Anda di halaman 1dari 41

Lampiran 1

Nomor :
Tanggal :

PEDOMAN PELAYANAN REKAM MEDIK


KLINIK X

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Rekam Medis


Rekam Medis yang disebut sebagai catatan medis atau medical record adalah
catatan tertulis tentang segala sesuatu dari seorang pasien yang dirawat di klinik, baik
rawat jalan maupun rawat inap.
Rekam Medis pada hakekatnya timbul sejak manusia mengenal ilmu kesehatan
dan tata cara dokumentasi. Hal ini terbukti pada peninggalan jaman purba yang
ditemukan dalam sebuah gua di Spanyol (zaman paleolithic atau kira-kira 25.000
sebelum masehi). Selain itu terdapat pula dibeberapa tempat di Amerika Latin pada
zaman Babylonia, Irak kuno sudah ditemukan rekam medis. Meskipun bentuk rekam
medis dimasa silam berbeda dengan format masa kini namun mempunyai nilai yang
sama yaitu sebagai bukti dokumentasi medis. Hippocrates (450 SM) telah membuat
catatan lengkap tentang catatan penyakit penyakit yang ditemukan. Perkembangan
rekam medis modern diawali RS St. Bartholomeus di London dimana ditempat tersebut
menganjurkan para dokter untuk membuat rekam medis pasien. Dan pada tahun 1913 dr.
Franklin H. Martin ahli bedah mempergunakan rekam medis sebagai alat untuk
pelayanan dipelayanan kesehatan.
Istilah baku dari catatan medis atau berkas medis menurut ahli bahasa Indonesia
yang dianggap benar adalah “Rekam Medis”. Perlu diketahui bahwa di KLINIK X kegiatan
rekam medis merupakan proses yang sangat kompleks mulai dari proses penerimaan
pasien dirawat dilanjutkan dengan pengolahan data hingga penyimpanan dan
pemusnahan rekam medis.

B. Ruang Lingkup
Ruang lingkup Instalasi Rekam Medis KLINIK X meliputi managemen rekam medis dan
admission dan registrasi pasien.
1. Falsafah Rekam Medis
Rekam medis merupakan bukti tertulis tentang proses pelayanan yang
diberikan oleh dokter dan tenaga kesehatan lainnya kepada pasien.. Bukti tertulis
pelayanan yang dilakukan setelah pemeriksaan, tindakan, pengobatan sehingga dapat
dipertanggungjawabkan.
Proses pelayanan diawali dengan identifikasi pasien baik jati diri, maupun
perjalanan penyakit, pemeriksaan, pengobatan dan tindakan medis lainnya yang akan

1
dijadikan dasar di dalam menentukan tindakan lebih lanjut dalam upaya
pelayanan maupun tindakan medis lainnya yang diberikan kepada seorang pasien
yang datang ke klinik. Jadi falsafah Rekam Medis mencantumkan nilai Administrasi,
Legal, Finansial, Riset, Edukasi, Dokumen, Akurat, Informatif dan dapat
dipertanggungjawabkan (ALFRED AIR).

2. Pengertian Rekam Medis


Berdasarkan Permenkes RI nomor 269/MENKES/ PER/III/2008 rekam medis
adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien,
pemriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada
pasien. Kegiatan pengolahan rekam medis harus dibuat secara tertulis, lengkap dan
jelas atau secara eletronik. Oleh sebab itu setiap dokter atau dokter gigidalam
menjalankan praktik kedokteran wajib membuat rekam medis. Sarana pelayanan
kesehatan yang didalamnya termasuk klinik wajib menyediakan fasilitas yang
diperlukan dalam rangka penyelenggaraan rekam medis dan yang bertanggng jawab
atas catatan dan atau dokumen yang dibuat pada rekam medis adalah dokter, dokter
gigi dan atau tenaga kesehatan tertentu.
Rekam medis mempunyai pengertian yang sangat luas tidak hanya sekedar
kegiatan pencatatan, akan tetapi mempunyai pengertian sebagai satu sistem
pelayanan rekam medis. Sedangkan kegiatan pencatatannya sendiri hanya
merupakan salah satu kegiatan daripada pelayanan rekam medis. Pelayanan rekam
medis adalah merupakan proses kegiatan yang dimulai pada saat diterimanya pasien
di klinik, diteruskan kegiatan pencatatan data medik pasien selama pasien itu
mendapatkan pelayanan medik di klinik dan dilanjutkan dengan penanganan berkas
rekam medis yang meliputi pelayanan penyimpanan serta pengeluaran berkas dari
tempat penyimpanan untuk melayani permintaan/peminjaman oleh pasien atau untuk
keperluan lainnya.

3. Tujuan Rekam Medis


Tujuan rekam medis adalah untuk menunjang tercapainya tertib administrasi
dalam rangka upaya peningkatan pelayanan kesehatan di KLINIK X. Tanpa didukung
suatu sistem pengelolaan rekam medis yang baik dan benar, mustahil tertib
administrasi di KLINIK X akan berhasil sebagaimana yang diharapkan. Sedangkan
tertib administrasi merupakan salah satu faktor yang menentukan di dalam upaya
pelayanan kesehatan.

4. Kegunaan Rekam Medis


Kegunaan rekam medis dapat dilihat dari beberapa aspek, antara lain:
- Aspek Administrasi

2
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai administrasi, karena isinya
menyangkut tindakan berdasarkan wewenang dan tanggung jawab sebagai tenaga
medis dan paramedis dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan.
- Aspek Medis
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai medik, karena catatan tersebut
dipergunakan sebagai dasar untuk merencanakan pengobatan/perawatan yang
harus diberikan kepada seorang pasien.
- Aspek Hukum
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai hukum, karena isinya menyangkut
masalah adanya jaminan kepastian hukum atas dasar keadilan, dalam rangka
usaha menegakkan hukum serta penyediaan bahan tanda bukti untuk menegakkan
keadilan.
- Aspek Keuangan
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai keuangan karena isinya dapat
dijadikan sebagai bahan untuk menetapkan biaya pembayaran pelayanan di klinik.
- Aspek Penelitian
Suatu berkas rekam medik mempunyai nilai penelitian, karena isinya mengandung
data/informasi yang dapat dipergunakan sebagai aspek penelitian dan
pengembangan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan.
- Aspek Pendidikan
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai pendidikan, karena isinya menyangkut
data/informasi tentang perkembangan kronologis dari kegiatan pelayanan medik
yang diberikan kepada pasien. Informasi tersebut dapat digunakan sebagai
bahan/referensi di bidang profesi si pemakai.
- Aspek Dokumentasi.
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai dokumentasi, karena isinya menjadi
sumber ingatan yang harus didokumentasikan dan dipakai sebagai bahan
pertanggungjawaban dan laporan klinik.
Dengan melihat dari beberapa aspek tersebut di atas, rekam medis
mempunyai kegunaan yang sangat luas, karena tidak hanya menyangkut antara
pasien dengan pemberi pelayanan saja.
Kegunaan rekam medis secara umum adalah:
a. Sebagai alat komunikasi antara dokter dengan tenaga ahli lainnya yang ikut ambil
bagian di dalam memberikan pelayanan, pengobatan, perawatan kepada pasien.
b. Sebagai dasar untuk merencanakan pengobatan/perawatan yang harus diberikan
kepada seorang pasien.
c. Sebagai bukti tertulis atas segala tindakan pelayanan, perkembangan penyakit, dan
pengobatan selama pasienberkunjung/dirawat di RS .
d. Sebagai bahan yang berguna untuk analisa, penelitian, dan evaluasi terhadap
kualitas pelayanan yang diberikan kepada pasien.

3
e. Melindungi kepentingan hukum bagi pasien, klinik maupun dokter dan tenaga
kesehatan lainnya.
f. Menyediakan data-data khusus yang sangat berguna untuk keperluan penelitian
dan pendidikan.
g. Sebagai dasar di dalam perhitungan biaya pembayaran pelayanan medik pasien.
h. Menjadi sumber ingatan yang harus didokumentasikan serta sebagai bahan
pertanggung jawaban dan laporan.

C. Batasan Operasional
1. Managemen Rekam Medis
Adalah kegiatan pelayanan rekam medis di KLINIK X yang terdiri dari admisi, koding,
indeksing, assembling, penyimpanan rekam medis, pendistribusian rekam medis dan
pelaporan rekam medis.
2. Tempat Admission / registrasi pasien
3. ICD X
Adalah kepanjangan dari International Classification of Disease Ten Revision. ICD X
digunakan untuk mengkode diagnosa penyakit pasien rawat jalan maupun rawat inap.
4. ICD 9 CM
Adalah kepanjangan dari International Classification of Diseases Ninth Revision
Clinical Modification digunakan untuk mengkode tindakan / operasi pasien rawat jalan
maupun rawat inap
5. Kartu berobat
Adalah kartu yang diberikan kepada pasien yang berobat ke KLINIK X baik rawat jalan,
rawat inap maupun IGD, dimana isi kartu tersebut adalah nomor rekam medis dan
nama pasien. Kartu tersebut digunakan setiap kali pasien akan menggunakan layanan
di KLINIK X, dimana kegunaan kartu tersebut untuk mempermudah pencarian kembali
berkas rekam medis .

D. Landasan Hukum
Pelayanan Instalasi Rekam Medis di KLINIK X adalah sesuai dengan :
1. Undang-undang Tenaga Kesehatan pasal 2 (Lembaran Negara Tahun 1963 No. 78).
2. Peraturan Pemerintah No.10 tahun 1966 tentang wajib simpan rahasia kedokteran.
3. Peraturan Pemerintah No.32 tahun 1996 tentang tenaga rekam medis.
4. Permenkes No.749a/MENKES/PER/XII/1989 tentang rekam medis merupakan
landasan hukum yang harus dipedomani bagi semua tenaga medis dan para medis
serta tenaga kesehatan lainnya yang terlibat di dalam pelayanan rekam medis.
5. Permenkes RI No 575/Men.Kes/Per/IX/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medis.
6. Permenkes RI No 269/Men.Kes/Per/III/2008 tentang Rekam Medis.

1. Aspek Persyaratan Hukum

4
Rekam medis harus memenuhi persyaratan hukum (PERMENKES 269/2008)
yaitu :
1. Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib
membuat rekam medis
2. Rekam medis yang sebagaiman dimaksut ayat 1 harus dibuat segera dan
dilengkapi setelah pasien menerima pelayanan
3. Pembuatan rekam medis sebagaimana dimaksut ayat 2 dilaksanakan melalui
pencatatan dan pendokumentasian hasil pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan
pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien
4. Setiap pencatatan ke dalam rekam medis harus dibubuhi nama, waktu dan tanda
tangan dokter, dokter gigi atau tenaga kesehatan tertentu yang memberikan
pelayanan kesehatan secara langsung
5. Dalam hal terjadi kesalahan dalam melakukan pencatatan pada rekam dapat
dilakukan pembetulan
6. Pembetulan sebagaimana dimaksut pada ayat 5 hanya dapat dilakukan dengan
cara pencoretan tanpa menghilangkan catatan yang dibetulkan dan dibubuhi
paraf dokter, dokter gigi atau tenaga kesehatan tertentu yang bersangkutan

Dalam UU Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan ditegaskan bahwa


tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan
serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang
kesehatan yang untuk jenis tuntutan memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya
kesehatan.
Tenaga kesehatan yang diatur dalam Pasal 2 ayat (2) sampai dengan ayat (8)
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan terdiri dari :
1. Tenaga medis meliputi dokter dan dokter gigi;
2. Tenaga keperawatan meliputi perawat dan bidan;
3. Tenaga kefarmasian meliputi apoteker, analis farmasi dan asisten apoteker;
4. Tenaga kesehatan masyarakat meliputi epidemiolog kesehatan, entomolog
kesehatan, mikrobiolog kesehatan, penyuluh kesehatan, administrator
kesehatan dan sanitarian;
5. Tenaga gizi meliputi nutrisionis dan dietisien;
6. Tenaga keterapian fisik meliputi fisioterapis, okupasiterapis dan terapis wicara
7. Tenaga keteknisian medis meliputi radiografer, radioterapis, teknisigigi, teknisi
elektromedis, analis kesehatan, refraksionis optisien,othotik prostetik, teknisi
tranfusi dan perekam medis;
Dalam UU Praktik Kedokteran yang dimaksud dengan ”Petugas” adalah dokter, dokter
gigi atau tenaga kesehatan lain yang memberikan pelayanan langsung kepada pasien.

2. Pemilikan Rekam Medis

5
Secara hukum tidak ada bantahan bahwa rekam medis adalah milik klinik.
klinik sebagai pemilik segala catatan yang ada di klinik, termasuk rekam medis. Hal ini
mengingat karena catatan-catatan yang terdapat dalam berkas rekam medis
merupakan rangkaian kegiatan pelayanan yang diberikan oleh unit pelayanan
kesehatan kepada pasien. Jadi bukti dokumentasi tersebut adalah sebagai tanda bukti
klinik terhadap segala usahanya dalam menyembuhkan pasien. Isi rekam medis
menunjukkan pula baik buruknya upaya penyembuhan yang dilakukan instansi
pelayanan kesehatan tersebut. Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian bagi
para petugas pelayanan kesehatan yang terlibat pada pelayanan kesehatan kepada
pasien. :
1. Tidak diperkenankan untuk membawa berkas rekam medis keluar dari KLINIK X
kecuali atas izin pimpinan dan dengan sepengetahuan kepala Instalasi Rekam
Medis.
2. Petugas Rekam Medis antara lain bertanggung jawab penuh terhadap
kelengkapan dan penyediaan berkas yang sewaktu-waktu dapat dibutuhkan oleh
pasien.
3. Petugas ini harus betul-betul menjaga agar berkas tersebut tersimpan dan tertata
dengan baik dan terlindung dari kemungkinan pencurian berkas atau
pembocoran isi berkas rekam medis.
Dalam kaitan ini boleh ataupun tidaknya pasien mengerti akan isi dari pada
rekam medis adalah amat tergantung pada kesanggupan pasien untuk mendengar
informasi mengenai penyakitnya yang dijelaskan oleh dokter yang merawatnya.
Hal ini tidak berarti bahwa pasien diperkenankan untuk membawa berkasnya
pulang. Resume pasien yang dikeluarkan oleh dokter serta diteruskan kepada dokter
rujukan sudah dianggap memadai. Apabila dokter rujukan menghendaki informasi
mengenai penyakit pasien yang lebih terperinci maka pihak klinik diperkenankan untuk
memfotocopy dan melegalisir halaman-halaman yang difotocopy sesuai permintaan
tersebut serta meneruskan kepada dokter rujukan tersebut. Harus diingat bahwa klinik
wajib memegang berkas asli, kecuali untuk resep obat pasien.
Dengan adanya minat pihak ketiga seperti badan-badan asuransi, polisi,
pengadilan dan lain sebagainya terhadap rekam medis seorang pasien maka tampak
bahwa rekam medis telah menjadi milik umum. Namun pengertian umum disini
bukanlah dalam arti bebas dibaca masyarakat, karena walaupun bagaimana rekam
medis hanya dapat dikeluarkan bagi berbagai maksud/kepentingan berdasarkan
otoritas pemerintah/badan yang berwenang yang secara hukum dapat
dipertanggungjawabkan. Bilamana peraturan secara khusus belum ada maka perihal
penyiaran atau penerusan informasi kepada pasien, dokter, orang lain yang ditunjuk
adalah bersifat administratif, pihak klinik akan memperhatikan berbagai faktor yang
terlibat sebelum menjawab permohonan pasien atau pihak lainnya untuk melihat
berkas rekam medis. Dalam hal ini Klinik bertanggung jawab secara moral dan hukum
sehingga karenanya berupaya untuk menjaga agar jangan sampai terjadi orang yang

6
tidak berwenang dapat memperoleh informasi yang terdapat dalam rekam medis
pasien. Pengamanan harus dimulai sejak pasien masuk, selama pasien dirawat dan
sesudah pasien pulang.

3. Kerahasiaan Rekam Medis


Secara umum telah disadari bahwa informasi yang didapat dari rekam medis
sifatnya rahasia. Tetapi kalau dianalisa, konsep kerahasiaan ini, akan ditemui banyak
pengecualian. Yang menjadi masalah disini ialah ”Bagi siapa rekam medis itu
dirahasiakan dan dalam keadaan bagaimana rekam medis dirahasiakan. Informasi di
dalam rekam medis bersifat rahasia karena hal ini menjelaskan hubungan yang khusus
antara pasien dan dokter yang wajib dilindungi dari pembocoran sesuai dengan kode
etik kedokteran dan peraturan perundangan yang berlaku.
Pada dasarnya informasi yang bersumber dari rekam medis ada dua
kategori :
1. Informasi yang mengandung nilai kerahasiaan.
2. Informasi yang tidak mengandung nilai kerahasiaan.
Informasi yang mengandung nilai kerahasiaan :
Yaitu laporan atau catatan yang terdapat dalam berkas rekam medis sebagai
hasil pemeriksaan, pengobatan, observasi atau wawancara dengan pasien. Informasi
ini tidak boleh disebarluaskan kepada pihak-pihak yang tidak berwenang, karena
menyangkut individu langsung si pasien. Walaupun begitu perlu diketahui pula bahwa
pemberitahuan keadaan sakit si pasien kepada pasien maupun keluarganya oleh
orang Klinik selain dokter yang merawat sama sekali tidak diperkenankan.
Pemberitahuan kepenyakitan kepada pasien/keluarga menjadi tanggung jawab dokter
dan pasien atau pihak yang diberikan kuasa oleh pasien maksimal 2 orang, pihak lain
selain yang tertera di di lembar pelepasan informasi tidak memiliki hak sama sekali.
Informasi yang tidak mengandung nilai kerahasiaan :
Jenis informasi yang dimaksud disini adalah perihal identitas (nama, alamat,
dan lain-lain) serta infomasi lain yang tidak mengandung nilai medis. Informasi jenis ini
terdapat dalam lembaran paling depan berkas rekam medis rawat jalan maupun rawat
inap (Ringkasan Riwayat Klinik ataupun Ringkasan Masuk dan Keluar). Namun sekali
lagi perlu diingat bahwa karena diagnosa akhir pasien mengandung nilai medis maka
lembaran tersebut tetap tidak boleh disiarkan kepada pihak-pihak yang tidak
berwenang. Walaupun begitu petugas tenaga bantuan, perawat, petugas perekam
medis maupun petugas Klinik lainnya harus berhati-hati bahwa ada kalanya identitas
pasienpun dianggap perlu disembunyikan dari pemberitaan, misalnya apabila pasien
tersebut adalah orang terpandang di masyarakat ataupun apabila pasien adalah
seorang tanggungan polisi (buronan). Hal ini semata-mata dilakukakan demi
ketenangan si pasien dan demi tertibnya keamanan Klinik dari pihak-pihak yang
mungkin bermaksud mengganggu. Oleh kaena itu dimanapun petugas itu berdinas

7
tetap harus memiliki kewaspadaan yang tinggi agar terhindar dari kemungkinan
tuntutan ke pengadilan.
Sumber hukum yang bisa dijadikan acuan di dalam masalah kerahasiaan
suatu sumber informasi yang menyangkut rekam medis pasien dapat dilihat pada
Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1966 yaitu mengenai “Wajib Simpan Rahasia
Kedokteran”. Dengan adanya Peraturan Pemerintah itu maka siapapun yang bekerja di
Klinik, khususnya bagi mereka yang berhubungan dengan data rekam medis wajib
memperhatikan ketentuan tersebut.
Pasal 1 :
Yang dimaksud dengan rahasia kedokteran ialah segala sesuatu yang diketahui
oleh orang-orang tersebut dalam pasal 3 pada waktu atau selama melakukan
pekerjaannya dalam lapangan kedokteran.
Pasal 3:
Yang diwajibkan menyimpan rahasia yang dimaksud dalam pasal 1 ialah:
a. Tenaga kesehatan menurut pasal 2 Undang-undang Tenaga Kesehatan
(Lembaran Negara Th. 1963 No. 78)
b. Mahasiswa kedokteran, murid yang bertugas dalam lapangan pemeriksaan,
pengobatan dan / atau perawatan & orang lain yang ditetapkan oleh Menteri
Kesehatan.

4. Persetujuan Tindakan Medis (Informed Consent)


Sesuai dengan PERMENKES No:290/MEN.KES/PER/III/2008 tentang
Persetujuan Tindakan Kedokteran.
Persetujuan Tindakan Medik/Informed Consent adalah :
Persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarganya atas dasar
penjelasan mengenai tindakan medis yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut.
Tindakan medik adalah suatu tindakan yang dilakukan terhadap pasien berupa
diagnostik atau terapeutik. Semua tindakan medis yang akan dilakukan terhadap
pasien harus mendapat persetujuan. Persetujuan dapat diberikan secara tertulis
maupun lisan.
Setiap pasien yang mendapat pelayanan di Klinik mempunyai hak untuk
memperoleh atau menolak pengobatan. Bila pasien dalam perwalian maka walilah
yang mengatas namakan keputusan hak tersebut pada pasien.
Di KLINIK X hal mengenai keputusan pasien (atau wali) dapat dikemukakan
dengan 2 cara, yang lazim dikenal dengan persetujuan meliputi :
- Persetujuan langsung, berarti pasien / wali segera menyetujui usulan pengobatan
yang ditawarkan pihak Klinik. Persetujuan dapat dalam bentuk lisan atau tulisan.
- Persetujuan secara tak langsung.
Tindakan pengobatan dilakukan dalam keadaan darurat atau ketidakmampuan
mengingat ancaman terhadap nyawa pasien.

8
Selain kedua jenis persetujuan di atas terdapat pula suatu jenis persetujuan
khusus dalam hal mana pasien / wali wajib mencantumkan pernyataan bahwa
kepadanya telah dijelaskan suatu informasi terhadap apa yang akan dilakukan oleh tim
medis, resiko dan akibat yang akan terjadi bilamana suatu tindakan diambil.
Persetujuan ini dikenal dengan istilah informed consent, hanya diperlukan bilamana
pasien akan dioperasi atau akan menjalani prosedur pembedahan tertentu.
Pemberian persetujuan atau penolakan terhadap perlakuan yang akan diambil tersebut
menjadi bukti yang syah bagi Klinik, pasien, dan dokter.
Demi menjaga kemungkinan-kemungkinan yang akan timbul maka pihak Klinik
melakukan dua kali pengambilan persetujuan (apabila ternyata kemudian ada tindakan
khusus) yaitu:
a. Disaat pasien akan dirawat : Penandatanganan dilakukan setelah pasien
mendapat penjelasan dari petugas penerima pasien di tempat pendaftaran.
Penandatanganan persetujuan disini adalah untuk pemberi persetujuan dalam
pelaksanaan prosedur diagnostik, pelayanan rutin Klinik dan pengobatan medis
umum.
b. Persetujuan khusus (Informed Consent) : sebelum dilakukannya suatu tindakan
medis di luar prosedur di atas misalnya pembedahan.
Ini sesuai PERMENKES No:575/Men.Kes/Per/IX/1989 pada pasal 3 bahwa
setiap tindakan medik yang mengandung resiko tinggi harus dengan persetujuan
tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan.
Dan pada pasal 4 disebutkan informasi tentang tindakan medik harus
diberikan kepada pasien, baik diminta maupun tidak diminta.
Dokter yang menangani pasien harus menjelaskan hal-hal yang akan
dilakukannya secara jelas. Dalam hal ini, dokter jangan sekali-kali memberi garansi
kesembuhan pada pasien, tetapi didiskusikan dan dijelaskan keuntungan yang
diharapkan sehingga pasien dapat berpikir dan menetapkan keputusannya. Dokter
dapat meminta persetujuan kepada suami/isteri pasien , apabila tindakan yang akan
diberikan kepada pasien dapat mempengaruhi fungsi seksual atau reproduksi pasien
atau tindakan yang dapat mengakibatkan kematian janin dalam kandungan.
Keputusan ini diambil sebagai upaya hubungan kemanusiaan dan tidak mutlak untuk
mengobati pasien .
Dalam masalah persetujuan Klinik sering menghadapi permasalahan seperti
untuk kasus otopsi dan adopsi. Pada dasarnya otorisasi untuk otopsi, adopsi adalah
sama seperti untuk operasi/pembedahan. Dalam hal ini Klinik harus betul-betul
terjamin keselamatannya melalui bukti-bukti tanda tangan dari orang-orang yang
berhak.
Berkas dari pasien yang akan diotopsi harus memiliki lembaran perintah
otopsi.
Perintah pelaksanaan otopsi dapat ditinjau dalam dua kejadian:

9
a. Otopsi atas permintaan keluarga pasien, dimana didalamnya terdapat tanda tangan
keluarga pasien
b. Otopsi atas permintaan polisi untuk pembuktian
Adanya permintaan akan jenasah pasien, bagian tubuh tertentu, kremasi
ataupun pernyataan bahwa jenasah tidak diambil keluarga dan lain sebagainya harus
senantiasa dikuatkan oleh tanda tangan dari berbagai pihak termasuk didalamnya
saksi I, II sesuai dengan prosedur yang berlaku. Dalam kaitan ini selain instansi kamar
jenasah maka dalam berkas rekam medispun juga harus memiliki dasar penguat
dalam bentuk formulir persetujuan yang telah di tanda tangani oleh pihak pihak yang
bersangkutan tersebut. Dalam hal kasus adopsi pihak-pihak yang bersangkutan harus
benar-benar bertanggung jawab untuk segera menandatangani formulir atau
keterangan adopsi. Pihak Klinik harus melibatkan unsur saksi sebagai penguat
disamping adanya pernyataan resmi secara tertulis dari pihak yang menerima. Dalam
hal mana seorang anak tidak diambil oleh keluarganya maka pihak Klinik dapat
meneruskannya kepada yayasan atau badan resmi yang berwenang dan dianggap sah
oleh negara. Segala korespondensi yang terjadi dalam hal adopsi harus amat dijaga
kerahasiaannya. Pihak Instalasi Rekam Medis harus dapat menjamin bahwa
berkasnya telah lengkap. Bilamana dirasakan perlu untuk menyendirikan laporan
adopsi dari berkas pencatatan pasien maka Kepala Instalasi Rekam Medis dapat
mengambil kebijaksanaan tersebut dan memberi kode tertentu dalam berkas rekam
medis pasien tersebut. Selanjutnya surat adopsi tersebut disimpan dalam tempat
khusus yang terkunci dan aman.
5. Pemberian Informasi Kepada Orang/Badan Yang Mendapat Kuasa
Berbicara tentang pemberian informasi, kadang-kadang membingungkan bagi
seorang petugas rekam medis, karena harus mempertimbangkan setiap situasi bagi
pengungkapan suatu informasi dari rekam medis. Permintaan terhadap informasi ini
banyak datang dari pihak ketiga yang akan membayar biaya, seperti : asuransi,
perusahaan yang pegawainya mendapatkan perawatan di Klinik, dan lain-lain.
Disamping itu pasien dan keluarganya, dokter dan staf medis, dokter dan Klinik lain
yang turut merawat seorang pasien, lembaga pemerintahan dan badan-badan lain juga
sering meminta informasi tersebut. Meskipun kerahasiaan menjadi faktor terpenting
dalam pengelolaan rekam medis, akan tetapi harus diingat bahwa hal tersebut
bukanlah faktor satu-satunya yang menjadi dasar kebijaksanaan dalam pemberian
informasi. Hal yang sama pentingnya adalah dapat selalu menjaga/memelihara
hubungan baik dengan masyarakat. Oleh karena itu perlu adanya ketentuan-
ketentuan yang wajar dan senantiasa dijaga bahwa hal tersebut tidak merangsang
pihak peminta informasi untuk mengajukan tuntutan lebih jauh kepada Klinik.
Seorang pasien dapat memberikan persetujuan untuk memeriksa isi rekam
medisnya dengan memberi surat kuasa. Orang-orang yang membawa surat kuasa ini
harus menunjukkan tanda pengenal (identitas) yang syah kepada pimpinan Klinik,
sebelum mereka diijinkan meneliti isi rekam medis yang diminta. Badan-badan

10
pemerintah seringkali meminta informasi rahasia tentang seorang pasien. Apabila tidak
ada undang-undang yang menetapkan hak satu badan pemerintah untuk menerima
informasi tentang pasien, mereka hanya dapat memperoleh informasi atas persetujuan
dari pasien yang bersangkutan sebagaimana yang berlaku bagi badan-badan swasta.
Jadi patokan yang perlu dan harus senantiasa diingat oleh petugas rekam medis
adalah : “Surat persetujuan untuk memberikan informasi yang ditandatangani oleh
seorang pasien atau pihak yang bertanggungjawab, selalu diperlukan, untuk setiap
pemberian informasi dari rekam medis, terutama dalam keadaan belum adanya
peraturan perundangan yang mengatur hak tersebut.” Pada saat ini makin banyak
usaha-usaha yang bergerak di bidang asuransi, diantaranya ada asuransi sakit,
kecelakaan, pengobatan asuransi tenaga kerja dan lain-lain. Untuk dapat membayar
klaim asuransi dari pemegang polisnya perusahaan asuransi terlebih dahulu
memperoleh informasi tertentu yang terdapat dalam rekam medis seorang pasien
selama mendapat pertolongan perawatan di Klinik X. Informasi ini hanya dapat
diberikan apabila ada surat kuasa/persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh pasien
yang bersangkutan. Dengan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk
menggunakan jasa asuransi sehingga makin banyak jumlah pemegang polis, Klinik X
harus mampu mengadakan satu formulir standard yang memberikan perlindungan
maksimum kepada pasien dan mempercepat waktu pengisiannya oleh petugas Klinik
X. Untuk melengkapi persyaratan bahwa surat kuasa/persetujuan harus
ditandatangani oleh yang bersangkutan, Klinik X menyediakan formulir surat kuasa,
dengan demikian tanda tangan dapat diperoleh pada saat pasien tersebut masuk
dirawat.
Pimpinan Klinik X dengan Instalasi Rekam Medis dan Tim Etik Hukum dan
Rekam Medis, menetapkan suatu peraturan yang mengatur pemberian informasi yang
berasal dari rekam medis itu. Peraturan-peraturan tersebut disebarluaskan ke dalam
lingkungan kerja Klinik X maupun perorangan atau organisasi-organisasi yang sering
berhubungan dengan instalasi Rekam Medis untuk meminta informasi yang berkaitan
dengan rekam medis.
Pengesahan untuk memberikan informasi hendaklah berisi indikasi mengenai
periode-periode perawatan tertentu. Surat kuasa/persetujuan itu hanya berlaku untuk
informasi medis yang termasuk dalam jangka waktu/tanggal yang ditulis didalamnya.

6. Rekam Medis Di Pengadilan


Penyuguhan informasi yang diambil dari rekam medis sebagai bukti dalam
suatu sidang pengadilan, atau didepan satu badan resmi lainnya, senantiasa
merupakan proses yang wajar. Sesungguhnya bahwa rekam medis disimpan dan
dijaga baik-baik bukan semata-mata untuk keperluan medis dan administratif, tetapi
juga karena isinya sangat diperlukan oleh individu dan organisasi yang secara hukum
berhak mengetahuinya. Rekam medis ini adalah catatan kronologis yang tidak
disangsikan kebenarannya tentang pertolongan, perawatan, pengobatan seorang

11
pasien selama mendapatkan pelayanan di Klinik X. Rekam medis ini dibuat sebagai
suatu prosedur rutin penyelenggara kegiatan Klinik X. Penyimpanan dan pemeliharaan
merupakan satu bagian dari keseluruhan kegiatan Klinik X .
Sebagai satu dalil yang umum dapat dikatakan setiap informasi di dalam
rekam medis dapat dipakai sebagai bukti, karena rekam medis adalah dokumen resmi
dalam kegiatan Klinik X. Jika pengadilan dapat diyakinkan bahwa rekam medis itu
tidak dapat disangkal kebenarannya dan dapat dipercayai, maka keseluruhan atau
sebagian dari informasi dapat dijadikan bukti yang memenuhi persyaratan. Apabila
salah satu pihak bersengketa dalam satu acara pengadilan menghendaki
pengungkapan isi rekam medis di dalam sidang, ia meminta perintah dari pengadilan
kepada Klinik X yang menyimpan rekam medis tersebut. Klinik X yang menerima
perintah tersebut wajib mematuhi dan melaksanakannya.
Apabila ada keragu-raguan tentang isi perintah tersebut dapat diminta seorang
sanksi untuk datang dan membawa rekam medis yang diminta atau memberikan
kesaksian di depan sidang.
Apabila diminta rekam medisnya saja pihak Klinik X dapat membuat fotocopy
dari rekam medis yang diminta dan mengirimkan kepada bagian Tata Usaha
pengadilan. Dalam suatu kasus mungkin sebagian dari rekam medis atau mungkin
seluruh informasi dari rekam medis dipergunakan. Hakim dan pembela
bertanggungjawab untuk mengatasi setiap perbedaan ketentuan perundangan dalam
hal pembuktian. Tanggung jawab seorang ahli rekam medis adalah berperan sebagai
saksi yang obyektif.
Pihak Klinik X tidak memperkirakan setiap saat, rekam medis yang mana yang
akan diminta oleh pengadilan. Oleh karena itu, setiap rekam medis kita anggap dapat
sewaktu-waktu dilihat/diperlukan untuk keperluan pemeriksaan oleh hakim di
pengadilan. Konsekuensinya, terhadap semua rekam medis pasien yang telah keluar
dari Klinik X harus dilakukan analisa kuantitatif secara seksama. Setiap isian/tulisan di
dalam rekam medis yang dihapus, tanpa paraf, dan setiap isian yang tidak
ditandatangani ataupun tidak sesuai dengan ketentuan Klinik X harus ditolak dan
dikembalikkan kepada pihak yang bersangkutan untuk diperbaiki/dilengkapi.
Kedudukan kepala Instalasi Rekam Medis memberikan tanggung jawab / kepercayaan
khusus di Klinik X, dengan demikian harus senantiasa menjaga agar rekam medis
semuanya benar-benar lengkap. Materi yang bukan bersifat medis harus ditinggal
apabila rekam medis diminta untuk keperluan pengadilan, kecuali jika diminta.

BAB II
STANDAR KETENAGAAN

12
A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia
Dalam upaya mempersiapkan tenaga rekam medis yang handal, perlu kiranya
melakukan kegiatan menyediakan, mempertahankan sumber daya manusia yang tepat
bagi organisasi.
Atas dasar tersebut perlu adanya perencanaan SDM, yaitu proses
mengantisipasi dan menyiapkan perputaran orang ke dalam, di dalam dan ke luar
organisasi. Tujuannya adalah mendayagunakan sumber-sumber tersebut seefektif
mungkin sehingga pada waktu yang tepat dapat disediakan sejumlah orang yang sesuai
dengan persyaratan jabatan.
Perencanaan bertujuan untuk mempertahankan dan meningkatkan kemampuan
oganisasi dalam mencapai sasarannya melalui strategi pengembangan kontribusi.

B. Distribusi Ketenagaan
Adapun penghitungan sumber daya manusia di Instalasi Rekam Medis KLINIK
X berdasarkan beban kerja (WISN) adalah sebagai berikut :

BAB III
STANDAR FASILITAS

13
A. Denah Ruang Instalasi Rekam Medis

14
B. Standar Fasilitas Instalasi Rekam Medis
1. Daftar Inventaris Peralatan di Rekam Medis

15
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN

Tata cara penerimaan pasien yang akan berobat ke poliklinik ataupun yang akan
dirawat adalah sebagian dari sistem prosedur pelayanan KLINIK X. Dapat dikatakan bahwa
disinilah pelayanan pertama kali yang diterima oleh seorang pasien saat tiba di Klinik X,
maka tidaklah berlebihan bila dikatakan bahwa di dalam tata cara penerimaan inilah seorang
pasien mendapatkan kesan baik ataupun tidak baik dari pelayanan Klinik X. Tata cara
melayani pasien dapat dinilai baik bilamana dilaksanakan oleh petugas dengan sikap yang
ramah, sopan, tertib dan penuh tanggung jawab.
Dilihat dari jenis kedatangannya pasien dapat dibedakan menjadi :
1. Pasien baru : adalah pasien yang baru pertama kali datang ke Klinik untuk keperluan
berobat.
2. Pasien lama : adalah pasien yang pernah datang sebelumnya ke Klinik untuk keperluan
berobat.
Kedatangan pasien ke Klinik dapat terjadi karena :
a. Dikirim oleh dokter praktek di luar Klinik
b. Dikirim oleh Klinik lain, Puskesmas, atau jenis pelayanan kesehatan lainnya.
c. Datang atas kemauan sendiri.

A. Pelayanan Pendaftaran Rawat Jalan


a. Pasien baru
Setiap pasien baru diterima di registrasi dan akan diwawancarai oleh petugas
guna mendapatkan data identitas yang akan ditulis diberkas rekam medis dan di entry
pada komputer.
Setiap pasien baru akan memperoleh nomor rekam medis pasien yang juga
akan dicetak pada kartu pasien yang harus dibawa pada setiap kunjungan berikutnya
di KLINIK X, baik sebagai pasien berobat jalan maupun sebagai pasien rawat inap.
Pasien baru dengan berkas rekam medisnya akan dikirim ke poliklinik sesuai
dengan yang dikehendaki pasien. Setelah mendapat pelayanan yang cukup dari
poliklinik, ada beberapa kemungkinan dari setiap pasien :
 Pasien boleh langsung pulang.
 Pasien diminta datang kembali untuk berobat lanjutan
 Pasien dirujuk/dikirim ke Klinik X lain.
 Pasien dilakukan rawat inap.
Untuk pasien yang akan dirawat, dokter harus mengisi lembar pengantar rawat
inap yang berisi alasan pasien harus dilakukan rawat inap. Berkas rekam medis untuk
pasien yang akan rawat inap untuk form1 ( data identitas dan sosial pasien ) diisi oleh
petugas poliklinik yg bersangkutan. Berkas rekam medis rawat inap akan dikirim
keruang perawatan bersama-sama pasien.

16
b. Pasien lama
1. Pasien lama dengan jenis pasien umum yaitu pasien yang melakukan
pembayaran langsung :
Pasien datang mengambil no antrian dengan membawa kartu berobat menuju
menuju loket A atau loket B untuk melakukan pendaftaran sesuai keluhan
yang diderita.
Pasien menuju ke loket karcis untuk melakukan pembayaran.
Pasien menuju poliklinik yang dikehendaki.
2. Pasien lama dengan pembayaran jaminan
Pasien menuju loket pendaftaran untuk dilakukan wawancara oleh petugas,
guna mendapatkan informasi kelengkapan persyaratan administrasi
penjaminan, serta poliklinik yang dituju.
Setelah rekam medis dikirim ke poliklinik, pasien akan mendapat pelayanan di
poliklinik.

c. Pasien Gawat Darurat


a. Sistem Pencatatan rekam medik
1) Identitas Penderita
- Penderita datang sendiri dan dalam keadaan sadar, maka petugas
admisi gawat darurat mendatangi penderita untuk mendapatkan
identitas selengkapnya.
- Penderita datang dengan keluarga, maka keluarga penderita
tersebut mendaftar ke tempat admisi gawat darurat
- Penderita tak sadar tanpa keluarga: Sementara diberi kode MR “X”
atau MRS “X” sampai ada keluarga yang mampu memberikan
identitas penderita atau penderita sendiri dapat memberikannya.
- Penderita tak sadar dengan keluarga: maka keluarga penderita
mendaftar ke tempat admisi pasien gawat darurat.

2) Berkas rekam medik instalasi rawat darurat


- Petugas admisi mengisi identitas sosial pada format yang telah
disediakan.
- Berkas rekam medis selanjutnya akan diisi oleh dokter dan perawat
yang memeriksa dan yang melakukan pelayanan kepada penderita.
- Berkas rekam medik dikirim ke :
 Bila penderita langsung pulang/ meninggal setelah dirawat di
IGD: berkas rekam medis dikirim dan disimpan di ruang filling
Rekam Medik rawat jalan.

17
 Bilamana penderita rawat inap : berkas rekam medik IGD
disertakan bersama berkas rekam medik rawat inap ke
instalasi rawat inap yang dituju.
 Foto radiologi diberikan kepada penderita namun hasil bacaan
tersimpan dalam berkas RM.
 Hasil pemeriksaan penunjang lainnya disimpan dalam berkas
rekam medik untuk kepentingan kronologi data penderita
b. Registrasi penderita
- Registrasi penderita dilaksanakan secara sentral melalui satu tempat
registrasi / pendaftaran penderita .
- Satu penderita hanya memiliki 1 (satu) nomor registerasi rekam medik
untuk semua jenis pelayanan di KLINIK X yaitu nomor rekam medis rawat
inap dan nomor rekam medis rawat jalan sama
- Pemberian nomor rekam medis berdasar bank nomor secara sentralisasi
dan komputerisasi
c. Pengisian berkas rekam medik
- Kelengkapan pengisian berkas rekam medik menjadi tanggung jawab
dokter dan petugas yang saat itu bertugas melayani penderita di Instalasi
Gawat Darurat.
- Bilamana penderita perlu dirawat inap, maka keluarga pasien akan
melakukan registrasi di admisi rawat inap untuk dibuatkan berkas rekam
medis rawat inapnya dan mendapatkan informasi terkait hak dan kewajiban
pasien selama mendapat perawatan di KLINIK X.

B. ADMISI atau Pelayanan Pendaftaran Pasien Rawat Inap


Tempat penerimaan pasien rawat inap dinamakan TPPRI (Tempat Pendaftaran Pasien
Rawat Inap) atau yang disebut ADMISI yang fungsi utamanya adalah menerima
pasien untuk dirawat di KLINIK X. Ada beberapa peraturan yang harus ditaati yaitu :
- ADMISI bertanggung jawab sepenuhnya mengenai pencatatan seluruh
informasi yang berkenaan dengan diterimanya pasien di KLINIK X
- Semua ruang rawat inap harus memberitahukan ke bagian ADMISI bila ada
pasien telah diijinkan keluar Klinik X
- Membuat catatan yang lengkap tentang jumlah tempat tidur yang terpakai dan
yang tersedia diseluruh Klinik X.
- Selama ruang perawatan dan fasilitas tersedia, semua pasien yang menderita
segala macam penyakit dapat diterima di KLINIK X
- Pasien dapat diterima apabila ada Surat perintah rawat inap oleh dokter IGD
maupun dokter poliklinik KLINIK X

a. Alur Penderita Rawat Inap


1) Penderita/keluarga penderita melapor ke ADMISI dengan membawa :

18
- Surat pengantar dari Poliklinik/ IGD KLINIK X
- Menunjukkan pengenal bagi peserta jaminan BPJS/JKN dll.
- Penentuan ruang perawatan dan kelas perawatan sudah dilakukan di
poliklinik / IGD
- Setelah mendapat penjelasan seperlunya , petugas ADMISI membuat
mengisi data identitas sosial pasien dan menyiapkan berkas rekam medik
rawat inap.
2) Petugas mengirimkan berkas rekam medis bersama-sama dengan pasiennya
ke ruang perawatan.

C. Sistem Identifikasi Dan Penomoran


1. Sistem Penamaan
Sistem penamaan pada dasarnya untuk memberikan identitas kepada
seorang pasien serta untuk membedakan antara pasien yang satu dangan pasien
yang lainnya, sehingga mempermudah/memperlancar didalam memberikan
pelayanan rekam medis kepada pasien yang datang berobat ke Klinik. Di KLINIK X
menggunakan sistem penamaan langsung yaitu yang ditulis dalam data base adalah
nama pasien sendiri berdasarkan kartu identitas yang berlaku .
Prinsip utama yang harus ditaati oleh petugas pencatat adalah : nama pasien
harus lengkap, minimal terdiri dari dua suku kata. Dengan demikian, nama pasien
yang akan tercantum dalam rekam medis akan menjadi satu diantara kemungkinan
ini :
- Nama pasien sendiri, apabila namanya sudah terdiri dari dua suku kata atau lebih.
- Nama pasien sendiri dilengkapi dengan nama suami, apabila pasien seorang
perempuan bersuami.
- Nama pasien sendiri dilengkapi dengan nama orang tua (biasanya nama ayah).
- Bagi pasien yang mempunyai nama keluarga/marga, maka nama keluarga/marga
didahulukan dan kemudian diikuti nama sendiri.
Dalam sistem penamaan pada rekam medis, diharapkan :
- Nama ditulis dengan huruf cetak dan mengikuti ejaan yang disempurnakan.
- Sebagai pelengkap, bagi pasien perempuan diakhir nama lengkap ditambah Ny.
Atau Nn sesuai dengan statusnya.
- Pencatuman titel selalu diletakkan sesudah nama lengkap pasien.
- Perkataan Tuan, Saudara, Bapak, tidak dicantumkan dalam penulisan nama pasien.
- Penggunaan nama bayi yang baru lahir dituliskan nama ibunya.
contoh : By Ny Hartini ditulis Hartini By

2. Sistem Penomoran
Sistem penomoran rekam medis pada KLINIK X menggunakan “ Unit
Numbering System “ sistem ini memberikan satu unit nomor rekam medis baik kepada
pasien berobat jalan maupun pasien untuk dirawat inap. Pada saat seorang penderita

19
berkunjung pertama kali ke KLINIK X apakah sebagai penderita berobat jalan ataupun
untuk rawat inap, kepadanya diberikan satu nomor (admitting number) yang akan
dipakai selamanya untuk kunjungan seterusnya, sehingga rekam medis penderita
tersebut hanya tersimpan di dalam satu berkas di bawah satu nomor.
Kepada petugas yang memberikan pendaftaran, diperintahkan agar selalu
mengecek apakah seorang pengunjung sudah pernah berkunjung ke KLINIK X.
Seorang pasien yang sudah pernah berkunjung ke KLINIK X sebelumnya tidak akan
diberikan nomor baru, karena rekam medisnya yang sekarang akan diberi nomor
yang sama dengan nomor yang telah dimiliki pada kunjungan yang lalu. Kadang-
kadang terjadi kekeliruan dimana seorang penderita diberikan lagi nomor yang baru,
padahal ia telah mempunyai nomor, kekeliruan ini dapat diperbaiki dengan
membatalkan nomor baru dan tetap menyimpan rekam medisnya pada nomor lama.
Satu problem yang biasa timbul adalah bertambahnya satu rekam medis
menjadi lebih tebal dan banyak, karena seringnya pasien tersebut mendapat
pelayanan (dirawat) di KLINIK X. Untuk rekam medis pasien tersebut digabungkan
menjadi satu setiap kali selesai pelayanan.
Untuk sumber nomor KLINIK X membuat satu “ bank nomor” terdiri dari enam
angka, menggunakan sistem angka akhir (terminal digit) dengan menentukan nomor
awal dimulai dari 000001 sampai dengan 999999. Bank nomor dikeluarkan oleh
sistem komputer yang secara otomatis akan mengeluarkan satu nomor baru setiap
entry data pasien baru.

D. Klasifikasi Penyakit
Indeks penyakit dan indeks operasi adalah suatu data base yang menyimpan kode
diagnosa penyakit maupun tindakan operasi setiap pasien yang berobat di KLINIK X.
Informasi yang ada didalam data base ini adalah:
- Nomor Kode Diagnosa penyakit atau tindakan operasi.
- Judul, Bulan, Tahun
- Nomor Penderita
- Jenis Kelamin
- Umur.
Kegunaan :
Data base ini dapat untuk mengindeks penyakit maupun tindakan operasi sesuai
dengan informasi yang diinginkan untuk keperluan sbb:
a) Mempelajari kasus-kasus terdahulu dari satu penyakit untuk memperoleh pengertian
tentang penanggulangan terhadap penyakit-penyakit/masalah-masalah kesehatan pada
saat ini.
b) Untuk menguji teori-teori membandingkan data-data tentang penyakit/pengobatan dalam
rangka penyuguhan tulisan-tulisan ilmiah
c) Menyuguhkan data untuk menyusun keperluan alat-alat baru, tempat tidur dan lain-lain.
d) Menilai kualitas pelayanan di KLINIK X.

20
e) Menyuguhkan data pelayanan yang diperlukan dalam survey kemampuan KLINIK X.
f) Menemukan rekam medis dimana dokternya hanya ingat diagnosa atau operasinya,
sedangkan nama pasien yangn bersangkutan lupa.
g) Menyediakan materi pendidikan untuk mahasiswa kedokteran, perawat, dll.
Cara penyimpanan:
Dengan sistem komputerisasi yang diback up setiap waktu tertentu secara periodik
sehingga data rusak atau hilang dapat dicegah.

21
E. Pengelolaan dan Analisa Data
Semua bentuk catatan , baik hasil rekapitulasi harian, maupun lembaran-
lembaran formulir rekam medis merupakan bahan yang perlu diolah untuk selanjutnya
dipakai sebagai bahan laporan KLINIK X. Sebelum dilakukan pengolahan, berkas-berkas
rekam medis tersebut diteliti kelengkapannya baik isi maupun jumlahnya. Rekapitulasi
dari sensus harian diolah untuk menyiapkan laporan yang menyangkut kegiatan klinik,
sedangkan formulir-formulir rekam medis diolah untuk menyiapkan laporan yang
menyangkut morbiditas dan mortalitas.

Kegiatan pengelolaan rekam medik antara lain :


1. Perakitan (Assembling ) Rekam Medis
A. Perakitan Rekam Medis pasien rawat jalan, meliputi:
- Lembar SOAP
- Lembar Dokumen Pengantar
- Hasil Pemeriksaan Penunjang
- Salinan Resep
B. Perakitan Rekam Medis pasien rawat inap
 Perakitan rekam medis pasien rawat inap untuk kasus anak meliputi :
- Ringkasan (diisi oleh bagian RM)
- Ringkasan Masuk & Keluar
- Surat Dokumen Pengantar
- Instruksi Dokter
- Lembar Konsultasi
- Catatan Perawat
- Catatan Perkembangan
- Grafik Suhu, Nadi dan Pernafasan
- Pengawasan Khusus
- Hasil Pemeriksaan Laboratorium
- Hasil Pemeriksaan Radiodiagnostik
- Salinan Resep
- Resume/Laporan Kematian

 Perakitan rekam medis pasien rawat inap untuk kasus bedah


meliputi :
- Ringkasan
- Surat Dokumen Pengantar
- Instruksi Pra/Pasca Bedah
- Catatan Anastesi
- Laporan Pembedahan
- Instruksi Dokter
- Catatan Perkembangan

22
- Lembar Konsultasi
- Catatan Perawat
- Grafik Suhu, Nadi dan Pernapasan
- Pengawasan Khusus
- Hasil Pemeriksaan Laboratorium
- Hasil Pemeriksaan Radiodiagnostik
- Salinan Resep
- Resume/Laporan kematian

 Perakitan rekam medis pasien rawat inap kasus kebidanan meliputi:


- Ringkasan Masuk & Keluar
- Surat Dokumen Pengantar
- Lembar Obstetrik
- Catatan Persalinan
- Lembaran Bayi Baru Lahir
- Instruksi Dokter
- Catatan perkembangan
- Lembar Konsultasi
- Catatan Perawat
- Grafik Nifas (Grafik Ibu)
- Pengawasan Khusus
- Hasil Pemeriksaan Laboratorium
- Hasil Pemeriksaan Radiodiagnostik
- Salinan Resep
- Resume/Laporan kematian

 Perakitan rekam medis pasien rawat inap kasus bayi lahir meliputi :
- Ringkasan Masuk & Keluar
- Riwayat Kelahiran
- Instruksi Dokter
- Catatan Perkembangan
- Lembar Konsultasi
- Catatan Perawat
- Grafik Bayi
- Pengawasan Khusus
- Hasil Pemeriksaan Laboratorium
- Hasil Pemeriksaan Radiodiagnostik
- Salinan Resep
- Resume/Laporan kematian

2. Koding (coding)

23
Kegiatan dan tindakan serta diagnosis yang ada di dalam rekam medis
harus diberi kode dan selanjutnya diindeks agar memudahkan pelayanan pada
penyajian informasi untuk menunjang fungsi perencanaan, managemen, dan
riset bidang kesehatan.
Kode klasifikasi penyakit oleh WHO (World Health Organization)
bertujuan untuk menyeragamkan nama dan golongan penyakit, cidera, gejala
dan factor yang mempengaruhi kesehatan.
Sejak tahun 1993 WHO mengharuskan negara anggotanya termasuk
Indonesia menggunakan klasifikasi penyakit revisi-10, International Statical
Clasification Deseasses and Health Problem 10. ICD 10 menggunakan kode
kombinasi yaitu menggunakan abjad dan angka (alpha numeric).
Kecepatan dan ketepatan Koding dari suatu diagnosis sangat tergantung
kepada pelaksana yang menangani rekam medis tersebut yaitu:
 Tenaga medis dalam menetapkan diagnosis
 Tenaga rekam medis sebagai pemberi kode
 Tenaga kesehatan lainnya.
Penetapan diagnosis sorang pasien merupakan kewajiban hak dan
tanggung jawab dokter (tenaga medis) yang terkait tidak boleh diubah oleh
karenanya diagnosis yang ada dalam rekam medis harus diisi dengan lengkap
dan jelas sesuai dengan arahan yang ada pada buku ICD 10.
Tenaga rekam medis sebagai pemberi kode bertanggung jawab atas
keakuratan kode dari suatu diagnosis yang sudah ditetapkan oleh tenaga
medis. Oleh karenanya untuk hal yang kurang jelas atau yang tidak lengkap,
sebelum koding ditetapkan, komunikasikan terlebih dahulu pada dokter yang
membuat diagnosis tersebut.
Untuk lebih meningkatkan informasi dalam rekam medis, petugas rekam
medis harus membuat koding sesuai dengan klasifikasi yang tepat. Disamping
kode penyakit, berbagai tindakan lain juga harus dikoding sesuai klasifikasi
masing-masing.
 Koding Penyakit (ICD-10)
 Pembedahan/Tindakan (ICD-9 CM)
 Dokter (pemberi pelayanan)
 Dan lain-lain

* CARA PENGGUNAAN ICD - 10


1. Menggunakan buku ICD - 10 Volume I berisi tentang :
a. Intruduction ( pendahuluan )
b. Kelompok daftar tabulasi
c. Kode kondisi tertentu.
d. Petunjuk yang digunakan dalam daftar tabulasi
e. Kategori karakteristik perintah
24
2. Menggunakan buku ICD - 10 Volume III berisi tentang :
a. Penggunaan Index Alfabetic
b. Susunan
c. Kode angka
d. Tanda perintah yang ada dalam buku ICD - 10 Volume I
3. Petunjuk dasar koding
a. Indentifikasi tipe panyakit/luka atau kondisi lain di dalam buku ICD-10 Vol.
I.
b. Cari kata dasar ( Lead term )
c. Baca dan catat petunjuk kata dasar (di garis bawahi).
d. Rujuk di buku ICD - 10 Volume III
e. Rujuk di buku ICD - 10 Volume I
Tentukan kode penyakit tersebut

3. Indeksing
Indeksing adalah membuat tabulasi sesuai dengan kode yang sudah
dibuat kedalam indeks-indeks menggunakan kartu indeks. Didalam kartu
indeks tidak boleh mencantumkan nama pasien .
Jenis indeks yang dibuat:
a. Indeks Pasien
Pengertian :
Adalah data base komputer yang berisi nama semua pasien yang
pernah berobat di KLINIK X.
Informasi yang ada di dalam data base ini adalah:
- Nama lengkap, jenis kelamin, umur, alamat, tempat dan tgl lahir,
pekerjaan.
- Tanggal berobat jalan maupun rawat inap.
Kegunaan:
Data base ini adalah kunci untuk menemukan berkas rekam medis
pasien.
Cara Penyampaian :
- Data base tersusun secara alphabet seperti susunan kata-kata dalam
kamus.
- Data base ini digunakan untuk mencari berkas rekam medis pasien
yang tidak membawa kartu berobat sehingga dapat dicari
berdasarkan nama pasien.
- Data base di kontrol setiap hari oleh Petugas di Unit Rekam Medis
sehingga data selalu up to date.

b. Indeks Dokter
Pengertian :

25
Adalah data base yang berisi nama dokter yang memberikan
pelayanan medik kepada pasien.
Kegunaan :
1. Untuk menilai pekerjaan dokter.
2. Bank data dokter bagi KLINIK X

c. Indeks Kematian
Informasi yang tetap dalam indeks kematian:
- Nama penderita
- Nomor Rekam Medik
- Jenis Kelamin
- Umur
- Kematian : kurang dari sejam post operasi
- Dokter yang merawat
- Hari Perawatan
- Wilayah.
Kegunaan :
Statistik menilai mutu pelayanan dasar menambah dan meningkatkan
peralatan/tenaga.
Cara penyimpanan indeks kematian : Dalam sistem komputerisasi.
F. Simbol Dan Tanda Khusus
Pada berkas rekam medis pasien tercantum simbol-simbol sebagai berikut:
1) Warna
Berkas rekam medis rawat inap menggunakan warna hijau dan berkas rekam medis
rawat jalan diberi warna merah.
2) Stiker Warna
Petugas perawatan akan menempelkan label warna pada berkas rekam medis pasien
di sudut kanan dengan ketentuan sebagai berikut :
 Stiker warna dengan huruf H merupakan pasien dengan diagnosis HEPATITIS
 Stiker warna dengan huruf V merupakan pasien dengan diagnosis HIV POSITIF
 Stiker warna dengan huruf A merupakan pasien dengan alergi
 Stiker warna dengan huruf T merupakan pasien dengan diagnosa TBC
3) Tulisan Rahasia
Tulisan Rahasia pada map rekam medis.
4) Tempat Menuliskan Nama pasien
Terdapat tempat untuk menuliskan nama pasien pada map rekam medis.

G. Penyelesaian Dan Pengembalian Rekam Medis


1. Pengendalian Rekam Medis (Retrieval)
Petugas dari bagian lain yang meminjam rekam medis harus datang sendiri
untuk mengambil rekam medis yang dipinjam ke bagian rekam medis. Catatan rekam

26
medis yang dipinjam yang ditulis di dalam buku expedisi yang berisi nama peminjam,
untuk keperluan apa, waktu peminjaman, nomor rekam medis, nama pasien, umur,
tanggal rawat, kelas/kamar, nama orang yang meminjam dan tanda tangan. Pada
saat rekam medisnya kembali diberi tanda silang pada buku expedisi yang artinya
rekam medis sudah kembali.

H. Penyimpanan Rekam Medis


a. Cara Penyimpanan
Cara penyimpanan berkas rekam medis di KLINIK X memakai cara desentralisasi,
dimana berkas rekam medis rawat jalan dan berkas rekam medis rawat inap disimpan
secara terpisah. Hal ini dilakukan karena situasi dan tata letak ruang penyimpanan
yang tidak dapat disatukan di bawah satu atap. Meskipun terjadi duplikasi dalam
pembuatan rekam medis, namun fungsi dari rekam medis sebagai dokumen yang
dijadikan dasar untuk memberikan tindakan lebih lanjut tetap bisa dilaksanakan.
b. Sistem Penyimpanan Menggunakan Angka Akhir
Sistem penjajaran berkas rekam medis menurut nomor yang dipakai adalah
sistem angka akhir. Penjajaran dengan sistem angka akhir lazim disebut “terminal
digite system”. Disini digunakan nomor-nomor dengan 6 angka, yang dikelompokkan
menjadi 3 kelompok masing-masing terdiri dari 2 angka. Angka pertama adalah
kelompok 2 angka yang terletak paling kanan, angka kedua adalah kelompok 2 angka
yang terletak ditengah dan angka ketiga adalah kelompok 2 angka yang terletak
paling kiri.
50 93 26
angka ketiga angka kedua angka pertama
(tertiary digits) (secondary digits) (primary digits)

Dalam penyimpanan dengan sistem angka akhir (terminal digit filling system)
ada 100 kelompok angka pertama (primary section) yaitu 00 sampai dengan 99.
Pada waktu menyimpan, petugas harus melihat angka-angka pertama dan membawa
rekam medis tersebut ke daerah rak penyimpanan untuk kelompok angka-angka
pertama yang bersangkutan. Pada kelompok angka pertama ini rekam medis-rekam
medis disesuaikan urutan letaknya menurut angka kedua, kemudian rekam medis
disimpan di dalam urutan sesuai dengan kelompok angka ketiga, sehingga dalam
setiap kelompok penyimpanan nomor-nomor pada kelompok angka ketigalah (tertiary
digits) yang selalu berlainan.
Sebagai contoh :
46-52-02 98-05-26 98-99-30
45-52-02 99-05-26 99-99-30
48-52-02 00-06-26 00-00-31
49-52-02 01-06-26 01-00-31
50-52-02 02-06-26 02-00-31

27
Banyak keuntungan dan kebaikan dari pada sistem penyimpanan angka akhir,
seperti:
- Pertambahan jumlah rekam medis selalu tersebar secara merata ke 100
kelompok (section) di dalam rak penyimpanan. Petugas-petugas penyimpanan
tidak akan terpaksa berdesak-desak di satu tempat (atau section), dimana
rekam medis harus disimpan di rak.
- Petugas-petugas dapat diserahi tanggung jawab untuk sejumlah section tertentu
misalnya ada 4 petugas masing-masing diserahi : section 00-24, section 25-49,
section 50-74, section 75-99.
- Pekerjaan akan terbagi rata mengingat setiap petugas rata-rata mengerjakan
jumlah rekam medis yang hampir sama setiap harinya untuk setiap section
- Rekam medis yang tidak aktif dapat diambil dari rak penyimpanan dari setiap
section, pada saat ditambahnya rekam medis baru di section tersebut.
- Jumlah rekam medis untuk tiap-tiap subrak terkontrol dan bisa dihindarkan
timbulnya rak-rak kosong.
- Dengan terkontrolnya jumlah rekam medis membantu memudahkan
perencanaan peralatan penyimpanan (jumlah rak).
- Kekeliruan menyimpan (misfile) dapat dicegah, karena petugas penyimpanan
hanya memperhatikan 2 angka saja dalam memasukkan rekam medis kedalam
rak, sehingga jarang terjadi kekeliruan membaca angka.
Latihan dan bimbingan bagi petugas penyimpanan dalam hal sistem angka akhir,
mungkin lebih lama dibandingkan latihan menggunakan sistem nomor langsung,
tetapi umumnya petugas dapat dilatih dalam waktu yang tidak terlalu lama.

1. Fasilitas Fisik Ruang Penyimpanan


Alat penyimpanan yang baik, penerangan yang baik, pengaturan suhu
ruangan, pemeliharaan ruangan, perhatian terhadap faktor keselamatan, bagi suatu
kamar penyimpanan rekam medis sangat membantu memelihara dan mendorong
kegairahan kerja dan produktivitas pegawai-pegawai yang bekerja di situ. Alat
penyimpan rekam medis yang dipakai adalah Roll O’Pack.
Alat penyimpan rekam medis yang dipakai adalah Roll O’Pack dan jarak
antara dua buah rak untuk lalu lalang, minimal kurang lebih selebar 90 cm.

2. Sampul Pelindung Rekam Medis


Berkas Rekam medis harus diberi sampul pelindung untuk :
1. Memelihara keutuhan susunan lembaran-lemabaran rekam medis.
2. Mencegah terlepas atau tersobeknya lembaran, sebagai akibat sering dibolak-
baliknya lembaran tersebut.

28
Jenis sampul yang digunakan di KLINIK X adalah dalam bentuk map, dimana maap
dilengkapi dengan penjepit (fastener) dibagian tengah untuk mengikat lembaran-
lembaran pada map dan bagian tengah map harus diberi lipatan, sehingga
memungkinkan bertambah tebalnya lembaran-lembaran yang disimpan di dalamnya.

I. Pelepasan Informasi
1. Kerahasiaan Informasi Dalam Berkas Rekam Medis
Informasi di dalam rekam medis secara umum bersifat rahasia,karena menjelaskan hal
yang khusus antara dokter dan pasien yang wajib dilindungi dari pembocoran sesuai
dengan kode etik kedokteran dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pada
dasarnya informasi yang bersumber dari rekam medis ada dua kategori :
a. Informasi yang mengandung nilai kerahasiaan :
Yaitu laporan atau catatan yang terdapat dalam berkas rekam medis sebagai
hasil pemeriksaan, pengobatan, observasi atau wawancara dengan pasien.
Informasi ini tidak boleh disebarluaskan kepada pihak-pihak yang tidak
berwenang, karena menyangkut individu langsung pasien. Pemberitahuan /
informasi mengenai kondisi kesehatan/penyakit yang diderita pasien serta resiko
atau kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi terhadap diri pasien menjadi
tanggung jawab dokter yang merawat pasien tersebut.
b. Informasi yang tidak mengandung nilai karahasiaan
Jenis informasi dimaksud adalah perihal identitas (nama,alamat dll) serta informasi
lain yang tidak mengandung nilai medis. Biasanya informasi ini terdapat dalam
lembaran paling depanberkas rekam medis rawat jalan maupun rawat inap. Tetapi
perlu diperhatikan bahwa diagnosa akhir pasien mengandung nilai medis,sehingga
lembaran tersebut tetap tidak boleh disebarluaskan kepada pihak lain yang tidak
berwenang.

Walau demikian petugas di KLINIK X harus berhati-hati apabila ada beberapa


kasus yang identitasnya harus disembunyikan dari pemberitaan misalseorang
tanggungan polisi.Hal ini dilakukan untuk ketenangan dan demi tertibnya
keamanan di KLINIK X. Sumber hukum yang dapat dijadikan acuan di dalam
masalah kerahasiaan suatu informasi medis yang menyangkut rekam medis
pasiendapatdilihat pada pasal 48 UU RI No 29 tentang Praktik Kedokteran yaitu
mengenai ” Rahasia Kedokteran” pada ayat (1) bahwa ”Setiap dokter atau dokter
gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran wajib menyimpan rahasia
kedokteran”. Sedangkan pada ayat(2) menyatakan bahwa ” Rahasia kedokteran
dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan pasien, memenuhi permintaan
aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum, permintaan pasien
sendiri atau berdasarkan ketentuan perundang-undangan”. Dalam Permenkes No
269/Menkes/Per/III/2008 Tentang Rekam Medis pasal 10 ayat (1) Informasi
tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan dan riwayat

29
pengobatan pasien harus dijaga kerahasiaannya oleh dokter, dokter gigi, tenaga
kesehatan tertentu, petugas pengelola dan pimpinan sarana pelayanan. Pada ayat
(2) Informasi tentang identitas, diagnosis,riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan
dan riwayat pengobatan dapat dibuka dalam hal :
a. Untuk kepentingan kesehatan pasien
b. Memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka
penegakan hukum atas perintah pengadilan
c. Permintaan dan/atau persetujuan pasien sendiri
d. Permintaan institusi/lembaga berdasarkan ketentuan perundang-
undangan
e. Untuk kepentingan penelitian, pendidikan, dan audit medis
sepanjang tidak menyebutkan identitas pasien

Untuk itu semua petugas di KLINIK X yang berhubungan dengan data rekam medis
wajib memperhatikan ketentuan tersebut. Untuk itu ada beberapa ketentuan yang
harus diperhatikan oleh petugas klinik tentang pelepasan informasi rekam medis :
1) Memastikan secara pasti informasi apa yang kiranya dapat memenuhi
kebutuhan si penanya dan hanya informasi tersebut yang hanya
diberikan/dikirim.
2) Pelepasan informasi medis hanya boleh diberikan oleh dokter penanggung
jawab pasien, dan pelepasan informasi tersebut bertujuan demi
kelangsungsungan kelancaran perawatan layanan pasien terkait
perkembangan kondisi medis pasien,
3) Pelepasan informasi terkait kondisi medis pasien hanya diberikan kepada
pasien, atau keluarga pasien yang tertuang pada lembar persetujuan umum.
4) Lakukan pengecekan dan pencocokan antara tanda tangan pada surat kuasa
pasien dengan tanda tangan lain pada saat pasien dirawat/surat ijin lainnya
yang ada dalam berkas rekam medis.
5) Resume akhir pasien digunakan sebagai penjelas informasi yang diinginkan,
kecuali apabila telah ditentukan lebih dari itu.

J. Peminjaman Rekam Medik


1. Ketentuan pokok yang harus ditaati ditempat penyimpanan adalah :
a. Tidak satupun rekam medis boleh keluar dari ruang Rekam Medis, tanpa tanda
keluar/kartu permintaan. Peraturan ini tidak hanya berlaku bagi orang-orang
diluar rekam medis, tetapi juga bagi petugas-petugas rekam medis sendiri.
b. Seseorang yang menerima/meminjam rekam medis, berkewajiban untuk
mengembalikan dalam keadaan baik dan tepat waktunya. Harus dibuat
ketentuan berapa lama jangka waktu satu rekam medis diperbolehkan tidak
berada di rak penyimpanan. Seharusnya setiap rekam medis kembali lagi ke

30
raknya pada setiap akhir hari kerja, sehingga dalam keadaan darurat staf klinik
dapat mencari informasi yang diperlukan.
c. Jika ada mahasiswa yang pinjam rekam medis untuk kepentingan akademis
maka diwajibkan menulis surat pernyataan menjaga kerahasiaan rekam medis
dan dilarang mencantumkan identitas pasien
d. Rekam medis tidak dibenarkan diambil dari klinik, kecuali atas perintah
pengadilan. Dokter-dokter atau pegawai klinik yang berkepentingan dapat
meminjam rekam medis, untuk dibawa ke ruang kerjanya selama jam kerja,
tetapi semua rekam medis harus dikembalikan ke ruang rekam medis pada
akhir jam kerja. Jika beberapa rekam medis akan digunakan selama beberapa
hari, rekam medis tersebut disimpan dalam tempat sementara di ruang rekam
medis. Kemungkinan rekam medis dipergunakan oleh beberapa orang
perpindahan dari orang satu ke lain orang ini, harus dilakukan dengan mengisi
“Kartu Bon Pinjam” karena dengan cara ini rekam medis tidak perlu bolak-balik
dikirim ke bagian rekam medis. Kartu Bon Pinjam ini disimpan bagian rekam
medis, untuk digunakan sebagai petunjuk keluarnya rekam medis, Kartu Bon
Pinjam tersebut berisi: tanggal, pindah tangan dari siapa, kepada siapa, untuk
keperluan apa dan digunakan oleh dokter siapa.

2. Ketentuan dan Prosedur Penyimpanan Lainnya


Ketentuan dasar yang membantu memperlancar pekerjaan pengelolaan rekam
medis:
a. Pada saat rekam medis dikembalikan ke sub bagian rekam medis, harus disortir
menurut nomor, sebelum disimpan. Hal ini membantu menemukan rekam medis
yang diperlukan tetapi tidak ada dalam tempat penyimpanan dan memudahkan
pekerjaan penyimpanan.
b. Hanya petugas-petugas rekam medis yang dibenarkan menangani rekam medis.
Dokter-dokter, staf klinik, pegawai-pegawai dari bagian lain tidak diperkenankan
mengambil rekam medis dari tempat penyimpanannya.
c. Rekam medis yang sampulnya rusak atau lembarannya lepas, harus segera
diperbaiki, untuk mencegah makin rusak/hilangnya lembaran-lembaran yang
diperlukan.
d. Pengamatan terhadap penyimpanan harus dilakukan secara periodik, untuk
menemukan salah simpan dan melihat kartu bon pinjam yang rekam medisnya
masih belum dikembalikan.
e. Rekam medis dari pegawai-pegawai sub bagian rekam medis itu sendiri atau
rekam medis yang berkenaan dengan proses hukum, jangan disimpan ditempat
penyimpanan biasa, harus disimpan ditempat khusus diruangan pimpinan bagian
rekam medis, sedang ditempat penyimpanan biasa diberi petunjuk.
f. Petugas penyimpanan harus memelihara kerapian dan teraturnya rak-rak
penyimpanan yang menjadi tanggung jawabnya.

31
g. Rekam medis yang sedang diproses/dipakai oleh petugas sub bagian rekam
medis harus diletakkan diatas meja/rak tertentu dengan maksud bahwa rekam
medis tersebut setiap saat dapat dipergunakan.
h. Rekam medis yang sangat tebal harus dijadikan 2 atau 3 jilid.
i. Berkas Rekam Medis dan informasi dilindungi dari kehilangna dan kerusakan
j. Petugas yang mengepalai kegiatan penyimpanan harus membuat laporan rutin
kegiatan yang meliputi :
- Jumlah rekam medis yang dikeluarkan setiap hari dari rak penyimpanan untuk
memenuhi permintaan.
- Jumlah permintaan darurat
- Jumlah salah simpan
- Jumlah rekam medis yang tidak dapat ditemukan
Data tersebut berguna untuk rencana pengelolaan dan pengawasann
penyimpanan rekam medis.

K. Pemisah Rekam Medik In Aktif


Perencanaan terhadap rekam medik yang tidak aktif atau in aktif adalah satu
rencana yang pasti tentang pengelolaan rekam medis yang tidak aktif (in active records)
harus ditetapkan sehingga selalu tersedia tempat penyimpanan untuk rekam medis yang
baru.
Dari segi praktisnya dapat dikatakan, patokan utama untuk menentukan
rekam medis aktif atau tidak aktif adalah besarnya ruangan yang tersedia untuk
menyimpan rekam medis yang baru. Rekam medis dinyatakan tidak aktif apabila
selama 5 tahun terakhir rekam medis tersebut sudah tidak dipergunakan lagi.
Apabila ternyata sudah tidak tersedia lagi tempat penyimpanan rekam medis aktif, harus
dilaksanakan kegiatan menyisihkan rekam medis yang tidak aktif secara sistematik
seirama dengan pertambahan jumlah rekam medis baru. Rekam medis-rekam medis
yang tidak aktif, dapat disimpan di ruangan lain.
Rak-rak penyimpanan rekam medis tidak aktif dapat diletakkan di ruang
tersendiri yang sama sekali terpisah dari bagian pencatatan medik. klinik wajib tetap
memelihara softcopy berisi data-data dasar seperti : tanggal masuk/keluar klinik, nama
dokter yang bertanggung jawab, diagnosa dan operasi.

A. Penyusutan
Penyusutan rekam medis adalah suatu kegiatan pengurangan arsip dari rak
penyimpanan dengan cara memindahkan arsip rekam medis in aktif dari rak aktif ke rak
in aktif dengan cara memilah pada rak penyimpanan sesuai dengan tahun kunjungan.

Tujuan :

32
a. Mengurangi jumlah arsip rekam medis yang semakin bertambah.
b. Menyiapkan fasilitas yang cukup untuk tersedianya tempat penyimpanan berkas
rekam medis yang baru.
c. Tetap menjaga kualitas pelayanan dengan mempercepat penyiapan rekam
medis jika sewaktu-waktu diperlukan.
d. Menyelamatkan arsip yang bernilai guna tinggi serta mengurangi yang tidak
bernilai guna/nilai guna rendah atau nilai gunanya telah menurun.

B. Jadwal Retensi Arsip (JRA)


Jadwal retensi arsip merupakan daftar yang berisikan sekurang-kurangnya jenis
arsip dan jangka waktu penyimpanannya sesuai dengan kegunaannya.
Penentuan jangka waktu penyimpanan arsip (retensi arsip) ditentukan atas dasar
nilai kegunaan tiap-tiap arsip. Untuk menjaga obyektifitas dalam menentukan nilai
kegunaan tersebut, JRA disusun oleh suatu kepanitiaan yang terdiri dari unsur komite
rekam medis dan unit rekam medis yang benar-benar memahami kearsipan, fungsi dan
nilai arsip rekam medis.

L. Penghapusan Rekam Medis


Adalah suatu proses kegiatan penghancuran secara fisik arsip rekam medis
yang telah berakhir fungsi dan nilai gunanya. Penghancuran harus dilakukan secara
total dengan cara membakar habis, mencacah atau daur ulang sehingga tidak dapat
lagi dikenal isi maupun bentuknya.
Tata cara pemusnahan rekam medis:
1. Rekam medis yang telah memenuhi syarat untuk dimusnahkan dilaporkan kepada
Direktur KLINIK X
2. Direktur KLINIK X membuat Surat Keputusan tentang Pemusnahan Rekam Medis
dan menunjuk tim pemusnah, sekurang-kurangnya beranggotakan: Administrasi,
Penyelenggara rekam medis dan Panitia Rekam Medik
3. Daftar pertelaahan berkas rekam medis yang akan dimusnahkan oleh tim pemusnah
dilaporkan kepada Direktur KLINIK X dan Dirjen Pelayanan Medik Kementerian
Kesehatan RI
4. Membuat berita acara pemusnahan berkas rekam medis dan dikirim kepada Pemda
Kabupaten Bojonegoro dan kepada Dirjen Pelayanan Medik Kementerian Kesehatan
RI

33
34
BAB V
LOGISTIK

Instalasi Rekam Medis KLINIK X setiap bulan mempunyai permintaan rutin yang
terbagi menjadi dua yaitu ATK (Alat Tulis Kantor) dan ART (Alat Rumah Tangga). ATK
dan ART jadwal permintaannya setiap hari Selasa dan Jum’at. Berikut tabel permintaan
rutin Instalasi Rekam Medis KLINIK X:

35
BAB VI
KESELAMATAN KERJA

UU No 23 tahun 1992 menyatakan bahwa tempat kerja wajib menyelenggarakan


upaya kesehatan kerja adalah tempat kerja yang mempunyai resiko bahaya kesehatan,
mudah terjangkit penyakit atau mempunyai paling sedikit 10 orang. klinik adalah tempat
kerja yang termasuk dalam kategori seperti disebut diatas, berarti wajib menerapkan upaya
keselamatan dan kesehatan kerja. Program keselamatan dan kesehatan kerja di Unit Rekam
Medis bertujuan melindungi karyawan dan pelanggan dari kemungkinan terjadinya
kecelakaan di dalam dan di luar klinik..
Dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 27 ayat (2) disebutkan bahwa “Setiap
warganegara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.
Dalam hal ini yang dimaksud pekerjaan adalah pekerjaan yang bersifat manusiawi, yang
memungkinkan pekerja berada dalam kondisi sehat dan selamat, bebas dari kecelakaan dan
penyakit akibat kerja, sehingga dapat hidup layak sesuai dengan martabat manusia.
Pemerintah berkepentingan atas keberhasilan dan kelangsungan semua usaha-usaha
masyarakat. Pemerintah berkepentingan melindungi masyaraktnya termasuk para pegawai
dari bahaya kerja. Sebab itu Pemerintah mengatur dan mengawasi pelaksanaan
keselamatan dan kesehatan kerja. Undang-Undang No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan
Kerja dimaksudkan untuk menjamin:
a. Agar pegawai dan setiap orang yang berada di tempat kerja selalu berada dalam
keadaan sehat dan selamat.
b. Agar faktor-faktor produksi dapat dipakai dan digunakan secara efisien.
c. Agar proses produksi dapat berjalan secara lancar tanpa hambatan.
Faktor-faktor yang menimbulkan kecelakaan dan penyakit akibat kerja dapat digolongkan
pada tiga kelompok, yaitu :
a. Kondisi dan lingkungan kerja
b. Kesadaran dan kualitas pekerja, dan
c. Peranan dan kualitas manajemen
Dalam kaitannya dengan kondisi dan lingkungan kerja, kecelakaan dan penyakit akibat kerja
dapat terjadi bila :
- Peralatan tidak memenuhi standar kualitas atau bila sudah aus;
- Alat-alat produksi tidak disusun secara teratur menurut tahapan proses produksi;
- Ruang kerja terlalu sempit, ventilasi udara kurang memadai, ruangan terlalu panas
atau terlalu dingin;
- Tidak tersedia alat-alat pengaman;
- Kurang memperhatikan persyaratan penanggulangan bahaya kebakaran dll.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan di bagian penyimpanan rekam medis:
- Peraturan keselamatan harus terpampang dengan jelas disetiap bagian
penyimpanan.

36
- Untuk mencegah terjatuhnya petugas saat melakukan penyimpanan berkas, rak
penyimpanan dirancang tidak terlalu tinggi sehingga petugas tidak perlu memakai
tangga untuk melakukan penyimpanan.
- Ruang pemisah antara dua rak penyimpanan cukup memuat dua orang yang saling
berhadapan.
- Penerangan lampu harus cukup baik, untuk menghindarkan kelelahan penglihatan
petugas dan mencegah kekliruan pengambilan berkas.
- Rak-rak penyimpanan secara bertahap dirubah menjadi roll o pac untuk memudahkan
penyimpanan, pengambilan, mencegah kerusakan karena rayap, serta untuk
menghemat ruang penyimpanan.
- Perlu diperhatikan pengaturan suhu ruangan, kelembaban, pencegahan debu, dan
pencegahan bahaya kebakaran.

37
BAB VII
PENGENDALIAN MUTU

Prinsip dasar upaya peningkatan mutu pelayanan adalah pemilihan aspek yang akan
ditingkatkan dengan menetapkan indikator, kriteria serta standar yang digunakan untuk
mengukur mutu pelayanan klinik yaitu :
Defenisi Indikator adalah:
Adalah ukuran atau cara mengukur sehingga menunjukkan suatu indikasi. Indikator
merupakan suatu variabel yang digunakan untuk bisa melihat perubahan. Indikator yang
baik adalah yang sensitif tapi juga spesifik.
Kriteria :
Adalah spesifikasi dari indikator.
Standar :
 Tingkat performance atau keadaan yang dapat diterima oleh seseorang yang
berwenang dalam situasi tersebut, atau oleh mereka yang bertanggung jawab untuk
mempertahankan tingkat performance atau kondisi tersebut.
 Suatu norma atau persetujuan mengenai keadaan atau prestasi yang sangat baik.
 Sesuatu ukuran atau patokan untuk mengukur kuantitas, berat, nilai atau mutu.
Dalam melaksanakan upaya peningkatan mutu pelayanan maka harus memperhatikan
prinsip dasar sebagai berikut:
1. Aspek yang dipilih untuk ditingkatkan
 Keprofesian
 Efisiensi
 Keamanan pasien
 Kepuasan pasien
 Sarana dan lingkungan fisik
2. Indikator yang dipilih
a. Indikator lebih diutamakan untuk menilai output daripada input dan proses
b. Bersifat umum, yaitu lebih baik indikator untuk situasi dan kelompok daripada untuk
perorangan.
c. Dapat digunakan untuk membandingkan antar daerah dan antar klinik
d. Dapat mendorong intervensi sejak tahap awal pada aspek yang dipilih untuk dimonitor
e. Didasarkan pada data yang ada.
3. Kriteria yang digunakan
Kriteria yang digunakan harus dapat diukur dan dihitung untuk dapat menilai indikator,
sehingga dapat sebagai batas yang memisahkan antara mutu baik dan mutu tidak baik.
4. Standar yang digunakan
Standar yang digunakan ditetapkan berdasarkan :
a. Acuan dari berbagai sumber

38
b. Benchmarking dengan klinik yang setara
c. Berdasarkan trend yang menuju kebaikan

39
BAB X
PENUTUP

Buku Pedoman Pelayanan Rekam Medis KLINIK X disusun sebagai pedoman


pelaksanaan pelayanan rekam medis agar sesuai dengan standar yang telah ditentukan.
Pelayanan rekam medis di KLINIK X ini akan dapat terlaksana apabila semua
petugas yang terkait baik pengisian maupun pengelolaan rekam medis dapat bekerja sama
dan melaksanakan tugas dengan baik sesuai pedoman yang ada.
Diharapkan dengan terlaksananya pelayanan rekam medis sesuai standart yang telah
ada, maka dapat meningkatkan pelayanan secara umum di KLINIK X.

Ditetapkan di :
Pada tanggal :
Kepala Klinik X

………..

40
41

Anda mungkin juga menyukai