Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
Rekam medis merupakan salah satu unit vital dalam struktur organisasi rumah sakit. Ia
menjadi rujukan utama dalam menganalisis perkembangan kesehatan masyarakat secara
personal. Rekam medis menyimpan informasi dan data-data pribadi pasien yang berobat ke
rumah sakit maupun dokter praktek. Oleh karena itu, sifat dokumen rekam medis adalah rahasia.
Dalam perundang-undangan dijelaskan, Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan
dokumen ttg identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah
diberikan kepada pasien (Permenkes, 2008). Pada pengertian tersebut, dokumen rekam medis
terdiri dari dua jenis, yaitu catatan dan dokumen, namun jamaknya tetap disebut secara
keseluruhan sebagai rekam medis. Ada pula yang menyebutkan bahwa rekam medis adalah
orang ketiga pada saat dokter menerima pasien. Sedangkan, Ery Rustiyanto dalam Etika Profesi
Perekam Medis dan Informasi Kesehatan menyebutkan bahwa rekam medis adalah siapa, apa,
di mana dan bagaimana perawatan pasien selama di rumah sakit, untuk melengkapi rekam medis
harus memiliki data yang cukup tertulis dalam rangkaian kegiatan guna menghasilkan suatu
diagnosis, jaminan, pengobatan dan hasil akhir (Rustiyanto, 2009). Maka dapat disimpulkan
bahwa rekam medis merupakan suatu dokumen yang memuat informasi medis dari seorang
pasien yang dihasilkan oleh rumah sakit dan atau dokter praktek sebagai bentuk dokumen
pertanggungjawaban atas segala tindakan medis yang telah dilakukan.
Rekam medis dibuat tidak hanya sebagai bentuk dokumen pertanggungjawaban aktivitas,
tetapi juga sebagai bentuk tertib administrasi untuk meningkatkan kinerja pelayanan rumah sakit.
Selain itu, kegunaan rekam medis antara lain:
1. Sebagai alat komunikasi antara dokter dengan tenaga ahlinya yang ikut ambil bagian
dalam memberikan pelayanan pengobatan, perawatan kepada pasien.
2. Sebagai dasar untuk merencanakan pengobatan/perawatan yang harus diberikan kepada
seorang pasien.
3. Sebagai bukti tertulis atas segala tindakan pelayanan, perkembangan penyakit, dan
pengobatan selama pasien berkunjung/dirawat di rumah sakit.
4. Sebagai bahan yg berguna untuk analisa, penelitian, dan evaluasi thd kualitas pelayanan
yg diberikan kpd pasien.
5. Melindungi kepentingan hukum bagi pasien, rumah sakit maupun dokter dan tenaga
kesehatan lainnya.
6. Menyediakan data2 khususnya yang sangat berguna untuk penelitian dan pendidikan.

7. Sebagai dasar di dalam perhitungan biaya pembayaran pelayanan medik pasien


8. Menjadi sumber ingatan yg harus didokumentasikan, srta sbg bahan pertanggung
jawaban dan laporan. (Rustiyanto, 2009)

BAB II
PENYELENGGARAAN REKAM MEDIS
A. REKAM MEDIS SEBAGAI ARSIP
Pada dasarnya, rekam medis dapat dikatakan sebagai salah satu bentuk arsip. Ini
karena sifatnya sebagai dokumen pertanggungjawaban segala tindakan medis yang
dilakukan rumah sakit dan salah satu unsur penting dalam tertib administrasi. Rumah
sakit merupakan salah satu sarana pembantu negara dalam melaksanakan fungsi layanan
di bidang kesehatan masyarakat. Hal tersebut selaras dengan pengertian arsip dalam
perundang-undangan, salah satunya:
Arsip adalah rekaman kegiatan atau peristiwa dalam berbagai bentuk dan media
sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang dibuat dan
diterima oleh lembaga negara, pemerintahan daerah, lembaga pendidikan, perusahaan,
organisasi politik, organisasi kemasyarakatan, dan perseorangan dalam pelaksanaan
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Meski rumah sakit tidak disebutkan secara tersurat maupun sebagai lembaga
kesehatan, namun ia dapat dikategorikan sebagai lembaga negara dan pemerintahan
daerah. Oleh karena itu, beberapa bentuk dokumen yang dihasilkan dari segala aktivitas
rumah sakit, termasuk di dalamnya adalah rekam medis, dapat dikategorikan sebagai
arsip. Layaknya arsip yang dikelola di instansi-instansi pemerintahan lainnya, rekam
medis pun memiliki pengelolaan yang hampir memiliki kesamaan dengan arsip tekstual
maupun elektronik (rekam medis elektronik). Namun demikian, ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan dalam pengamanan informasi rekam medis.
Dalam Permenkes No. 269 tahun 2008 dijelaskan bahwa, informasi tentang
identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan dan riwayat pengobatan
pasien harus dijaga kerahasiannya oleh dokter, dokter gigi, tenaga kesehatan tertentu,
petugas pengelola dan pimpinan sarana pelayanan kesehatan (Permenkes, 2008). Sifat
rahasia rekam medis ini tidak terbatas pada masa aktif, inaktif maupun statis. Hal ini
kemudian yang membedakan antara rekam medis dengan jenis arsip lainnya. Meski
dalam sudut pandang perundang-undangan kearsipan yang baru, rekam medis tidak

termasuk dalam arsip terjaga, tetapi rekam medis wajib dijaga kerahasiaan isi sehingga ia
memiliki beberapa ketentuan untuk menjaga kerahasiaan informasinya, antara lain:

1. Hanya petugas rekam medis yang diizinkan masuk ruang penyimpanan rekam medis
2. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh isi rekam medis untuk badan2 atau perorangan
kecuali yg telah ditentukan oleh peraturan perundang2an yg berlaku.
3. Selama penderita dirawat, rekam medis mjdi tanggung jawab perawat ruangan dn
menjaga kerahasiannya. (Rustiyanto, 2009)
Berbeda halnya dengan arsip di lingkungan instansi pemerintahan maupun nonpemerintahan lainnya, pengelolaan rekam medis hanya ada di lingkungan suatu rumah sakit.
Jadi, tidak ada istilah lembaga rekam medis nasional, daerah maupun provinsi yang
menyimpan rekam medis dengan retensi tertentu. Hal ini disesuaikan dengan bentuk
pelayanan dan kinerja masing-masing tenaga kesehatan di tiap-tiap rumah sakit. Oleh karena
itu, pihak rumah sakit bertanggungjawab terhadap segala bentuk gangguan isi informasi dari
rekam medis, seperti tersirat dalam perundang-undangan, pimpinan sarana pelayanan
kesehatan bertanggung jawab atas hilang, rusak, pemalsuan, dan/atau penggunaan oleh orang
atau badan yang tidak berhak terhadap rekam medis (Permenkes, 2008). Dalam prosedur
penyimpanan maupun peminjaman rekam medis, seperti halnya arsip ketika disimpan dan
dipinjam, dalam pengambilan dokumen rekam medis petugas rekam medis khususnya
dibagian filling harus meletakkan traser (dalam pemberkasan arsip disebut out indicator)
yang bertujuan untuk mengetahui keberadaan dokumen rekam medis.
Meski rekam medis bersifat rahasia dan tidak dapat dibawa seterusnya, kecuali
memperoleh perijinan dari si empunya rekam medis, bukan berarti rekam medis tidak boleh
atau tidak dapat dimusnahkan. Oleh karena rekam medis memiliki nilai guna hukum dan
ilmu pengetahuan, ada beberapa aturan yang harus diperhatikan pada saat akan melaksanakan
pemusnahan:
1. Berkas RM yg dlm perkara ditahan 10 tahun setelah perkara terakhir selesai
2. Dalam keadaan biasa, menyimpan berkas rekam medis 5 tahun setelah kunjungan pasien
terakhir, sesudahnya berkas rekam medis boleh dimusnahkan kecuali dihalangi oleh
peraturan yang ada sesudahnya, sebelum memulai pemusnahan, perlakukan berkas
sebagai berikut:

Diambil informasi-informasi utama;

Menyimpan berkas anak-anak hingga batas usia tertentu sesuai dengan ketentuan yang
berlaku

Menyimpan berkas rekam medis dengan kelainan jiwa sesuai dengan ketentuan yang
berlaku. (Hanafiah&Amir, 1999).

B. PENGGUNA REKAM MEDIS


Pengguna atau pemakai rekam medis adalah pihak pihak perorangan yang
memasukkan, memverifikasi, mengoreksi, menganalisa atau memperoleh informasi dari
rekaman, baik secara langsung ataupun melalui perantara. Pengguna rekam medis atau
yang tergantung dengan data yang ada dalam rekam medis sangat beragam. Ada
pengguna rekam medis per orangan (Primer dan sekunder) serta pengguna dari kelompok
institusi.
Pengguna Rekam Medis / Kesehatan Perorangan
1.

Para pemberi pelayanan (Pengguna primer)


Pihak pihak yang memberikan pelayanan kesehatan langsung kepada pasien.
Mereka terdiri dari individu atau pemberi jasa kesehatan perorangan yang meliputi
tenaga dokter, perawat, profesi kesehatan pendukung lainnya dan tenaga klinis.
Profesi kesehatan pendukung termasuk asisten dokter, fisioterapis, terapi wicara,
terapi pernafasan (respiratoris), okupasi terapis, tekniker radiologi dan teknisi
laboratorium medis. Profesi medis lainnya juga membantu pelayanan klinis, termasuk
ahli farmasi, tenaga sosial, ahli gizi, konsultan diet, psikolog, Podiatris (ahli
mengobati kelainan kaki manusia dan khiropraktor (orang yang mengobati penyakit
dengan mengurut tulang punggung). Kelompok ini memasukkan informasi ke dalam
rekam medis secara langsung. sedangkan fasilitas pelayanan lainnya seperti tekniker
laboratorium medis, tekniker radiologi membuat laporan tersendiri sebagai bagian dari
rekam medis pasien. keberadaan rekam medis akan menghindari sifat lupa tenaga
kesehatan saat menangani pasien yang banyak.

2.

Para konsumen (pengguna sekunder)

Pasien dan keluarganya yang juga memerlukan informasi rekam medis dirinya
(perorangan/individu pasien) untuk berbagai kepentingan. bahkan, dalam era
keterbukaan masa kini, terlebih di masa mendatang. kiranya tidak dapat dihindari
adanya pasien yang memerlukan bentuk fisik rekam medis untuk berbagai
kepentingan. Untuk itu perlu dipertimbangkan urgensi kebutuhan, maksud dan tujuan
serta unsur sekuritas, kerahasian dan keamanan serta aturan lain yang terlibat (aturan
profesi, instansi, pemerintah, kewenangan dan lainnya). Demikian juga dengan adanya
kemajuan sudut pandang berbagai negara di dunia sudah mulai mengeluarkan
ketepatan yang memberi hak kepada pasien untuk melihat rekam medisnya (dengan
adanya Health Insurance Portability and Accountability Act (HIPAA), mulai 14 April
2003 warga negara AS dapat membaca rekam medisnya kecuali tentang analisis
kejiwaan). Lebih lanjut mereka juga memperoleh hak untuk mengoreksi informasi
dalam rekam medisnya dan menambahkan informasi yang kurang serta memverifikasi
biaya pelayanan yang dibebankan kepadanya.(Konsep HIPAA, 1998-AS).
Pengguna Rekam Medis / Kesehatan dari kelompok
1.

Manajer pelayanan dan penunjang pasien


Kelompok ini adalah pihak yang menggunakan rekam medis perorangan secara
sekunder serta tidak menangani perawatan pasien secara langsung. Kelompok ini
menggunakan data rekam medis kesehatan untuk menilai kinerja fasilitas kesehatan
serta manfaat pelayanan yang diberikan. Data yang diperoleh menggambarkan pola
dan kecendrungan pelayanan. Dengan masukan data agrerat tersebut akan
memudahkan manajer instansi pelayanan kesehatan dalam memperbaiki proses
pelayanan, sarana dan prasarana ke depan.

2.

Pihak pengganti biaya perawatan


Kelompok ini akan menelaah sejau apa diagnosis yang terkait dengan biaya
perawatan. Penggantian biaya harus sesuai dengan diagnosis akhir dan atau
tindakan yang ditegakkan dokter (dokter yang dimaksud adalah dokter utama yang
merawat pasien dan bertanggung jawab terhadap masa perawatan pasien) sesudah
sesudah pasien pulang perawatan. Diagnosis dicantumkan serta ditandatangi dokter
tersebut pada lembar Ringkasan Riwayat Pulang (Resume) atau dengan tanda
tangan secara on-line (Bila perangkat lunak telah tersedia pada sistem rekam medis
eletronik) (Electronik Signature). erdasarkan diagnosis dan atau tindakan tersebut
ahli kode (pada unit kerja MIK) akan menetapkan nomor kode sesuai standar
klasifikasi yang ditetapkan pemerintah atau sesuai disiplin atau tindakan
(Menggunakan kode tambahan yang tergabung dalam keluarga sistem klasifikasi
ICD yaitu (a) International Classification of Diseases for Oncology (ICDO)

untuk sandar klasifikasi internasional onkologi, (b) International Classification


of Functioning, Disability and Health (ICF) untuk disabilitas dan disfungsi
tubuh dan kesehatan, (c) Application of the International Classification of
Diseases to Dentistry and Stomatology (ICD-DA) untuk gigi dan stomalogi, (d)
Application of the International Classification of Diseases to Rheumatology and
Orthopaedic
(ICD-R&O), termasuk International Classification of
Musculoskeletal Disorder (ICDMSD), (e) International Classification for Health
Inteventions (ICHI) untuk tindakan/intervensi sebagai pengganti International
Classification of Prosedures in Medicine (ICOPIM). Kesemua buku tersebut dapat
melengkapi klasifikasi ICD atau standar klasifikasi international penyakit
(morbiditas dan mortalitas) yang dibakukan pemerintah. Maupun menggunakan
buku yang dikeluarkan profesi psikiatri di AS yaitu Diagnostic and Statical of
Mental Disorders (DSM) untuk gannguan kejiwaan). Informasi kode ini diteruskan
unit kerja MIK kepada pihak asuransi. Adakalanya pihak asuransi membuuhkan
copy tentang keterangan tertentu rekam medis pasien bersama dengan tagihan
(klaim). Tidak dibenarkan rumh sakit mengambil diagnosis kerja dari ruang
perawatan sebagai diagnosis akhir dan meneruskannya ke pihak asuransi, padahal
pasien belum pulang perawatan.
3.

Pengguna rekam medis sekunder lainnya


Kantor pasien, pengacara, periset atau investigator klinis, wartawan kesehatan,
pengambil kebijakan. Lazimnya pihak penanggung lainnya (akreditor) perlu
menganalisis tagihan perawatan yang diajukan oleh kantor tempat pasien bekerja.
Akreditor membutuhkan informasi kondisi sakit pasien dari rekam medis untuk
klaim (misalnya asuransi tenaga kerja) terutama bila terjadi penyakit akibat suatu
kondisi buruk atau efek sampingan.

C. TATA CARA PENYELENGGARAAN REKAM MEDIS


a. Pembuatan
1. Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib
rnembuat rekam medis.
2. Rekam medis sebagaimana harus dibuat segera dan dilengkapi setelah pasien
menerima pelayanan.
3. Pembuatan rekam medis dilaksanakan melalui pencatatan dan pendokumentasian
hasil pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain yang telah dberikan
kepada pasien.

4. Setiap pencatatan ke dalam rekam medis harus dibubuhi ama, waktu dan tanda
tangn dokter, dokter gigi atau tenaga kesehatan tertentu yang memberikan
pelayanan kesehatan secara langsung,
5. Dalam hai terjadi kesalahan dalam melakukan pencatatan pada rekam medis dapat
dilakukan pembetulan.
6. Pembetulan hanya dapat dilakukan dengan cara pencoretan tanpa menghilangkan
catatan yang dibetulkan dan dibubuhi paraf dokter, dokter gigi atau tenaga
kesehatan
tertentu
yang
bersangkutan.
TAMBAHAN :
7. Dokter, dokter gigi dan/atau tenaga kesehatan tertentu bertanggungjawab atas
catatan dan/atau dokumen yang dibuat pada rekam medis.

b. Penyimpanan dan pemusnahan


1. Rekam medis pasien rawat inap di rumah sakit wajib disimpan sekurang-kurangnya
untuk jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung dari tanggal terakhir pasien berobat atau
dipulangkan.
2. Setelah batas waktu 5 (lima) tahun dilampaui, rekam medis dapat dimusnahkan,
kecuali ringkasan pulang dan persetujuan tindakan medik.
3. Ringkasan pulang dan persetujuan tindakan medik harus disimpan untuk jangka
waktu 10 (sepuluh) tahun terhitung dari tanggal dibuatnya ringkasan tersebut.
4. Penyimpanan rekam medis dan ringkasan dilaksanakan oleh petugas yang ditunjuk
oleh pimpinan sarana pelayanan kesehatan.
5. Rekam medis pada sarana pelayanan kesehatan non rumah sakit wajib disimpan
sekurang-kurangnya untuk jangka waktu 2 (dua) tahun terhitung dari tanggal terakhir
pasien berobat.
6.

Setelah batas waktu, rekam medis dapat dimusnahkan.


c. Kerahasiaan

1. Informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan dan


riwayat pengobatan pasien harus dijaga kerahasiaannya oleh dokter, dokter gigi,
tenaga kesehatan tertentu, petugas pengelola dan pimpinan sarana pelayanan kesehatan
2.

Informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan dan


riwayat pengobatan dapat dibuka dalam hai :
1. untuk kepentingan kesehatan pasien;
2. memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum
atas perintah pengadilan;
3. permintaan dan/atau persetujuan pasien sendiri
4. permintaan institusi/lembaga berdasarkan ketentuan perundang-undangan; dan
5. untuk kepentingan penelitian, pendidikan, dan audit medis, sepanjang tidak
menyebutkan identitas pasien. Dengan syarat harus dilakukan secara tertulis
kepada pimpinan sarana pelayanan kesehatan.
6. Penjelasan tentang si rekam medis hanya boleh dilakukan oleh dokter atau dokter
gigi yang merawat pasien dengan izin tertulis pasien atau berdasarkan peraturan
perundang-undangan.
7. Pimpinan sarana pelayanan kesehatan dapat menjelaskan isi rekam medis secara
tertulis atau langsung kepada pemohon tanpa izin pasien berdasarkan peraturan
perundang-undangan.

d. Kepemilikan
1.

Berkas rekam medis milik sarana pelayanan kesehatan

2.

Isi rekam medis merupakan milik pasien

3.

Isi rekam medis dalam bentuk ringkasan rekam medis.

4. Ringkasan rekam medis dapat diberikan, dicatat, atau dicopy oleh pasien atau orang
yang diberi kuasa atau atas persetujuan tertulis pasien atau keluarga pasien yang
berhak untuk itu.
D. KONTROL TERHADAP REKAM MEDIS
1. Transfer. Seorang dokter berkewajiban secara etik untuk bekerjasama dan
menyerahkan rekam medis pasiennya kepada dokter lain yang melanjutkan
pengobatan pasiennya.
2. Kehilangan. Kehilangan beberapa bagian atau seluruh bagian dari suatu rekam medis,
kecuali dapat dijelaskan dengan baik untuk membuktikan tidak ada kesengajaan,
dianggap bahwa kehilangan tersebut adalah suatu kesengajaan dan untuk tujuan
tertentu.
3. Perlindungan dan penyimpanan. Seorang dokter berhak untuk menjaga dan
memyimpan rekam medis dalam waktu tertentu dimana suatu tuntutan hukum dapat
diajukan.
E. KOMPUTERISASI REKAM MEDIS
Pemanfaatan komputer sebagai sarana pembuatan dan pengiriman informasi
medis merupakan upaya yang dapat mempercepat dan mempertajam bergeraknya
informasi medis untuk kepentingan ketepatan tindakan medis. Namun di sisi lain dapat
menimbulkan masalah baru di bidang kerahasiaan dan privacy pasien. Bila data medis
pasien jatuh ke tangan orang yang tidak berhak, maka dapat terjadi masalah hukum dan
tanggung-jawab harus ditanggung oleh dokternya atau oleh rumahsakitnya. Untuk itu
maka standar pelaksanaan pembuatan dan penyimpanan rekam medis yang selama ini
berlaku bagi berkas kertas harus pula diberlakukan pada berkas elektronik. Umumnya
komputerisasi tidak mengakibatkan rekam medis menjadi paperless, tetapi hanya menjadi
less paper. Beberapa data seperti data identitas, informed consent, hasil konsultasi, hasil
radiologi dan imaging harus tetap dalam bentuk kertas (print out).

Konsil Asosiasi Dokter Sedunia di bidang etik dan hukum menerbitkan ketentuan di
bidang ini pada tahun 1994. Beberapa petunjuk yang penting adalah :
1.

Informasi medis hanya dimasukkan ke dalam komputer oleh personil yang berwenang.

2. Data pasien harus dijaga dengan ketat. Setiap personil tertentu hanya bisa mengakses
data tertentu yang sesuai, dengan menggunakan security level tertentu.
3. Tidak ada informasi yang dapat dibuka tanpa ijin pasien. Distribusi informasi medis
harus dibatasi hanya kepada orang-orang yang berwenang saja. Orang-orang tersebut
juga tidak diperkenankan memindahtangankan informasi tersebut kepada orang lain.
4. Data yang telah tua dapat dihapus setelah memberitahukan kepada dokter dan
pasiennya (atau ahli warisnya).
5.

Terminal yang on-line hanya dapat digunakan oleh orang yang berwenang.
Komputerisasi rekam medis harus menerapkan sistem yang mengurangi
kemungkinan kebocoran informasi ini. Setiap pemakai harus memiliki PIN dan password,
atau menggunakan sidik jari atau pola iris mata sebagai pengenal identitasnya. Data
medis juga dapat dipilah-pilah sedemikian rupa, sehingga orang tertentu hanya bisa
mengakses rekam medis sampai batas tertentu. Misalnya seorang petugas registrasi hanya
bisa mengakses identitas umum pasien, seorang dokter hanya bisa mengakses seluruh
data milik pasiennya sendiri, seorang petugas billing hanya bisa mengakses informasi
khusus yang berguna untuk pembuatan tagihan, dll. Bila si dokter tidak mengisi sendiri
data medis tersebut, ia harus tetap memastikan bahwa pengisian rekam medis yang
dilakukan oleh petugas khusus tersebut telah benar.
Sistem juga harus dapat mendeteksi siapa dan kapan ada orang yang mengakses
sesuatu data tertentu (footprints). Di sisi lain, sistem harus bisa memberikan peluang
pemanfaatan data medis untuk kepentingan auditing dan penelitian. Dalam hal ini perlu
diingat bahwa data yang mengandung identitas tidak boleh diakses untuk keperluan
penelitian. Kopi rekam medis juga hanya boleh dilakukan di kantor rekam medis
sehingga bisa dibatasi peruntukannya. Suatu formulir perjanjian dapat saja dibuat agar
penerima kopi berjanji untuk tidak membuka informasi ini kepada pihak-pihak lainnya.
Pengaksesan rekam medis juga harus dibuat sedemikian rupa sehingga orang yang
tidak berwenang tidak dapat mengubah atau menghilangkan data medis, misalnya data
jenis read-only yang dapat diaksesnya. Bahkan orang yang berwenang mengubah atau
menambah atau menghilangkan sebagian data, harus dapat terdeteksi perubahannya
dan siapa dan kapan perubahan tersebut dilakukan.

F. ASPEK MEDIKOLEGAL

Diantara semua manfaat Rekam Medis , yang terpenting adalah aspek legal
Rekam Medis. Pada kasus malpraktek medis, keperawatan maupun farmasi, Rekam
Medis merupakan salah satu bukti tertulis yang penting. Berdasarkan informasi dalam
Rekam Medis, petugas hukum serta Majelis Hakim dapat menentukan benar tidaknya
telah terjadi tindakan malpraktek, bagaimana terjadinya malpraktek tersebut serta
menentukan siapa sebenarnya yang bersalah dalam perkara tersebut.
G. KASUS DAN SANKSI ATAS GANGGUAN PADA REKAM MEDIS
Rekam medis merupakan dokumen penting bagi pihak rumah sakit maupun
pasien. Meski demikian, belum banyak masyarakat yang memahami nilai guna sebuah
rekam medis. Hal ini terlihat pada sebuah kasus yang menimpa salah satu anggota
keluarga kawan penulis yang kehilangan rekam medisnya. Setelah diketahui rekam medis
miliknya hilang, pasien tidak langsung melayangkan keluhan atau complain kepada pihak
rumah sakit agar dapat segera ditangani secara hukum. Jika pihak rumah sakit telah
memusnahkan rekam medis milik pasien, tentunya isi informasi utama dari rekam medis
tidak seluruhnya dimusnahkan dan terdapat keterangan atau berita acara pemusnahan.
Sehingga apabila di kemudian hari pasien ingin melihat rekam medisnya, pihak rumah
sakit memiliki alasan logis dan sesuai dengan hukum jika rekam medisnya sudah
dimusnahkan. Hal ini karena meski rekam medis adalah milik rumah sakit, namun hak
akses bergantung pada persetujuan pasien, dan pasien memiliki hak untuk mengakses
rekam medisnya.
Dalam Permenkes No. 269 tahun 2008 disebutkan adanya sanksi administratif
berupa teguran lisan, teguran tertulis sampai dengan pencabutan izin operasional rumah
sakit apabila terjadi penyalahgunaan rekam medis. Sedangkan menurut Ery Rustyanto,
sanksi atas pelanggaran etik rekam medis dapat berupa:
1.

Teguran atau tuntutan lisan atau tulisan

2.

Penurunan pangkat atau jabatan

3.

Penundaan kenaikan pangkat atau jabatan


4. Untuk kasus pelanggaran etikolegal, dapat diberikan hukuman sesuai peraturan
kepegawaian yang berlaku dan diproses ke pengadilan

5.

Pencabutan izin.(Rustiyanto, 2009)

BAB III
PENUTUP
Rekam medis merupakan suatu rekaman atas tindakan medis yang dilakukan oleh dokter
maupun tenaga kesehatan lain di suatu rumah sakit. Isi informasi rekam medis bersifat rahasia.
Rekam medis diadakan sebagai bentuk tertib administrasi layanan rumah sakit dan sebagai
bentuk dokumen pertanggungjawaban atas segala tindakan medis atas pasien. Pengelolaan,
perawatan hingga pelayanan rekam medis menjadi tanggungjawab masing-masing rumah sakit.
Rekam medis memiliki nilai guna hukum dan nilai guna ilmu pengetahuan, yaitu sebagai
referensi utama dalam analisis penyakit maupun wabah penyakit. Keberadaan rekam medis dapat
dikatakan sebagai arsip yang dihasilkan oleh rumah sakit maupun dokter praktek. Oleh karena
itu, perlakuannya hampir sama dengan perlakuan terhadap arsip, seperti pada tahap
penyimpanan. Apabila terjadi gangguan terhadap isi informasi rekam medis (kehilangan maupun
pencurian), terdapat beberapa sanksi hukum yang berlaku, meskipun tidak seketat sanksi atas
gangguan terhadap arsip.

DAFTAR PUSTAKA
Fakultas Kedokteran UNI.2010.http://www.ilunifk83.com/t257-rekam-medis.
Hendry Dunan.2011.http://henrydunan.blogspot.com/2011/04/pengguna-rekam-mediskesehatan.html
_____2007.http://astaqauliyah.com/2007/10/rekam-medis-defenisi-dan-kegunaannya/

Rekam Medis (Menurut Permenkes no.269/2008 & UU no.29/2004) Maret 6, 2008


Posted by teknosehat in HUKUM KESEHATAN, Rekam Medik.
trackback

Rekam Medis (Menurut Permenkes no.269/2008 & UU no.29/2004)


Dr. Wila Ch. Supriadi, S.H.
Guru Besar Hukum Kesehatan Unika Parahyangan Bandung

Rekam medis adalah berkas berisi catatan dan dokumen tentang pasien yang berisi identitas,
pemeriksaan, pengobatan, tindakan medis lain pada sarana pelayanan kesehatan untuk rawat
jalan, rawat inap baik dikelola pemerintah maupun swasta.
Setiap sarana kesehatan wajib membuat rekam medis, dibuat oleh dokter dan atau tenaga
kesehatan lain yang terkait, harus dibuat segera dan dilengkapi setelah pasien menerima
pelayanan, & harus dibubuhi tandatangan yang memberikan pelayanan.
Tata Cara Penyelenggaraan
Pembetulan kesalahan dilakukan pada tulisan yang salah, diberi paraf oleh petugas yang
bersangkutan.
Menghapus tulisan dengan cara apa pun juga tidak diperbolehkan
Penyimpanan lima tahun sejak pasien terakhir berobat, setelah lima tahun dapat dimusnahkan,
sesuai tata cara pemusnahan ditetapkan oleh dirjen & tata cara pemusnahan arsip yang baku.
Dapat dilakukan penyimpanan khusus dan ditempatkan tersendiri
Rekam medis disimpan oleh petugas khusus yang ditunjuk oleh pempinan sarana kesehatan
Berkas rekam medis milik sarana kesehatan
Isi rekam medis milik pasien
Wajib dijaga kerahasiaannya
Pemaparan isi rekam medis hanya boleh dilakukan dengan izin tertulis dari pasien
Pimpinan sarana kesehatan bertanggungjawab atas kerusakan, kehilangan, pemalsuan, &
penyalahgunaan oleh orang/badan yang tidak berhak
Pemanfaatan Rekam Medis
Dasar pemeliharaan kesehatan pasien
Bahan pembuktian dalam perkara hukum
Bahan penelitian & pendidikan
Dasar pembayaran biaya pelayanan kesehatan
Bahan untuk menyiapkan statistik kesehatan
Isi rekam medis:
Rawat jalan: Identitas; anamnese; diagnosis & tindakkan pengobatan
Rawat inap: identitas; anamnese; riwayat penyakit; hasil pemeriksaan laboratorik; diagnosis;
persetujuan tindakan medik; pengobatan; catatan perawat; catatan observasi klinis & hasil
pengobatan; resume akhir & evaluasi pengobatan
Pengorganisasian
Pengelolaan rekam medis dilaksanakan sesuai dengan tata kerja organisasi sarana kesehatan
Pimpinan sarana kesehatan wajib membina
Pengawasan oleh Dirjen
Sanksi teguran sampai dengan pencabutan izin praktik

Wajib membuat Rekam Medis


Sengaja tidak membuat rekam medis diancam dengan hukuman penjara maks 1 tahun atau
denda 50 juta
Harus segera dilengkapi segera setelah selesai tindakan medis
Dibubuhan nama, waktu dan ditandatangani
Wajib dijaga kerahasiaannya oleh dokter dan sarana kesehatan
Pelaksanaan di lapangan
Pasien berhak mendapatkan copy rekam medis
Dijaga kerahasiaannya, bahkan sampai pasien meninggal dunia. Jika pasien meninggal dunia,
maka keluarga tidak berhak untuk meminta rekam medis
Untuk kepentingan penelitian, dapat diberikan, namun tanpa identitas
Apabila sudah menjadi perkara baru dapat diberikan kepada penegak hukum
Dasar dari pengaduan dan gugatan pasien hanya melalui rekam medis
Pasien atau pengacara pasien sulit membaca rekam medis, harus dibaca oleh dokter
Belum tentu dokter lain juga dapat membaca rekam medis dari dokter
Dokter menggunakan Rekam medis untuk pembuktian kasus yang menimpa dirinya? (rahasia
pasien?)
Rekam medis lengkap dan tidak lengkap ukurannya adalah apabila semua yang ditentukan
telah dilakukan.
Berkas rekam medis hilang, maka yang bertanggungjawab adalah petugas yang menjaga arsip
rekam medis, sanksinya cukup berat, dapat dikatagorikan menghilangkan barang bukti
Penghapusan rekam medis, dapat dikategorikan sebagai pemalsuan, jadi kalau salah tulis hanya
dapat dibetulkan pada saat itu, dengan cara mencoret yang salah dan dibubuhkan paraf
Sekali ditulis tidak dapat diperbaiki kemudian
Pemeriksaan penunjang, selalu diberikan kepada pasien, karena adanya pendapat itu milik
pasien
Apabila dilakukan harus ditulis hasilnya diberikan kepada pasien. Masalah timbul apabila pasien
menghilangkan hasil pemeriksaan tersebut.
Berkas Rekam Medis di Pengadilan
Rekam medis bukan akta otentik
Pembuktian di pengadilan, masih memerlukan interpretasi
Jadi rekam medis dapat digunakan untuk pembuktian, namun masih tetap saja dapat
diperdebatkan
Berguna untuk dokter, sedikit gunanya untuk pasien
Rahasia Kedokteran/rahasia jabatan (Pasal 322 KUHP)
Hak dokter untuk menolak hadir di pengadilan
Pengajuan keberatan pada hakim
Hakim memutuskan ditolak/dikabulkan

Arti Rekam Medis


Banyak dokter yang tidak menyadari pentingnya rekam medis
Harus disadari bahwa rekam medis harus dibuat dan tidak membuat rekam medis adalah tindak
pidana kejahatan
Harus lengkap, sebab dapat digunakan sebagai alat bukti di pengadilan
Rekam medis yang tidak lengkap akan menyulitkan dokter dalam perkara dengan pasien baik
di luar maupun di dalam pengadilan
Meskipun yang harus membuktikan pasien, apabila rekam medis tidak lengkap dapat membuka
interpretasi adanya kelalaian yang dilakukan oleh dokter
Rekam medis diisi oleh banyak pihak, semua pihak harus menyadari pentingnya rekam medis
secara keseluruhan
Selain berisi catatan, berkas rekam medis juga terdiri dari hasil pemeriksaan penunjang
Hasil pemeriksaan penunjang sebaiknya dijadikan satu dengan berkas rekam medis, kecuali
diminta dengan oleh pasien
Apabila pasien meminta, maka menjadi tanggungjawab pasien, hanya berkas pendapat ahli
(interpretasi) harus disimpan oleh sarana kesehatan
Berkas rekam medis yang lengkap sangat membantu dokter atau rumah sakit dalam proses
pembuktian perkara baik di luar pengadilan, mau pun di dalam pengadilan, bahkan dapat
membuat pasien mengerti akan semua tindakan medis yang dilakukan oleh dokter.

Anda mungkin juga menyukai