Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Umum Variabel penelitian (teori dasar atau teori khusus yang berhubungan
dengan topik yang dibahas, riset penelitian sebelumnya/state of art)
2.2. Kerangka Teori
2.3. Kerangka Konsep
2.4. Hipoptesis Penelitian (bila ada)
2.5. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif (Uraian atau Dibuat dalam bentuk tabel)

2.1 Rekam medis

2.1.1. Pengertian rekam medis

Dalam pelayanan kesehatan terutama yang dilakukan para dokter di rumah sakit

peranan catatan rekam medis sangat penting dan melekat dengan kegiatan pelayanan,

sehingga ada ungkapan bahwa rekam medis adalah orang ketiga pada saat dokter

menerima pasien (Hanafiah dan Amir, 1997). Hal ini dapat dipahami karena catatan

tersebut akan berguna untuk merekam keadaan pasien, hasil pemeriksaan serta

tindakan pengobatan yang diberikan pada waktu itu. Catatan atau rekaman ini

menjadi sangat berguna untuk mengingatkan kembali dokter akan keadaan hasil

pemeriksaan dan pengobatan yang telah diberikan bila pasien datang kembali untuk

berobat ulang setelah beberapa hari, beberapa bulan bahkan beberapa tahun

kemudian. Dengan adanya rekam medis, maka dokter bisa mengingat atau mengenali

keadaan pasien waktu diperiksa sehingga lebih mudah melanjutkan strategi

pengobatan dan perawatannya.

Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

749a/Menkes/Per/XII/1989 rekam medis diartikan sebagai berkas yang berisikan


catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan

pelayanan yang lain kepada pasien baik untuk rawat jalan maupun rawat inap. Rekam

medis merupakan catatan kronologis yang tidak disangsikan kebenarannya

Pengadilan dapat diyakinkan bahwa rekam medis tidak dapat disangkal kebenarannya

dan dapat dipercaya, karena keseluruhan atau sebagian informasinya dapat dijadikan

sebagai permulaan dasar pembuktian jika terjadi gugatan. Rekam medis yang

informatif seyogyanya memuat data yang jelas, terstruktur dan akurat dari segala

yang telah diobservasi, dikaji pada penderita dan diambil tindakan pada penderita

yang bersangkutan.

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan nomor 749a/Permenkes/1989 dinyatakan bahwa

rekam medis harus berisi tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan dan

tindakan yang dilakukan terhadap pasien. Dokumen rekam medis harus dapat

dimanfaatkan untuk kepentingan komunikasi, informasi, administrasi, legal, finansial,

riset, edukasi serta statistik kesehatan yang biasa disingkat dengan CI ALFREDS

(comunication, information, administration, legal, financial, research, education,

statistic). Kegunaan rekam medis secara umum menurut Departemen Kesehatan

(1997) adalah :

a) Sebagai alat komunikasi antar dokter dengan tenaga ahli lainnya yang ikut

ambil bagian di dalam memberikan pelayanan, pengobatan dan perawatan

kepada pasien.

b) Sebagai dasar untuk merencanakan pengobatan/ perawatan yang harus


diberikan pada seorang pasien.

c) Sebagai bukti tertulis atas segala tindakan pelayanan, perkembangan

penyakit dan pengobatan selama pasien berkunjung/ dirawat di rumah sakit.

d) Sebagai bahan yang berguna untuk analisa, penelitian dan evaluasi terhadap

kualitas pelayanan yang diberikan kepada pasien.

e) Melindungi kepentingan hukum bagi pasien, rumah sakit maupun dokter

dan tenaga kesehatan lainnya.

f) Menyediakan data-data khusus untuk keperluan penelitian dan pendidikan.

g) Sebagai dasar di dalam perhitungan biaya pembayaran pelayanan medis


pasien.

h) Menjadi ingatan yang harus di dokumentasikan serta bahan pertanggung

jawaban dan laporan.

Undang-Undang RI Nomor: 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran yang

dikeluarkan tanggal 6 Oktober 2004 mulai diberlakukan tanggal 6 Oktober 2005.

Sosialisasi mengenai undang-undang ini telah ada kalau dilihat di media-media baik

umum maupun media khusus seperti majalah kedokteran, maupun oleh IDI atau

Fakultas Kedokteran. Dampak pemberlakuan Undang-Undang ini mestinya akan

menguntungkan juga bagi rumah sakit antara lain pembatasan pemberian izin praktek

hanya di 3 tempat sehingga diharapkan para dokter dapat lebih banyak waktunya di

satu sarana pelayanan kesehatan. Disamping itu pada pasal 46 dinyatakan tentang

kewajiban membuat rekam medis oleh dokter dan dokter gigi.Pada pasal 79

dinyatakan bahwa bagi setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja tidak
membuat rekam medis seperti yang dimaksud pada pasal 46, dipidana dengan pidana

kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp.50.000.000.00

(lima puluh juta rupiah).

2.1.2 Rekam medis rawat inap

Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

749a/Menkes/Per/XII/1989 tentang rekam medis, disebutkan bahwa rekam medis

yang lengkap harus berisi keterangan mengenai rawat jalan dan rawat inap pasien.

Pada pasal 16 dijelaskan bahwa rekam medis rawat inap sekurang-kurangnya

memuat: identitas pasien, anamnesis, riwayat penyakit, hasil pemeriksaan

laboratorium, diagnosis, persetujuan tindakan medis, tindakan pengobatan, catatan

perawatan, catatan observasi klinis dan hasil pengobatan, resume akhir perawatan

pasien, evaluasi pengobatan dan perawatan. Selain itu harus tercantum secara jelas

nama dan tanda tangan petugas yang memberikan pelayanan.

Rekam medis dasar untuk pasien rawat inap terdiri dari lembaran-lembaran umum

dan lembaran-lembaran khusus. Menurut Depkes (1991), lembaran-lembaran umum

misalnya : (1) ringkasan masuk dan keluar ; (2) anamnesa dan pemeriksaan fisik ; (3)

lembaran grafik ; (4) perjalanan penyakit, perintah dokter dan pengobatan ;

(5) catatan perawat bidan/ asuhan keperawatan ; (6) hasil pemeriksaan laboratorium/

rontgen (7) ; resume keluar

Lembaran khusus misalnya : (1) lembaran kontrol istimewa ; (2) laporan operasi ; (3)

laporan anesthesia ; (4) riwayat kehamilan; (5) catatatan/ laporan persalinan, (6)
Identifikasi bayi.

Rekam medis rawat inap yang diberlakukan di RS HAM berdasarkan keputusan

Direktur RS HAM tentang Penggunaan Buku Pedoman Rekam Medis RS HAM

terdiri dari dua kategori yaitu lembaran rekam medis dasar dan lembaran

khusus lainnya yang menyangkut hasil pemeriksaan dan tindakan medis

spesialistik/subspesialistik sebagai berikut: Lembaran Dasar terdiri dari (1) lembaran

surat perintah rawat ; (2) surat persetujuan dirawat (SPD) ; (3) lembaran catatan

identitas/sosial pasien ; (4) anamnese dan pemeriksaan fisik ; (5) lembaran catatan

nosokomial dan grafik suhu,tensi dan pernafasan; (6) ringkasan masuk ; (7) instruksi

dokter ;(8) lembaran catatan perjalanan penyakit ; (9) lembaran-lembaran

penempelan hasil penunjang ; (10) lembaran untuk tempelan surat rujukan; (11)

catatan harian makanan dan obat; (12) lembaran konsultasi; (13) resume keluar; (14)

lembaran asuhan keperawatan dan Lembaran Khusus lainnya yang antara lain terdiri

dari (1) informed consent; (2) pemeriksaan jasmani; (3) lembaran gambaran khusus;

(4) lembaran laporan anesthesi; (5) laporan pembedahan; (6) laporan catatan

persalinan.

2.1.3. Kelengkapan dan mutu rekam medis

Pelayanan rekam medis merupakan bagian dari program pengendalian mutu rumah

sakit (Depkes, 1994) dan merupakan salah satu pelayanan yang dinilai dalam

akreditasi rumah sakit. Jika dikaitkan dengan kualitas mutu maka rekam medis

mempunyai hubungan yang sangat erat. Kualitas pelayanan medis sangat erat
hubungannya dengan data rekam medis. Kualitas pelayanan medis yang dimaksud

antara lain pelayanan medis bagi pasien rawat inap, karena kualitasnya dapat diukur

dengan data rekam medis. Mutu pelayanan rumah sakit bukan hanya dituntut oleh

pasien tetapi juga oleh pihak lain diantaranya adalah pemberi jasa kesehatan,

pembayar atau pihak ketiga dalam hal ini asuransi/ penjamin, manajemen rumah

sakit, masyarakat, pemerintah serta ikatan profesi.

Rekam medis yang berkualitas berarti rekam medis tersebut berisi data yang lengkap,

sehingga dapat diolah menjadi informasi, sehingga memungkinkan dilakukannya

evaluasi obyektif terhadap kinerja pelayanan kesehatan dan dapat menjadi basis

pendidikan, penelitian dan pengembangan. Arti dari pernyataan di atas adalah bahwa

sebuah rekam medis yang bermutu, selalu terisi lengkap data, dan mampu diolah

menjadi informasi yang bermanfaat. Menurut Depkes (1997) setiap tindakan/

konsultasi yang dilakukan terhadap pasien, selambat-lambatnya dalam waktu 1 x 24

jam harus ditulis dalam lembaran rekam medis, standar pengembalian rekam medis

pasien pulang rawat maksimal 2 x 24 jam. Dari indikator kelengkapan rekam medis,

seseorang dapat menilai kualitas suatu pelayanan kesehatan. Rumah sakit yang

memberikan pelayanan yang berkualitas tentu akan memiliki kinerja rekam medis

yang berkualitas pula.

Rekam medis yang bermutu diperlukan untuk persiapan evaluasi/ audit medis

terhadap pelayanan medis yang dilakukan dengan penelaahan secara retrospektif

terhadap rekam medis. Mutu rekam medis yang baik memenuhi indikator-indikator

seperti : (1) kelengkapan isinya ; (2) keakuratan isinya ; (3) tepat waktu dan (4)
pemenuhan aspek persyaratan hukum. Tinggi rendahnya mutu rekam medis sangat

dipengaruhi oleh faktor-faktor sumber daya rumah sakit antara lain tenaga, sarana,

teknologi, pembiayaan yang digunakan.

Guna memperoleh kualitas rekam medis yang optimal perlu dilakukan analisis rekam

medis dengan cara melihat rekam medis yang dihasilkan oleh staf medis dan

paramedis serta hasil-hasil pemeriksaan dari unit penunjang sehingga kebenaran

penempatan diagnosa dan kelengkapan rekam medis dapat dipertanggungjawabkan

dengan demikian rumah sakit maupun staf medis dapat terhindar dari gugatan mal

praktik. Menurut Depkes (1997) dalam menganalisa mutu rekam medis digunakan

dua cara yaitu analisa kuantitas (jumlah/kelengkapan) dan analisa kualitas (mutu).

Analisa kuantitatif ditujukan kepada jumlah lembaran-lembaran rekam medis sesuai

dengan lamanya perawatan meliputi kelengkapan lembaran medis, paramedis dan

penunjang sesuai prosedur yang ditetapkan. Analisa kualitatifditujukankepada mutu

setiap berkas rekam medis. Menurut (Huffman, 1994) ada tiga jenis analisis dokumen

informasi rekam medis, yaitu analisis kuantitatif, analisis kualitatif dan analisis

statistik. Analisis kuantitatif dilakukan untuk mengidentifikasi catatan medis yang

tidak lengkap, misalnya tidak ditemukannya laporan patologi jaringan yang telah

dikeluarkan pada waktu operasi. Komponen dasar dalam analisis kuantitatif rekam

medis mencakup (1) mengkoreksi identifikasi pasien pada setiap formulir misalnya

nama dan nomor rekam medis, (2) ketersediaan semua laporan yang perlu misalnya

riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, catatan kemajuan, (3) otentifikasi bisa berupa
tanda tangan, stempel yang hanya dipegang oleh pemiliknya atau kode akses

komputer (PIN), dan (4) pencatatan yang baik. Analisis kualitatif untuk

mengidentifikasi dokumentasi yang tidak konsisten atau tidak akurat, misalnya pada

waktu analisis kualitatif ditemukan bahwa sebuah komplikasi belum tercatat, atau

item yang seharusnya dituliskan pada kolom kanan lembaran catatan telah diisi pada

kolom kiri. Analisis statistik mencakup peringkasan data dari catatan medis untuk

pengambilan keputusan administratif dan klinis.

Dengan bertambah tingginya kecerdasan masyarakat dan kemungkinan timbulnya

tuntutan-tuntutan, maka nilai berkas rekam medis pasien kian bertambah penting.

Karena dapat dipakai sebagai bahan bukti baik oleh dokternya, perawatnya maupun

rumah sakit. Berkas rekam medis adalah milik rumah sakit dan harus disimpan

dengan baik, sehingga apabila dikemudian hari timbul tuntutan maka rumah sakit

dapat mempergunakan rekam medis sebagai bukti yang terpenting dalam rekam

medis adalah pengisiannya yang harus dilakukan secara lengkap dan langsung pada

waktunya dan tidak ditunda-tunda. Dilihat dari segi hukum, maka rekam medis jika

diisi dengan baik, benar, lengkap dan tepat pada waktunya akan memberikan

gambaran yang jelas tentang apa apa yang telah dilakukan dan juga akan merupakan

bukti yang kuat di depan pengadilan (Guwandi, 1991)

Tanggungjawab utama tentang kelengkapan pengisian rekam medis terletak pada

dokter yang merawat. Tanpa memperdulikan ada atau tidaknya bantuan yang

diberikan kepadanya dalam melengkapi rekam medis dari staf lain di rumah sakit.

Dia mengemban tanggungjawab terakhir akan kelengkapan dan kebenaran isi rekam
medis (Samil, 1994). Namun demikian catatan yang dibuat perawat juga dapat

dipakai sebagai bukti di depan pengadilan. Karena dari catatan tersebut dapat

terungkap apa yang sebenarnya telah terjadi dan apa yang telah dilakukan dan apa

yang merupakan penyebabnya, sehingga semuanya dapat dipergunakan sebagai

pelengkap bahan pembuktian. Seseorang yang lalai dari tanggungjawabnya

(wanprestasi) dapat digugat di depan hakim, dikatakan lalai apabila tidak memenuhi

kewajibannya atau memenuhi tetapi tidak seperti yang dijanjikan.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

749a/Menkes/Per/XII/1989 tentang rekam medis disebut bahwa :

1. Setiap sarana pelayanan kesehatan yang melakukan pelayanan rawat jalan

maupun rawat inap wajib membuat rekam medis.

2. Rekam medis dibuat oleh dokter dan atau tenaga kesehatan lain yang memberi

pelayanan langsung kepada pasien.

3. Rekam medis harus dibuat segera dan dilengkapi seluruhnya setelah pasien

mendapat pelayanan.

4. Setiap pencatatan kedalam rekam medis harus dibubuhi nama dan tanda tangan

petugas yang memberikan pelayanan atau tindakan.

5. Penghapusan tulisan dengan cara apapun tidak dibenarkan.

6. Pembetulan kesalahan catatan dilakukan pada tulisan yang salah dan diberi

paraf oleh petugas yang bersangkutan.

7. Rekam medis harus disimpan oleh petugas yang ditunjuk oleh pimpinan sarana

pelayanan kesehatan.
8. Rekam medis dapat dipakai sebagai bahan pembuktian dalam perkara hukum.

. Rumah sakit memiliki fungsi utama untuk memberikan perawatan dan

pengobatan yang sempurna kepada pasien rawat inap, rawat jalan maupun pasien

gawat darurat. Pimpinan rumah sakit bertanggung jawab akan mutu pelayanan medis

di rumah sakit yang diberikan kepada semua pasien. Direktur Rumah Sakit dapat

membentuk Komite Catatan Medis Rumah Sakit yang bertugas merencanakan,

membuat model-model rekam medis, kemudian mempelajari, mengubah atau sama

sekali menghilangkannya jika tidak sesuai lagi dengan penggunaannya. Rekam medis

sangat penting dalam mengemban mutu pelayanan medis yang diberikan rumah sakit

beserta staf medisnya (Samil, 1994).

Rumah sakit mempunyai tugas menentukan standar dan kebijakan pelayanan

termasuk standar pelayanan rekam medis (Depkes, 1994). Jenis formulir rekam

medis rawat inap, petugas yang bertanggung jawab terhadap kelengkapan pengisian

rekam medis dan waktu pengembaliannya diatur dalam standar pelayanan rekam

medis. Selain itu rumah sakit harus melengkapi pimpinan, staf, fasilitas, peralatan dan

biaya yang memadai agar dapat mengelola rekam medis dengan baik. Agar standar

yang ditetapkan dapat dijalankan sampai pada tingkat pelaksana maka harus

dilakukan sosialisasi.

Rumah sakit juga bertanggung jawab untuk memelihara suasana yang kondusif agar

terselenggara proses penyelenggaraan rekam medis yang optimal. Sehingga terdapat

rekam medis yang sesuai dengan kebutuhan, terdapat tempat pengelolaan rekam

medis yang memadai, terdapat mekanisme kontrol untuk memantau kinerja rekam
medis, dan terdapat system yang jelas dalam hubungan pengisi dengan pengelola

rekam medis.

2.2. Perilaku

Perilaku dipandang dari segi biologis adalah suatu kegiatan atau aktifitas organisme

yang bersangkutan. Perilaku manusia pada hakekatnya adalah suatu aktifitas dari

pada manusia itu sendiri. Secara lebih operasiol perilaku dapat diartikan suatu respon

organisme atau seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar subyek tersebut

(Notoatmodjo, 1993).

Menurut Notoatmodjo (2003), terbentuknya suatu perilaku baru pada orang dewasa

dimulai dari kawasan kognitif, dalam arti si subjek tahu terlebih dahulu terhadap

stimulus yang berupa materi atau objek diluarnya sehingga menimbulkan respons

dalam bentuk sikap, kemudian akan menimbulkan respons yang lebih jauh dalam

bentuk perilaku.

Green dan Marshall (2005) menjelaskan bahwa perilaku itu dilatarbelakangi atau

dipengaruhi oleh tiga faktor yakni : faktor-faktor predisposisi (predisposing factors),

faktor-faktor pendorong (reinforcing factors) dan faktor-faktor pendukung (enabling

factors). Masing-masing faktor memberikan pengaruh yang berbeda terhadap

perilaku.

Faktor predisposisi adalah faktor yang dapat mempermudah atau mempredisposisikan

terjadinya perilaku pada diri seseorang atau masyarakat. Beberapa komponen yang

termasuk faktor predisposisi yang berhubungan langsung dengan perilaku, antara lain
pengetahuan, sikap, kepercayaan, nilai-nilai, dan menyadari kemampuan dan

keperluan seseorang atau masyarakat terhadap apa yang


dilakukannya. Hal ini berkaitan dengan motivasi dari individu atau kelompok untuk

melakukan sesuatu tindakan (Green dan Marshall, 2005).

Faktor pendukung merupakan faktor yang sudah ada dan dapat memungkinkan

realisasi dari motivasi dan aspirasi seseorang. Termasuk didalamnya adalah

kemampuan pribadi, ketersediaan sarana dan prasarana dan peraturan- peraturan.

Faktor pendorong adalah konsekuensi dari determinan perilaku, dengan adanya

umpan balik (feed back) dan dukungan sosial. Dalam perencanaan pasien, sebagai

pendorong (reinforcement) adalah perawat pasien dan anggota keluarganya. Faktor

pendorong ini dapat positif atau negatif tergantung dari sikap dan perilaku orang

dalam lingkungannya. (Green dan Marshall, 2005).

Menurut Walgito (2003) perilaku manusia tidak dapat lepas dari keadaan individu itu

sendiri dan lingkungan dimana individu itu berada. Perilaku manusia itu didorong

oleh motif tertentu sehingga manusia itu berperilaku. Beberapa teori mengenai

perilaku dapat dikemukakan :

1. Teori Insting ; teori ini dikemukakan oleh McDougall yang menyatakan bahwa

perilaku itu disebabkan karena insting. Insting merupakan perilaku yang innate,

perilaku yang bawaan dan ini akan mengalami perubahan karena pengalaman.

2. Teori Dorongan (drive theory) ; teori ini bertitik tolak bahwa organisme itu

mempunyai dorongan-dorongan atau drive tertentu. Dorongan- dorongan ini

berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan organisme yang mendorong organisme


berperilaku. Bila organisme itu mempunyai kebutuhan, dan organisme ingin memenuhi

kebutuhannya maka akan terjadi ketegangan dalam diri organisme itu. Bila organisme

berperilaku dan dapat memenuhi kebutuhannya, maka akan terjadi pengurangan atau

reduksi dari dorongan-dorongan tersebut.

3. Teori Insentif (incentive theory) ; teori ini bertitik tolak pada pendapat bahwa

perilaku organisme itu disebabkan karena adanya insentif. Dengan insentif akan

mendorong organisme berbuat atau berperilaku.

4. Teori Atribusi ; teori ini ingin menjelaskan tentang sebab-sebab perilaku orang.

Apakah perilaku ini disebabkan oleh disposisi internal (misalnya motif, sikap

dsb) ataukah oleh keadaan eksternal. Teori ini dikemukakan oleh Frizt Heider.

5. Teori Kognitif ; apabila seseorang harus memilih perilaku mana yang mesti

dilakukan, maka pada umumnya yang bersangkutan akan memilih alternatif

perilaku yang akan membawa manfaat yang sebesar-besarnya bagi yang

bersangkutan.

2. Menurut Bandura (dalam Niven, 1994) bahwa perilaku dipelajari, melalui

modelling, visualisasi, pemantauan diri dan pelatihan keterampilan. Perilaku

ditentukan oleh harapan dan insentif.

Tim kerja dari WHO menganalisa bahwa yang menyebabkan seseorang itu

berperilaku tertentu adalah karena adanya 4 alasan pokok yakni :


1. Pemikiran dan perasaan (thoughts and feeling), yakni dalam bentuk

pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan-kepercayaan, dan penilaian- penilaian

seseorang terhadap obyek (dalam hal ini adalah obyek kesehatan).

a. Pengetahuan

Diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain.

b. Kepercayaan

Kepercayaan sering atau diperoleh dari orang tua, kakek atau nenek. Seseorang

menerima kepercayaan itu berdasarkan keyakinan dan tanpa adanya pembuktian

terlebih dahulu.

c. Sikap

Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap obyek. Sikap sering

diperoleh dari pengalaman sendiri atau dari orang lain yang paling dekat. Sikap

membuat seseorang mendekati atau menjauhi orang lain atau obyek lain.

2. Orang penting sebagai referensi.Perilaku orang lebih banyak dipengaruhi oleh

orang-orang yang dianggap penting. Apabila seseorang itu penting untuknya, maka

apa yang ia katakan atau perbuat cenderung untuk dicontoh.

3. Sumber-sumber daya (resources) sumber daya disini mencakup fasilitas-

fasilitas, uang, waktu, tenaga, dan sebagainya. Semua itu berpengaruh


terhadap perilaku seseorang atau kelompok masyarakat. Pengaruh sumber- sumber

daya terhadap perilaku dapat bersifat positif maupun negatif.

4. Perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai dan penggunaan sumber-sumber didalam

suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup (way of life) yang pada

umunya disebut kebudayaan. Kebudayaan ini terbentuk dalam waktu yang lama

sebagai akibat dari kehidupan suatu masyarakat bersama. Kebudayaan selalu berubah,

baik lambat ataupun cepat, sesuai dengan peradapan umat manusia.

Dalam buku Laporan hasil dan keputusan Kongres Nasional II PORMIKI,

Yogyakarta,1995 Dr. Amri Amir dan Sumarno dalam makalahnya yang berjudul

“Survey manajemen Rekam Medis dibeberapa Rumah Sakit di Medan“ menyatakan

bahwa pada umumnya dokter membuat resume pada rekam medis dengan

mengemukakan gejala, tindakan juga keadaan pasien pada saat keluar Rumah Sakit.

Akan tetapi sebagian belum mencantumkan diagnosa dan membubuhkan tanda

tangan. Hanya sebagian kecil Rumah Sakit yang membuat resume sebagaimana

mestinya.

Waruna (2003) dalam penelitiannya tentang rekam medis di Rumah Sakit Santa

Elisabeth Medan menemukan bahwa kelengkapan pengisian rekam medis di rumah

sakit tersebut secara rata-rata sebesar 78,6 %, padahal rekam medis sudah ada sejak

rumah sakit ini didirikan 70 tahun yang lalu. Usia, masa kerja dan waktu yang

tersedia di RS tidak mempengaruhi persentase rekam medis yang diisi oleh dokter.
Hariyanti (2004) dalam penelitiannya menyatakan bahwa kelengkapan rekam medis

di Rumah Sakit Islam Aisyiyah (RSIA) Malang selama tahun 2001 2002 rata rata

51,94%.

2.3 Landasan Teori

Landasan teori yang diambil adalah model perilaku menurut Green. Teori Green

menganalisa perilaku yang menyatakan bahwa perilaku ditentukan atau terbentuk dari

3 faktor yakni : (1) faktor-faktor predisposisi yaitu pengetahuan, sikap, kepercayaan,

keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya; (2) faktor-faktor pendukung yaitu lingkungan

fisik, tersedianya fasilitas-fasilitas dan sarana, peraturan-peraturan; dan

(3) faktor-faktor pendorong yaitu sikap dan perilaku petugas atau petugas lain yang

merupakan kelompok referensi. Dalam diagram teori Green ini digambarkan sebagai

berikut :
Faktor Predisposisi:
 Pengetahuan
 Sikap
 Kepercayaan Genetik
 Nilai
 Persepsi

Faktor Pendorong :
Sikap dan Perilaku dari Perilaku individu,
- Orang lain kelompok atau Tingkat
- Teman sebaya masyarakat Kesehatan
- Petugas lain
- Orang tua

Faktor Pendukung :
 Ketersediaan sarana Faktor – faktor
dan prasarana lingkungan :
 Rujukan  Fisik
 Peraturan-peraturan  Sosial
 Keterampilan  Ekonomi

Gambar 1 Diagram Teori Green

Adapun alasan peneliti memilih teori Green, karena dirasa sangat tepat untuk

menganalisa perilaku. Faktor-faktor yang menentukan suatu perilaku cukup beragam

dimana satu dengan yang lain saling mendukung sedang kebanyakan teori perilaku

yang lain hanya menganalisa perilaku dari satu sudut pandang saja seperti

menganalisa insting, dorongan, dan lain-lain.


2.4. Kerangka Konsep

Faktor Predisposisi
- Pengetahuan
- Sikap

Faktor Pendorong
- Dukungan petugas Pencatatan Rekam
lain Medis

Faktor Pendukung
- Fasilitas dan Sarana
- Peraturan - peraturan

Gambar 2 Kerangka Konsep


1.1. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah: ada pengaruh faktor predisposisi

(pengetahuan, sikap) dokter spesialis dan PPDS, faktor pendorong (dukungan petugas

lain) dan faktor pendukung (fasilitas dan sarana, peraturan-peraturan) terhadap

perilaku dokter dalam pencatatan rekam medis di RSUP H Adam Malik setelah

berlakunya Undang-undang RI no. 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran.

3.5.3. Definisi Operasional

a. Dokter adalah dokter yang memberikan pelayanan terhadap pasien di ruang

rawat inap SMF Bedah RSUP HAM pada tahun 2007.

b. Pendidikan adalah pendidikan terakhir sebelum bekerja di RSUP HAM.

c. Lama kerja adalah lamanya para dokter bekerja di RSUP HAM.

d. Pengetahuan adalah pemahaman dokter tentang rekam medis dan peraturan-

peraturan yang berkaitan dengan rekam medis.


e. Sikap adalah reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang

terhadap suatu stimulus atau objek; dalam penelitian ini adalah

respon yang masih tertutup dari para dokter tentang pencatatan

rekam medis.

f. Fasilitas dan sarana yang dimaksud adalah baik sarana fisik

maupun non fisik seperti gedung atau ruangan, maupun peralatan

lain serta kemungkinan untuk mendapatkan informasi yang

mendukung dalam pelaksanaan pencatatan rekam medis.

g. Dukungan petugas lain adalah adanya kerjasama dari teman

sejawat dokter dalam pelaksanaan pencatatan rekam medis.

h. Peraturan-peraturan adalah Undang-Undang RI Nomor 29 Tahun

2004 tentang Praktek Kedokteran, Peraturan Menteri Kesehatan

nomor 749a/Permenkes/1989 , Pedoman Rekam Medis RS HAM

serta Etika kedokteran Indonesia .

i. Pencatatan Rekam Medis adalah keadaan pencatatan di dalam

berkas rekam medis tentang data-data keadaan pasien, tindakan,

pengobatan dll yang menjadi tanggung jawab dokter yang

dilakukan kepada pasien rawat inap.

j. Pencatatan Rekam Medis dikatakan lengkap adalah apabila

keseluruhan indikator-indikator kelengkapan rekam medis


sebanyak 16 item yang ada pada daftar check list lengkap terisi.

k. Pencatatan Rekam Medis dikatakan tidak lengkap apabila dari 16

item yang ada pada daftar check list ada yang tidak diisi.

Anda mungkin juga menyukai