Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Rekam Medis


Puskesmas adalah Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan
kesehatan di suatu wilayah kerja. Secara nasional standar wilayah kerja
Puskesmas adalah satu kecamatan. Apabila di satu kecamatan terdapat lebih
dari satu Puskesmas, maka tanggung jawab wilayah kerja dibagi antar
Puskesmas dengan memperhatikan keutuhan konsep wilayah yaitu desa/
kelurahan atau dusun/rukun warga (RW).
Rekam Medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang
identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang
telah diberikan kepada pasien. Rekam medis adalah keterangan baik yang
tertulis maupun yang terekam tentang identitas, anamnesa, pemeriksaan fisik,
laboratorium, diagnosa serta segala pelayanan dan tindakan medis yang
diberikan kepada pasien, dan pengobatan baik yang dirawat inap, rawat jalan
maupun yang mendapatkan pelayanan gawat darurat.
Penerimaan pasien merupakan sebagian dari sistem pelayanan
puskesmas, karena disinilah pertama kali pelayanan yang diterima oleh seorang
pasien saat tiba di puskesmas. Maka dari itu tempat penerimaan pasien sangat
menentukan baik buruknya kualitas pelayanan suatu puskesmas. Perlu adanya
keseimbangan antara jumlah pasien yang berobat dengan tenaga yang berada
di bagian penerimaan pasien agar dapat memberikan pelayanan yang optimal
kepada pasien.
B. Ruang lingkup
Ruang lingkup instalasi Rekam Medis Puskesmas Banjaran DTP meliputi
manajemen rekam medis dan admission rawat jalan.
1. Falsafah Rekam Medis
Rekam medis merupakan bukti tertulis tentang proses pelayanan
yang diberikan oleh dokter dan tenaga kesehatan lainnya kepada pasien. Hal
ini merupakan cerminan kerjasama lebih dari satu orang tenaga kesehatan
untuk menyembuhkan pasien. Bukti tertulis pelayanan yang dilakukan
setelah pemeriksaan tindakan, pengobatan sehingga dapat dipertanggung
jawabkan.
Proses pelayanan diawali dengan identifikasi pasien baik jati diri,
maupun perjalanan penyakit, pemeriksaan, pengobatan dan tindakan medis
lainnya yang akan dijadikan tolak ukur pengobatan.
2. Pengertian Rekam Medis
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
269/MENKES/PER/III/2008: Berkas yang berisi catatan dan dokumen antara
lain identitas pasien, hasil pemeriksaan, pengobatan yang telah diberikan,
serta tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.
Catatan merupakan tulisan-tulisan yang dibuat oleh dokter atau dokter gigi
mengenai tindakan-tindakan yang dilakukan kepada pasien dalam rangka
pelayanan kesehatan.
Menurut Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Tahun 2006:
Rekam Medis adalah keterangan baik yang tertulis maupun yang terekam
tentang identitas, anamnesa, penentuan fisik laboratorium, diagnosa segala
pelayanan dan tindakan medis yang diberikan kepada pasien dan
pengobatan baik yang dirawat nginap, rawat jalan maupun yang
mendapatkan pelayanan gawat darurat.
Kalau diartikan secara sempit, rekam medis seakan-akan hanya
merupakan catatan dan dokumen tentang keadaan pasien, namun jika dikaji
lebih dalam, rekam medis mempunyai makna yang lebih luas dari pada
hanya sekedar catatan biasa, karena di dalam catatan tersebut sudah
tercermin segala informasi menyangkut seorang pasien yang akan dijadikan
dasar dalam menentukan tindakan lebih lanjut dalam upaya pelayanan
maupun tindakan medis lainnya yang diberikan kepada seorang pasien yang
datak ke puskesmas.
3. Tujuan Rekam Medis
Menurut Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Tahun 2006,
Berkas yang berisi catatan dan dokumen antara lain identitas pasien, hasil
pemeriksaan, pengobatan yang telah diberikan, serta tindakan dan
pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Catatan merupakan
tulisan-tulisan yang dibuat oleh dokter atau dokter gigi mengenai tindakan-
tindakan yang dilakukan kepada pasien dalam rangka palayanan kesehatan.
4. Kegunaan Rekam Medis
Menurut Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Tahun 2006
a. Kegunaan Rekam Medis dapat dilihat dari beberapa aspek, antara lain:
1) Aspek Administrasi
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai administrasi,
karena isinya menyangkut tindakan berdasarkan wewenang dan
tanggung jawab sebagai tenaga medis dan paramedis dalam
mencapai tujuan pelayanan kesehatan.
2) Aspek Medis
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai medis, karena
catatan tersebut dipergunakan sebagai dasar untuk merencanakan
pengobatan/perawatan yang diberikan kepada seorang pasien dan
dalam rangka mempertahankan serta meningkatkan mutu pelayanan
melalui kegiatan audit medis, manajemen risiko klinis serta
keamanan/keselamatan pasien dan kendali biaya.
3) Aspek Hukum
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai hukum, karena
isinya menyangkut masalah adanya jaminan kepastian hukum atas
dasar keadilan, dalam rangka usaha menegakkan hukum serta
penyediaan bahan sebagai tanda bukti untuk menegakkan keadilan.
4) Aspek Keuangan
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai uang, karena isinya
mengandung data/informasi yang dapat dipergunakan sebagai aspek
keuangan.
5) Aspek Penelitian
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai penelitian, karena
isinya menyangkut data dan informasi yang dapat dipergunakan
sebagai aspek pendukung penelitian dan pengembangan ilmu
pengetahuan di bidang kesehatan.
6) Aspek Pendidikan
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai pendidikan, karena
isinya menyangkut data/informasi tentang perkembangan kronologis
dan kegiatan pelayanan medis yang diberikan kepada pasien,
informasi tersebut dapat dipergunakan sebagai bahan/referensi
pengajaran di bidang profesi pendidikan kesehatan.
7) Aspek Dokumentasi
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai dokumentasi,
karena isinya menyangkut sumber ingatan yang harus
didokumentasikan dan dipakai sebagai bahan pertanggungjawaban
dan laporan rumah sakit.
b. Kegunaan rekam medis secara umum adalah:
1) Sebagai alat komunikasi antara dokter dengan tenaga ahli lainnya
yang ikut ambil bagian didalam proses pemberian pelayanan,
pengobatan dan perawatan kepada pasien.
2) Sebagai dasar untuk merencanakan pengobatan atau perawatan
yang harus diberikan kepada seorang pasien.
3) Sebagai bukti tertulis maupun terekam atas segala tindakan
pelayanan pengobatan dan perkembangan penyakit selama pasien
berkunjung atau dirawat di Pelayanan Kesehatan.
4) Sebagai bahan yang berguna untuk analisa, penelitian, dan evaluasi
terhadap kualitas pelayanan yang telah diberikan kepada pasien.
5) Melindungi kepentingan hukum bagi pasien, Instansi maupun dokter
dan tenaga kesehatan lainnya.
6) Menyediakan data-data khusus yang sangat berguna untuk
kepentingan penelitian dan pendidikan.
7) Sebagai dasar didalam perhitungan biaya pembayaran pelayanan
medis yang diterima oleh pasien.
8) Menjadi sumber ingatan yang harus didokumentasikan, serta sebagai
bahan pertanggungjawaban dan laporan.
C. Batasan Rekam Medis
1. Management Rekam Medis
Merupakan kegiatan penyelenggaraan Rekam Medis di Puskesmas
Banjaran DTP yang terdiri dari coding, indeksing, assembling, filling, analiting,
reporting.
2. Rekam Medis
Merupakan keterangan baik yang tertulis maupun terekam tentang
identitas, anamnesa, penentuan fisik laboratorium, diagnosis segala
pelayanan dan tindakan medis yang diberikan kepada pasien, dan
pengobatan baik yang rawat jalan maupun yang mendapatkan pelayanan
darurat.
3. Registrasi
Merupakan tempat penerimaan/pendaftaran pasien rawat jalan dan
pendaftran pasie gawat darurat
4. ICD X
Merupakan kepanjangan dari International Classification of Disease Ten
Revision. ICD X digunakan untuk mengkode diagnosa penyakit rawat jalan
maupun gawat darurat.
5. Kartu Indeks Berobat (KIB)
Merupakan kartu yang diberikan kepada pasien dimana isi kartu tersebut
adalah nomor Rekam medis , nama, umur, Nama kepala keluarga, dan alamat
pasien. Kartu tersebut digunakan untuk mempermudah pencarian kembali
rekam medis pasien yang akan berobat.
D. Landasan hukum Rekam Medis
Pasal 46 Undang-Undang No.29 tahun 2009 tentang Praktik Kedokteran
Ayat (1) setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran
wajib membuat rekam medis. Yang dimaksud rekam medis adalah berkas yang
berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan,
pengobatan dan tindakan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.
1. Aspek Persyaratan hukum
Rekam medis harus memiliki obyek persyaratan yaitu:
a. Rekam medis tidak ditulis dengan pensil
b. Tidak ada penghapusan
c. Coretan, laratan sesuai dengan prosedur, tanggal dan tanda tangan
E. Tujuan
Tujuan Umum :
Sebagai acuan dan panduan teknis dalam mengembangkan dan
mengelola rekam medis baik manual maupun elektronik sehingga tercapai
pelayanan yang efisien, efektif, aman dan informatif di Puskesmas
Tujuan Khusus :
1. Sebagai acuan bagi tenaga Rekam Medis dan Informasi Kesehatan (RMIK)
atau petugas administrasi untuk melaksanakan pelayanan rekam medis dan
informasi kesehatan di Puskesmas
2. Sebagai pedoman bagi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam pembinaan
monitoring evaluasi pelayanan rekam medis dan informasi kesehatan di
Puskesmas.
BAB II
ORGANISASI DAN SUMBER DAYA MANUSIA

Berdasarkan Kepmenkes No.128/2004 tentang Kebijakan Dasar Puskesmas,


program Puskesmas terbagi dua, yakni program wajib dan program pengembangan.
Program wajib terdiri dari enam program pokok (basics six), yakni upaya promosi
kesehatan, kesehatan lingkungan, perbaikan gizi masyarakat, pemberantasan
penyakit menular, KIA dan KB, serta pengobatan. Bila diperlukan penambahan
Program Puskesmas, maka program tersebut disebut program pengembangan
sesuai kebutuhan lokal atau lokal spesifik.
A. PENGORGANISASIAN
Upaya pelayanan rekam medis dan informasi kesehatan di puskesmas
merupakan bagian dari upaya pelayanan penunjang yang merupakan tenaga
fungsional.
1. Fungsi utama upaya pelayanan rekam medis antara lain:
a) Penerimaan pasien rawat jalan dan rawat inap (Admission)
b) Pengelolaan rekam medis (dokumen termasuk dokumen elektronik,
desain, pemeliharaan indeks utama pasien)
c) Menjaga mutu rekam medis
d) Mengklasifikasi penyakit dan tindakan
e) Menjaga keamanan informasi yang ada dalam rekam medis
f) Pengelolaan data statistik (informasi, indikator kinerja)
g) Pelayanan korespondensi informasi medis (resume medis, surat rujukan,
surat keterangan sehat, surat keterangan penyebab kematian).

2. Ruang Lingkup Kegiatan di Puskesmas


Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 128
thn 2004 tentang Kebijakan dasar Pusat Kesehatan 8 masyarakat, Adapun
ruang lingkup pelayanan di Puskesmas adalah sebagai berikut: 1. Upaya
kesehatan wajib 2. Upaya Kesehatan pengembangan. 3. Upaya Kesehatan
Penunjang Ketiga pelayanan tersebut dilaksanakan didalam maupun diluar
gedung.

B. SUMBER DAYA
1. Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia untuk melakukan pelayanan rekam medis dan
informasi kesehatan di Puskesmas diupayakan dilakukan oleh petugas
perekam medis dengan latar belakang pendidikan minimal DIII Rekam Medis.
Kompetensi tenaga RMIK di Puskesmas harus mampu menjalankan 7
kompetensi yang telah diatur dalam standar profesi (Kepmenkes No 377
tahun 2007 tentang standar profesi perekam medis dan informasi kesehatan)
sebagai berikut:
a) Mampu melakukan klasifikasi dan kodefikasi penyakit, masalah-masalah
yang berkaitan dengan kesehatan dan tindakan medis.
b) Mampu melakukan tugas dalam memberikan pelayanan rekam medis
dan informasi kesehatan yang bermutu tinggi dengan memperhatikan
perundangan dan etika profesi yang berlaku.
c) Mampu mengelola rekam medis dan informasi kesehatan sebagai
pengambilan keputusan dibidang kesehatan.
d) Mampu mengelola mutu rekam medis
e) Mampu menggunakan statistik kesehatan untuk menghasilkan informasi
dan perkiraan (forcasting) yang bermutu sebagai dasar perencanaan dan
pengambilan keputusan di bidang pelayanan kesehatan.
f) Mampu mengelola kegiatan yang berhubungan dengan perencanaan,
pengorganisasian, penataan dan pengontrolan urusan rekam medis.
g) Mampu berkolaborasi inter dan intra profesi yang terkait dalam
pelayanan kesehatan.
2. Sarana, prasarana dan alat
Prasarana dan sarana yang harus dimiliki Puskesmas untuk
meningkatkan kualitas pelayanan RMIK adalah sebagai berikut :
a. Ruangan, perlu diperhatikan pencahayaan, sirkulasi udara, kelembaban,
penataan.
b. Tempat penyimpanan, perlu diperhatikan tempat penyimpanan yang tidak
mudah terbakar, tahan dan air, terlindung dari hewan pengerat, ukuran
memadai.
c. Alat elektronik; disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan.
d. Formulir; perlu diperhatikan pengadaan formulir agar senantiasa tersedia.
e. ATK atau bahan operasional habis pakai yang harus disediakan adalah
formulir pencatatan, tinta printer, alat tulis kantor, kertas, media
penyimpanan data elektronik (CD, flashdisk).
BAB III
SISTEM REKAM MEDIS DASAR

A. Identifikasi dan registrasi


1. Identitas
Identifikasi merupakan kegiatan untuk membedakan identitas pasien
yang satu dengan yang lainnya secara unik. Identitas minimal terdiri dari:
nomor rekam medis, nama pasien, tanggal lahir, dan Nama Kepala Keluarga.
a) Identitas pasien umum
Pasien yang datang di tempat pendaftaran adalah pasien yang
karena penyakitnya harus mendapat pelayanan petugas rekam medis di
Tempat Penerimaan Pasien/Loket minimal terdiri dari : nama lengkap
pasien, nama orang tua, nomor rekam medis, nomor KTP/NIK, nomor
identitas asuransi kesehatan atau jaminan kesehatan yang lain, alamat
lengkap, agama, jenis kelamin, tempat tanggal lahir, pekerjaan, status
perkawinan, tanggal kunjungan pertama.
b) Identitas pasien tidak dikenal (tempat tinggal tidak tetap)
Pasien yang datang di tempat pendaftaran adalah pasien yang karena
penyakitnya harus mendapat pelayanan. Petugas rekam medis di TPP
menerima pasien dari semua jenis umur, jenis kelamin dan jenis penyakit.
Identitas pasien tidak dikenal hanya dapat dilakukan oleh petugas dengan
melihat, antara lain: jenis kelamin, perkiraan umur, nomor rekam medis.
Apabila pasien diantar oleh aparat, alamat diisi dengan lokasi
penemuan pasien atau tempat kejadian. Data identitas ini sifatnya
sementara. Untuk pemberian nama pasien yang tidak ada identitas, maka
petugas memberikan nama sementara sebagai berikut :
Untuk pasien laki-laki diberi nama : Bapak X 1, X 2, X 3,……dst
Untuk pasien perempuan diberi nama : Ibu Y1, Y 2, Y 3……..dst
Apabila sudah mendapat kejelasan dengan data pendukung yang
dapat dipertanggungjawabkan, petugas melakukan pengisian data identitas
yang sebenarnya.
2. Registrai (Registration)
Proses registrasi adalah kegiatan melakukan pencatatan sebagai
dasar informasi pasien yang dibutuhkan, yaitu untuk identifikasi, pengobatan
dan pembayaran pelayanan kesehatan.
Register (registers) merupakan daftar data secara kronologis.
Registrasi manual mencakup register rawat jalan dan rawat inap, register
kelahiran dan kematian. Saat ini, informasi dikumpulkan secara manual.
Sebagai dasar pembuatan laporan di setiap unit kerja dibuat buku register
yang berisi catatan tentang kegiatan pelayanan yang telah dilakukan oleh unit
kerja tersebut. Buku register yang ada di Puskesmas antara lain:
a) Pendaftaran pasien rawat jalan
b) Pelayanan pasien rawat jalan (poliklinik)
c) Pelayanan gawat darurat
d) Pelayanan Laboratorium
e) Pelayanan bayi baru lahir, dll
Beberapa register pada intinya memuat data sebagai berikut:
a) Register pasien rawat jalan
1)Nomor rekam medis
2)Nama pasien dan kepala keluarga
3)Umur dan jenis kelamin
4)Alamat
5)Nama dokter
6)Keterangan pengantar/rujukan
7)Tanggal kunjungan
8)Diagnosa
9)Terapi dan tindakan
10)Kunjungan baru / lama
11)Kasus baru / lama / kunjungan kasus
b)Registrasi di Unit Gawat Darurat
1)Nomor rekam medis
2)Nama pasien dan kepala keluarga
3)Umur dan jenis kelamin
4)Alamat
5)Nama dokter
6)Tanggal
7)Diagnosa
8)Tindakan

B. Sistem penomoran
1. Pemberian nomor rekam medis
Pemberian nomor rekam medis adalah memberi ciri khas kepada pasien
yang berkunjung ke Puskesmas. Tujuan pemberian nomor rekam medis
adalah:
a) Memberi ciri yang unik kepada setiap rekam medis untuk membedakan
secara tegas antara rekam medis seorang pasien dengan rekam medis
pasien lainnya.
b) Menunjukkan kemana dan dimana rekam medis seorang pasien
disimpan, karena nomor rekam medis dijadikan pedoman dalam
penyimpanan
c) Mengetahui/mengadakan pengawasan atas jumlah rekam medis seluruh
pasien.
d) Memudahkan komunikasi dengan bagian-bagian terkait.
Sistem pemberian nomor rekam medis ada 3 (tiga) jenis:
a) Sistem nomor seri (Serial Numbering System)
Sistem nomor seri adalah pemberian nomor baru setiap kunjungan ke
setiap unit pelayanan di Puskesmas
b) Sistem nomor unit (Unit Numbering System).
1) Sistem ini memberikan satu unit nomor rekam medis kepada pasien
baik rawat jalan, gawat darurat maupun rawat inap. Pada kunjungan
pertama kali, pasien akan diberi satu nomor rekam medis yang akan
dipakai selamanya untuk kunjungan seterusnya dan rekam
medisnya tersimpan dalam satu folder dengan nomor yang sama.
2) Apabila seorang pasien memperoleh nomor ganda, maka yang
menjadi patokan adalah nomor yang memuat informasi terbanyak.
3) Sistem Penomoran di Puskesmas menggunakan numerik dengan
pemberian nomor secara unit.
C. Sistem penyimpanan
Penerapan sistem penyimpanan di Puskesmas adalah sistim
desentralisasi yang mempunyai keuntungan dalam efisiensi waktu ,sehingga
pasien mendapat pelayanan lebih cepat dan beban kerja yang dilaksanakan
petugas lebih ringan.
a) Cara penjajaran rekam medis
Cara penjajaran rekam medis dapat dilakukan dengan 2 sistem, yaitu :
1) Nomor langsung (Straight Numberical filling System)
Cara penjajaran nomor langsung (Straight Numerical Filing System)
adalah penyimpanan secara berturut sesuai dengan urutan nomornya.
Contoh : 465023
465024
465025
465026
465027 dst.
Keuntungannya :
a)) Sangat mudah untuk mengambil sekaligus 50 bh Rekam Medis yang
berurutan di rak untuk kepentingan Pendidikan, Penelitian dan untuk
mengambil Rekam Medis yang tidak aktif.
b)) Mudah untuk melatih petugasnya.
Kelemahannya :
Petugas harus memperhatikan seluruh nomor sehingga mudah terjadi
kekeliruan menyimpan.
2) Angka tepi (Terminal digit filling system)
Sistem penjajaran yang digunakan adalah penjajaran angka tepi
(terminal digit filing system). Cara ini tidak direkomendasikan untuk
penjajaran dengan volume rekam medis yang sedikit. Pelaksanaan yang
tidak benar dapat menimbulkan masalah dan kerahasiaan unit rekam
medis terancam.
Sistem penjajaran angka tepi yaitu dimulai dari jumlah rekam medis
yang terdiri dari 6 (enam) angka yang dikelompokkan menjadi 3 kelompok.
Dua kelompok angka paling kanan disebut kelompok angka pertama
(primary digit), kelompok angka 19 tengah disebut kelompok angka kedua
(secondary digit), dan kelompok paling kiri, disebut kelompok angka ketiga
(tertiary digit).
Contoh: 26 03-60
26 -- --. (angka ketiga) tertiary digit
-- 03 – (angka kedua) secondary digit
-- -- 60 (angka ketiga) primary digit
Untuk keperluan penjajaran rekam medis dipergunakan 10 (sepuluh) unit
rak dengan 100 subunit, dan setiap subrak terdiri dari 6 saf yan dapat
diatur sebagai berikut:
1)Setiap kelompok angka pertama yang terdiri dari 100 kelompok
ditempatkan pada masing-masing subrak, subrak pertama akan
ditempati kelompok angka pertama), subrak kedua 01, subrak
ketiga 02 dan seterusnya subrak terakhir akan ditempati kelompok
angka 99
2) Kelompok angka kedua yang juga terdiri dari 100 kelompok angka
akan ditempat di tiap saf pada subrak, sehingga saf pertama paling
kanan atas akan ditempati kelompok angka pertama 00, subrak
kedua 01, subrak ketiga 02 dan seterusnya kelompok angka terakhir
akan ditempati kelompok angka 99.
3) Kelompok angka ketiga dari masing-masing nomor rekam medis
menunjukkan lokasi rekam medis yang tersusun berdasarkan nomor
kelompok 00, 01 dan seterusnya kelompok angka terakhir akan
ditempati kelompok angka 99
4) Pada setiap subrak akan terdapat susunan penjajaran rekam medis.
Subrak pertama yang ditempati angka pertama 00 akan terdapat
jajaran sebagai berikut:
Contoh :
46-52-02 98-05-26 98-99-30
47-52-02 99-05-26 99-99-30
48-52-02 00-06-26 00-00-31
49-52-02 01-06-26 01-00-31
50-52-02 02-06-26 02-00-31
b) Sortir / pemeriksaan kelengkapan rekam medis
Setiap ruang penyimpanan seharusnya mempunyai kumpulan
pembatas untuk rekam medis, biasanya disebut sortir. Rekam medis yang
dikembalikan dari klinik rawat jalan akan dilengkapi pencatatannya setelah
pasien rawat inap selesai perawatan, harus disortir dalam rak tersendiri
sehingga mudah ditemukan jika dibutuhkan.
Rak sortir harus diberi nomor, dibagi menjadi 10 sampai 20 bagian
dan rekam medis ditempatkan di bagian nomor yang benar. Hal ini
memudahkan mendapatkan rekam medis dalam masa tunggu.
c) Waktu penyimpanan
Waktu penyimpanan sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor : 269/Menkes/Per/III/2008, pasal 9 adalah lamanya
penyimpanan rekam medis sekurang-kurangnya untuk jangka waktu 2 (dua)
tahun, terhitung dari tanggal terakhir pasien berobat atau dipulangkan.
Setelah batas waktu 2 (dua) tahun sebagaimana termaksud dalam ayat (1)
dilampaui, rekam medis dapat dimusnahkan kecuali ringkasan pulang dan
persetujuan tindakan medik (informed consent). Ringkasan pulang dan
persetujuan tindakan medik yang dimaksud dalam ayat (2) akan disimpan
dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terhitung dibuat ringkasan tersebut.
Penyimpanan rekam medis dan ringkasan pulang seperti yang dimaksud
dalam ayat (1) dan (3), dilaksanakan oleh petugas yang ditunjuk oleh
pimpinan puskesmas.
Sistem penyimpanan harus dipikirkan tentang data medis dan master
data terkait dengan rekam medis yang ada di sistem informasi kesehatan di
puskesmas, tentang sistim back-up data dan pemusnahan data. Hal ini harus
disusun bersama dengan Bagian Teknologi Informasi Kab/Kota.

D. Pengambilan Kembali Rekam Medis Dan Pengendalian


Pengambilan rekam medis adalah Permintaan-permintaan rutin terhadap rekam
medis yang datang dari poliklinik, dan dokter, harus ditujukan ke bagian rekam
medis setiap hari pada jam yang telah ditentukan.
Prosedur pengambilan rekam medis:
1) Diketahui nomor rekam medis
a. Catat nomor rekam medis, nama pasien, nama peminjam dan tanggal
pinjam pada buku register peminjaman
b. Tujukan lokasi rak yang memuat kelompok angka pertama dari nomor
rekam medis yang akan dicari
c. Cari kedudukan saf sesuai kelompok angka kedua
d. Rekam medis dapat berada pada lokasi sesuai urutan nomor kelompok
angka ketiga
e. Keluarkan rekam medis dimaksud dan tinggalkan lembar pengganti pada
lokasi tempat tersebut
f. Bila rekam medis tidak berada di lokasi, pencarian dapat dilakukan melalui
aplikasi komputer dengan melihat menu status pasien atau riwayat pasien
yang akan memberikan informasi ke mana pasien terakhir berobat dan
lokasi penyimpanan terakhir rekam medis.
2) Tidak diketahui nomor rekam medis
a) Cari nomor dengan system indeks pasien yang ditulis menurut abjad
terutama bagi pasien yang lama tidak berkunjung.
b) Mencari dengan menggunakan nama pasien atau tanggal lahir pasien.
c) Prosedur pengeluaran rekam medis dari rak penyimpanan sama dengan
di atas.

E. SISTEM KLASIFIKASI DAN KODEFIKASI


1. Klasifikasi
Klasifikasi adalah pengelompokan ke dalam bentuk kode dengan
menggunakan kode huruf atau angka dan atau kombinasi huruf dan angka dalam
rangka mewakili komponen data penyakit.
Kegiatan dan tindakan serta diagnosis yang ada di dalam rekam medis harus
diberi kode dan selanjutnya diindeks agar memudahkan penyajian informasi
untuk menunjang fungsi perencanaan, manajemen dan riset di bidang kesehatan.
Kode klasifikasi penyakit bertujuan untuk menyeragamkan nama dan golongan
penyakit, cidera, gejala dan faktor yang mempengaruhi kesehatan.
Sejak tahun 1993 WHO mengharuskan negara anggotanya termasuk
Indonesia menggunakan klasifikasi penyakit dengan ICD (International
classification disease and health problem) menggunakan kombinasi huruf dan
angka (alpha numeric). Kecepatan dan ketepatan koding dari suatu diagnosis
sangat tergantung kepada pelaksana yang menangani rekam medis tersebut
yaitu:
a. Tenaga medis dalam menetapkan diagnosis
b. Tenaga rekam medis sebagai pemberi kode
c. Tenaga kesehatan lainnya
Penetapan diagnosis seorang pasien merupakan kewajiban, hak dan
tanggung jawab dokter (tenaga medis) yang bertanggung jawab. Penulisan
diagnosis yang ada dalam rekam medis diisi dengan lengkap dan jelas sesuai
dengan arahan pada buku ICD-10. Melengkapi prosedur pasien sebelum rekam
medis disimpan ada dua hal penting yang harus dilaksanakan adalah koding
klinis dan pengumpulan data statistik kesehatan.
Koding klinis adalah prosedur penting yang harus diperhatikan dalam unit
rekam medis. Koding klinis adalah terjemahan penyakit, masalah-masalah yang
terkait dan konsep prosedur dari teks menjadi kode alphabet/numerik untuk
penyimpanan, pengambilan kembali dan analisis data kesehatan. Staff yang
bertanggung jawab dalam pengkodean seharusnya mendapat pelatihan resmi.
2. Prosedur pengkodean klinik
Sebelum memproses kode, petugas rekam medis atau orang yang
bertanggung jawab terhadap koding sebaiknya memeriksa rekam medis
untuk memastikan dokter telah melengkapi catatan. Langkah-langkah yang
harus dilakukan sebagai berikut:
a. Lihat kartu berobat, tinjau ulang halaman depan untuk kelengkapan dan
ketepatan, yaitu kondisi utama harus tercatat di halaman depan dan
dokter telah menandatangani pada kolom yang tersedia.
b. Membaca ringkasan keluar (jika seseorang telah menulis) untuk informasi
yang berhubungan dengan diagnosa.
c. Memastikan rekam medis apa yang harus diuraikan untuk dikode.
d. Jika di puskesmas telah menetapkan kode kasus cedera luar (external
causes of injuries), perlu diketahui kasus dan pemberian kode.
e. Jika semua diagnosis/ cedera, petugas rekam medis mengikuti prosedur
yang sama.
Petugas pengkodean harus memastikan bahwa seluruh rekam medis
pasien keluar sudah tercatat diagnosa. Diagnosis dalam rekam medis telah
diberi kode, kemudian dilakukan pengumpulan data untuk kebutuhan
statistik/laporan Puskesmas dan Kementerian Kesehatan.

F. Aspek legal rekam medis dan pelepasan informasi


1. Aspek legal rekam medis
Secara umum informasi rekam medis bersifat rahasia. Tetapi jika
dianalisa, konsep kerahasiaan ini maka akan banyak ditemui pengecualian,
dan yang menjadi masalah disini ialah: bagi siapa rekam medis itu
dirahasiakan, dan dalam keadaan bagaimana rekam medis dirahasiakan.
Informasi di dalam rekam medis bersifat rahasia karena hal ini menjelaskan
hubungan, yang khusus antara pasien dan dokter yang wajib dilindungi dari
pembocoran sesuai dengan kode etik kedokteran dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Sumber hukum yang dapat dijadikan acuan didalam masalah
kerahasiaan suatu informasi medis yang menyangkut rekam medis pasien
dapat dilihat pada Peratuan Pemerintah No.10 tahun 1966 tentang “wajib
simpan rahasia kedokteran”. Dengan adanya Peratuan Pemerintah (PP) itu
maka siapapun yang bekerja di rumah sakit, khususnya bagi mereka yang
berhubungan dengan data rekam medis wajib memperhatikan ketentuan
tersebut.
a. Pasal 1 (satu): Yang dimaksud dengan rahasia kedokteran ialah segala
sesuatu yang diketahui orang-orang tersebut dalam pasal 3 (tiga) pada
waktu atau selama melakukan pekerjaannya dalam lapangan
kedokteran.

b. Pasal 3 (tiga): Yang diwajibkan menyimpan rahasia yang dimaksud dalam


pasal 1 (satu) ialah:

1) Tenaga kesehatan menurut pasal 2 UU tenaga kesehatan (Lembaran


Negara tahun 1963 No.78)

2) Mahasiswa kedokteran, murid yang bertugas dalam lapangan


pemeriksaan, pengobatan dan atau perawatan dan orang lain yang
ditetapkan oleh Menteri Kesehatan,

3) Untuk lebih lengkapnya baca PP No 10 tahun 1966 mengenai wajib


simpan rahasia kedokteran.
2. Pelepasan informasi
a. Surat keterangan sakit
b. Surat pengantar rujukan
c. Surat keterangan berbadan sehat
d. Surat keterangan buta warna

H. PERSETUJUAN TINDAKAN KEDOKTERAN (INFORMED CONSENT)


Asal mula istilah consent ini adalah dari bahasa latin: consensio, consentio,
consentio, dalam bahasa Inggris consent berarti persetujuan, izin, menyetujui,
memberi izin kepada seseorang untuk melakukan sesuatu. Informed consent
berarti suatu izin (consent) atau pernyataan setuju dilakukan tindakan medis dari
pasien yang akan diberikan pelayanan, sesudah mendapatkan informasi dari
dokter dan yang sudah dimengerti, Contoh (Pemasangan IUD, insisi, extirpasi,
pemeriksaan dalam wanita, menyuntik dan tindakan lainnya).
Bentuk informed consent terdiri dari:
1. dengan dinyatakan (express)
a) secara lisan (oral)
b) secara tertulis (written)
2. tersirat atau dianggap diberikan (implies or tacit consent)
a) dalam keadaan biasa (normal or constructive consent)
b) dalam keadaan gawat darurat (emergency)
Istilah lain yang sering digunakan untuk infomed consent yaitu real
consent, dalam arti keputusan yang sungguh-sungguh benar. Hal ini berarti
bahwa antara dokter dan pasien sudah terdapat suatu temu pikiran
(consensus, meeting of minds) dan persetujuan mengenai tindakan medik
yang hendak dilakukan serta pasien mengerti apa yang diinformasikan oleh
dokternya. Informed consent terdiri atas tiga bagian dimana terdapat
pertukaran informasi antara dokter dan pasien yaitu:
1. Pengungkapan dan penjelasan (disclosure and explanation) kepada pasien
dalam bahasa yang dapat dimengerti oleh pasiennya tentang:
a. penegakan diagnosa
b. sifat dan prosedur/tindakan medik yang diusulkan
c. kemungkinan timbulnya risiko
d. manfaatnya
e. alternatif yang (jika) ada
2. Bagian kedua menyangkut:
a. memastikan bahwa pasien mengerti apa yang telah dijelaskan
kepadanya harus diperhitungkan tingkat kapasitas intelektualnya

b. bahwa pasien telah menerima risiko tersebut

c. bahwa pasien mengizinkan dilakukan prosedur/tindakan medik tersebut


3. Proses pendokumentasian
Informed Consent berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Menteri
Kesehatan No.290/Menkes/Per/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan
Kedokteran ditetapkan sebagai berikut:

a. Pengertian
Persetujuan tindakan kedokteran adalah persetujuan yang diberikan
oleh pasien atau keluarga terdekat setelah mendapat penjelasan secara
lengkap mengenai tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan
dilakukan terhadap pasien.

b. Persetujuan dan Penjelasan


Semua tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien
harus mendapat persetujuan. Persetujuan dapat diberikan secara tertulis
maupun lisan. Persetujuan diberikan setelah pasien mendapat
penjelasan yang diperlukan tentang perlunya tindakan kedokteran
dilakukan. Setiap tindakan kedokteran yang mengandung risiko tinggi
harus memperoleh persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang
berhak memberikan persetujuan. Tindakan kedokteran yang tidak
termasuk dalam ketentuan tersebut dapat diberikan dengan persetujuan
lisan. Persetujuan tertulis dibuat dalam bentuk pernyataan yang tertuang
dalam formulir khusus yang dibuat untuk itu.
Persetujuan dapat diberikan dalam bentuk ucapan setuju atau bentuk
gerakan menganggukkan kepala yang dapat diartikan sebagai ucapan
setuju. Dalam hal persetujuan lisan yang diberikan tersebut dianggap
meragukan, maka dapat dimintakan persetujuan tertulis. Dalam keadaan
gawat darurat, untuk menyelamatkan jiwa pasien dan/atau mencegah
kecacatan tidak diperlukan persetujuan tindakan kedokteran. Keputusan
untuk melakukan tindakan kedokteran diputuskan oleh dokter atau
dokter gigi dan dicatat di dalam rekam medis. Dalam hal dilakukannya
tindakan kedokteran, dokter atau dokter gigi wajib memberikan
penjelasan sesegera mungkin kepada pasien setelah pasien sadar atau
kepada keluarga terdekat.
Persetujuan tindakan kedokteran dapat dibatalkan atau ditarik
kembali oleh yang memberi persetujuan sebelum dimulainya tindakan.
Pembatalan persetujuan tindakan kedokteran harus dilakukan secara
tertulis oleh yang memberi persetujuan. Segala akibat yang timbul dari
pembatalan persetujuan tindakan kedokteran menjadi tanggung jawab
yang membatalkan persetujuan. Pemberian persetujuan tindakan
kedokteran tidak menghapuskan tanggung gugat hukum dalam hal
terbukti adanya kelalaian dalam melakukan tindakan kedokteran yang
mengakibatkan kerugian pada pasien.

c. Penjelasan
Penjelasan tentang tindakan kedokteran harus diberikan langsung
kepada pasien dan/atau keluarga terdekat, baik diminta maupun tidak
diminta. Dalam hal pasien adalah anak-anak atau orang yang tidak
sadar, penjelasan diberikan kepada keluarganya atau yang mengantar.
Penjelasan tentang tindakan kedokteran sekurang-kurangnya mencakup:

1) Diagnosis dan tata cara tindakan kedokteran;


2) Tujuan tindakan kedokteran yang dilakukan;
3) Altematif tindakan lain, dan risikonya;
4) Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi;
5) Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan; dan
6) Perkiraan pembiayaan.

1) Penjelasan tentang diagnosis & keadaan kesehatan pasien dapat meliputi:


a) Temuan klinis dari hasil pemeriksaan medis hingga saat itu
b) Diagnosis penyakit, atau dalam hal belum dapat ditegakkan, maka
sekurang-kurangnya diagnosis kerja dan diagnosis banding
c) Indikasi atau keadaan klinis pasien yang membutuhka dilakukannya
tindakan kedokteran
d) Prognosis apabila dilakukan tindakan dan apabila tidak dilakukan
tindakan

2) Penjelasan tentang tindakan kedokteran yang dilakukan meliputi:


a) Tujuan tindakan kedokteran yang dapat berupa tujuan preventif,
diagnostik, terapeutik, ataupun rehabilitatif.
b) Tata cara pelaksanaan tindakan apa yang akan dialami pasien
selama dan sesudah tindakan, serta efek samping atau
ketidaknyamanan yang mungkin terjadi.
c) Alternatif tindakan lain berikut kelebihan dan kekurangannya
dibandingkan dengan tindakan yang direncanakan.
d) Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi pada masing-masing
alternatif tindakan.
e) Perluasan tindakan yang mungkin dilakukan untuk mengatasi
keadaan darurat akibat risiko dan komplikasi tersebut atau keadaan
tak terduga lainnya.

3) Penjelasan tentang risiko dan komplikasi tindakan kedokteran adalah


semua risiko dan komplikasi yang dapat terjadi mengikuti tindakan
kedokteran yang dilakukan, kecuali:

a) Risiko dan komplikasi yang sudah menjadi pengetahuan umum


b) Risiko dan komplikasi yang sangat jarang terjadi atau yang
dampaknya sangat ringan
c) Risiko dan komplikasi yang tidak dapat dibayangkan sebelumnya
(unforeseable)
4) Penjelasan tentang prognosis meliputi:
a) Prognosis tentang hidup-matinya (ad vitam);
b) Prognosis tentang fungsinya (ad functionam);
c) Prognosis tentang kesembuhan (ad sanationam)

Penjelasan harus diberikan secara lengkap dengan bahasa yang


mudah dimengerti atau cara lain yang bertujuan untuk mempermudah
pemahaman. Penjelasan dimaksud dicatat dan didokumentasikan dalam
rekam medis oleh dokter atau dokter gigi yang memberikan penjelasan
dengan mencantumkan tanggal, waktu, nama, dan tanda tangan pemberi
penjelasan dan penerima penjelasan. Dalam hal dokter atau dokter gigi
menilai bahwa penjelasan tersebut dapat merugikan kepentingan
kesehatan pasien atau pasien menolak diberikan penjelasan, maka dokter
atau dokter gigi dapat memberikan penjelasan tersebut kepada keluarga
terdekat dengan didampingi oleh seorang tenaga kesehatan lain sebagai
saksi.
5) Penjelasan dokter atau dokter gigi
Penjelasan diberikan oleh dokter atau dokter gigi yang merawat
pasien atau salah satu dokter atau dokter gigi dari tim dokter yang
merawatnya. Dalam hal dokter atau dokter gigi yang merawatnya
berhalangan untuk memberikan penjelasan secara langsung, maka
pemberian penjelasan harus didelegasikan kepada dokter atau dokter gigi
lain yang kompeten. Tenaga kesehatan tertentu dapat membantu
memberikan penjelasan sesuai dengan kewenangannya. Tenaga
kesehatan tertentu adalah tenaga kesehatan yang ikut memberikan
pelayanan kesehatan secara langsung kepada pasien.

6) Perluasan tindakan kedokteran


Dalam hal terdapat indikasi kemungkinan perluasan tindakan
kedokteran, dokter yang akan melakukan tindakan juga harus memberikan
penjelasan. Penjelasan kemungkinan perluasan tindakan kedokteran
merupakan dasar daripada persetujuan.

7) Perluasan tindakan keedokteran yang tidak terdapat indikasi sebelumnya


Perluasan tindakan kedokteran yang tidak terdapat indikasi
sebelumnya, hanya dapat dilakukan untuk menyelamatkan jiwa pasien.
Setelah perluasan tindakan kedokteran dilakukan, dokter atau dokter gigi
harus memberikan penjelasan kepada pasien atau keluarga terdekat.

8) Yang berhak memberikan persetujuan


Persetujuan diberikan oleh pasien yang kompeten atau keluarga
terdekat. Pasien yang kompeten adalah pasien dewasa atau bukan anak
menurut peraturan perundang-undangan atau telah/pernah menikah, tidak
terganggu kesadaran fisiknya, mampu berkomunikasi secara wajar, tidak
mengalami kemunduran perkembangan (retardasi) mental dan tidak
mengalami penyakit mental sehingga mampu membuat keputusan secara
bebas. Keluarga terdekat adalah suami atau istri, ayah atau ibu kandung,
anak-anak kandung, saudara-saudara kandung atau pengampunya.
Penilaian terhadap kompetensi pasien dilakukan oleh dokter pada saat
diperlukan persetujuan.

9) Ketentuan pada situasi khusus


Tindakan penghentian/penundaan bantuan hidup
(withdrawing/withholding life support) pada seorang pasien harus
mendapat persetujuan keluarga terdekat pasien. Persetujuan
penghentian/penundaan bantuan hidup oleh keluarga terdekat pasien
diberikan setelah keluarga mendapat penjelasan dari tim dokter yang
bersangkutan. Persetujuan harus diberikan secara tertulis. Dalam hal
tindakan kedokteran harus dilaksanakan sesuai dengan program
pemerintah dimana tindakan medik tersebut untuk kepentingan
masyarakat banyak, maka persetujuan tindakan kedokteran tidak
diperlukan.

10) Penolakan tindakan kedokteran


Penolakan tindakan kedokteran dapat dilakukan oleh pasien
dan/atau keluarga terdekatnya setelah menerima penjelasan tentang
tindakan kedokteran yang akan dilakukan. Penolakan tindakan kedokteran
harus dilakukan secara tertulis. Akibat penolakan tindakan kedokteran
menjadi tanggung jawab pasien. Penolakan tindakan kedokteran tidak
memutuskan hubungan dokter dan pasien.

11) Tanggung jawab


Pelaksanaan tindakan kedokteran yang telah mendapat persetujuan
menjadi tanggung jawab dokter atau dokter gigi yang melakukan tindakan
kedokteran. Sarana pelayanan kesehatan bertanggung jawab atas
pelaksanaan persetujuan tindakan kedokteran.

Secara teori apa yang dapat disimpulkan dari doktrin informed


consent ini adalah bahwa keputusan yang diambil oleh pasien mengenai
suatu tindakan medik atau perawatan medik harus dilakukan secara
kolaboratif antar pasien dengan dokternya (Jay katz, 1984). Karena pada
prinsipnya informed consent adalah suatu proses bukan hanya sekedar
meminta pasien untuk menandatangi formulir. Penandatanganan oleh
pasien hanya merupakan suatu kelanjutan atau pengukuhan apa yang
sebenarnya sudah disepakati sebelumnya antara dokter dan pasien
(Loren H. Roth,viii). Ketika dulu dalam Permenkes 585 Tahun 1989 diatur
dalam lampiran contoh persetujuan tindakan media dimana dalam formulir
tersebut dokter yang melakukan tindakan harus tanda tangan.
Sedangkan Permenkes No.290/Menkes/Per/III/2008 contoh formulir
tersebut tidak dilampirkan lagi sehingga diserahkan kepada masing-
masing rumah sakit untuk membuat formulir persetujuan kedokteran
sendiri. Di lapangan memang banyak terjadi kendala masalah tanda
tangan dokter ini dalam formulir tersebut karena kadang-kadang dokter
tidak menandatanganinya dan informed consent ini bukan perjanjian para
pihak tapi merupakan persetujuan dari pasien untuk dilakukan tindakan
kedokteran setelah diberikan informasi secara lengkap dan jelas. Apa
sebenarnya kegunaan tanda tangan tersebut sebenarnya merupakan
tanda bukti bahwa pasien itu sudah memberikan persetujuannya dan
untuk dokter dapat sebagai bukti pembelaan bahwa para pihak itu pernah
berada di ruang yang sama pada waktu itu (Donald H. Stewart).
Apabila ada penolakan tindakan dari pasien maka perlu pencatatan
yang meliputi:
1. Penjelasan yang diberikan dokter tenang risiko dan keuntungan dari
tindakan medis tersebut
2. Penjelasan tentang risiko yang menimbulkan jika ditunda-tunda
3. Penolakan pasien/keluarga dan pertanyaan yang diajukan olehnya
4. Jawabna yang diberikan oleh dokter dan pengulangan penjelasan
resiko yang mungkin terjadi
5. Dasar alas an pasien menolak tindakan medic tersebut
6. Keputusan akhir dari pasien dan respon final dari dokter
7. Cantumkan tanggal, jam dan tempatnya
8. Saksi-saksi yang ada
Di dalam suatu rumah sakit hal-hal mengenai keputusan pasien (atau
wali) dapat dikemukakan dengan dua cara, yang lazim dikenal dengan
persetujuan yang meliputi:

a. Persetujuan langsung, berarti pasien atau wali segera menyetujui


usulan pengobatan yang ditawarkan pihak rumah sakit, persetujuan
dalam bentuk lisan atau tulisan.
b. Persetujuan secara tak langsung, tindakan pengobatan dilakukan dalam
keadaan darurat atau ketidak mampuan mengingat ancaman terhadap
nyawa pasien.
BAB IV
SISTEM PELAPORAN

A. Alur Dan Jenis Data


Laporan pelayanan adalah suatu sistem informasi mengenai kegiatan di
puskesmas yang dilaporkan secara berkala.
1. Laporan Puskesmas ada lima jenis laporan:
Kunjungan puskesmas, imunisasi, gizi, pelayanan KIA, dan kesakitan utama
2. Laporan puskesmas triwulan
Kegiatan puskesmas, laboratorium, dan KB
3. Laporan puskesmas semesteran
Kegiatan UKS dan UKGS, kegiatan promosi kesehatan, dan kegiatan
rujukan. Selain data tersebut dicatat pula jumlah kelurga miskin saat ini
dibandingkan dengan semester lalu
4. Lembar permintaan laporan penggunaan obat
5. Laporan puskesmas tahunan

B. Pengumpulan dan pengolahan data


Semua unit pelayanan memberikan hasil laporan kunjungan yang dimulai
dari awal pasien mendaftar (baik pasien baru maupun pasien lama) sampai
pasien pulang. Setelah itu laporan yang dihasilkan segera diproses.

1. Data yang dikumpulkan adalah :


a. Pengumpulan data dari unit-unit pelayanan Puskesmas
b. Pengumpulan data dari unit-unit pelayanan puskesmas kelurahan
(pendamping)
c. Laporan kegiatan luar gedung/ daerah binaan
d. Kegiatan pelayanan rawat inap puskesmas

2. Pengolahan data
Pengolahan data menggunakan rujukan dari Kementerian Kesehatan RI
yakni SP2TP (Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas).
Pengolahan data bertujuan untuk mengubah data yang telah dikumpulkan
menjadi informasi yang dibutuhkan untuk berbagai tujuan tertentu.
Pengolahan data di Puskesmas dilakukan oleh masing-masing setiap bagian
program setiap akhir bulan. Dari setiap program kemudian melakukan
rekapitulasi data secara manual dengan menggunakan tabel seperti yang
dicatat dalam lembaran formulir LB sesuai laporan bulanan (laporan bulanan
sentinel/ Sistem Surveilans Terpadu).
Validasi data atau koreksi data dilakukan terlebih dahulu sebelum
melakukan pengolahan data oleh masing-masing bagian yang membuat
laporan. LB1 (data kesakitan), LB2 (LPLPO), LB3 (kegiatan gizi, imunisasi,
KIA, P2M), LB4 (data kegiatan puskesmas) oleh petugas SP2TP yang
ditunjuk oleh kepala puskesmas.
Data diolah lagi secara komputer dengan menggunakan program SP2TP
setelah diolah secara manual dalam pencatatan laporan di lembar form LB,
kemudian dibuat tabulasi data yaitu dari data yang telah dikumpulkan/
diterima dibuat master tabel (tabel utama) yang merupakan kumpulan data
dalam kelompok besar sebelum disajikan dalam grafik atau tabel.
Setiap akhir bulan laporan yang dikerjakan oleh petugas Puskesmas
Pembantu dikirim ke Puskesmas Induk untuk selanjutnya dikirim ke Dinas
Kesehatan Kabupaten/ Kota yang dilengkapi dalam bentuk softcopy.
Informasi yang dapat disajikan melalui sistem SP2TP antara lain : jumlah
10 penyakit terbanyak, jumlah kunjungan, yang dapat menjadi acuan dalam
membuat laporan tahunan Puskesmas.

C. Analisis dan Penyajian data


1. Analisis data
Analisa data adalah upaya mengolah data menjadi informasi,
sehingga karakteristik atau sifat-sifat data tersebut dapat dengan mudah
dipahami dan bermanfaat untuk menjawab masalah-masalah yang
berkaitan dengan kegiatan penelitian.
Dengan demikian, teknik analisis data dapat diartikan sebagai cara
melaksanakan analisis terhadap data, dengan tujuan mengolah data
tersebut menjadi informasi, sehingga karakteristik atau sifat-sifat datanya
dapat dengan mudah dipahami dan bermanfaat untuk menjawab masalah-
masalah yang berkaitan dengan kegiatan penelitian, baik berkaitan dengan
deskripsi data maupun untuk membuat induksi, atau menarik kesimpulan
tentang karakteristik populasi (parameter) berdasarkan data yang diperoleh
dari sampel (statistik).

Langkah dan prosedur analisis data :


a. Tahap mengumpulkan data, dilakukan melalui instrumen pengumpulan
data.
b. Tahap editing, yaitu memeriksa kejelasan dan kelengkapan pengisian
instrumen pengumpulan data.
c. Tahap koding, yaitu proses identifikasi dan klasifikasi dari setiap
pertanyaan yang terdapat dalam instrumen pengumpulan data menurut
variabel-variabel yang diteliti.
d. Tahap tabulasi data, yaitu mencatat atau entri data ke dalam tabel
induk penelitian.
e. Tahap pengujian kualitas data, yaitu menguji validitas dan realiabilitas
instrumen pengumpulan data.
f. Tahap mendeskripsikan data, yaitu tabel frekuensi dan/atau diagram,
serta berbagai ukuran tendensi sentral, maupun ukuran dispersi.
tujuannya memahami karakteristik data sampel penelitian.
g. Tahap pengujian hipotesis, yaitu tahap pengujian terhadap proposisi
proposisi yang dibuat apakah proposisi tersebut ditolak atau diterima,
serta bermakna atau tidak.

2. Penyajian data
Data yang sudah dikumpukan dalam bentuk tabel-tabel kemudian diolah
untuk memudahkan dalam melakukan analisis dan penyajian informasi.
Hasil pengolahan tersebut disajikan melalui perhitungan statistik sederhana
dan disajikan dalam bentuk tabel, grafik, gambar dan lain-lain disertai
dengan narasi analisisnya.

D. Sistem pelaporan puskesmas/ indikator kinerja


Sistem pelaporan yang dilakukan di Puskesmas sesuai dengan form yang
telah tersedia dalam SP2TP (Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu
Puskesmas).
1. Data yang dihimpun dalam Formulir LB1 – LB4 dan LB1S serta LB2S
dilaporkan secara bulanan, selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikut
dari bulan laporan, dan dibuat dalam rangkap 2 (dua) untuk Dinas
Kesehatan Kabupaten/ Kota dan arsip Puskesmas.
2. Data yang dihimpun dalam formulir LT1 – LT3 adalah data pada keadaan
akhir tahun, yang dilaporkan selambat-lambatnya bulan kedua tahun
berikut.
PEDOMAN PENYELENGGARAAN REKAM MEDIS
PUSKESMAS BANJARAN DTP

PEMERINTAH KABUPATEN BANDUNG


DINAS KESEHATAN
UPT PELAYANAN KESEHATAN KECAMATAN ARJASARI
PUSKESMAS BANJARAN DTP
Jl.Raya Banjaran No.596 Kode Pos 40379 Tlp. 022-5940017
E-mail: puskbanjarandtp_bandungkab@yahoo.com

Anda mungkin juga menyukai