Anda di halaman 1dari 8

Rekam Medis - Kepemilikan dan

Pembukaan untuk Klaim Kesehatan


20 Agustus 2018 13:13 Diperbarui: 20 Agustus 2018 13:32 3800 2 0

Pendahuluan

Interaksi antara dokter dan pasien mengandung 2 sisi: pertama yaitu sisi sosial, yang
mengakibatkan terjadinya tindakan sosial, yang akan munculkan masalah norma dan etika.
Contoh: masalah privacy pasien yang harus dijaga dan dilindungi oleh dokter. Sisi kedua
yaitu sisi hukum, yang mengakibatkan timbulnya hak dan kewajiban.

Hak dan kewajiban sebagai akibat dari hubungan hukum antara dokter pasien, apabila terjadi
permasalahan hukum, maka diperlukan bukti bahwa masing-maing pihak sudah menjalankan
kewajibannya atau tidak menjalankan kewajibannya, hal itu dibuktikan dengan catatan yang
dibuat oleh dokter dalam bentuk tulisan/laporan atau catatan yang disebut sebagai Rekam
Medis (RM).

Rekam Medik

Rekam medis didefinisikan:

Rekaman dalam bentuk tulisan atau gambaran aktivitas pelayanan yang diberikan oleh
pemberi pelayanan medik/kesehatan kepada seorang pasien. (Ikatan Dokter Indonesia)

Berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan,
pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien (Permenkes No
269/Menkes/Per/III /2008 Tentang Rekam Medis pasal 1 ay (1))

 A chronological written account of a patient's examination and treatment that includes the
patient's medical history and complaints, the physician's physical findings, the results of
diagnostic tests and procedures, and medications and therapeutic procedures. (The
American Heritage Medical Dictionary)

RM memiliki sejarah yang panjang, sudah berawal dari manusia prasejarah, dimana
ditemukan rekaman kuno tentang tindakan pelayanan yang dilakukan oleh para tabib yang
pada jamannya merangkap sebagai pimpinan spiritual. Bukti temuan lain: lukisan di gua di
Spanyol yang menggambarkan amputasi jari, pahatan di kuil Yunani pada 1100 SM yang
menggambarkan tehnik pengobatan.

Bukti lain ditemukannya informasi cara pengobatan dalam bentuk hieroglyph (tulisan
masyarakat Mesir kuno berupa kombinasi elemen logograf dan alfabet) pada gulungan-
gulungan papyrus.
Pada awalnya data-data tersebut hanya sebagai catatan penyakit biasa, pada masa masehi para
tabib Yunani kuno seperti Hypocrates secara sistematis mencatat tahapan riwayat penyakit
pasiennya dan mulai mengumpulkan kelompok-kelompok jenis penyakit secara sangat
sederhana.

Kemajuan ilmu pengetahuan dan tehnologi menimbulkan evolusi rekam medis, dari sekedar
catatan data medis pasien, menjadi data base untuk sistem informasi kesehatan. Pada era
tehnologi digitalisasi, rekam medis dilakukan dengan basis komputer.

Ada hal yang cukup menarik dalam perkembangan rekam medis, awalnya informasi rekam
medis hanya digunakan untuk keperluan yang terbatas pada pelayanan dokter dari waktu
kewaktu, lalu berkembang menjadi alat komunikasi antar dokter dan juga dengan tenaga
kesehatan lainnya, agar terjamin kesinambungan informasi medis pasien sehingga
pengelolaan pasien dapat lebih komprehensif.

Dalam perkembangannya rekam medis dijadikan sebagai data untuk menentukan kebijakan
kesehatan, kemudian rekam medis menjadi alat bukti hukum. Bagaimanapun perkembangan
dalam penyelenggaraan rekam medis, yang tetap harus dipahami adalah, bahwa rekam medis
adalah dokumen penting dalam pelayanan kesehatan perorangan.

Mengapa perlu dibuatkan rekam medis:

Keharusan membuat rekam medis bagi rumah sakit diawali melalui

Kepmenkes no.031/Birhup/1972, bahwa semua rumah sakit diharuskan mengerjakan medical


recording dan reporting dan hospital statistic.

Kepmenkes no.034/Birhup/1972 tentang Perencanaan dan Pemeliharaan Rumah Sakit

SK IDI no.315/PB/A.4/1988 tentang rekam medis yang menekankan bahwa praktek profesi
kedokteran harus melaksanakan rekam medis, tidak saja untuk dokter yang bekerja di rumah
sakit, tetapi juga untuk dokter praktek pribadi.

Kepmenkes no. 749a/Menkes/Per/XII/1989 tentang Rekam Medis/Medical Record:


kewajiban bagi tenaga kesehatan untuk melaksanakan rekam medis.

Undang-Undang Nomor 29/2004 tentang Praktek Kedokteran: setiap praktek dokter wajib
membuat rekam medis, diatur dalam Pasal 46.

Permenkes no 369 tahun 2008 tentang Rekam Medis

Penyelenggaraanan rekam medis adalah untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat


yang optimal melalui peningkatan mutu pelayanan kesehatan. Untuk peningkatan mutu
pelayanan kesehatan harus disertai dengan sarana penunjang yang memadai, antara lain
melalui penyelenggaraan rekam medis pada setiap sarana pelayanan kesehatan.
Dengan demikian, catatan rekam medis merupakan hak pasien yang perlu disediakan
terutama untuk kepentingan pelayanan yang optimal.

Menurut Sofwan Dahlan latar belakang perlunya dibuat rekam medis adalah untuk
mendokumentasikan semua kejadian yang berkaitan dengan kesehatan pasien serta
menyediakan media komunikasi di antara tenaga kesehatan bagi kepentingan perawatan
penyakitnya yang sekarang maupun yang akan datang (2000 : 73).

Sanksi atas pelanggaraan penyelenggaraan rekam medis adalah sebagai berikut :

Pasal 17 Permenkes no 369 tahun 2008 tentang Rekam Medis menyatakan: pelanggaran
terhadap ketentuan-ketentuan dalam peraturan ini dapat dikenakan sanksi administratif mulai
dari teguran lisan sampai pencabutan surat ijin;

Pasal 79 huruf b UU Praktek Kedokteran: dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1
(satu) tahun atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (Lima puluh juta rupiah), setiap
dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja tidak membuat rekam medis sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1).

Kepemilikan Rekam Medik

Kepemilikan rekam medis seringkali menjadi permasalahan baik bagi pasien/keluarga pasien
dan lawyer pasien disatu pihak dan rumah sakit/sarana pelayanan kesehatan dipihak lain.
Permasalahan timbul pada pemahaman tentang kepemilikan RM, menurut Permenkes no
269/2008 tentang Rekam Medis, Pasal 12 ay (1) bahwa berkas rekam medis milik sarana
pelayanan kesehatan, sementara ayat (2): Isi rekam medik merupakan milik pasien.

Masing-masing pihak merasa berhak memiliki rekam medis, dengan pemikiran bahwa antara
berkas dan isinya tidak bisa dipisahkan. Untuk mengatasi hal tersebut, banyak pihak yang
mencari jalan tengah dengan memberikan foto kopi atau salinan rekam medis kepada pihak
keluarga sementara rekam medis yang asli tetap disimpan dan menjadi milik sarana
pelayanan kesehatan.

Mengacu pada ayat (3) jelas disebutkan bahwa yang dimaksud dengan isi rekam medis bisa
menjadi milik pasien adalah dalam bentuk ringkasan isi rekam medis, dan bukan fotokopi
atau salinan rekam medis.

Untuk bisa memahami hal tersebut, maka harus dimengerti dahulu arti kata isi yang
dimaksudkan pada Peraturan Menteri Kesehatan tersebut. Kata isi adalah
sebuah homonim (adalah jenis-jenis kata yang memiliki pelafalan dan tulisan yang sama
tetapi memiliki makna yang berbeda, yang memiliki makna tergantung konteks kalimat yang
mengikutinya). Kata isi memiliki 4 arti:

Isi berarti sesuatu yang ada (termuat, terkandung, dan sebagainya) di dalam suatu benda dan
sebagainya: isi gudang itu pupuk dan alat-alat pertanian
Isi berarti besarnya suatu ruangan; volume: isi kaleng itu 20 liter

Isi berarti apa yang tertulis di dalamnya (tentang buku, surat, dan sebagainya)

Isi berarti inti atau bagian yang pokok dari suatu wejangan (pidato,pembicaraan, dan
sebagainya)

Yang dimaksud dengan isi rekam medik pada Peraturan Menteri Kesehatan diatas adalah
pengertian isi seperti pada poin c yaitu isi yang berarti apa yang tertulis di dalamnya (tentang
catatan medis yang berada dalam rekam medis). Dengan memahami kata isi tersebut, maka :

Yang menjadi milik sarana pelayanan kesehatan adalah berkas yang berisi lembar catatan dan
dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain
yang telah diberikan kepada pasien (Permenkes no 269/2008 tentang Rekam Medis Ps 1 ayat
(1)), yaitu berkasnya atau bendanya.

Yang menjadi milik pasien adalah isi rekam medisnya: yaitu catatan medisnya saja dan bukan
lembaran-lembaran yang berisi catatan medis yang berada dalam berkas rekam medis. Jika
pasien atau keluarganya meminta rekam medis maka yang dapat diberikan oleh sarana
pelayanan kesehatan adalah isi rekam medis berupa ringkasan isi rekam medis, dan bukan
fotokopi dari lembaran-lembaran catatan medis pasien.

Kerahasiaan Rekam Medis.

Rahasia kedokteran adalah: data dan informasi tentang kesehatan seseorang yang diperoleh
tenaga kesehatan pada waktu menjalankan pekerjaan atau profesinya. (Permenkes No
36/2012 tentang Rahasia Kedeokteran). Dokter dan/atau tenaga kesehatan lainnya wajib
untuk menyimpan rahasia kedokteran pasien, berdasarkan:

PP no. 10 / 1966 tentang Wajib Simpan Rahasia Kedokteran. Pada penjelasan: Setiap orang
harus dapat meminta pertolongan kedokteran dengan perasaan aman dan bebas. Ia harus
dapat menceritakan dengan hati terbuka segala keluhan yang mengganggunya, balk bersifat
jasmaniah maupun rohaniah, dengan keyakinan bahwa hak itu berguna untuk menyembuhkan
dirinya. Ia tidak boleh merasa khawatir bahwa segala sesuatu mengenai keadaannya akan
disampaikan kepada orang lain, baik oleh dokter maupun oleh petugas kedokteran yang
bekerja sama dengan dokter tersebut.

Permenkes No 269/2008 tentang Rekam Medis Pasal 10 ay (1): identitas, diagnosa, riwayat
penyakit, riwayat pemeriksaan dan riwayat pengobatan pasien harus dijaga kerahasiaannya
oleh dokter/dokter gigi, tenaga kesehatan tertentu, petugas pengelola dan pimpinan sarana
pelayanan kesehatan.

Permenkes No 36/2012 tentang Rahasia Kedeokteran Pasal 4 ayat (1): Semua pihak yang
terlibat dalam pelayanan kedokteran dan/atau menggunakan data dan informasi tentang
pasien wajib menyimpan rahasia kedokteran.
Kewajiban menyimpan rahasia tersebut berlaku selamanya, walaupun pasien telah meninggal
dunia (Permenkes no 36/2012 tentang Rahasia Kedokteran Pasal 4 ayat (3))

Kerahasiaan tersebut hanya boleh dibuka dalam hal:

Untuk kepentingan kesehatan pasien

Memenuhi permintaaan aparatur penegak hukum dalam hal penegakkan hukum atas perintah
pengadilan

Permintaan dan/atau persetujuan pasien sendiri

Permintaan institusi/lembaga berdasarkan ketentuan peraturan periundang-undangan

Kepentingan penelitian pendidikan dan audit medis sepanjang tidak menyebutkan identitas
pasien

Pembukaan rekam medis berupa penjelasan tentang isi rekam medis (Pasal 11 ayat (1)) dan
bukan dengan memberikan berkas rekam medis.

Siapa yang boleh memberikan penjelasan tersebut?

Hanya oleh dokter yang merawat pasien dengan ijin tertulis dari pasien atau sesuai dengan
peraturan perundangan.

Pimpinan sarana pelayanan kesehatan dapat menjelaskan kepada pemohon baik langsung atau
tertulis tanpa persetujuan dari pasien berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Pemberian Informasi untuk Kepentingan Kesehatan Pasien

Pemberian informasi medis pasien kepada pihak lain adalah sama dengan membuka rahasia
kedokteran, pemberian informasi untuk kepentingan kesehatan pasien biasanya berhubungan
dengan klaim pasien atas pembiayaan kesehatan pasien kepada pihak asuransi kesehatan
(Permenkes no 36/2012 tentang Rahasia Kedokteran Pasal 6 ayat (1) buruf b).

Pemberian informasi berupa penulisan diagnosa dan tindakan pada formulir klaim asuransi
berarti sudah membuka rahasia kedokteran pasien kepada pihak asuransi.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sehubungan dengan penulisan diagnosa pada klain
asuransi pasien.

Penulisan diagnosa dan tindakan yang dilakukan termasuk informasi pasien yang harus dijaga
kerahasiaannya (Pasal 10 ayat (1)), dokter yang merawat pasien dapat menyampaikan
diagnosa kepada pihak asuransi setelah pasien memberikan permintaan ada/atau persetujuan
(Pasal 10 ayat (2) huruf c ) dan permintaan dan atau persetujuan tersebut dalam bentuk
tertulis (Pasal 11 ayat (1)).

Asuransi dan pasien sangat berkepentingan dengan diagnosa pasien, karena berhubungan
dengan klaim pasien apakah dapat dibayarkan atau tidak oleh pihak asuransi, dihubungkan
dengan pengecualian dan ketentuan besaran premi yang dibayarnya.

Permasalahannya, apakah pasien tahu bahwa penyakit pasien adalah rahasia bagi orang lain,
kalau hanya penyakit biasa dan umum bagi kebanyakan orang mungkin tidak masalah, tetapi
bagaimana jika penyakit tersebut bukan penyakit biasa, memalukan dan aib bagi dirinya atau
keluarga seperti HIV-AIDS ?

Sejauh mana pasien tahu bahwa tidak semua penyakit bisa di klaimkan ke pihak asuransi,
karena ada beberapa penyakit yang dikecualikan.

Sering kali pihak asuransi menyerahkan formulir untuk diisi oleh dokter tanpa menyerahkan
permintaan dan/atau persetujuan pasien, karena pihak asuransi sudah mempunyai perjanjian
baku berupa persetujuan atau surat kuasa (dari pasien kepada pihak asuransi) untuk meminta
diagnosa ke pihak dokter/rumah sakit.

Apakah dengan surat kuasa tersebut sudah cukup dan bisa dianggap sebagai permintaan
dan/atau persetujuan pasien? Untuk itu perlu dipahami apa yang dimaksud sebagai surat
kuasa.

Surat kuasa adalah pemberian kuasa atau wewenang terhadap seseorang yang dapat dipercaya
agar yang bersangkutan dapat bertindak mewakili orang yang memberi kuasa karena, orang
yang memberi kuasa tidak dapat melaksanakan sendiri (Suparjati, dkk). Pasal 1813
KUHPerdata pemberian kuasa akan berakhir: diantaranya karena penarikan kembali kuasa
penerima kuasa; dan meninggalnya pasien yang pernah memberikan kuasa tersebut

Kelemahan pada surat kuasa pasien kepada asuransi, terutama untuk pasien yang sudah lama
tidak datang berobat, karena dokter/rumah sakit tidak pernah mengetahui apakah surat kuasa
tersebut telah ditarik kembali atau bahkan pasien telah meninggal.

Apa yang sebaiknya dilakukan oleh dokter/rumah sakit menghadapi permintaan penulisan
diagnosa penyakit pasien pada formulir klaim asuransi?

Permenkes No 269/2008 tentang Rekam Medis, informasi medis bisa dibuka berdasarkan
permintaan ada/atau persetujuan pasien, secara tertulis ditujukan kepada dokter yang (pernah)
merawat, jadi perlu ada permintaan khusus dari pasien/keluarga pasien kepada dokter untuk
memberikan infomasi medis pasien kepada pihak asuransi (pihak yang boleh menerima
infomasi medis), walaupun pihak asuransi memberikan surat kuasa (dari pasien).

Mengapa harus ada permintaan khusus? Apakah surat kuasa tersebut tidak cukup? Surat
permintaan tersebut diperlukan karena Dokter/rumah sakit tidak pernah mengetahui dengan
pasti, apakah surat kuasa tersebut masih berlaku atau tidak.
Penulisan Diagnosa pada Pasien yang Sudah Meninggal.

Apabila pasien sudah meninggal, apakah keluarga pasien bisa meminta kepada dokter untuk
menuliskan diagnosa penyakit pada formulir klaim asuransinya ?

Permenkes No 269/2008 tentang Rekam Medis, tidak mengatur secara jelas tentang hal
tersebut, tetapi kalau melihat pada Pasal 12 ayat (4): ringkasan rekam medis sebagaimana
disebutkan pada ayat (3) dapat diberikan, dicatat, atau dikopi oleh pasien atau orang yang
diberi kuasa atau atas persetujuan tertulis pasien atau keluarga pasien yang berhak untuk itu,
maka bisa disimpulkan: keluarga pasien yang mempunyai hak, dapat meminta kepada
dokter/rumah sakit.

Permenkes no 36/ 2012 tentang Rahasia Kedokteran. Pasal 6 ayat (5): dalam hal pasien tidak
cakap untuk memberikan persetujuan, maka persetujuan dapat diberikan oleh keluarga
terdekat atau pengampunya.

Seperti apa pasien yang dianggap tidak cakap? Seseorang adalah tidak cakap apabila ia pada
umumnya berdasarkan ketentuan undang-undang tidak mampu membuat sendiri persetujuan-
persetujuan yang akibat-akibat hukum yang sempurna. (R. Setiawan, 1999, Pokok-Pokok
Hukum Perikatan, Putra Abardin, Bandung, 61)

Pasal 1330 KUHPerdata: yang tak cakap untuk membuat persetujuan adalah;

anak yang belum dewasa;

orang yang ditaruh di bawah pengampuan;

perempuan yang telah kawin dalam hal-hal yang ditentukan undang-undang dan pada

umumnya semua orang yang oleh undang-undang dilarang untuk membuat persetujuan
tertentu.

Jadi orang yang tidak cakap menurut hukum: orang yang tidak mampu menjadi subjek
hukum dalam kehidupannya dikarenakan: orang yang belum dewasa; menderita sakit ingatan;
orang yang dibawah pengampuan. Orang yang sudah meninggal bukan lagi sebagai subjej
hukum.

Kalau kembali kepada pengertian isi rekam medis diatas, secara tatabahasa kata Isi memiliki
arti kelas nomina/kata benda: yaitu kelas kata yang menyatakan nama dari seseorang, tempat,
atau semua benda dan segala yang dibendakan. Nomina dibagi dua: kata benda konkret, yaitu
benda yang dapat dikenal oleh panca indera (buku), serta kata benda abstrak yaitu benda yang
hanya dapat dikenal dengan pikiran, (missal: cinta).

Isi rekam medis termasuk ke dalam catatan medis yang dibendakan (kata benda yang
abstrak). Sebagai yang dibendakan, maka isi rekam medis dapat "diwariskan" kepada ahli
waris.
Jadi keluarga pasien sebagai ahli waris mendapatkan hak atas isi rekam medis (Pasal 584
KUHPerdata), karena klaim asuransi adalah warisan bagi keluarga pasien, mengacu kepada
Pasal 584 KUHPerdata: dalam hal peralihan hak milik atas suatu benda dari seorang kepada
orang lain disyaratkan bahwa seseorang yang akan mengalihkan itu haruslah orang yang
berwenang untuk menguasai bendanya, maka keluarga pasien sebagai ahli waris, dapat
meminta kepada dokter/rumah sakit untuk membuka rahasia kedokteran dengan menuliskan
diagnosa penyakit pasien pada formulir klaim asuransi, tentunya dengan persetujuan ahli
waris lainnya (sesuai akta waris).

Bandung, 20 Agustus 2018.

Anda mungkin juga menyukai