2. Tujuan sekunder
Tujuan sekuder rekam kesehatan ditujukan kepada hal yang berkaitan dengan lingkungan sePutar
pelayanan pasien yaitu untuk kepentingan edukasi, riset, peraturan dan pembuatan kebiiakan.
Adapun yang dikelompokkan dalam kegunaan sekunder adalah kegiatan yang tidak berhubungan
secara spesifik antara pasien dan tenaga kesehatan (Dick, Steen, dan Detmer 1991, hlm.76-77).
Edukasi
Mendokumentasikan pengalaman profesional di bidang kesehatanMeyiapkan sesi
pertemuan dan presentasiBahan pengajaran
Peraturan (regulasi)
Bukti pengajuan perkara ke pengadilan (litigasi)Membantu pemasaran pengawasan
(surveillance)Menilai kepatuhan sesuai standar pelayananSebagai dasar pemberian
akreditasi bagi profesional dan rumah sakitMembandingkan organisasi pelayanan kesehatan
Riset
Mengembangkan produk baruMelaksanakan riset klinisMenilai teknologiStudi keluaran
pasienStudi efektivitas serta analisis manfaat dan biaya pelayanan pasienMengidentifikasi
populasi yang berisikoMengembangkan registrasi dan basis/pangkalan data (data
base)Menilai manfaat dan biaya sistem rekaman
Pengambilan Kebijakan
Mengalokasikan sumber – sumberMelaksanakan rencana strategisMemonitor kesehatan
masyarakat
Industri
Melaksanakan riset dan pengembanganMerencanakan strategi pemasaran
Selain manfaat di atas, berdasarkan Permenkes No.269 tahun 2008 pada pasal 13 ayat 1,
rekam medis dapat dimanfaatkan sebagai dokumen yang berisi pemeliharaan dan pengobatan
pasien, sebagai alat bukti dalam proses penegakan hukum, disiplin dan etika kedokteran dan
kedokteran gigi, untuk kebutuhan pendidikan dan penelitian, sebagai dasar pembayaran atas
pelayanan kesehatan yang telah diberikan serta untuk statistik Kesehatan.
F. Isi Rekam Medis menurut PERMENKES Nomor 24 Tahun 2022 ttg Rekam Medis sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) paling sedikit terdiri atas:
1. identitas Pasien;
2. hasil pemeriksaan fisik dan penunjang;
3. diagnosis, pengobatan, dan rencana tindak lanjut pelayanan kesehatan; dan
4. d. nama dan tanda tangan Tenaga Kesehatan pemberi pelayanan kesehatan.
Isi rekam medis untuk pasien rawat jalan untuk sarana pelayanan kesehatan sekurang-
kurangnya memuat:
1. identitas pasien;
2. Tanggal dan waktu;
3. Hasil anamnese mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan riwayat penyakit;
4. Hasil pemeriksaan fisik
5. Diagnosis;
6. Rencana penatalaksanaan;
7. Pengobatan dan atau tindakan;
8. Pelayanan lain yang telah diberikan pada pasien;
9. Untuk pasien kasus gigi dilengkapi dengan odontogram klini; dan
10. Persetujuan tindakan bila diperlukan
Isi rekam medis untuk pasien rawat jalan dan perawatan satu hari untuk sarana pelayanan
kesehatan sekurang-kurangnya memuat:
1. identitas pasien;
2. Tanggal dan waktu;
3. Hasil anamnese mencakup se<< keluhan & riwayat penyakit;
4. Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medis;
5. Diagnosis;
6. Rencana penatalaksanaan;
7. Pengobatan dan atau tindakan;
8. Persetujuan tindakan bila diperlukan;
9. Catatan observasi klinis dan pengobatan;
10. Ringkasan pulang (discharge summary);
11. nama dan tanda tangan dokter dan dokter gigi dan tenaga kesehatan tertentu yang memberikan
pelayanan kesehatan;
12. Pelayanan lain yg.dilakukan o.tenaga kesehatan tertentu;
13. pasien kasus gigi dilengkapi dengan odontogram klinik.
Isi rekam medis untuk pasien rawat Gawat Darurat untuk sarana pelayanan kesehatan
sekurang-kurangnya memuat:
1. identitas pasien;
2. kondisi saat pasien tiba di saryankes
3. Identitas pengantar pasien
4. Tanggal dan waktu;
5. Hasil anamnese mencakup semua keluhan & riwayat penyakit;
6. Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik;
7. Diagnosis;
8. Pengobatan dan atau tindakan;
9. Ringkasan kondisi pasien seb.meninggalkan yan UGD dan rencana tindak lanjut
10. nama dan tanda tangan dokter dan dokter gigi dan tenaga kesehatan tertentu yang memberikan
pelayanan kesehatan
11. Sarana tramsportasi yang digunakan bagi pasien yang akan dipindahkan ke saryankes lain; dan
12. Pelayanan lain yang telah diberikan pada pasien;
Isi rekam medis untuk pasien dalam keadaan bencana sekurang-kurangnya memuat Sekurang-
kurangnya berisi:
1. Isi RM UGD +
2. Jenis bencana dan lokasi dimana pasien ditemukan;
3. Kategori kegawatan dan nomor pasien bencana masal;dan
4. Identitas yang menemukan pasien
G. Klasifikasi RM
1. Rekam Medis Konvensional
Rekam medis bukanlah suatu catatan ataupun rekaman dokumentasi semata. Rekam
medis merupakan suatu berkas data yang berisikan antara lain identitas pasien, anamnesis,
pemeriksaan fisik, diagnosis, dan segala tindakan yang telah dan akan dilakukan serta segala
informasi administratif lainnya.
Penting sekali untuk selalu memperhatikan prinsip pelayanan berkesinambungan
(continuity of care) dan selalu menjaga kejelasan dan kelengkapan dari suatu rekam medis.
Semua pengaturan mengenai rekam medis konvensional adalah seperti yang tertuang di dalam
Permenkes Nomor 269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medis.
Kewajiban penulisan dengan jelas dan lengkap sudah disebutkan dalam Permenkes ini.
Contoh kasus yang perlu diingat adalah kasus ‘Larrimore vs Homeopathic Hospital Association
of Delmore, 1962’.10 Kemudian mengenai pentingnya pembubuhan tanda tangan dan/atau paraf
ini, Hayt dan Hayt dengan tegas menyebutkan bahwa tanda tangan seorang dokter yang merawat
itu, sangatlah relevan jika kasus tersebut sampai di meja pengadilan.
Kemudian dalam proses pembetulan suatu catatan. Disinipun tanda tangan dan/atau paraf
sangatlah penting untuk dibubuhkan. Karena jika tidak dilakukan, dapat dianggap sebagai suatu
tindakan perusakan alat bukti, dan dalam hal ini, alat bukti yang dimaksud adalah rekam medis.1
Dan H.L. Hirsch, seperti dikutip oleh Guwandi, mengatakan bahwa lebih baik seseorang
dianggap telah melakukan kesalahan(error) dalam pencatatan daripada menghadapi tuduhan telah
melakukan tindakan pemalsuan ataupun pemanipulasian (penipuan) dari suatu isi rekam medis.
Jelaslah disini bahwa tindakan pembetulan yang dilakukan dengan benar, sangatlah penting.
Kerahasiaan dan keamanan data rekam medis konvensional, merupakan unsure penting
lainnya dari suatu rekam medis. Hal ini selain sudah disebutkan dalam Permenkes ini, juga telah
disebutkan sebagai salah satu kewajiban rumah sakit dalam Pasal 29 ayat (1) poin m dan Pasal 32
poin i Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
Sedangkan mengenai manfaat rekam medis, juga secara jelas telah tertuang dalam Pasal
13 ayat (1) Permenkes ini. Rekam medis konvensional ini, disisi lain mempunyai beberapa
kelemahan. Yang pertama adalah berhubungan dengan manajemen dan penyimpanan rekam
medis, dimana membutuhkan ruang, waktu dan biaya yang terus bertambah.
Kelemahan kedua berhubungan dengan tidak dapat terbacanya tulisan seorang dokter
atau dokter gigi. Hal ini selain mengakibatkan dapat terjadinya ketidakefisiensian pelayanan
kesehatan, juga dapat mengakibatkan suatu kejadian yang fatal, yaitu sebagai contoh dapat
terjadinya suatu kesalahan pemberian jenis ataupun dosis obat.
2. Rekam Medis Elektronik
Electronic Medical Record (EMR) adalah sebuah sistem yang berisi riwayat kesehatan
dan penyakit pasien, hasil tes diagnostik, data-data medis yang lain dan informasi biaya
perawatan. EMR akan meningkatkan pelayanan kesehatan oleh pemberi pelayanan dalam
perawatan pasien, tetapi pengelola pelayanan kesehatan harus mengeluarkan biaya yang cukup
tinggi untuk menyediakan sistem tekhnologi informasi untuk menggunakan EMR. Implementasi
ini tidak dapat terjadi dengan tiba-tiba tetapi membutuhkan waktu yang cukup lama.
Implementasi EMR merupakan sebuah proses dan proyek besar dari sistem tekhnologi informasi
karena penuh dengan tantangan pengelola tidak selalu dapat menerima tantangan dan mengatur
dengan efektif dan kritis agar dapat melakukan perubahan sistem informasi dan tekhnologi baru.
Pada akhirnya tekhnologi informasi elektronik yang baru diharapkan dapat meningkatkan provasi
dan confidentiality. EMR sudah digunakan di berbagai rumah sakit di dunia sebagai pengganti
atau pelengkap rekam kesehatan berbentuk kertas. Di Indonesia dikenal dengan Rekam Medis
Electronik (RME). Sejak berkembangya E-Health, EMR menjadi pusat informasi dalam sistem
informasi rumah sakit, (Katherine Kerpen, 2004).
idealnya sebuah rekam medis berisi data riwayat kesehatan pasien dari mulai ia lahir
hingga saat ini. Namun karena sistem yang ada di Indonesia sekarang ini terkait informasi
kesehatan belum terintegrasi dan belum didukung sepenuhnya oleh Teknologi Informasi, maka
data-data pasien tersebut terpisah-pisah dan terbagi tergantung pada tempat dimana ia
mendapatkan pelayanan kesehatan pertama kali. Jadi seandainya seorang pasien jatuh sakit di
kota lain, maka dia akan dibuatkan rekam medis baru oleh rumah sakit dimana ia berobat dan
riwayat kesehatannya akan diulang ditanyakan oleh dokter, syukurlah jika ia masih mampu diajak
berbicara, tetapi seandainya tidak?. Melihat pentingnya sebuah rekam medis, maka sudah saatnya
semua rumah sakit di Indonesia membangun Rekam Medis Elektronik (RME) dan akan lebih
berdaya guna jika semua rekam medis itu terkoneksi didalam jaringan komputer seluruh rumah
sakit di Indonesia. Sebenarnya Rekam Medis Elektronik (RME) bukan merupakan wacana baru
bagi penyelenggara pelayanan kesehatan seperti rumah sakit.
Beberapa rumah sakit bahkan berani menyatakan telah mengimplementasikan RME di
dalam manajemennya. Bagi rumah sakit yang belum memiliki RME umumnya berargumentasi
sudah berkeinginan untuk memiliki RME tetapi masih terbentur beberapa kendala organisasi
seperti: biaya, budaya kerja, teknis dan sumber daya. Pada dasarnya RME adalah penggunaan
perangkat teknologi informasi untuk pengumpulan, penyimpanan, pengolahan serta peng-akses-
an data yang tersimpan pada rekam medis pasien di rumah sakit dalam suatu sistem manajemen
basis data yang menghimpun berbagai sumber data medis. Bahkan beberapa rumah sakit modern
telah menggabungkan RME dengan aplikasi Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS)
yang merupakan aplikasi induk yang tidak hanya berisi RME tetapi sudah ditambah dengan fitur-
fitur seperti administrasi, billing, dokumentasi keperawatan, pelaporan dan dashboard score card.
RME juga dapat diartikan sebagai lingkungan aplikasi yang tersusun atas penyimpanan data
klinis, sistem pendukung keputusan klinis, standarisasi istilah medis, entry data terkomputerisasi,
serta dokumentasi medis dan farmasi.
RME juga bermanfaat bagi paramedis untuk mendokumentasikan, memonitor, dan
mengelola pelayanan kesehatan yang diberikan pada pasien di rumah sakit. Secara hukum data
dalam RME merupakan rekaman legal dari pelayanan yang telah diberikan pada pasien dan
rumah sakit memiliki hak untuk menyimpan data tersebut. Menjadi tidak legal, bila oknum di
rumah sakit menyalah gunakan data tersebut untuk kepentingan tertentu yang tidak berhubungan
dengan pelayanan kesehatan pasien. Rekam Medis Elektronik (RME) berbeda dengan Rekam
Kesehatan Elektronik (RKE). RKE merupakan kumpulan dari RME pasien yang ada di masing-
masing rumah sakit (pusat pelayanan kesehatan). RKE dapat diakses dan dimiliki oleh pasien
serta datanya bisa digunakan di pusat pelayanan kesehatan lain untuk keperluan perawatan
berikutnya. RKE baru bisa terwujud jika sudah.
Rekam Medis Elektronik (EMR) adalah aplikasi yang akan membantu dalam merekam
data klinis secara elektronik, membuat keputusan, menempatkan dan menerima pesanan,
membuat permintaan ke apotek, merekam hasil rontgen dan laboratorium, dan juga
mendokumentasikan kegiatan klinis. Sistem EMR dapat digunakan di sebagian besar pengaturan
klinis yang mencakup praktik pribadi dokter, fasilitas keperawatan, dan rawat jalan, rawat inap,
trauma, pengaturan perawatan intensif dan terkelola. Sistem EMR membutuhkan penggunaan
sistem komputer bersama dengan jaringan. Jaringan akan memastikan transfer dan penyimpanan
informasi kesehatan. Masyarakat Sistem Informasi dan Manajemen Kesehatan (HIMSS) telah
merencanakan penerapan dan penggunaan sistem EMR di Amerika Serikat dalam 7 tahap. Saat
ini pelaksanaan ESDM berada pada tahap 2 dan tahap 3. Pada tahap 6, sekitar 100% rumah sakit
akan ditanggung. Pada tahap 7, akan dibangun jaringan regional dan nasional yang akan
mengintegrasikan semua sistem ESDM dan memastikannya.
Teknologi rekam medis yang diterapkan dalam dunia kesehatan terus berubah seiring dengan
perkembangan zaman. Saat ini, kesehatan telah menerapkan teknologi rekam medis berbasis digital.
Namun ketika pertama kali muncul, rekam medis dibuat secara manual pada lembaran-lembaran kertas.
Lalu bagaimana perkembangan rekam medis di berbagai negara?
Pada tahun 1970an, pemerintah Amerika mulai menggunakan aplikasi komputer di rumah sakit dan
lembaga-lembaga pemerintahan. Namun pada waktu itu, aplikasi yang digunakan hanya mencatat
penagihan dan penjadwalan secara umum. Sebagai upaya untuk menciptakan efisiensi dan mengurangi
kesalahan medis serta meningkatkan integrasi catatan kesehatan, pada tahun 1988 pemerintah Amerika
melakukan investasi besar-besaran untuk pengembangan teknologi rekam medis elektronik. Total dana
yang dikeluarkan pemerintah waktu itu mencapai $1.02 miliar.
Pada tahun 2004, Presiden Amerika saat itu, George W Bush berkomitmen untuk menyediakan sistem
rekam medis elektronik bagi warga masyarakat yang dapat didapatkan pada fasilitas pelayanan kesehatan
umum. Dengan teknologi rekam medis elektronik, kualitas perawatan kesehatan masyarakat dihadapkan
dapat meningkat. Penggunaan rekam medis elektronik juga bertujuan untuk mencegah kesalahan medis,
mengurangi dokumen kertas, serta meningkatkan efisiensi administrasi dan kualitas perawatan kesehatan.
Dengan berbagai manfaat yang ditawarkan, pengembangan teknologi rekam medis mendapat respon
positif dari masyarakat dan tenaga medis. Dari tahun 2001 hingga 2011, jumlah dokter yang
menggunakan sistem rekam medis elektronik mengalami peningkatan tajam dari yang awalnya 18% saja
menjadi 57%. Rekam medis elektronik terus mengalami peningkatan pada tahun 2013, 72% dokter
menggunakan tablet mereka untuk mengakses platform telemedis elektronik.
Saat ini, catatan rekam medis di Amerika hampir tidak menggunakan kertas sama sekali. Dengan
teknologi rekam medis yang diterapkan, catatan pasien menjadi lebih mudah diakses. Dokter dapat
mengakses seluruh catatan medis pasien yang dibutuhkan dalam mendukung proses diagnosis dan
pengambilan keputusan perawatan selama proses pemeriksaan.
Pada tahun 2016, rekam medis elektronik mulai diterapkan pada rumah sakit swasta. Sistem rekam medis
tersebut mampu menghubungkan berbagai data pasien mulai dari data demografis, prosedur, diagnosis,
obat, alergi, hasil laboratorium, radiologi, imunisasi, pemeriksaan khusus, rujukan, dan sebagainya.
Hingga tahun 2018, lebih dari catatan medis 860.000 warga Hongkong sudah tercatat secara digital.
Saat ini, setidaknya terdapat 78 Rumah Sakit yang telah menggunakan teknologi rekam medis
elektronik. Namun, mayoritas masih belum menggunakannya secara penuh. Beberapa catatan
medis pasien masih menggunakan catatan kertas. Dalam rangka menyambut digitalisasi Industri
4.0 di Indonesia, semua rumah sakit BUMN ditargetkan dapat menerapkan sistem rekam medis
elektronik.
Rumah sakit dapat memanfaatkan AVIAT SIREM untuk mendukung digitalisasi rekam medis. AVIAT
SIREM dilengkapi dengan berbagai fitur yang memudahkan untuk menambah data pasien, pengguna
aplikasi (petugas medis dan kesehatan) dan pengelolaan data pribadi. Proses pengelolaan rekam medis
dapat dijalankan dengan lebih cepat dibandingkan saat masih menggunakan rekam medis catatan manual.
Di Indonesia penggunaan inovasi RME boleh dikatakan masih berjalan ditempat. Beberapa alasan
mengapa RME tidak berkembang cepat adalah:
1. Banyak pihak yang mencurigai bahwa rekam medis elektronik tidak memiliki payung hukum
yang jelas, khususnya berkaitan dengan penjaminan agar data yang tersimpan terlindungi
terhadap unsur privacy, confidentiality maupun keamanan informasi secara umum. Secara teknis,
teknologi enkripsi termasuk berbagai penanda biometrik (misal: sidik jari) akan lebih protektif
melindungi data daripada tandatangan biasa. Tetapi masalahnya bukan pada hal-hal teknis
melainkan pada aspek legalitas. Pertanyaan yang sering muncul adalah: sejauhmanakah rumah
sakit mampu memberikan perlindungan terhadap keamanan data pasien dari tangan orang-orang
yang tidak bertanggungjawab?, sejauhmanakah keabsahan dokumen elektronik? Bagaimana jika
terjadi kesalahan dalam penulisan data medis pasien. Semua pertanyaan itu sering mengganggu
perkembangan RME. Untuk itu diperlukan regulasi dan legalitas yang jelas, namun sayangnya
pembuatan regulasi itu sendiri tidak dapat menandingi kecepatan kemajuan teknologi informasi.
Di beberapa negara bagian di AS, beberapa rumah sakit hanya mencetak rekam medis jika akan
dijadikan bukti hukum. Di Wan Fang Hospital, Taipei justru sebaliknya, rumah sakit selalu
menyimpan rekam medis tercetak yang harus ditandatangani oleh dokter sebagai hasil printout
dari RME pasien.
2. Tantangan berikutnya adalah alasan klasik seperti ketersediaan dana. Aspek finansial menjadi
persoalan penting karena rumah sakit harus menyiapkan infrastruktur Teknologi Informasi
(komputer, jaringan kabel maupun nir kabel, listrik, sistem pengamanan, konsultan, pelatihan dan
lain-lain). Rumah sakit biasanya memiliki anggaran terbatas, khususnya untuk teknologi
informasi.
3. RME tidak menjadi prioritas karena rumah sakit lebih mengutamakan sistem lain seperti sistem
penagihan elektronik (computerized billing system), sistem akuntansi, sistem penggajian dsb.
Rumah sakit beranggapan bahwa semua sistem itu lebih diutamakan karena dapat menjamin
manajemen keuangan rumah sakit yang cepat, transparan dan bertanggung jawab. RME bisa
dinomor duakan karena sistem pengolahan transaksi untuk fungsi pelayanan medis masih dapat
dilakukan secara manual. Tidak ada kasir rumah sakit yang menolak pendapat bahwa komputer
mampu memberikan pelayanan penagihan lebih cepat dan efektif dibanding sistem manual.
Sebaliknya, berapa banyak dokter dan perawat yang percaya bahwa pekerjaan mereka akan
menjadi lebih cepat, lebih mudah dan lebih aman dengan adanya komputer?
2. Jelas ada perbeadaan antara rekam medis konvensional dan rekam medis elektronik,
sehingga kekuatan pembuktian dari keduanyapun akan berbeda. Di dalam Permenkes
Nomor 269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medis, memang telah disebutkan
mengenai terdapatnya dua jenis rekam medis yaitu rekam medis konvensional dan rekam
medis elektronik. Namun mengenai rekam medis elektronik ini, tidaklah diatur secara
lengkap dan terperinci. Di dalam Pasal 2 ayat (2) Permenkes Nomor
269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medis disebutkan bahwa penyelenggaraan
rekam medis dengan menggunakan teknologi informasi elektronik akan diatur lebih lanjut
dalam suatu peraturan tersendiri.
3. Peraturan tersendiri tersebut sampai saat ini belumlah ada. Padahal keperluannya sangatlah
mendesak, hal ini didasari karena banyak rumah sakit (terutama di kota-kota besar di
Indonesia) yang mulai menggunakan rekam medis elektronik (electronic medical record –
eMR) karena perkembangan teknologi dan informasi serta tuntutan perbaikan mutu
pelayanan kesehatan. Alasan lain untuk menggunakan rekam medis elektronik ini adalah
pertimbangan business-marketing (contoh dengan menggunakan rekam medis elektronik
juga membawa konsekuensi terhadap efisiensi tempat penyimpanan berkas serta menjadi
ramah lingkungan [karena status paperless]).
4. Hal lain yang juga penting, yang mendasari pemikiran bahwa keperluan peraturan tersebut
mendesak, adalah peran rekam medis sebagai suatu berkas alat bukti tertulis yang sah
dalam pembuktian masalah-masalah hukum, etik dan disiplin. Peran fungsi ini dengan jelas
disebutkan sebagai salah satu manfaat dari rekam medis dalam Permenkes Nomor
269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medis.
Maka dari itu, suatu rekam medis, baik konvensional maupun elektronik, harus
dipastikan dapat digunakan sebagai alat bukti tertulis yang sah. Dalam lalu lintas
keperdataan, alat bukti tulisan merupakan salah satu dari lima alat bukti yang sah. Hal
ini sesuai dengan Pasal 1866 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dan alat bukti
tulisan (berkas/surat) merupakan alat bukti yang utama.
Kemudian dalam ruang lingkup hukum pidana, surat juga merupakan salah satu dari
lima alat bukti yang sah. Hal ini sesuai dengan apa yang tercantum di dalam Pasal 183
dan 184 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, dalam pembuktian suatu perkara,
dibutuhkan minimal 2 alat bukti yang sah, serta keyakinan hakim.
Hal ini sesuai dengan sistem pembuktian yang berlaku di Indonesia yaitu pembuktian
menurut undang-undang secara negatif (negatief wettelijk stelsel). Di dalam sistem ini,
seperti sudah disebutkan sebelumnya, kesalahan seseorang (terdakwa) ditentukan oleh
adanya keyakinan hakim yang didasarkan kepada cara dan alat bukti yang ditentukan
sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
Lebih lanjut, sudah disebutkan juga bahwa rekam medis harus dibubuhi identitas nama
dari dokter, dokter gigi atau tenaga kesehatan tertentu yang mengisi berkas tersebut,
waktu pengisiannya dan kemudian harus ditandatangani. Keaslian suatu alat bukti
tulisan dapat menjadi masalah apabila tidak jelas payung hukumnya.
Sehubungan dengan hal ini, untuk rekam medis elektronik, akan memerlukan pedoman
peraturan yang jelas mengenai penggunaannya. Tanda tangan elektronik, misalnya,
yang meskipun sudah disebutkan definisinya dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun
2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, namun masih menunggu pengaturan
lebih lanjut, dalam bentuk Peraturan Pemerintah untuk pelaksanaannya.
Dengan mulai meningkatnya kasus-kasus dugaan malpraktik, yang tidak terselesaikan
melalui proses mediasi, peran manfaat rekam medis sebagai salah satu alat bukti yang
sah di pengadilan, makin dirasakan kebutuhannya. Rekam medis yang lengkap berisikan
kronologis riwayat perjalanan kesehatan seorang pasien menjadi salah satu kunci
penyelesaian kasus-kasus dugaan malpraktik.
Namun akan diperlukan suatu kejelasan, sesuai dengan asas kepastian hukum, akan
penggunaan kedua jenis rekam medis ini, sebagai alat bukti yang sah. Kejelasan akan
kekuatan pembuktian kedua jenis rekam medis ini, dapat diperoleh apabila terdapat
suatu peraturan perundang-undangan yang mengaturnya.
K. Manfaat RME
1. Manfaat Umum,
RME akan meningkatkan profesionalisme dan kinerja manajemen rumah sakit. Para
stakeholder seperti pasien akan menikmati kemudahan, kecepatan, dan kenyamanan pelayanan
kesehatan. Bagi para dokter, RME memungkinkan diberlakukannya standard praktek kedokteran
yang baik dan benar. Sementara bagi pengelola rumah sakit, RME menolong menghasilkan
dokumentasi yang auditable dan accountable sehingga mendukung koordinasi antar bagian dalam
rumah sakit. Disamping itu RME membuat setiap unit akan bekerja sesuai fungsi, tanggung
jawab dan wewenangnya.
2. Manfaat Operasional, manakala RME diimplementasikan paling tidak ada empat faktor
operasional yang akan dirasakan;
a. Faktor yang pertama adalah kecepatan penyelesaian pekerjaan-pekerjaan administrasi. Ketika
dengan sistem manual pengerjaaan penelusuran berkas sampai dengan pengembaliannya
ketempat yang seharusnya pastilah memakan waktu, terlebih jika pasiennya cukup banyak.
Kecepatan ini berdampak membuat efektifitas kerja meningkat.
b. Yang kedua adalah faktor akurasi khususnya akurasi data, apabila dulu dengan sistem manual
orang harus mencek satu demi satu berkas, namun sekarang dengan RME data pasien akan
lebih tepat dan benar karena campur tangan manusia lebih sedikit, hal lain yang dapat dicegah
adalah terjadinya duplikasi data untuk pasien yang sama. Misalnya, pasien yang sama
diregistrasi 2 kali pada waktu yang berbeda, maka sistem akan menolaknya, RME akan
memberikan peringatan jika tindakan yang sama untuk pasien yang sama dicatat 2 kali, hal
ini menjaga agar data lebih akurat dan user lebih teliti.
c. Ketiga adalah faktor efisiensi, karena kecepatan dan akurasi data meningkat, maka waktu
yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan administrasi berkurang jauh,
sehingga karyawan dapat lebih fokus pada pekerjaan utamanya.
d. Keempat adalah kemudahan pelaporan. Pekerjaan pelaporan adalah pekerjaan yang menyita
waktu namun sangat penting. Dengan adanya RME, proses pelaporan tentang kondisi
kesehatan pasien dapat disajikan hanya memakan waktu dalam hitungan menit sehingga kita
dapat lebih konsentrasi untuk menganalisa laporan tersebut.
3. Manfaat Organisasi,
karena SIMRS ini mensyaratkan kedisiplinan dalam pemasukan data, baik ketepatan
waktu maupun kebenaran data, maka budaya kerja yang sebelumnya menangguhkan hal-hal
seperti itu, menjadi berubah. Seringkali data RME diperlukan juga oleh unit layanan yang lain.
Misal resep obat yang ditulis di RME akan sangat dibutuhkan oleh bagian obat, sementara semua
tindakan yang dilakukan yang ada di RME juga diperlukan oleh bagian keuangan untuk
menghitung besarnya biaya pengobatan. Jadi RME menciptakan koordinasi antar unit semakin
meningkat. Seringkali orang menyatakan bahwa dengan adanya komputerisasi biaya administrasi
meningkat. Padahal dalam jangka panjang yang terjadi adalah sebaliknya, jika dengan sistem
manual kita harus membuat laporan lebih dulu di atas kertas, baru kemudian dianalisa, maka
dengan RME analisa cukup dilakukan di layar komputer, dan jika sudah benar baru datanya
dicetak. Hal ini menjadi penghematan biaya yang cukup signifikan dalam jangka panjang
Administrasi dalam arti sempit : pelayanan kegiatan tata usaha, seperti surat menyurat.
Kearsipan dll
Administrasi dalam arti luas dapat ditinjau dari beberapa aspek, yaitu :
Artinya bahwa administrasi merupakan segala kegiatan yang dilakukan untuk tercapainya suatu tujuan.
Kegiatan yang bersifat administrasi adalah kegiatan atau tindakan yang bersifat mellihat ke depan,
merencanakan dan memikirkan tujuan, memperkirakannya, menentukan kebijaksanaan, memberi
pimpinan, mengambil keputusan, member bimbingan, dan mengatur sumber daya yang ada.
Yaitu merupakan kumpulan orang-orang, baik secara perorangan ataupun kelompok yang secara kesatuan
menjalankan proses dan kegiatan ke arah tercapainya tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.
a. Masukan
Yang dimaksud dengan masukan (input), dalam administrasi adalah segala sesuatu yang
dibutuhkanuntuk dapat melaksanakan pekerjaan administrasi. Masukan ini dikenal pula
dapat melaksanakan pekerjaan administrasi (tools of administration). Masukan dan/atau
perangkat administrasi tersebut banyak macamnya. Beberapa diantaranya yang terpenting
adalah : a) Komisi Pendidikan Administrasi Kesehatan Amerika Serikat. Komisi
Pendidikan Administrasi Kesehatan Amerika Serikat memebedakan masukan dan/atau
perangkat administrasi atas tiga macam, yaitu :
1) Sumber
Yang dimaksud dengan sumber (resources) adalah segala sesuatu untuk
menghasilkan barang atau jasa. Sumber ini secara umum dapat dibedakan atas
tiga macam, yakni :
2) Sumber tenaga
Sumber tenaga (Labour Resources) dibedakan atas dua macam, yakni tenaga ahli
(skilled) seperti Dokter, dokter gigi,Bidan, Perawat serta tenaga tidak ahli
(unskilled), seperti pesuruh, penjaga malam dan pekerjakasar lainnya.
3) Sumber modal
Sumber modal (Capital Resources) banyak macamnya. Jika disederhanakan
dapat dibedakan atas dua macam, yakni modal bergerak (working capital) seperti
uang dan giro serta modal tidak bergerak (fixed capital) seperti bangunan, tanah,
dan sarana kesehatan.
4) Sumber alamiah
Yang dimaksud dengan sumber alamiah (natural resources) adalah segala sesuatu
yang terdapat dialam yang tidak termasuk sumber tenaga dan sumber modal.
(Azwar Azrul,1993)
Koontz dan Donnels membedakan masukan dan/atau perangkat administrasi atas
empat macam, yakni manusia (man), modal (capital), manajerial (managerial) dan
teknologi (technology).( Azwar Azrul,1993)
Pembagian lain yang banyak dikenal dimasyarakat ialah yang disebut sebagai 4M,
yakni manusia,(man), uang(money), sarana (material), dan metode (methodh) untuk
organisasi yang tidak mencari keuntungan serta 6M, yakni manusia (man), uang (money),
sarana (material), metode (metodh), pasar (market) serta mesin (machianery) untuk
organisasi yang mencari keuntungan.
2. Proses
(process) dalam administrasi adalah langkah-langkah yang harus mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Proses ini dikenal dengan nama fungsi administrasi (function of administration).
Pada umumnya proses dan ataupun fungsi administrasi ini merupakan tanggung jawab
pimpinan.( Azwar Azrul,1993).
Dalam praktek sehari-hari untuk memudahkan pelaksanaannya, berbagai fungsi administrasi
ini sering disederhanakan menjadi 4 macam saja, yaitu :
Perencanaan (planning) yang didalamnya termasuk penyusun anggaran belanja.
Pengorganisasian (organizing) yang didalamnya termasuk penyusunan staf.
Pelaksanaan (implementing) yang didalamnya termasuk pengarahan,
pengkoordinasian,bimbingan, penggerakan dan pengawasan.
Penilaian (evaluation) yang didalamnya termasuk penyusunan laporan. (Azwar
Azwar,1993)
3. Keluaran
Yang dimaksud dengan keluaran (output) adalah hasil dari suatu pekerjaan administrasi.
Untuk administrasi kesehatan, keluaran tersebut dikenal dengan nama pelayanan kesehatan
(health service). Pada saat ini pelayanan kesehatan tersebut banyak macamnya, secara umum
dapat dibedakan atas 2 macam.
Pelayanan kedokteran (medical sevices)
Pelayanan kesehatan masyarakat (public health services).
4. Sasaran
Yang dimaksud dengan sasaran (target group) adalah kepada siapa keluaran yang dihasilkan,
yakni upaya kesehatan tersebut ditujukan. Untuk administrasi kesehatan sasaran yang
dimaksudkan disini dibedakan atas 4 macam, yakni perseorangan, keluarga , kelompok dan
masyarakat. Dapat bersifat sasaran langsung (direct target group) atau pun bersifat sasaran
tidak langsung (indirect group target). ( Azwar Azrul,1993)
5. Dampak
Yang dimaksud dengan dampak adalah akibat yang ditimbulakn oleh keluaran, untuk
administrasi kesehatan, dampak yang diharapkan adalah makin meningkatnya derjat
kesehatan. Peningkatan derajat kesehatan ini hanya akan dapat dicapai apabila kebutuhan dan
tuntutan perseorangan, keluarga dan kelompok dan/atau masyarakat terhadap kesehatan,
pelayanan kedokteran serta lingkungan yang sehat dapat terpenuhi. Kebutuhan dan tuntutan
ini adalh sesuatu yang terdapat pada pihak pemakai jasa pelayanan kesehatan (health
consumer).
a) Kebutuhan Kesehatan
Kebutuhan kesehatan pada dasarnya bersifat objektif dan karena itu untuk dapat
meningkatkan derajat kesehatan ‘perseorangan, keluarga, kelompok dan ataupun
masyarakat upaya untuk memenuhinya bersifat mutlak. Sebagai sesuatu yang bersifat
objektif, maka munculnya kebutuhan kesehatan sangat ditentukan oleh masalah
kesehatan nyata yang ditemukan dimasyarakat. Jika diketahui bahwa munculnya suatu
penyakit sebagaimana dikemukakan oleh Gordon dan LE Richt 1950 sangat ditentukann
oleh faktor utama, yakni: pejamu (host), penyebab penyakit (agent) serta lingkungan
(environment), maka dalam upaya menemukan kebutuhan kesehatan, perhatian haruslah
ditujukan kepada ketiga faktor tersebut. (Azwar Azrul,1993)
b) Tuntutan Kesehatan
Berbeda halnya dengan kebutuhan, tuntutan kesehatan (health demande) pada dasarnya
bersifat subjektif oleh karena itu pemenuhan tuntutan kasehatan tersebut hanya bersifat
fakultatif, dengan perkataan ini terpenuhi atau tidaknya tuntutan kesehatan perseorangan,
keluarga, kelompok, dan ataupun masyarakat tidak terlalu menetukan tercapai atau
tidaknya kehendak untuk meningkatkan derajat kesehatan, karena tuntutan kesehatan
bersifat subjektif, maka munculnya tuntutan kesehatan tersebut dipengariuhi oleh faktor-
faltor bersifat sujektif pula.( Azwar Azrul,1993).