Anda di halaman 1dari 8

BAB II

Sejarah Keperawatan Islam

Keperawatan dalam Islam diyakini sejak tegaknya Islam

Zaman Nabi Adam, A.S

Sebagaimana dalam Al qur’an Allah berfirman :

Dari firman Allah tersebut dapat disimpulkan


bahwa terjadi awal mulanya konsep perawatan jenazah. [ QS. Al Maidah (6) : 31]

Zaman Nabi Ayub AS

Ketika nabi Ayub terkena penyakit kulit, istrinya bernama Siti Rahmah selalu merawat suaminya
siang dan malam, untuk memenuhi kebutuhan nutrisi nabi ayub AS Siti Rahmah menukar
gulungan rambut dengan empat potong roti. Setelah itu Siti Rahmah berkata : wahai Tuhanku
sesungguhnya perlakuanku ini hanya karena taatku kepada suamiku dan untuk memberikan
makan kepada nabi-Mu, maka telah saya jual gulungan rambutku. Nabi Ayub berdoa kepada
Allah agar penyakitnya di berikan kesembuhan. Firman Allah : [QS. Shaad (38) : 41].

Zaman Nabi Isa as

"( Ingatlah, ketika Allah menyatakan : " Hai Isa putra Maryam, ingatlah nikmat-Ku kepadamu
dan kepada Ibumu diwaktu Aku menguatkan kamu dengan ruhul Qudus. Kamu dapat berbicara
dengan manusia diwaktu masih dalam buaian dan sesuadah dewasa; dan ( ingatlah ) diwaktu
Aku mengajar kamu menulis, hikmah, Taurat dan Injil, dan ( Ingatlah pula ) diwaktu kamu
membentuk dari tanah ( suatu bentuk ) yang berupa burung dengan izin-Ku, kemudian kamu
meniup padanya, lalu bentuk itu menjadi burung ( yang sebenarnya ) dengan se izin-Ku. Dan
( ingatlah ) waktu kamu menyembuhkan orang yang buta sejak dalam kandungan ibu dan
yang berpenyakit sopak dengan seizin-Ku, dan ( ingatlah) diwaktu kamu mengeluarkan orang
mati dari kubur ( menjadi hidup ) dengan seizin-Ku, dan ( ingatlah ) diwaktu Aku menghalangi
bani Israil ( dari keinmginan mereka membunuh kamu ) dikala kamu mengemukakan kepada
mereka keterangan-keterangan yang nyata, lalu orang-orang kafir diantara mereka berkata: "
Ini tidak lain melainkan sihir yang nyata " [QS. Al-Maidah (5) : 110]

Zaman nabi Muhammad SAW

Pada saat nabi Muhammad SAW menyiarkan agama Allah, banyak kaum wanita menarik suami
untuk ikut berjuang dan berperang dan para wanita tersebut mengikuti perjalanan, selama
perjalanan mereka tekun dalam memberikan pertolongan serta pengobatan kepada pasukan yang
terkena luka dan sakit dalam peperangan. Adapun wanita yang berbai’at kepada Rasullah adalah:

Rubiyi binti Mu’awidz

Rubiyi adalah seorang sahabat wanita yang ikut serta meriwayatkan hadist dari Rasullah . Peran
Rubiyi dalam peperangan dapat diketahui dari riwayat Imam Bukhori, Nasai dan abu Muslim Al
Kajji yaitu bertugas memberi minum kepada mereka yang berperang, melayani mereka,
mengobati yang terluka,serta membawa orang-orang yang gugur ke madinah

Umu Sinan Al-Aslamiyah

Umu Sinan adalah seorang mujahid wanita yang agung ia datang kepada Rasulullah ketika beliau
hendak keluar ke Khaibar, lalu ia berkata : “ ya Rasulullah, bolehkah aku ikut keluar bersamamu
dalam perjalanan mu ini ? Aku akan menuangkan air minum dan mengobati orang yang sakit dan
terluka, Rasulullah mengizinkan umu sinan ikut serta dalam penaklukan khaibar “( Al-Wagidi
dalam Al Maghazi : 687, dan At Thabaqat 8 : 214 )

Umu Ziyad Al Asyja-iyah

Umu Ziyad Al Asyjaiyah seorang, pejuang wanita yang tangguh, umu tersebut dengan izin
rasulullah ikut dalam penaklukan khaibar, bertugas untuk mengobati orang-orang yang terluka,
menyiapkan makan dan minum.

Ku’aibah binti Sa’ad

Adalah seorang wanita yang cerdas, aktifitasnya tidak terbatas perannya pada waktu perang,
bahkan ia mengobati orang yang sakit pada saat kapan saja, ia telah dibuatkan ruang khusus di
masjid untuk mengobati orang-orang yang sakit atau terluka (Thabaqat ibnu Sa’ad 8 : 213).
Ku’aibah sebagai orang yang merintis jalan dalam dunia pengobatan dan kedokteran yang diberi
gelas tokoh dan pakar medis

Umayah binti Qais Al Ghifariyah

Umayah bersama kelompok wanita bani Ghifar datang kepada rasulullah : ingin ikut berperang
bersama ke khaibar, kami ingin mengobati orang-orang yang terluka dan membantu kaum
muslimin sesuai dengan bidang dan kemampuan kami

Rufaidah Al-Anshariyah

Seorang wanita dari kabilah Asdam yang biasa mengobati orang-orang terluka yang tidak
memiliki perawat ia mengobati orang-orang terluka di kemahnya, di sebagian ruang masjid
nabawi.

Dalam kitab kumpulan syair Al-Ilyadzah Al islamiyah, penyair Ahmad Muharram menulis
tentang Rufaidah :

“Wahai Rufaidah, ajarkanlah kasih sayang kepada manusia dan tambahkan ketinggian
harkat kaummu, ambillah orang yang terluka, dan sayangilah, berkelilinglah di sekitarnya
dari waktu ke waktu bila orang-orang tidur mendengkur maka janganlah engkau tidur
demi mendengar rintihan orang yang sakit

Bumi terus berputar, tahun pun silih berganti, namun kemah Rufaidah di Masjid Nabawi tetap
menjadi contoh yang harum dalam pelayanan kesehatan pada permulaan Islam.

Dari risalah tersebut diatas menunjukkan bahwa Islam telah mengajarkan tentang keperawatan
yang memberikan pelayanan komprehensip baik bio-psiko-sosio-kultural maupun spiritual yang
ditujukan kepada individu maupun masyarakat. Pelayanan keperawatan berupa bantuan kepada
orang-orang yang membutuhkan.

Keperawatan dalam Islam merupakan manifestasi dari fungsi manusia sebagai khalifah dan
hamba Allah dalam melaksanakan kemanusiaanya, menolong manusia lain yang mempunyai
masalah kesehatan dan memenuhi kebutuhan dasarnya baik aktual maupun potensial .
Permasalahan klien dengan segala keunikannya tersebut harus dihadapi dengan pendekatan
silaturrahmi (interpersonal) dengan sebaik-baiknya didasari dengan iman, ilmu dan amal serta
memiliki kemampuan berdakwah amar ma’ruf nahi munkar. ( Harif Fadilah, 2006 )

Rufaidah binti Sa’ad memiliki nama lengkap Rufaidah binti Sa’ad Al Bani Aslam Al-khazraj
yang tinggal di Madinah, dia lahir di Yathrib dan termasuk kaum Ansar yaitu suau golongan yang
pertama kali menganut Islam di Madinah. Ayahnya seorang dokter dan dia mempelajari ilmu
keperaatan saat membantu ayahnya. Dan saat kota Madinah berkembang Rufaidah mengabdikan
dirinya merawat kaum Muslimin yang sakit dan membangun tenda di luar Masjid Nabawi saat
dalam keadaan damai. Dan saat perang Badar, Uhud, khandaq, dia menjadi sukarelawan dan
merawat korban yang terluka akibat perang. Dia juga mendirikan Rumah Sakit lapangan
sehingga terkenal saat perang dan Rasulullah SAW pun memerintahkan agar para korban yang
terluka di bantu oleh dia . Rufaidah juga melatih beberapa kelompok wanita untuk menjadi
perawat dan dalam perang Khibar mereka meminta ijin kepada rasul untuk ikut di garis belakang
pertempuran untuk merawat mereka yang terluka dan rasulpun mengijinkannya.

Inilah dimulainya awal mula dunia medis dan dunia keperawatan. Rufaidah juga
memberikan perhatian terhadap aktifitas masyarakat, kepada anak yatim, penderita gangguan
jiwa , beliau mempunyai kepribadian yang luhur dan empati, sehingga memberikan pelayanan
keperawatan kepada pasiennya dengan baik dan teliti. Sentuhan sisi kemanusiaan ini penting
bagi seorang perawat ( nurse ), sehingga sisi tehnologi dan sisi kemanusiaan ( human touch ) jadi
seimbang.

Masa penyebaran Islam (The Islamic Period) 570 – 632 M

Pada masa ini keperawatan sejalan dengan perang kaum muslimin/jihad ( holy war ). Pada masa
ini dokumen tentang keperawatan sedikit ditemukan. Hanya ada sitem kedokteran yang
mengobati pasien dengan datang ke rumah pasien lalu memberikan resep. Hanya sedikit sekali
literature tentang perawat, namun dalam periode ini dikenal seorang perawat yang bersama Nabi
Muhammad SAW telah melakukan peran keperawatan yaitu Rufaidah binti Sa’ad/Rufaidah Al-
Asamiya.

Masa Setelah Nabi (Post –Prophetic Era) 632 – 1000 M

Masa ini setelah nabi wafat, pada masa ini lebih di dominasi oleh kedokteran dan mulai muncul
tokoh2 Islam dalam dunia kedokteran seperti Ibnu Sinna ( Avicenna ), Abu bakar ibnu Zakariya
Ar-Razi ( Ar-Razi ), bahkan Ar-Razi sendiri menulis dua karangang tentang ” The Reason why
some persons and common people leave a physician even if he is clever “. Di masa ini ada
perawat diberi nama “Al Asiyah” dari kata Aasa yang berarti mengobati luka, dengan tugas
utama memberikan makanan, memberikan obat, dan rehidrasi.
Masa Pertengahan (Masa Late to Middle Ages) 1000 – 1500 M

Dimasa ini negara-negara Arab membangun rumah Sakit dengan baik, dan mengenalkan
perawatan orang sakit. Ada gambaran unik di RS yang tersebar dalam peradaban Islam dan
banyak dianut rumah sakit modern saat ini, yaitu pemisahan anatar ruang pasien laki-laki dan
wanita; serta perawat wanita merawat pasien wanita dan perawat laki-laki, hanya merawat pasien
laki-laki.

Masa Modern (Early Leaders in Nursing’s Development) 1500 M-sekarang

Pada masa ini datang perawat asing dari Eropa, Amerika, Australia, India, dan Philipina yang
masuk dan bekerja di rumah sakit di negara-negara Timur Tengah. Bahkan dokumen tentang
keperawatan di Arab, sampai tahun 1950 jarang sekali.
Dimasa ini ada seorang perawat Timur Tengah bernama Lutfiyyah Al-Khateeb, seorang perawat
bidan Saudi pertama yang mendapatkan Diploma Keperawatan di Kairo dan kembali ke
negaranya, dan di tahun 1960 dia membangun Institusi Keperawatan di Arab Saudi.

Selama ini pula perawat Indonesia khususnya lebih mengenal Florence Nightingale sebagai
tokoh keperawatan, yang mungkin saja lebih dikarenakan konsep keperawatan modern yang
mengadopsi litelature barat. Florence Nightingale adalah pelopor perawat modern. Ia dikenali
dengan nama The Lady With The Lamp dalam bahasa Inggris yang berarti “Sang Wanita dengan
Lampu”. Nama depannya, Florence merujuk kepada kota kelahirannya, Firenze dalam bahasa
Italia atau Florence dalam bahasa Inggris.
Kegiatan pelayanan keperawatan berkualiatas telah dimulai sejak seorang perawat muslim
pertama yaitu Siti Rufaidah pada jaman Nabi Muhammad S.A.W, yang selalu berusaha
memberikan pelayanan terbaiknya bagi yang membutuhkan tanpa membedakan apakah kliennya
kaya atau miskin. Ada pula yang mengenal sebagai Rufaidah binti Sa’ad/Rufaidah Al-Asalmiya
dimana dalam beberapa catatan publikasi menyebutkan Rufaidah Al-Asalmiya, yang memulai
praktek keperawatan dimasa Nabi Muhammad SAW adalah perawat pertama muslim. Sementara
sejarah perawat di Eropa dan Amerika mengenal Florence Nightingale sebagai pelopor
keperawatan modern, Negara di timur tengah memberikan status ini kepada Rufaidah, seorang
perawat muslim. Talenta perjuangan dan kepahlawanan Rufaidah secara verbal diteruskan turun
temurun dari generasi ke generasi di perawat Islam khususnya di Arab Saudi dan diteruskan ke
generasi modern perawat di Saudi dan Timur Tengah.

Rufaidah adalah seorang pemimpin, organisatoris, mampu memobilisasi dan memotivasi orang
lain.
Rufaidah binti Sa’ad memiiki nama lengkap Rufaidah binti Sa’ad Al Bani Aslam Al Khazraj
yang tinggal di Madinah. Dia lahir di Yathrib dan termasuk kaum Ansar. Ayahnya merupakan
seorang dokter, dan ia memelajari ilmu keperawatan saat bekerja membantu ayahnya.
Ketika kota Madinah berkembang, Rufaidah mengabdikan diri merawat kaum muslim yang sakit
dan membangun tenda di luar Mesjid Nabawi saat damai (ketika tidak sedang perang).
Dan ketika perang Badr, Uhud, Khandaq dan perang Khaibar, dia menjadi sukarelawan dan
merawat korban yang terluka akibat perang. Juga mendirikan rumah sakit lapangan sehingga
terkenal saat perang. Nabi Muhammad sendiri memerintahkan korban yang terluka dirawat
olehnya.

Rufaidah juga melatih beberapa kelompok wanita untuk menjadi perawat, dan dalam perang
Khaibr mereka meminta izin Nabi Muhammad S.A.W., untuk ikut di baris belakang pertempuran
untuk merawat mereka yang terluka, dan Rasulullah mengizinkannya.

Kontribusi Rufaidah tidak hanya merawat mereka yang terluka akibat perang. Namun juga
terlibat dalam aktivitas sosial di komuniti. Dia memberikan perhatian kepada setiap muslim,
miskin, anak yatim, bahkan penderita cacat mental.

Rufaidah juga digambarkan sebagai pemimpin dan pencetus Sekolah Keperawatan pertama di
dunia Islam. Dia juga merupakan penyokong advokasi pencegahan penyakit (preventive care)
dan menyebarkan pentingnya penyuluhan (health education).

Sejarah Islam juga mencatat beberapa nama yang bekerjasama dengan Rufaidah, seperti:

 Ummu Ammara

 Aminah
 Ummu Ayman

 Safiyat

 Ummu Sulaiman

 Hindun

Ada juga beberapa muslim yang terkenal sebagai perawat adalah:

 Ku’ayibat

 Aminah binti Abi Qays Al Ghifari

 Ummu Atiyah Al Ansariyat

 Nusaibat binti Ka’ab Al Maziniyat

Ummu Ammara dikenal juga sebagai Nusaibat binti Ka’ab bin Maziniyat. Dia adalah ibu dari
Abdullah dan Habi, anak dari Bani Zayd bin Asim. Nusaibat dibantu suami dan anaknya dalam
bidang keperawatan. Dia berpartisipasi dalam Perjanjian Aqabat dan Perjanjian Ridhwan juga
andil dalam Perang Uhud dan perang melawan Musailamah di Yamamah bersama anak dan
suaminya. Dia terluka 12 kali, tangannya terputus dan dia meninggal dengan luka-lukanya. Dia
juga terlibat dalam Perang Uhud, merawat korban yang terluka dan menyuplai air juga
digambarkan berperang menggunakan pedang untuk membela Nabi.

Dalam bidang lain, tersebutlah nama Asy-Syifa’ binti Al-Harits. Asy-Syifa’ termasuk wanita
cerdas yang dikenal sebagai guru dalam membaca dan menulis serta ahli ruqyah (pengobatan)
sebelum datangnya Islam. Sesudah memeluk Islam, dia tetap memberikan pengajaran kepada
kaum perempuan. Oleh karena itu, dia disebut sebagai guru (ulama) wanita pertama dalam Islam.
Di antara muridnya bernama Hafshah binti Umar bin Khattab. Kesibukan mengurus suami dan
mendidik seorang anak tidak membuat Asy-Syifa’ lupa untuk menuntut ilmu hadis kepada
Rasulullah, kemudian menyebarkannya sembari menyelipkan nasehat-nasehat bagi umat Islam.
Bahkan, Khalifah Umar bin Khattab sering meminta pendapat Asy-Syifa’ tentang urusan agama
dan dunia.

Lain Asy-Syifa’ lain Ummu Hani’. Selain pandai berdiplomasi, Ummu Hani’ binti Abi Thalib
Al-Hasyimiyyah kesohor sebagai penunggang unta yang hebat, periwayat dan pengajar hadis
hingga akhir hidupnya. Ummu Hani’ mengerti betul tugasnya selaku istri yang mengagungkan
hak-hak suami dan mengasuh keempat anaknya. Baginya, mengurus mereka membutuhkan
perhatian yang menyita waktu banyak. Karena itu, dia tak ingin menyia-nyiakan satu pun dari
keduanya, hingga dia mendapatkan pujian yang begitu mulia dari Rasulullah sebagai perempuan
penyayang keluarga. Pada saat yang sama, Ummu Hani’ pun tidak lupa berperan di tengah
masyarakat.

Jasa Hafshah binti Umar bin Khattab juga tidak boleh diremehkan. Dia memiliki keberanian,
kepribadian kuat dan ucapannya tegas. Kelebihan lainnya berupa kepandaian dalam membaca
dan menulis, padahal ketika itu kemampuan tersebut belum lazim dimiliki kaum perempuan.
Bahkan, dia satu-satunya istri Rasulullah yang pandai membaca dan menulis. Atas dasar hal
tersebut, Hafshah sebagai orang yang pertama kali diperintahkan oleh khalifah Abu Bakar Siddiq
untuk mengumpulkan tulisan ayat-ayat Al-Quran yang masih berserakan di banyak tempat pada
lembaran kulit, tulang dan pelepah kurma sekaligus menyimpan dan memeliharanya. Mushaf asli
Al-Quran itu berada di rumah Hafshah hingga dia meninggal dunia.

Ketika Rasulullah mengalami rintangan dan gangguan dari kaum kafir Quraisy, maka Khadijah
Binti Khuwailid selalu berada di sampingnya untuk menenangkan sekaligus menyenangkan
hatinya yang gundah. Khadijah juga mendukung perjuangan suaminya dengan sepenuh jiwa raga
dan menyerahkan seluruh harta benda yang dimilikinya. Sebagai pebisnis muslimah sukses yang
dermawan, wanita terbaik di dunia ini memang setia, taat dan sayang kepada suami dan anak-
anaknya. Khadijah selalu menyiapkan makanan, minuman dan segala keperluan Rasulullah serta
mendidik putra putrinya dengan teladan dan penuh kesadaran.

Kisah lebih heroik terjadi pada Ummu ‘Umarah. Ummu ‘Umarah bersama suami dan kedua
putranya ikut dalam Perang Uhud yang berlangsung dahsyat. Ketika pasukan kaum muslimin
tercerai berai, Ummu ‘Umarah justru mendekati Rasulullah, bermaksud melindungi di depannya
dengan menggunakan pedang. Namun, Ummu ‘Umarah beberapa kali terkena sabetan pedang
yaang ditebarkan pasukan musuh. Luka yang paling besar terdapat di pundaknya, karena ditikam
Ibnu Qami’ah, hingga dia harus mengobati luka itu setahun lamanya. Pada masa khalifah Abu
Bakar Siddiq, Ummu ‘Umarah juga ikut memerangi Musailamah Al-Kadzdzab yang mengaku
nabi. Di sinilah Ummu ‘Umarah terpotong tangannya dan kehilangan seorang putranya yang
terbunuh.

Anda mungkin juga menyukai