Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kanker adalah suatu pertumbuhan sel-sel abnormal yang cenderung
menginvasi jaringan di sekitarnya dan menyebar ke tempat-tempat jauh.
Kanker adalah penyakit yang mempengaruhi sel-sel, unit dasar kehidupan
tubuh. Untuk mengerti segala tipe dari kanker, adalah berguna untuk
mengetahuii tentang sel-sel normal dan apa yang terjadi ketika mereka
menjadi bersifat kanker. (Anonim.Cancer)
Penyakit kanker Esofagus yaitu suatu keganasan yang terjadi pada
esofagus. Kanker ini pertama kali di deskripsikan pada abad ke-19 dan pada
tahun 1913 reseksi pertama kali sukses dilakukan oleh Frank Torek, pada
tahun1930-an, Oshawa di Jepang dan Marshall di America Serikat berhasil
melakukan pembedahan pertama dengan metode transtoraks esofagotomi
dengan rekonstruksi ( fisichella, 2009 ).
Kanker esofagus adalah suatu keganasan yang terjadi pada esofagus.
(Arif,2011). Kanker Esofagus mengakibatkan kira kira 7% dari semua
kematian akibat kanker di Amerika Serikat pada tahun 1991. Pria berusia
antara 50 sampai 70 tahun merupakan kelompok yang paling sering
terserang. Penyebabnya belum diketahui namun ada faktor predisposisinya
adalah banyak merokok, banyak minum alkohol secara berlebihan, dan
obstruksi esofagus.
Satu diantara 10 kanker tersering dan kanker ke-6 yang
menyebabkan kematian pada skala seluruh dunia adalah kanker esofagus.
Kanker ini merupakan keganasan ke - 3 pada gastrointestinal setelah kanker
gasterkolorektal dan kanker hepatoseluler. Kanker esophagus menunjukkan
gambaran epidemiologi yang unik berbeda dengan keganasan lain. kanker
esophagus memiliki variasi angka kejadian secara geografis berkisar dari 3

per 100.000 penduduk di Negara barat sampai 140 kejadian per 100.000
penduduk di asia tengah. Kanker esofagus adalah salah satu tumor dengan
tingkat keganasan tinggi, prognosisnya buruk, walaupun sudah dilakuakan
diagnosis dini dan penatalaksanaan. Kanker esophagus juga merupakan
salah satu kanker dengan tingkat kesembuhan terendah, dengan 5 year
survival rata-rata kira-kira 10 %, survival rates ini terburuk setelah kanker
hepatobilier dan kanker pankreas (Alidina,2004). Berdasarkan hasil studi
kasus di RSUD. Prof. Dr. W. Z Johannes Kupang, angka kejadian Kanker
Esofagus khususnya di ruangan teratai tahun 2014 ada 5 orang penderita
kanker esofagus, dan pada bulan Januari sampai bilan Juli 2015 ada 1 orang
penderita Kanker Esofagus, diruangan Teratai RSUD. Prof. Dr. W. Z
Johannes Kupang.
Di Amerika Serikat, Karsinoma Esofagus terjadi dua kali lebih
sering pada pria juga pada wanita. Ini lebih sering terlihat pada orang
Afrika-amerika dari pada orang Kaukasia dan biasanya terjadi pada dekade
kelima kehidupan. Kanker esofagus mempunyai insiden cukup tinggi pada
belahan dunia lain, termasuk cina dan iran bagian utara. Iritasi kronis
dipertimbangkan berisiko tinggi menyebabkan kanker esofagus. Di amerika
serikat, kanker esofagus telah dihubungkan dengan salah cerna alkohol dan
penggunaan tembakau. Di belahan dunia lain, kanker esofagus telah
dihubungkan dengan penggunaan pipa opium, mencerna minuman panas
berlebihan, dan defisiensi nutrisi-khususnya kurang buah dan sayuran. Buah
dan sayuran dianggap dapat meningkatkan perbaikan jaringan yang
teriritasi. (Brunner& suddarth,1997).
Langkah untuk mengurangi risiko kanker esofagus seperti, Berhenti
merokok atau mengunyah tembakau, hindari meminum alkohol, makan
lebih banyak buah dan sayur, dan jaga berat badan sehat. Karena itu
pendidikan pasien dan keluarga dipandang sebagai komponen yang penting
dalam menangani penyakit Kanker Esofagus.

Sehingga

dari masalah diatas maka penulis tertarik untuk

menyususun studi kasus tentang Asuhan keperawatan pada NY. A. D


dengan Kanker Esofagus diruang perawatan Teratai RSUD. Prof. Dr. W. Z
Johannes Kupang.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Agar meningkatkan pengetahuan penulis dalam melakukan asuhan
keperawatan pada pasien Kanker Esofagus melalui pendekatan proses
keperawatan.
2. Tujuan Khusus
a. Penulis mampu melakukan pengkajian, menganalisa data dan
menentukan masalah keperawatan yang muncul pada Kanker
Esofagus diruangan Teratai RSUD. Prof. Dr. W. Z Johannes
Kupang.
b. Penulis

mampu

merumuskan

dan menegakkan diagnose

keperawatan pada pasien Kanker Esofagus Teratai RSUD. Prof. Dr.


W. Z Johannes Kupang.
c. Penulis mampu menetapkan rencana asuhan keperawatan pada
pasien Kanker Esofagus Teratai RSUD. Prof. Dr. W. Z Johannes
Kupang.
d. Penulis mampu melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan
rencana keperawatan yang telah ditentukan pada pasien dengan
Kanker Esofagus Teratai RSUD. Prof. Dr. W. Z Johannes Kupang.
e. Penulis mampu mengevaluasi tindakan keperawatan yang telah
diberikan pada pasien Kanker Esofagus Teratai RSUD. Prof. Dr. W.
Z Johannes Kupang.

C. Metode Penulisan

Penulisan laporan studi kasus ini menggunakan metode deskriptif


melalui studi kasus yang dilakukan pada Ny.A.D di ruang Teratai RSUD
Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang yang dirawat dari tanggal 13 Juli 2015
sampai dengan 18 Juli 2015 dengan diagnosa medik Kanker Esofagus.
Pengumpulan

data

diperoleh

dengan

wawancara,

observasi,

pemeriksaan fisik dan studi dokumentasi, kemudian data dianalisa dan


dibuat tulisan dalam bentuk narasi.
D. Sistimatika Penulisan
Sistematika penulisan studi kasus adalah Bab I Pendahuluan yang
terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan, sistematika
penulisan. Bab II Tinjauan teoritis yang terdiri dari, anatomi fisiologi
esofagus, defenisi, etiologi, patofisiologi, stadium kanker esofagus,
manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan medik, dan
asuhan keperawatan yang terdiri dari pengkajian, diagnosa keperawatan,
intervensi keperawatan, implementasi keperawatan dan evaluasi. Bab III
Tinjauan kasus yang terdiri dari, pengkajian, diagnose, perencanaan,
implementasi, evaluasi. Bab IV, pembahasan: Kesenjangan antara teori dan
praktek merujuk pada tujuan khusus, yang trdiri dari pngkajian, diagnisa
keperawatan, intervensi, implementasi, evaluasi . Bab V penutup yang
terdiri dari kesimpulan dan saran.

BAB II

TINJAUAN TEORITIS
A. KONSEP DASAR TEORI KANKER ESOFAGUS
1. Anatomi Dan Fisiologi Esofagus
Esofagus merupakan suatu organ silindris berongga dengan panjang
sekitar 25 cm dan garis tengah 2 cm. Terbntang dari hipofaring hingga kardia
lambung. Esofagus trltak posterior terhadap jantung dan trakea, anterior
terhadap vertebra, dan berjalan melalui lubang pada diafragma tepat anterior
terhadap aorta. Esofagus terutama berfungsi menghantarkan bahan yang
dimakan dari faring ke lambung. (Lorraine. M. Wilson, 1994)
Pada kedua ujung esofagus terdapat otot sfingter. Krikofaringe
mmbntuk sfingter esofagus bagian atas dan terdiri atas serabut serabut otot
rangka. Dalam keadaan normal berada dalam keadaan tonik atau kontraksi
kecuali waktu menelan. Sfingter sofagus bagian bawah, walaupun secara
anatomis tidak nyata, bertindak sebagai sfingter dan berperan sebagai sawar
terhadap rfluks isis lambung ke dalam esofagus. Dalam keadaan normal
sfingter ini menutup, kecuali makanan masuk ke dalam lambung atau waktu
bertahak atau muntah.
Dinding esofagus seperti juga bagian lain dari saluran cerna, terdiri
atas empat lapisan, mukosa, submukosa, muskularis dan serosa (lapisan luar).
Lapisan mukosa dalam trbntuk dari epitelbrlapis gepng bertingkat yang
berlanjut ke faring di ujung atas, epitel lapisan ini mengalami perubahan
mendadak pada perbatasan esofags lambung(garis Z) dan menjadi epitel
selapis toraks. Mukosa esofagus dalam keadaan normal bersifat alkalidan
tidak tahan terhadap isi lambung yang sangat asam. Lapisan summukosa
mengandung

sel-sel

sekretoris

yang

menghasilkan

mukus.

Mukus

memprmudah jalannya makanan swaktu menelan dan melindungi mukosa


dari cedera akibat zat kimia. Lapisan otot luar tersususn longitudinal dan
lapisan dalam tersusun sirkular. Otot-otot pada 5% bagian atas esofagus
merupakan otot rangka, sedangkan otot pada separu bagian bawah merupakan
otot polos. Berbeda dengan saluran cerna lainnya, bagian luar esofagus tidak

memiliki lapisan serosa ataupun selaput peritoneum , melainkan lapisan lusr


terdiri atas jarinagn ikat jaringan yang menghubungkan esofagus dengan
struktur-struktur yang berdekatan. Tidak adanya serosa mengakibatkan
penyebaran sel-sel tumor lebih cepat (bila ada kanker esofagus) dan
kemungkinan bocor setelah operasi lebih besar.
Persyarafan utama esofagus dialakuka oleh serabur-serabut simpatis
dan parasimpatis dari sistem saraf otonom. Serabut-serabut parasimpatis
dibawah oleh nervus vagus yang dianggap merupakan saraf motorik sofagus.
Fungsi serabut simpatis kurang diketahui. Selain persyarafan ekstrinsik
tersebut, terdapat jala-jala serabur syaraf intramural intrinsik diantara lapisan
otot sirkular dan longitudinal, dan tampaknnya berperan untuk mengatur
peristaltik esofagus normal.
Distribusi darah esofagus mngikuti pola segmental. Bagian atas
disuplai olh cabang-cabang artria tiroidea infrior dan subklavia. Bagian
tertngah disuplai olh cabang-cabang segmental aorta dan artria bronkiales,
sedangkan bagian subdiafragmatika disuplai oleh arteria gastrika sinistra dan
frenika inferior.
Aliran darah vena juga mengikuti pola segmental. Vena-vena esofagus
daerah leher mengalirkan darah ke vena azigos hemiazigos dan dibawah
diafragma vena esofagea masuk ke dalam vena gastrika sinistra. Hubungan
antara vena porta dan vena sistemik memungkinkan pintas dari hati pada
kasus hipertensi portal. Aliran kolateral melalui vena-vena esofangea
menyebabkan pembentukan varises esofagus (vena varikosa esofagus). Venavena yang melebar ini dapat pecah, menyebabkan pendarahan yang dapat
menyebabkan kematian. Komplikasi ini sering terjadi pada sirosis hati.

2. Defenisi
Kanker adalah suatu pertumbuhan sel-sel abnormal yang cenderung
menginvasi jaringan di sekitarnya dan menyebar ke tempat-tempat jauh.
Kanker adalah penyakit yang mempengaruhi sel-sel, unit dasar kehidupan
tubuh. Untuk mengerti segala tipe dari kanker, adalah berguna untuk

mengetahuii tentang sel-sel normal dan apa yang terjadi ketika mereka
menjadi bersifat kanker.
Kanker esofagus adalah suatu keganasan yang terjadi pada esofagus.
(Arif,2011).
Kanker esophagus adalah kanker yang mengacu pada setiap bagian di
sel jaringan kerongkongan, displasia terjadi dengan pembentukan penyakit
yang ganas, merupakan salah satu tumor ganas umum dari sistem pencernaan,
kemudian rentan terhadap penyalahgunaan sistemik dan proliferasi.
3. Etiologi
a. Penyebab Primer
Penyebab pasti kanker esofagus tidak diketahui, tetapi ada beberapa
factor yang dapat menjadi predisposisi yang diperkirakan berperan dalam
pathogenesis kanker. Predisposisi penyebab kanker esophagus biasanya
berhubungan dengan terpajannya mukosa esophagus dari agen berbahaya atau
stimulus toksik, yang kemudian menghasilkan terbentuknya dysplasia yang
bisa menjadi karsinoma.
Beberapa factor juga dapat memberikan kontribusi terbentuknya karsinoma
sel skuamosa, seperti berikut ini (Arif, 2011) :
1) Defisiensi vitamin dan mineral. Menurut beberapa studi, kekurangan
riboflavin padaras china memberikan kontribusi besar terbentuknya kanker
esophagus (Doyle C, 2006).
2) Pada factor merokok sigaret dan penggunaan alcohol secara kronik
merupakan factor penting yang berhubungan dengan meningkatnya risiko
kanker esophagus (Edmondso, 2008).
3) Infeksi papilloma virus pada manusia dan Helicobacter pylory disepakati
menjadi factor yang memberi konstribusi peningkatan risiko kanker
esophagus (Fisichella, 2009).
Penyakit refluks gastroesofageal menjadi factor predisposisi utama
terjadinya adenokarsinoma pada esophagus. Faktor iritasi dari bahan refluks
asam dan garam empedu didapatkan menjadi penyebab. Sekitar 10-15%
pasien yang dilakukan pemeriksaan endoskopik mengalami dysplasia yang

menuju

kekondisi

adenokarsinoma.

Pasien

dengan

iritasi

refluks

gastroesofageal sering berhungan dengan penyakit Barret esophagus yang


berisiko menjadi keganasan (Thornton, 2009).
b. Penyebab Sekunder
Penyebab kanker esofagus dapat terjadi karena metastase dari kanker
organ lain.
4. Patofisiologi
Biasanya pasien mengalami lesi ulserasi esofagus yng luas sebelum
gejala timbul. Malignasi, biasanya sel squamosa tipe epidermoid, menyebar
dibawah mukosa esofagus , atau dapat menyebar langsung kedalamnya,
melalui dan diatas lapisan otot ke limfatik. Pada tahap lanjut, obstruksi
esofagus terliat, dengan kemungkinan peforasi mediastinum dan erosi
pembuluh darah besar.
Bila gejala terjadi yang berhubungan dengan kanker esofagus
penyakit ini secara umum meluas. Gejala termasuik disfagia, pada awalnya
dengan makanan padat dan akhirnya dengan cairan; perasaan ada massa
ditenggorokan; nyeri saat menelan; nyeri substernal atau rasa penuh; dan
kemudian regurgutasi makanan yang tidak dicerna disertai bau nafas busuk
dan cegukan
Pasien pada awalnya hanya makanan padat yng menyebabkan distres,
tetapi dengan berkembangnya penyakit dan obsrtuksi cairan tidak adapat
masuk ke lambung. Regurgitasi makanan dan saliva terjadi hemoragi dapat
terjadi dan penurunan progresif berat badan dan kekuatan terjadi sebagai
akibat kelaparan. Gejala selanjutnya mencakup nyeri substernal, cegukan,
kesulitan berafas dan bau nafas busuk. (Brunner & Suddarth, Edisi 8)
5. Stadium Kanker Esofagus
Ada empat stadium kanker esophagus yaitu:

a) Stadium 0: kanker esophagus awal, kanker yang terjadi hanya sebatas di


bagian kerongkong tidak ada perubahan menjadi ganas pada jaringan
lain, juga tidak menyebar ke kelenjar getah bening.
b) Stadium 1: kanker telang menyerang ke bagian lain di bawah lapisan
epidermis, sel kanker muncul di lamina propria atau submukosa, tapi
tidak menganggu otot. Kanker tidak akan menyebar ke kelenjar getah
bening atau organ lain.
c) Stadium 2: dapat menyebar kelenjar getah bening tapi tidak ke organ
lain.
d) Stadium 3: kanker esophagus telah menyebar ke trakea yang berdekatan
dengan organ lain, tapi tidak mempengaruhi kelenjar getah bening yang
terkait, tidak ada metastasis yang jauh.
e) Stadium 4: kanker esophagus telah menyebar oleh darah ke organ lain
seperti hati, tulang, otak dan lain-lain.
6. Manifestasi Klinis
1) Tanda dan gejala awal kanker esofagus :
a) Awalnya tidak menimbulkan gejala
b) Disfagia (awalnya ringan dan intermiten; konstan di stadium lanjut)
dan berat badan menurun.
c) Nyeri, suara parau, batuk, dan obstruksi esofangeal (Williams &
Wilkins, 2008).

7. Pemeriksaan Penunjang.
Diagnostik dipastikan dengan esofagogastroduodenosopi (EGD)
dengan biopsi dan sikatan. Bronkoskopi biasanya dilakukan pada tumor
dengan sepertiga tengah dan atas esofagus, untuk menentukan apakah trakea
telah terkena dan untuk membantu dalam menentukan apakah lesi dapat
diangkat. Mediastenosskopi digunakan untuk menentukan apakah kanker
tellah menyebar ke nodus dan struktur mediastinal lain. Kanker esofagus
ujung bawah mungkin berhubungan dengan adenokarsinoma lambung yang
meluas ke atas esofagus. (Brunner & Suddarth, Edisi 8).

1. Endoskopi
cara ini banyak digunakan untuk melakukan pemeriksaan penyakit
pencernaan (kanker esofagus, kanker lambung, dll)
2. Pemeriksaan dengan USG
Untuk menentukan kedalaman lesi dalam inflirtasi kerongkongan; untuk
mengukur pembesaran kelenjar getah bening yang abnormal pada dinding
esophagus; penentuan lokasi lepsi pada dinding kerongkongan.
3. Pemeriksaan sinar-X
Dapat menentukan lesi, panjang dan suhu obstruksi, juga bisa menentukan
sel-sel kanker belum atau sudah menyerang bagian lain.
4. CT Scan
CT Scan dapat dengan jelas menunjukan hubungan antara esophagus
dengan mediastinum yang berdekatan, tetapi agak sulit mendeteksi dini
kanker esophagus.
5. Pemeriksaan sitologi esofagus
Pemeriksaan ini sederhana, dengan secara dini mengecek rasa sakit

8. Penanganan
Bila kanker tersebut ditemukan pada tahap awal, sasaran pengobaan
dapat diarahkan pada pengobatan; namun, kanker sering ditemukan pada
tahap akhir, yang membuat paliasi merupakan satu-satunya tujuan yang harus
diterima. Pengobatan dapat mencakup pembedahan
Standar penatalaksanaan bedah mencakup reseksi total esofagus
dengan pengangkata tumor dan margin luas bebas-tumor dan esofagus dan
nodus limfa area. Tumor esofagus torakal bawah lebih mungkin dilakukan
pembedahan daripada dilkalisasikan lebih tinggi pada esofagus, dan integritas

saluran GI dipertahankandengan menanam esofagus bawah ke dalam


lambung.
Reseksi bedah esofagus mempinyai angka mortalitas relatif
tingiakibat infeksi, komplikasi paru, dan kebocoran melalui anastomisis. Pada
pasca operasi pasien akan dipasang selanbg nasogastrik yang tidak boleh
dimanipulasi. Pasien dipertahankan puasa sampai pemeriksan sinar X
memastikan bahwa anastomisis aman dan tidak bocor.
Penggunaan terapi radiasi baik sendiri maupun ada hubunganya
dengan bedah praoperasi dan pasca operasi, mungkin merupkan pilihan
pengobatan. Pengunaan kemoterapi dikombinasi edngan radiasi atau
pembedahan juga sedang diteliti. Pengobatan paliatif mungkin perlu
mempertahankan sofagus tetap terbuka dan untuk membantu memberi nutrisi
dan mengontrol saliva. Paliasi dapat diselesaikan dengandilatasi esofagus ,
terapi laser, penempatan endoprotesis, radiasi dan kemoterapi. Karena metode
ideal pengobatan kanker esofagus belum ditemukan, setiap pasien diobati
dengan menggunakan rencana perawatan individual. (Brunner & Suddarth,
Edisi 8).

9. Penatalaksanaan medis
Adapun

penatalaksanaan

terhadap

kanker

esofagus(Brunner&

suddarth,1997):
1. Pengobatan
Apabila kanker esofagus ditemukan pada tahap
pengobatan dapat diarahkan ke pengobatan.
2. Pembedahan

awal, sasaran

Standar penatalaksanan bedah mencakup reseksi total esofagus


(esofagektomi) dengan pengangkatan tumor plus marjin luas bebas
tumor dari esofagus dan nodus limfe di area.
3. Terapi Radiasi
Penggunaan terapi radiasi, baik sendiri atau didalam hubungannya
dengan bedah praoperasi atau pascaoperasi, mungkin merupakan
pilihan pengobatan.
4. Kemoterapi
Penggunaan

kemoterapi

dikombinasi

dengan

radiasi

atau

pembedahan juga sedang diteliti.


5. Terapi Laser
Penggunaan

dari

sinar

yang

berintensitas

tinggi

untuk

menghancurkan sel-sel tumor. Terapi laser mempengaruhi sel-sel


hanya di area yang dirawat. Dokter mungkin menggunakan terapi
laser untuk menghancurkan jaringan yang bersifat kanker dan
membebaskan rintangan dalam kerongkongan ketika kanker tidak
dapat dikeluarkan dengan operasi. Pembebasan dari rintangan dapat
membantu mengurangi gejala-gejala, terutama persoalan-persoalan
menelan.
6. Photodynamic therapy (PDT)
Tipe dari terapi laser, melibatkan penggunaan dari obat-obat yang
diserap oleh sel-sel kanker; ketika dipaparkan pada sinar khusus,
obat-obat menjadi aktif dan menghancurkan sel-sel kanker. Dokter
mungkin menggunakan PDT untuk membebaskan gejala-gejala
dari kanker esophagus seperti sulit menelan.
Namun kanker sering ditemukan pada tahap akhir, yang membuat paliasi
merupakan sartu-satunya tujuan terapi yang dapat diterima.Pengobatan
dapat

mencakup

pembedahan,

radiasi,kemoterapi,

atau

kombinasi

modalitas ini dan tergantung luasnya penyakit. (Brunner & Suddarth,


1997).

10. Pencegahan
Langkah untuk mengurangi risiko kanker esofagus seperti:
1)
2)
3)
4)

Berhenti merokok atau mengunyah tembakau.


Hindari meminum alkohol
Makan lebih banyak buah dan sayur
Jaga berat badan sehat

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1) Pengkajian
Riwayat

kesehatan

lengkap

dapat

menunjukan

kemungkinan

gangguan esofagus. Perawat menanyakan tentang napsu makan pasien.


Apakah tetap sama, meningkat, atau menurun ? Adakah ketidaknyamanan
saat menelan ? Bila ada, apakah terjadi hanya pada makanan tertentu ?
Apakah berhubungan dengan nyeri ? Apakah perubahan posisi mempengaruhi
ketidaknyamanan ? Pasien ditanyakan untuk menggambarkan pengalaman
nyeri. Adakah yang memperberat nyeri ? Adakah gejala lain yang terjadi
secara reguler, seperti regurgitasi, regurgitasi nokturnal, eruktasi (kembung),
nyeri ulu hati, tekanan subternal, sensasi makanan menyangkut di
tenggorokan, perasaan penuh setelah makan makanan dalam jumlah sedikit,
mual, muntah, atau penurunan berat badan ? Apakah gejala meningkat dengan
emosi ? Bila pasien melaporkan adanya keluhan ini, perawat menanyakan
waktu kejadianya; hubungan dengan makanan, faktor penghilang atau
pemberat seperti perubahan posisi, kembung, antasida atau mual.
Riwayat ini juga mencakup pertanyaan tentang adanya faktor
penyebab masa lalu atau sekarang, seperti infeksi dan iritan kimia, mekanik
atau fisik; derajat penggunann alkohol dan tembakau; dan jumlah asupan
makanan setiap hari. Perawat menentukan apakah pasien tampak kurus dan
auskultasi dada pasien untuk menentukan adanya komplikasi pulmonal
(Brunner & Suddarth, 1997).
2) Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan pada data pengkajian, diagnosa keperawatan dapat mencakup hal


berikut :
1) Perubahan nutrisi, kutang dari kebutuhan tubuh, berhubungan dengan
kesulitan menelan.
2) Nyeri berhubungan dengan kesulitan menelan, mencerna agen abrasi,
tumor, atau episode fefluks lambung yang sering.
3) Kurang pengetahuan tentang gangguan esofagus studi diagnostik,
penatalaksanaan medis, intervensi bedah, rehabilitasi. (Brunner &
Suddarth, 1997).
3) Intervensi Keperawatan
1. Perubahan nutrisi, kutang dari kebutuhan tubuh, berhubungan dengan
kesulitan menelan.
Tujuan : Setelah 3 x 24 jam pada pasien nonoperasi dan setelah 4 x 24
jam pascabedah, intake nutrisi dapat optimal dilaksanakan.
Kriteria evaluasi :
a. Pasien dapat menunjukkan metode menelan makanan yang tepat.
b. Terjadi penurunan gejala refluk esofagus, meliputi : odinofigia
berkurang, pirosis berkurang, RR dalam batas normal 16-24
x/menit.
c. Berat badan pada hari ke-4 pascabedah meningkat 0,5 kg.
Intervensi
Intervensi :

Rasional

Anjurkan pasien makan dengan Makanan dapat lewat dengan mudah


perlahan dan mengunyah makanan ke lambung.
saksama.
Evaluasi adanya alergi makanan
dan kontraindikasi makanan.

Beberapa pasien mungkin mengalami


alergi terhadap beberapa komponen
makanan

tertentu

dan

beberapa

penyakit lain, sperti diabetes milkitus,


hipertensi, gout, dan lainnya sehingga
Sajikan makanan dengan cara yang

memberikan

manifestasi

terhadap

menarik.

persiapan komposisi makanan yang

Fasilitas pasien memperoleh diet

akan diberikan.

biasa yang disukai pasien (sesuai


Membantu merangsang nafsu makan.

indikasi
Pantau intake dan output, anjurkan

untuk timbang berat badan secara Memperhitungkan keinginan individu


periodik(sekali seminggu).

dapat memperbaiki intake nutrisi.

Lakukan dan ajarkan perawatan


mulut sebelum dan sesudah makan, Berguna dalam mengukur keefektifan
serta

sebelum

dan

sesudah nutrisi dan dukungan cairan.

intervensi/pemeriksaan peroral.

Menurunkan rasa tidak enak karena


sisa makanan juga bau obat yang dapat
merangsang muntah.
Intervensi pascabedah
Kaji

kondisi

dan

toleransi Setelah esofagektomi pasien tidak

gastrointestinal pasca-esofagektomi.

boleh mendapat asupan apapun dari


mulut dalam waktu 7 x 24 jam untuk
menghindari
anastomosis
Pasien

kebocoran
atau

akan

formasi
memakai

pada
fistula.
selang

nasogastrik yang terpasang pada alat


pengisap berkelanjutan dengan tekanan
rendah

(low-level

continous

or

Lakukan perawatan mulut.

intermitten suction). Obat-obatan oral

Masukkan 10-20 ml cairan sodium

akan dihancurkan dan dimasukkan

klorida setiap sif jaga melalui selang

melalui selang nasogastrik dan tidak

nasogastrik.

boleh ditelan.
Intervensi untuk menurunkan risiko

Berikan nutrisi cair melalui selang infeksi oral.


nasogastrik pada hari kedua atau Pembersian ini selain untuk menjaga
ketiga pascbedah atau pesanan dari kepatenan selang nasogastrik juga
medis.

untuk memningkatkan penyembuhan


pada area pasca-esofagektomi.

Kolaborasi

untuk

pemeriksaan

fluroskopi menelan setelah hari

Pemberian nutrisi cair dilakukan untuk


memenuhi

intake

nutrisi

melalui

gastrointestinal.penentuan hari nharus

ketujuh.

dikolaborasikan dengan tim medis


yang merawat pasien karena tim medis
mengetahui bagaimana kondisi jarinan
pada

saat

dilakukan

intervensi

esofagektomi.
Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk
mendeteksi

kemampuan

jaringan

pascabedah.
2. Nyeri berhubungan dengan kesulitan menelan, mencerna agen abrasi,
tumor, atau episode fefluks lambung yang sering.
Tujuan : dalam waktu 4 x 24 jam pascabedah,nyeri berkurang atau
teradaptasi.
Kriteria evaluasi:
a. Secara subjektif pernyataan nyeri berkurang atau teradaptasi.
b. Skala nyeri 0-1 (0-4).
c. TTV dalam batas normal, wajah pasien rileks.
INTERVENSI
RASIONAL
Jelaskan dan bantu pasien dengan Pendekatan
tindakan

pereda

dengan

menggunakan

nyeri relaksasi dan nonfarmakologi lainnya

nonfarmakologi dan noninvasif.

telah menunjukkan keefektifan dalam


mengurangi nyeri.

Lakukan

manajemen

keperawatan, meliputi:
kaji

nyeri

dengan

PQRST ( lihat tabel 21)

nyeri Mengontrol

nyeri,

membantu

mengurangi nyeri
pendekatan Pendekatan

PQRST

dapat

secara

komprehensif menggali kondisi nyeri


pasien.

Istirahatkan pasien pada saat nyeri Istirahat


muncul.

secara

fisiologis

akan

menurunkan kebutuhan oksigen yang


diperlukan untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme basal.

Ajarkan

teknik

relaksasi Meningkatkan intake oksigen sehingga

pernafasan dalam pada saat nyeri akan menurunkan nyeri sekunder dari
muncul.

iskemia intestinal.
Distraksi (pengalihan perhatian) dapat

Ajarkan teknik distraksi pada saat menurunkan stimilus internal.


nyeri.

3. Kurang pengetahuan tentang gangguan esofagus studi diagnostik,


penatalaksanaan medis, intervensi bedah, rehabilitasi
Tujuan: Setelah dilakukan perawatan selama 1 x 8 jam maka masalah
defisit pengetahuan klien dapat diatasi.
Kriteria Hasil:
a. Perawat mampu memahamkan kepada pasien mengenai proses
penyakit
b. Perawat mampu memahamkan prosedur pengobatan terhadap
penyakitnya.

c. Pasien mampu menjelaskan kondisi penyakitnya, mengenali


kebutuhan medikasi, dan mengerti pengobatanya..
d. Pasien mampu menerapkan cara-cara hidup sehat dengan gaya
hidupnya.
e. Pasien dapat menyebutkan kembali tentang pengertian, penyebab,
tanda dan gejala.
Intervensi
Rasional
Kaji tingkat pengetahuan pasien untuk menentukan materi apa yang
berhubuangan

dengan

penyakit cocok buat pasien

spesifknya
Jelaskan tanda dan gejala yang
diderita pasien
Jelaskan etiologi penyakit pasien

Pasien lebih waspada jika mengalami


hal-hal tersebut
Agar pasien bisa melakukan tindakan

Diskusikan tentang gaya hidup dalam rangka pencegahan penyakitnya


agar tdak terjadi komplikasi pada
saat yang akan datang.

Banyak penyakit yang kammbuh atau


bertambh buruk dengan gaya hidup
yang salah.

4) Implementasi
Sasaran pada pasien dengan kanker esofagus yaitu asupan nutrisi
adekuat, nyeri berkurang, tidak ada tanda- tanda infeksi, tidak cemas, jalan
napas bersih.
5) Evaluasi
Hasil yang diharapkan:
1) Mencapai asupan nutrisi yang adekuat
a) Makan sering dan sering
b) Makan sedikit disertai dengan minum air
c) Mempertahankan berat badan yang diinginkan
2) Bebas dari nyeri atau mampu mengontrol nyeri dalam tingkat yang dapat
ditoleransi
a) Menghindari makan banyak dan makan pengiritasi
b) Menggunakan obat sesuai resep

c) Mempertahankan posisi duduk tegak setelah makan selama 1 sampai


4 jam
d) Menyatakan bahwa terdapat sedikit sendawa atau nyeri dada.
3) Meningkatkan tingkat pengetahuan tentang kondisi esofagus, pengobatan,
dan prognosis
a) Menyebutkan penyebab kondisi
b) Mendiskusikan rasional untuk penatalaksanaan bedah atau medikal
dan diet atau program obat obatan
c) Menjelaskan program pengobatan
d) Mempraktikkan tindakan pencegahan sehingga cedera kecelakaan
dapat dihindari.

BAB III
TINJAUAN KASUS
Pada bab ini akan diuraikan tentang asuhan keperawatan pada Ny. A. D
dengan Kanker Esofagus di Ruang Teratai RSUD Prof. Dr. W. Z Johannes
Kupang, yang dilakukan pada tanggal 13 Juli 2015. Asuhan keperawatan ini
dilakukan dari pengkajian, diagnose keperawatan, intervensi keperawatan,
implementasi dan evaluasi.
A. Pengkajian
Pengkajian ini dilakukan pada Senin, 13 Juli 2015 di Ruang Teratai
RSUD Prof. Dr. W. Z Johannes Kupang, didapatkan data sebagai berikut
nama klien Ny. A.D, umur 58 tahun, agama Katolik, pekerjaan IRT,
pendidikan SD, alamat Walikota, klien masuk rumah sakit pada tanggal 9
Juli 2015 dengan diagnose medis Kanker Esofagus.
Riwayat sakit dan kesehatan, Keluhan

utama:

keluarga

mengatakan sejak 2 bulan yang lalu klien sudah tidak bisa menelan makan
dan minum, berat badan menurun, suara serak dan batuk sehingga klien
dibawah ke RSUD. Prof. Dr. W. Z Johannes Kupang. Riwayat keluhan:
Awalnya pada bulan maret dan april 2015 klien mulai mengeluh sulit
menelan makan dan minum, keluarga juga mengatakan berat badan klien
mnurun dari 70kg mnjadi 51 kg. Hingga pada bulan Juni 2015 klien sama
sekali tidak bisa menelan makan dan minum, klien akhirnya di bawah ke
RSUD. Prof. Dr. W. Z Johannes Kupang pada tanggal 6 Juni 2015 sampai
dengan tanggal 4 Juli 2015. Klien kemudian dipulangkan dan dirawat jalan.
Pada tanggal 9 Juli keluarga membawa klien kembali ke RSUD. Prof. Dr.
W. Z Johannes Kupang dan dirawat di ruangan Teratai dengan keluhan tidak
bisa menelan makan dan minum. Klien kemudian dianjurkan untuk operasi

pada area epigastrium. Keluhan saat ini: Tidak bisa menelan makan dan
minum, mual, nyeri pada area operasi, dengan skala nyeri 3 (1-5), nyerinya
timbul saat bergerak. Dalam keluarga tidak ada yang mengalami penyakit
seperti yang diderita klien ataupun penyakit keturunan.
Observasi dan Pemeriksaan Fisik
Observasi ; Keadaan umum pasien baik dengan kesadaran composmentis.
GCS : eye : 4, verbal : 5, motorik : 6, total : 15. Hasil pemeriksaan tandatanda vital: TD 140/100mmHg, Nadi 82 x/menit, RR 26 x/menit dan suhu
36,5C
Pengkajian pada body of system
Pernapasan (Brething/B1); System pernapasan terdiri dari system
pernapasan atas dan pernapasan bawah, pada saat pemeriksaan hidung,
fungsi pengideraan pada hidung normal, batuk (+) tidak ada sumbatan
massa atau polip pada hidung, pada trachea tidak ada tanda-tanda abnormal
seperti adanya iritasi, peradanagan dan kecepatan pernapasan normal, tidak
ada retraksi otot bantu pernapasan.
Kardiovaskuler (Blood/B2) ; CTR >3 detik, TD 140/100mmHg, Irama
jantung regular, tidak ada nyeri dada, acral hangat dan, tidak ada masalah
keperawatan.
Persyarafan dan Penginderaan (Brain/B3) ;Kesadaran Composmentis
dengan GCS : Eye 4, Verbal 5, Motorik 6, total 15. Pada pemeriksaan
sensori perifer raba/sentuhan normal, sensasi nyeri normal, sensasi suhu
normal. Pemeriksaan reflex, reflex normal :Bisep, Trisep, Radius, Patella
dan Achiles : positif, ferlex patologis : Babinski, Brudzinski, Kernig :
negative. Periksaan mata, pupil isokor, konjungtiva anemis, sclera putih.
Pemeriksaan pendengaran, pasien mampu mendengar dengan baik pada
telinga kirimaupun kanan, pasien mampu mengenal aroma alcohol yang
diberikan dengan menggunakan sampel kapas alcohol, pasien mampu
membedakan rasa manis dan pahit.
Perkemihan (Bladder/B4) ;Pasien buang air, secara spontan, dengan
frekuensi 1200 ml/24 jam berwarna seperti teh, bau amoniak.
Pencernaan (Bowel/B5) ; Pasien mengatakan sebelum sakit pola makan
pasien baik dengan frekuensi 3x/hari, setelah sakit dan masuk ke rumah
sakit, pasien sudah tidak bisa menelan makan dan minum, dan pasien

mendapat terapi cairan RL 500cc dengan kecepatan 28 tetes per menit. Pada
pemeriksaan mulut dan tenggorokan mukosa bibir kering, pada tenggorokan
ada kesulitan menelan. Pada pemeriksaan abdomen, pasien mengeluh nyeri,
PQRST, P: ada luka operasi, nyeri dirasakan jika bergerak, nyeri berkurang
jika istirahat. Q: nyerinya seperti tertusuk tusuk. R: di daerah epigastrium
karena luka operasi. S: skala yang dirasakan 3 (1-5). T: 15-30 detik,. Pasien
buang air besar tidak teratur dengan frekuensi 2-3 hari sekali dengan
konsistensi encer, warna kuning dan bau khas, pada inspeksi : tidak terdapat
pembesaran massa, pada auskultasi : peristaltic usus 8x/menit, pada palpasi
terdapat nyeri tekan pada abdomen. Dari pengkajian ditemukan masalah
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang
inadekuat, masalh yang kedua gangguan rasa nyama nyeri berhubungan
dengan luka post operasi.
Musculoskeletal (Bone/B6) ; Pada saat melakukan pemeriksaan pada
musculoskeletal, kemampuan pergerakan sendi (ROM) bebas, tidak terjadi
parese maupun paralisis, kekuatan otot: kanan atas 5, kiri atas 5, kanan
bawah 5, kiri bawah 5, tonus otot normal, tidak ada udema di ekstremitas
bawah, tidak ada nyeri pada tulang belakang, warna kulit pucat, turgor kulit
sedang.
Sistem Endokrin ;Pada pemeriksaan pada sistem endokrin, tidak terjadi
pembesaran

kelenjar

tiroid,

tidak

terjadi

hiperglekimia

maupun

hipoglikemia.
Pola Aktivitas ; Pada saat melakukan pengkajian pada pola aktivitas, pasien
mengatakan sebelum sakit pola makan baik dengan frekuensi 3 kali sehari
jenis menu nasi, sayur, ikan daging, dan tahu, tidak ada yang menjadi
makanan yang tidak disukai ataupun pantangan atau alergi. Saat sakit,pasien
sudah tidak bisa menelan makanan. Sebelum sakit, frekuensi minum 7-8
gelas per hari dengan jenis minuman air putih, teh dan susu, tidak ada jenis
minuman yang menjadi pantangan atau alergi, pasien saat sakit pasien sudah
tidak bisa menelan air minum, tidak ada jenis minuman yang menjadi
pantangan atau alaergi. Sebelum sakit, pasien mengatakan mandi 2 kali
sehari, keramas 3 kali dalam seminggu, sikat gigi 2 kali sehari yaitu pada

pagi dan malam hari, dan memotong kuku setiap minggu. Saat sakit, hanya
dilap 2 hari sekali, keramas 1 kali perminggu, sikat gigi 1 kali sehari.
Sebelum sakit, keseharian sebagai ibu rumah tangga adalah mengurus
kebersihan rumah, pasien sering menghabiskan waktunya untuk berkumpul
bersama keluarga. Saat sakit, pasien tidak bisa beraktivitas pasien hanya
terbaring lemah. Sebelum sakit, pasien biasanay tidur malam pukul 22.00
dan bangun pagi yaitu pukul 06.00 pagi. Saat berada di rumah sakit pasien
dapat tidur dengan nyenyak lama tidur 8 jam/hari.
Psikososial ; Pasien dan keluarga pasien mengatakan bahwa hubungan
pasien dengan masyarakat sekitar baik dan ada dukungan penuh dari
keluarga pada saat pasien sakit ditandai dengan ada keluarga yang datang
untuk menjenguk pasien

di rumah sakit. Reaksi pasien saat dilakukan

proses pengkajian kooperatif.


Spiritual ; Pasien mengatakan pasien mengatgakan mempercayai Allah
sebagai Tuhan dan mempercayai bahwa Allah adalah kekuatan dari
segalanya, pasien biasanya Sholat bersama keluarga meminta pertolongan
dari Tuhan demi kesembuhannya.
Hasil pemeriksaan penunjang tanggal 09 Juli 2015 Hb 12,2 g/dL,
jumlah eritrosit 6,52 106/uL, hematokrit 35,8%,

jumlah leukosit 9,59

103/uL, limfosit 6,4 %,. Klien mendapatkan terapi medic ijeksi ranitidin 50
mg/iv 2x1 ampul, Cetorolaks 30 mg/iv 2x1 ampul, Ceftriaxon 1 gr/iv 2x1
ampul, cairan RL 28 tetes per menit, dan cairan aminofluid 28 tetes per
menit.
Dari pengkajian diatas, analisa data dan masalah yang ditemukan
antara lain, Data Subjektif: klien mengatakan tidak bisa menelan makan
dan minum, terasa mual, dan seluruh badan terasa lemas, Data Objektif:
kesadaran klien compos mentis, klien nampak lemah, pucat, mukosa bibir
kering, TTV Td 140/100 mmHg, Nadi 82x/menit, RR 26x/menit dan suhu
36,5C, klien terpasang NGT, IVFD RL sehingga masalah yang ditemukan
gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dengan etiologi intake yang
inadekuat. Data Subjektif: klien mengatakan sakit pada luka operasi
tepatnya pada area lambung. Data Objektif: klien nampak meringis

kesakitan saat bergerak dengan skala nyeri 3 (1-5 ), TTV Td 140/100


mmHg, Nadi 82x/menit, RR 26x/menit dan suhu 36,5C, klien terpasang
NGT, IVFD RL, sehingga masalah yang ditemukan gangguan rasa nyaman
nyeri dengan tiologi luka post operasi. Data Subjektif: klien mengatakan
sakit pada area operasi, tidak nyaman dan sulit untuk bergerak Data
Objektif: kesadaran compos mentis, klien nampak meringis kesakitan pada
area operasi saat bergerak, TTV Td 140/100 mmHg, Nadi 82x/menit, RR
26x/menit dan suhu 36,5C, klien terpasang NGT, IVFD RL sehingga
masalah yang ditemukan resiko infeksi dengan etiologi luka post operasi.
Data Subjektif: klien mengatakan tubuhnya terasa lemas, dan

untuk

aktifitas dan kebersihan dirinya dibantu seluruhnya oleh keluarga, Data


Objektif: klien terlihat lemah dan pucat, mukosa bibir kering, klien hanya
terbaring di tempat tidur, TTV Td 140/100 mmHg, Nadi 82x/menit, RR
26x/menit dan suhu 36,5C, klien terpasang NGT, IVFD RL sehingga
masalah yang ditemukan intoleransi aktifitas dengan etiologi kelemahan
fisik.
B. Diagnosa
Diagnosa Keperawatan Pada tanggal 13 Juli 2015 ditegakkan 4
diagnosa keperawatan. Diagnose pertama Gangguan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang inadekuat. Diagnose
kedua Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan luka post oprasi.
Diagnose ketiga Resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi.
Diagnose keempat Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan
fisik.

C. Intervensi Keperawatan
Diagnosa pertama Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake yang inadekuat. Goal: setelah dilakukan
tindakan keperawatan klien dapat mempertahankan nutrisi yang seimbang,
Objektif: dalam jangka waktu 3 x 24 jam kebutuhan nutrisi klien dapat
terpenuhi, dengan kriteria hasil: keadaan umum baik, tidak mengeluh mual

dan muntah, berat badan meningkat, TTV dalam batas normal TD 120140/80-90 mmHg, N: 75-80x/menit. Intervensi 1) monitor TTV, R/ untuk
mengetahui keadaan umum klien. 2) timbang dan catat berat badan klien
pada jam yang sama setiap hari, R/ untuk mendapatkan pembacaan yang
paling akurat. 3) berikan makanan yang terpilih melalui selang (sudah
dikonsultasikan ke ahli gizi), mulai dengan sejumlah kecil makanan dalam
konsentrasi yang diencerkan R/ untuk menurunkan diare dan meningkatkan
absorpsi. 4) Tinggikan bagian kepala tempat tidur pasien, R/ untuk
menurunkan resiko aspirasi. 5) lakukan perawatan mulut, R/ untuk
menurunkan resiko infeksi oral. 6) kaji dan catat bising usus klien, R/ untuk
memantau peningkatan dan penurunnya.
Diagnosa kedua Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan
luka post oprasi. Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan,
diharapkan klien mampu mngontrol nyeri, nyeri dapat berkurang. Goal:
dalam jangka waktu 2 x 24 jam perawatan nyeri dapat brkurang, dengan
kriteria hasil: nyeri dapat berkurang, klien nampak nyaman setelah nyeri
berkurang. Intervensi: 1) kaji karatristik nyeri pendekatan PQRST, R/
pendekatan PQRST dapat secara komprehensif menggali kondisi nyeri
pasien. 2) mengajarkan teknik relaksasi pernapasan dalam saat nyeri
muncul, R/ meningkatkan intake oksigen sehingga akan menurunkan nyeri
sekunder dari iskemia intestinal. 3) istirahatkan klien saat nyeri muncul, R/
istirahat secara fisiologis akan menurunkan kebutuhan oksigen yang
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme basal. 4) kolaborasi
dalam pemberian analgetik.
Diagnose ketiga Resiko infeksi berhubungan dengan luka post
operasi. Tujuan: selama perawatan klien tidak menunjukan adanya tanda
tanda infeksi. Goal: dalam jangka waktu 2 x 24 jam pasca bedah tidak ada
tanda tanda infeksi, dengan kriteria hasil: tanda vital dalam batas normal.
Intervensi: 1) monitor tanda tanda vital, R/ untuk memantau suhu yang
terus meningkat setelah pembedahan, dapat merupakan tanda infeksi luka,
2) bersihkan luka dan drainase dengan cairan antiseptik dengan cara
swabbling dari arah dalam keluar, R/ pembersihan debris (sisa fagositosis,

jaringan mati) dan kuman sekitar luka dengan cairan antiseptik dan dengan
arah dari dalam keluar dapat mencegah kontaminasi kuman ke jaringan
luka. 3) Tutup luka dengan kasa steril dan tutup dengan plester yang
menyeluruh menutupi kasa, R/ penutupan secara menyeluruh dapat
menghindari kontaminasi dari benda atau udara yang bersentuhan dengan
luka bedah. 4) kolaborasi pemberian antibiotik
Diagnose keempat Intoleransi aktifitas berhubungan dengan
kelemahan fisik. Tujuan selama dalam perawatan kebutuhan pasin dapat
terpenuhi. Goal: dalam jangka waktu 3x 24 jam klien dapat melakukan
aktifitas dengan mandiri, dengan kriteria hasil : klien dapat menunjukan rasa
nyaman, kebutuhan klien dapat terpenuhi. Intervensi 1) posisikan pasien
untuk mempertahankan sikap tubuh yang tepat, gunakan alat bantu sesuai
kebutuhan, R/ untuk mempertahankan fungsi sendi dan mencegah
deformitas muskuloskeletal. 2) balik dan atur posisi pasien minimal setiap 2
jam, R/ pembalikan posisi dapat membantu mencegah kerusakan kulit
dengan mengurangi penekanan. 3) bantu klien dalam melakuakan aktivitas
parawatan diri, R/ untuk menumbuhkan kemandirian dan meningkatkan
mobilitas. 4) berikan lingkungan yang tenang dan tirah baring bila
diindikasikan, R/ dengan lingkungan tenang dan tirah baring meningkatkan
istirahat dan menurunkan kebutuhan oksigen
D. Implementasi Keperawatan
Berdasarkan diagnose dan intervensi yang telah ditetapkan diatas,
maka untuk mengatasi masalah tersebut perlu dilakukan implementasi
keperawatan. Implementasi yang dilakukan pada tanggal 16 Juli 18 Juli
2015 adalah:
Diagnose pertama, tanggal 16 juli 2015 Gangguan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang inadekuat pada jam
09.30 memonitor TTV: TD 150/90 mmHg, Nadi 89x/menit, RR 22x/menit,
suhu 38C, bising usus: 8 x/menit, Acral hangat, klien terpasang, NGT, dan
IVFD RL) jam 12.00 memberikan injeksi ranitidine 50mg/iv, jam 14.00
melayani nutrisi parenteral 100 cc susu diabetasol dan air hangat 30 cc,
kepala agak ditinggikan .

Tanggal 17 Juli 2015, jam 10.00 melayani nutrisi parenteral 200 cc susu
diabetasol dengan air hangat 30 cc, jam 11.00 memonitor TTV
7
TD:140/90mmHg, n : 86x/menit, suhu : 37 c, RR : 18
7
x/menit, bising usus 11 x/menit.
Tanggal 18 Juli 2015 am 10.00 melayani nutrisi parenteral 200 cc susu
diabetasol dengan air hangat 30 cc. Jam 11.00 mengobservasi TTV, Td
140/90 mmHg, Nadi 86x/menit, RR 18x/menit dan suhu 36,5C, jam 12.00
melayani injelsi ranitidine 50 mg/iv, Jam 14.00 melayani nutrisi parenteral
200 cc susu diabetasol dengan air hangat 30 cc.
Diagnosa kedua, tanggal 16 Juli 2015 Gangguan rasa nyaman nyeri
berhubungan dengan luka post oprasi 08.00 mengajarkan klien teknik
relaksasi (napas dalam), jam 09.00 merawat luka post operasi, jam 11.00
memonitor TTV: TD 150/90 mmHg, Nadi 89x/menit, RR 22x/menit, suhu
38C, jam 12.00 pemberian injeksi ceterolaks 30mg/iv
Tanggal 17 juli 2015 pada jam 08.00 mengkaji skala nyeri, jam 09.00
merawat luka post operasi, jam 11.00 memonitor TTV td :140/90mmHg, n :
7
86x/menit, suhu : 37 c, RR : 18 x/menit, jam 12.00 pemberian
7
injeksi ceterolaks 30mg/iv.
Tanggal 18 Juli 2015, pada jam 09.00 merawat luka post operasi, jam 11.00
7
memonitor TTV td :140/90mmHg, n : 86x/menit, suhu : 37 c,
7
RR : 18 x/menit, jam 12.00 pemberian injeksi ceterolaks 30mg/iv.
Diagnose ketiga, tanggal 16 Juli 2015 Resiko infeksi berhubungan
dengan luka post operasi jam jam pada 09.00 merawat luka post operasi,
jam 11.00 memonitor TTV, Td 140/90 mmHg, Nadi 86x/menit, RR
18x/menit dan suhu 36,5C, jam 12.00 pemberian injeksi ceftriaxon 1 gr/iv.
Tanggal 17 Juli 2015, jam pada 09.00 merawat luka post operasi, jam 11.00
7
memonitor TTV7 td :140/90mmHg, n : 86x/menit, suhu : 37 c,
RR : 18 x/menit, jam 12.00 pemberian injeksi ceftriaxon 1 gr/iv.
Tanggal 18 Juli 2015, jam pada 09.00 merawat luka post operasi, jam 11.00
7
memonitor TTV7 td :140/90mmHg, n : 86x/menit, suhu : 37 c,
RR : 18 x/menit, jam 12.00 pemberian injeksi ceftriaxon 1 gr/iv.
Diagnosa keempat, Intoleransi aktifitas berhubungan dengan
kelemahan fisik Pada tanggal 16 Juli 2015 Intoleransi aktifitas berhubungan
dengan kelemahan fisik. Pada jam 06.40 menganti laken, jam 10.00

melayani nutrisi parenteral 100 cc susu diabetasol dengan air hangat 30 cc.
Jam 11.00 mengobservasi TTV, Td 140/90 mmHg, Nadi 86x/menit, RR
18x/menit dan suhu 36,5C, jam 12.00 melayani injeksi ranitidine 50 mg/iv,
injksi ctrolaks 30 mg/iv, injeksi ceftriaxon 1 gr/iv, Jam 14.00 melayani
nutrisi parenteral 200 cc susu diabetasol dengan air hangat 30 cc, tiap 2 jam
mengatur posisi klien.
Tanggal 17 Juli 2015, jam Pada jam 07.00 menganti laken, jam 10.00
melayani nutrisi parenteral 100 cc susu diabetasol dengan air hangat 30 cc.
Jam 11.00 mengobservasi TTV td :140/90mmHg, n : 86x/menit, suhu :
7
37 c, RR : 18 x/menit, jam 12.00 melayani injeksi ranitidine
7
50 mg/iv, injksi ctrolaks 30 mg/iv, injeksi ceftriaxon 1 gr/iv, Jam 14.00
melayani nutrisi parenteral 200 cc susu diabetasol dengan air hangat 30 cc,
tiap 2 jam mengatur posisi klien.
Tanggal 18 Juli 2015, jam Pada jam 07.00 menganti laken, jam 10.00
melayani nutrisi parenteral 100 cc susu diabetasol dengan air hangat 30 cc.
Jam 11.00 mengobservasi TTV td :140/90mmHg, n : 86x/menit, suhu :
7
37 c, RR : 18 x/menit, jam 12.00 melayani injeksi ranitidine
7
50 mg/iv, injksi ctrolaks 30 mg/iv, injeksi ceftriaxon 1 gr/iv, Jam 14.00
melayani nutrisi parenteral 200 cc susu diabetasol dengan air hangat 30 cc,
tiap 2 jam mengatur posisi klien.
E. Evaluasi keperawatan
Evaluasi keperawatan pada hari kamis 16 Juli 2015, Diagnosa
pertama Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake yang inadekuat, Subjektif: klien mengatakan tidak bisa
menelan makan dan minum, Objektif: Klien terbaring lemah, kesadaran
compos mentis TTV, Td 140/90 mmHg, Nadi 86x/menit, RR 18x/menit dan
suhu 36,5C, acral hangat, bisisng usus; 8 x/menit, klien terpasang, NGT,
IVFD RL, Saat pemberian MLP muntah (-), batuk (-) kepala klien
ditinggikan. Assessment: masalah belum teratasi. Planning: Lanjutkan
intervensi. Jumat 17 Juli 2015 Subjektif: klien mengatakan tidak bisa
menelan makan dan minum, Objektif: Klien terbaring lemah, kesadaran

compos mentis TTV td :140/90mmHg, n : 86x/menit, suhu :


7
37 c, RR : 18 x/menit, klien terpasang, NGT, IVFD RL, Saat pemberian
7
MLP muntah (-), batuk (-) kepala klien ditinggikan. Assessment: masalah
belum teratasi. Planning: Lanjutkan intervensi. Sabtu 18 Juli 2015. Sabtu
18 Juli 2015 Subjektif: klien mengatakan tidak bisa menelan makan dan
minum, Objektif: Klien terbaring lemah, kesadaran compos mentis TTV td
7
:140/90mmHg, n : 86x/menit, suhu : 37 c, RR : 18 x/menit, klien terpasang,
7
NGT, IVFD RL, Saat pemberian MLP muntah (-), batuk (-) kepala klien
ditinggikan. Assessment: masalah belum teratasi. Planning: Lanjutkan
intervensi.
Diagnose kedua Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan
luka post oprasi, tanggal 16 Juli 2015 Subjektif: Klien mengatakan nyeri
yang dirasakan pada luka operasi di area lambung, saat bergerak, nyerinya
berkurang saat tidur, Objektif: Klien nampak meringis kesakitan saat
bergerak, dengan skala nyeri 3 (1-5), Td 140/90 mmHg, Nadi 86x/menit,
RR 18x/menit dan suhu 36,5C, klien terpasang NGT, IVFD RL, saat
mengajarkan teknik relaksasi klien nampak rileks. Assessment: masalah
belum teratasi, Planning: lanjutkan intervensi. Tanggal 17 Juli 2015
Subjektif: Klien mengatakan nyeri yang dirasakan pada luka operasi di area
lambung, saat bergerak, nyerinya berkurang saat tidur, Objektif: Klien
nampak meringis kesakitan saat bergerak, dengan skala nyeri 3 (1-5 TTV
7
td :140/90mmHg, n : 86x/menit, suhu : 37 c, RR : 18 x/menit,
7
klien terpasang NGT, IVFD RL, saat mengajarkan teknik relaksasi klien
nampak rileks. Assessment: masalah belum teratasi, Planning: lanjutkan
intervensi. Tanggal 18 Juli 2015 Subjektif: Klien mengatakan nyeri yang
dirasakan pada luka operasi di area lambung, saat bergerak, nyerinya
berkurang saat tidur, Objektif: Klien nampak meringis kesakitan saat
bergerak, dengan skala nyeri 3 (1-5) TTV: Td 140/90 mmHg, Nadi
86x/menit, RR 18x/menit dan suhu 36,5C, klien terpasang NGT, IVFD RL,

saat mengajarkan teknik relaksasi klien nampak rileks. Assessment:


masalah belum teratasi, Planning: lanjutkan intervensi.
Diagnose ketiga Resiko infeksi berhubungan dengan luka post
operasi, tanggal 16 Juli 2015 Subjektif: klien mengatakan merasa nyeri saat
bergerak di area operasi, Objektif: klien nampak meringis kesakitan, TTV
Td 140/90 mmHg, Nadi 86x/menit, RR 18x/menit dan suhu 36,5C, klien
terpasang NGT, IVFD RL. Assessment: masalah belum teratasi, Planning :
lanjutkan intervensi. Tanggal 17 Juli 2015 Subjektif: klien mengatakan
merasa nyeri saat bergerak di area operasi, Objektif: klien nampak meringis
7
kesakitan, TTV td : 140/90mmHg, n : 86x/menit, suhu : 37 c,
7
RR : 18 x/menit, klien terpasang NGT, IVFD RL. Assessment: masalah
belum teratasi, Planning : lanjutkan intervensi. Tanggal 18 Juli 2015
Subjektif: klien mengatakan merasa nyeri saat bergerak di area operasi,
Objektif: klien nampak meringis kesakitan, TTV TTV: Td 140/90 mmHg,
Nadi 86x/menit, RR 18x/menit dan suhu 36,5C, klien terpasang NGT,
IVFD RL. Assessment: masalah belum teratasi, Planning : lanjutkan
intervensi.
Diagnose keempat Intoleransi aktifitas berhubungan dengan
kelemahan fisik, tanggal 16 Juni 2015 Subjektif: klien mengatakan tubuh
terasa lemas saat beraktifitas, Objektif: klien nampak pucat dan lemas,
aktivitasnya dibantu oleh keluarga, TTV Td 140/90 mmHg, Nadi 86x/menit,
RR 18x/menit dan suhu 36,5C, Assessment: masalah belum teratasi,
Planning: Lanjutkan intervensi. Tanggal 17 Juli 2015 Subjektif: klien
mengatakan tubuh terasa lemas saat beraktifitas, Objektif: klien nampak
pucat dan lemas, aktivitasnya dibantu oleh keluarga, TTV td : 140/90mmHg,
7
n : 86x/menit, suhu : 37 c, RR : 18 x/menit, Assessment: masalah belum
7
teratasi, Planning: Lanjutkan intervensi.Tanggal 18 Juli 2015 Subjektif:
klien mengatakan tubuh terasa lemas saat beraktifitas, Objektif: klien
nampak pucat dan lemas, aktivitasnya dibantu oleh keluarga, TTV: Td

140/90 mmHg, Nadi 86x/menit, RR 18x/menit dan suhu 36,5C,


Assessment: masalah belum teratasi, Planning: Lanjutkan intervensi

BAB IV
PEMBAHASAN
Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai kesenjangan antara teori dan
kasus nyata pada NY. A. D dengan diagnosa Kanker Esofagus diruang Teratai
RSUD. Prof. Dr. W. Z Johannes Kupang. Pendekatan yang digunakan pada kasus
ini adalah pendekatan proses keperawatan.
A. Pengkajian
Semua yang diuraukan dalam teori mulai dari pengkajian, diagnosa,
intervensi, implementasi, evaluas.
Menurut (Williams & Wilkins, 2008) Tanda dan gejala awal kanker
esofagus , Awalnya tidak menimbulkan gejala, Disfagia (awalnya ringan
dan intermiten; konstan di stadium lanjut) dan berat badan menurun,
Nyeri, suara parau, batuk, dan obstruksi esofangeal. Hasil pengkajian
dite`mukan data data yang sesuai dengan teori pada pemeriksaan fisik
didapatkan disfagia, berat badan menurun, suara parau, batuk, nyeri,

obstruksi eesofangeal. Dan pada teori dijelaskan bahwa tanda dan gejala
Kanker esofagus sama seperti yang didapatkan pada NY. A.D.
B.

Diagnosa Keperawatan
Diagnosa menurut (Brunner & Suddarth) ada 3 antara lain 1)
Perubahan nutrisi, kutang dari kebutuhan tubuh, berhubungan dengan
kesulitan menelan. 2) Nyeri berhubungan dengan kesulitan menelan,
mencerna agen abrasi, tumor, atau episode fefluks lambung yang sering. 3)
Kurang pengetahuan tentang gangguan esofagus studi diagnostik,
penatalaksanaan medis, intervensi bedah, rehabilitasi.
Sedangkan pada kasus pada NY. A. D. hanya ada 4 diagnosa yang
muncul yaitu Diagnose pertama Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan intake yang inadekuat, karena penurunan berat
badan dan klien yang tidak bisa menelan makan dan minum. Diagnose
kedua Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan luka post operasi,
adanya nyeri pada luka operasi didaerah epigastrium (gastronomi).
Diagnose ketiga Resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi
adanya nyeri pada luka operasi didaerah epigastrium (gastronomi).
Diagnose keempat Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik
karena tidak bisa melakukan aktifitas seperti biasanya dan kebutuhan
dibantu sepenuhnya oleh keluarga. Dari data diagnosa yang terdapat di atas
adanya kesenjangan antara teori dan kasus nyata, karena dari teori terdapat
tiga diagnosa sedangkan kasus nyata yang didapat pada Ny.A.D. terdapat 4
diagnosa, Diagnose pertama Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake yang inadekuat. Diagnose kedua Gangguan rasa
nyaman nyeri berhubungan dengan luka post oprasi. Diagnose ketiga Resiko
infeksi berhubungan dengan luka post operasi. Diagnose keempat
Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik. Pada kasus nyata
tidak ditmukan masalah tentang kurang pengetahuan, karena saat dikaji
klien dan keluarga mengatakan sudah mengerti tentang kanker esofagus.
C. Intervensi

Pada tahap intervensi menurut (Cynthia M. Taylor 2010) ditemukan


pada klien dan prioritas masalah yang mengancam kehidupan, tumbuh
kembang, dan kesehatan. Rencana tindakan yang ditetapkan dalam kasus
sesuai tinjauan teoritis dan keadaan pasien sesuai dengan diagnosa yang
ditegakan sehingga dapat mengatasi masalah keperawatan pada NY. A. D
seperti mempertahankan nutrisi yang adekuat, nyeri berkurang, tidak ada
tanda tanda infeksi, aktifitas dan kebutuhan klien terpenuhi.
D. Implementasi
Implementasi dari perencanaan yang dibuat untuk masalah Gangguan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh intervensi yang ditetapkan ada enam,
sedangkan pada pelaksanaan hanya di laksanakan empat

intervensi.

Masalah gangguan rasa nyaman nyeri ada empat, sedangkan pada


pelaksanaannya keempat intervensi tersebut di laksanakan semuanya.
Masalah resiko tinggi infeksi intervensi yang di tetapkan ada empat,
sedangkan pada pelaksanaannya keempat intervensi tersebut dilaksanakan
semuanya. Masalah intoleransi aktifitas intervensi yang ditetapkan ada
empat, sedangkan pada pelaksanaanya keempat intervensi tersebut
dilaksanankan Dari data implementasi terdapat kesenjangan antara teori dan
kasus nyata yang di dapat pada Ny.A.D.
E. Evaluasi
Dalam evaluasi terdapat kesenjangan antara teori dan praktek dimana
pada teori apabila sudah dilakukan proses keperawatan maka hasil yang
diharapkan baru tercapai sebagian.
Pada diagnosa 1: gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh,. klien
mengatakan tidak bisa menelan makan dan minum, kesadaran kompos
mentis, klien nampak lemas dan pucat, mukosa bibir kering, klien terpasang
NGT, IVFD RL, masalah belum teratasi, intervensi dilanjutla
Pada diagnosa ke 2: Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan
dengan luka post operasi. Klien mengatakan luka operasi pada daerah

lambung masih terasa nyeri saat bergerak, klien nampak meringis kesakitan,
klien nampak lemas dan pucat, klien terpasang NGT, IVFD RL. Masalah
belum teratasi, intervensi dilanjutkan.
Pada diagnosa 3: resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi.
Klien mengatakan terasa nyeri pada luka operasi saat bergerak, klien
meringis kesakitan, klien nampak lemas dan pucat, klien terpasang NGT,
IVFD RL. Masalh belum teratasi. Intervensi dilanjutkan.

Pada diagnosa ke 4 : intoleransi aktifitas berhubungan denga


kelemahan fisik. Klien mengatakan badan terasa lemas saat beraktifitas,
klien nampak lemas dan pucat, mukosa bibir kering, klien terpasang NGT,
IVFD RL. Masalah belum teratasi. Intervensi dilanjutkan.

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penyakit kanker Esofagus yaitu suatu keganasan yang terjadi pada
esophagus, . Kanker ini pertama kali di deskripsikan pada abad ke-19 dan
pada tahun 1913 reseksi pertama kali sukses dilakukan oleh Frank Torek,
pada tahun1930-an, Oshawa di Jepang dan Marshall di America Serikat
berhasil melakukan pembedahan pertama dengan metode transtoraks
esofagotomi dengan rekonstruksi ( fisichella, 2009 ).
Dimana tanda dan gejalanya yaitu: Awalnya tidak menimbulkan
gejala, Disfagia (awalnya ringan dan intermiten; konstan di stadium lanjut)
dan berat badan menurun, Nyeri, suara parau, batuk, dan obstruksi
esofangeal (Williams & Wilkins, 2008).
Dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan kasus
kanker Esofagus menggunakan pendekatan proses keperawatan yang
dimulai dari pengkajian, analisa data, perencanaan, implementasi, dan
evaluasi.
Penerapan proses keperawatan pada Ny.A.D dimulai dari pengkajian
data fokus pada kasus kanker esofagus yaitu : rasa mual, tidak bisa menelan
makan dan minum, nyeri pada luka operasi, terasa lemas.
Dari hasil yang di lakukan suatu analisa data. Data yang mendukung
di tegakkan diagnosa keperawatan, karena asuhan yang diberikan adalah
untuk memenuhi kebutuhan pasien yang tidak terpenuhi akibat respon yang
ditimbulkan oleh suatu penyakit. Diagnosa yang ditegakkan pada Ny.A.D
adalah gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake yang inadekuat, kedua gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan
dengan luka post operasi, ketiga resiko infeksi berhubungan dengan luka
post operasi, dan yang keempat intoleransi aktifitas berhubungan dengan
kelemahan fisik.

Dari diagnosa yang ditegakkan maka disusun perencanaan


keperawatan yang mendukung teratasi masalah keperawatan yang di alami
pasien. Intervensi yang di lakukan yaitu mengukur tanda-tanda vital,
melayani pemberian nutrisi parenteral, mengajarkan teknik telaksasi,
melayani injeksi, perawatan luka operasi, membatu memenuhi kebutuhan
aktifitas klien.
B. Saran
1. Bagi pihak Rumah Sakit
Dalam memberikan pelayanan kesehatan selalu berpegang pada kode etik
keperawatan dan secara profesional
2. Bagi institusi pendidikan
Agar dapat menyediakan buku-buku

sumber

khususna

tentang

keperawatan agar dapat membekali mahasiswa dengan keterampilan


proses asuhan keperawatan di laboratorium sebelum mahasiswa turun ke
lahan praktek.
3. Bagi pasien dan keluarga
Untuk menjaga kesehatan, pasien dan keluarga harus mengikuti
anjuran/saran dari tim medis (perawat dan dokter)
4. Bagi mahasiswa
Dalam melakukan praktek lebih berperan aktif dalam memberikan
pelayanan keperawatan yang sesuai standar profesi keperawatan.
1.

Anda mungkin juga menyukai