Anda di halaman 1dari 21

PEDOMAN PELAYANAN REKAM MEDIS

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pada zaman Batu (Paleolithic) ± 25.000 SM di Spanyol rekam medis telah ada
berupa pahatan pada dinding gua. Begitu juga, pada zaman mesir kuno (Egyptian
Period), dewa Thoth mengarang 36-42 buku, diantaranya enam buku mengenai
masalah kedokteran (tubuh manusia, penyakit, obat-obatan penyakit mata dan
kebidanan).

Imhotep adalah dokter yang pertama menjalankan rekam medis. Hidup di zaman
Piramid 3.000-2.500 SM. Ia adalah pegawai negeri tinggi, Kepala Arsitek Negri serta
penasehat Medis Fira’un, kemudian ia dihormati sebagai medical demiggod seperti
Aesculapius : Ia membuat Papyrus (dokumen ilmu kedokteran kuno yang berisi 43
kasus pembedahan).

Pada 460 SM dikenal Hippocrates yang hingga kini disebut sebagai Bapak Ilmu
Kedokteran. Ia yang mulai mengenyampingkan ramalan dan pengobatan secara
mistik dengan praktek kedokteran secara ilmu pengetahuan modern. Hasil
pemeriksaan pasiennya (rekam medis) diajarkan pada Putra Hipocrates Thesalius,
Racon, dan Dexxippus yang hingga kini masih dapat dibaca oleh para dokter.
Kecermatan cara kerja Hipocrates dalam pengelolaan rekam medisnya sangat
menguntungkan para dokter sekarang.

Rumah Sakit merupakan institusi kesehatan yang dituntut untuk dapat


memberikan pelayanan yang bermutu, bukan hanya dari pelayanan medis tetapi juga
dari informasi kesehatan, yang dapat berguna sebagai alat informasi dasar dalam
upaya perencanaan dan peningkatan mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit
untuk perencanaan masa depan.

Rumah Sakit ST Bartholomeus di London merintis hal-hal yang harus dikerjakan


oleh suatu medical record management. Rumah sakit ini yang memulai membuat
catatan (record) dari para penderita yang dirawat di rumah sakitnya. Pada tahun
1667 rumah sakit ini mempelopori pendirian perpustakaan kedokteran.
Pada abad XX rekam medis baru menjadi pusat perhatian secara khusus pada
beberapa rumah sakit, perkumpulan ikatan dokter/rumah sakit di negara-negara
barat. Indonesia sudah melakukan pencatatan sejak masa pra kemerdekaan, hanya
saja penatalaksanaannya masih belum maksimal dan sistem yang digunakan belum
benar.

Dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1960, kepada semua


petugas kesehatan diwajibkan unatuk menyimpan rahasia kedokteran, termasuk
berkas rekam medis. Kemudian pada tahun 1972 dengan Surat Keputusan Menteri
Kesehatan RI No.034/Birhup/1972, ada kejelasan bagi rumah sakit menyangkut
kewajiban untuk menyelenggarakan medical record. Bab I ps 3 menyatakan bahwa
guna menunjang terselenggaranya rencana induk (master plan) yang baik, maka
setiap rumah sakit:

a. Mempunyai dan merawat statistik yang up to date.


b. Membuat medical record yang berdasarkan ketentuan ketentuan yang telah
ditetapkan.
Maksud dan tujuan dari peraturan-peraturan tersebut adalah agar di institusi
pelayanan kesehatan termasuk rumah sakit, penyelenggaraan rekam medis dapat
berjalan dengan baik. Pada tahun 1972-1989 penyelenggaraan rekam medis belum
berjalan sebagaimana yang diharapkan.

Maka dengan diberlakukannya Permenkes No.749a menkes/per/XV/tahun 1989


tentang rekam medis / medical record yang kemudian dicabut dan diganti dengan
Permenkes Nomor 269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medis, merupakan
landasan hukum semua tenaga medis dan para medis di rumah sakit yang terlibat
dalam penyelenggaraan rekam medis.

Dalam Pasal 22 Permenkes No. 749a tahun 1989 dijelaskan bahwa hal-hal tehnis
yang belum diatur dan petunjuk pelaksanaan peraturan ini akan ditetapkan oleh
Direktur Jenderal sesuai dengan bidang tugas masing-masing. Sejalan dengan Pasal
22 tersebut maka Direktorat Jenderal Pelayanan Medik telah menyusun Petunjuk
Pelaksanaan Penyelenggaraan Rekam Medis/Medical Record di Rumah Sakit dengan
Surat Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Medik No. 78 Tahun 1991 tentang
Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Rekam Medis di Rumah Sakit. Dengan adanya
perkembangan akan kebutuhan dengan mengantisipasi perkembangan pelayanan
maupun IPTEK dilakukan penyempurnaan petunjuk tentang pengelolaan rekam
medis rumah sakit.

B. TUJUAN
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup Instalasi Rekam Medis meliputi managemen rekam medis dan
admission & registrasi.

a. Falsafah Rekam Medis


Rekam medis merupakan bukti tertulis tentang proses pelayanan
diberikan oleh dokter dan tenaga kesehatan lainnya kepada pasien, hal ini
merupakan cerminan kerjasama lebih dari satu orang tenaga kesehatan untuk
menyembuhkan pasien. Bukti tertulis pelayanan yang dilakukan setelah
pemeriksaan tindakan, pengobatan sehingga dapat dipertanggungjawabkan.

Proses pelayanan diawali dengan identifikasi pasien baik jati diri,


maupun perjalanan penyakit, pemeriksaan, pengobatan dan tindakan medis
lainnya yang akan dijadikan dasar di dalam menentukan tindakan lebih lanjut
dalam upaya pelayanan maupun tindakan medis lainnya yang diberikan kepada
seorang pasien yang datang ke rumah sakit.. Jadi falsafah Rekam Medis
mencantumkan nilai Administrasi, Legal, Finansial, Riset, Edukasi, Dokumen,
Akurat, Informatif dan dapat dipertanggungjawabkan (ALFRED AIR).

b. Pengertian Rekam Medis


Membahas pengertian rekam medis dijelaskan dalam Pasal 1 angka 1
Permenkes Nomor 269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medis yakni
Rekam Medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang
identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain
yang telah diberikan kepada Pasien. Kalau diartikan secara dangkal, rekam
medis seakan-akan hanya merupakan catatan dan dokumen tentang keadaan
pasien, namun kalau dikaji lebih dalam rekam medis mempunyai makna yang
lebih luas dari pada hanya sekedar catatan biasa, karena di dalam catatan
tersebut sudah tercermin segala informasi menyangkut seorang pasien yang
akan dijadikan dasar di dalam menentukan tindakan lebih lanjut dalam upaya
pelayanan maupun tindakan medis lainnya yang diberikan kepada seorang
pasien yang datang ke rumah sakit dalam hal ini ke datang ke rumah sakit.

Rekam medis mempunyai pengertian yang sangat luas tidak hanya


sekedar kegiatan pencatatan, akan tetapi mempunyai pengertian sebagai satu
sistem penyelenggaraan rekam medis. Sedangkan kegiatan pencatatannya
sendiri hanya merupakan salah satu kegiatan daripada penyelenggaraan rekam
medis. Penyelenggaraan rekam medis adalah merupakan proses kegiatan yang
dimulai pada saat diterimanya pasien di rumah sakit, diteruskan kegiatan
pencatatan data medik pasien selama pasien itu mendapatkan pelayanan medik
di rumah sakit dan dilanjutkan dengan penanganan berkas rekam medis yang
meliputi penyelenggaraan penyimpanan serta pengeluaran berkas dari tempat
penyimpanan untuk melayani permintaan/peminjaman oleh pasien atau untuk
keperluan lainnya.

c. Tujuan Rekam Medis


Tujuan rekam medis adalah untuk menunjang tercapainya tertib
administrasi dalam rangka upaya peningkatan pelayanan kesehatan di Rumah
Sakit Budi Asih. Tanpa didukung suatu sistem pengelolaan rekam medis yang
baik dan benar, mustahil tertib administrasi di Rumah Sakit Budi Asih akan
berhasil sebagaimana yang diharapkan. Sedangkan tertib administrasi
merupakan salah satu faktor yang menentukan di dalam upaya pelayanan
kesehatan di rumah sakit.

d. Kegunaan Rekam Medis


Kegunaan rekam medis dapat dilihat dari beberapa aspek, antara lain:

- Aspek Administrasi
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai administrasi, karena isinya
menyangkut tindakan berdasarkan wewenang dan tanggung jawab sebagai
tenaga medis dan paramedis dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan.
- Aspek Medis
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai medik, karena catatan tersebut
dipergunakan sebagai dasar untuk merencanakan pengobatan/perawatan
yang harus diberikan kepada seorang pasien.

- Aspek Hukum
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai hukum, karena isinya
menyangkut masalah adanya jaminan kepastian hukum atas dasar
keadilan, dalam rangka usaha menegakkan hukum serta penyediaan bahan
tanda bukti untuk menegakkan keadilan.

- Aspek Keuangan
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai keuangan karena isinya dapat
dijadikan sebagai bahan untuk menetapkan biaya pembayaran pelayanan di
rumah sakit. Tanpa adanya bukti catatan tindakan/pelayanan, maka
pembayaran pelayanan di rumah sakit tidak dapat dipertanggungjawabkan.

- Aspek Penelitian
Suatu berkas rekam medik mempunyai nilai penelitian, karena isinya
mengandung data/informasi yang dapat dipergunakan sebagai aspek
penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan.

- Aspek Pendidikan
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai pendidikan, karena isinya
menyangkut data/informasi tentang perkembangan kronologis dari kegiatan
pelayanan medik yang diberikan kepada pasien. Informasi tersebut dapat
digunakan sebagai bahan/referensi di bidang profesi si pemakai.

- Aspek Dokumentasi.
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai dokumentasi, karena isinya
menjadi sumber ingatan yang harus didokumentasikan dan dipakai sebagai
bahan pertanggungjawaban dan laporan rumah sakit.

Dengan melihat dari beberapa aspek tersebut di atas, rekam medis


mempunyai kegunaan yang sangat luas, karena tidak hanya menyangkut
antara pasien dengan pemberi pelayanan saja.
Kegunaan rekam medis secara umum adalah:

a. Sebagai alat komunikasi antara dokter dengan tenaga ahli lainnya yang ikut
ambil bagian di dalam memberikan pelayanan, pengobatan, perawatan
kepada pasien.
b. Sebagai dasar untuk merencanakan pengobatan/ perawatan yang harus
diberikan kepada seorang pasien.
c. Sebagai bukti tertulis atas segala tindakan pelayanan, perkembangan
penyakit, dan pengobatan selama pasienberkunjung/dirawat di RS .
d. Sebagai bahan yang berguna untuk analisa, penelitian, dan evaluasi
terhadap kualitas pelayanan yang diberikan kepada pasien.
e. Melindungi kepentingan hukum bagi pasien, rumah sakit maupun dokter
dan tenaga kesehatan lainnya.
f. Menyediakan data-data khusus yang sangat berguna untuk keperluan
penelitian dan pendidikan.
g. Sebagai dasar di dalam perhitungan biaya pembayaran pelayanan medik
pasien.
h. Menjadi sumber ingatan yang harus didokumentasikan serta sebagai bahan
pertanggung jawaban dan laporan.

D. BATASAN OPERASIONAL

1. Managemen Rekam Medis


Merupakan kegiatan penyelenggaraan Rekam Medis di Rumah Sakit Budi Asih
yang terdiri dari coding, indeksing, assembling, filling, analiting dan reporting.

2. Rekam Medis
Merupakan keterangan baik yang tertulis maupun terekam tentang identitas,
anamnesis, penentuan fisik laboratorium, diagnosis segala pelayanan dan
tindakan medik yang diberikan kepada pasien, dan pengobatan baik yang
dirawat inap, rawat jalan maupun yang mendapatkan pelayanan gawat
darurat.
3. Admisssion
Merupakan tempat penerimaan/pendaftaran pasien rawat inap.

4. Registrasi
Merupakan tempat penerimaan/pendaftaran pasien rawat jalan dan
pendaftaran pasien Gawat Darurat.

5. Tracer
Merupakan pembatas rekam medis atau pengganti dari rekam medis yang
sedang di pinjam.

6. ICD X
Merupakan kepanjangan dari International Classification of Disease Ten
Revision. ICD X digunakan untuk mengkode diagnosa penyakit pasien rawat
jalan,IGD, maupun rawat inap.

7. Kartu berobat
Merupakan kartu yang diberikan kepada pasien dimana isi kartu tersebut
adalah nomor rekam medis, nama, tanggal lahir, dan alamat pasien. Kartu
tersebut digunakan untuk mempermudah pencarian kembali rekam medis
pasien yang akan berobat.

E. Landasan Hukum
Instalasi Rekam Medis di Rumah sakit Budi Asih adalah merupakan unit yang
menyelenggarakan kegiatan Rekam Medis sesuai dengan ketentuan dalam :

1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran


Negara Republik Indonesi Tahun 1963 Nomor 79);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1966 tentang wajib Simpan Rahasia
Kedokteran;
3. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3637);
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269/MENKES/PER /III/2008 tentang
Rekam Medis, merupakan landasan hukum yang harus dipedomani bagi
semua tenaga medis dan para medis serta tenaga kesehatan lainnya yang
terlibat di dalam penyelenggaraan rekam medis.
5. SK Dir Jen Yan Medik tahun 1991, Nomor :
78/Yan.Med/RS.Um.Dik/YMU/I/91 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Penyelenggaraan Rekam Medis di Rumah Sakit.

Instalasi Rekam Medis Rumah Sakit Budi Asih memiliki Kebijakan


dalam Penyelenggaraan Rekam Medis di Rumah Sakit, yang meliputi :

1. Setiap pasien Rumah Sakit Budi Asih memiliki satu nomor rekam medis.
2. Penyimpanan rekam medis pasien rawat jalan dan rawat inap disimpan
dalam satu tempat.
3. Setiap pasien yang pulang rawat inap dibuatkan Ringkasan Perawatan
Pasien (Resume).
4. Kegiatan pelayanan medis dilaksanakan dengan membuat sensus harian.
5. Seluruh pelayanan dokumen rekam medis dilaksanakan oleh petugas
rekam medis.
6. Setiap pasien yang masuk ke Rumah Sakit Budi Asih dientry melalui
Registrasi dan Admission.
7. Permintaan rekam medis hanya bisa diberikan untuk kepentingan
pengobatan pasien dan untuk kepentingan lain harus sesuai aturan dan
peminjaman menggunakan buku peminjaman.
8. Kepala Ruangan Rawat Inap bertanggung jawab atas kembalinya berkas
rekam medis pasien rawat inap yang keluar perawatan dalam waktu tidak
lebih dari 2 x 24 jam.
9. Semua profesi tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kepada
pasien diwajibkan menulis seluruh pelayanan yang diberikan pada lembar
rekam medis yang sudah ditentukan, dilengkapi dengan tanda
tangan/paraf dan inisial nama.
10. Penanggung jawab Berkas Rekam Medis bertanggung jawab atas
pengembalian dan pendistribusian berkas rekam medis.
11. Berkas rekam medis yang telah dikembalikan ke Instalasi Rekam Medis
yang belum lengkap, wajib dilengkapi oleh profesi tenaga kesehatan yang
bersangkutan.
12. Instalasi Rekam Medis bertanggung jawab atas laporan berkala yang telah
ditetapkan, baik untuk kepentingan eksternal maupun internal.
13. Seluruh hasil pemeriksaan pelayanan penunjang wajib ditempelkan pada
lembar rekam medis yang telah ditetapkan.
14. Instalasi Rekam Medis bertanggung jawab atas tersedianya informasi
kegiatan pelayanan dan indikator rumah sakit yang telah ditetapkan.
15. Seluruh pelayanan rekam medis wajib berorientasi pada kepuasan
pelanggan.
16. Instalasi Rekam Medis Rumah Sakit Budi Asih menerima kegiatan magang
mahasiswa terkait.
17. Bagi pasien yang memerlukan data rekam medis, dapat diberikan resume
atau ringkasan perawatan pasien, hasil pemeriksaan dan riwayat pelayanan
yang telah diberikan.

1. Aspek Persyaratan Hukum


Rekam medis harus memenuhi obyek persyaratan yaitu :

1. Rekam medis tidak ditulis dengan pensil.


2. Tidak ada penghapusan.
3. Coretan, ralatan sesuai dengan prosedur, tanggal dan tanda tangan.
4. Tulisan jelas, terbaca.
5. Ada tanda tangan dan nama petugas.
6. Ada tanggal dan waktu pemeriksaan tindakan.
7. Ada lembar persetujuan tindakan.
Selanjutnya, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 6 Permenkes Nomor
269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medis menjelaskan bahwa Dokter,
dokter gigi dan/atau tenaga kesehatan tertentu bertanggungjawab atas catatan
dan/atau dokumen yang dibuat pada rekam medis.

2. Pemilikan Rekam Medis


Penentuan pemilikan Rekam Medis sering diperdebatkan di lingkungan
rumah sakit. Para dokter sering membawa berkas rekam medis karena merasa
berwenang penuh atas pasiennya, sementara itu petugas rekam medis berkeras
mempertahankan berkas rekam medis di lingkungan kerjanya. Dilain pihak
pasien sering memaksa untuk membaca berkas yang memuat riwayat sakitnya.
Akibatnya timbul pertanyaan tentang pemilikan sah rekam medis.

Secara hukum tidak ada bantahan bahwa pemilikan rekam medis pasien
oleh rumah sakit. Rumah sakit sebagai pemilik segala catatan yang ada di
rumah sakit, termasuk rekam medis. Hal ini mengingat karena catatan-catatan
yang terdapat dalam berkas rekam medis merupakan rangkaian kegiatan
pelayanan yang diberikan oleh unit pelayanan kesehatan kepada pasien. Jadi
bukti dokumentasi tersebut adalah sebagai tanda bukti rumah sakit terhadap
segala usahanya dalam menyembuhkan pasien. Isi rekam medis menunjukkan
pula baik buruknya upaya penyembuhan yang dilakukan instansi pelayanan
kesehatan tersebut. Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian bagi para
petugas pelayanan kesehatan yang terlibat pada pelayanan kesehatan kepada
pasien :

1. Tidak diperkenankan untuk membawa berkas rekam medis keluar dari


instansi pelayanan kesehatan, kecuali atas izin pimpinan dan dengan
sepengetahuan kepala Instalasi Rekam Medis, yang peraturannya
digariskan oleh Direktur Rumah Sakit Budi Asih.
2. Petugas Rekam Medis antara lain bertanggung jawab penuh terhadap
kelengkapan dan penyediaan berkas yang sewaktu-waktu dapat
dibutuhkan oleh pasien.
3. Petugas ini harus betul-betul menjaga agar berkas tersebut tersimpan dan
tertata dengan baik dan terlindung dari kemungkinan pencurian berkas
atau pembocoran isi berkas rekam medis.

Itulah sebabnya maka Petugas Rekam Medis harus menghayati berbagai


peraturan mengenai prosedur penyelesaian pengisian berkas bagi para aparat
pelayanan kesehatan maupun tata cara pengolahan berkas secara terperinci,
yang kesemuanya dilakukan demi menjaga agar berkas rekam medis dapat
memberikan perlindungan hukum bagi rumah sakit, petugas pelayanan
kesehatan maupun pasien.

Dalam kaitan ini boleh ataupun tidaknya pasien mengerti akan isi dari pada
rekam medis adalah sangat tergantung pada kesanggupan pasien untuk
mendengar informasi mengenai penyakitnya yang dijelaskan oleh dokter yang
merawatnya.

Hal ini tidak berarti bahwa pasien diperkenankan untuk membawa


berkasnya pulang. Resume pasien yang dikeluarkan oleh dokter rumah sakit
serta diteruskan kepada dokter rujukan sudah dianggap memadai. Apabila
dokter rujukan menghendaki informasi mengenai penyakit pasien yang lebih
terperinci maka pihak rumah sakit diperkenankan untuk memfotocopy dan
melegalisir halaman-halaman yang difotocopy tersebut serta meneruskan
kepada dokter rujukan tersebut. Harus diingat bahwa Rumah Sakit wajib
memegang berkas asli, kecuali untuk resep obat pasien.

Dengan adanya minat pihak ketiga seperti badan-badan asuransi, polisi,


pengadilan dan lain sebagainya terhadap rekam medis seorang pasien maka
tampak bahwa rekam medis telah menjadi milik umum. Namun pengertian
umum disini bukanlah dalam arti bebas dibaca masyarakat, karena walaupun
bagaimana rekam medis hanya dapat dikeluarkan bagi berbagai
maksud/kepentingan berdasarkan otoritas pemerintah/badan yang berwenang
yang secara hukum dapat dipertanggungjawabkan. Bilamana peraturan secara
khusus belum ada maka perihal penyiaran atau penerusan informasi kepada
pasien, dokter, orang lain yang ditunjuk adalah bersifat administratif, pihak
Rumah Sakit akan memperhatikan berbagai faktor yang terlibat sebelum
menjawab permohonan pasien atau pihak lainnya untuk melihat berkas rekam
medis. Dalam hal ini Rumah Sakit bertanggung jawab secara moral dan hukum
sehingga karenanya berupaya untuk menjaga agar jangan sampai terjadi orang
yang tidak berwenang dapat memperoleh informasi yang terdapat dalam rekam
medis pasien. Pengamanan harus dimulai sejak pasien masuk, selama pasien
dirawat dan sesudah pasien pulang.

3. Kerahasiaan Rekam Medis


Secara umum telah disadari bahwa informasi yang didapat dari rekam
medis sifatnya rahasia. Informasi di dalam rekam medis bersifat rahasia karena
hal ini menjelaskan hubungan yang khusus antara pasien dan dokter yang
wajib dilindungi dari pembocoran sesuai dengan kode etik kedokteran dan
peraturan perundangan yang berlaku.

Pada dasarnya informasi yang bersumber dari rekam medis ada dua
kategori :

1. Informasi yang mengandung nilai kerahasiaan.


2. Informasi yang tidak mengandung nilai kerahasiaan.
Informasi yang mengandung nilai kerahasiaan :

Yaitu laporan atau catatan yang terdapat dalam berkas rekam medis
sebagai hasil pemeriksaan, pengobatan, observasi atau wawancara dengan
pasien. Informasi ini tidak boleh disebarluaskan kepada pihak-pihak yang tidak
berwenang, karena menyangkut individu langsung si pasien. Walaupun begitu
perlu diketahui pula bahwa pemberitahuan keadaan sakit si pasien kepada
pasien maupun keluarganya oleh orang rumah sakit selain dokter yang merawat
sama sekali tidak diperkenankan. Pemberitahuan kepenyakitan kepada
pasien/keluarga menjadi tanggung jawab dokter dan pasien, pihak lain tidak
memiliki hak sama sekali.

Informasi yang tidak mengandung nilai kerahasiaan :

Jenis informasi yang dimaksud disini adalah perihal identitas (nama,


alamat, dan lain-lain) serta infomasi lain yang tidak mengandung nilai medis.
Informasi jenis ini terdapat dalam lembaran paling depan berkas rekam medis
rawat jalan maupun rawat nginap (Ringkasan Riwayat Klinik ataupun
Ringkasan Masuk dan Keluar). Namun sekali lagi perlu diingat bahwa karena
diagnosa akhir pasien mengandung nilai medis maka lembaran tersebut tetap
tidak boleh disiarkan kepada pihak-pihak yang tidak berwenang. Walaupun
begitu petugas tenaga bantuan, perawat, petugas perekam medis maupun
petugas Rumah Sakit lainnya harus berhati-hati bahwa ada kalanya identitas
pasienpun dianggap perlu disembunyikan dari pemberitaan, misalnya apabila
pasien tersebut adalah orang terpandang di masyarakat ataupun apabila pasien
adalah seorang tanggungan polisi (buronan). Hal ini semata-mata dilakukakan
demi ketenangan si pasien dan demi tertibnya keamanan Rumah Sakit dari
pihak-pihak yang mungkin bermaksud mengganggu. Oleh kaena itu dimanapun
petugas itu berdinas tetap harus memiliki kewaspadaan yang tinggi agar
terhindar dari kemungkinan tuntutan ke pengadilan.

Sumber hukum yang bisa dijadikan acuan di dalam masalah kerahasiaan


suatu sumber informasi yang menyangkut rekam medis pasien dapat dilihat
pada Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1966 tentang Wajib Simpan
Rahasia Kedokteran. Dengan adanya Peraturan Pemerintah itu maka siapapun
yang bekerja di rumah sakit, khususnya bagi mereka yang berhubungan
dengan data rekam medis wajib mematuhi ketentuan tersebut.

Pasal 1 :

Yang dimaksud dengan rahasia kedokteran ialah segala sesuatu yang diketahui
oleh orang-orang tersebut dalam Pasal 3 pada waktu atau selama melakukan
pekerjaannya dalam lapangan kedokteran.
Pasal 3 :

Yang diwajibkan menyimpan rahasia yang dimaksud dalam Pasal 1 ialah:

a. Tenaga kesehatan menurut Pasal 2 Undang-Undang Tenaga Kesehatan


(Lembaran Negara Th. 1963 No. 78)
b. Mahasiswa kedokteran, murid yang bertugas dalam lapangan pemeriksaan,
pengobatan dan / atau perawatan & orang lain yang ditetapkan oleh
Menteri Kesehatan.

4. Persetujuan Tindakan Medis (Informed Consent)


Sesuai dengan PERMENKES No:575/MEN.KES/PER/IX/ 1989 tentang
Persetujuan Tindakan Medis.

Persetujuan Tindakan Medik/Informed Consent adalah :

Persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarganya atas dasar


penjelasan mengenai tindakan medis yang akan dilakukan terhadap pasien
tersebut. Tindakan medik adalah suatu tindakan yang dilakukan terhadap
pasien berupa diagnostik atau terapeutik. Semua tindakan medis yang akan
dilakukan terhadap pasien harus mendapat persetujuan. Persetujuan dapat
diberikan secara tertulis maupun lisan.

Setiap pasien yang mendapat pelayanan di rumah sakit mempunyai hak


untuk memperoleh atau menolak pengobatan. Bila pasien dalam perwalian
maka walilah yang mengatasnamakan keputusan hak tersebut pada pasien.

Di Rumah Sakit Budi Asih hal mengenai keputusan pasien (atau wali) dapat
dikemukakan dengan 2 cara, yang lazim dikenal dengan persetujuan meliputi :

a. Persetujuan langsung, berarti pasien/wali segera menyetujui usulan


pengobatan yang ditawarkan pihak rumah sakit. Persetujuan dapat dalam
bentuk lisan atau tulisan.
b. Persetujuan secara tak langsung.
Tindakan pengobatan dilakukan dalam keadaan darurat atau
ketidakmampuan mengingat ancaman terhadap nyawa pasien.
Selain kedua jenis persetujuan di atas terdapat pula suatu jenis
persetujuan khusus dalam hal mana pasien/wali wajib mencantumkan
pernyataan bahwa kepadanya telah dijelaskan suatu informasi terhadap apa
yang akan dilakukan oleh tim medis, resiko dan akibat yang akan terjadi
bilamana suatu tindakan diambil. Persetujuan ini dikenal dengan istilah
informed consent, hanya diperlukan bilamana pasien akan dioperasi atau akan
menjalani prosedur pembedahan tertentu. Pemberian persetujuan atau
penolakan terhadap perlakuan yang akan diambil tersebut menjadi bukti yang
sah bagi rumah sakit, pasien dan dokter.

Demi menjaga kemungkinan-kemungkinan yang akan timbul-timbul maka


pihak Rumah Sakit melakukan dua kali pengambilan persetujuan (apabila
ternyata kemudian ada tindakan khusus) yaitu:

a. Disaat pasien akan dirawat : Penandatanganan dilakukan setelah pasien


mendapat penjelasan dari petugas penerima pasien di tempat pendaftaran.
Penandatanganan persetujuan disini adalah untuk pemberi persetujuan
dalam pelaksanaan prosedur diagnostik, pelayanan rutin rumah sakit dan
pengobatan medis umum.
b. Persetujuan khusus (Informed Consent) : sebelum dilakukannya suatu
tindakan medis di luar prosedur di atas misalnya pembedahan.
Ini sesuai PERMENKES No: 575/Men.Kes/Per/IX/1989 pada Pasal 3
bahwa setiap tindakan medik yang mengandung resiko tinggi harus dengan
persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan
persetujuan.

Dan pada Pasal 4 disebutkan informasi tentang tindakan medik harus


diberikan kepada pasien, baik diminta maupun tidak diminta.

Dokter yang menangani pasien harus menjelaskan hal-hal yang akan


dilakukannya secara jelas. Dalam hal ini, dokter jangan sekali-kali memberi
garansi kesembuhan pada pasien, tetapi didiskusikan dan dijelaskan
keuntungan yang diharapkan sehingga pasien dapat berpikir dan menetapkan
keputusannya. Dokter dapat meminta persetujuan kepada suami/isteri pasien,
apabila pasien karena mempengaruhi fungsi seksual atau reproduksi pasien
atau tindakan yang dapat mengakibatkan kematian janin dalam kandungan.
Keputusan ini diambil sebagai upaya hubungan kemanusiaan dan tidak mutlak
untuk mengobati pasien .

Dalam masalah persetujuan ini rumah sakit sering menghadapi


permasalahan seperti untuk kasus otopsi dan adopsi. Pada dasarnya otorisasi
untuk otopsi, adopsi adalah sama seperti untuk operasi/pembedahan. Dalam
hal ini rumah sakit harus betul-betul terjamin keselamatannya melalui bukti-
bukti tanda tangan dari orang-orang yang berhak.

Berkas dari pasien yang akan diotopsi harus memiliki lembaran perintah
otopsi.

Perintah pelaksanaan otopsi dapat ditinjau dalam dua kejadian:

a. Otopsi atas permintaan keluarga pasien, dimana didalamnya


terdapat tanda tangan keluarga pasien
b. Otopsi atas permintaan polisi untuk pembuktian
Adanya permintaan akan jenasah pasien, bagian tubuh tertentu, kremasi
ataupun pernyataan bahwa jenasah tidak diambil keluarga dan lain sebagainya
harus senantiasa dikuatkan oleh tanda tangan dari berbagai pihak termasuk
didalamnya saksi I, II sesuai dengan prosedur yang berlaku. Dalam kaitan ini
selain instansi kamar jenasah maka dalam berkas rekam medispun juga harus
memiliki dasar penguat dalam bentuk formulir persetujuan yang telah di tanda
tangani oleh pihak pihak yang bersangkutan tersebut. Dalam hal kasus adopsi
pihak-pihak yang bersangkutan harus benar-benar bertanggung jawab untuk
segera menandatangani formulary atau keterangan adopsi. Pihak rumah sakit
harus melibatkan unsur saksi sebagai penguat disamping adanya pernyataan
resmi secara tertulis dari pihak yang menerima. Dalam hal mana seorang anak
tidak diambil oleh keluarganya maka pihak rumah sakit dapat meneruskannya
kepada yayasan atau badan resmi yang berwenang dan dianggap sah oleh
negara. Segala korespondensi yang terjadi dalam hal adopsi harus amat dijaga
kerahasiaannya. Pihak Instalasi Rekam Medis harus dapat menjamin bahwa
berkasnya telah lengkap. Bilamana dirasakan perlu untuk menyendirikan
laporan adopsi dari berkas pencatatan pasien maka Kepala Instalasi Rekam
Medis dapat mengambil kebijaksanaan tersebut dan memberi kode tertentu
dalam berkas rekam medis pasien tersebut. Selanjutnya surat adopsi tersebut
disimpan dalam tempat khusus yang terkunci dan aman.

5. Pemberian Informasi Kepada Orang/Badan Yang


Mendapat Kuasa
Berbicara tentang pemberian informasi, kadang-kadang membingungkan
bagi seorang petugas rekam medis, karena harus mempertimbangkan setiap
situasi bagi pengungkapan suatu informasi dari rekam medis. Permintaan
terhadap informasi ini banyak datang dari pihak ketiga yang akan membayar
biaya, seperti : asuransi, perusahaan yang pegawainya mendapatkan perawatan
di rumah sakit, dan lain-lain. Disamping itu pasien dan keluarganya, dokter
dan staf medis, dokter dan rumah sakit lain yang turut merawat seorang
pasien, lembaga pemerintahan dan badan-badan lain juga sering meminta
informasi tersebut. Meskipun kerahasiaan menjadi faktor terpenting dalam
pengelolaan rekam medis, akan tetapi harus diingat bahwa hal tersebut
bukanlah faktor satu-satunya yang menjadi dasar kebijaksanaan dalam
pemberian informasi. Hal yang sama pentingnya adalah dapat selalu
menjaga/memelihara hubungan baik dengan masyarakat. Oleh karena itu
perlu adanya ketentuan-ketentuan yang wajar dan senantiasa dijaga bahwa hal
tersebut tidak merangsang pihak peminta informasi untuk mengajukan
tuntutan lebih jauh kepada rumah sakit.

Seorang pasien dapat memberikan persetujuan untuk memeriksa isi rekam


medisnya dengan memberi surat kuasa. Orang-orang yang membawa surat
kuasa ini harus menunjukkan tanda pengenal (identitas) yang syah kepada
pimpinan rumah sakit, sebelum mereka diijinkan meneliti isi rekam medis yang
diminta. Badan-badan pemerintah seringkali meminta informasi rahasia
tentang seorang pasien. Apabila tidak ada undang-undang yang menetapkan
hak satu badan pemerintah untuk menerima informasi tentang pasien, mereka
hanya dapat memperoleh informasi atas persetujuan dari pasien yang
bersangkutan sebagaimana yang berlaku bagi badan-badan swasta. Jadi
patokan yang perlu dan harus senantiasa diingat oleh petugas rekam medis
adalah : “Surat persetujuan untuk memberikan informasi yang ditandatangani
oleh seorang pasien atau pihak yang bertanggungjawab, selalu diperlukan,
untuk setiap pemberian informasi dari rekam medis, terutama dalam keadaan
belum adanya peraturan perundangan yang mengatur hak tersebut.” Pada saat
ini makin banyak usaha-usaha yang bergerak di bidang asuransi, diantaranya
ada asuransi sakit, kecelakaan, pengobatan asuransi tenaga kerja dan lain-lain.
Untuk dapat membayar klaim asuransi dari pemegang polisnya perusahaan
asuransi terlebih dahulu memperoleh informasi tertentu yang terdapat dalam
rekam medis seorang pasien selama mendapat pertolongan perawatan di rumah
sakit. Informasi ini hanya dapat diberikan apabila ada surat
kuasa/persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh pasien yang bersangkutan.
Dengan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menggunakan jasa
asuransi sehingga makin banyak jumlah pemegang polis, rumah sakit harus
mampu mengadakan satu formulir standard yang memberikan perlindungan
maksimum kepada pasien dan mempercepat waktu pengisiannya oleh petugas
rumah sakit. Untuk melengkapi persyaratan bahwa surat kuasa/persetujuan
harus ditandatangani oleh yang bersangkutan, Rumah Sakit menyediakan
formulir surat kuasa, dengan demikian tanda tangan dapat diperoleh pada saat
pasien tersebut masuk dirawat.

Pimpinan rumah sakit dengan Instalasi Rekam Medis dan Komite Rekam
Medis, menetapkan suatu peraturan yang mengatur pemberian informasi yang
berasal dari rekam medis itu. Peraturan-peraturan tersebut disebarluaskan ke
dalam lingkungan kerja rumah sakit maupun perorangan atau organisasi-
organisasi yang sering berhubungan dengan nstalasi Rekam Medis untuk
meminta informasi yang berkaitan dengan rekam medis.

Ketentuan-ketentuan berikut secara umum dapat dijadikan pedoman


kecuali jika ada ketentuan-ketentuan khusus yang ditetapkan oleh peraturan
perundangan yang berlaku.

Ketentuan-ketentuan yang dimaksud ialah :

1. Setiap informasi yang bersifat medis yang dimiliki Rumah Sakit tidak boleh
disebarkan oleh pegawai Rumah Sakit, kecuali bila pimpinan Rumah Sakit
mengijinkan.
2. Rumah Sakit tidak boleh dengan sekehendaknya menggunakan rekam
medis dengan cara yang dapat membahayakan kepentingan pasien,
kecuali jika rumah sakit sendiri akan menggunakan rekam medis tersebut
bila perlu untuk melindungi dirinya atau mewakilinya.
3. Para asisten dan dokter yang bertanggungjawab boleh dengan bebas
berkonsultasi dengan Instalasi Rekam Medis dengan catatan yang ada
hubungan dengan pekerjaannya. Andaikata ada keragu-raguan dipihak
staf rekam medis, maka persetujuan masuk ketempat rekam medis itu
boleh ditolak dan persoalannya hendaknya diserahkan kepada keputusan
pimpinan rumah sakit. Bagaimanapun salinan rekam medis tidak boleh
dibuat tanpa persetujuan khusus dari kepala Instalasi Rekam Medis, yang
akan bermusyawarah dengan pimpinan rumah sakit jika ada keragu-
raguan. Tidak seorangpun boleh memberikan informasi lisan atau tertulis
dari pihak pimpinan rumah sakit (pengecualian : mengadakan diskusi
mengenai kemajuan dari pada kasus dengan keluarga atau wali pasien
yang mempunyai kepentingan yang syah).
4. Dokter tidak boleh memberikan persetujuan kepada perusahaan asuransi
atau badan lain untuk memperoleh rekam medis.
5. Badan-badan sosial boleh mengetahui isi data sosial dari rekam medis
apabila mempunyai alasan-alasan yang syah untuk memperoleh informasi,
namun untuk data medisnya tetap diperlukan surat persetujuan dari
pasien yang bersangkutan.
6. Permohonan pasien untuk memperoleh informasi mengenai catatan dirinya
diserahkan kepada dokter yang bertugas merawatnya.
7. Permohonan secara lisan, permintaan informasi sebaiknya ditolak, karena
cara permintaan harus tertulis.
8. Informasi rekam medis hanya dikeluarkan dengan surat kuasa yang
ditandatangani dan diberi tanggal oleh pasien (walinya jika pasien tersebut
secara mental tidak kompeten) atau keluarga terdekat kecuali jika ada
ketentuan lain dalam peraturan. Surat kuasa hendaklah juga
ditandatangani dan diberi tanggal oleh orang yang mengeluarkan rekam
medis dan disimpan di dalam berkas rekam medis tersebut.
9. Informasi di dalam rekam medis boleh diperlihatkan kepada perwalian
rumah sakit yang sah untuk melindungi kepentingan rumah sakit dalam
hal-hal yang bersangkutan dengan pertanggungjawaban.
10. Informasi boleh diberikan kepada rumah sakit, tanpa surat kuasa yang
ditandatangani oleh pasien berdasarkan permintaan dari rumah sakit yang
menerangkan bahwa si pasien sekarang dalam perawatan mereka.
11. Dokter-dokter dari luar rumah sakit yang mencari keterangan mengenai
pasien di rumah sakit, harus memiliki surat kuasa dari pasien tersebut.
Tidak boleh seorang beranggapan bahwa karena pemohon seorang dokter
ia seolah-olah lebih berhak untuk memperoleh informasi dari pemohon
yang bukan dokter. Rumah sakit dalam hal ini akan berusaha memberikan
segala pelayanan yang pantas kepada dokter luar, tetapi selalu berusaha
lebih memperhatikan kepentingan pasien dan rumah sakit.
12. Ketentuan ini tidak saja berlaku bagi Instalasi Rekam Medis, tetapi juga
berlaku bagi semua orang yang menangani rekam medis di Bagian
Perawatan, bangsal-bangsal dan lain-lain.
13. Rekam medis yang asli tidak boleh dibawa keluar rumah sakit, kecuali bila
atas perintah pengadilan, dengan surat kuasa khusus tertulis dari
pimpinan rumah sakit .
14. Rekam medis tidak boleh diambil dari tempat penyimpanan untuk dibawa
kebagian lain dari rumah sakit , kecuali jika diperlukan untuk transaksi
dalam kegiatan rumah sakit. Apabila mungkin rekam medis ini hendaknya
diperiksa dibagian setiap waktu dapat dikeluarkan bagi mereka yang
memerlukan.
15. Dengan persetujuan pimpinan Rumah Sakit, pemakaian rekam medis
untuk keperluan riset diperbolehkan. Mereka yang bukan dari staf medis
rumah sakit, apabila ingin melakukan riset harus memperoleh persetujuan
tertulis dari pimpinan rumah sakit.
16. Bila suatu rekam medis diminta untuk dibawa ke pengadilan segala ikhtiar
hendaklah dilakukan supaya pengadilan menerima salinan fotocopy rekam
medis yang dimaksud. Apabila hakim minta yang asli, tanda terima harus
diminta dan disimpan di folder sampai rekam medis yang asli tersebut
kembali.
17. Fakta bahwa seorang majikan telah membayar atau telah menyetujui
untuk membayar ongkos rumah sakit bagi seorang pegawainya, tidak
dapat dijadikan alasan bagi rumah sakit untuk memberikan informasi
medis pegawai tersebut kepada majikan tadi tanpa surat kuasa/
persetujuan tertulis dari pasien atau walinya yang sah.

Pengesahan untuk memberikan informasi hendaklah berisi indikasi


mengenai periode-periode perawatan tertentu. Surat kuasa/persetujuan itu
hanya berlaku untuk informasi medis yang termasuk dalam jangka
waktu/tanggal yang ditulis didalamnya.

6. Rekam Medis Di Pengadilan


Penyuguhan informasi yang diambil dari rekam medis sebagai bukti dalam
suatu sidang pengadilan, atau didepan satu badan resmi lainnya, senantiasa
merupakan proses yang wajar. Sesungguhnya bahwa rekam medis disimpan
dan dijaga baik-baik bukan semata-mata untuk keperluan medis dan
administratif, tetapi juga karena isinya sangat diperlukan oleh individu dan
organisasi yang secara hukum berhak mengetahuinya. Rekam medis ini adalah
catatan kronologis yang tidak disangsikan kebenarannya tentang pertolongan,
perawatan, pengobatan seorang pasien selama mendapatkan pelayanan di
rumah sakit. Rekam medis ini dibuat sebagai suatu prosedur rutin
penyelenggara kegiatan rumah sakit. Penyimpanan dan pemeliharaan
merupakan satu bagian dari keseluruhan kegiatan rumah sakit .

Sebagai satu dalil yang umum dapat dikatakan setiap informasi di dalam
rekam medis dapat dipakai sebagai bukti, karena rekam medis adalah dokumen
resmi dalam kegiatan rumah sakit. Jika pengadilan dapat diyakinkan bahwa
rekam medis itu tidak dapat disangkal kebenarannya dan dapat dipercayai,
maka keseluruhan atau sebagian dari informasi dapat dijadikan bukti yang
memenuhi persyaratan. Apabila salah satu pihak bersengketa dalam satu acara
pengadilan menghendaki pengungkapan isi rekam medis di dalam sidang, ia
meminta perintah dari pengadilan kepada rumah sakit yang menyimpan rekam
medis tersebut. Rumah sakit yang menerima perintah tersebut wajib mematuhi
dan melaksanakannya.

Apabila ada keragu-raguan tentang isi perintah tersebut dapat diminta


seorang sanksi untuk datang dan membawa rekam medis yang diminta atau
memberikan kesaksian di depan sidang.

Apabila diminta rekam medisnya saja pihak rumah sakit dapat membuat
fotocopy dari rekam medis yang diminta dan mengirimkan kepada bagian Tata
Usaha pengadilan. Dalam suatu kasus mungkin sebagian dari rekam medis
atau mungkin seluruh informasi dari rekam medis dipergunakan. Hakim dan
pembela bertanggungjawab untuk mengatasi setiap perbedaan ketentuan
perundangan dalam hal pembuktian. Tanggung jawab seorang ahli rekam medis
adalah berperan sebagai saksi yang obyektif.

Pihak rumah sakit tidak memperkirakan setiap saat, rekam medis yang
mana yang akan diminta oleh pengadilan. Oleh karena itu, setiap rekam medis
kita anggap dapat sewaktu-waktu dilihat /diperlukan untuk keperluan
pemeriksaan oleh hakim di pengadilan. Konsekuensinya, terhadap semua
rekam medis pasien yang telah keluar dari rumah sakit harus dilakukan analisa
kuantitatif secara seksama. Setiap isian/tulisan di dalam rekam medis yang
dihapus, tanpa paraf, dan setiap isian yang tidak ditandatangani ataupun tidak
sesuai dengan ketentuan rumah sakit harus ditolak dan dikembalikkan kepada
pihak yang bersangkutan untuk diperbaiki/dilengkapi. Kedudukan kepala
Instalasi Rekam Medis memberikan tanggung jawab / kepercayaan khusus di
rumah sakit, dengan demikian harus senantiasa menjaga agar rekam medis
semuanya benar-benar lengkap. Materi yang bukan bersifat medis harus
ditinggal apabila rekam medis diminta untuk keperluan pengadilan, kecuali jika
diminta.

Anda mungkin juga menyukai