random yang membandingkan obat tunggal cisplatin dengan
obat tunggal methotreksat, tidak ada perbedaan bermakna pada tingkat respon atau
survival antara dua obat yang dilihat pada beberapa percobaan, meskipun
kecenderungan semuanya pada survival dan respon lebih baik cisplatin. Ini juga
berakibat bertambahnya toksisitas, sehingga cisplatin tidak perlu dipandang lebih
unggul.

Oleh karena toksisitas cisplatin, khususnya nefrotoksisitas dan neurotoksisitas,


obat analog dikembangkan dengan tujuan tercapai aktivitas antitumor dan secara
signifikan menurunkan efek toksisnya. Carboplatin mempunyai aktivitas
sebanding pada penderita karsinoma ovarii tetapi kurang nefrotoksik dan
neurotoksik. Toksisitasnya adalah mielosupresi. Keuntungan lain pada obat ini
adalah kemudahan penggunaannya. Oleh karena nausea dan vomitusnya
berkurang, dapat diberikan pada pasien rawat jalan dan tanpa perlu hidrasi yang
cukup. Obat ini secara aktif melawan kanker kepala dan leher dan sekarang sering
digunakan, khususnya pada terapi paliatif, dimana mempunyai efek sampng
minimal dan pentingnya lama perawatan.
5-Fluorouracil
5-FU adalah analog pada fase S spesifik yang dapat diaktivasi dengan dua jalur
mayor intraseluler : fosforilasi sekuensial dan penggabungan ke dalam RNA atau
aktivasi terhadap 5fluorodeoxyuridine monofosfat, dengan memblok enzim
timidilat sintase dan memblok konversi uridin menjadi senyawa timidin. Sel
kehilangan timidin dan tidak mampu mensintesis DNA. Beberapa obat yang
menunjukkan hubungan dengan 5-FU dan percobaan bertujuan meningkatkan
aktivitas dengan mengatur metabolisme intraseluler. Efek samping yang penting
adalah mielosupresi, mukosistis, dermatitis, dan diare. Penggunaan obat tunggal
secara bolus intravena pada penderita dengan kanker kepala dan leher,
kemungkinan terbatas aktivitasnya (kurang dari 20%). Ini mungkin dapat lebih
aktif bila diberikan selama 5 hari sebagai infus terus menerus.
Paclitaxel dan Docetaxel
Paclitaxel (Taxol) akhir-akhir ini menunjukkan obat yang paling aktif melawan
kanker kepala dan leher. Awalnya diisolasi dari kulit kayu pohon cemara Pasifik,
kemudian sekarang diproduksi sintetisnya. Paclitaxel menstabilkan polimer
tubulin, sehingga mencegah pembelahan sel. Paclitaxel dapat digunakan dalam
beberapa dosis dengan bermacam cara infus yang berbeda pada berbagai macam
penyakit. Dosis optimal dan cara pemberian belum ditetapkan pada kanker kepala
dan leher. Percobaan terbaru pada fase II penggunaan paclitaxel sebagai obat

10

tunggal dengan dosis yang relatif tinggi selama lebih 24 jam pada 34 penderita
menunjukkan angka respon sebesar 40%.
Docetaxel (Taxotere) suatu taxane semisintetik dari pohon cemara Eropa. Telah
diuji pada beberapa penelitian fase II, dengan angka respon berkisar antara 25%
sampai 30%.
Hidroksiurea
Hidroksiurea menghambat enzim ribonukleotida reduktase dan menghilangkan
prekursor DNA sel. Diberikan secara oral, dan komplikasi yang terbesar adalah
mielosupresi. Jarang diteliti pada pengobatan kanker kepala dan leher tetapi aktif
sebagai obat tunggal.
Obat-obat lain
Beberapa obat lain menunjukkan aktivitas derajat sedang pada kanker kepala
dan leher. Bleomycin suatu antibiotik yang bersifat antitumor alami, sering
digunakan sebagai kombinasi dengan cisplatin atau methotreksat. Bahaya
terjadinya pneumonitis interstitial terbatas pada pemberian secara kumulatif.
Ifosfamid, suatu alkilating agen

mirip dengan siklofosfamid, mempunyai

aktivitas obat tunggal dan telah diuji pada beberapa pengobatan kombinasi.
Irinotecan, suatu inhibitor isomerase I, menujukkan aktivitas awal. Gemcitabine,
suatu antimetabolit menunjukkan angka respon 13% pada percobaan European
cooperative group pada pengobatan penderita sebelumnya.
KEMOTERAPI KOMBINASI
Kombinasi obat lebih unggul dibanding obat tunggal oleh karena sel yang
resisten terhadap satu obat dapat sensitif terhadap obat yang lain. Pada kanker
kepala dan leher kombinasi obat didasarkan pada methotreksat atau cisplatin.
Beberapa penelitian random membandingkan obat tunggal dengan obat
kombinasi. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan angka respon dengan
mengkombinasi obat dengan obat tunggal yang telah terbukti seperti cisplatin,
methotreksat dan bleomycin. Penelitian lainnya berusaha menggunakan obat aktif
yang kemungkinan dapat berinteraksi secara sinergis dengan obat lainnya, dengan

11

mengamati destruksi sel yang melebihi dari perkiraan jumlah aktivitas dari keda
obat. Contohnya kombinasi cisplatin dengan 5-Fu yang bersifat sinergis invitro.
Secara klinik, cisplatin yang diikuti dengan 4 sampai 5 hari 5-FU secara infus
merupakan suatu kombinasi yang aktif. Penderita dengan kekambuhan
menghasilkan angka respon sebesar 20% sampai 70%. Pada neoajuvan dengan
penyebaran lokal, penyakit tanpa metastasis, respon yang menjanjikan sebesar
60% sampai 80%, dengan respon komplet sebesar 10% sampai 40%. Kombinasi
cisplatin dengan 5-FU telah dibandingkan pada tiap-tiap obat ini sebagai obat
tunggal pada percobaan randon tiga cabang. Meskipun angka respon kombinasi
(32%) lebih tinggi dibanding secara bermakna dibanding cisplatin saja (17%) atau
5-FU (13%), tidak ada perbedaan bermakna pada survival rata-rata selama 5-6
bulan pada semua kelompok. Penelitian random lain membandingkan kombinasi
cisplatin dan 5-FU dengan kombinasi karboplatin dan 5-FU ( teoritis lebih aktif
tetapi kurang aktif) dan obat tunggal methotreksat sebagai standar terapi pada
penelitian random tiga kelompok oleh Sauthwestern Oncology Group. Cisplatin
dan carboplatin dengan kombinasi infus 5-FU menghasilkan perbaikan angka
respon dibandingkan methotreksat saja. Kedua kombinasi terlihat lebih toksik dan
survival tidak terpengaruh.
Kombinasi cisplatin atau carboplatin dengan paclitaxel telah digunakan dalam
praktek klinik dan ditetapkan pada percobaan klinik. Penelitian random oleh
ECOG membandingkan cisplatin pada dosis standar diberikan bersamaan dengan
dosis rendah paclitaxel dan granulosit colony-stimulating factor. Kedua obat
sangat aktif, meskipun toksisitasnya lebih tinggi pada dosis tinggi.
Percobaan kemoterapi kombinasi akhir-akhir ini dirangkum dan dianalisis
dalam ringkasan berikut :
1. Kombinasi menghasilkan respon lebih tinggi yang bermakna secara
statistik dibandingkan obat tunggal, termasuk methotreksat.
2. Cisplatin adan 5- FU per infus menghasilkan angka respon lebih tinggi
dibanding obat tunggal atau kombinasi lain.
3. Pada kelompok yang tidak dibandingkan (obat tunggal atau kombinasi)
survival meningkat secara berarti.

12

4. Toksisitas cisplatin dan 5-FU per infus dalam bentuk nausea dan vomiting
lebih tinggi secara signifikan dibanding obat tunggal.
Saat ini penelitian klinik difokuskan pada identifikasi obat baru dan kombinasi
yang aktif pada kanker kepala dan leher. Khususnya obat baru paclitaxel,
irinotexan, topotecan, dan gemcitabine telah mulai diuji pada kombinasi untuk
kanker kepala dan leher, meskipun laporan awal kombinasi, khususnya paclitaxel
dengan cisplatin atau carboplatin terlihat lebih memberikan harapan. Obat dengan
mekanisme baru seperti inhibitor angiogenesis dan inhibitor invasi atau
metastasis, saat ini sedang dalam penelitian.

Peran retinoid, selenium, dan

molekul lainnya pada pembalikan lesi premaligna dan pencegahan keganasan


primer atau sekunder juga sedang dalam penelitian.
Kesimpulannya, kemoterapi untuk kanker kepala dan leher yang rekuren atau
metastasis bersifat paliatif pada beberapa penderita, meskipun dampaknya pada
survival kecil. Methotreksat pada dosis mingguan yang rendah, cisplatin, dan
paclitaxel masih merupakan obat tunggal yang paling aktif., menghasilkan angka
respon sebesar 20 % sampai 30 selama minamal 1 sampai 6 bulan. Kemoterapi
kombinasi, khususnya kombinasi antara cisplatin dan 5-FU, dan cisplatin dengan
paclitaxel menghasilkan angka respon yang lebih tinggi, meskipun survival jangka
panjang jarang tercapai. Oleh karena kesembuhan tak mungkin terjadi sebagai
hasil dari obat-obat ini atau kombinasi pada pengobatan penderita, tujuan akhir
dari penelitian klinik pada keadaan ini adalah mengidentifikasi obat baru,
kombinasi, atau pendekatan multispesialis yang dapat membantu meningkatkan
respon apabila ditambahkan untuk pengobatan penderita dengan terdiagnosis baru
sebagai penyakit penyebaran lokal. Apabila mungkin, penderita harus diobati
seperti pada penelitian klinik, dipandang sebagai hasil terjelek dengan obat
tunggal standar atau kombinasi.
PERANAN KEMOTERAPI LAINNYA
Kemoterapi ajuvan sebagai pandangan klasik sebagai penggunaan kemoterapi
setelah terapi lokal definitif untuk menghilangkan kemungkinan penyakit dengan
metastasis secara mikroskopis. Sejak kebanyakan penderita dengan kanker kepala
dan leher gagal atau meninggal sebagai hasil penyakit lokal yang tidak terkontrol,

13

penggunaan kemoterapi ini kurang bermanfaat secara teori pada kanker kepala
dan leher, sehingga kurang banyak diteliti. Perhatian dipusatkan pada penggunaan
kemoterapi sebelum terapi definitif (neoajuvan) atau bersamaan dengan
radioterapi (konkomitan).
Kemoterapi induksi (neoajuvan)
Kemoterapi neoajuvan sering diteliti sebagai konsep pada kanker kepala dan
leher. Secara rasional diringkas pada tabel 98-3. Keadaan yang paling penting
pada penggunaan kemoterapi secara lebih awal pada perjalanan penyakit adalah
mengurangi penyebaran tumor secara sistemik pada saat ketika sedikit sel yang
resisten terhadap kemoterapi terjadi. Vaskularisasi regional masih intak, pasokan
obat ke lokasi tumor lebih baik. Pembedahan dan terapi radiasi kelihatan lebih
berhasil apabila digunakan pada tumor yang lebih kecil (downsizing). Keuntungan
teori ini mengurangi kerugian oleh karena kemungkinan potensial kerugian oleh
karena kenaikan toksisitas, lama, dan beaya semua pengobatan.

Yang lebih

penting, telah ditetapkan secara teori bahwa sel yang masih survive terhadap
kemoterapi mungkin juga gagal terhadap terapi radiasi selanjutnya. Pada keadaan
yang jarang, penyakit yang progresif selama kemoterapi, penderita dengan dapat
dioperasi dapat menjadi tidak dapat dioperasi dan kehilagan peluang untuk
sembuh.
Tabel 98-3. Keuntungan dan kerugian kemoterapi induksi untuk kanker
kepala dan leher lokal yang meluas.
Keuntungan
Pasokan obat ke tumor tidak terganggu
Respon makroskopis dapat memperkirakan untuk respon mikroskopis. Eliminasi
segera mikrometastasis dapat membantu penyembuhan
Tumor dapat mengecil, membuat lebih menambah keberhasilan pembedahan
atau terapi radiasi dengan mengurangi terapi radikal.
Keadaan penderita pada waktu pembedahan dapat membaik
Kerugian
Perluasan tumor yang asli dapat kabur

14

Kondisi penderita dapat menurun


Tumor dapat membesar selama kemoterapi
Durasi, toksisitas, dan beaya pengobatan meningkat.
Percobaan klinik penggunaan kemoterapi neoajuvan telah dilakukan selama 20
tahun. Pada penelitian percobaan , penyelidikan secara hati-hati dengan pemberian
obat tunggal selama satu atau dua siklus sebelum terapi lokal. Akhirnya,
kombinasi dua atau tiga obat digunakan selam dua atau tiga siklus menjadi yang
sering digunakan (Tabel 98-4). Kombinasi ini didasarkan pada obat-obat dengan
aktivitas obat tunggal yang telah didiskusikan pada awal bab. Penelitian lebih
lanjut tentang kombinasi meliputi regimen cisplatin, methotreksat, bleomicin dan
kombinasi cisplatin dan 5 FU. Pada penelitian fase II dan dilanjutkan pada fase
III , diringkaskan sebagai berikut :
1. Semua angka respon yang melebihi 80% dapat dicapai.
2. Angka respon komplet biasanya berkisar antara 20% sampai 50%, dengan
kebanyakan sekitar 30%. Beberapa respon komplet secara klinik
dikonfirmasi secara histopatologis pada saat pembedahan.
3. Toksisitas biasanya sedang, dan pemberian lokal standar berikutnya tidak
disepakati.
4. Penderita dengan kegagalan respon terhadap kemoterapi jarang respon
terhadap terapi radiasi berikutnya.
5. Penderita yang mengalami respon komplet mempunyai prognosis yang
lebih baik, khusunya apabila dikonfirmasi secara histologik.
Hal yang paling penting mengenai prognosis penderita dan perubahan untuk
survival jangka panjang akan meningkat apabila kemoterapi neoajuvan
dimasukkan dalam rencana pengobatan keseluruhan. Pertanyaan ini dapat dijawab
dengan menganalisis penelitian secara random dengan membandingkan terapi
lokal standar (pembedahan diikuti terapi radiasi) dengan kemoterapi neoajuvan
yang terbaik (tiga siklus regimen yang menghasilkan angka respon lebih dari 20%
dan angka respon keseluruhan lebih dari 80%) diikuti dengan terapi lokal yang
sama. Oleh karena tempat anatomi yang bervariasi dan faktor prognostik lain,

15

meliputi status performance, tingkat T dan N yang harus diperhitungkan,


kebanyakan penderita harus ditambah untuk mengetahui perbedaan yang
bermakna secara statistik pada survival (lebih dari 10% sampai 20% pada follow
up 2 sampai 3 tahun).
Sejumlah percobaan random yang membandingkan kemoterapi neoajuvan
sebelum terapi lokal terhadap terapi lokal saja telah dilakukan. Kebanyakan
sedikit atau jelek untuk disimpulkan. Terdapat 10 penelitian yang meliputi
sejumlah banyak penderita. Kebanyakan yang penting diringkas pada tabel 98-5.
Tidak satupun pada 10 penelitian ini mempunyai survival keseluruhan yang lama.
Hanya satu penelitian, meneliti kemoterapi induksi

khusus pada kanker

nasofaring, yang menunjukkan kenaikan survival bebas penyakit, tetapi tidak


survival keseluruhan, dengan kemoterapi neoajuvan. Seluruh 7 penelitian
melaporkan

angka

metastasis

jauh

sebagai

tempat

kegagalan

pertama

menunjukkan penurunan pada penderita yang menerima kemoterapi. Sayangnya


kebanyakan penderita masih meninggal pada penyakit dengan komplikasi
lokoregional, sehingga penurunan angka metastasis jauh tidak menghubungkan
terhadap manfaat survivalnya. Hasil negatif ini dikonfirmasi dengan dua meta
analisis terbaru.
Dua dari penelitian membahas terpeliharanya organ sebagai tujuan klinik
kedua. Satunya adalah penelitian random yang dilakukan Veteran Administration
Coopetrative Study Program. Pada penelitian ini penderita dengan kanker laring
yang lanjut dirandomisasi dengan terapi standar pembedahan dan postoperasi
terapi radiasi atau tiga siklus neoajuvan cisplatin dan 5-FU diikuti terapi radiasi.
Respon diukur setelah dua siklus kemoterapi. Pada respon parsial dan komplet
diteruskan sampai tiga siklus kemoterapi. Hanya penderita yang gagal pada dua
siklus kemoterapi pertama atau mempunyai sisa penyakit setelah radiasi yang
dihasilkan dengan pembedahan pada penelitian eksperimental. Dua tujuan dibahas
pada penelitian ini : perbaikan survival dan terpeliharanya laring. Angka taksiran
2 dua tahun pada survival keseluruhan sama pada kedua kelompok sebesar 68%.
Penemuan yang paling penting adalah angka tinggi pada terpeliharanya laring.
Enampuluh empat persen

pada kelompok kemoterapi terpelihara laringnya,

dengan rerata follow up selama 33 bulan. Tigapuluh sembilan persen penderita

16

bebas penyakit dengan laring yang utuh.

Hanya dua laringektomi dilakukan

setelah tahun pertama. Angka yang mirip pada survival dengan bebas penyakit
dengan terpeliharanya laring (28%) dicapai pada penelitian lain. Dari dua
penelitian ini disimpulkan bahwa kemoterapi induksi (atau kemoradioterapi
konkomitan) sebagai terapi standar untuk laring yang operatif dan kanker
hipofaring. Intergroup study membandingkan terapi radiasi saja, kemoterapi
induksi diikuti terapi radiasi atau terapi radiasi konkomitan dan cisplatin, dengan
catatan terpeliharanya laring didapat pada ketiga kelompok, meskipun penderita
dengan invasi ke kartilago tiroid tidak dapat dipilih.
Kemoterapi neoajuvan tidak secara khusus memperbaiki survival sehingga
sehingga masih memerlukan penelitian terapi dilain tempat selain laring dan
hipofaring. Aturan yang terus menerus meliputi terpeliharanya organ pada kanker
laring dan hipofaring dan kemungkinan peran pada terapi kanker nasofaring.
Akhirnya,

keadaan

neoajuvan

dapat

menyediakan

waktu

yang

cukup

mengevaluasi obat kemoterapi baru yang menjanjikan atau obat kombinasi.


Kemoradioterapi konkomitan
Pada kemoradioterapi konkomitan, kemoterapi dan terapi radiasi digunakan
bersamaan.

Kemoterapi dapat meningkatkan kemanjuran terapi radiasi.

Kemungkinan efek mekanisme ini dirangkum pada tabel 98-6. Oleh karena kanker
kepala dan leher manifestasi secara klinik sebagai penyakit lokoregional,
kemoradioterapi konkomitan menjadi berharga karena difokuskan pada tempat
yang menentukan prognosis. Penggunaan kemoterapi secara awal juga
menghilangkan mikrometastasis.
Percobaan klinik kemoradioterapi dilakukan sejak tahun 1960. Pada percobaan
awal, obat antitumor tunggal diberikan berulang selama masa pengobatan radiasi.
Kebanyakan obat dengan aktivitas obat tunggal digunakan, meliputi methotreksat,
cisplatin, carboplatin, 5-FU, bleomycin, dan mitomicin C. Percobaan random
multipel terapi konkomitan dipublikasikan dan dirangkum dan beberapa
diantaranya ditunjukkan pada tabel 98-7. Kebanyakan dari penelitian ini
menunjukan manfaat survival pada kelompok kemoterapi. Obat kemoretapi yang
menunjukkan manfaat antara lain 5-FU, bleomicin, methotreksat, cisplatin, dan

17

mitomycin C. Penelitian hidroksiurea sendiri sebagai obat tunggal tidak


bermanfaat, Meskipun reaksi toksik akut (mukosistis dan mielosupresi)
meningkat, komplikasi lambat tidak ada.
Tabel 98-6. Manfaat kemoradioterapi.
Obat dan penyinaran dapat secara aktif melawan subpopulasi sel tumor yang
berbeda berdasar pada spesifitas siklus sel, PH dan suplai oksigen. Resistensi sel
terhadap satu pengobatan dapat dieradikasi yang lainnya.
Terapi kombinasi dapat meningkatkan rekruitmen sel tumor dari G0 ke fase
siklus sel yang responsif terhadap radiasi.
Perubahan tumor dapat menurunkan tekanan interstitial

dan sehingga

meningkatkan aliran obat dan oksigen


Eradikasi awal sel tumor mencegah obat emergensi atau resistensi radiasi
Sinkronisasi siklus sel meningkatkan efektivitas kedua terapi
Kemoterapi menghambat perbaikan kerusakan radiasi subletal dan menghambat
pemulihan dari potensial kerusakan radiasi letal.
Penelitian klinik terbaru difokuskan pada penggunaan kemoterapi kombinasi
dengan terapi radiasi secara bersamaan. Oleh karena reaksi toksis akut
diperkirakan meningkat pada regimen ini, jadwal kemoterapi konkomitan
biasanya diberikan untuk secara berselang dengan teratur pada keseluruhan terapi,
analog dengan pemberian pada siklus kemoterapi. Pemberian terapi radiasi
biasanya dengan dosis 900 sampai 1000 cGy tiap-tiap minggu. Yang terbaru,
beberapa penelitian menggabungkan radioterapi hiperfraksi, dengan radioterapi
diberikan dua kali atau lebih sehari.
Beberapa regimen kombinasi telah dilakukan evaluasi. Manfaat nyata dari
regimen ini diukur pada penelitian random skala delapan besar, beberapa
diantaranya diringkas pada tabel 98-7. Kebanyakan percobaan menggunakan
cisplatin, umumnya dengan 5-FU, atau regimen yang mengandung methotreksat.
Kemoterapi biasanya digunakan pada hari radiasi, pemberian selang-seling antara
kemoterapi dan radiasi terlihat lebih bermanfaat. Hal khusus yang menarik, satu
percobaan kecil dari radiasi hiperfraksi terhadap hal sama dengan cisplatin, 5-FU,

18

dan leukovorin menunjukkan kecenderungan awal yang kuat pada pemilihan


terapi konkomitan.
Untuk usaha menghitung manfaat dari kemoradiasi konkomitan, ringkasan
meta analisis skala dua besar telah ditunjukkan. Meskipun analisis penelitian
heterogen, beberapa kesimpulan yang penting dapat didapatkan. Analisis oleh ElSayed dan Nelson dari 11 penelitian kemoradioterapi konkomitan dengan data
survival yang adekuat, penurunan relatif kematian didapatkan 22% (95% CI=8%
sampai 33%, p<0.005). Pada meta analisis lain oleh Munro dari 16 penelitian,
didapatkan manfaat absolut sebesar 12% (95% CI=5% sampai 19%).
Pada Universitas Chicago, yang difokuskan pada penambahan hidroksiurea
pada 5-FU per infuse dan radioterapi (FHX). Hidroksiurea adalah penguat
radioterapi dan dapat mengatur metabolisme 5-FU. Pada penelitian awal kami
mengenai penentuan dosis, 12 dari 17 penderita yang tidak terapi sebelumnya
mengalami respon komplet, dan hanya 1 penderita mengalami progresi dalam
keadaan radiasi. Percobaan fase II berikutnya juga menggunakan kombinasi ini
juga menunjukkan hasil yang sama. Pendekatan kami untuk penderita stadium II
dan II dengan menggabungkan infus 5-FU, hidroksiurea oral, dan terapi radiasi
dua kali sehari (FH2X). Penderita stadium IV menerima FH2X dengan obat
kemoterapi ketiga, umumnya paclitaxel.
Toksisitas dari pengobatan multipel merupakan hal yang substansial dan
memerlukan perawatan yang terpadu dari tim multispesialis. Mukosistis dan
esofagitis memerlukan perawatan mulut yang baik. Narkotik, sering parenteral
diperlukan. Beberapa penderita memerlukan makanan lewat gastrotomi atau
jejunostomi. Dermatitis pada lapangan radiasi dapat menjadi berat dan
memerlukan perawatan luka. Mielosupresi dapat mengakibatkan demam
neutropeni atau memerlukan tranfusi darah atau trombosit. Masalah lain seperti
diare dan perdarahan gastrointestinal kurang umum tetapi dapat bermakna.
Toksisitas kronik atau jangka lama meliputi osteoradionekrosis dari tulang atau
kartilago, xerostomia, striktur faring, dan kontraktur fleksi pada leher. Masih
dilihat apa dampak dari komplikasi jangka panjang ini dihubungkan dengan
penderita yang diobati dengan pembedahan dan radiasi post operasi. Kualitas
hidup efektifitas beaya harus diperhitungkan selanjutnya.

19

Kebanyakan penelitian random dari kemoterapi konkomitan menggunakan


radioterapi saja sebagai kelompok kontrol, dengan penderita yang inoperable,
kebanyakan penderita yang tidak diikutkan. Didapatkan pada penelitian ini,
kemoterapi konkomitan dan radioterapi dipertimbangkan sebagai pengobatan
yang memadai untuk penderita dengan penyakit tidak dapat dioperasi. Dua
penelitian tambahan menunjukkan manfaat dari penderita yang menerima
kemoradioterapi konkomitan postoperasi pada keadaan profilaksis atau sisa
penyakit setelah pembedahan pertama, atau untuk penyebaran limponodi
ekstrakapsuler. Tidak ada penelitian random besar yang membandingkan
kemoradioterapi konkomitan tanpa pembedahan terhadap pembedahan atau
pembedahan plus radioterapi. Hasil dari beberapa percobaan fase II dan kelompok
eksperimental (nonbedah) fase II, menunjukkan survival paling baik dengan
kemoradioterapi konkomitan dengan ditambah manfaat terpeliharanya organ.
Kemoradioterapi dapat sulit untuk diberikan sebab memerlukan dua dokter
spesialis yang berinteraksi dalam pengobatan penderita dalam jangka waktu
beberapa minggu. Tidak terkecuali, percobaan ini berusaha menambah penelitian
yang menggunakan dua macam pengobatan yang diberikan bersamaan.
Kanker nasofaring.
Kemoterapi memegang peranan penting pada kanker nasofaring dan sekarang
harus dipertimbangkan sebagai bagian standar pengobatan multimodalitas. Waktu
optimal dan peran kemoterapi masih ditentukan
Carsinoma undifferentiated metastasis, atau limpoepitelioma dari nasofaring
sangat sensitif terhadap kemoterapi. Tiga penelitian yang berkelanjutan dari total
131 penderita yang diobati dengan regimen yang mengandung cisplatin untuk
limpoepitelioma metastasis, 17% mengalami respon komplet, dan 63 % minimal
mengalami respon parsial. Sepuluh persen bebas dari penyakit 2 tahun setelah
kemoterapi.
Kemoterapi juga memegang peranan pada carcinoma sel skuamosa dan
limpoepitelioma dengan penyakit lokal. Hasil penelitian dari Intergroup trial di
Amerika Serikat. Penderita (134) dilakukan randomisai untuk terapi radiasi saja
atau dengan cisplatin konkomitan dan postradiasi cisplatin dan 5 FU. Penelitian

20

ini dihentikan awal apabila terdapat perbedaan signifikan pada survival 2 tahun
dengan pilihan kelompok kemoterapi (80% vs 55%). Apakah data ini relevan
untuk tipe endemik kanker nasofaring yang terjadi di Timur jauh dan daerah
Mediterania masih dicari.
KEMOTERAPI EMERGENSI
Kemoterapi emergensi dapat dibagi dalam ciri efek samping yang berat pada
toksisitas organ spesifik.(tabel 98-8, 98-9)
Nausea, vomiting, dan diare intraktabel kurang umum dengan adanya
antiemetik dan anti diare modern masih terjadi pada beberapa penderita. Dehidrasi
dan gangguan elektrolit dapat terjadi, dan penderita memerlukan rawat inap untuk
pemberian antiemetik dan cairan intravena. Mukositis berat dapat segera dirawat
untuk diberi narkotik parenteral dan hidrasi.
Kebanyakan obat kemoterapi, sering menyebabkan granulositopeni dan
trombositopeni. Meskipun granulositopeni sendiri tidak memerlukan rawat inap,
infeksi yang ditandai demam, menggigil, atau tanda atau gejala spesifik,
memerlukan perawatan dirumah sakit segera pada keadaan netropeni. Kultur
darah, urin, cairan khusus lain harus dilakukan, antibiotik broadspektrum,
antipseudomonas harus diberikan secara cepat. Antibiotik harus diteruskan sampai
demam, netropeni, infeksi menghilang. Granulosit colony stimulating factor
memegang peranan penting dalam mencegah infeksi pada pengobatan yang
agresif, tetapi tidak dapat menolong apabila awalnya merupakan demam yang
disebabkan netropeni. Pada penderita yang mendapat methotreksat , khususnya
apabila mendapat dosis tinggi, pemberian awal leukovorin mungkin dapat
menolong, sebab dapat membalik aktivitas methotreksat.
Trombositopeni merupakan keadaan kegawatan , khususnya apabila platelet
jumlahnya kurang dari 20.000/ml, yang dapat menyebabkan perdarahan spontan.
Penderita ini diberi tranfusi trombosit sampai jumlahnya menjadi normal.
Penderita ini perlu dirawat di rumah sakit untuk perdarahannya atau untuk tranfusi
trombosit.
Kegagalan ginjal akut dapat terjadi pada pemberian dosis tinggi metotreksat
dan cisplatin. Penderita yang mendapat cisplatin juga dapat mengalami kehilangan

21

elektrolit. Keadaan ini memerlukan perawatan di rumah sakit untuk mendapat


pengobatan dari onkologis dan nefrologis.
Reaksi alergi, khususnya paclitaxel atau bleomisin, dapat berat dan
memerlukan obat antihistamin, steroid dan penunjang lainnya. Bocor atau
ekstravasasi obat seperti vinkristin atau doksorubisin dapat menyebabkan nekrosis
pada kulit dan memerlukan perhatian segera.
Tabel 98-8 Komplikasi kemoterapi
Komplikasi

Penatalaksanaan

Nausea/vomiting

Antiemetik, cairan, relaksasi, penunjang

Diare

Obati infeksi, antidiare

Alopesia

None versus scarf, turban, wig

Mukositis

Perawatan mulut, narkotik

Mielosupresi
Netropeni

GMCSF, antibiotik iv, rawat inap bila demam

Trombositopeni

Tranfusi trombosit <20/ml, perdarahan<50/ml

Anemia

Obati perdarahan, eritopoeitin, tranfusi

Nefrotoksisitis

Hidrasi, penunjang , dialisis

Kehilangan elektrolit

Penggantian

Neurotoksisitas

Hanya suportif

Reaksi alergi

Antihistamin, steroid, epinefrin

Toksik paru

Suportif, steroid, obati penyebab

Hepatotoksisitas

Hanya suportif

Tabel 98-9. Emergensi hubungannya dengan kemoterapi


Emergensi

Tanda/gejala

Pengobatan

Netripeni/demam

demam, menggigil, tanda

Rawat inap, antibotik,

infeksi, jumlah netrofil<500

GM-CSF.

Trombositopeni

jumlah platelet <20, petikie

Tranfusi, cari sumber

/perdarahan

cenderung mudah perdarahan

perdarahan, hindari
aspirin dan NSAID

22

Reaksi alergi
Ekstravasasi

gatal, bintik merah,stridor,

antihistamin, steroid,

hipotensi.

epinefrin.

kemerahan, bengkak, nyeri

epinefrin subkutan,
hyaluronidase.

Overdosis

ketergantungan obat

suportif, antidotum
bila ada.

PANDANGAN BARU
Penyelidikan kemoterapi untuk kanker kepala dan leher mempunyai alasan
yang kuat dan perlu untuk diteruskan oleh karena hasil yang dicapai pada
pengobatan standar tidak memadai. Penelitian obat yang mempunyai efek
sistemik lebih aktif terhadap kanker kepala dan leher difokuskan pada
pengembangan obat tunggal aktif baru dan kemungkinan interaksi dengan obat
lainnya. Obat dengan mekanisme baru juga dikembangkan. Obat berdasar terapi
molekuler masih beberapa tahun dari keberhasilan, tetapi memegang peran
penting di masa mendatang. Integrasi dari obat kemopreventif pada pengobatan
multispesialis pada penderita ini hanya baru dimulai. Untuk mencapai tujuan
perbaikan kontrol tumor secara lokal atau sistemik, interaksi yang erat antara ahli
bedah, ahli radiologi, dan onkolog medis, dan spesialis penunjang rehabilitasi
sangat diperlukan. Diharapkan penyelidikan laboratorium dapat bekerja dengan
klinikus untuk mengetahui mekanisme penyakit dan memberikan informasi yang
dapat mengidentifikasi pengobatan baru.

23

Anda mungkin juga menyukai