Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia arti kata ke*ab*sah*an (n) adalah sifat yang sah
atau kesahan.
Sementara arti kata sah adalah:
Penyelenggaraan rekam medis merupakan kewajiban dari sarana pelayanan kesehatan seperti
rumah sakit, klinik dan sebagainya. Karena itu maka sarana pelayanan kesehatan harus
memfasilitasi penyelenggaraan rekam medis (PMK 269/2008 tentang Rekam Medis Ps 7).
Ditinjuan dari aspek hukum, (tulisan ini hanya membatasi pada aspek hukum rekam medis di
rumah sakit), ada dua hal yang perlu diperhatikan pada penyelenggaraan rekam medis yaitu:
1. Keabsahan catatan/dokumen rekam medis
2. Kerahasiaan rekam medis.
Menurut PMK 269/2008 tentang Rekam Medis Ps 1 ay (1) yang dimaksud dengan Rekam Medis
adalah: berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan,
pengobatan, tindakan dan pelayanan lainnya yang telah diberikan kepada pasien,
Catatan adalah tulisan yang dibuat dokter tentang segala tindakan yang dilakukan kepada pasien
dalam rangka pemberian pelayanan kesehatan. Sementara yang dimaksud dengan dokumen
adalah catatan dokter dan atau tenaga kesehatan tertentu, laporan hasil pemeriksaan penunjang,
catatan observasi dan pengobatan harian dan semua rekaman, baik berupa foto radiologi, gambar
pencitraan (imaging) dan rekaman elektro diagnostik. (Pasal 1 ayat (6) dan (7))
Ada dua jenis rekam medis, yaitu rekam medis yang dibuat secara tertulis (konvensional) atau
secara elektronik.
Ketentuan bentuk format dan cara penulisan pada catatan/dokumen rekam medis terdapat pada
tata naskah yang ada pada masing-masing rumah sakit. Tata naskah adalah pengelolaan
informasi tertulis yang meliputi pengaturan jenis, format, logo, penyiapan, pengamanan,
pengesahan, distribusi, dan penyimpanan naskah dinas, serta media yang digunakan dalam
kedinasan.
Tata naskah rumah sakit diantaranya memuat: bentuk format, logo dan petunjuk penulisan,
penandatangan pada catatan dan atau dokumen rekam medis yang harus dibuat oleh dokter atau
tenaga kesehatan tertentu, dan hal lain yang berhubungan dengan tata cara penulisan.Keabsahan
bentuk fisik dari berkas rekam medis dapat ditelusuri dari tata naskah yang berlaku di rumah
sakit tersebut. Apabila tidak sesuai dengan format dalam tata naskah yang ada, maka dapat
dipastikan bahwa berkas tersebut bukanlah berkas yang sah yang berlaku di rumah sakit tersebut.
Isi Catatan/dokumen dalam Rekam Medis.
Isi catatan/dokumen pada rekam medis adalah catatan yang harus dibuat oleh dokter atau tenaga
kesehatan lainnya pada saat memberikan pelayanan (PMK No 269/2008 tentang Rekam Medis
Pasal 5 ayat (1), (2) dan (3). Catatan hasil pelayanan harus dibuat segera dan dilengkapi setelah
pasien menerima pelayanan (Pasal 5 ayat (2))
Catatan rekam medis adalah catatan/tulisan yang dibuat dokter yang memberikan pelayanan
kedokteran, tentang segala pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan rencana penanganan
selanjutnya terhadap pasien. Ketentuan tentang catatan/dokumen apa saja yang perlu ditulis
dokter atau tenaga kesehatan tertentu tertuang dalam Pedoman/Panduan tentang
Penyelenggaraan Rekam Medis di rumah sakit tersebut.
Catatan pada rekam medis sebaiknya berisi:
Subjective: keluhan pasien saat ini (berdasarkan wawancara/anamnesa: baik autoanamnesa atau
aloanamnesa).
Objective: hasil pemeriksaan fisik termasuk pemeriksaan tanda-tanda vital, skala nyeri dan hasil
pemeriksaan penunjang pasien saat ini.
Assesment : penilaian keadaan berisi diagnosis kerja, diagnosis diferensial atau problem pasien,
yang didapatkan dari menggabungkan penilaian subyektif dan obyektif.
Plant: rencana untuk menegakan diagnosis, rencana terapi (tindakan, diet, obat-obat yang akan
diberikan), rencana monitoring, misalnya pengukuran tensi, nadi, suhu, pengukuran
keseimbangan cairan, pengukuran skala nyeri dan rencana pendidikan, misalnya apa yang harus
dilakukan, makanan apa yang boleh dan tidak, bagaimana posisi dan sebagainya.
Catatan yang dibuat oleh dokter pemberi pelayanan harus segera dilengkapi setelah pasien
menerima pelayanan, termasuk pendokumentasian hasil pemeriksaan penunjang, tindakan dan
pelayanan lainnya (Pasal 5 ayat (2) dan (3)).
Isi catatan/dokumen rekam medis merupakan tanggungjawab dari dokter atau tenaga kesehatan
tertentu yang membuatnya (Pasal 6). Untuk menjamin bahwa catatan/dokumen rekam medis
tersebut benar-benar dilakukan oleh dokter atau tenaga kesehatan tertentu, maka pada tiap
catatan harus dibubuhi tandatangan, nama jelas dan jam dilakukan pelayanan (Pasal 5 ayat (3)),
dan apabila terdapat kesalahan, maka dapat dilakukan perbaikan dengan cara: mencoret tetapi
tidak menghilangkan catatan yang dibetulkan dan dibubuhi paraf dokter atau tenaga kesehatan
tertentu yang besangkutan (Pasal 5 ayat (6))
Keabsahan dari isi catatan/dokumen rekam medis merupakan jaminan bahwa isi
catatan/dokumen tersebut memang sesuai dengan pelayanan yang diberikan kepada pasien oleh
pemberi pelayanan pada saat atau segera setelah dilakukan pelayanan, dan bukan catatan yang
dibuat beberapa waktu kemudian setelah pemberian pelayanan, (misalnya bukan ditambahkan
pada saat terjadi sengketa medis)
Pemberi Pelayanan.
PMK 269/2008 tentang Rekam Medis Ps 5 ay (4): setiap pencatatan kedalam rekam medis harus
dibubuhi nama, waktu dan tandatangan dokter, dokter gigi atau tenaga kesehatan tertentu yang
memberi pelayanan kesehatan secara langsung. Yang dimaksud dengan tandatangan pada
catatan tersebut adalah tanda tangan basah dari dokter atau tenaga kesehatan tertentu yang
memberikan pelayanan kepada pasien.
Setiap pembuat catatan/dokumen pada catatan/dokumen rekam medis sebaiknya juga sebagai
pemberi pelayanan. Tetapi ada kalanya pembuat catatan/dokumen berbeda dengan pemberi
pelayanan (biasanya pada rumah sakit pendidikan), dalam hal ini tetap catatan/dokumen tersebut
harus dimintakan tandatangan dan nama jelas dari dokter penanggungjawab pelayanan.
Keabsahan pembuat catatan bisa ditelusuri dari tanda tangan basah pembuat catatan /dokumen
rekam medis, jika tidak ada tandatangan basah pembuat catatan/dokumen rekam medis, maka
keabsahan catatan/dokumen rekam medis tidak bisa dipertangguingjawabkan.
Dengan demikian maka untuk membuktikan keabsahan dari catatan/dokumen rekam medis pada
penyelenggaraan rekam medis konvensional dapat ditelusuri dari tanda tangan basah dokter atau
tenaga kesehatan tertentu pada setiap catatan/dokumen rekam medis yang dibuatnya.
Demikian pula pada penyelenggaraan rekam medis elektronik (RME), keabsahan dibuktikan
dengan adanya tandatangan elektronik (TTE).
Kamus Besar Bahasa Indonesia dan kamus hukum tidak mendifinisikan tanda tangan secara
tegas. Pengertian dan makna hukum dari tandatangan dapat dilihat pada KUHPerdata yang
menyebutkan bahwa surat yang diakui adalah surat yang bertanda tangan, karena surat
diperlukan untuk pembuktian. Surat yang tidak bertanda tangan, tidak diakui dalam KUHPdt,
karena 'tidak dapat diketahui' siapa penulisnya.
Surat/catatan yang bertanda-tangan disebut 'akta', jadi akta adalah surat/tulisan mengenai
hubungan hukum yang diberi tandatangan, yang memuat peristiwa yang menjadi dasar dari pada
suatu hal atau perikatan, yang sejak semula sengaja dibuat dengan tujuan akan dijadikan sebagai
alat bukti.
Dalam hukum pembuktian acara perdata pemuatan tanda tangan dijadikan sebagai suatu
persyaratan mutlak agar surat tersebut dapat dijadikan sebagai alat bukti (Yahya Harahap (2001:
544). Suatu akta baru dapat dikatakan sebagai akta otentik jika suatu tulisan itu memang sengaja
dibuat untuk dijadikan bukti tentang suatu peristiwa yang ditandatangani, dengan demikian
unsur-unsur penting untuk suatu akta ialah kesengajaan untuk menciptakan suatu bukti tertulis
dan penandatanganan tulisan itu. (Subekti (1977: 89)
Tandatangan sebagai pemberi ciri atau mengindividualisir sebuah akta, karena itu nama atau
tandatangan yang ditulis dengan huruf balok tidaklah cukup, karena tidak tampak ciri-ciri atau
sifat-sifat dari si pembuat surat. Penanda-tangan adalah orang yang membubuhkan tandatangan,
sehingga membubuhkan paraf, (singkatan tandatangan) saja tidaklah cukup, sementara nama
harus ditulis tangan oleh si penanda-tangan sendiri. (Soedikno Mertokusumo (1998: 142))
Menurut PMK No 269/2008 tentang rekam Medis Pasal 13 ayat (1b): rekam medis dapat
dijadikan sebagai alat bukti dalam proses penegakan hukum, disiplin kedokteran dan kedokteran
gigi dan
penegakan etika kedokteran dan etika kedokteran gigi. Karena itu keberadaan tandatangan pada
catatan/dokumen rekam medis menjadi sangat penting, untuk membuktikan bahwa
catatan/dokumen rekam medis tersebut sah dan sebagai barang bukti pada pembuktian hukum.
Seperti halnya rekam medis konvensional, rekam medis elektronik (RME) pun ditandai dengan
tangan elektronik (UU No 11/ 2008 tentang ITE Pasal 1 ayat (12)). Tandatangan elektronik
(TTE) adalah tanda tangan yang terdiri atas Informasi Elektronik yang dilekatkan, terasosiasi
atau terkait dengan Informasi Elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan
autentikasi.
UU No 11/ 2008 tentang ITE Pasal 11:
(1) Tanda Tangan Elektronik memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah selama
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
data pembuatan Tanda Tangan Elektronik terkait hanya kepada Penanda Tangan;
data pembuatan Tanda Tangan Elektronik pada saat proses penandatanganan elektronik hanya
berada dalam kuasa Penanda Tangan;
segala perubahan terhadap Tanda Tangan Elektronik yang terjadi setelah waktu
penandatanganan dapat diketahui segala perubahan terhadap Informasi Elektronik yang terkait
dengan Tanda Tangan Elektronik tersebut setelah waktu penandatanganan dapat diketahui;
terdapat cara tertentu yang dipakai untuk mengidentifikasi siapa Penandatangannya
terdapat cara tertentu untuk menunjukkan bahwa Penanda Tangan telah memberikan persetujuan
terhadap Informasi Elektronik yang terkait.
Fungsi TTE pada RME
Keamanan TTE
Setiap Orang yang terlibat dalam TTE berkewajiban memberikan pengamanan atas TTE yang
digunakannya, meliputi : (UU ITE Ps 12 ay (1))
Sistem tidak dapat diakses oleh orang lain yang tidak berhak;
Menerapkan prinsip kehati-hatian untuk menghindari penggunaan secara tidak sah
Penanda-tanganan tanpa menunda-nunda, menggunakan cara yang dianjurkan oleh
penyelenggara TTE
Segera memberitahukan kepada pihak pendukung layanan TTE jika: ada pembobolan TTE atau
dicurigai dapat menimbulkan risiko terjadinya pembobolan,
Mengapa Perlu Keabsahan Berkas Rekam Medis ?
Rekam medis adalah bukti dari suatu perbuatan hukum (tindakan kedokteran - PMK No
290/2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran Ps 1 ayat (3)), yang timbul sebagai akibat
dari adanya hubungan hukum (perjanjian terapeutik) antara para subjek hukum (dokter dan
pasien). Akibat adanya hubungan hukum, maka timbulah hak dan kewajiban dari para pihak.
Kewajiban dokter adalah memberikan pelayanan yang baik dan semaksimal mungkin, sesuai
kompetensinya, standar pelayanan medis dan standar prosedur yang berlaku, dan bukti
kewajiban tersebut dibuat dalam catatan/dokumen rekam medis. (Kewajiban bagi dokter untuk
membuat rekam medis: PMK No 269/2008 tentang Rekam Medis Pasal 5 ayat (1)).
Rekam medis merupakan bukti, bahwa dokter/tenaga kesehatan tertentu telah melakukan
kewajibannya dalam menjalankan pelayanan kesehatan kepada pasien, oleh karena itulah maka
rekam medis dapat dijadikan sebagai barang bukti dalam proses penegakan hukum, disiplin
kedokteran dan kedokteran gigi dan penegakan etika kedokteran dan etika kedokteran gigi.
Jika terjadi sengketa medik antara dokter dengan pasien berupa dugaan malpraktik medis, maka
yang terlebih dahulu harus ditelusur: apakah ada hubungan hukum antara dokter dengan pasien
(Praktik kedokteran diselenggarakan berdasarkan pada kesepakatan antara dokter atau dokter
gigi dengan pasien - UU no 29/2004 tentang Praktik Kedokteran, Pasal 39), dan untuk
menentukan hubungan hukum antara dokter dan pasien dapat ditelusur dari pencatatan pada
rekam medis pasien, karena itu keabsahan berkas rekam medis menjadi sangat penting,
Selanjutnya lihat Memahami Malpraktik Medis
Keabsahan catatan/dokumen rekam medis harus dapat menghindari upaya untuk pengisian
catatan/dokumen rekam medis setelah timbulnya sengketa. Karena berbeda dengan EMR dimana
penambahan atau perubahan pada catatan/dokumen medis dapat diketahui tanggal dan waktunya.