Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

Nyeri kepala merupakan keluhan yang paling sering ditemukan. Salah satu
keluhan tersebut adalah nyeri kepala sebelah atau yang dikenal sebagai migren.
Tiga puluh sampai empat puluh persen penduduk USA pernah mengalami nyeri
kepala hebat pada masa hidupnya, dimana nyeri tegang otot dan migrain
menduduki peringkat nomor satu.1
Migrain merupakan penyakit yang sering terjadi di masyarakat baik mulai
dari anak-anak sampai dewasa, akan tetapi jarang setelah umur 40 tahun.
Diperkirakan 9% dari laki-laki, 16% dari wanita, dan 3-4% dari anak-anak
menderita migren. Dua perseratus dari kunjungan baru di unit rawat jalan penyakit
saraf menderita nyeri kepala migrain. 2
Migrain merupakan nyeri kepala primer. Nyeri kepala biasanya terasa
berdenyut di satu sisi kepala (unilateral) dengan intensitas sedang sampai berat
dan bertambah dengan aktivitas. Dapat disertai mual dan atau muntah atau
fonofobia dan fotofobia Banyaknya dan frekuensi serangan sangat beranekaragam, dari tiap hari sampai satu serangan per minggu atau bulan.1
Meski belum diketahui pasti penyebabnya, migrain diperkirakan terjadi akibat
adanya hiperaktivitas impuls listrik otak yang meningkatkan aliran darah di otak
dan mengakibatkan terjadinya pelebaran pembuluh darah otak serta proses
inflamasi (peradangan). Pelebaran dan inflamasi ini menyebabkan timbulnya nyeri
dan gejala lain, seperti mual. Semakin berat inflamasi yang terjadi, semakin berat

pula migrain yang diderita. Faktor genetik umumnya sangat berperan pada
timbulnya migrain.3
Nyeri kepala ini merupakan penyakit yang sering menyebabkan disabilitas, di
lain pihak sampai saat ini tampaknya belum ada pengobatan yang dapat
menyembuhkan migren kecuali hanya usaha mengendalikan serangan nyeri
kepala ini. Diagnosis yang akurat, memberi penerangan mengenai penyakitnya,
berusaha menenangkan pasien serta memberi perhatian dan mengajak pasien
bekerja sama dalam mengenal gejala dini dan gejala migrain pada umumnya serta
tindakan penanggulangannya merupakan bagian dari penatalaksanaan migrain
yang dapat menurunkan angka morbiditas pasien.1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Defenisi
Menurut International Headache Society (IHS), migren adalah nyeri kepala
berulang dengan serangan nyeri yang berlangsung 4-72 jam . Nyeri biasanya
sesisi (unilateral), bersifat berdenyut, intensitas nyeri sedang hingga berat,
diperhebat oleh aktivitas, dan dapat disertai mual dan/atau fotofobia, dan
fonofobia.
Migrain adalah serangan nyeri kepala berulang, dengan karakteristik lokasi
unilateral, berdenyut dan frekuensi, lama serta hebatnya rasa nyeri yang beraneka
ragam.2,3,4 Blau mengusulkan definisi migrain sebagai berikut nyeri kepala yang
berulang-ulang dan berlangsung 2-72 jam dan bebas nyeri antara serangan nyeri
kepalanya harus berhubungan dengan gangguan visual atau gastrointestinal atau
keduanya.2
2.2. Epidemiologi
Migrain dapat terjadi pada anak-anak sampai orang dewasa, biasanya
jarang terjadi setelah berumur lebih dari 50 tahun. Angka kejadian migrain dalam
kepustakaan berbeda-beda pada setiap negara, umumnya berkisar antara 56 %
dari populasi. Di Indonesia belum ada data secara kongkret. Pada wanita migrain
lebih banyak ditemukan dibanding pria dengan skala 2:1. Wanita hamil tidak luput
dari serangan migren, pada umumnya serangan muncul pada kehamilan trimester
I.5

2.3. Klasifikasi
Klasifikasi migren menurut International Headache Society (IHS):6
2.3.1. Migrain tanpa aura (common migraine)
Nyeri kepala selama 4-72 jam tanpa terapi. Sekurang-kurangnya 10
kali serangan. Pada anak-anak kurang dari 15 tahun, nyeri kepala dapat
berlangsung 2-48 jam. Nyeri kepala minimal mempunyai dua karakteristik
berikut ini:6
Lokasi unilateral
Kuafitas berdenyut
Intensitas sedang sampai berat yang menghambat aktivitas sehari-hari.
Diperberat dengan naik tangga atau aktivitas fisik rutin.
Selama nyeri kepala, minimal satu dari gejala berikut muncul:
Mual dan atau muntah
Fotofobia dan fonofobia
Minimal terdapat satu dari berikut:
Riwayat dan pemeriksaan fisik tidak mengarah pada kelainan lain.
Riwayat dan pemeriksaan fisik mengarah pada kelainan lain, tapi telah
disingkirkan dengan pemeriksaan penunjang yang memadai (misal: MRI
atau CT Scan kepala)
2.3.2. Migrain dengan aura (classic migraine)
Aura ialah gejala fokal neurologi yang komplek dan dapat timbul
sebelum, pada saat atau setelah serangan nyeri kepala6

- Terdiri dari empat fase yaitu: fase prodromal, fase aura, fase nyeri kepala
dan fase postdromal.
- Aura dengan minimal 2 serangan
- Terdapat minimal 3 dari 4 karakteristik sebagai berikut :
Satu gejala aura atau lebih mengindikasikan disfungsi CNS fokal
(misal: vertigo, tinitus, penurunan pendengaran, ataksia, gejala visual
pada hemifield kedua mata, disartria, diplopia, parestesia, paresis,
penurunan kesadaran)
Gejala aura timbul bertahap selama lebih dari 4 menit atau dua atau
lebih gejala aura terjadi bersama-sama Tidak ada gejala aura yang
berlangsung lebih dari 60 menit; bila lebih dari satu gejala aura
terjadi, durasinya lebih lama
Nyeri kepala mengikuti gejala aura dengan interval bebas nyeri kurang
dari 60 menit, tetapi kadang-kadang dapat terjadi sebelum aura.
- Sekurang-kurangnya terdapat satu dari yang tersebut dibawah ini :
Riwayat dan pemeriksaan fisik tidak mengarah pada kelainan lain.
Riwayat dan pemeriksaan fisik mengarah pada kelainan lain, tapi telah
disingkirkan dengan pemeriksaan penunjang yang memadai (mis:
MRI atau CT Scan kepala)

Gambar 2.1. Patofisiologi migren dengan aura dan tanpa aura6

2.3.3. Migraine with prolonged aura


Memenuhi kriteria migrain dengan aura tetapi aura terjadi selama
lebih dari 60 menit dan kurang dari 7 hari.7
2.3.4. Basilar migraine (menggantikan basilar artery migraine)
Memenuhi kriteria migrain dengan aura dengan dua atau lebih gejala
aura sebagai berikut: vertigo, tinnitus, penurunan pendengaran, ataksia,
gejala visual pada hemifield kedua mata, disartria, diplopia, parestesia
bilateral, paresis bilateralda penurunan derajat kesadaran.7
2.3.5. Migraine aura without headache (menggantikan migraine equivalent
atau achepalic migraine)
Memenuhi kriteria migren dengan aura tetepi tanpa disertai nyeri
kepala7

2.3.6. Benign paroxysmal vertigo of childhood


Episode disekuilibrium, cemas, seringkali nystagmus atau muntah
yang timbul secara sporadis dalam waktu singkat.7
- Pemeriksaan neurologis normal.
- Pemeriksaan EEG normal
2.3.7. Migrainous infraction (menggantikan complicated migraine)
- Telah memenuhi kriteria migren dengan aura.
- Serangan yang terjadi sama persis dengan serangan yang sebelumnya,
akan tetapi defisit neurologis tidak sembuh sempurna dalam 7 hari dan
atau pada pemeriksaan neuroimaging didapatkan infark iskemik di
daerah yang sesuai. Penyebab infark yang lain disingkirkan dengan
pemeriksaan yang memadai.
2.3.8. Migrain oftalmoplegik
Migren yang dicirikan oleh serangan berulang-ulang yang berhubungan
dengan paresis
Tidak ada kelainan organik.
Paresis pada saraf otak ke III, IV, VI
2.3.9. Migrain hemiplegic familial
Migrain dengan aura termasuk hemiparesis dengan criteria klinik
yang sama seperti migrain aura dan sekurang-kurangnya seorang keluarga
terdekat memiliki riwayat migren yang sama
2.3.10. Migrain retinal
Terjadi berulang kali dalam bentuk buta tidak lebih dari 1 jam.

Gangguan okuler dan vaskuler tidak dijumpai.


2.3.11. Migrain yang berhubungan dengan intrakranial
Gangguan intrakranial berhubungan dengan awitan secara temporal.
Aura dan lokasi nyeri kepala berhubungan erat dengan jenis lesi intrakranial.

2.4. Etiologi dan Faktor Pencetus


Sampai saat ini belum diketahui dengan pasti faktor penyebab migrain,
diduga sebagai gangguan neurobiologis, perubahan sensitivitas sistim saraf dan
avikasi sistem trigeminal-vaskular, sehingga migren termasuk dalam nyeri kepala
primer. Diketahui ada beberapa faktor pencetus timbulnya serangan migrain
yaitu:8
2.4.1. Menstruasi
Menstruasi biasa pada hari pertama menstruasi atau sebelumnya/
perubahan hormonal. Beberapa wanita yang menderita migren merasakan
frekuensi serangan akan meningkat saat masa menstruasi. Bahkan ada
diantaranya yang hanya merasakan serangan migrain pada saat menstruasi.
Istilah menstrual migraine sering digunakan untuk menyebut migrain
yang terjadi pada wanita saat dua hari sebelum menstruasi dan sehari
setelahnya. Penurunan kadar estrogen dalam darah menjadi penyebab
utama terjadinya migrain.
2.4.2. Kafein
Kafein terkandung dalam banyak produk makanan seperti minuman
ringan, teh, cokelat, dan kopi. Kafein dalam jumlah sedikit akan

meningkatkan kewaspadaan dan tenaga, namun bila diminum dalam dosis


yang tinggi akan menyebabkan gangguan tidur, lekas marah, cemas dan
sakit kepala
2.4.3. Puasa dan terlambat makan
Puasa dapat mencetuskan terjadinya migrain oleh karena saat puasa
terjadi pelepasan hormon yang berhubungan dengan stress dan penurunan
kadar gula darah. Hal ini menyebabkan penderita migrain tidak dianjurkan
untuk berpuasa dalam jangka waktu yang lama.
2.4.4. Makanan
Misalnya akohol, coklat, susu, keju dan buah-buahan. Cokelat
dilaporkan sebagai salah satu penyebab terjadinya migrain, namun hal ini
dibantah oleh beberapa studi lainnya yang mengatakan tidak ada hubungan
antara cokelat dan sakit kepala migrain. Anggur merah dipercaya sebagai
pencetus terjadinya migrain, namun belum ada cukup bukti yang
mengatakan bahwa anggur putih juga bisa menyebabkan migrain. Tiramin
(bahan kimia yang terdapat dalam keju, anggur, bir, sosis, dan acar) dapat
mencetuskan terjadinya migrain, tetapi tidak terdapat bukti jika
mengkonsumsi tiramin dalam jumlah kecil akan menurunkan frekuensi
serangan migrain. Penyedap masakan atau MSG dilaporkan dapat
menyebabkan sakit kepala, kemerahan pada wajah, berkeringat dan
berdebar debar jika dikonsumsi dalam jumlah yang besar pada saat perut
kosong. Fenomena ini biasa disebut Chinese restaurant syndrome.
Aspartam atau pemanis buatan yang banyak dijumpai pada minuman diet

dan makanan ringan, dapat menjadi pencetus migren bila dimakan dalam
jumlah besar dan jangka waktu yang lama.
2.4.5. Cahaya kilat atau berkelip
Cahaya yang terlalu terang dan intensitas perangsangan visual yang
terlalu tinggi akan menyebabkan sakit kepala pada manusia normal.
Mekanisme ini juga berlaku untuk penderita migrain yang memiliki
kepekaan cahaya yang lebih tinggi daripada manusia normal. Sinar
matahari, televisi dan lampu disko dilaporkan sebagai sumber cahaya yang
menjadi faktor pencetus migren.
2.4.6. Psikis
Baik pada peristiwa duka ataupun pada peristiwa bahagia (stress)
2.4.7. Banyak tidur atau kurang tidur
Gangguan mekanisme tidur seperti tidur terlalu lama, kurang tidur,
sering terjaga tengah malam, sangat erat hubungannya dengan migrain dan
tension headache, sehingga perbaikan dari mekanisme tidur ini akan
sangat membantu untuk mengurangi frekuensi timbulnya migrain. Tidur
yang baik juga dilaporkan dapat memperpendek durasi serangan migrain.
2.4.8. Faktor herediter
2.4.9. Faktor kepribadian

10

2.5. Gejala dan Tanda 9


1. Jenis nyeri kepala berdenyut-denyut adalah khas untuk menunjukan nyeri
kepala vaskuler, selain itu terasa tertusuk-tusuk atau kepala mau pecah.
2. Migren merupakan nyeri kepala episodik berlangsung selama 5 20 jam
tetapi tidak lebih dari 72 jam.
3. Puncak nyeri 1-2 jam setelah awitan dan berlangsung 6 36 jam.
4. Waktu terjadinya migrain dapat muncul sewaktu-waktu baik siang maupun
malam, tetapi sering kali mulai pada pagi hari.
5. Lokasi migrain sering bersifat unilateral (satu sisi) biasanya pada daerah
frontal, temporal, namun suatu saat dapat menyeluruh.
6. Nyeri berdenyut dari migrain sering ditutupi oleh perasaan nyeri yang
bersifat terus menerus.
7. Gejala yang menyertai migrain adalah
- Mual, muntah, dan anoreksia.
- Gejala visual baik yang positif dan negatif.
- Gejala hemiferik (hemiparesis, parestesia, gangguan berbahasa, gangguan
batang otak seperti vertigo, disartria, ataksia dan diplopia)
- Kuandriparesis
8. Aktivitas bekerja memperberat terjadinya migrain.
9. Migrain mereda apabila dipakai untuk istirahat, menghindari cahaya dan
tidur.
Migrain merupakan suatu penyakit kronis, bukan sekedar sakit kepala. Secara
umum terdapat 4 fase gejala, meskipun tak semua penderita migrain

11

mengalami keempat fase ini. Keempat fase tersebut yaitu :9


2.5.1.Fase Prodromal
Fase ini terdiri dari kumpulan gejala samar / tidak jelas, yang dapat
mendahului serangan migrain. Fase ini dapat berlangsung selama beberapa
jam, bahkan dapat 1-2 hari sebelum serangan. Gejalanya antara lain:
1. Psikologis : depresi, hiperaktivitas, euforia (rasa gembira yang berlebihan),
banyak bicara (talkativeness), sensitif / iritabel, gelisah, rasa mengantuk atau
malas.
2. Neurologis : sensitif terhadap cahaya dan/atau bunyi (fotofobia & fonofobia),
sulit berkonsentrasi, menguap berlebihan, sensitif terhadap bau (hiperosmia)
3. Umum : kaku leher, mual, diare atau konstipasi, mengidam atau nafsu makan
meningkat, merasa dingin, haus, merasa lamban, sering buang air kecil.
2.5.2. Aura
Umumnya gejala aura dirasakan mendahului serangan migrain.
Secara visual, aura dinyatakan dalam bentuk positif atau negatif. Penderita
migrain dapat mengalami kedua jenis aura secara bersamaan. Aura positif
tampak seperti cahaya berkilauan, seperti suatu bentuk berpendar yang
menutupi tepi lapangan pengelihatan. Fenomena ini disebut juga sebagai
scintillating scotoma (scotoma = defek lapang pandang). Skotoma ini dapat
membesar dan akhirnya menutupi seluruh lapang pandang. Aura positif dapat
pula berbentuk seperti garis-garis zig-zag, atau bintang-bintang. Aura negatif
tampak seperti lubang gelap/hitam atau bintik-bintik hitam yang menutupi
lapangan pengelihatannya. Dapat pula berbentuk seperti tunnel vision;

12

dimana lapang pandang daerah kedua sisi menjadi gelap atau tertutup,
sehingga lapang pandang terfokus hanya pada bagian tengah (seolah-seolah
melihat melalui lorong).10
Beberapa gejala neurologis dapat muncul bersamaan dengan
timbulnya aura. Gejala-gejala ini umumnya gangguan bicara, kesemutan,
rasa baal, rasa lemah pada lengan dan tungkai bawah, gangguan persepsi
penglihatan seperti distorsi terhadap ruang an kebingungan (confusion).10
2.5.3. Fase Serangan
Tanpa pengobatan, serangan migrain umumnya berlangsung antara
4-72 jam. Migrain yang disertai aura disebut sebagai migrain klasik.
Sedangkan migrain tanpa disertai aura merupakan migrain umum (common
migraine). Gejala-gejala yang umum adalah:10
1. Nyeri kepala satu sisi yang terasa seperti berdenyut-denyut atau ditusuktusuk. Nyeri kadang-kadang dapat menyebar sampai terasa di seluruh bagian
kepala
2. Nyeri kepala bertambah berat bila melakukan aktivitas
3. Mual, kadang disertai muntah
4. Gejala gangguan pengelihatan dapat terjadi
5. Wajah dapat terasa seperti baal / kebal, atau semutan
6. Sangat sensitif terhadap cahaya dan bunyi (fotofobia dan fonofobia)
7. Wajah umumnya terlihat pucat, dan badan terasa dingin
8. Terdapat paling tidak 1 gejala aura (pada migrain klasik), yang berkembang
secara bertahap selama lebih dari 4 menit. Nyeri kepala dapat terjadi sebelum

13

gejala aura atau pada saat yang bersamaan.

2.5.4. Fase Postdromal


Setelah serangan migren, umumnya terjadi masa prodromal, dimana
pasien dapat merasa kelelahan (exhausted) dan perasaan seperti berkabut.10

2.6. Patofisiologi
2.6.1. Penekanan aktivitas sel neuron otak yang menjalar dan meluas
(spreading depression dari Leao)
Teori depresi yang meluas Leao (1944), dapat menerangkan
tumbuhnya aura pada migrain klasik. Leao pertama melakukan percobaan
pada kelinci. Ia menemukan bahwa depresi yang meluas timbul akibat
reaksi terhadap macam rangsangan lokal pada jaringan korteks otak.
Depresi yang meluas ini adalah gelombang yang menjalar akibat
penekanan aktivitas sel neuron otak spontan. Perjalanan dan meluasnya
gelombang sama dengan yang terjadi waktu kita melempar batu ke dalam
air. Kecepatan perjalanannya diperkirakan 2-5 mm per menit dan didahului
oleh fase rangsangan sel neuron otak yang berlangsung cepat. Jadi sama
dengan perjalanan aura pada migrain klasik.6
Percobaan ini ditunjang oleh penemuan Oleson, Larsen dan Lauritzen
(1981). dengan pengukuran aliran darah otak regional pada penderitapenderita migren klasik. Pada waktu serangan migrain klasik, mereka
menemukan penurunan aliran darah pada bagian belakang otak yang

14

meluas ke depan dengan kecepatan yang sama seperti pada depresi yang
meluas. Mereka mengambil kesimpulan bahwa penurunan aliran darah
otak regional yang meluas ke depan adalah akibat dari depresi yang
meluas.6
Terdapat persamaan antara percobaan binatang oleh Leao dan migrain
klinikal, akan tetapi terdapat juga perbedaan yang penting, misalnya tak
ada fase vasodilatasi pada pengamatan pada manusia, dan aliran darah
yang berkurang berlangsung terus setelah gejala aura. Meskipun demikian,
eksperimen perubahan aliran darah memberi kesan bahwa manifestasi
migrain terletak primer di otak dan kelainan vaskular adalah sekunder.6
2.6.2. Sistem trigemino-vaskular
Pembuluh darah otak dipersarafi oleh serat-serat saraf yang
mengandung. substansi P (SP), neurokinin-A (NKA) dan calcitonin-gene
related peptid (CGRP). Semua ini berasal dari ganglion nervus trigeminus
sesisi SP, NKA. dan CGRP menimbulkan pelebaran pembuluh darah arteri
otak. Selain ltu, rangsangan oleh serotonin (5hydroxytryptamine) pada
ujung-ujung saraf perivaskular menyebabkan rasa nyeri dan pelebaran
pembuluh darah sesisi.6

15

Gambar 2.2. Patofisiologi Migrain6

Seperti diketahui, waktu serangan migrain kadar serotonin dalam


plasma meningkat. Dulu dianggap bahwa serotoninlah yang menyebabkan
penyempitan pembuluh darah pada fase aura. Pemikiran sekarang
mengatakan bahwa serotonin bekerja melalui sistem trigemino-vaskular
yang menyebabkan rasa nyeri kepala dan pelebaran pembuluh darah.
Obat-obat anti-serotonin misalnva cyproheptadine dan pizotifen bekerja
pada sistem ini untuk mencegah migrain.6
2.6.3. lnti-inti syaraf di batang otak
Inti-inti saraf di batang otak misalnya di rafe dan lokus seruleus
mempunyai

hubungan

dengan

reseptor-reseptor

serotonin

dan

noradrenalin. Juga dengan pembuluh darah otak yang letaknya lebih tinggi
dan sumsum tulang daerah leher yang letaknya lebih rendah. Rangsangan
pada inti-inti ini menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah otak sesisi
dan vasodilatasi pembuluh darah di luar otak. Selain itu terdapat
penekanan reseptor-reseptor nyeri yang letaknya lebih rendah di sumsum

16

tulang daerah leher. Teori ini menerangkan vasokonstriksi pembuluh darah


di dalam otak dan vasodilatasi pembuluh darah di luar otak, misalnya di
pelipis yang melebar dan berdenyut.10

Gambar 2.3. lnti-inti syaraf di batang otak6

Faktor pencetus timbulnya migren dapat dibagi dalam faktor


ekstrinsik dan faktor intrinsik. Faktor ekstrinsik, misalnya ketegangan jiwa
(stress), baik emosional maupun fisik atau setelah istirahat dari
ketegangan, makanan tertentu, misalnya buah jeruk, pisang, coklat, keju,
minuman yang mengandung alkohol, sosis yang ada bahan pengawetnya.
Lain-lain faktor pencetus seperti hawa terlalu panas, terik matahari,
lingkungan kerja yang tak menyenangkan, bau atau suara yang tak
menyenangkan. Faktor intrinsik, misalnya perubahan hormonal pada
wanita yang nyeri kepalanya berhubungan dengan hari tertentu siklus haid.
Dikatakan bahwa migren menstruasi ini jarang terdapat, hanya didapatkan
pada 3 dari 600-700 penderita. Pemberian pil KB dan waktu menopause
sering mempengaruhi serangan migren.11
Mual dan muntah mungkin disebabkan oleh kerja dopamin atau
serotonin pada pusat muntah di batang otak (chemoreseptor trigger zone/
CTZ). Sedangkan pacuan pada hipotalamus akan menimbulkan fotofobia.

17

Proyeksi/pacuan dari LC ke korteks serebri dapat mengakibatkan oligemia


kortikal dan mungkin menyebabkan penekanan aliran darah, sehingga
timbulah aura. Pencetus (trigger) migren berasal dari:11
1. Korteks serebri: sebagai respon terhadap emosi atau stress
2. Talamus: sebagai respon terhadap stimulasi afferen yang berlebihan
(cahaya yang menyilaukan, suara bising, makanan)
3. Bau-bau yang tajam
4. Hipotalamus sebagai respon terhadap 'jam internal" atau perubahan
"lingkungan" internal (perubahan hormonal),
5. Sirkulasi karotis interna atau karotis eksterna: sebagai respon terhadap
vasodilator, atau angiografi.

2.7. Pemeriksaan Penunjang


Banyak dokter yang meminta suatu serial pemeriksaan darah untuk
pemeriksaan penyakit kelenjar gondok, anemia atau infeksi yang dapat
menyebabkan sakit kepala. Kadang-kadang diperlukan pemeriksaan sken otak
seperti computed tomographic scan (CT-scan) atau magnetic resonance imaging
(MRI) untuk menepis gangguan otak yang serius. Jika dicurigai adanya aneurisma
pembuluh darah otak, perlu dilakukan pemeriksaan angiogram.9
Untuk mendiagnosis migren tidak selalu mudah, terutama pada pasien-pasien
yang memiliki gejala yang tidak jelas. Elektroensefalogram (EEG) dilakukan
untuk mengukur aktivitas kerja otak. EEG ini dapat mengidentifikasi suatu
malfungsi saraf otak, tetapi tidak dapat menunjukkan secara tepat masalah yang

18

menyebabkan suatu sakit kepala.9


Termografi, suatu teknik percobaan yang sedang dikembangkan untuk
mendiagnosis sakit kepala dan menjanjikan untuk menjadi alat klinis yang
berguna dikemudian hari. Pada termografi, sebuah kamera infra merah akan
mengubah temperatur kulit menjadi suatu gambar yang berwarna atau suatu
termogram dengan berbagai warna yang berbeda sebagai akibat tingkat
pemanasan yang berbeda.9
Temperatur kulit ini dipengaruhi oleh aliran darah. Para saintis menemukan
termogram pada pasien-pasien yang menderita sakit kepala menunjukkan pola
panas yang berbeda sangat menyolok dari mereka yang tidak pernah atau jarang
mengalami sakit kepala.9

2.8. Diagnosis
Kriteria

Diagnosis

migrain

berdasarkan

ICHD-II

(International

Classification of Headache Disorder -II) yaitu Serangan nyeri kepala berulang


yang berlangsung 4-72jam dan memiliki komponen berikut :6
1. Pemeriksaan fisik normal
2. Tidak ada penyebab nyeri kepala lain
3. Setidaknya didapatkan 2 dari poin-poin berikut : Nyeri unilateral, nyeri
berdenyut, munculnya nyeri karena dipicu gerakan nyeri dengan intensitas
moderat atau parah
4. Setidaknya didapatkan 1 dari poin-poin berikut : mual atau muntah,
photophobia dan phonophobia

19

2.9. Penatalaksanaan Menurut Perdossi


2.9.1. Mengurangi Faktor Resiko
Perubahan hormonal seperti haid, obat hormonal serta kadar estrogen
yang berfluktuasi dapat dilakukan dengan menghentikan pil KB atau obatobat pengganti estrogen.12
Diet dilakukan dengan menghindari makanan tertentu. Secara umum,
makanan yang harus dihindari adalah: MSG, beberapa minuman
beralkohol (anggur merah, prot, sherry, scotch, bourbon), keju (Colby,
Roquefort, Brie, Gruyere, cheddar, bleu, mozzarella, Parmesan, Boursault,
Romano), coklat, dan aspartame. Diet dilakukan selama 1 bulan. Apabila
setelah 1 bulan gejala tidak membaik, berarti modifikasi diet tidak
bermanfaat. Apabila makanan menjadi pencetus gejala, maka jenis
makanan tersebut harus diidentifikasi dengan cara menambahkan satu
jenis makanan sampai gejala muncul. Sebaiknya dibuat diari makanan
selama mengidentifikasi makanan apa yang menjadi pencetus migrain,
karena beberapa jenis makanan dapat langsung menimbulkan gejala
(anggur merah, MSG), sementara makanan lain baru menimbulkan gejala
setelah 1 hari (coklat, keju).2
2.9.2. Terapi Farmaka
2.9.2.1. Terapi Abortif (Akut)
Terapi abortif merupakan pengobatan pada saat serangan akut yang
bertujuan untuk meredakan serangan nyeri dan disabilitas pada saat itu
dan menghentikan progresivitas. Pada terapi abortif dapat diberikan : 12

20

A. Analgesia Nonspesifik
Analgesia yang dapat diberikan pada kasus nyeri lain selain nyeri
kepala. Secara umum dapat dikatakan bahwa terapi memakai analgesia
nonspesifik masih dapat menolong pada migrain dengan intensitas nyeri
ringan sampai sedang. 12
Yang

termasuk

analgesia

nonspesifik

adalah

asetaminofen

(parasetamol), aspirin dan obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS). Pada


umumnya pemberian analgesia opioid dihindari. Beberapa obat OAINS
yang telah diteliti diberikan pada migrain antara lain adalah Diklofenak,
Ketorolak, Ketoprofen, Indometasin, Ibuprofen, Naproksen, Golongan
fenamat.12
Ketorolak IM membantu pasien dengan mual atau muntah yang
berat. Kombinasi antara asetaminofen dengan aspirin atau OAINS serta
penambahan kafein dikatakan dapat menambah efek analgetik, dan
dengan dosis masing-masing obat yang lebih rendah diharapkan akan
mengurangi efek samping obat. Mekanisme kerja OAINS pada umumnya
terutama

menghambat

enzim

siklooksigenase

sehingga

sintesa

prostaglandin dihambat.1
Pasien diminta meminum obatnya begitu serangan migrain terasa.
Dosis obat harus adekuat baik secara obat tunggal atau kombinasi.
Apabila satu OAINS tidak efektif dapat dicoba OAINS yang lain. Efek
samping pemberian OAINS perlu dipahami untuk menghindari hal-hal
yang tidak diinginkan. Pada wanita hamil hindari pemberian OAINS

21

setelah minggu ke 32 kehamilan. Pada migrain anak dapat diberikan


asetaminofen atau ibuprofen.12
B. Analgesia Spesifik
Hanya bekerja sebagai analgesia nyeri kepala. Pada kasus sedang
sampai berat atau berespons buruk dengan OAINS pemberian analgesia
spesifik lebih bermanfaat.13
Yang termasuk analgesik spesifik yang sering digunakan adalah
ergotamin, dihidroergotamin (DHE) dan golongan triptan yang
merupakan agonis selektif reseptor serotonin pada 5-HT1, terutama
mengaktivasi reseptor 5HT I B / 1 D. Di samping itu ergotamin dan DHE
juga berikatan dengan reseptor 5-HT2, 1dan 2- nonadrenergik dan
dopamin.1
Ergotamin dan DHE diberikan pada migrain sedang sampai berat
apabila analgesia nonspesifik kurang terlihat hasilnya atau memberi efek
samping. Dosis dan cara pemberian ergotamin dan DHE harus
diperhatikan. Kombinasi ergotamin dengan kafein bertujuan untuk
menambah absorpsi ergotamin selain sebagai analgesik pula. Hindari
pada kehamilan, hipertensi tidak terkendali, penyakit serebrovaskuler,
kardiovaskuler dan penyakit pembuluh perifer (hati-hati pada pasien > 40
tahun) serta gagal ginjal, gagal hati dan sepsis. Efek samping yang
mungkin timbul antara lain mual, dizziness, parestesia, kram abdominal.
Ergotamin biasanya diberikan pada episode serangan tunggal. Dosis
dibatasi tidak melebihi 10 mg/minggu.1

22

Sumatriptan dapat meredakan nyeri, mual, fotofobia dan fonofobia


sehingga memperbaiki disabilitas pasien. Diberikan pada migrain berat
atau pasien yang tidak memberikan respon dengan analgesia nonspesifik
dengan atau tanpa kombinasi. Dosis awal sumatriptan adalah 50 mg
dengan dosis maksimal dalam 24 jam 200 mg. Kontra indikasi antara lain
adalah pasien, yang berisiko penyakit jantung koroner, penyakit
serebrovaskuler, hipertensi yang tidak terkontrol, migrain tipe basiler.
Efek samping berupa dizziness, heaviness, mengantuk, nyeri dada non
kardial, disforia.13
Golongan

triptan

generasi

kedua

(zolmitriptan,

eletriptan,

naratriptan, rizatriptan) yang tidak ada di Indonesia sebenarnya


mempunyai respons yang lebih baik, rekurensi nyeri kepala yang lebih
rendah dan lebih dapat ditoleransi.13
2.9.2.2. Terapi Preventif (Profilaksis)
Pada terapi preventif atau profilaksis migrain terutama bertujuan
untuk mengurangi frekwensi, durasi dan beratnya nyeri kepala. 1,4 Terapi
preventif harus selalu diminum tanpa melihat adanya serangan atau tidak.
Pengobatan dapat diberikan dalam jangka waktu episodik, jangka pendek
(subakut) atau jangka panjang (kronis). Terapi profilaksis lini pertama
yaitu calcium channel blocker (verapamil), antidepresan trisiklik
(nortriptyline), dan beta blocker (propanolol) Terapi profilaksis lini kedua
yaitu methysergide, asam valproat, asetazolamid.13
Mekanisme kerja obat-obat tersebut tidak seluruhnya dimengerti.

23

Diduga obat tersebut menghambat pelepasan neuropeptida ke dalam


pembuluh darah dural melalui efek antagonis pada reseptor 5-HT2. Satu
jenis obat profilaksis tidak lebih efektif daripada obat yang lain. oleh
karena itu, bila tidak ada kontraindikasi, verapamil lebih sering
digunakan pada awal terapi karena efek sampingnya paling minimal
dibandingkan yang lain.13
Apabila dizziness tidak dapat dikontrol dengan satu obat, gunakan
jenis obat yang lain. Bila dizziness sudah terkontrol, obat diberikan terus
menerus selama minimal 1 tahun (kecuali methysergide yang
memerlukan interval bebas obat selama 3-4 minggu pada bulan ke-6
terapi). Obat dapat diberikan ulang pada tahun berikutnya apabila
dizziness muncul lagi setelah terapi dihentikan.13
Terapi episodik diberikan apabila faktor pencetus nyeri kepala
dikenal dengan baik sehingga dapat diberikan analgesia sebelumnya.
Terapi preventif jangka pendek berguna apabila pasien akan terkena
faktor risiko yang telah dikenal dalam jangka waktu tertentu seperti pada
migrain menstrual. Terapi preventif kronis akan diberikan dalam
beberapa bulan bahkan tahun tergantung respons pasien. Biasanya
diambil patokan minimal dua sampai tiga bulan. Indikasi:13
Penyakit kambuh beberapa kali dalam sebulan
Penyakit berlangsung terus menerus selama beberapa minggu atau bulan
Penyakit sangat mengganggu kuafitas/gaya hidup penderita.
Adanya kontra indikasi atau efek samping yang tidak dapat ditoleransi

24

terhadap terapi abortif.


Kecenderungan pemakaian obat yang berlebih pada terapi abortif.
2.9.3. Terapi Nonfarmaka
Walaupun terapi farmaka merupakan terapi utama migrain, terapi
nonfarmaka tidak bisa dilupakan. Pada kehamilan terapi nonfarmaka
bahkan diutamakan. Terapi nonfarmaka dimulai dengan edukasi dan
menenangkan pasien (reassurance). Pada saat serangan pasien dianjurkan
untuk menghindari stimulasi sensoris berlebihan. Bila memungkinkan
beristirahat di tempat gelap dan tenang dengan dikompres dingin.
Menghindari faktor pencetus mungkin merupakan terapi pencegahan yang
murah.14
Intervensi terapi perilaku (behaviour) sangat berperan dalam
mengatasi nyeri kepala yang meliputi terapi cognitive-behaviour, terapi
relaksasi serta terapi biofeedback dengan memakai alat elektromiografi
atau memakai suhu kulit atau pulsasi arteri temporalis. Olahraga terarah
yang teratur dan meningkat secara bertahap umumnya sangat membantu.
Beberapa penulis mengusulkan terapi alternatif lain seperti meditasi,
hipnosis, akupunktur dan fitofarmaka. Pada migrain menstrual dapat
dianjurkan mengurangi garam dan retensi cairan.14

2.10. Metaanalisis Penatalaksanaan Migrain Akut


2.10.1. The U.S. Headache Consortium

25

Tujuan pengobatan dan manajemen jangka panjang migrain akut


menurut The U.S. Headache Consortium yaitu menekankan pentingnya
pendidikan serta partisipasi pasien dalam pengelolaan migrain, dan
membangun komunikasi yang efektif. Tujuan pengobatan juga dirancang
untuk menghindari "Rebound" atau penggunaan obat yang berlebihan
misalnya, ergotamine Ergostat, opiat, analgesik, dan triptans dapat
menyebabkan

medication

overuse.

Terapi

pencegahan

harus

dipertimbangkan jika pasien sakit kepala lebih dari dua kali seminggu.
Jika pemberian obat oral tidak mungkin karena mual atau jika agen oral
gagal, alternatif metode administrasi (rektal, hidung, atau subkutan
intravena) dapat digunakan.10

Tabel 2.1. Guideline penatalaksanaan Migrain menurut The U.S. Headache Consortium 10

Tujuan Jangka Panjang

Tujuan untuk pengobatan Serangan


Akut
1. Mengurangi
frekuensi
dan 1. Mengobati
secara
cepat
dan
keparahan
konsisten tanpa kekambuhan
2. Mengurangi kecacatan
2. Mengembalikan kemampuan pasien
3. Meningkatkan kualitas hidup
3. Minimalkan penggunaan back-up
4. Mencegah sakit kepala
(obat yang digunakan di rumah bila
5. Hindari eskalasi penggunaan obat
pengobatan lain gagal)
sakit kepala
4. Optimalkan perawatan diri untuk
6. Mendidik dan memungkinkan pasien
manajemen keseluruhan
untuk mengelola penyakitnya
5. Efektif dalam biaya
6. Efek samping minimal atau tidak ada

Tabel 2.2. Penatalaksanaan Nonspesifik Migrain Akut menurut The U.S. Headache Consortium 10

Medikasi
Analgetik/NSAIDs
1. Aspirin

Dosis
650-1000mg tiap 4-6 jam

Efektivitas
3

26

Dosis maksimal :1gr


Dosis inisial : 4gr
2. Ibuprofen

400-800mg tiap 6 jam


Dosis initial maksimal :800mg

3. Naproxen Sodium

275-550mg tiap 2-6jam


Dosis initial maksimal: 825mg

4. Ketorolac

60mg IM tiap 15-30menit


Dosis maksimal : 120mg/hari (tidak
melebihi 5 hari)

50-150mg IM atau IV
Dapat diulang 50-150mg tiap 3-4 jam

1 spray (1mg) dilubang hidung


Dapat diulang 1 jam
Dosis maksimal perhari : 4 spray
Batas pemakaian 2 hari seminggu

10mg IV atau oral 20-30menit sebelum


atau bersamaan dengan analgesik ringan,
NSAID, atau derivat ergotamin

2. Prochlorperazine

25mg oral atau suppositoria


Maksimal 3 dosis dalam 24 jam

3.Isometheptene,
acetaminophen,
dichloralphenazone

Dosis inisial maksimal : 2 kapsul


Diulang 1 kapsul tiap jam sampai dosis
maksimal 5 kapsul tiap 12 jam dan 20
per bulan
Batas penggunaan 2 hari seminggu

Narcotic Analgesic
1. Meperidine

Terapi ajuvan
1. Metoclorpamid

Tabel 2.3. Penatalaksanaan Spesifik Migrain Akut menurut The U.S. Headache Consortium 10

Medikasi
Derivat Ergotamin
1. Ergotamine

Dosis

Efektivitas

1-2 mg oral tiap jam, dosis maksimal 3


dosis dalam 24 jam
Suppositoria: 1mg, dosis maksimal 2-3
kali sehari, 12 kali sebulan

2. Kafein + ergotamin 2 tablet (100mg kafein/1mg ergotamin)

27

(cafergot)

Triptan
1. Sumatripan

saat onset, dilanjutkan 1 tablet tiap 30


menit sampai 6tablet tiap serangan, 10
tablet seminggu
Suppositoria (2mg ergotamin/100 mg
kafein) saat onset, 1 kali dalam 1 jam
bila diperlukan, dosis maksimal 2 kali
dalm 1 serangan
6 mg SC, diulang dalam 1 jam
Dosis maksimal 12mg dalam 24 jam
25-100mg oral tiap 2 jam
Dosis inisial maksimal: 100 mg
Intranasal: 5-10mg (1-2 spray) dilubang
hidung dapat diulang setelah 2 jam
sampai dosis maksimal 40mg per hari

2. Naratripan

1-2,5mg oral tiap 4 jam


Dosis mksimal 5mg per hari

3. Rizatripan

5-20mg oral tiap 2 jam


Dosis maksimal 30mg per hari

4. Zolmitripan

2,5-5mg oral tiap 2jam


Dosis maksimal 10mg per 24jam

28

2.10.2. Perbandingan Penatalaksanaan Migrain Menurut The U.S. Headache Consortium dengan AAFP/ACPASIM Recommendations10
Tipe Penatalaksanaan
Akut

The U.S. Headache Consortium


Terapi spesifik migrain (triptan,DHE, ergotamin) untuk migrain
berat dan untuk pasien yang berespon buruk terhadap NSAIDs
atau analgesik kombinasi seperti aspirin+ asetaminofen+ kafein.
Rekomendasi berdasarkan uji klinis double blind, efek placebokontrol:
Oral acetamonifen + aspirin + kafein
Oral aspirin
IN butorphanol
SC, IM, IV, IN DHE
IV DHE + antiemetik
Oral ibuprofen
Oral naproxen sodium
Oral naratripan
IV prochlorperazine
Oral rizatriptan
SC, IN, oral sumatriptan
Oral zolmitriptan

AAFP/ACPASIM Recommendations
Menggunakan NSAIDs sebagai terapi lini pertama.
Rekomendasi :
Aspirin
Ibuprofen
Naproxen sodium
Tolfenamic acid
Acetaminophen + aspirin + caffeine
Pada pasien yang tidak berespon terhadap NSAIDs,
menggunakan terapi spesifik migrain, rekomendasi :
DHE nasal spray
Oral naratriptan
SC, oral sumatriptan
Oral rizatriptan
Oral zolmitriptan

Cara pemberian dengan rute non oral bagi pasien migrain yang Cara pemberian dengan rute non oral bagi pasien migrain
diawali dengan kompleks gejala mual atau muntah.
yang diawali dengan kompleks gejala mual atau muntah.
Terapi menggunakan antiemetik
Preventive

Penggunaan obat
Memulai pengobatan dengan dosis efektif terendah
Menggunakan dosis yang adekuat

Pasien dengan migrain harus dievaluasi untuk penggunaan


terapi pencegahan. Umumnya indikasi untuk
pencegahan migrain meliputi

29

Hindari intervensi obat


Gunakan formulasi long-acting untuk meningkatkan kepatuhan

1) dua atau lebih serangan per bulan yang menghasilkan


cacat yang berlangsung 3 hari atau lebih per bulan
2) kontraindikasi, atau kegagalan, akut perawatan
3) penggunaan obat gagal lebih dari dua kali per minggu,
atau
4) Migrain jarang, termasuk migrain hemiplegia, migrain
dengan aura yang berkepanjangan, atau infark migren.
Direkomendasikan agen lini pertama, saat ini tersedia di
Terapi direkomendasikan yang memiliki tingat keberhasilan Amerika Serikat, untuk pencegahan migrain
mediumsampai tinggi dan efek samping ringan atau jarang:
sakit kepala:
amitriptyline
Propranolol (80-240 mg / d)
divalproex natrium
Timolol (20-30 mg / d)
Lisuride
Amitriptyline (30-150 mg / d)
propranolol
Divalproex natrium (500-1500 mg / d)
timolol
Sodium valproate (800-1500 mg / d)
Agen lain yang memiliki media untuk keberhasilan tinggi
tetapi dengan kemanjuran yang telah terbukti tapi data
Agen Rekomendasi yang memiliki media untuk keberhasilan publikasi terbatas tentang efek samping:
tinggi tetapi dengan efek samping ringan:
flunarizine
methysergide
Lisuride
flunarizine
Pizotifen
Pizotifen
DHE lepas lambat
DHE lepas lambat
Methysergid

Agen rekomendasi berdasarkan konsensus dan pengalaman


klinis:

30

Cyprohetadine
Buproprion
diltiazem
doxepin
fluvoxamine
ibuprofen
imipramine
Mirtazepine
nortriptyline
paroxetine
Protriptyline
Sertraline
Tiagabine
Topiramate
Trazadone
Venlafaxine
Edukasi pada Pasien
Maksimalkan kepatuhan
Tentukan harapan pasien
Buat rencana manajemen formal

Edukasi pasien tentang serangan migrain akut


dan terapi pencegahan, melibatkan mereka dalam
perumusan rencana pengelolaan,Terapi harus
dievaluasi secara teratur.

31

BAB III
KESIMPULAN

Migren merupakan nyeri kepala primer dengan serangan nyeri kepala


berulang, dengan karakteristik lokasi unilateral, berdenyut dan frekuensi, lama
serta hebatnya rasa nyeri yang beraneka ragam dan diperberat dengan aktifitas.
Diagnosis migren dapat ditentukan dengan memperhatikan ciri khusus dari
beberapa klasifikasi mingen. Selain itu beberapa pemeriksaan penunjang seperti
CT-scan, MRI, EEG, dan Pungsi lumbal juga sangat dibutuhkan untuk
menyingkirkan diagnosis banding.

Penatalaksaan migrain secara garis besar

dibagi atas mengurangi faktor resiko, terapi farmaka dengan memakai obat, terapi
nonfarmaka. Terapi farmaka dibagi atas dua kelompok yaitu terapi abortif (terapi
akut) dan terapi preventif (terapi pencegahan). Walaupun terapi farmaka
merupakan terapi utama migren, terapi nonfarmaka tidak bisa dilupakan. Bahkan
pada kehamilan terapi nonfarmaka diutamakan.14

32

DAFTAR PUSTAKA

1. Sadeli H. A. 2006. Penatalaksanaan Terkini Nyeri Kepala Migrain. Dalam


Kumpulan Makalah Pertemuan Ilmiah Nasional II Perhimpunan Dokter
Spesialis Saraf Indonesia. Airlangga University Press. Surabaya.
2. Harsono. 2005. Kapita Selekta Neurologi, edisi kedua. Gajahmada University
Press. Yogyakarta.
3. Purnomo H. 2006. Migrainous Vertigo. Dalam Kumpulan Makalah Pertemuan
Ilmiah Nasional II Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Airlangga
University Press. Surabaya.
4. Cady RK. Diagnosis and treatment of migraine. Clin Cornerstone 1999;1:2132.
5. Zuraini, Yuneldi anwar, Hasan Sjahrir. 2005. Karakteristik Nyeri Kepala
Migren dan Tension Type Headeche Di Kotamadya Medan, Neurona, Vol 22
No. 2
6. Wibowo S., Gofir A. 2001. Farmakologi dalam Neurologi. Salemba Medika.
Jakarta
7. Bartleson JD. Treatment of migraine headaches. Mayo Clin Proc 1999;74:7028.
8. Moore KL, Noble SL. Drug treatment of migraine: part I. Acute therapy and
drug-rebound headache. Am Fam Physician 1997;56: 2039-48.
9. Silberstein SD. Practice parameter: evidence-based guidelines for migraine
headache (an evidence-based review): report of the Quality Standards
Subcommittee of the American Academy of Neurology. Neurology
2000;55:754-62.
10. Dooley M, Faulds D. Rizatriptan: a review of its efficacy in the management
of migraine. Drugs 1999;58:699-723.
11. Stark S, Spierings EL, McNeal S, Putnam GP, Bolden-Watson CP, OQuinn S.
Naratriptan efficacy in migraineurs who respond poorly to oral sumatriptan.
Headache 2000;40:513-20.
12. Mathew NT, Kailasam J, Gentry P, Chernyshev O. Treatment of
nonresponders to oral sumatriptan with zolmitriptan and rizatriptan: a
comparative open trial. Headache 2000;40:464-5.

33

13. Matchar DB, McCrory DC, Gray RN. Toward evidence-based management of
migraine. JAMA 2000;284:2640-1.
14. Lipton RB, Stewart WF, Stone AM, Lainez MJ, Sawyer JP. Stratified care vs
step care strategies for migraine: the Disability in Strategies of Care (DISC)
Study: a randomized trial. JAMA 2000;284:2599-605.

34

Anda mungkin juga menyukai