PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kanker adalah suatu pertumbuhan sel-sel abnormal yang cenderung
menginvasi jaringan di sekitarnya dan menyebar ke tempat-tempat jauh.
Kanker adalah penyakit yang mempengaruhi sel-sel, unit dasar kehidupan
tubuh. Untuk mengerti segala tipe dari kanker, adalah berguna untuk
mengetahuii tentang sel-sel normal dan apa yang terjadi ketika mereka
menjadi bersifat kanker. (Anonim.Cancer)
Penyakit kanker Esofagus yaitu suatu keganasan yang terjadi pada
esofagus. Kanker ini pertama kali di deskripsikan pada abad ke-19 dan pada
tahun 1913 reseksi pertama kali sukses dilakukan oleh Frank Torek, pada
tahun1930-an, Oshawa di Jepang dan Marshall di America Serikat berhasil
melakukan pembedahan pertama dengan metode transtoraks esofagotomi
dengan rekonstruksi ( fisichella, 2009 ).
Kanker esofagus adalah suatu keganasan yang terjadi pada esofagus.
(Arif,2011). Kanker Esofagus mengakibatkan kira kira 7% dari semua
kematian akibat kanker di Amerika Serikat pada tahun 1991. Pria berusia
antara 50 sampai 70 tahun merupakan kelompok yang paling sering
terserang. Penyebabnya belum diketahui namun ada faktor predisposisinya
adalah banyak merokok, banyak minum alkohol secara berlebihan, dan
obstruksi esofagus.
Satu diantara 10 kanker tersering dan kanker ke-6 yang
menyebabkan kematian pada skala seluruh dunia adalah kanker esofagus.
Kanker ini merupakan keganasan ke - 3 pada gastrointestinal setelah kanker
gasterkolorektal dan kanker hepatoseluler. Kanker esophagus menunjukkan
gambaran epidemiologi yang unik berbeda dengan keganasan lain. kanker
esophagus memiliki variasi angka kejadian secara geografis berkisar dari 3
per 100.000 penduduk di Negara barat sampai 140 kejadian per 100.000
penduduk di asia tengah. Kanker esofagus adalah salah satu tumor dengan
tingkat keganasan tinggi, prognosisnya buruk, walaupun sudah dilakuakan
diagnosis dini dan penatalaksanaan. Kanker esophagus juga merupakan
salah satu kanker dengan tingkat kesembuhan terendah, dengan 5 year
survival rata-rata kira-kira 10 %, survival rates ini terburuk setelah kanker
hepatobilier dan kanker pankreas (Alidina,2004). Berdasarkan hasil studi
kasus di RSUD. Prof. Dr. W. Z Johannes Kupang, angka kejadian Kanker
Esofagus khususnya di ruangan teratai tahun 2014 ada 5 orang penderita
kanker esofagus, dan pada bulan Januari sampai bilan Juli 2015 ada 1 orang
penderita Kanker Esofagus, diruangan Teratai RSUD. Prof. Dr. W. Z
Johannes Kupang.
Di Amerika Serikat, Karsinoma Esofagus terjadi dua kali lebih
sering pada pria juga pada wanita. Ini lebih sering terlihat pada orang
Afrika-amerika dari pada orang Kaukasia dan biasanya terjadi pada dekade
kelima kehidupan. Kanker esofagus mempunyai insiden cukup tinggi pada
belahan dunia lain, termasuk cina dan iran bagian utara. Iritasi kronis
dipertimbangkan berisiko tinggi menyebabkan kanker esofagus. Di amerika
serikat, kanker esofagus telah dihubungkan dengan salah cerna alkohol dan
penggunaan tembakau. Di belahan dunia lain, kanker esofagus telah
dihubungkan dengan penggunaan pipa opium, mencerna minuman panas
berlebihan, dan defisiensi nutrisi-khususnya kurang buah dan sayuran. Buah
dan sayuran dianggap dapat meningkatkan perbaikan jaringan yang
teriritasi. (Brunner& suddarth,1997).
Langkah untuk mengurangi risiko kanker esofagus seperti, Berhenti
merokok atau mengunyah tembakau, hindari meminum alkohol, makan
lebih banyak buah dan sayur, dan jaga berat badan sehat. Karena itu
pendidikan pasien dan keluarga dipandang sebagai komponen yang penting
dalam menangani penyakit Kanker Esofagus.
Sehingga
mampu
merumuskan
C. Metode Penulisan
data
diperoleh
dengan
wawancara,
observasi,
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. KONSEP DASAR TEORI KANKER ESOFAGUS
1. Anatomi Dan Fisiologi Esofagus
Esofagus merupakan suatu organ silindris berongga dengan panjang
sekitar 25 cm dan garis tengah 2 cm. Terbntang dari hipofaring hingga kardia
lambung. Esofagus trltak posterior terhadap jantung dan trakea, anterior
terhadap vertebra, dan berjalan melalui lubang pada diafragma tepat anterior
terhadap aorta. Esofagus terutama berfungsi menghantarkan bahan yang
dimakan dari faring ke lambung. (Lorraine. M. Wilson, 1994)
Pada kedua ujung esofagus terdapat otot sfingter. Krikofaringe
mmbntuk sfingter esofagus bagian atas dan terdiri atas serabut serabut otot
rangka. Dalam keadaan normal berada dalam keadaan tonik atau kontraksi
kecuali waktu menelan. Sfingter sofagus bagian bawah, walaupun secara
anatomis tidak nyata, bertindak sebagai sfingter dan berperan sebagai sawar
terhadap rfluks isis lambung ke dalam esofagus. Dalam keadaan normal
sfingter ini menutup, kecuali makanan masuk ke dalam lambung atau waktu
bertahak atau muntah.
Dinding esofagus seperti juga bagian lain dari saluran cerna, terdiri
atas empat lapisan, mukosa, submukosa, muskularis dan serosa (lapisan luar).
Lapisan mukosa dalam trbntuk dari epitelbrlapis gepng bertingkat yang
berlanjut ke faring di ujung atas, epitel lapisan ini mengalami perubahan
mendadak pada perbatasan esofags lambung(garis Z) dan menjadi epitel
selapis toraks. Mukosa esofagus dalam keadaan normal bersifat alkalidan
tidak tahan terhadap isi lambung yang sangat asam. Lapisan summukosa
mengandung
sel-sel
sekretoris
yang
menghasilkan
mukus.
Mukus
2. Defenisi
Kanker adalah suatu pertumbuhan sel-sel abnormal yang cenderung
menginvasi jaringan di sekitarnya dan menyebar ke tempat-tempat jauh.
Kanker adalah penyakit yang mempengaruhi sel-sel, unit dasar kehidupan
tubuh. Untuk mengerti segala tipe dari kanker, adalah berguna untuk
mengetahuii tentang sel-sel normal dan apa yang terjadi ketika mereka
menjadi bersifat kanker.
Kanker esofagus adalah suatu keganasan yang terjadi pada esofagus.
(Arif,2011).
Kanker esophagus adalah kanker yang mengacu pada setiap bagian di
sel jaringan kerongkongan, displasia terjadi dengan pembentukan penyakit
yang ganas, merupakan salah satu tumor ganas umum dari sistem pencernaan,
kemudian rentan terhadap penyalahgunaan sistemik dan proliferasi.
3. Etiologi
a. Penyebab Primer
Penyebab pasti kanker esofagus tidak diketahui, tetapi ada beberapa
factor yang dapat menjadi predisposisi yang diperkirakan berperan dalam
pathogenesis kanker. Predisposisi penyebab kanker esophagus biasanya
berhubungan dengan terpajannya mukosa esophagus dari agen berbahaya atau
stimulus toksik, yang kemudian menghasilkan terbentuknya dysplasia yang
bisa menjadi karsinoma.
Beberapa factor juga dapat memberikan kontribusi terbentuknya karsinoma
sel skuamosa, seperti berikut ini (Arif, 2011) :
1) Defisiensi vitamin dan mineral. Menurut beberapa studi, kekurangan
riboflavin padaras china memberikan kontribusi besar terbentuknya kanker
esophagus (Doyle C, 2006).
2) Pada factor merokok sigaret dan penggunaan alcohol secara kronik
merupakan factor penting yang berhubungan dengan meningkatnya risiko
kanker esophagus (Edmondso, 2008).
3) Infeksi papilloma virus pada manusia dan Helicobacter pylory disepakati
menjadi factor yang memberi konstribusi peningkatan risiko kanker
esophagus (Fisichella, 2009).
Penyakit refluks gastroesofageal menjadi factor predisposisi utama
terjadinya adenokarsinoma pada esophagus. Faktor iritasi dari bahan refluks
asam dan garam empedu didapatkan menjadi penyebab. Sekitar 10-15%
pasien yang dilakukan pemeriksaan endoskopik mengalami dysplasia yang
menuju
kekondisi
adenokarsinoma.
Pasien
dengan
iritasi
refluks
7. Pemeriksaan Penunjang.
Diagnostik dipastikan dengan esofagogastroduodenosopi (EGD)
dengan biopsi dan sikatan. Bronkoskopi biasanya dilakukan pada tumor
dengan sepertiga tengah dan atas esofagus, untuk menentukan apakah trakea
telah terkena dan untuk membantu dalam menentukan apakah lesi dapat
diangkat. Mediastenosskopi digunakan untuk menentukan apakah kanker
tellah menyebar ke nodus dan struktur mediastinal lain. Kanker esofagus
ujung bawah mungkin berhubungan dengan adenokarsinoma lambung yang
meluas ke atas esofagus. (Brunner & Suddarth, Edisi 8).
1. Endoskopi
cara ini banyak digunakan untuk melakukan pemeriksaan penyakit
pencernaan (kanker esofagus, kanker lambung, dll)
2. Pemeriksaan dengan USG
Untuk menentukan kedalaman lesi dalam inflirtasi kerongkongan; untuk
mengukur pembesaran kelenjar getah bening yang abnormal pada dinding
esophagus; penentuan lokasi lepsi pada dinding kerongkongan.
3. Pemeriksaan sinar-X
Dapat menentukan lesi, panjang dan suhu obstruksi, juga bisa menentukan
sel-sel kanker belum atau sudah menyerang bagian lain.
4. CT Scan
CT Scan dapat dengan jelas menunjukan hubungan antara esophagus
dengan mediastinum yang berdekatan, tetapi agak sulit mendeteksi dini
kanker esophagus.
5. Pemeriksaan sitologi esofagus
Pemeriksaan ini sederhana, dengan secara dini mengecek rasa sakit
8. Penanganan
Bila kanker tersebut ditemukan pada tahap awal, sasaran pengobaan
dapat diarahkan pada pengobatan; namun, kanker sering ditemukan pada
tahap akhir, yang membuat paliasi merupakan satu-satunya tujuan yang harus
diterima. Pengobatan dapat mencakup pembedahan
Standar penatalaksanaan bedah mencakup reseksi total esofagus
dengan pengangkata tumor dan margin luas bebas-tumor dan esofagus dan
nodus limfa area. Tumor esofagus torakal bawah lebih mungkin dilakukan
pembedahan daripada dilkalisasikan lebih tinggi pada esofagus, dan integritas
9. Penatalaksanaan medis
Adapun
penatalaksanaan
terhadap
kanker
esofagus(Brunner&
suddarth,1997):
1. Pengobatan
Apabila kanker esofagus ditemukan pada tahap
pengobatan dapat diarahkan ke pengobatan.
2. Pembedahan
awal, sasaran
kemoterapi
dikombinasi
dengan
radiasi
atau
dari
sinar
yang
berintensitas
tinggi
untuk
mencakup
pembedahan,
radiasi,kemoterapi,
atau
kombinasi
10. Pencegahan
Langkah untuk mengurangi risiko kanker esofagus seperti:
1)
2)
3)
4)
kesehatan
lengkap
dapat
menunjukan
kemungkinan
Rasional
tertentu
dan
beberapa
memberikan
manifestasi
terhadap
menarik.
akan diberikan.
indikasi
Pantau intake dan output, anjurkan
sebelum
dan
intervensi/pemeriksaan peroral.
kondisi
dan
gastrointestinal pasca-esofagektomi.
kebocoran
atau
akan
formasi
memakai
pada
fistula.
selang
(low-level
continous
or
nasogastrik.
boleh ditelan.
Intervensi untuk menurunkan risiko
Kolaborasi
untuk
pemeriksaan
intake
nutrisi
melalui
ketujuh.
saat
dilakukan
intervensi
esofagektomi.
Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk
mendeteksi
kemampuan
jaringan
pascabedah.
2. Nyeri berhubungan dengan kesulitan menelan, mencerna agen abrasi,
tumor, atau episode fefluks lambung yang sering.
Tujuan : dalam waktu 4 x 24 jam pascabedah,nyeri berkurang atau
teradaptasi.
Kriteria evaluasi:
a. Secara subjektif pernyataan nyeri berkurang atau teradaptasi.
b. Skala nyeri 0-1 (0-4).
c. TTV dalam batas normal, wajah pasien rileks.
INTERVENSI
RASIONAL
Jelaskan dan bantu pasien dengan Pendekatan
tindakan
pereda
dengan
menggunakan
Lakukan
manajemen
keperawatan, meliputi:
kaji
nyeri
dengan
nyeri Mengontrol
nyeri,
membantu
mengurangi nyeri
pendekatan Pendekatan
PQRST
dapat
secara
secara
fisiologis
akan
Ajarkan
teknik
pernafasan dalam pada saat nyeri akan menurunkan nyeri sekunder dari
muncul.
iskemia intestinal.
Distraksi (pengalihan perhatian) dapat
dengan
spesifknya
Jelaskan tanda dan gejala yang
diderita pasien
Jelaskan etiologi penyakit pasien
4) Implementasi
Sasaran pada pasien dengan kanker esofagus yaitu asupan nutrisi
adekuat, nyeri berkurang, tidak ada tanda- tanda infeksi, tidak cemas, jalan
napas bersih.
5) Evaluasi
Hasil yang diharapkan:
1) Mencapai asupan nutrisi yang adekuat
a) Makan sering dan sering
b) Makan sedikit disertai dengan minum air
c) Mempertahankan berat badan yang diinginkan
2) Bebas dari nyeri atau mampu mengontrol nyeri dalam tingkat yang dapat
ditoleransi
a) Menghindari makan banyak dan makan pengiritasi
b) Menggunakan obat sesuai resep
BAB III
TINJAUAN KASUS
Pada bab ini akan diuraikan tentang asuhan keperawatan pada Ny. A. D
dengan Kanker Esofagus di Ruang Teratai RSUD Prof. Dr. W. Z Johannes
Kupang, yang dilakukan pada tanggal 13 Juli 2015. Asuhan keperawatan ini
dilakukan dari pengkajian, diagnose keperawatan, intervensi keperawatan,
implementasi dan evaluasi.
A. Pengkajian
Pengkajian ini dilakukan pada Senin, 13 Juli 2015 di Ruang Teratai
RSUD Prof. Dr. W. Z Johannes Kupang, didapatkan data sebagai berikut
nama klien Ny. A.D, umur 58 tahun, agama Katolik, pekerjaan IRT,
pendidikan SD, alamat Walikota, klien masuk rumah sakit pada tanggal 9
Juli 2015 dengan diagnose medis Kanker Esofagus.
Riwayat sakit dan kesehatan, Keluhan
utama:
keluarga
mengatakan sejak 2 bulan yang lalu klien sudah tidak bisa menelan makan
dan minum, berat badan menurun, suara serak dan batuk sehingga klien
dibawah ke RSUD. Prof. Dr. W. Z Johannes Kupang. Riwayat keluhan:
Awalnya pada bulan maret dan april 2015 klien mulai mengeluh sulit
menelan makan dan minum, keluarga juga mengatakan berat badan klien
mnurun dari 70kg mnjadi 51 kg. Hingga pada bulan Juni 2015 klien sama
sekali tidak bisa menelan makan dan minum, klien akhirnya di bawah ke
RSUD. Prof. Dr. W. Z Johannes Kupang pada tanggal 6 Juni 2015 sampai
dengan tanggal 4 Juli 2015. Klien kemudian dipulangkan dan dirawat jalan.
Pada tanggal 9 Juli keluarga membawa klien kembali ke RSUD. Prof. Dr.
W. Z Johannes Kupang dan dirawat di ruangan Teratai dengan keluhan tidak
bisa menelan makan dan minum. Klien kemudian dianjurkan untuk operasi
pada area epigastrium. Keluhan saat ini: Tidak bisa menelan makan dan
minum, mual, nyeri pada area operasi, dengan skala nyeri 3 (1-5), nyerinya
timbul saat bergerak. Dalam keluarga tidak ada yang mengalami penyakit
seperti yang diderita klien ataupun penyakit keturunan.
Observasi dan Pemeriksaan Fisik
Observasi ; Keadaan umum pasien baik dengan kesadaran composmentis.
GCS : eye : 4, verbal : 5, motorik : 6, total : 15. Hasil pemeriksaan tandatanda vital: TD 140/100mmHg, Nadi 82 x/menit, RR 26 x/menit dan suhu
36,5C
Pengkajian pada body of system
Pernapasan (Brething/B1); System pernapasan terdiri dari system
pernapasan atas dan pernapasan bawah, pada saat pemeriksaan hidung,
fungsi pengideraan pada hidung normal, batuk (+) tidak ada sumbatan
massa atau polip pada hidung, pada trachea tidak ada tanda-tanda abnormal
seperti adanya iritasi, peradanagan dan kecepatan pernapasan normal, tidak
ada retraksi otot bantu pernapasan.
Kardiovaskuler (Blood/B2) ; CTR >3 detik, TD 140/100mmHg, Irama
jantung regular, tidak ada nyeri dada, acral hangat dan, tidak ada masalah
keperawatan.
Persyarafan dan Penginderaan (Brain/B3) ;Kesadaran Composmentis
dengan GCS : Eye 4, Verbal 5, Motorik 6, total 15. Pada pemeriksaan
sensori perifer raba/sentuhan normal, sensasi nyeri normal, sensasi suhu
normal. Pemeriksaan reflex, reflex normal :Bisep, Trisep, Radius, Patella
dan Achiles : positif, ferlex patologis : Babinski, Brudzinski, Kernig :
negative. Periksaan mata, pupil isokor, konjungtiva anemis, sclera putih.
Pemeriksaan pendengaran, pasien mampu mendengar dengan baik pada
telinga kirimaupun kanan, pasien mampu mengenal aroma alcohol yang
diberikan dengan menggunakan sampel kapas alcohol, pasien mampu
membedakan rasa manis dan pahit.
Perkemihan (Bladder/B4) ;Pasien buang air, secara spontan, dengan
frekuensi 1200 ml/24 jam berwarna seperti teh, bau amoniak.
Pencernaan (Bowel/B5) ; Pasien mengatakan sebelum sakit pola makan
pasien baik dengan frekuensi 3x/hari, setelah sakit dan masuk ke rumah
sakit, pasien sudah tidak bisa menelan makan dan minum, dan pasien
mendapat terapi cairan RL 500cc dengan kecepatan 28 tetes per menit. Pada
pemeriksaan mulut dan tenggorokan mukosa bibir kering, pada tenggorokan
ada kesulitan menelan. Pada pemeriksaan abdomen, pasien mengeluh nyeri,
PQRST, P: ada luka operasi, nyeri dirasakan jika bergerak, nyeri berkurang
jika istirahat. Q: nyerinya seperti tertusuk tusuk. R: di daerah epigastrium
karena luka operasi. S: skala yang dirasakan 3 (1-5). T: 15-30 detik,. Pasien
buang air besar tidak teratur dengan frekuensi 2-3 hari sekali dengan
konsistensi encer, warna kuning dan bau khas, pada inspeksi : tidak terdapat
pembesaran massa, pada auskultasi : peristaltic usus 8x/menit, pada palpasi
terdapat nyeri tekan pada abdomen. Dari pengkajian ditemukan masalah
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang
inadekuat, masalh yang kedua gangguan rasa nyama nyeri berhubungan
dengan luka post operasi.
Musculoskeletal (Bone/B6) ; Pada saat melakukan pemeriksaan pada
musculoskeletal, kemampuan pergerakan sendi (ROM) bebas, tidak terjadi
parese maupun paralisis, kekuatan otot: kanan atas 5, kiri atas 5, kanan
bawah 5, kiri bawah 5, tonus otot normal, tidak ada udema di ekstremitas
bawah, tidak ada nyeri pada tulang belakang, warna kulit pucat, turgor kulit
sedang.
Sistem Endokrin ;Pada pemeriksaan pada sistem endokrin, tidak terjadi
pembesaran
kelenjar
tiroid,
tidak
terjadi
hiperglekimia
maupun
hipoglikemia.
Pola Aktivitas ; Pada saat melakukan pengkajian pada pola aktivitas, pasien
mengatakan sebelum sakit pola makan baik dengan frekuensi 3 kali sehari
jenis menu nasi, sayur, ikan daging, dan tahu, tidak ada yang menjadi
makanan yang tidak disukai ataupun pantangan atau alergi. Saat sakit,pasien
sudah tidak bisa menelan makanan. Sebelum sakit, frekuensi minum 7-8
gelas per hari dengan jenis minuman air putih, teh dan susu, tidak ada jenis
minuman yang menjadi pantangan atau alergi, pasien saat sakit pasien sudah
tidak bisa menelan air minum, tidak ada jenis minuman yang menjadi
pantangan atau alaergi. Sebelum sakit, pasien mengatakan mandi 2 kali
sehari, keramas 3 kali dalam seminggu, sikat gigi 2 kali sehari yaitu pada
pagi dan malam hari, dan memotong kuku setiap minggu. Saat sakit, hanya
dilap 2 hari sekali, keramas 1 kali perminggu, sikat gigi 1 kali sehari.
Sebelum sakit, keseharian sebagai ibu rumah tangga adalah mengurus
kebersihan rumah, pasien sering menghabiskan waktunya untuk berkumpul
bersama keluarga. Saat sakit, pasien tidak bisa beraktivitas pasien hanya
terbaring lemah. Sebelum sakit, pasien biasanay tidur malam pukul 22.00
dan bangun pagi yaitu pukul 06.00 pagi. Saat berada di rumah sakit pasien
dapat tidur dengan nyenyak lama tidur 8 jam/hari.
Psikososial ; Pasien dan keluarga pasien mengatakan bahwa hubungan
pasien dengan masyarakat sekitar baik dan ada dukungan penuh dari
keluarga pada saat pasien sakit ditandai dengan ada keluarga yang datang
untuk menjenguk pasien
103/uL, limfosit 6,4 %,. Klien mendapatkan terapi medic ijeksi ranitidin 50
mg/iv 2x1 ampul, Cetorolaks 30 mg/iv 2x1 ampul, Ceftriaxon 1 gr/iv 2x1
ampul, cairan RL 28 tetes per menit, dan cairan aminofluid 28 tetes per
menit.
Dari pengkajian diatas, analisa data dan masalah yang ditemukan
antara lain, Data Subjektif: klien mengatakan tidak bisa menelan makan
dan minum, terasa mual, dan seluruh badan terasa lemas, Data Objektif:
kesadaran klien compos mentis, klien nampak lemah, pucat, mukosa bibir
kering, TTV Td 140/100 mmHg, Nadi 82x/menit, RR 26x/menit dan suhu
36,5C, klien terpasang NGT, IVFD RL sehingga masalah yang ditemukan
gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dengan etiologi intake yang
inadekuat. Data Subjektif: klien mengatakan sakit pada luka operasi
tepatnya pada area lambung. Data Objektif: klien nampak meringis
untuk
C. Intervensi Keperawatan
Diagnosa pertama Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake yang inadekuat. Goal: setelah dilakukan
tindakan keperawatan klien dapat mempertahankan nutrisi yang seimbang,
Objektif: dalam jangka waktu 3 x 24 jam kebutuhan nutrisi klien dapat
terpenuhi, dengan kriteria hasil: keadaan umum baik, tidak mengeluh mual
dan muntah, berat badan meningkat, TTV dalam batas normal TD 120140/80-90 mmHg, N: 75-80x/menit. Intervensi 1) monitor TTV, R/ untuk
mengetahui keadaan umum klien. 2) timbang dan catat berat badan klien
pada jam yang sama setiap hari, R/ untuk mendapatkan pembacaan yang
paling akurat. 3) berikan makanan yang terpilih melalui selang (sudah
dikonsultasikan ke ahli gizi), mulai dengan sejumlah kecil makanan dalam
konsentrasi yang diencerkan R/ untuk menurunkan diare dan meningkatkan
absorpsi. 4) Tinggikan bagian kepala tempat tidur pasien, R/ untuk
menurunkan resiko aspirasi. 5) lakukan perawatan mulut, R/ untuk
menurunkan resiko infeksi oral. 6) kaji dan catat bising usus klien, R/ untuk
memantau peningkatan dan penurunnya.
Diagnosa kedua Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan
luka post oprasi. Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan,
diharapkan klien mampu mngontrol nyeri, nyeri dapat berkurang. Goal:
dalam jangka waktu 2 x 24 jam perawatan nyeri dapat brkurang, dengan
kriteria hasil: nyeri dapat berkurang, klien nampak nyaman setelah nyeri
berkurang. Intervensi: 1) kaji karatristik nyeri pendekatan PQRST, R/
pendekatan PQRST dapat secara komprehensif menggali kondisi nyeri
pasien. 2) mengajarkan teknik relaksasi pernapasan dalam saat nyeri
muncul, R/ meningkatkan intake oksigen sehingga akan menurunkan nyeri
sekunder dari iskemia intestinal. 3) istirahatkan klien saat nyeri muncul, R/
istirahat secara fisiologis akan menurunkan kebutuhan oksigen yang
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme basal. 4) kolaborasi
dalam pemberian analgetik.
Diagnose ketiga Resiko infeksi berhubungan dengan luka post
operasi. Tujuan: selama perawatan klien tidak menunjukan adanya tanda
tanda infeksi. Goal: dalam jangka waktu 2 x 24 jam pasca bedah tidak ada
tanda tanda infeksi, dengan kriteria hasil: tanda vital dalam batas normal.
Intervensi: 1) monitor tanda tanda vital, R/ untuk memantau suhu yang
terus meningkat setelah pembedahan, dapat merupakan tanda infeksi luka,
2) bersihkan luka dan drainase dengan cairan antiseptik dengan cara
swabbling dari arah dalam keluar, R/ pembersihan debris (sisa fagositosis,
jaringan mati) dan kuman sekitar luka dengan cairan antiseptik dan dengan
arah dari dalam keluar dapat mencegah kontaminasi kuman ke jaringan
luka. 3) Tutup luka dengan kasa steril dan tutup dengan plester yang
menyeluruh menutupi kasa, R/ penutupan secara menyeluruh dapat
menghindari kontaminasi dari benda atau udara yang bersentuhan dengan
luka bedah. 4) kolaborasi pemberian antibiotik
Diagnose keempat Intoleransi aktifitas berhubungan dengan
kelemahan fisik. Tujuan selama dalam perawatan kebutuhan pasin dapat
terpenuhi. Goal: dalam jangka waktu 3x 24 jam klien dapat melakukan
aktifitas dengan mandiri, dengan kriteria hasil : klien dapat menunjukan rasa
nyaman, kebutuhan klien dapat terpenuhi. Intervensi 1) posisikan pasien
untuk mempertahankan sikap tubuh yang tepat, gunakan alat bantu sesuai
kebutuhan, R/ untuk mempertahankan fungsi sendi dan mencegah
deformitas muskuloskeletal. 2) balik dan atur posisi pasien minimal setiap 2
jam, R/ pembalikan posisi dapat membantu mencegah kerusakan kulit
dengan mengurangi penekanan. 3) bantu klien dalam melakuakan aktivitas
parawatan diri, R/ untuk menumbuhkan kemandirian dan meningkatkan
mobilitas. 4) berikan lingkungan yang tenang dan tirah baring bila
diindikasikan, R/ dengan lingkungan tenang dan tirah baring meningkatkan
istirahat dan menurunkan kebutuhan oksigen
D. Implementasi Keperawatan
Berdasarkan diagnose dan intervensi yang telah ditetapkan diatas,
maka untuk mengatasi masalah tersebut perlu dilakukan implementasi
keperawatan. Implementasi yang dilakukan pada tanggal 16 Juli 18 Juli
2015 adalah:
Diagnose pertama, tanggal 16 juli 2015 Gangguan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang inadekuat pada jam
09.30 memonitor TTV: TD 150/90 mmHg, Nadi 89x/menit, RR 22x/menit,
suhu 38C, bising usus: 8 x/menit, Acral hangat, klien terpasang, NGT, dan
IVFD RL) jam 12.00 memberikan injeksi ranitidine 50mg/iv, jam 14.00
melayani nutrisi parenteral 100 cc susu diabetasol dan air hangat 30 cc,
kepala agak ditinggikan .
Tanggal 17 Juli 2015, jam 10.00 melayani nutrisi parenteral 200 cc susu
diabetasol dengan air hangat 30 cc, jam 11.00 memonitor TTV
7
TD:140/90mmHg, n : 86x/menit, suhu : 37 c, RR : 18
7
x/menit, bising usus 11 x/menit.
Tanggal 18 Juli 2015 am 10.00 melayani nutrisi parenteral 200 cc susu
diabetasol dengan air hangat 30 cc. Jam 11.00 mengobservasi TTV, Td
140/90 mmHg, Nadi 86x/menit, RR 18x/menit dan suhu 36,5C, jam 12.00
melayani injelsi ranitidine 50 mg/iv, Jam 14.00 melayani nutrisi parenteral
200 cc susu diabetasol dengan air hangat 30 cc.
Diagnosa kedua, tanggal 16 Juli 2015 Gangguan rasa nyaman nyeri
berhubungan dengan luka post oprasi 08.00 mengajarkan klien teknik
relaksasi (napas dalam), jam 09.00 merawat luka post operasi, jam 11.00
memonitor TTV: TD 150/90 mmHg, Nadi 89x/menit, RR 22x/menit, suhu
38C, jam 12.00 pemberian injeksi ceterolaks 30mg/iv
Tanggal 17 juli 2015 pada jam 08.00 mengkaji skala nyeri, jam 09.00
merawat luka post operasi, jam 11.00 memonitor TTV td :140/90mmHg, n :
7
86x/menit, suhu : 37 c, RR : 18 x/menit, jam 12.00 pemberian
7
injeksi ceterolaks 30mg/iv.
Tanggal 18 Juli 2015, pada jam 09.00 merawat luka post operasi, jam 11.00
7
memonitor TTV td :140/90mmHg, n : 86x/menit, suhu : 37 c,
7
RR : 18 x/menit, jam 12.00 pemberian injeksi ceterolaks 30mg/iv.
Diagnose ketiga, tanggal 16 Juli 2015 Resiko infeksi berhubungan
dengan luka post operasi jam jam pada 09.00 merawat luka post operasi,
jam 11.00 memonitor TTV, Td 140/90 mmHg, Nadi 86x/menit, RR
18x/menit dan suhu 36,5C, jam 12.00 pemberian injeksi ceftriaxon 1 gr/iv.
Tanggal 17 Juli 2015, jam pada 09.00 merawat luka post operasi, jam 11.00
7
memonitor TTV7 td :140/90mmHg, n : 86x/menit, suhu : 37 c,
RR : 18 x/menit, jam 12.00 pemberian injeksi ceftriaxon 1 gr/iv.
Tanggal 18 Juli 2015, jam pada 09.00 merawat luka post operasi, jam 11.00
7
memonitor TTV7 td :140/90mmHg, n : 86x/menit, suhu : 37 c,
RR : 18 x/menit, jam 12.00 pemberian injeksi ceftriaxon 1 gr/iv.
Diagnosa keempat, Intoleransi aktifitas berhubungan dengan
kelemahan fisik Pada tanggal 16 Juli 2015 Intoleransi aktifitas berhubungan
dengan kelemahan fisik. Pada jam 06.40 menganti laken, jam 10.00
melayani nutrisi parenteral 100 cc susu diabetasol dengan air hangat 30 cc.
Jam 11.00 mengobservasi TTV, Td 140/90 mmHg, Nadi 86x/menit, RR
18x/menit dan suhu 36,5C, jam 12.00 melayani injeksi ranitidine 50 mg/iv,
injksi ctrolaks 30 mg/iv, injeksi ceftriaxon 1 gr/iv, Jam 14.00 melayani
nutrisi parenteral 200 cc susu diabetasol dengan air hangat 30 cc, tiap 2 jam
mengatur posisi klien.
Tanggal 17 Juli 2015, jam Pada jam 07.00 menganti laken, jam 10.00
melayani nutrisi parenteral 100 cc susu diabetasol dengan air hangat 30 cc.
Jam 11.00 mengobservasi TTV td :140/90mmHg, n : 86x/menit, suhu :
7
37 c, RR : 18 x/menit, jam 12.00 melayani injeksi ranitidine
7
50 mg/iv, injksi ctrolaks 30 mg/iv, injeksi ceftriaxon 1 gr/iv, Jam 14.00
melayani nutrisi parenteral 200 cc susu diabetasol dengan air hangat 30 cc,
tiap 2 jam mengatur posisi klien.
Tanggal 18 Juli 2015, jam Pada jam 07.00 menganti laken, jam 10.00
melayani nutrisi parenteral 100 cc susu diabetasol dengan air hangat 30 cc.
Jam 11.00 mengobservasi TTV td :140/90mmHg, n : 86x/menit, suhu :
7
37 c, RR : 18 x/menit, jam 12.00 melayani injeksi ranitidine
7
50 mg/iv, injksi ctrolaks 30 mg/iv, injeksi ceftriaxon 1 gr/iv, Jam 14.00
melayani nutrisi parenteral 200 cc susu diabetasol dengan air hangat 30 cc,
tiap 2 jam mengatur posisi klien.
E. Evaluasi keperawatan
Evaluasi keperawatan pada hari kamis 16 Juli 2015, Diagnosa
pertama Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake yang inadekuat, Subjektif: klien mengatakan tidak bisa
menelan makan dan minum, Objektif: Klien terbaring lemah, kesadaran
compos mentis TTV, Td 140/90 mmHg, Nadi 86x/menit, RR 18x/menit dan
suhu 36,5C, acral hangat, bisisng usus; 8 x/menit, klien terpasang, NGT,
IVFD RL, Saat pemberian MLP muntah (-), batuk (-) kepala klien
ditinggikan. Assessment: masalah belum teratasi. Planning: Lanjutkan
intervensi. Jumat 17 Juli 2015 Subjektif: klien mengatakan tidak bisa
menelan makan dan minum, Objektif: Klien terbaring lemah, kesadaran
BAB IV
PEMBAHASAN
Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai kesenjangan antara teori dan
kasus nyata pada NY. A. D dengan diagnosa Kanker Esofagus diruang Teratai
RSUD. Prof. Dr. W. Z Johannes Kupang. Pendekatan yang digunakan pada kasus
ini adalah pendekatan proses keperawatan.
A. Pengkajian
Semua yang diuraukan dalam teori mulai dari pengkajian, diagnosa,
intervensi, implementasi, evaluas.
Menurut (Williams & Wilkins, 2008) Tanda dan gejala awal kanker
esofagus , Awalnya tidak menimbulkan gejala, Disfagia (awalnya ringan
dan intermiten; konstan di stadium lanjut) dan berat badan menurun,
Nyeri, suara parau, batuk, dan obstruksi esofangeal. Hasil pengkajian
dite`mukan data data yang sesuai dengan teori pada pemeriksaan fisik
didapatkan disfagia, berat badan menurun, suara parau, batuk, nyeri,
obstruksi eesofangeal. Dan pada teori dijelaskan bahwa tanda dan gejala
Kanker esofagus sama seperti yang didapatkan pada NY. A.D.
B.
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa menurut (Brunner & Suddarth) ada 3 antara lain 1)
Perubahan nutrisi, kutang dari kebutuhan tubuh, berhubungan dengan
kesulitan menelan. 2) Nyeri berhubungan dengan kesulitan menelan,
mencerna agen abrasi, tumor, atau episode fefluks lambung yang sering. 3)
Kurang pengetahuan tentang gangguan esofagus studi diagnostik,
penatalaksanaan medis, intervensi bedah, rehabilitasi.
Sedangkan pada kasus pada NY. A. D. hanya ada 4 diagnosa yang
muncul yaitu Diagnose pertama Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan intake yang inadekuat, karena penurunan berat
badan dan klien yang tidak bisa menelan makan dan minum. Diagnose
kedua Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan luka post operasi,
adanya nyeri pada luka operasi didaerah epigastrium (gastronomi).
Diagnose ketiga Resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi
adanya nyeri pada luka operasi didaerah epigastrium (gastronomi).
Diagnose keempat Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik
karena tidak bisa melakukan aktifitas seperti biasanya dan kebutuhan
dibantu sepenuhnya oleh keluarga. Dari data diagnosa yang terdapat di atas
adanya kesenjangan antara teori dan kasus nyata, karena dari teori terdapat
tiga diagnosa sedangkan kasus nyata yang didapat pada Ny.A.D. terdapat 4
diagnosa, Diagnose pertama Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake yang inadekuat. Diagnose kedua Gangguan rasa
nyaman nyeri berhubungan dengan luka post oprasi. Diagnose ketiga Resiko
infeksi berhubungan dengan luka post operasi. Diagnose keempat
Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik. Pada kasus nyata
tidak ditmukan masalah tentang kurang pengetahuan, karena saat dikaji
klien dan keluarga mengatakan sudah mengerti tentang kanker esofagus.
C. Intervensi
intervensi.
lambung masih terasa nyeri saat bergerak, klien nampak meringis kesakitan,
klien nampak lemas dan pucat, klien terpasang NGT, IVFD RL. Masalah
belum teratasi, intervensi dilanjutkan.
Pada diagnosa 3: resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi.
Klien mengatakan terasa nyeri pada luka operasi saat bergerak, klien
meringis kesakitan, klien nampak lemas dan pucat, klien terpasang NGT,
IVFD RL. Masalh belum teratasi. Intervensi dilanjutkan.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penyakit kanker Esofagus yaitu suatu keganasan yang terjadi pada
esophagus, . Kanker ini pertama kali di deskripsikan pada abad ke-19 dan
pada tahun 1913 reseksi pertama kali sukses dilakukan oleh Frank Torek,
pada tahun1930-an, Oshawa di Jepang dan Marshall di America Serikat
berhasil melakukan pembedahan pertama dengan metode transtoraks
esofagotomi dengan rekonstruksi ( fisichella, 2009 ).
Dimana tanda dan gejalanya yaitu: Awalnya tidak menimbulkan
gejala, Disfagia (awalnya ringan dan intermiten; konstan di stadium lanjut)
dan berat badan menurun, Nyeri, suara parau, batuk, dan obstruksi
esofangeal (Williams & Wilkins, 2008).
Dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan kasus
kanker Esofagus menggunakan pendekatan proses keperawatan yang
dimulai dari pengkajian, analisa data, perencanaan, implementasi, dan
evaluasi.
Penerapan proses keperawatan pada Ny.A.D dimulai dari pengkajian
data fokus pada kasus kanker esofagus yaitu : rasa mual, tidak bisa menelan
makan dan minum, nyeri pada luka operasi, terasa lemas.
Dari hasil yang di lakukan suatu analisa data. Data yang mendukung
di tegakkan diagnosa keperawatan, karena asuhan yang diberikan adalah
untuk memenuhi kebutuhan pasien yang tidak terpenuhi akibat respon yang
ditimbulkan oleh suatu penyakit. Diagnosa yang ditegakkan pada Ny.A.D
adalah gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake yang inadekuat, kedua gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan
dengan luka post operasi, ketiga resiko infeksi berhubungan dengan luka
post operasi, dan yang keempat intoleransi aktifitas berhubungan dengan
kelemahan fisik.
sumber
khususna
tentang