Anda di halaman 1dari 110

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi.
Kanker oesofagus merupakan keganasan yang terjadi pada oesofagus.
Keganasan yang paling sering menyerang adalah jenis karsinoma epidermoid.
Sedangkan jenis lainnya leomiosarkoma, fibrosarkoma, atau melanoma malignum
tapi sangat jarang terjadi.
B. Etiologi
Timbulnya karsinoma esofagus dihubungkan dengan faktor diit. Minum
alkohol, dan merokok. Diduga juga berhubungan dengan penyakit sebelumnya.
Esofagitis menahun karena rangsangan ahan kimia dan akalasia merupakan faktor
resiko tinggi.
C. Klasifikasi
Kanker esofagus dibagi berdasarkan jenis sel yang terlibat. Mengetahui jenis
kanker esofagus yang anda miliki membantu menentukan pilihan perawatan yang
harus anda jalani. Jenis kanker esofagus antara lain:
Adenocarcinoma dimulai dari sel kelenjar penghasil lendir di dalam esofagus.
Adenocarcinoma terjadi paling sering pada bagian bawah esofagus.
Squamous cell carcinoma. Kanker ini rata dan tipis di permukaan esofagus.
Squamous cell carcinoma sering terjadi di bagian tengah esofagus. Squamous cell
carcinoma adalah kanker esofagus yang umum di seluruh dunia.
Jenis langka lainnya. Kanker esofagus langka antara lain choriocarcinoma,
lymphoma, melanoma, sarcoma dan kanker sel kecil.
D. Anatomi Fisiologi
Esofagus merupakan salah satu organ silindris berongga dengan panjang
sekitar 25 cm dan berdiameter 2 cm, terbentang dari hipofaring sampai cardia
lambung, kira-kira 2-3 cm di bawah diafragma. Esofagus terletak posterior terhadap
jantung dan trakea, anterior terhadap vertebra dan berjalan melalui lubang diafragma
tepat anterior terhadap aorta.
Pada kedua ujung esofagus, terdapat otot-otot spingter, diantaranya :
1) Krikifaringeal
Membentuk sfingter esofagus bagian atas dan terdiri atas serabut-serabut otot
rangka. Dalam keadaan normal berada dalam keadaan tonik, atau kontraksi
kecuali waktu menelan.
2) Sfingter Esofagus bagian bawah
Bertindak sebagai sfingter dan berperan sebagai sawar terhadap refluks isi
lambung ke dalam esofagus. Dalam keadaan normal, sfingter ini menutup
kecuali bila makanan masuk ke dalam lambung atau waktu bertahak atau
muntah.
Dinding esofagus terdiri dari 4 lapisan, yaitu :
i. Mukosa
Terbentuk dari epitel berlapis gepeng bertingkat yang berlanjut ke
faring bagian atas, dalam keadaan normal bersifat alkali dan tidak
tahan terhadap isi lambung yang sangat asam.
ii. Sub Mukosa
Mengandung sel-sel sekretoris yang menghasilkan mukus yang dapat
mempermudah jalannya makanan sewaktu menelan dan melindungi
mukosa dari cedera akibat zat kimia.
iii. Muskularis
Otot bagian esofagus, merupakan otot rangka. Sedangkan otot pada
separuh bagian bawah merupakan otot polos, bagian yang diantaranya
terdiri dari campuran antara otot rangka dan otot polos.
iv. Lapisan bagian luar (Serosa)
Terdiri dari jaringan ikat yang jarang menghubungkan esofagus
dengan struktur-struktur yang berdekatan, tidak adanya serosa
mengakibatkan penyebaran sel-sel tumor lebih cepat (bila ada kanker
esofagus) dan kemungkinan bocor setelah operasi lebih besar.
E. Faktor Resiko
Tidak jelas apa yang menyebabkan kanker esofagus. Kanker esofagus terjadi
ketika sel di dalam esofagus terjadi kesalahan pada DNA nya. Kesalahan ini membuat
kanker tumbuh dan berkembang tidak terkendalikan. Akumulasi sel yang tidak
normal ini membentuk tumor di dalam esofagus yang dapat tumbuh untuk menyerang
jaringan terdekat dan menyebar ke bagian tubuh lainnya.
Iritasi kronis dianggap berkontribusi pada perubahan DNA yang menyebabkan
kanker esofagus. Faktor yang menyebabkan iritasi pada sel di dalam esofagus dan
meningkatkan risiko kanker esofagus antara lain:
 Alkohol.
 Cairan empedu yang naik.
 Mengunyah tembakau.
 Sulit menelan yang disebabkan achlasia.
 Minum cairan yang terlau panas.
 Kurang makanan buah dan sayuran.
 Makan makanan awetan.
 Gastroesophageal reflux disease (GERD).
 Obesitas.
 Perubahan sel pra kanker pada esofagus (Barret’s esophagus).
 Pengobatan radiasi pada dada atau perut bagian atas.
 Merokok.
F. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala kanker esofagus antara lain:
a) Sulit menelan.
b) Hilang berat badan secara tiba-tiba.
c) Nyeri pada dada.
d) Lelah.
e) Ulsertiva esofagus tahap lanjut.Disfagia, awalnya dengan makanan padat dan
akhirnya dengan cairan.
f) Merasakan benjolan pada tenggorokan dan rasa nyeri saat menelan.
g) Nyeri atau begah substernal, regurgitasi makanan yang tak tercerna dengan
bau nafas dan akhirnya cegukan.
h) Mungkin terjadi hemoragi, dan kehilangan berat badan dan kekuatan secara
progresif akibat kelaparan.Pada tahap awal, kanker ini sering tanpa tanda atau
gejala.
G. Patofisiologi dan Manifestasi Klinik
Biasanya pasien mengalami lesi ulserasi esofagus yng luas sebelum gejala
timbul. Malignasi, biasanya sel squamosa tipe epidermoid, menyebar dibawah
mukosa esofagus , atau dapat menyebar langsung kedalamnya, melalui dan diatas
lapisan otot ke limfatik. Pada tahap lanjut, obstruksi esofagus terliat, dengan
kemungkinan peforasi mediastinum dan erosi pembuluh darah besar.
Bila gejala terjadi yang berhubungan dengan kanker esofagus penyakit ini
secara umum meluas. Gejala termasuik disfagia, pada awalnya dengan makanan
padat dan akhirnya dengan cairan; perasaan ada massa di tenggorokan; nyeri saat
menelan; nyeri substernal atau rasa penuh; dan kemudian regurgutasi makanan yang
tidak dicerna disertai bau nafas busuk dan cegukan
Pasien pada awalnya hanya makanan padat yng menyebabkan distres, tetapi
dengan berkembangnya penyakit dan obsrtuksi cairan tidak adapat masuk ke
lambung. Regurgitasi makanan dan saliva terjadi hemoragi dapt terjadi dan
penurunan progresif berat badan dan kekuatan terjdi sebagai akibat kelaparan. Gejala
selanjutnya mencakup nyeri substernal, cegukan, kesulitan bernfas dn bau nafas
busuk
H. Pemeriksaan Penunjang.
Diagnostik dipastikan dengan esofagogastroduodenosopi (EGD) dengan biopsi
dan sikatan. Bronkoskopi biasanya dilakukan pada tumor dengan sepertiga tengah
dan atas esofagus, untuk menentukan apakah trakea telah terkena dan untuk
membentu dalam menentukan apakah lesi dapat diangkat. Mediastenosskopi
digunakan untuk menentukan apakah kanker tellah menyebar ke nodus dan struktur
mediastinal lain. Kanker esofagus ujung bawah mungkin berhubungan dengan
adenokarsinoma lambung yng meluas ke atas esofagus.
I. Penanganan
Bila kanker tersebut ditemukan pada tahap awal, sasaran pengobaan dapat
diarahkan pada pengobatan; namun, kanker sering ditemukan pada tahap akhir, yang
membuat paliasi merupakan satu-satunya tujuan yang harus diterima. Pengobatan
dapat mencakup pembedahan
Standar penetalaksanaan bedah mencakup reseksi total esofagus dengan
pengangkata tumor dan margin luas bebas-tumor dan esofagus dan nodus limfa area.
Tumor esofagus torakal bawah lebih mungkin dilakukan pembedahan daripada
dilkalisasikan lebih tinggi pada esofagus, dan integritas saluran GI
dipertahankandengan menanam esofagus bawah ke dalam lambung.
Reseksi bedah esofagus mempinyai angka mortalitas relatif tingiakibat
infeksi, komplikasi paru, dan kebocoran melalui anastomisis. Pada pasca operasi
pasien akan dipasang selanbg nasogastrik yang tidak boleh dimanipulasi. Pasien
dipertahankan puasa sampai pemeriksan sinar X memastikan bahwa anastomisis
aman dan tidak bocor.
Penggunaan terapi radiasi baik sendiri maupun ada hubunganya dengan bedah
praoperasi dan pasca operasi, mungkin merupkan pilihan pengobatan. Pengunaan
kemoterapi dikombinasi edngan radiasi atau pembedahan juga sedang diteliti.
Pengobatan paliatif mungkin perlu mempertahankan sofagus tetap terbuka dan untuk
membantu memberi nutrisi dan mengontrol saliva. Paliasi dapat diselesaikan
dengandilatasi esofagus , terapi laser, penempatan endoprotesis, radiasi dan
kemoterapi. Kaerna metode ideal pengobatan kanker esofagus belum ditemukan,
setiap pasien diobati dengan mengunakan rencan operawatan individual.
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Identitas klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, agama / kepercayaan, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, suku/ Bangsa, alamat, no. rigester dan
diagnosa medis.
2 . Riwayat penyakit sekarang
Pada klien kanker esophagus biasanya mengeluh Leher terasa nyeri, semakin
lama semakin membesar, susah menelan, badan merasa lemas, serta BB turun
drastis dalam waktu singkat.
3 . Riwayat penyakit dahulu .
Adanya penyakit yang berhubungan dengan saluran pencernaan, atau adanya
kanker pada organ tubuh lain.
4. Riwayat penyakit keluarga .
Untuk menentukan hubungan genetik perlu diidentifikasi adanya anggota
keluarga yang menderita kanker esofagus
5. Pola fungsi kesehatan
a) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Klien ditanya tentang kebiasaan merokok, penggunaan tembakau,
penggunaan obat-obatan, penggunaan alkhohol dan upaya yang biasa dilakukan
dalam mempertahankan kesehatan diri (pemeriksaan kesehatan berkala, gizi
makanan yang adekuat
b) Pola nutrisi dan metabolisme
Klien ditanya frekuensi makan, jenis makanan, makanan pantangan, jumlah
minum tiap hari, jenis minuman, kesulitan menelan atau keadaan yang
mengganggu nutrisi seperti nause, stomatitis, anoreksia dan vomiting. Pada
pola ini biasanya klien mengeluh susah menelan, nyeri pada saat menelan, berat
badan turun.
c) Pola eliminasi
Klien ditanya tentang pola berkemih, termasuk frekuensinya, ragu ragu,
jumlah kecil dan tidak lancar menetes - netes, kekuatan system perkemihan.
Klien juga ditanya apakah mengedan untuk mulai atau mempertahankan aliran
kemih. Klien ditanya tentang defikasi, apakah ada kesulitan seperti konstipasi
akibat dari p[enyempitan urethra kedalam rectum.
d) Pola tidur dan istirahat .
Klien ditanya lamanya tidur, adanya waktu tidur yang berkurang karena
frekuensi miksi yang sering pada malam hari ( nokturia ). Kebiasaan tidur
memekai bantal atau situasi lingkungan waktu tidur juga perlu ditanyakan.
Upaya mengatasi kesulitan tidur.
e) Pola aktifitas .
Identifikasi pekerjaan klien dan aktivitasnya sehari-hari, kebiasaan
membawa benda-benda berat yang dapat menimbulkan strain otot dan jenis
utama lainnya. Orang yang kurang aktivitas mengakibatkan tonus otot
menurun.
f) Pola hubungan dan peran
Klien ditanya bagaimana hubungannya dengan anggota keluarga, pasien
lain, perawat atau dokter. Bagai mana peran klien dalam keluarga. Apakah klien
dapat berperan sebagai mana seharusnya.
g) Pola persepsi dan konsep diri
Meliputi informasi tentang dampak yang timbul pada klien kanker
esofagus yaitu timbul ketakutan, rasa cemas karena penyakitnya
h) Pola sensori dan kognitif
Pada klien kanker esofagus biasanya tidak mengalami masalah dalam
pola sensori dan kognitif.
i) Pola reproduksi seksual
Mengidentifikasi apakah setelah klien menderita kanker esophagus pola
reproduksi klien mengalami gangguan
j) Pola penanggulangan stress
Menanyakan apa klien merasakan stress, apa penyebab stress, mekanisme
penanggulangan terhadap stress yang dialami. Pemecahan masalah biasanya
dilakukan klien bersama siapa. Apakah mekanisme penanggulangan stressor
positif atau negatif.
k) Pola tata nilai dan kepercayaan
Klien menganut agama apa, bagaimana dengan aktifitas keagamaannya.
Kebiasaan klien dalam menjalankan ibadah.
6. Pemeriksaan Persistem
1) B1 (breathing) :
RR meningkat, sesak nafas, produksi sekret meningkat. Bagaimana
pernafasan klien, apa ada sumbatan pada jalan nafas atau tidak. Apakah perlu
dipasang O2. Frekuensi nafas , irama nafas, suara nafas. Ada wheezing dan
ronchi atau tidak. Gerakan otot Bantu nafas seperti gerakan cuping hidung,
gerakan dada dan perut. Tanda – tanda cyanosis ada atau tidak.
2) B2 (blood) :
Yang dikaji adalah nadi ( takikardi/bradikardi, irama ), tekanan darah,
suhu tubuh, monitor jantung ( EKG ).
3) B3 (brain) :
Hal yang dikaji adalah keadaan atau kesan umum, GCS, adanya nyeri
kepala.
4) B4 (bladder) :
Hal yang dikaji Frekuensi defekasi, inkontinensia alvi, konstipasi /
obstipasi, bagaimana dengan bising usus, sudah flatus apa belum, apakah ada
mual dan muntah.
5) B5 (bowel) :
Disfgia, Nafsu makan turun, BB turun, apakah ada ketidaknyamanan pada
supra pubik, kandung kemih penuh . Masih ada gangguan miksi seperti
retensi. Kaji apakah ada tanda – tanda perdarahan, infeksi. Memakai kateter
jenis apa. Irigasi kandung kemih. Warna urine dan jumlah produksi urine tiap
hari. Bagaimana keadaan sekitar daerah pemasangan kateter.
6) B6 (bone) :
Bagaimana aktifitas klien sehari – hari setelah operasi. Bagaimana
memenuhi kebutuhannya. Apakah terpasang infus dan dibagian mana
dipasang serta keadaan disekitar daerah yang terpasang infus. Keadaan
ekstrimitas.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Masalah Keperawatan
a. Ketidaksembangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d masukan nutrisi yang
kurang.
b. Nyeri akut b.d agen injuri (faktro fisik).
c. Kerusakan kemampuan menelan b.d penyumbatn mekanis (tumor)
d. Defisit pengetahuan b.d sedikitnya terpapar informasi mengenai kanker
oesofagus.
2. Masalah Kolaborasi
a. PK: perdarahan
3. RENCANAAN KEPERAWATAN
1. Diagnosa no 1
Ketidaksembangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d masukan nutrisi yang
kurang.“
a. Tujuan
Setelah dilakukan keperawatan diharapkan masalah keurangan nutrisi
dapat diatasi
b. Kriteria Hasil
NOC:
a) Perawat mampu meningkatkan status nutrisi pasiern
b) Perawat mampu mengontrol BB pasien.
Client Outcome:
a) Pasien mengalami peningkatan BB menuju berat yang diharapkan
b) BB pasien berada dalam rentang normal
c) Mengenal faktor-faktor yang mnyebabkan BB dibawah normal.
d) Pasien mampu mengkonsumsi nutrisi yang adekuat
e) Pasien mengkonsumsi nutrisi yang adekuat.
f) Pasien terebas dari tanda-tanda malnutrisi.
c. Intervensi dan rasionalisasi (N!C)
No Intervensi Rasionalisasi
Manajemen Nutrisi
1 tanyakan kepada klien apakah ia untuk menentukan nutrisi yng tepat
memiliki riwayat elergi terhadap untuk pasien
makanan
2 beri dukungan kepada pasien untuk agar terjdi keseimbangan antara
mendapatkan intake kaolri yang kebituhan kalori edngan pemasukan
adekuat sesua dengan tipe tubuh kalori
dan pola aktivitasnya.
3 beri pasien makanan yang untuk meningkatkan BB pasien
mengandung tinggi protein, tinggi kearah normal
kalori.
4 monitor catatan intake intake mengukur apakah asien kebutuhan
kandungan nutrisi pada makanan nutrisinya terpenuhi atau tidak.
Manajemen Gangguan Makan
1 Tentukan kemajuan BB harian yang dapat menilai keberhasilan dari
diharapkan bersama klien. peningkatan BB.
2 monitor masukan kalori perharinya untuk memastikan apakah pasie
mengkonsumsi cukup kalori
3 monitor pasien berkitan dengan untuk menentukan efektivitas dan
makan, penurunan berat badan, dan keberhasilan terapi yang digunakan.
kenaikan BB.
4 anjurkan pasien untuk mengurangi kalori yang tersimpan bisa diubah
aktivitasnya sehinga bisa sebagai cadangan dalam bentuk
mendukung program kenaikan BB. peningkatan masa otot.
2. Diagnosa no 2
Nyeri akut b.d agen injuri (faktro fisik).
a. Tujuan
Setelah dilakukan keperawatan diharapkan masalah nyeri akut dapat diatasi
b. Kriteria Hasil
NOC:
a) Perawat mampu menurunkan tingkat nyeri, meningkatkan tingkat
kenyamanan, dan mngontrol nyeri.
Client Outcome:
b) Pasien mampu menggunakan sekala nyeri untuk mengidentifikasi tingkat
nyeri saat ini dan menentukan tingkat kenyamanan yang diinginkan.
c) Pasien mampu menerangkan bagaimana nyeri yang tidak terukur dapat
diatasi.
d) Pasien mampu menampilkan ktivitas pemulihan dengan dilaporkannya
penerimaan terhadap tingkat nyeri.
e) Pasien berada dalam kecukupan mengenai istirahat dan tidurnya
f) Pasien mampu mendemonsrasikan menejemen nyeri non farmakologi
c. Intervensi dan rasionalisasi (NIC)
No Intervensi Rasionalisasi
1 tentukan apakah pneyrinya itu saat intensitas, onset, durasi, dan
pengkajian atau tidak . jika ia bantu peningkatan nyeri hendaknya dikaji
pasien untukemnurunkkan nyerinya untukmedpatkan data yang
tersebut. esensial..
2 tnyakan kepada klien mengenai beberapa faktor penhambat dapat
pengalaman nyeri yang pernah ia menghilangkan ekinginan klien
alami dan metode yang digunakan untuk melaporkan neyri dan
untuk menurunkanya. mengunakan obat analgesik.
3 mintalah kepada klien untuk intensitas, lokasi dan kalitas nyeri
melaporkn lokasi, intensitas dengan hendaknya dilaporkan setelah
mengunakan skala nyeri, dan prosedur tindakan untuk
kualitas nyeri. mengetahui keberhasilan treatmen
4. eksplor kebutuhan p[asien dengan intervensi pharmakologi merupakan
obat anlgesik opioid dan non- alat utama sebagai penurun nyeri.
opioid.
5 ajari pasien metode digunakaan untuk sebagai suplemen
nonfharmakologi untuk dari metode phmakologik.
menurunkan nyeri klien
6. anjurjkan pasien untuk mencegah terjadinya
menggunakan obat analgesik sesua penyalahgunaanobat
dengan yang dianjurkan.
3. Diagnosa
Kerusakan kemampuan menelan b.d penyumbatan mekanis (tumor)
a. Tujuan
Setelah dilakukan keperawatan selama 10 hari maka masalah
ketidakmampuan menelan dapat teratasi
b. Kriteria Hasil
NOC:
a) Perawat mampu meningkatkan kemempuan menelan pasien.
Client Outcome:
a) Pasien mampu mendemonstrasikan proses menelan yang efektive tanpa batuk
atau tersedak.
b) Pasien terbebas dari bahya aspirasi
c. Intervensi dan rasionalisasi (NIC)
No Intervensi Rasionalisasi
1 pastikan kesiapan pasien untuk jika salah satu dari faktro-faktor
makan. Pasien perlu diawasi , tersebut tidak ditemukan, maka bisa
kemampuan mengikuti instruksi, dipertumangkan untuk
mempertahankan posisi kepala menghentikan pemberian makanan
dalam keadaan tegak, dan mampu peroral dan menggunakan makanan
menggerakan lidah dalam enteral untuk memenuhi kebutuhan
mulutnya. nutrisi klien
2 kaji kemampuan klien untuk secara normal waktu yang
menelan dengan memposisikan dibutuhkan bagi bolus untuk untuk
jenmpol dan telunjuk pemeriksa berpindah dari tempat dimana
pada laringelal proturberance. refleks dipicu ke pintu esopfhagea
Minta klien untuk menelan rasakan adalah 1 detikl Klien dengan
kenaikan larink, minta klien untuk kecelakaan kardiovaskular dengan
batuk, test refleks gag pada kedua waktu transit(proses menelan) yang
sisi belakang pharingeal. lebih lama.mempunyai
kemungkinan yang lebih besar
untuk berkembang ke arah
pneumonia aspiration. Pasien bisa
tersedak bahkan ketika masih
mempuinyai gag refleks.
3 observasi tanda-tanda yang semuanya merupakan tanda-tanda
berhubunagn dengan proses kerusakan kemampuan menelan
menelan (batuk, cegukan, kesulitan
menahan air liur, penurunan
kemampuan untuk mengerakan
lidah, bicara yang pelan )
4. jika klien mempunyai gangguan makanan bagi pasien yang tidak
menelan, jangan memberikan bisa menelan dengan sempurn,
makanan sampai diagnosa yang dapat menyebabkan aspirasi dan
sesuai ditegakan. Pastikan makanan kemungkinan kematian. Makanan
yang sesuai dengan berkonsultasi enteal lewat PEG tube pada
dengan dokter untuk pemberian umumnya sering digunakan sebab
makanan enteral, kebanyakan berdasarkan penelitan pasien
dengan menggunakan PEG tube. dengan PEG tube mandpatkan
peningkatan status gizi dan
nutrisidan memungkinkan
peningkatan kemampuan hidup.
5 hindari pemberian makana cairan penggunaan pengenatal dapat
sampi paien mampu menelan secara meningkatkan hidrasi dannn nutrisi
efektiv. Tambahkan pengental
cairan seperti madu, atau puding
6. berikan latihan menelan sesuai latihan menelan dapat
dengan yang diresepkan oleh team meningkatkan kemampuan untuk
disfagia. (menyentuh langit-langit menelan.
dengan lidah, merangsang lengkung
tonsil, dan langit-langit lunak
denagn logam dingin cermin
pemeriksan (rangsangan suhu),
latihan gerakanm mulut.
7 sediakan makanan dalam kondisi lingkungan yang ramai dapat
tenang jauh dari rangsangan menurunkan mengunyah dan
berlebihan, dekat dengan ruang menelan.
makan yang ribut.
8 pastikn bahwa klien memiliki pasien dengan gangguan menelan
waktu yang cukup untuk makan membutuhkan waktu 2-4 kali lebih
lama dibanduing waktu makan
orang normal.
9 Cek rongga mulut untuk sisa makanan yang terselip dalam
memastikan pengosongan setelah menyebabkan stomatitis,
klien menyelesaikan makanan. pembusikan gigi, kemungkinan
Berikan perawatan mulut . jika aspirasi lebih lanjut.
perlu ambil sisa makanan yang
terdapat dalam mulut.
10 jaga posisi tegak lurus 30-45 posisi tegak lurus mempertahankan
derajat. makanan tetap didalam lambung
sampai kosonng mencegah
terjadinya refluks dan aspiras.
11 awasi tanda-tanda aspirasi dan tanda-tanda tersebut menunjukan
pneumonia. Auskultasi suara par terjadinya pneumonia.
setelah makan. Catat suara krakles
atau wheezing dan peningkatan
suhu.
4. Diagnosa
Defisit pengetahuan b.d sedikitnya terpapar informasi mengenai kanker oesofagus
a. Tujuan
Setelah dilakukan keperawatan selama 1 X 8 jam maka masalah defisit
pengetahuan klien dapat diatasi.
b. Kriteria Hasil
NOC:
a) Perawat mampu memahamkan kepada pasien mengenai proses penyakit
b) Perawat mampu memahamkan prosedur pengobatan terhadap penyakitnya.
Client Outcome:
a) Pasien mampu menjelaskan kondisi penyakitnya, mengenali kbutuhan
medikasi, dan mengerti pengobatanya..
b) Pasien mampu menerapkan cara-cara hidup sehat dengan gaya hidupnya.
c) Mendata sumber informasi dapat digunakan untuk mendapatkan lebih banyak
informasi dan dukungan setelah perpisahan.
c. Intervensi dan rasionalisasi (NIC)
No Intervensi Rasionalisasi
Teaching Disease
1 kaji tingkat pengetahuan pasien untuk menentukan materi apa yang
berhubuangan dengan penyakit cocok buat pasien
spesifknya
2 jelaskan tanda dan gejala yang pasien lebih waspad jika mengalami
diderita pasien hal-hal tersebut
3 jelaskan etiologi penyakit pasien agar pasien bisa melakukan
tindakan dalam rangka pencegahan
penyakitnya
4 diskusikan tentang gaya hidup agar banyak penyakit yang kammbuh
tdak terjadi komplikasi pada saat atau bertambh buruk dengan gaya
yang akan datang. hidup yang salah.
Teaching Individual
1 tentukan kebutuhan klien untuk minat seseorang sangat
belajar mempengaruhi hasil pembelajaran
seseorang
2 kaji tingkat pendidikan pasien masing-masing tingkat pendidikan
memiiki cara yang unik dalam
emmahami sesuatu.
3 kaji faktor penghambat dalam setiap individu memiliki keunikan
belajar tersensiri daalm mempelajari
sesuatu sehingga faktor
penghambatnyapun berbeda-beda.
4 libatkan klien dalam menentukan pasien akan lebih patuh dalam
tujuan dari pembelajaranya melakasanakanhasil
pembelajaranya.
5 gunakan media gambar dalamm visualsasi sebuah proses akan lebih
enerangkan suatu proses berbkas hasilnya.
DAFTAR PUSTAKA
Jong at al, 1977, Buku Ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta.
Joanne et al, Nursinbg Intervention Calsification, Mosby, USA
Swearingen. 2001. keperawatn Medikal Bedah. EGC. Jakarta
LAPORAN PENDAHULUAN

A. PENGERTIAN
Ca paru merupakan keganasan pada jaringan paru (price, patofisiologi, 1995).
Kanker paru merupakan abnormalitas dari sel-sel yang mengalami proliferasi
dalam paru ( underwood, patologi, 2000).
Ca paru adalah pertumbuhan sel-sel kanker yang tidak dapat terkendali
dalam jaringan paru yang dapat disebabkan oleh sejumlah karsinogen lingkungan
terutama asap rokok (Ilmu Penyakit Dalam, 2001).
Ca paru adalah tumor ganas paru primer yang berasal dari saluran napas atau
epitel bronkus. Terjadinya kanker ditandai dengan pertumbuhan sel yang tidak
normal, tidak terbatas dan merusak sel-sel atau jaringan yang normal.
Pertumbuhan sel-sel kanker akan menyebabkan jaringan menjadi besar yang
disebut tumor ganas. Tumor dibagi atas dua bagian yaitu tumor jinak dan tumor
ganas. Terjadinya sel kanker ini didahului oleh masa prakanker dimana terjadi
perubahan sel-sel jaringan tersebut menjadi bentuk sel yang tidak normal akibat
bermacam-macam pengaruh dari luar tubuh seperti inhalasi gas-gas karsinogenik
dan asap bahan kimia hasil industri. Bila berlangsung terus menerus untuk waktu
yang lama ditambah dengan adanya zat karsinogenik (zat penyebab kanker)
maka sel-sel kanker akan tumbuh lebih cepat dan menyebar ke jaringan
sekitarnya melalui pembuluh darah dan getah bening.
Titik tumbuh karsinoma paru berada di percabangan segmen atau subsegmen
bronkus. Pada tempat pertumbuhan tumor tampak berupa nodul kecil kemudian
tumbuh menjadi gumpalan dan meluas ke arah sentral atau sentripetal dan ke arah
pleura. Paru merupakan tempat paling umum untuk metastatis kanker dari berbagai
tempat. Penyebaran limfatik (karsinomatosa limfangitis) menyebabkan suatu
perselubungan linier pada paru, biasanya disertai pembesaran kelenjar getah bening
hilus.
B. ETIOLOGI

1. Rokok
Rokok merupakan penyebab 85 – 90% kasus kanker paru, dimana resiko
kanker paru pada perokok 30 kali lebih besar dari yang bukan perokok.
Perokok pasif memiliki resiko 2 kali lipat untuk menjadi kanker paru,
sedangkan perokok aktif 20 kali lipat untuk mengalami kanker paru. Resiko
untuk terjadinya kanker paru berhubungan dengan dosis kumulatif yang pada
rokok digunakan isitilah ”Pack-year” atau pak per tahun dan untuk pencatatan
biasanya dipakai batang per hari. Resiko untuk terjadinya kanker tipe sel besar
meningkat pada perokok sedangkan beberapa adenokarsinoma tidak
berhubungan dengan rokok khususnya pada wanita.
Ini karena tembakau pada rokok mengandung lebih dari 4.000 zat kimia,
dimana 50 di antaranya dikenal sebagai karsinogen (yang berarti agen
penyebab kanker) yang dapat menyebabkan kerusakan pada sel-sel paru-paru.
Sebuah sel yang sudah rusak dapat menjadi kanker dalam jangka waktu
tertentu.
2. Paparan dengan gas radon
Faktor risiko kedua untuk kanker paru-paru adalah paparan gas radon.
Radon adalah gas radioaktif yang terjadi secara alami di tanah di daerah
tertentu, yang dapat menyebabkan kanker paru-paru jika merembes ke dalam
rumah Anda.
3. Skrining kanker paru-paru
Skrining berarti pengetesan untuk tahap awal penyakit sebelum ada
gejala. Sebelum skrining untuk semua jenis kanker. Pengujian harus handal
dalam menangani kanker yang ada di sana. Dan tidak boleh memberikan hasil
positif palsu pada orang yang tidak memiliki kanker. Kanker paru seringkali
ditangani dengan sinar-X dada. Namun jika didiagnosis dengan cara ini,
umumnya cukup lama. Peneliti sedang mencoba untuk menemukan tes
skrining yang dapat membantu untuk mendiagnosa kanker paru-paru lebih
cepat. Mereka melirik pada alat scan yang disebut CT Scan untuk orang-orang
berisiko tinggi terkena kanker paru-paru.

4. Polusi udara
Sebuah studi menunjukkan bahwa orang yang tinggal di daerah dengan tingkat
oksida nitrogen tinggi (umumnya dari mobil dan kendaraan lainnya) memiliki
peningkatan risiko kanker paru-paru sebesar 30%.
C. PATOFISIOLOGI
Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/ sub bronkus menyebabkan
cilia hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan karsinogen. Dengan
adanya pengendapan karsinogen maka menyebabkan metaplasia, hyperplasia dan
displasia. Bila lesi perifer yang disebabkan oleh metaplasia, hyperplasia dan displasia
menembus ruang pleura, biasa timbul efusi pleura, dan bisa diikuti invasi langsung
pada kosta dan korpus vertebra. Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu
cabang bronkus yang terbesar. Lesi ini menyebabkan obstuksi dan ulserasi bronkus
dengan diikuti dengan supurasi di bagian distal. Gejala – gejala yang timbul dapat
berupa batuk, hemoptysis, dispneu, demam, dan dingin. Wheezing unilateral dapat
terdengan pada auskultasi. Pada stadium lanjut, penurunan berat badan biasanya
menunjukkan adanya metastase, khususnya pada hati. Kanker paru dapat
bermetastase ke struktur – struktur terdekat seperti kelenjar limfe, dinding esofagus,
pericardium, otak, tulang rangka.
D. KLASIFIKASI
Klasifikasi menurut WHO untuk Neoplasma Pleura dan Paru – paru (1977)
1. Karsinoma Bronkogenik.
a. Karsinoma epidermoid (skuamosa).
Kanker ini berasal dari permukaan epitel bronkus. Perubahan epitel
termasuk metaplasia, atau displasia akibat merokok jangka panjang, secara
khas mendahului timbulnya tumor. Terletak sentral sekitar hilus, dan
menonjol kedalam bronki besar. Diameter tumor jarang melampaui beberapa
centimeter dan cenderung menyebar langsung ke kelenjar getah bening hilus,
dinding dada dan mediastinum.
b. Karsinoma sel kecil (termasuk sel oat).
Biasanya terletak ditengah disekitar percabangan utama bronki.Tumor
ini timbul dari sel – sel Kulchitsky, komponen normal dari epitel bronkus.
Terbentuk dari sel – sel kecil dengan inti hiperkromatik pekat dan sitoplasma
sedikit. Metastasis dini ke mediastinum dan kelenjar limfe hilus, demikian
pula dengan penyebaran hematogen ke organ – organ distal.
c. Adenokarsinoma (termasuk karsinoma sel alveolar).
Memperlihatkan susunan selular seperti kelenjar bronkus dan dapat
mengandung mukus. Kebanyakan timbul di bagian perifer segmen bronkus
dan kadang – kadang dapat dikaitkan dengan jaringan parut local pada paru
– paru dan fibrosis interstisial kronik. Lesi seringkali meluas melalui
pembuluh darah dan limfe pada stadium dini, dan secara klinis tetap tidak
menunjukkan gejala – gejala sampai terjadinya metastasis yang jauh.
d. Karsinoma sel besar.
Merupakan sel – sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat buruk
dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam – macam. Sel – sel
ini cenderung untuk timbul pada jaringan paru - paru perifer, tumbuh cepat
dengan penyebaran ekstensif dan cepat ke tempat – tempat yang jauh.
E. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis baik tanda maupun gejala kanker paru sangat bervariasi.
Faktor-faktor seperti lokasi tumor, keterlibatan kelenjar getah bening di berbagai
lokasi, dan keterlibatan berbagai organ jauh dapat mempengaruhi manifestasi
klinis kanker paru. Manifestasi klinis kanker paru dapat dikategorikan menjadi
a. Manifestasi Lokal Kanker Paru (Intrapulmonal Intratorakal)
Gejala yang paling sering adalah batuk kronis dengan/tanpa produksi
sputum. Produksi sputum yang berlebih merupakan suatu gejala karsinoma sel
bronkoalveolar (bronchoalveolar cell carcinoma). Hemoptisis (batuk darah)
merupakan gejala pada hampir 50% kasus. Nyeri dada juga umum terjadi dan
bervariasi mulai dari nyeri pada lokasi tumor atau nyeri yang lebih berat oleh
karena adanya invasi ke dinding dada atau mediastinum. Susah bernafas
(dyspnea) dan penurunan berat badan juga sering dikeluhkan oleh pasien
kanker paru. Pneumonia fokal rekuren dan pneumonia segmental mungkin
terjadi karena lesi obstruktif dalam saluran nafas. Mengi unilateral dan
monofonik jarang terjadi karena adanya tumor bronkial obstruksi. Stridor
dapat ditemukan bila trakea sudah terlibat.
b. Manifestasi Ekstrapulmonal Intratorakal
Manifestasi ini disebabkan oleh adanya invasi/ekstensi kanker paru ke
struktur/organ sekitarnya. Sesak nafas dan nyeri dada bisa disebabkan oleh
keterlibatan pleura atau perikardial. Efusi pleura dapat menyebabkan sesak
nafas, dan efusi perikardial dapat menimbulkan gangguan kardiovaskuler.
Tumor lobus atas kanan atau kelenjar mediastinum dapat menginvasi atau
menyebabkan kompresi vena kava superior dari eksternal. Dengan demikian
pasien tersebut akan menunjukkan suatu sindroma vena kava superior, yaitu
nyeri kepala, wajah sembab/plethora, lehar edema dan kongesti, pelebaran
vena-vena dada. Tumor apeks dapat meluas dan melibatkan cabang simpatis
superior dan menyebabkan sindroma Horner, melibatkan pleksus brakialis dan
menyebabkan nyeri pada leher dan bahu dengan atrofi dari otot-otot kecil
tangan. Tumor di sebelah kiri dapat mengkompresi nervus laringeus
rekurensyang berjalan di atas arcus aorta dan menyebabkan suara serak dan
paralisis pita suara kiri. Invasi tumor langsung atau kelenjar mediastinum
yang membesar dapat menyebabkan kompresi esophagus dan akhirnya
disfagia.
c. Manifestasi Ekstratorakal Non Metastasis
Kira-kira 10-20% pasien kanker paru mengalami sindroma
paraneoplastik. Biasanya hal ini terjadi bukan disebabkan oleh tumor,
melainkan karena zat hormon/peptida yang dihasilkan oleh tumor itu sendiri.
Pasien dapat menunjukkan gejala-gejala seperti mudah lelah, mual, nyeri
abdomen, confusion, atau gejala yang lebih spesifik seperti galaktorea
(galactorrhea). Produksi hormon lebih sering terjadi pada karsinoma sel kecil
dan beberapa sel menunjukkan karakteristik neuro-endokrin. Peptida yang
disekresi berupa adrenocorticotrophic hormone (ACTH), antidiuretic
hormone (ADH), kalsitonin, oksitosin dan hormon paratiroid. Walaupun
kadar peptide-peptida ini tinggi pada pasien-pasien kanker paru, namun hanya
sekitar 5% pasien yang menunjukkan sindroma klinisnya. Jari tabuh (clubbing
finger) dan hypertrophic pulmonary osteo-arthropathy (HPOA) juga termasuk
manifestasi non metastasis dari kanker paru. Neuropati perifer dan sindroma
neurologi seperti sindroma miastenia Lambert-Eaton juga dihubungkan
dengan kanker paru.
d. Manifestasi Ekstratorakal Metastasis
Penurunan berat badan >20% dari berat badan sebelumnya (bulan
sebelumnya) sering mengindikasikan adanya metastasis. Pasien dengan
metastasis ke hepar sering mengeluhkan penurunan berat badan. Kanker paru
umumnya juga bermetastasis ke kelenjar adrenal, tulang, otak, dan kulit.
Keterlibatan organ-organ ini dapat menyebabkan nyeri local. Metastasis ke
tulang dapat terjadi ke tulang mana saja namun cenderung melibatkan tulang
iga, vertebra, humerus, dan tulang femur. Bila terjadi metastasis ke otak, maka
akan terdapat gejala-gejala neurologi, seperti confusion, perubahan
kepribadian, dan kejang. Kelenjar getah bening supraklavikular dan servikal
anterior dapat terlibat pada 25% pasien dan sebaiknya dinilai secara rutin
dalam mengevaluasi pasien kanker paru.
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. .Foto dada secara postero-anterior
Pada foto dada PA dapat dilihat adanya gambaran massa di daerah hilus atau
parahiler atau apeks, lesi parenkim, obstruksi, kolaps didaerah peripleura dan
pembesaran mediastinum
b. .Pemeriksaan CT-scan dan MRI
Pemeriksaan CT-scan dada lebih sensitif dibandingkan dengan fotodada PA
karena dapat mendeteksi massa ukuran 3 mm. MRI dilakukan untuk
mengetahui penyebaran tumor ke tulang belakang
c. Pemeriksaan Bone scaning
Pemeriksaan ini juga dilakukan untuk mengetahui adanya metastasis tumor ke
tulang. Zat radioaktif yang dialirkan pada pembuluh darah yang melayani
tulang yang dicurigai telah mengalami metastasis akan diserap oleh sel kanker
yang kemudiandi scan akan memperlihatkan gambaran berbeda dari sel
normalsekitarnya.
G. PENATALAKSANAAN

a. Kuratif

Memperpanjang masa bebas penyakit dan meningkatkan angka harapan


hidup klien.

b. Paliatif.

Mengurangi dampak kanker, meningkatkan kualitas hidup.

c. Rawat rumah (Hospice care) pada kasus terminal.


Mengurangi dampak fisis maupun psikologis kanker baik pada pasien maupun
keluarga.
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

 Pemeriksaan Fisik :

Pada pemeriksaan fisik pasien dengan kanker paru akan didapatkan sebagai
berikut :

Inspeksi
Adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan cara melihat bagian tubuh yang
diperiksa melalui pengamatan. Cahaya yang adekuat diperlukan agar perawat dapat
membedakan warna, bentuk dan kebersihan tubuh klien. Fokus inspeksi pada setiap
bagian tubuh meliputi : ukuran tubuh, warna, bentuk, posisi, simetris. Dan perlu
dibandingkan hasil normal dan abnormal bagian tubuh satu dengan bagian tubuh
lainnya. Contoh : mata kuning (ikterus), terdapat struma di leher, kulit kebiruan
(sianosis), dan lain-lain.

Palpasi
Palpasi adalah suatu teknik yang menggunakan indera peraba. Tangan dan
jari-jari adalah instrumen yang sensitif digunakan untuk mengumpulkan data,
misalnya tentang : temperatur, turgor, bentuk, kelembaban, vibrasi, ukuran.

Langkah-langkah yang perlu diperhatikan selama palpasi :

· Ciptakan lingkungan yang nyaman dan santai.

· Tangan perawat harus dalam keadaan hangat dan kering

· Kuku jari perawat harus dipotong pendek.

· Semua bagian yang nyeri dipalpasi paling akhir.

Misalnya : adanya tumor, oedema, krepitasi (patah tulang), dan lain-lain.


Perkusi
Perkusi adalah pemeriksaan dengan jalan mengetuk bagian permukaan tubuh
tertentu untuk membandingkan dengan bagian tubuh lainnya (kiri kanan) dengan
tujuan menghasilkan suara.

Perkusi bertujuan untuk mengidentifikasi lokasi, ukuran, bentuk dan konsistensi


jaringan. Perawat menggunakan kedua tangannya sebagai alat untuk menghasilkan
suara.

Adapun suara-suara yang dijumpai pada perkusi adalah :

Sonor : suara perkusi jaringan yang normal.

Redup : suara perkusi jaringan yang lebih padat, misalnya di daerah paru-paru pada
pneumonia.

Pekak : suara perkusi jaringan yang padat seperti pada perkusi daerah jantung,
perkusi daerah hepar.

Hipersonor/timpani : suara perkusi pada daerah yang lebih berongga kosong,


misalnya daerah caverna paru, pada klien asthma kronik.

Auskultasi
Adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara mendengarkan suara yang
dihasilkan oleh tubuh. Biasanya menggunakan alat yang disebut dengan stetoskop.
Hal-hal yang didengarkan adalah : bunyi jantung, suara nafas, dan bising usus.

Suara tidak normal yang dapat diauskultasi pada nafas adalah :

 Rales : suara yang dihasilkan dari eksudat lengket saat saluran-saluran halus
pernafasan mengembang pada inspirasi (rales halus, sedang, kasar). Misalnya
pada klien pneumonia, TBC.
 Ronchi : nada rendah dan sangat kasar terdengar baik saat inspirasi maupun
saat ekspirasi. Ciri khas ronchi adalah akan hilang bila klien batuk. Misalnya
pada edema paru.
 Wheezing : bunyi yang terdengar “ngiii….k”. bisa dijumpai pada fase
inspirasi maupun ekspirasi. Misalnya pada bronchitis akut, asma.
 Pleura Friction Rub ; bunyi yang terdengar “kering” seperti suara gosokan
amplas pada kayu. Misalnya pada klien dengan peradangan pleura.

1). Aktivitas/ istirahat.


Gejala : Kelemahan, ketidakmampuan mempertahankan kebiasaan rutin,
dispnea karena aktivitas.
Tanda : Kelesuan( biasanya tahap lanjut).

2). Sirkulasi.
Gejala : JVD (obstruksi vana kava). Bunyi jantung : gesekan pericardial
(menunjukkan efusi), Takikardi/ disritmia, Jari tabuh.

3). Integritas ego.


Gejala : Perasaan takut. Takut hasil pembedahan,Menolak kondisi yang berat/
potensi keganasan.
Tanda : Kegelisahan, insomnia, pertanyaan yang diulang – ulang.
4). Eliminasi.
Gejala : Diare yang hilang timbul (karsinoma sel kecil).
Peningkatan frekuensi/ jumlah urine (ketidakseimbangan hormonal, tumor
epidermoid)
5). Makanan/ cairan.
Gejala : Penurunan berat badan, nafsu makan buruk, penurunan masukan
makanan, Kesulitan menelan, Haus/ peningkatan masukan cairan.
Tanda : Kurus, atau penampilan kurang berbobot (tahap lanjut)
Edema wajah/ leher, dada punggung (obstruksi vena kava), edema wajah/
periorbital (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil)
Glukosa dalam urine (ketidakseimbangan hormonal, tumor epidermoid).

B. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif, b/d peningkatan jumlah/perubahan mukus
/viskositas sekret, kehilangan fungsi silia jalan nafas, meningkatnya tahanan
jalan nafas.
2. Nyeri b/d lesi dan melebarnya pembuluh darah.
3. Kerusakan pertukaran gas b/d gangguan suplai O2 akibat perubahan sruktur
alveoli.
4. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, tindakan, prognosis b/d kurangnya
informasi.

C. Intervensi

1). Kerusakan pertukaran gas

Kriteria hasil :

- Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenisi adekuat dengan GDA dalam


rentang normal dan bebas gejala distress pernafasan.

- Berpartisipasi dalam program pengobatan, dalam kemampuan/ situasi.

INTERVENSI RASIONAL

Kaji status pernafasan dengan sering, Dispnea merupakan mekanisme


catat peningkatan frekuensi atau upaya kompensasi adanya tahanan jalan nafas
pernafasan atau perubahan pola nafas

Catat ada atau tidak adanya bunyi Bunyi nafas dapat menurun, tidak sama
tambahan dan adanya bunyi tambahan, atau tak ada pada area yang sakit.Krekels
adalah bukti peningkatan cairan dalam
misalnya krekels, mengi area jaringan sebagai akibat peningkatan
permeabilitas membrane alveolar-kapiler.
Mengi adalah bukti adanya tahanan atau
penyempitan jalan nafas sehubungan
dengan mukus/ edema serta tumor

Kaji adanmya sianosis Penurunan oksigenasi bermakna terjadi


sebelum sianosis. Sianosis sentral dari
"organ" hangat contoh, lidah, bibir dan
daun telinga adalah paling indikatif

Kolaborasi pemberian oksigen lembab Memaksimalkan sediaan oksigen untuk


sesuai indikasi pertukaran

Awasi atau gambarkan seri GDA Menunjukkan ventilasi atau oksigenasi.


Digunakan sebagai dasar evaluasi
keefktifan terapi atau indikator kebutuhan
perubahan terapi

2). Bersihan jalan nafas tidak efektif.

Kriteria hasil :

- Menyatakan/ menunjukkan hilangnya dispnea.

- Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih

- Mengeluarkan sekret tanpa kesulitan.

- Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki/ mempertahankan bersiahn jalan nafas.

INTERVENSI RASIONAL
Catat perubahan upaya dan pola bernafas Penggunaan otot interkostal/ abdominal
dan pelebaran nasal menunjukkan
peningkatan upaya bernafas

Observasi penurunan ekspensi dinding Ekspansi dad terbatas atau tidak sama
dada dan adanya sehubungan dengan akumulasi cairan,
edema, dan sekret dalam seksi lobus

Catat karakteristik batuk (misalnya, Karakteristik batuk dapat berubah


menetap, efektif, tak efektif), juga tergantung pada penyebab/ etiologi gagal
produksi dan karakteristik sputum perbafasan. Sputum bila ada mungkin
banyak, kental, berdarah, adan/ atau
puulen

Pertahankan posisi tubuh/ kepala tepat Memudahkan memelihara jalan nafas


dan gunakan alat jalan nafas sesuai atas paten bila jalan nafas pasein
kebutuhan dipengaruhi

Kolaborasi pemberian bronkodilator, Obat diberikan untuk menghilangkan


contoh aminofilin, albuterol dll. Awasi spasme bronkus, menurunkan viskositas
untuk efek samping merugikan dari obat, sekret, memperbaiki ventilasi, dan
contoh takikardi, hipertensi, tremor, memudahkan pembuangan sekret.
insomnia. Memerlukan perubahan dosis/ pilihan
obat.

3). Nyeri

Kriteria hasil :

- Melaporkan nyeri hilang/ terkontrol.

- Tampak rileks dan tidur/ istirahat dengan baik.


- Berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan/ dibutuhkan

INTERVENSI RASIONAL

Tanyakan pasien tentang nyeri. Tentukan Membantu dalam evaluasi gejala nyeri
karakteristik nyeri. Buat rentang karena kanker. Penggunaan skala rentang
intensitas pada skala 0 – 10 membantu pasien dalam mengkaji tingkat
nyeri dan memberikan alat untuk evaluasi
keefektifan analgesik, meningkatkan
kontrol nyeri.

Kaji pernyataan verbal dan non-verbal Ketidaksesuaian antar petunjuk verbal/


nyeri pasien non verbal dapat memberikan petunjuk
derajat nyeri, kebutuhan/ keefektifan
intervensi

Catat kemungkinan penyebab nyeri Insisi posterolateral lebih tidak nyaman


patofisologi dan psikologi. untuk pasien dari pada insisi
anterolateral. Selain itu takut, distress,
ansietas dan kehilangan sesuai diagnosa
kanker dapat mengganggu kemampuan
mengatasinya.

Dorong menyatakan perasaan tentang Takut/ masalah dapat meningkatkan


nyeri. tegangan otot dan menurunkan ambang
persepsi nyeri.

Berikan tindakan kenyamanan. Dorong Meningkatkan relaksasi dan pengalihan


dan ajarkan penggunaan teknik relaksasi perhatian
4). Kurang pengetahuan mengenai kondisi, tindakan, prognosis.

Kriteria hasil :

- Menjelaskan hubungan antara proses penyakit dan terapi.

- Menggambarkan/ menyatakan diet, obat, dan program aktivitas.

- Mengidentifikasi dengan benar tanda dan gejala yang memerlukan perhatian medik.

- Membuat perencanaan untuk perawatan lanjut.

INTERVENSI RASIONAL

Dorong belajar untuk memenuhi Sembuh dari gangguan gagal paru dapat
kebutuhan pasien. Beriak informasi sangat menghambat lingkup perhatian
dalam cara yang jelas/ ringkas. pasien, konsentrasi dan energi untuk
penerimaan informasi/ tugas baru.

Berikan informasi verbal dan tertulis Pemberian instruksi penggunaan obat


tentang obat yang aman memmampukan pasien untuk
mengikuti dengan tepat program
pengobatan.

Kaji konseling nutrisi tentang rencana Pasien dengan masalah pernafasan berat
makan; kebutuhan makanan kalori tinggi. biasanya mengalami penurunan berat
badan dan anoreksia sehingga
memerlukan peningkatan nutrisi untuk
menyembuhan.

Berikan pedoman untuk aktivitas. Pasien harus menghindari untuk terlalu


lelah dan mengimbangi periode
istirahatdan aktivitas untuk meningkatkan
regangan/ stamina dan mencegah
konsumsi/ kebutuhan oksigen berlebihan.
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi ke-3. EGC:Jakarta

Elizabeth, J. Corwin.2008. Buku Saku Patofisiologis. Jakarta: ECG

Long, Barbara C. 1996. Perawatan Medikal Bedah; Suatu Pendekatan Proses


Holistik. Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Padjajaran: Bandung.

Price, Sylvia A and Wilson, Lorraine M. 1988. Patofisiologi. Konsep Klinik Proses-
proses Penyakit. Jakarta : EGC.

Suryo, Joko. 2010. Herbal Penyembuhan Gangguan Sistem Pernapasan. Yogyakarta:


B First

Suyono, Slamet. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi 3. Balai
Penerbit FKUI : Jakarta.
LAPORAN PENDAHULUAN

A. DEFINISI
Kanker lambung atau kanker lambung merupakan bentuk neoplasma maligna
gastrointestinal.
Karsinoma lambung merupakan bentuk neoplasma lambung yang paling
sering terjadi dan menyebabkan sekitar 2,6% dari semua kematian akibat
kanker (Cancer Factsand Figures,1991)
B. ETIOLOGI
Penyebab dari kanker lambung masih belum diketahui, akan tetapi sejumlah
faktor dihubungkan dengan penyakit tsb. Juga dipercaya bahwa faktor
eksogen dalam lingkungan seperti bahan kimia karsinogen, virus onkogenik
mungkin mengambil bagian penting dalam karsinoma lambung. Karena
lambung mempunyai kontak yang lama dengan makanan, bahan-bahan
makanan sudah dikaitkan. Ada yang timbul sebagai hubungan dengan
konsumsi gram yang meningkat. Ingesti nitrat dan nitrit dalam diet tinggi
protein telah memberikan perkembangan dalam teori bahwa senyawa
karsinogen seperti nitrosamine dan nitrosamide dapat dibentuk oleh gerak
pencernaan.
Penurunan kanker lambung di USA pada decade lalu dipercaya sebagai hasil
pendinginn yang meningkat yang mnyebabkan terjadinya bermacam-macam
makanan segar termasuk susu, sayuran, buah, juice, daging sapi dan ikan,
dengan penurunan konsumsi makanan yang diawetkan, garam, rokok, dan
makanan pedas. Jadi dipercaya bawha pendinginan dan vit C (dalam buah
segar dan sayuran) dapat menghambat nitrokarsinogen.
Faktor genetik mungkin memainkan peranan dalam perkembangan kanker
lambung. Frekuensi lebih besar timbul pada individu dengan gol.darah A.
Riwayat keluarga meningkatkan resiko individu tetapi minimal, hanya 4%
dari organ dengan karsinoma lambung mempunyai riwayat keluarga.
C. PATOFISIOLOGIS
Beberapa faktor dipercaya menjadi pemicu kanker yang mungkin yaitu polip,
anemia pernisiosa, prostgastrektomi, gastritis atrofi kronis dan ulkus lambung.
Diyakini bahwa ulkus lambung tidak mempengaruhi individu menderita
kanker lambung, tetapi kanker lambung mungkin ada bersamaan dengan ulkus
lambung dan tidak ditemukan pada pemeriksaan diagnostic awal.
Kanker lambung adalah adenokarsinoma yang muncul paling sering sebagai
massa irregular dengan penonjolan ulserasi sentral yang dalam ke lumen dan
menyerang lumen dinding lambung. Tumor mungkin menginfiltrasi dan
menyebabkan penyempitan lumen yang paling sering di antrum. Infiltrasi
dapat melebar keseluruh lambung, menyebabakan kantong tidak dapat
meregang dengan hilangnya lipatan normal dan lumen yang sempit, tetapi hal
ini tidak lazim. Desi polipoid juga mungkin timbul dan menyebabkan sukar
untuk membedakan dari polip benigna pada X-ray.
Kanker lambung mungkin timbul sebagai penyebaran tumor superficial yang
hanya melibatkan prmukaan mukosa dan menimbulkan keadaan granuler
walupun hal ini jarang. Kira-kira 75% dari karsinom ditemukan pada 1/3
distal lambung, selain itu menginvasi struktur lokal seperti bag.bawah dari
esophagus, pancreas, kolon transversum dan peritoneum. Metastase timbul
pada paru, pleura, hati, otak dan lambung.
D. KLASIFIKASI
Ada 3 bentuk umum karsinoma atau kanker lambung, yaitu:
1. Karsinoma ulseratif merupakan jenis yang paling sering dijumpai dan harus
dibedakan dari ulkus peptikum jinak.
2. Karsinoma polipoid, tampak seperti kembang kol yang menonjol ke dalam
lumen dan dapat berasal dari polip adenomatosa
3. Karsinoma infiltratif, dapat menembus seluruh ketebalan dinding lambung dan
dapat menyebabkan terbentuknya ” lambbung botol kulit ” (linitis plastica )
yang tidak lentur.
E. TANDA DAN GEJALA
Pada tahap awal kanker lambung, gejala mungkin tidak ada. Beberapa penelitian
telah menunjukkan bahwa gejala awal, seperti nyeri yang hilang dengan antasida,
dapat menyerupai gejala pada pasien ulkus benigna. Gejala penyakit progresif
dapat meliputi:
1. Biasanya nonspesifik (tidak khas)
2. Rasa tidak enak/nyaman pada perut (abdominal discomfort)
3. Nausea (perasaan/sensasi sebelum muntah)
4. Vomiting (muntah)
5. Anorexia (kehilangan selera makan)
6. Berat badan menurun (weight loss)
7. Perdarahan (hemorrhage)
F. PEMERIKASAAN PENUNJANG
a) Endoskopi untuk biopsi dan pencucian sitologis adalah pemeriksaan diagnostik
umum.
b) Pemeriksaan sinar-X terhadap saluran GI atas dengan barium, karena metastase
sering terjadi sebelum tanda peringatan ada
c) Pemindai tomografi komputer, pemindai tulang, dan pemindai hepar dilakukan
dalam menentukan luasnya metastasis.
G. TERAPI/TINDAKAN PENANGANAN
1. Radiasi → efek kurang berhasil
2. Kemoterapi → kurang berhasil Obat kemoterapi yang sering digunakan
mencakup kombinasi 5-fluorourasil (5FU), Adriamycin, dan mitomycin-C.
3. Pembedahan
a. Gasterktomi sub total → Ca Menyebar keluar lambung
b. Esofago Jeyusutomy (gastrektomi total)
H. PENATALAKSANAAN
Tidak ada pengobatan yang berhasil menangani karsinoma lambung kecuali
mengangkat tumornya. Bila tumor dapat diangkat ketika masih terlokalisasi di
lambung, pasien dapat sembuh. Bila tumor telah menyebar ke area lain yang
dapat dieksisi secara bedah, penyembuhan tidak dapat dipengaruhi. Pada
kebanyakan pasien ini, paliasi efektif untuk mencegah gejala seperti obstruksi,
dapat diperoleh dengan reseksi tumor.
Bila gasterktomi subtotal radikal dilakukan, puntung lambung dianastomosiskan
pada jejunum, seperti pada gastrektomi untuk ulkus. Bila gastrektomi total
dilakukan kontinuitas gastrointestinal diperbaiki dengan anastomosis diantara
ujung esofagus dan jejunum. Bila ada metastasis pada organ vital lian, seperti
hepar, pembedahan dilakukan terutama untuk tujuan paliatif dan bukan radikal.
Pembedahan paliatif dilakukan untuk menghilangkan gejala obstruksi atau
disfagia.
Untuk pasien yang menjalani pembedahan namun tidak menunjukkan perbaikan,
pengobatan dengan kemoterapi dapat memberikan kontrol lanjut terhadap
penyakit atau paliasi. Radiasi digunakan untuk paliasi pada kanker lambung.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Perawat mendapatkan riwayat diet dari pasien yang memfokuskan pada isu
seperti masukan tinggi makanan asap atau diasinkan dan masukan buah dan
sayuran yang rendah. Apakah pasien mengalami penurunan BB, jika ya seberapa
banyak.
Apakah pasien perokok? Jika ya seberapa banyak sehari dan berapa lam? Apakah
pasien mengeluhkan ketidaknyamanan lambung selama atau setelah merokok?
Apakah pasien minum alcohol? Jika ya seberapa banyak? Perawat menanyakan
pada pasien bila ada riwayat kleuarga ttg kanker. Bila demikian anggota keluarga
dekat atau langsung atau kerabat jauh yang terkena? Apakah status perkawinan
pasien? Adakah seseorang yang dapat memberikan dukungan emosional? Selama
pemeriksaan fisik ini dimungkinkan untuk melakukan palpasi massa. Perawat
harus mengobservasi adanya ansites. Organ diperiksa untuk nyeri tekan atau
massa. Nyeri biasanya gejala yang lambat.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.Nyeri b/d adanya sel epitel abnormal
2.Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia
3.Berduka b/d diagnosisi Ca
4.Ansietas b/d penyakit dan pengobatan yang diantisipasi
5.Kekurangan volume cairan b/d syok/hemoragi
C. INTERVENSI
Dx1. Nyeri b/d adanya sel epitel abnormal.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan nyeri berkurang, terkontrol.
Kriteria hasil :
-Pasien tidak tampak meringi
-Skala nyeri 0 ( tidak nyeri)
-Pasien tampak lebih rileks
Intervensi :
- Kaji karakteristik nyeri dan ketidaknyamanan; lokasi, kualitas frekuensi,
durasi,dsb.
R: memberikan dasar untuk mengkaji perubahan tingkat nyeri dan mengevaluasi
intervensi.
- Tenangkan pasien bahwa anda mengetahui bahwa nyeri yang dirasakan adalah
nyata dan bahwa anda kan membantu pasien dalam mengurangi nyeri tsb.
R: Rasa takut dapat meningkatkan ansietas dan mengurangi toleransi nyeri.
- Kolaborasi dalam pemberian analgesik untuk meningkatkan peredaran nyeri
optimal dalam batas resep dokter.
R: Cenderung lebih efektif ketika diberikan dini pada siklus nyeri.
- Ajarkan pasien strategi baru untuk meredakan nyeri dan ketidaknyamnan
dengan distraksi, imajinasi, relaksasi.
R: Meningkatkan strategi pereda nyeri alternative secara tepat.

Dx2. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia.


Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan kebutuhan nutrisi klien terpenuhi.
Kriteria hasil :
- Klien akan mempertahankan masukan nutrisi untuk kebutuhan metabolisme
- Nafsu makan meningkat
- Tidak terjadi penurunan berat badan
Intervensi Keperawatan :
- Ajarkan pasien hal-hal sbb : hindari pandangan, bau, bunyi-bunyi yang tidak
menyenangkan didalam lingkungan selama waktu makan.
R: anoreksia dapat distimulasi atau ditingkatkan dengan stimuli noksius.
- Sarankan makan yang disukai dan yang ditoleransi dengan baik oleh pasien,
lebih baik lagi makanan dengan kandungan tinggi kalori/protein. Hormati
kesukaan makanan berdasarkan etnik.
R: makanan kesukaan yang dioleransi dengan baik dan tinggi kandungan kalori
serta proteinnya akan mempertahankan status nutrisi selama periode kebutuhan
metabolic yang meningkat.
- Berikan dorongan masukan cairan yang adekuat, tetapi batasi cairan pada waktu
makan.
R: tingkat cairan diperlukan untuk menghilangkan produk sampah dan mencegah
dehidrasi.
- Meningkatkan kadar cairan bersama makanan dapat mengarah pada keadaan
kenyang. Pertimbangkan makanan dingin, jika diinginkan.
R: makanan dingin tinggi kandungan protein sering lebih dapat ditoleransi
dengan baik dan tidak berbau dibanding makanan yang panas.
- Kolaboratif pemberian diet cair komersial dengan cara pemberian makan
enteral melalui selang, diet makanan elemental/makanan yang diblender melalui
selang makan silastik sesuai indikasi.
R: pemberian makanan melalui selang mungkin diperlukan pada pasien yang
sangat lemah yang sistem gastrointestinalnya masih berfungsi.

Dx3. Berduka b/d diagnosisi Ca.


Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan klien dapat melewati proses
berduka dengan baik.
Kriteria hasil:
- Klien sanggup menerima keadaannya
- Tidak menutup diri
- Mengkomunikasikan perasaannya dengan baik
Intervensi :
- Dorong pengungkapan ketakutan, kekhawatiran, pertanyaan mengenai
penyakit, pengobatan dan implikasinya dimasa mendatang.
R: dasar pengetahuan yang akurat dan meningkat akan mengurangi ansietas dan
meluruskan miskonsepsi.
- Berikan dorongan partisipasi aktif dari pasien dan keluarga dalam keputusan
perawatan dan pengobatan.
R: partisipasi aktif akan mempertahankan kemandirian dan control pasien.
- Kunjungi keluarga untuk menetapkan dan memelihara hubungan dan kedekatan
fisik.
R: meningkatkan rasa saling percaya dan keamanan serta mengurangi perasaan
takut.
- Berikan dorongan ventilasi perasan-perasaan negative, termasuk marah yang
meluap-meluap, didalam batasan yang dapat diterima.
R: untuk ekspresi emosional tanpa kehilangan harga diri.
- Sisihkan waktu untuk periode menangis dan mengekspresikan kesedihan.
R: perasaan ini diperlukan untuk terjadinya perpisahan dan kerenggangan.

Dx4. Ansietas b/d penyakit dan pengobatan yang diantisipasi.


Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan ansietas klien menurun.
Kriteria hasil :
- Klien lebih rileks
- Nadi normal
- Tidak terjadi peningkatan respirasi
Intervensi :
- Berikan lingkungan yang rileks dan tidak mengancam.
R: pasien dapat mengekspresikan rasa takut, masalah, dan kemungkinan rasa
marah akibat diagnosisi dan prognosisi.
- Berikan dorongan partisipasi aktif dari pasien dan keluarganya dalam keputusan
perawatan dan pengobatan.
R: untuk mempertahankan kemandirian dan control pasien.
- Anjurkan pasien mendiskusikan perasaan pribadi dengan orang pendukung
misalnya rohaniawan bila diinginkan.
R: menfasilitasi proses berduka dan perawatan spiritual.

Dx.5. Kekurangan volume cairan b/d syok/hemoragi.


Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan kebutuhan cairan klien terpenuhi.
Kriteria hasil :
- Klien tidak tampak lemah
- Turgor kulit baik
- Tidak terjadi penurunan berat badan secara mendadak
Intervensi :
- Pantau terhadap tanda-tanda hemoragi:
Observasi aspirasi lambung terhadap bukti adanya darah
Observasi garis jahitan terhadap adanya perdarahan
DAFTAR PUSTAKA
Nanda,,Nursing Diagnosis: Definition and Classification 2005-2006,Nanda
International,Philadelphia,2005.
Price, Sylvia A, Wilson, Lorraine, M. 2005.Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit Vol 2 Edisi 6. Jakarta : EGC.
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Definisi
Kanker payudara adalah sekelompok sel tidak normal pada payudara yang
terus tumbuh berupa ganda. Pada akhirnya sel-sel ini menjadi bentuk benjolan di
payudara. Jika benjolan kanker tidak terkontrol, sel-sel kanker bias bermestastase
pada bagian-bagian tubuh lain. Metastase bias terjadi pada kelenjar getah bening
ketiak ataupun diatas tulang belikat. Seain itu sel-sel kanker bias bersarang di tulang,
paru-paru, hati, kulit, dan bawah kulit. (Erik T, 2005)
Ca mammae adalah suatu penyakit pertumbuhan sel, akibat adanya onkogen
yang menyebabkan sel normal menjadi sel kanker pada jaringan payudara (Karsono,
2006).
Kanker payudara adalah neoplasma ganas, suatu pertumbuhan jaringan
payudara abnormal yang tidak memandang jaringan sekitarnya, tumbuh infiltratif dan
destruktif, serta dapat bermetastase. (Ramli, 1994)
Stadium
a) Stadium 1
Tumor yang berdiameter kurang 2 cm tanpa keterlibatan limfonodus (LN) dan
tanpa penyebaran jauh. Tumor terbatas pada payudara dan tidak terfiksasi pada kulit
dan otot pektoralis.
b) Stadium 2a
Tumor yang berdiameter kurang 2 cm dengan keterlibatan limfonodus (LN) dan
tanpa penyebaran jauh atau tumor yang berdiameter kurang 5 cm tanpa keterlibatan
limfonodus (LN) dan tanpa penyebaran jauh.
c) Stadium 2b
Tumor yang berdiameter kurang 5 cm dengan keterlibatan limfonodus (LN) dan
tanpa penyebaran jauh atau tumor yang berdiameter lebih 5 cm tanpa keterlibatan
limfonodus (LN) dan tanpa penyebaran jauh.
d) Stadium 3a
Tumor yang berdiameter lebih 5 cm dengan keterlibatan limfonodus (LN) tanpa
penyebaran jauh
e) Stadium 3b
Tumor yang berdiameter lebih 5 cm dengan keterlibatan limfonodus (LN) dan
terdapat penyebaran jauh berupa metastasis ke supraklavikula dengan keterlibatan
limfonodus (LN) supraklavikula atau metastasis ke infraklavikula atau menginfiltrasi
/ menyebar ke kulit atau dinding toraks atau tumor dengan edema pada tangan.
Tumor telah menyebar ke dinding dada atau menyebabkan pembengkakan bisa
juga luka bernanah di payudara. Didiagnosis sebagai Inflamatory Breast Cancer. Bisa
sudah atau bisa juga belum menyebar ke pembuluh getah bening di ketiak dan lengan
atas, tapi tidak menyebar ke bagian lain dari organ tubuh
f) Stadium 3c
Ukuran tumor bisa berapa saja dan terdapat metastasis kelenjar limfe
infraklavikularipsi lateral, atau bukti klinis menunjukkan terdapat metastasis kelenjar
limfe mammaria interna dan metastase kelenjar limfe aksilar, atau metastasis kelenjar
limfe supra klavikularipsi lateral.
g) Stadium 4
Tumor yang mengalami metastasis jauh, yaitu : tulang, paru-paru, liver
atautulangrusuk.
B. Etiologi
Etiologi kanker payudara tidak diketahui dengan pasti. Namun beberapa
faktor resiko pada pasien diduga berhubungan dengan kejadian kanker payudara,
yaitu :
a. Tinggi melebihi 170 cm
b. Masa reproduksi yang relatif panjang
c. Faktor Genetik
d. Ca Payudara yang terdahulu
e. Keluarga
Diperkirakan 5 % semua kanker adalah predisposisi keturunan ini, dikuatkan bila
3 anggota keluarga terkena carsinoma mammae.
f. Kelainan payudara ( benigna )
Kelainan fibrokistik ( benigna ) terutama pada periode fertil, telah ditunjukkan
bahwa wanita yang menderita / pernah menderita yang porliferatif sedikit
meningkat.
g. Makanan, berat badan dan faktor resiko lain
h. Faktor endokrin dan reproduksi
Graviditas matur kurang dari 20 tahun dan graviditas lebih dari 30 tahun,
Menarche kurang dari 12 tahun
i. Obat anti konseptiva oral
Penggunaan pil anti konsepsi jangka panjang lebih dari 12 tahun mempunyai
resiko lebih besar untuk terkena kanker.
C. Manifestasi Klinis
a) Teraba adanya massa atau benjolan pada payudara
b) Payudara tidak simetris / mengalami perubahan bentuk dan ukuran karena
mulai timbul pembengkakan
c) Ada perubahan kulit : penebalan, cekungan, kulit pucat disekitar puting susu,
mengkerut seperti kulit jeruk purut dan adanya ulkus pada payudara
d) Ada perubahan suhu pada kulit : hangat, kemerahan , panas
e) Ada cairan yang keluar dari puting susu
f) Ada perubahan pada puting susu : gatal, ada rasa seperti terbakar, erosi dan
terjadi retraksi
g) Ada rasa sakit
h) Penyebaran ke tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan kadar kalsium darah
meningkat
i) Ada pembengkakan didaerah lengan
j) Adanya rasa nyeri atau sakit pada payudara.
k) Semakin lama benjolan yang tumbuh semakin besar.
l) Mulai timbul luka pada payudara dan lama tidak sembuh meskipun sudah
diobati, serta puting susu seperti koreng atau eksim dan tertarik ke dalam.
m) Kulit payudara menjadi berkerut seperti kulit jeruk (Peau d' Orange).
n) Benjolan menyerupai bunga kobis dan mudah berdarah.
o) Metastase (menyebar) ke kelenjar getah bening sekitar dan alat tubuh lain
D. Patofisiologi
Sel-sel kanker dibentuk dari sel-sel normal dalam suatu proses rumit yang
disebut transformasi, yang terdiri dari tahap inisiasi dan promosi:
a) Fase Inisiasi
Pada tahap inisiasi terjadi suatu perubahan dalam bahan genetik sel yang
memancing sel menjadi ganas. Perubahan dalam bahan genetik sel ini disebabkan
oleh suatu agen yang disebut karsinogen, yang bisa berupa bahan kimia, virus, radiasi
(penyinaran) atau sinar matahari. tetapi tidak semua sel memiliki kepekaan yang
sama terhadap suatu karsinogen. kelainan genetik dalam sel atau bahan lainnya yang
disebut promotor, menyebabkan sel lebih rentan terhadap suatu karsinogen. bahkan
gangguan fisik menahunpun bisa membuat sel menjadi lebih peka untuk mengalami
suatu keganasan.
b) Fase Promosi
Pada tahap promosi, suatu sel yang telah mengalami inisiasi akan berubah
menjadi ganas. Sel yang belum melewati tahap inisiasi tidak akan terpengaruh oleh
promosi. karena itu diperlukan beberapa faktor untuk terjadinya keganasan (gabungan
dari sel yang peka dan suatu karsinogen).
Kanker mammae merupakan penyebab utama kematian pada wanita karena
kanker (Maternity Nursing, 1997). Penyebab pasti belum diketahui, namun ada
beberapa teori yang menjelaskan bagaimana terjadinya keganasan pada mammae,
yaitu:
a. Mekanisme hormonal, dimana perubahan keseimbangan hormone estrogen dan
progesterone yang dihasilkan oleh ovarium mempengaruhi factor pertumbuhan
sel mammae (Smeltzer & Bare, 2002).
Dimana salah satu fungsi estrogen adalah merangasang pertumbuhan sel
mammae .Suatu penelitian menyatakan bahwa wanita yang diangkat ovariumnya
pada usia muda lebih jarang ditemukan menderita karcinoma mammae, tetapi hal
itu tidak membuktikan bahwa hormone estrogenlah yang, menyebabkan kanker
mammae pada manusia. Namun menarche dini dan menopause lambat ternyata
disertai peninmgkatan resiko Kanker mammae dan resiko kanker mammae lebih
tinggi pada wanita yang melahirkan anak pertama pada usia lebih dari 30 tahun.
b. Virus, Invasi virus yang diduga ada pada air susu ibu menyebabkan adanya
massa abnormal pada sel yang sedang mengalami proliferasi.
c. Genetik
d. Defisiensi imun
Defisiensi imun terutama limfosit T menyebabkan penurunan produksi
interferon yang berfungsi untuk menghambat terjadinya proliferasi sel dan
jaringan kanker dan meningkatkan aktivitas antitumor. Gangguan proliferasi
tersebut akan menyebabkan timbulnya sel kanker pada jaringa epithelial dan
paling sering pada system duktal. Mula-mula terjadi hyperplasia sel dengan
perkembangan sel atipikal. Sel ini akan berlanjut menjadi karsinoma in situ dan
menginvasi stroma. Kanker butuh waktu 7 tahun untuk dapat tumbuh dari sebuah
sel tunggal menjadi massa yang cukup besar untuk bias diraba. Invasi sel kanker
yang mengenai jaringan yang peka terhadap sensasi nyeri akan menimbulkan
rasa nyeri, seperti periosteum dan pelksus saraf. Benjolan yang tumbuh dapat
pecah dan terjadi ulserasi pada kanker lanjut.
Pertumbuhan sel terjadi irregular dan bisa menyebar melalui saluran limfe
dan melalui aliran darah. Dari saluran limfe akan sampai di kelenjer limfe
menyebabkan terjadinya pembesaran kelenjer limfe regional. Disamping itu juga
bisa menyebabkan edema limfatik dan kulit bercawak (peau d’ orange).
Penyebaran yang terjadi secara hematogen akan menyebabkan timbulnya
metastasis pada jaringan paru, pleura, otak tulang (terutama tulang tengkorak,
vertebredan panggul)
Pada tahap terminal lanjut penderita umumnya menderita kehilangan
progersif lemak tubuh dan badannya menjadi kurus disertai kelemahan yang
sangat, anoreksia dan anemia. Simdrom yang melemahkan ini dinyatakan sebagai
kakeksi kanker.
E. Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan payudara sendiri
b) Pemeriksaan payudara secara klinis
c) Pemeriksaan manografi
d) Biopsi aspirasi
e) True cut
f) Biopsi terbuka
g) USG Payudara, pemeriksaan darah lengkap, X-ray dada, therapy medis,
pembedahan, terapi radiasi dan kemoterapi.
F. Komplikasi
a) metastase ke jaringan sekitar melalui saluran limfe dan pembuluh darahkapiler (
penyebaran limfogen dan hematogen0, penyebarab hematogen dan limfogen
dapat mengenai hati, paru, tulang, sum-sum tulang, otak, syaraf.
b) gangguan neuro varkuler
c) Faktor patologi
d) Fibrosis payudara
e) Kematian
G. Penatalaksanaan
1. Pembedahan
a) Mastectomy radikal yang dimodifikasi
Pengangkatan payudara sepanjang nodu limfe axila sampai otot pectoralis
mayor. Lapisan otot pectoralis mayor tidak diangkat namun otot pectoralis
minor bisa jadi diangkat atau tidak diangkat.
b) Mastectomy total
Semua jaringan payudara termasuk puting dan areola dan lapisan otot
pectoralis mayor diangkat. Nodus axila tidak disayat dan lapisan otot dinding
dada tidak diangkat.
c) Lumpectomy/tumor
Pengangkatan tumor dimana lapisan mayor dri payudara tidak turut
diangkat. Exsisi dilakukan dengan sedikitnya 3 cm jaringan payudara normal
yang berada di sekitar tumor tersebut.
d) Wide excision/mastektomy parsial.
Exisisi tumor dengan 12 tepi dari jaringan payudara normal.
e) Ouadranectomy
Pengangkatan dan payudara dengan kulit yang ada dan lapisan otot
pectoralis mayor.
2. Radiotherapy
Biasanya merupakan kombinasi dari terapi lainnya tapi tidak jarang pula
merupakan therapi tunggal. Adapun efek samping: kerusakan kulit di sekitarnya,
kelelahan, nyeri karena inflamasi pada nervus atau otot pectoralis, radang
tenggorokan.
3. Chemotherapy
Pemberian obat-obatan anti kanker yang sudah menyebar dalam aliran
darah. Efek samping: lelah, mual, muntah, hilang nafsu makan, kerontokan
membuat, mudah terserang penyakit.
4. Manipulasi hormonal
Biasanya dengan obat golongan tamoxifen untuk kanker yang sudah
bermetastase. Dapat juga dengan dilakukan bilateral oophorectomy. Dapat juga
digabung dengan therapi endokrin lainnya.
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya klien masuk ke rumah sakit karena merasakan adanya benjolan yang
menekan payudara, adanya ulkus, kulit berwarna merah dan mengeras, bengkak
dan nyeri.
2. Riwayat Kesehatan Dahulu
Adanya riwayat ca mammae sebelumnya atau ada kelainan pada mammae,
kebiasaan makan tinggi lemak, pernah mengalami sakit pada bagian dada
sehingga pernah mendapatkan penyinaran pada bagian dada, ataupun mengidap
penyakit kanker lainnya, seperti kanker ovarium atau kanker serviks.
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adanya keluarga yang mengalami ca mammae berpengaruh pada
kemungkinan klien mengalami ca mammae atau pun keluarga klien pernah
mengidap penyakit kanker lainnya, seperti kanker ovarium atau kanker serviks.
4. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala : normal, kepala tegak lurus, tulang kepala umumnya bulat
dengan tonjolan frontal di bagian anterior dan oksipital dibagian posterior.
b. Rambut : biasanya tersebar merata, tidak terlalu kering, tidak terlalu
berminyak.
c. Mata : biasanya tidak ada gangguan bentuk dan fungsi mata. Mata
anemis, tidak ikterik, tidak ada nyeri tekan.
d. Telinga : normalnya bentuk dan posisi simetris. Tidak ada tanda-tanda
infeksi dan tidak ada gangguan fungsi pendengaran.
e. Hidung : bentuk dan fungsi normal, tidak ada infeksi dan nyeri tekan.
f. Mulut : mukosa bibir kering, tidak ada gangguan perasa.
g. Leher : biasanya terjadi pembesaran KGB.
h. Dada : adanya kelainan kulit berupa peau d’orange, dumpling, ulserasi
atau tanda-tanda radang
i. Hepar : biasanya tidak ada pembesaran hepar.
j. Ekstremitas: biasanya tidak ada gangguan pada ektremitas.
5. Pengkajian Pola Fungsional Gordon
a. Persepsi dan Manajemen
Biasanya klien tidak langsung memeriksakan benjolan yang terasa pada
payudaranya kerumah sakit karena menganggap itu hanya benjolan biasa.
b. Nutrisi – Metabolik
Kebiasaan diet buruk, biasanya klien akan mengalami anoreksia, muntah dan
terjadi penurunan berat badan, klien juga ada riwayat mengkonsumsi
makanan mengandung MSG.
c. Eliminasi
Biasanya terjadi perubahan pola eliminasi, klien akan mengalami melena,
nyeri saat defekasi, distensi abdomen dan konstipasi.
d. Aktivitas dan Latihan
Anoreksia dan muntah dapat membuat pola aktivitas dan lathan klien
terganggu karena terjadi kelemahan dan nyeri.
e. Kognitif dan Persepsi
Biasanya klien akan mengalami pusing pasca bedah sehingga kemungkinan
ada komplikasi pada kognitif, sensorik maupun motorik.
f. Istirahat dan Tidur
Biasanya klien mengalami gangguan pola tidur karena nyeri.
g. Persepsi dan Konsep Diri
Payudara merupakan alat vital bagi wanita. Kelainan atau kehilangan akibat
operasi akan membuat klien tidak percaya diri, malu, dan kehilangan haknya
sebagai wanita normal.
h. Peran dan Hubungan
Biasanya pada sebagian besar klien akan mengalami gangguan dalam
melakukan perannya dalam berinteraksi social.
i. Reproduksi dan Seksual
Biasanya aka nada gangguan seksualitas klien dan perubahan pada tingkat
kepuasan.
j. Koping dan Toleransi Stress
Biasanya klien akan mengalami stress yang berlebihan, denial dan keputus
asaan.
k. Nilai dan Keyakinan
Diperlukan pendekatan agama supaya klien menerima kondisinya dengan
lapang dada.
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Scan (mis, MRI, CT, gallium) dan ultrasound. Dilakukan untuk diagnostik,
identifikasi metastatik dan evaluasi.
b. biopsi : untuk mendiagnosis adanya BRCA1 dan BRCA2
c. Penanda tumor
d. Mammografi
e. sinar X dada

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan pembedahan, mis;
anoreksia
2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses pembedahan
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan bedahpengangkatanjaringan
4. Ansietas berhubungan dengan diagnosa, pengobatan, dan prognosanya
5. Kurang pengetahuan tentang Kanker mammae berhubungan dengan kurang
pemajanan informasi
6. Gangguan body image berhubungan dengan kehilangan bagian dan fungsi tubuh
C. Rencana Asuhan Keperawatan
NO DIAGNOSA TUJUAN/ KH INTERVENSI
1. Nutrisi kurang Setelah dilakukan - Kaji adanya alergi makanan
dari kebutuhan tindakan keperawatan - Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
tubuh selama 3x24 jam nutrisi menentukan jumlah kalori dan nutrisi
berhubungan kembali normal. yang dibutuhkan pasien.
dengan KH : - Anjurkan pasien untuk meningkatkan
pembedahan, mis; - BB meningkat sesuai intake Fe
anoreksia tujuan - Anjurkan pasien untuk meningkatkan
- Tidak ada tanda protein dan vitamin C
malnutrisi - Berikan substansi gula
- Yakinkan diet yang dimakan
mengandung tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
- Berikan makanan yang terpilih ( sudah
dikonsultasikan dengan ahli gizi)
- Ajarkan pasien bagaimana membuat
catatan makanan harian.
- Monitor jumlah nutrisi dan kandungan
kalori
- Berikan informasi tentang kebutuhan
nutrisi
- Kaji kemampuan pasien untuk
mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
2. Gangguan rasa Setelah dilakukan - Kaji nyeri secara komprehensif termasuk
nyaman nyeri tindakan keperawatan lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
berhubungan selama 3x24 jam nyeri kualitas dan faktor presipitasi
dengan proses hilang atau berkurang. - Observasi reaksi nonverbal dari
pembedahan Kriteria Hasil : ketidaknyamanan
- Melaporkan bahwa - Gunakan teknik komunikasi terapeutik
nyeri hilang atau untuk mengetahui pengalaman nyeri
berkurang pasien
- Wajah rileks - Kaji kultur yang mempengaruhi respon
nyeri
- Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
- Evaluasi bersama pasien dan tim
kesehatan lain tentang ketidakefektifan
kontrol nyeri masa lampau
- Bantu pasien dan keluarga untuk mencari
dan menemukan dukungan
- Kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan kebisingan
- Kurangi faktor presipitasi nyeri
- Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologi, non farmakologi dan inter
personal)
- Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi
- Ajarkan tentang teknik non farmakologi
- Berikan analgetik untuk mengurangi
nyeri
- Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
- Tingkatkan istirahat
- Kolaborasikan dengan dokter jika ada
keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
- Monitor penerimaan pasien tentang
manajemen nyeri
- Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
- Monitor status nutrisi pasien
- Memandikan pasien dengan air hangat
3 Kerusakan Setelah dilakukan - Anjurkan pasien untuk menggunakan
integritas kulit tindakan keperawatan pakaian yang longgar
berhubungan selama 2x24 jam - Hindari kerutan pada tempat tidur
dengan integritas kulit dapat - Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih
bedahpengangkat menunjukkan perbaikan. dan kering
anjaringan Kriteria Hasil: - Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien)
- Integritas kulit yang setiap dua jam sekali
baik bisa - Monitor kulit akan adanya kemerahan
dipertahankan - Oleskan lotion atau minyak/baby oil
(sensasi, elastisitas, pada daerah yang tertekan
temperatur, hidrasi,
pigmentasi)
- Tidak ada luka/lesi
pada kulit
- Perfusi jaringan baik
4. Ansietas Setelah dilakukan - Gunakan pendekatan yang menenangkan
berhubungan tindakan keperawatan - Nyatakan dengan jelas harapan terhadap
dengan diagnosa, selama 1x24 jam ansietas pelaku pasien
pengobatan, dan berkurang dan koping - Jelaskan semua prosedur dan apa yang
prognosanya klien baik dirasakan selama prosedur
Kriteria Hasil : - Temani pasien untuk memberikan
- Klien mampu keamanan dan mengurangi takut
mengidentifikasi dan - Berikan informasi faktual mengenai
mengungkapkan diagnosis, tindakan prognosis
gejala cemas - Dorong keluarga untuk menemani anak
- Mengidentifikasi, - Lakukan back / neck rub
mengungkapkan dan - Dengarkan dengan penuh perhatian
menunjukkan tehnik - Identifikasi tingkat kecemasan
untuk mengontol - Bantu pasien mengenal situasi yang
cemas menimbulkan kecemasan
- Vital sign dalam batas - Dorong pasien untuk mengungkapkan
normal perasaan, ketakutan, persepsi
- Postur tubuh, ekspresi - Instruksikan pasien menggunakan teknik
wajah, bahasa tubuh relaksasi
dan tingkat aktivitas - kolaborasi dalam memberikan obat untuk
menunjukkan mengurangi kecemasan
berkurangnya
kecemasan
5 Kurang Setelah dilakukan - Kaji tingkat pengetahuan klien dan
pengetahuan tindakan keperawatan keluarga tentang proses penyakit
tentang Kanker selama 1x24 jam klien - jelaskan tentang patofisiologi penyakit,
mammae dan keluarga paham tanda dan gejala serta penyebabnya
berhubungan tentang penyakitnya, - Sediakan informasi tentang kondisi klien
dengan kurang dengan kriteria hasil : - Berikan informasi tentang perkembangan
pemajanan - Pasien dan keluarga klien
informasi menyatakan - Diskusikan perubahan gaya hidup yang
pemahaman tentang mungkin diperlukan untuk mencegah
penyakit, kondisi, komplikasi di masa yang akan datang
prognosis dan dan atau kontrol proses penyakit
program pengobatan - jelaskan alasan dilaksanakannya tindakan
- Pasien dan keluarga atau terapi
mampu melaksanakan - Gambarkan komplikasi yang mungkin
prosedur yang terjadi
dijelaskan secara - Anjurkan klien untuk mencegah efek
benar samping dari penyakit
- Pasien dan keluarga - Gali sumber-sumber atau dukungan yang
mampu menjelaskan ada
kembali apa yang - Anjurkan klien untuk melaporkan tanda
dijelaskan dan gejala yang muncul pada petugas
perawat/tim kesehatan kesehatan
lainnya
6 Gangguan body Setelah dilakukan - Diskusikan dengan klien atau orang
image tindakan keperawatan terdekat respon klien terhadap
berhubungan selama 1x24 jam klien penyakitnya.
dengan dapat menerima kondisi - Tinjau ulang efek pembedahan
kehilangan bagian dirinya akibat penyakit, - Berikan dukungan emosi klien
dan fungsi tubuh dengan criteria hasil: - Anjurkan keluarga klien untuk selalu
- Klien tidak malu mendampingi klien
dengan keadaan
dirinya.
- Klien dapat menerima
efek pembedahan.
DAFTAR PUSTAKA

Erick, T. 2005. Kanker, Antioksidan dan terapi komplementer. Jakarta : Gramedia


Karsono, B. 2006. Teknik-Teknik Biologi Molekular Dan Selular Pada Kanker.
Dalam Sudoyo, A. W., Setiyohadi, B., Alwi, L, Simadibrata, M.K., & Setiati, S.
2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. edisi 3. Jakarta: Pusat Penerbit
Departemen Penyakit Dalam FKUI
Ramli, M., et ak. 1994. Ilmu Bedah. Jakarta: Bagian BedahStaf Pengajar Fakultas
Kedokteran Indonesia
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah vol 2. Jakarta : EGC
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta : Media
Aesculapius
Marilyan, Doenges E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan (Pedoman untuk
perencanaan dan pendokumentasian perawatyan px) Jakarta : EGC
Juall,Lynda,Carpenito Moyet. (2003).Buku Saku Diagnosis Keperawatan edisi
10.Jakarta:EGC
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi

Kanker kolorektal merupakan suatu tumor malignant yang muncul pada jaringan
epithelial dari colon / rectum. Umumnya tumor kolorektal adalah adenokarsinoma
yang berkembang dari polyp adenoma.

B. Etiologi
Penyebab dari Ca Colorektal tidak diketahui secara pasti, namun terdapat
factor-factor predisposisi yang terdiri dari:

1. Usia lebih dari 40 tahun


2. Riwayat keluarga
3. Riwayat kanker di bagian tubuh yang lain
4. Polip Benigna, Polip Kolorektal, Polip Adematosa atau adenoma Villus
5. Kolitis ulseratif lebih dari 20 tahun
6. Sedentary Life style, merokok, Obesitas.
7. Kebiasaan makan tinggi kolesterol/lemak dan protein (konsumsi daging)
serta rendah serat / Karbohidrat Refined yang mengakibatkan perubahan
pada flora feses dan perubahan degradasi garam-garam empedu atau hasil
pemecahan protein dan lemak yang bersifat karsinogenik.

C. Manifestasi Klinis

Gambaran klinis sangat bervariasi dan tidak spesifik. Bisa dijumpai tanpa
keluhan sampai adanya keluhan berat dan tergantung pada lokasi / besarnya
tumor. Pada karsinoma kolon kanan, klien datang dengan keluhan ada masa di
abdomen kanan, obstruksi akan timbul bila tumor sudah besar. Tumor kolon kiri
lebih cepat terjadi obstipasi dan tanda-tanda obstruksi.
Pada penderita Ca Colorektal umumnya Asymptomatis atau relative
bergejala ringan pada saat penyakit ditemukan. Gejala yang muncul dapat
berkaitan dengan saluran cerna. Tanda dan gejala sangat ditentukan oleh lokasi
kanker, tahap penyakit dan fungsi segmen usus tempat kanker berlokasi. Rasa
tidak enak di perut atau Nyeri abdomen merupakan keluhan paling sering
disampaikan penderita. Namun keluhan ini berhubungan dengan kanker kolon
bukan dengan kanker rectum.

Perdarahan Peranal sebagai keluhan pertama penderita dengan gejala


berupa perdarahan segar bercampur atau tanpa disertai tinja. Perubahan pola
defekasi dapat berupa; diare/ konstipasi, bentuk tinja seperti pensil, serta perut
masih terasa penuh meskipun sudah buang air besar. Adapun gejala lain yaitu:
Anemia idiopatik, Nausea, malaisea, Haemoroid, Anoreksia, dan Perubahan Berat
badan (BB menurun) akibat iritasi dan respon refluks

D. Komplikasi

1. Obstruksi usus parsial atau lengkap diikuti penyempitan lumen akibat lesi.

2. Haemorrhagi/ perdarahan

3. Pembentukan Abses akibat Perforasi dinding usus oleh tumor diikuti


kontaminasi dari rongga peritoneal oleh isi usus.

4. Shock akibat peritonitis dan sepsis

5. Mestatase ke organ lain yang berdekatan. Terjadi fistel pada kantong kemih,
vagina / usus.

E. Penatalaksanaan

Tindakan pencegahan perlu dilakukan dan mencakup pendidikan


mengenai diet agar individu meningkatkan asupan buah, sayur, makanan kasar
dan padi-padian untuk meningkatkan masa makanan menurunkan lemak dan
menyediakan antioksidant.

Pemeriksaan Diagnostik dan laboratorium:

Pendekatan diagnosis pada penderita kanker kolorektal tergantung pada


gejala klinik yang muncul. Sebagian kecil penderita yang datang dalam kondisi
gawat yang segera memerlukan tindakan pembedahan sehingga diagnosis dapat
segera dibuat, atau kadang-kadang diagnosis dapat dibuat melalui pemeriksaan
colok dubur.

Pada pemeriksaan colok dubur mungkin teraba adanya masa. Pemeriksaan


darah samar pada tinja dapat mengindikasikan adanya kanker. Identifikasi dini
polip dengan pemeriksaan colok dubur, prokto-sigmoidoskopi/ kolonoskopi serta
pengangkatan secara bedah seluruh polip yang dapat mencegah pembentukan
kanker. Pemeriksaan darah untuk antigen-antigen spesifik berhubungan dengan
Ca kolorektal terutama antigen karsinoembrionik (CEA).

Adapun tes laboratorium yang dianjurkan sebagai berikut:

1. Jumlah sel-sel darah untuk evaluasi anemia. Anemia mikrositik,


ditandai dengan sel-sel darah merah yang kecil, tanpa terlihat
penyebab adalah indikasi umum untuk tes diagnostic selanjutnya
untuk menemukan kepastian kanker kolorektal.
2. Test Guaiac pada feses untuk mendeteksi bekuan darah di dalam
feses, karena semua kanker kolorektal mengalami perdarahan
remitten.
3. CEA (carcino Embrioniogenic Antigen) adalah ditemukannya
glikoprotein dimembran sel pada banyak jaringan, termasuk kanker
kolorektal. Antigen ini dapat dideteksi oleh Radioimmunoassay dari
serum atau cairan tubuh lainnya dan sekresi.
4. Pemeriksaan kimia darah alkaline phospatase dan kadar bilirubin
dapat meninggi, indikasi telah mengenai hepar. Tes laboratorium
lainnya hanya meliputi serum protein, kalsium, dan kreatinin.
5. Barium Enema sering digunakan untuk deteksi atau konfirmasi ada
tidaknya dan lokasi tumor.
6. X-ray dada untuk mendeteksi metastase tumor ke paru-paru.
7. CT (computed tomography)- Scan, Magnetic Resonance Imaging
(MRI) atau pemeriksaan ultrasonic dapat digunakan untuk mengkaji
apakah sudah ada metastase.
8. Endoskopi (sigmoidoscopy atau Colonoskophy) adalah test
diagnostic utamadigunakan untuk mendeteksi dan melihat tumor.
Sekalian dilakukan biopsy jaringan.Pemeriksaan endoskopi dari
kolonoskopi direkomendasikan untuk mengetahui lokasi dan biopsy
lesi pada klien dengan perdarahan rectum.
Pengamatan saluran cerna dilakukan dengan pemeriksaan barium enema
atau kolonoskopi serat lentur. Pemeriksaan kolonoskopi merupakan pilihan dan
cara membuat diagnosis kanker kolorektal yang akurat. Dengan pemeriksaan
kolonoskopi dapat dilakukan biopsi untuk memastikan ada tidaknya suatu kanker.
Dapat pula dilakukan polipektomi pada polipsinkronos jinak, karena sinkronos
polip jinak.

Kolonoskopi Versus Barium Enema

Kemampuan kolonoskopi lebih baik dibandingkan pemeriksaan barium


enema kontras ganda. Kemampuannya mendeteksi polip berukuran > 7 mm.
Kemampuan kombinasi pemeriksaan barium enema dan sigmoidoskopi pada
kasus perdarahan saluran cerna bawah lebih baik daripada pemeriksaan
kolonoskopi terutama untuk mendiagnosis kelainan jinak seperti divertikel, tetapi
kolonoskopi tetap lebih sensitif dan spesifik untuk mendiagnosis neoplasma.
CT Scan

Klien kanker kolorektal tanpa komplikasi tidak memerlukan pemeriksaan


CT Scan rutin. Pemeriksaan CT Scan pada kanker rectum lanjut sangat akurat
untuk menilai adanya invasi ke jaringan sekitarnya. Kemampuannya sangat
terbatas untuk mendeteksi lesi primer kecil. USG efektif untuk menampilkan
lapisan dinding rectum dan kemampuan untuk mengamati kelenjar limfe serta
untuk menilai metastase di hati.

Endosonografi

Stadium kanker kolorektal mencerminkan derajat penyebaran penyakit.


Pada dasarnya stadium penyakit terbagi atas tiga komponen yaitu: invasi lokal,
penyebaran ke kelenjar getah bening dan metastasis ke lain organ. Metastase pada
kelenjar getah bening dapat juga dilihat dengan EUS. Namun EUS sulit untuk
membedakan sebab pembesaran kelenjar apakah disebabkan peradangan atau
suatu proses metastasis. EUS pada metastasis kelenjar getah bening tampak lebih
hipoechoik di daerah jaringan parirektal.

F. Penatalaksanaan Medik

Keberhasilan pengobatan kanker kolorektal ditentukan oleh stadium saat


diagnosis dibuat. Terdapat berbagai macam stadium penyakit kanker kolorektal.
Penentuan stadium sebelum tindakan operasi, khususnya pada kanker rectum,
berguna untuk menentukan strategi pengobatan seperti pemberian khemoterapi
ajuvan, pemilihan jenis operasi yang akan dilakukan. Pemerikasaan Ro foto dada
harus dikerjakan untuk memastikan ada tidaknya proses metastasis di paru. Test
fungsi hati tidaklah terlalu diperlukan, Pemeriksaan CEA kadang-kadang
diperlukan untuk menilai keberhasilan pengobatan.
Dalam penatalaksanaan medik diberikan terapi adjuvant, mencakup
kemoterapi, terapi radiasi, dan ataupun imunoterapi. Terapi radiasi diberikan pada
periode praoperatif, intra operatif dan pascaoperatif. Untuk tumor yang tidak di
operasi atau di reseksi, radiasi digunakan untuk menghilangkan gejala

Penatalaksanaan Medik berdasarkan stadium:

Pada stadium 0, Berupa polip di mukosa colon disebut juga dengan precursor Ca.
Penatalaksanaannya dengan pemotongan polip (colonoskopi)

Pada stadium 1, Tumor tumbuh di mukosa usus. Penatalaksanaanny dengan


pembedahan.

Pada stadium 2, Tumor menyebar hingga lapisan muskularis mukosa (lap Usus).
Penatalaksanaanya: pembedahan.

Pada Stadium 3, Tumor menyebar ke kelenjar getah bening.

Penatalaksanaannya: pembedahan, kemoterapi, Radiasi terapi.

Pada Stadium 4, Tumor bermetastase. Penatalaksanaannya: kemoterapi.

G. Penatalaksanaan Keperawatan

Perawatan Klien dengan bedah usus:

A. Pra-Operatif
1. Pastikan tanda-tanda valid untuk prosedur. Ini berguna bagi
pasien dan anggota keluarga untuk memahami prosedur dan
kemungkinan risiko dan keunggulan, sebaiknya altenatif untuk
persiapan prosedur. Penandatanganan Format persetujuan
khususnya untuk prosedur sebagai dokumentasi bahwa klien
dan keluarga setuju.
2. Kaji pemahaman klien dan keluarga tentang prosedur,
klarifikasi dan interpretasikan sesuai kebutuhan. Beri instruksi
apa yang diharapkan selama periode post operatif, meliputi
penanganan nyeri, pemasangan selang NGT/IVFD, latihan
pernafasan, reintroduksi intake oral makanan dan cairan. Klien
yang dipersiapkan dengan baik selama praoperatif biasanya
tidak cemas dan mampu lebih baik mendukung perawatan
pasca operatif. Persiapan adekuat juga mengurangi kebutuhan
narkotik untuk analgesic dan meningkatkan pemulihan klien.
3. Pemasangan NGT. Meskipun sering dilakukan pemasangan di
kamar bedah hanya untuk pembedahan, NGT dapat dipasang
preoperative untuk membuang sekresi dan mengosongkan isi
lambung.
4. Prosedur persiapan usus. Antibiotok oral dan parenteral
sebaiknya kathartik dan enema/ ditelan dapat diberikan
preoperative untuk membersihkan usus dan mengurangi risiko
kontaminasi peritoneal oleh isi usus selama pembedahan.
Tujuan Perawatan pre-operatif:

1. Menghilangkan nyeri

2. Meningkatkan toleransi Aktivitas

3. Memberikan tindakan nutrisional

4. Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit

5. Menurunkan Ansietas

6. Mencegah Infeksi

7. Pendidikan Klien Pra-operatif


B. Pasca-Operatif

1. Perawatan rutin untuk klien bedah. Monitor TTV dan intake


dan output, meliputi drainase lambung dan lainnya dari drain
luka. Kaji perdarahan dari insisi abdomen dan perineal,
kolostomi, atau anus. Evaluasi komplikasi luka yang lainya dan
pertahankan integritas psikologi.

2. Monitor bising usus dan derajat distensi abdomen. Manipulasi


pembedahan dari usus manghentikan peristaltic, menyebabkan
ileus. Adanya bising usus dan pasase flatus indikasi
kembalinya peristaltic.

3. Sediakan obat mengurangi nyeri dan pemeriksaan rasa nyaman


seperti perubahan posisi

4. Kaji status pernafasan, sangga abdomen dengan selimut atau


bantal untuk membantu batuk

5. Kaji posisi dan Patensi NGT, persambungan suction. Bila


selang terlipat, irigasi dengan salin steril secara hati-hati.

6. Kaji warna, jumlah, dan bau drainase dan kolostomi (bila ada)
catat berbagai perubahan atau adanya bekuan atau perdarahan
berwarna merah terang.

7. Hindari pemasangan temperature rectal, suppositoria atau


prosedur rectal lain sebab dapat merusak garis jahitan anal,
menyebabkan perdarahan, infeksi atau gangguan
penyembuhan.

8. Pertahankan cairan intravena ketika masih dilakukan suction


naso gastric
9. Pemberian antacid, antagonis histamine 2 reseptor dan terapi
antibiotic dianjurkan. Tergantung pada prosedur yang
dilakukan. Terapi antibiotic untuk mencegah infeksi akibat
kontaminasi rongga abdomen dengan isi usus.

10. Anjurkan ambulasi untuk merangsang peristaltic

11. Mulai pengajaran dan perencanaan pulang. Konsultasikan


dengan ahli gizi untuk instruksi diet dan menu, beri penguatan
pengajaran.

Tujuan Perawatan pasca-operatif:

1. Perawatan luka

2. Pendidikan klien dan pertimbangan perawatan di rumah

3. Citra tubuh positif

4. Pemantauan dan penatalaksanaan Komplikasi


ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Data tergantung kepada masalah dasar, lamanya, dan beratnya


(misalnya Obstruksi, perforasi, inflamasi, kerusakan congenital)

B. Riwayat Kesehatan Dahulu

Memiliki riwayat penyakit kolitis ulseratif atau poliposis familial.


Memilki kebiasaan makan karbohidrat murni dan rendah serat. Polip Benigna,
Polip Kolorektal, Polip Adematosa atau adenoma Villus. Riwayat kanker di
bagian tubuh yang lain.

C. Riwayat Kesehatan Sekarang

Data tergantung kepada masalah dasar, lamanya, dan beratnya


(misalnya Obstruksi, perforasi, inflamasi, kerusakan congenital)

1. Kaji keadekuatan penanganan nyeri (lokasi, intensitas, dan karakteristik


nyeri). Tanyakan Skala nyeri dalam rentang 0-10.
2. Kaji efektifitas penanganan nyeri ½ jam setelah pemberian obat
3. Kaji luka dan tanda-tanda peradangan atau bengkak
4. Kaji distensi abdomen, tenderness dan bising usus
5. Kaji Aktivitas klien meliputi: kelemahan atau keletihan, perubahan pola
istirahat, adanya factor-faktor yang mempengaruhi tidur misalnya, ansietas,
keringat malam dan nyeri. Pekerjaan/profesi dengan pemajanan karsinogen
lingkungan, dan tingkat stress tinggi.
6. Kaji sirkulasi atau perubahan pada Tekanan darah
7. Kaji pola eliminasi klien misalnya: perubahan pola defekasi (darah pada
feses, nyeri pada defekasi), Perubahan urinarius (nyeri, hematuria, poliuria),
lihat tanda perubahan bising usus dan distensi abdomen.
8. Kaji Status nutrisi (kebiasaan diet buruk: rendah stinggi lemak, aditif, bahan
pengawet, adanya anoreksia, mual/muntah dan perubahan pada berat Badan
9. Kaji pola Pernafasan
10. Kaji tingkat keamanan Klien
11. Kaji seksualitas dan interaksi social.
D. Riwayat Kesehatan Keluarga

Riwayat keluarga dengan Ca kolorektal, atau riwayat keluarga dengan


penyakit kolitis ulseratif, poliposis familial, Polip Benigna, Polip Kolorektal,
Polip Adematosa atau adenoma Villus.

E. Perumusan Diagnosa

1. Risiko tinggi terhadap Kerusakan Integritas Kulit


Faktor Risiko meliputi: Tidak ada sfingter stoma, Karakteristik/aliran
feses dan flatus dari stoma, Reaksi produk/kimia: pemakaian/
pengangkatan adesif tidak tepat.( jika tanda dan gejala ada diagnosa
menjadi aktual)

2. Gangguan Citra Tubuh. dihubungkan dengan:


Biofisikal: adanya stoma; kehilangan kontrol usus eliminasi.

Psikososial: Gangguan struktur tubuh

Proses penyakit dan berhubungan dengan program pengobatan (misalnya:


kanker)

DS: menyatakan perubahan citra diri, takut penolakan/ reaksi orang


lain, perasaan negatif tentang tubuh.

DO: perubahan aktual pada struktur dan atau fungsi


Tidak menyentuh atau melihat stoma, menolak untuk
berpartisipasi dalam perawatan

3. Nyeri Akut.dihubungkan dengan:


• Faktor Fisik (kerusakan kulit dan jaringan),
• Faktor Biologis (aktifitas proses penyakit, misalnya: Kanker)
• Faktor Psikologis (misalnya: Takut, Ansietas)
DS: menyatakan nyeri

DO:

kerusakan kulit dan jaringan, aktifitas proses penyakit, misalnya:


Kanker, Takut, Ansietas.

4. Kerusakan Integritas Kulit/ jaringan: actual


Dihubungkan dengan:

• Invasi struktur tubuh (reseksi perineal)


• Tertahannya Sekresi/ drainase)
• Gangguan sirkulasi, edema dan malnutrisi
DS: menyatakan adanya edema

DO:

reseksi perineal, Tertahannya Sekresi/ drainase,Gangguan sirkulasi,


edema dan malnutrisi

5. Risiko tinggi terhadap kekurangan Volume cairan


Factor Risiko meliputi:
• Kehilangan yang berlebihan melalui jalan normal misalnya:
muntah praoperasi dan diare Kehilangan melalui jalan abnormal
misalnya: selang NG/Usus, selang drainase luka perineal
• Keluaran Ileostomi dengan Volume tinggi
• Pembatasan masukan secara medik
• gangguan absorbsi cairan misalnya kehilangan funsi kolon
DS: jika ada keluhan tanda-tanda dan gejala membuat diagnosa
aktual

DO: Jika ada tanda dan gejal diagnosa menjadi aktual.

6. Risiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


Faktor Risiko meliputi:

• Anoreksia Lama/ gangguan masukan saat pra operasi


• Status Hipermetabolik
• Adanya diare
• Pembatasan bulk dan makanan mengandung sisa
DS: jika ada tanda-tanda dan gejala diare, anoreksia

DO: jika ada tanda dan gejala menjadi aktual

7. Gangguan Pola Tidur


Dihubungkan dengan:

• Factor eksternal: perawatan ostomi, flatus berlebihan/fese ostomi


• Faktor internal: stress psikologik, takut kebocoran kantung stoma
DS: pernyataan kurang tidur, dan merasa kurang segar atau tidak
segar setelah bangun tidur
DO: adanya perubahan perilaku seperti; mudah marah,
gelisah/letargik.

8. Risiko tinggi terhadap Konstipasi /diare


Faktor Risiko meliputi:

• Penempatan ostomi pada kolon sigmoid atau desenden


• Ketidakadekuatan masukan diet/ cairan
(jika ada tanda dan gejala serta keluhan maka diagnosa menjadi
aktual)

9. Risiko tinggi terhadap Disfungsi Seksual


Faktor Risiko meliputi:

• Perubahan fungsi tubuh


• Kerentanan/ masalah psikologi
• Gangguan pola respon seksual.
(jika ada tanda dan gejala serta keluhan maka diagnosa menjadi
aktual)

F. Intervensi

1. Risiko tinggi terhadap Kerusakan Integritas Kulit

Kritesia hasil yang diharapkan: Klien akan:

• Mempertahankan integritas kulit


• Mengidentifikasi factor Risiko individu.
• Menunjukan perilaku/ teknik peningkatan penyembuhan / mencegah
kerusakan kulit.
Intervensi:Mandiri

1. Lihat stoma/ area kulit periostomal pada tiap penggantian kantong.


Bersihkan dengan air dan keringkan. Catat iritasi, kemerahan (warna
gelap, kebiru-biruan), kemerahan.
2. Ukur stoma secara periodic, misalnya: tiap perubahan kantong selama
6 minggu pertama, kemudian 1 kali sebulan selama 6 bulan
3. Yakinkan bahwa lubang pada bagian belakang kantung berperekat
sedikitnya lebih besar 1/8 ukuran stoma dengan perekat adekuat
menempel pada kantung.
4. Berikan pelindung kulit yang efektif misalnya: Wafer stomahesive,
karaya gum, Reliaseal (Davol) atau produk semacamnya.
5. Kosongkan , irigasi, dan bersih
6. Sokong kulit sekitar bila mengangkat kantong dengan perlahan.
Lakukan pengangkatan kantong sesuai indikasi, kemudian cuci dengan
baik.
7. Selidiki keluhan rasa terbakar / gatal / melepuh disekitar stoma
8. evaluasi produk perekat dan kecocokan kantung secara terus-
menerus.hkan kantong ostomi dengan rutin, gunakan alat yang tepat.
Intervensi Kolaborasi:

1. Konsul dengan ahli terapi/enterostomal


Rasional: Mambantu pemilihan produk yang tepat untuk kebutuhan
penyembuhan klien, termasuk tipe ostomi, status fisik / mental dan
sumber financial

2. Berikan sprei aerosol kortikosteroid dan bedak nistatin sesuai indikasi.


Rasional: Membantu penyembuhan bila terjadi iritasi periostomal/
infeksi jamur. Catatan: Produk ini mempunyai efek samping yang
besar dan harus digunakan dengan jumlah sedikit saja.
2. Gangguan Citra Tubuh

Kriteria hasil:

1. menyatakan penerimaan diri sesuai situasi


2. Perubahan kedalam konsep diri tanpa harga diri rendah
3. menunjukkan penerimaan dengan melihat/ menyentuh stoma dan
berpartisipasi dalam perawatan diri
4. Menyatakan perasaan tentang stoma/ penyakit: mulai menerima situasi
secara konstruktif.
Intervensi Mandiri:

1. Pastikan apakah konseling dilakukan bila mungkin dan/ atau ostomi


perlu didiskusikan
2. Dorong klien untuk menyatakan perasaan tentang ostomi. Akui
kenormalan perasaan marah, depresi dan kehilangn.
3. Kaji ulang alas an untuk pembedahan dan harapan masa yang akan
dating
4. Catat perilaku menarik diri . peningkatan ketergantungan , manipulasi
atau tidak terlibat pada perawatan
5. berikan kesempatan pada klien untuk memandang dan menyentuh
stoma, gunakan kesempatan untuk memberikan tanda positiftentang
penyembuhan. Penampialan normal dan sebagainya. Ingatkan klien
bahwa penerimaan memerlukan waktu, baik secara fisik dan emosi
6. Berikan Kesempatan pada klien untuk menerima ostomi melalui
partisipasi pada perawatan diri.
7. Rencanakan / jadwalkan aktivitas perawatan dengan klien.
8. Pertahankan Pendekatan positif selama aktifitas perawatan. Hindari
ekspresi menghina atau reaksi berubah mendadak. Jangan perlihatkan
rasa marah secara pribadi
9. Diskusikan Kemungkinan kontak dengan pengunjung ostomi dan buat
perjanjian untuk kunjungan bila diperlukan
3. Nyeri Akut

Kriteria Hasil:

1. Menyatakan nyeri hilang/ terkontrol


2. Menunjukkan nyeri hilang, mampu tidur/ istirahat dengan tepat
3. Menunjukkan penggunaan, keterampilan relaksasi dan kenyamanan
umum sesuai indikasi situasi individu.
Intervensi Mandiri:

1. Kaji nyeri , catat lokasi, karakteristik, intensitas (skala 0-10)


2. Dorong klien menyatakan masalah. Mendengarkan dengan aktif pada
masalah ini dan memberikan dukungan dengan penerimaan ,
mengingat klien dan memberikan informasi yang tepat
3. Berikan tindakan kenyamanan misalnya perawatan mulut, pijatan
punggung, ubah posisi. Yakinkan klien bahwa perubahan posisi tidak
akan mencedrai stoma.
4. Dorong penggunaan tekhink relaksasi misanya membimbing
imajinasi, visualisasi. Berikan aktifitas senggang.
5. Bantu melakukan latihan rentang gerak dan dorong ambulasi dini .
Hindari posisi duduk lama.
6. Selidiki dan laporkan adanya kekakuan otot abdominal , kehati-hatian
yang tidak disengaja dan nyeri tekan.
Intervensi Kolaborasi:

1. Berikan obat sesuai indikasi misalnya Narkotik, analgesic, Analgesi


dikontrol klien (ADP) untuk menurunkan nyeri, meningkatkan
kenyamanan , khususnya setelah perbaikan AP.
2. Berikan Rendam duduk untuk menurunkan ketidaknyamanan local,
menurunkan edema dan meningkatkan penyembuhan luka perineal.
3. Lakukan / pantau efek unit TENS sebab perangsangan kutaneus dapat
digunakan untuk menghambat transmisi rangsangan nyeri.
4. Kerusakan Integritas kulit/jaringan: aktual

Kriteia Hasil:

Meningkatkan penyembuhan luka tepat waktu dan bebas tanda infeksi

Intervensi Mandiri:

1. Observasi luka, catat karakteristik drainase sebab perdarahan pasca


operasi paling sering terjadi selama 48 jam pertama, dimana infeksi
dapat terjadi kapan saja. Tergantung pada tipe penutupan luka.
Penyembuhan sempurna memerlukan waktu 6-8 bulan.
2. Ganti balutan sesuai kebutuhan, gunakan teknik Aseptik sebab
sejumlah besar drainase serosa harus diganti sesering mungkin untuk
menurunkan iritasi kulit dan potensial infeksi.
3. Dorong posisi miringdengan kepala tinggi. Hindari duduk lama.
Tujuannya untuk meningkatkan drainase dari luka perineal/ drain
menurunkan risiko pengumpulan. Duduk lama meningkatkan tekanan
perineal, menurunkan sirkulasi ke luka dan dapat memperlambat
penyembuhan.
Intervensi Kolaborasi:

1. Irigasi luka sesuai indikasi, gunakan cairan garam fisiologis, larutan


hydrogen peroksida/larutan Antibiotik. Cairan ini diperlukan untuk
mengobati inflamasi / infeksi praoperasi atau kontaminasi intraoperasi
2. Berikan Rendam duduk untuk meningkatkan kebersihan dan
mempermudah penyembuhan khususnya setelah tampon diangkat
(biasanya 3-5 hari)
5. Risiko tinggi terhadap Kekurangan Volume cairan

Kriteria Hasil:

Mempertahankan hidrasi adekuat dengan bukti membrane mukosa lembab,


turgor kulit baik, dan pengisian kapiler baik, tanda-tanda vital stabil dan
secara individual mengeluarkan urin dengan tepat

Intervensi Mandiri:

1. awasi masukan dan keluaran dengan cermat, ukur feses cair. Timbang
berat badan setiap hari
2. Awasi tanda-tanda vital, catat hipotensi postural, takikardi. Evaluasi
turgor kulit, pengisisan kapiler, dan membrane mukosa.
3. Batasi masukan es batu selama periode intubasi gaster
Intervensi Kolaborasi:

1. Awasi hasil laboratorium misalnya (Ht dan elektrolit)


2. Berikan cairan IV dan elektrolit sesuai indikasi.
6. Risiko tinggi terhadap perubahan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.

Kriteria Hasil:

1. Mempertahankan Berat Badan / menunjukkan peningkatan berat badan


bertahap sesuai tujuan dengan nilai laboratorium normal dan bvebas
tanda malnutrisi.
2. Merencanakan diet untuk memenuhi kebutuhan nutrisi/ membatasi
gangguan GI
Intervensi Mandiri
1. Lakukan pengkajian Nutrisi dengan seksama
2. Auskultasi bising usus
3. Mulai dengan makan cairan berlahan.
4. Identifikasi bau yang ditimbulakan oleh makanan dan sementara batasi
diet. Secara bertahap kenalkan kembali satu makanan pada saat makan
5. Anjurkan klien meningkatkan penggunaan yogurt dan mentega susu
agar dapat membantu menurunkan pembanetukan bau.
6. Berikan latihan kewaspadaan ileostomi pada buah prem, strawberry,
anggur, pisang, keluarga kol, kacang-kacangan, kurma, hindari produk
berserat. Contohnya kacang-kacangan sebab produk ini meningkatkan
feses ileum. Pencernaan selulosa memerlukan bakteri kolon yang tidak
ada lagi karena direseksi.
7. Diskusikan meknaisme menelan udara sebagai factor pembentukan
flatus dan beberapa cara agar klien mengontrol latihan.

Intervensi Kolaborasi:

1. Konsul dengan ahli diet


2. Tingkatkan diet dari cairan sampai makanan rendah residu bila
masukan oral dimulai
3. Berikan makanan enteral/ parenteral bila diindikasikan.
7. Gangguan Pola Tidur

Kriteria Hasil:

1. Tidur/ sititahat diantara gangguan


2. Melaporkan peningkatan rasa sehat dan merasa dapat istirahat.
Intervensi:Mandiri:

1. Jelaskan perlunya pengawasan fungsi usus dalam periode pasca


operasi awal
2. berikan system kantong adekuat. Kosongkan kantung sebelum tidur
3. Batasi masukan yang mengandung kafein
4. Dukung kebiasaan ritual sebelum tidur
Intervensi Kolaborasi:

1. Tentukan pesnyebab terlalu banyak flatus atau feses


2. Berikan anlgesik, sedative saat tidur sesuai indikasi.
8. Risiko tinggi terhadap konstipasi/diare

Kriteia Hasil:

Membuat pola eliminasi sesuai kebutuhan fisik dan gaya hidup dengan
ketapatan jumlah dan konsistensi

Intervensi Mandiri:

1. Pastikan kebiasaan defekasi klien dan gaya hidup sebelumnya


2. Selidiki perlambatan awitan/ tidak adanya keluaran.
3. Auskultasi Bising usus
4. Informasikan klien bahwa pada awalnya keluaran akan cair.
5. Tinaju ulang pola diet dan jumlah/ tipe masukan cairan
6. tinjau ulang fisiologi kolon dan diskusikan penatalaksanaan ostomi
sigmoid bila tepat.
7. Demonstrasikan penggunaan alat irigasi untuk menginjeksikan salin
normal per protocol sampai pengurangan didapatkan
8. Instruksikan klien dalam penggunaan kantung ujung tertutup atau
lempengan, balutan bila irigasi berhasil dan keluaran kolostomi
sigmoid menjadi dapat lebih diatasi dengan pengeluaran setiap 24 jam.
Intervensi Kolaborasi: Berikan unit TENS bila diindikasikan.

9. Risiko tinggi terhadap disfungsi seksual

Kriteria Hasil:

1. Mengungkapkan pemahaman hubungan kondisi fisik pada masalah


seksual
2. Mengidentifikasikan kepuasan/ penerimaan praktik seksual dan
menggali pilihan metoda
3. Melakuakn kembali hubungan seksual dengan tepat
Intervensi Mandiri:

1. Tentukan hubungan seksual klien sebelum sakit, dan atau setelah


pembedahan dan apakah mereka mengantisipasi masalah berkaitan
dengan adanya ostomi
2. Tinjau ulang klien dengan fungsi seksual dalam hubungannya dengan
situasi masing-masing.
3. Tegaskan informasi yang diberikan dokter. Anjurkan bertanya. berikan
informasi tambahan sesuai kebutuhan.
4. Diskusikan penatalaksanaan kembali aktivitas seksual pada saat
pulang, mulai dengan perlahan dan bertahap. Libatkan metoda
pengganti stimulasi bila tepat.
5. Anjurkan dialog diantara pasangan
6. Anjurkan menggunakan penutup kantung. Pakaian tidur.
7. Tekankan kesadaran tentang factor yang dapat mengalihkan
pandangan (misalnya: bau tak sedap dan kebocoran kantung)
8. Anjurkan penggunaan rasa humor
9. Berikan informasi tentang keluarga berencana dengan tepat dan
tekankan bahwa impotent bukan berarti steril.
Intervensi Kolaborasi:
1. Atur pertemuan dengan pengunjung ostomi bila tepat
2. Rujuk pada konseling/ terapi seks bila ada.
DAFTAR PUSTAKA

Geissler Doenges moorhouse, 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta: EGC.

Harahap Ikhsanudiddin Ahmad, 2004. Perawatan Pasien dengan kolostomi pada


penderita kanker Kolorektal
Brunner & Suddarth. Keperawatan Medikal Bedah Volume 2. Jakarta: EGC

Heriady Yusuf, dr SpB, SpBOnk. Artikel Kanker Usus Besar dan Rektum.

Ikatan Dokter Indonesia (IDI), 2004. Gaya hidup penyebab kolorektal.


LAPORAN PENDAHULUAN
A. Definisi
Sarkoma adalah tumor yang berasal dari jaringan penyambung (Danielle
1999). Kanker adalah neoplasma yang tidak terkontrol dari sel anaplastik yang
menginvasi jaringan dan cenderung bermetastase sampai ke sisi yang jauh dalam
tubuh.( Wong 2003). Osteosarkoma (sarkoma osteogenik) adalah tumor yang muncul
dari mesenkim pembentuk tulang.( Wong. 2003).

Menurut Chairuddin rasjad (2003), nama sarcoma osteogenik bukan karena


tumor membentuk tulang tetapi tumor ini pembentukanya berasal dari seri
osteoblastik dari sel-sel mesenkim primitive serta tumor ini sering ditemukan di
daerah metafisis tulang panjang terutama pada femur distal dan tibia proksimal dan
dapat pula ditemukan pada radius distal dan humerus proksimal. Tetapi kadang-
kadang sarcoma osteogenik juga ditemukan di tulang tengkorak, rahang, atau pelvis
(Cancer Center, Stanford Medicine2011).

B. Anatomi dan Fisiologi


Tulang adalah organ vital yang berfungsi untuk gerak pasif, proteksi alat-alat di
dalam tubuh, pemben Ruang ditengah tulang-tulang tertentu berisi jaringan
hematopoietik yang membentuk berbagai sel darah dan tempat primer untuk
menyimpan dan mengatur kalsium dan posfat. Ruang ditengah tulang-tulang tertentu
berisi jaringan hematopoietik yang membentuk berbagai sel darah dan tempat primer
untuk menyimpan dan mengatur kalsium dan posfat.

Sebagaimana jaringan pengikat lainnya, tulang terdiri dari komponen matriks


dan sel. Matriks tulang terdiri dari serat-serat kolagen dan protein non-kolagen.
Sedangkan sel tulang terdiri dari osteoblas, oisteosit, dan osteoklas.

Osteoblas membangun tulang dengan membentuk kolagen tipe I dan


proteoglikan sebagai matriks tulang atau jaringan osteosid melalui suatu proses yang
disebut osifikasi. Ketika sedang aktif menghasilkan jaringan osteoid, osteoblas
mensekresikan sejumlah besar fosfatase alkali, yang memegang peranan penting
dalam mengendapkan kalsium dan fosfat ke dalam matriks tulang.

Sebagian dari fosfatase alkali akan memasuki aliran darah, dengan demikian
maka kadar fosfatase alkali di dalam darah dapat menjadi indikator yang baik tentang
tingkat pembentukan tulang setelah mengalami patah tulang atau pada kasus
metastasis kanker ke tulang.

Osteosit adalah sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu lintasan
untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat. Osteoklas adalah sel-sel berinti
banyak yang memungkinkan mineral dan matriks tulang dapat diabsorbsi. Tidak
seperti osteoblas dan osteosit, osteoklas mengikis tulang. Sel-sel ini menghasilkan
enzim proteolitik yang memecahkan matriks dan beberapa asam yang melarutkan
mineral tulan90g sehingga kalsium dan fosfat terlepas ke dalam aliran darah.
(Setyohadi, 2007; Wilson. 2005; Guyton. 1997)

C. Etiologi Osteosarkoma
Etiologi dari osteosarkoma masih belum diketahui tetapi radiasi dan virus
onkogenik yang telah terlibat dalam terjadinya keganasan serta faktor genetik.

Etiologi lain yang disebutkan (Rahayu Arie, 2010) dari osteosarkoma adalah

a) Radiasi sinar radioaktif dosis tinggi.


b) Keturunan (genetik).
c) Beberapa kondisi tulang yang sebelumnya disebabkan oleh penyakit seperti
penyakit paget (akibat pejanan radiasi). (Smeltzer 2001).
d) Pertumbuhan tulang yang terlalu cepat.
e) Sering mengkonsumsi zat-zat toksik, seperti makanan dengan zat pengawet,
merokok, dan lain-lain.
D. PATOFISIOLOGI
Adanya tumor di tulang menyebabkan reaksi tulang normal dengan respons
osteolitik (destruksi tulang) atau respons osteoblastik (pembentukan tulang).

Beberapa tumor tulang sering terjadi dan lainnya jarang terjadi, beberapa
tidak menimbulkan masalah, sementara lainnya ada yang sangat berbahaya dan
mengancam jiwa.

Tumor ini tumbuh di bagian metafisis tulang panjang dan biasa ditemukan
pada ujung bawah femur, ujung atas humerus dan ujung atas tibia. Secara histolgik,
tumor terdiri dari massa sel-sel kumparan atau bulat yang berdifferensiasi jelek dan
sring dengan elemen jaringan lunak seperti jaringan fibrosa atau miksomatosa atau
kartilaginosa yang berselang seling dengan ruangan darah sinusoid. Sementara tumor
ini memecah melalui dinding periosteum dan menyebar ke jaringan lunak sekitarnya;
garis epifisis membentuk terhadap gambarannya di dalam tulang.

Adanya tumor pada tulang menyebabkan jaringan lunak diinvasi oleh sel
tumor. Timbul reaksi dari tulang normal dengan respon osteolitik yaitu proses
destruksi atau penghancuran tulang dan respon osteoblastik atau proses pembentukan
tulang. Terjadi destruksi tulang lokal.. Pada proses osteoblastik, karena adanya sel
tumor maka terjadi penimbunan periosteum tulang yang baru dekat lempat lesi terjadi
sehingga terjadi pertumbuhan tulang yang abortif

E. KLASIFIKASI

Klasifikasi menurut kemampuan infiltrasinya Osteosarkoma dapat


diklasifikasikan sebagi berikut :

. 1. Local osteosarcoma

Kanker sel belum tersebar di luar tulang atau dekat jaringan di mana kanker
berasal.
2. Metastatic osteosarcoma
Kanker sel telah menyebar dari tulang yang kanker berasal, ke bagian tubuh
yang lain. Kanker yang paling sering menyebar ke paru-paru. Mungkin juga
menyebar ke tulang lain. Tentang satu dari lima pasien dengan osteosarkoma dengan
kanker yang telah metastasized pada saat itu dapat terdiagnosa. Dalam multifocal
osteosarkoma, tumor muncul dalam 2 atau lebih tulang, tetapi belum menyebar ke
paru-paru.

3. Berulang

Penyakit berulang berarti kanker telah datang kembali (recurred) setelah itu
telah dirawat. Hal itu dapat datang kembali dalam jaringan dimana pertama kali atau
mungkin datang kembali di bagian lain dari tubuh. Osteosarkoma paling sering terjadi
dalam paru-paru. Ketika osteosarkoma ditemukan, biasanya dalam waktu 2 sampai 3
tahun setelah perawatan selesai. Nanti kambuh lagi adalah mungkin terjadi, tetapi
langka.

F. Manifestasi klinis Osteosarkoma


Menurut Chairuddin rasjad (2003), nyeri merupakan gejala utama yang
pertama muncul yang bersifat constant dan bertambah hebat pada malam hari. Gejala-
gejala umum lain yang dapat ditemukan adalah anemia, penurunan berat badan, serta
nafsu makan.

Adapun secara umum manifestasi klinis sarkoma osteogenik adalah :

a) Nyeri dan/ atau pembengkakan ekstremitas yang terkena (biasanya menjadi


semakin parah pada malam hari dan meningkat sesuai dengan progresivitas
penyakit).
b) Fraktur patologik.
c) Pembengkakan pada atau di atas tulang atau persendian serta pergerakan yang
terbatas ( Gale,1999 ).
d) Teraba massa tulang dan peningkatan suhu kulit di atas massa serta adanya
pelebaran vena.
e) Gejala-gejala yang muncul jika terjadi metastasis di paru-paru meliputi nyeri
dada, batuk, demam, berat badan menurun dan malaise ( Smeltzer, 2001)
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Kebanyakan pemeriksaan laboratorium yang digunakan berhubungan dengan
penggunaan kemoterapi. Sangat penting untuk mengetahui fungsi organ sebelum
pemberian kemoterapi dan untuk memonitor fungsi organ setelah kemoterapi.
Pemeriksaan darah untuk kepentingan prognosa adalah lactic dehydrogenase (LDH)
dan alkaline phosphatase (ALP). Pasien dengan peningkatan nilai ALP pada saat
diagnosis mempunyai kemungkinan lebih besar untuk mempunyai metastase pada
paru. Pada pasien tanpa metastase, yang mempunyai peningkatan nilai LDH kurang
dapat menyembuh bila dibandingkan dengan pasien yang mempunyai nilai LDH
normal.

Beberapa pemeriksaan laboratorium yang penting termasuk :

a. LDH
b. ALP (kepentingan prognostik)
c. Hitung darah lengkap
d. Hitung trombosit
e. Tes fungsi hati: Aspartate aminotransferase (AST), alanine
aminotransferase (ALT), bilirubin, dan albumin.
f. Elektrolit : Sodium, potassium, chloride, bicarbonate, calcium,
magnesium, phosphorus.
g. Tes fungsi ginjal: blood urea nitrogen (BUN), creatinine.
h. Urinalisis
2. Radiografi
Pemeriksaan X-ray merupakan modalitas utama yang digunakan untuk
investigasi. Ketika dicurigai adanya osteosarkoma, MRI digunakan untuk
menentukan distribusi tumor pada tulang dan penyebaran pada jaringan lunak
sekitarnya. CT kurang sensitf bila dibandingkan dengan MRI untuk evaluasi lokal
dari tumor namun dapat digunakan untuk menentukan metastase pada paru-paru.
Isotopic bone scanning secara umum digunakan untuk mendeteksi metastase pada
tulang atau tumor synchronous, tetapi MRI seluruh tubuh dapat menggantikan bone
scan.

3. X-ray
Foto polos merupakan hal yang esensial dalam evaluasi pertama dari lesi tulang
karena hasilnya dapat memprediksi diagnosis dan penentuan pemeriksaan lebih jauh
yang tepat. Gambaran foto polos dapat bervariasi, tetapi kebanyakan menunjukkan
campuran antara area litik dan sklerotik. Sangat jarang hanya berupa lesi litik atau
sklerotik
4. CT Scan
CT dapat berguna secara lokal ketika gambaran foto polos membingungkan,
terutama pada area dengan anatomi yang kompleks (contohnya pada perubahan di
mandibula dan maksila pada osteosarkoma gnathic dan pada pelvis yang
berhubungan dengan osteosarkoma sekunder). Gambaran cross-sectional memberikan
gambaran yang lebih jelas dari destruksi tulang dan penyebaran pada jaringan lunak
sekitarnya daripada foto polos. CT dapat memperlihatkan matriks mineralisasi dalam
jumlah kecil yang tidak terlihat pada gambaran foto polos. CT terutama sangat
membantu ketika perubahan periosteal pada tulang pipih sulit untuk diinterpretasikan.
5. Ultrasound
Ultrasonography tidak secara rutin digunakan untuk menentukan stadium dari
lesi. Ultrasonography berguna sebagai panduan dalam melakukan percutaneous
biopsi. Pada pasien dengan implant prostetik, Ultrasonography mungkin merupakan
modalitas pencitraan satu satunya yang dapat menemukan rekurensi dini secara lokal,
karena penggunaan CT atau MRI dapat menimbulkan artefak pada bahan metal.
Meskipun ultrasonography dapat memperlihatkan penyebaran tumor pada jaringan
lunak, tetapi tidak bisa digunnakan untuk mengevaluasi komponen intermedula dari
lesi.

6. Nuclear Medicine
Osteosarcoma secara umum menunjukkan peningkatan ambilan dari
radioisotop pada bone scan yang menggunakan technetium-99m methylene
diphosphonate (MDP). Bone scan sangat berguna untuk mengeksklusikan penyakit
multifokal. skip lesion dan metastase paru-paru dapat juga dideteksi, namun skip
lesion paling konsisten jika menggunakan MRI. Karena osteosarkoma menunjukkan
peningkatan ambilan dari radioisotop maka bone scan bersifat sensitif namun tidak
spesifik.

H. Penatalaksanaan
a) Penatalaksanaan medis

Penatalaksanaan tergantung pada tipe dan fase dari tumor tersebut saat
didiagnosis. Tujuan penatalaksanaan secara umum meliputi pengangkatan tumor,
pencegahan amputasi jika memungkinkan dan pemeliharaan fungsi secara maksimal
dari anggota tubuh atau ekstremitas yang sakit. Penatalaksanaan meliputi
pembedahan, kemoterapi, radioterapi, atau terapi kombinasi.

Osteosarkoma biasanya ditangani dengan pembedahan atau radiasi dan


kemoterapi. Protokol kemoterapi yang digunakan biasanya meliputi adriamycin
(doksorubisin) cytoksan dosis tinggi (siklofosfamid) atau metrotexate dosis tinggi
(MTX) dengan leukovorin. Agen ini mungkin digunakan secara tersendiri atau dalam
kombinasi.
Bila terdapat hiperkalsemia, penanganan meliputi hidrasi dengan pemberian
cairan normal intravena, diurelika, mobilisasi dan obat-obatan seperti fosfat,
mitramisin, kalsitonin atau kortikosteroid. ( Gale. 1999: 245 ).

Belakangan ini Osteosarkoma mempunyai prognosis yang lebih baik,


disebabkan oleh prosedur penegakkan diagnosis dan staging dari tumor yang lebih
baik, begitu juga dengan adanya pengobatan yang lebih canggih. Dalam penanganan
osteosarkoma modalitas pengobatannya dapat dibagi atas dua bagian yaitu dengan
kemoterapi dan dengan operasi.

1 . Kemoterapi

Kemoterapi merupakan pengobatan yang sangat vital pada osteosarkoma, terbukti


dalam 30 tahun belakangan ini dengan kemoterapi dapat mempermudah
melakukan prosedur operasi penyelamatan ekstremitas (limb salvage procedure) dan
meningkatkan survival rate dari penderita. Kemoterapi juga mengurangi metastase ke
paru-paru dan sekalipun ada, mempermudah melakukan eksisi pada metastase
tersebut. Regimen standar kemoterapi yang dipergunakan dalam pengobatan
osteosarkoma adalah kemoterapi preoperatif(preoperative chemotherapy) yang
disebut juga denganinduction chemotherapy atau neoadjuvant chemotherapy dan
kemoterapi postoperatif (postoperative chemotherapy) yang disebut juga
dengan adjuvant chemotherapy.

2. Operasi

Saat ini prosedur Limb Salvage (penyelamatan ekstremitas) merupakan tujuan


yang diharapkan dalam operasi suatu osteosarkoma.

3. Follow-up Post-operasi

Post operasi dilanjutkan pemberian kemoterapi obat multiagent seperti pada


sebelum operasi. Setelah pemberian kemoterapinya selesai maka dilakukan
pengawasan terhadap kekambuhan tumor secara lokal maupun adanya metastase, dan
komplikasi terhadap proses rekonstruksinya. Biasanya komplikasi yang terjadi
terhadap rekonstruksinya adalah: longgarnya prostesis, infeksi, kegagalan mekanik

I. Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul,antara lain gangguan produksi anti-bodi,infeksi
yang biasa disebabkan oleh kerusakan sumsum tulang yang luas dan merupakan juga
efek dari kemoterapi,radioterapi,dan steroid yang dapat menyokong terjadinya
leucopenia dan fraktur patologis,gangguan ginjal dan system hematologis,serta
hilangnya anggota ekstremitas.Komplikasi lebih lanjut adalah adanya tanda – tanda
apatis dan kelemahan.
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

1. Anamnesis, meliputi :
Identitas. meliputi nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahasa yang digunakan,
status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, diagnosa medis, dll.
Keluhan Utama. Pada umumnya keluhan utama pada kasus tumor dan keganasan
adalah nyeri pada daerah yang mengalami masalah. Nyeri merupakan keluhan utama
pada tumor ganas. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang nyeri klien,
perawat dapat menggunakan PQRST.
Riwayat Penyakit Sekarang. Pengumpulan data dilakukan sejak keluhan muncul dan
secara umum mencakup awitan gejala dan bagaimana gejala tersebut berkembang.
Kadang-kadang klien mengeluhkan adanya suatu pembengkakan atau benjolan.
Pembengkakakn atau benjolan ini dapat timbul secara perlahan-lahan dalam jangka
waktu yang lama dan dapat juga secara tiba-tiba.
penyakit dahulu. Pada pengkajian ini, ditemukan kemungkinan penyebab yang
mendukung terjadinya tumor dan keganasan. Adanya riwayat fraktur terbuka yang
meninggalkan bekas sikatriks dapat mendukung terjadinya suatu lesi pada jaringan
lunak. Faktor kebiasaan kurang baik seperti merokok akan mendukung terjadinya
keganasanpada sistem pernapasan yang dapat bermetastasis ke sistem
muskuloskeletal. Berapa lama klien pernah terpapar radiasi dan bahan kimia yang
memungkinkan terjadinya proliferasi sel-sel baru dan peningkatan pertumbuhan
osteoklas akan memungkinkan tumbuhnya suatu tumor dan keganasan pada sistem
muskuloskeletal.
keluarga. Kaji tentang adakah keluarga dari generasi terdahulu yang mengalami
keluhan yang sama dengan klien.
Riwayat psikososial. Kaji respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon tau pengaruhnya dalam
kehidupan sehari-hari, baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.

2. Pemeriksaan fisik
a. Teraba massa tulang dan peningkatan suhu kulit di atas massa serta adanya
pelebaran vena
b. Pembengkakan pada atau di atas tulang atau persendian serta pergerakan yang
terbatas
c. Nyeri tekan / nyeri lokal pada sisi yang sakit
d. mungkin hebat atau dangkal
e. sering hilang dengan posisi flexi
f. anak berjalan pincang, keterbatasan dalam melakukan aktifitas, tidak mampu
menahan objek berat
g. Kaji status fungsional pada area yang sakit, tanda-tanda inflamasi, nodus
limfe regional

· AKTIFITAS / ISTIRAHAT :
Gejala : Kelemahan dan atau keletihan.
Perubahan pada pola istirahat dan jam kebiasaan tidur pada malam hari, adanya
faktor-faktor yang mempengaruhi tidur misalnya, nyeri, ansietas, berkeringat malam.
Keterbatasan partisipasi dalam hobi, latihan.
· SIRKULASI :
Gejala : Palpitasi, nyeri dada pada pengerahan ker
INTEGRITAS EGO :
Gejala : Faktor stres ( keuangan, pekerjaan, perubahan peran) dan cara mengatasi
stres ( mis: Merokok, menunda mencari pengobatan, keyakinan religius). Masalah
tentang perubahan dalam penampila mis: pembedahan. Menyangkal diagnosis,
perasan tidak berdaya, putus asa, tidak mampu, tidak bermakna, kehilangan kontrol,
depresi.
Tanda : Menyangkal, menarik diri, marah.
· ELIMINASI :
Gejala : Perubahan pada pola devekasi mis: darah pada feses, nyeri pada devekasi.
Tanda : Perubahan pada bising usus, distensi abdomen.
MAKANAN / CAIRAN :
Gejala : Kebiasaan diet buruk ( mis: rendah serat, tinggi lemak adiktif). Anoreksia,
mual/muntah. Perubahan pada berat badan, berkurangnya massa otot
Tanda : perubahan pada turgor kulit/kelembaban; edema.
NEUROSENSORI :
Gejala : pusing, sinkope
· NYERI ATAU KENYAMANAN :
Gejala : Tidak ada nyeri atau derajat bervariasi misalnya ketidaknyamanan ringan
sampai nyeri berat.
· PERNAFASAN :
Gejala : Merokok ( tembakau, mariyuana, hidup dengan seseorang yang merokok).
Pemajanan abses.
INTERAKSI SOSIAL :
Gejala : Ketidak adekuatan / kelemahan sistem pendukung. Riwayat perkawinan (
berkenan dengan kepuasan dirumah, dukungan atau bantuan). Masalah tentang fungs/
tanggung jawab peran.
· PENYULUHAN ATAU PEMBELAJARAN :
Gejala : Riwayat kanker pada keluarga misalnya ibu atau bibi dengan kanker. Sisi
primer: Penyakit primer, tangga ditemukan/ didiagnosis.
Riwayat pengobatan : pengobatan sebelumnya untuk tempat kanker dan pengobatan
yang diberikan.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri akut berhubungan dengan proses patologik dan pembedahan (amputasi).

2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal, nyeri


dan amputasi.

3. Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan atau jaringan berhubungan


dengan penekanan pada daerah tertentu dalam waktu yang lama.

4. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan fraktur terbuka kerusakan jaringan


lunak.

5. Risiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan status


hipermetabolik berkenaan dengan kanker.

C. INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Nyeri akut berhubungan dengan proses patologik dan pembedahan


(amputasi).

· Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam masalah nyeri


akut teratasi seluruhnya.

· Kriteria Hasil :

a) Klien mengatakan nyeri hilang dan terkontrol.


b) Klien tampak rileks, tidak meringis, dan mampu istiraht / tidur dengan cepat.
c) Tampak memahami nyeri akut dan metode untuk menghilangkannya.
d) Skala nyeri 0-2.
Intervensi :

a. Kaji skala nyeri dengan pendekatan PQRST

R : Untuk mengetahui skala nyeri klien dan untuk mempermudah menentukan


intervensi selanjutnya.

b. Observasi tanda – tanda vital

R / : Mengetahui keadaan umum klien

c. Ajarkan klien teknik relaksasi dan distraksi

R / : Teknik relaksasi dan distraksi yang diajarkan kepada klien, dapat membantu
dalam mengurangi persepsi klien terhadap nyeri yang dideritanya

d. Berikan sokongan pada ekstremitas yang luka

R / : Menurunkan edema dan mengurangi nyeri

e. Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian obat analgetik

R / : Dapat mengurangi dan menghilangkan nyeri

2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal,


nyeri dan amputasi.

· Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam masalah


hambatan mobillitas fisik teratasi seluruhnya.

· Kriteria Hasil :

a) Pasien menyatakan pemahaman situasi individual, program pengobatan, dan


tindakan keamanan.
b) Pasien tampak ikut serta dalam program latihan / menunjukan keinginan
berpartisipasi dalam aktivitas.
c) Pasien menunjukan teknik / perilaku yang memampukan tindakan
beraktivitas.
d) Pasien tampak mempertahankan koordinasi dan mobilitas sesuai tingkat
optimal.

Intervensi :

1. Kaji tingkat immobilisasi yang disebabkan oleh edema dan persepsi pasien
tentang immobilisasi tersebut.

R / : Pasien akan membatasi gerak karena salah persepsi (persepsi tidak


proporsional).

2. Dorong partisipasi dalam aktivitas rekreasi (menonton TV, membaca koran


dll ).

R /: Memberikan kesempatan untuk mengeluarkan energi, memusatkan perhatian,


meningkatkan perasaan mengontrol diri pasien dan membantu dalam mengurangi
isolasi sosial.

3. Anjurkan pasien untuk melakukan latihan pasif dan aktif pada yang cedera
maupun yang tidak.

R /: Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk meningkatkan tonus otot,
mempertahankan mobilitas sendi, mencegah kontraktur / atropi dan reabsorbsi Ca
yang tidak digunakan.

4. Bantu pasien dalam perawatan diri.

R /:Meningkatkan kekuatan dan sirkulasi otot, meningkatkan pasien dalam


mengontrol situasi, meningkatkan kemauan pasien untuk sembuh.
5. Berikan diet TKTP, vitamin, dan mineral.

R / : Mempercepat proses penyembuhan, mencegah penurunan BB, karena pada


immobilisasi biasanya terjadi penurunan BB.

6. Kolaborasi dengan bagian fisioterapi.

R / : Untuk menentukan program latihan.

3. Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan atau jaringan


berhubungan dengan penekanan pada daerah tertentu dalam waktu yang
lama.

· Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam risiko


kerusakan integritas kulit / jaringan taratasi seluruhnya.

· Kriteria Hasil : Klien Menunjukkan prilaku / tehnik untuk mencegah kerusakan


kulit tidak berlanjut.

Intervensi :

1. Kaji adanya perubahan warna kulit.

R / : Memberikan informasi tentang sirkulasi kulit.

2. Pertahankan tempat tidur kering dan bebas kerutan.

R / : Untuk menurunkan tekanan pada area yang peka resiko kerusakan kulit lebih
lanjut.

3. Ubah posisi dengan sesering mungkin.

R / : Untuk mengurangi tekanan konstan pada area yang sama dan


meminimalkan resiko kerusakan kulit.
4. Beri posisi yang nyaman kepada pasien.

R / : Posisi yang tidak tepat dapat menyebabkan cedera kulit / kerusakan kulit.

5. Kolaborasi dengan tim kesehatan dan pemberian antibiotic.

R / : Untuk mengurangi terjadinya kerusakan integritas kulit.

4. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan fraktur terbuka kerusakan


jaringan lunak.
· Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam masalah
resiko infeksi tidak terjadi.

· Kriteria Hasil :

a) Tidak ada tanda-tanda Infeksi.


b) Leukosit dalam batas normal.
c) Tanda-tanda vital dalam batas normal.
Intervensi :

1. Kaji keadaan luka (kontinuitas dari kulit) terhadap adanya: edema, rubor,
kalor, dolor, fungtiolaesa.

R / : Untuk mengetahui tanda-tanda infeksi.

2. Anjurkan pasien untuk tidak memegang bagian yang luka.

R / : Meminimalkan terjadinya kontaminasi.

3. Rawat luka dengan menggunakan tehnik aseptik

R / : Mencegah kontaminasi dan kemungkinan infeksi silang.

4. Mewaspadai adanya keluhan nyeri mendadak, keterbatasan gerak,


edema lokal, eritema pada daerah luka.
R / : Merupakan indikasi adanya osteomilitis.

5. Kolaborasi pemeriksaan darah : Leukosit

R / : Leukosit yang meningkat artinya sudah terjadi proses infeksi.

5. Risiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan status


hipermetabolik berkenaan dengan kanker.

· Tujuan : mengalami peningkatan asupan nutrisi yang adekuat

· Kriteria Hasil :

a) penambahan berat badan


b) bebas tanda malnutrisi
c) nilai albumin dalam batas normal ( 3,5 – 5,5 g% )

Intervensi :

1. Catat asupan makanan setiap hari

R / : mengidentifikasi kekuatan atau defisiensi nutrisi

2. Ukur tinggi, berat badan, ketebalan kulit trisep setiap hari

R / : mengidentifikasi keadaan malnutrisi protein kalori khususnya bila berat badan


kurang dari normal

3. Berikan diet TKTP dan asupan cairan kuat

R / : memenuhi kebutuhan metabolik jaringan. Asupan cairan adekuat untuk


menghilangkan produk sisa

4. Pantau hasil pemeriksaan laboraturium sesuai indikasi

R / : membantu mengidentifikasi derajat malnutrisi


DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Linda Jual. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 8. Jakarta :
EGC
Kusnanto, S.Kp., M.Kes. 2004. Pengantar Profesi dan Praktik Keperawatan
Profesional. Jakarta : EGC
Robbin dan Kumar. 1995. Buku Ajar Patologi II edisi 4. Jakarta : EGC
Chandrasoma, Parakrama; Taylor, Clive R. 2005. Ringkasan Patologi Anatomi.
Jakarta : EGC
Price, Sylvia A., dkk. 1995. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit,
edisi 4. Jakarta : EGC
Otto, Shirley E. 2003. Pocket Guide to Oncology Nursing 2nd edition. Kansas :
Mosby-Year Book, Inc
Gale, RN, MS, Danielle; Charatte, RN, BSN, OCN, Jane. 1995. Oncology Nursing
Care Plans. Texas : Skidmore-Roth Publishing
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KEGANASAN (ONKOLOGI)

DENGAN CA ESOFAGUS

Oleh

NAMA : NOFIANTO

NIM : C01416058

KELAS : B KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GORONTALO

2018
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KEGANASAN (ONKOLOGI)

DENGAN CA PARU

Oleh

NAMA : NOFIANTO

NIM : C01416058

KELAS : B KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GORONTALO

2018
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KEGANASAN (ONKOLOGI)

DENGAN CA LAMBUNG

Oleh

NAMA : NOFIANTO

NIM : C01416058

KELAS : B KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GORONTALO

2018
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KEGANASAN (ONKOLOGI)

DENGAN CA MAMMAE

Oleh

NAMA : NOFIANTO

NIM : C01416058

KELAS : B KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GORONTALO

2018
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KEGANASAN (ONKOLOGI)

DENGAN CA KOLOREKTAL

Oleh

NAMA : NOFIANTO

NIM : C01416058

KELAS : B KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GORONTALO

2018
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KEGANASAN (ONKOLOGI)

DENGAN CA OSTEOSARCOMA

Oleh

NAMA : NOFIANTO

NIM : C01416058

KELAS : B KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GORONTALO

2018

Anda mungkin juga menyukai