Nyeri Migrain
Nyeri Migrain
PENDAHULUAN
Nyeri kepala merupakan keluhan yang paling sering ditemukan. Salah satu
keluhan tersebut adalah nyeri kepala sebelah atau yang dikenal sebagai migren.
Tiga puluh sampai empat puluh persen penduduk USA pernah mengalami nyeri
kepala hebat pada masa hidupnya, dimana nyeri tegang otot dan migrain
menduduki peringkat nomor satu.1
Migrain merupakan penyakit yang sering terjadi di masyarakat baik mulai
dari anak-anak sampai dewasa, akan tetapi jarang setelah umur 40 tahun.
Diperkirakan 9% dari laki-laki, 16% dari wanita, dan 3-4% dari anak-anak
menderita migren. Dua perseratus dari kunjungan baru di unit rawat jalan penyakit
saraf menderita nyeri kepala migrain. 2
Migrain merupakan nyeri kepala primer. Nyeri kepala biasanya terasa
berdenyut di satu sisi kepala (unilateral) dengan intensitas sedang sampai berat
dan bertambah dengan aktivitas. Dapat disertai mual dan atau muntah atau
fonofobia dan fotofobia Banyaknya dan frekuensi serangan sangat beranekaragam, dari tiap hari sampai satu serangan per minggu atau bulan.1
Meski belum diketahui pasti penyebabnya, migrain diperkirakan terjadi akibat
adanya hiperaktivitas impuls listrik otak yang meningkatkan aliran darah di otak
dan mengakibatkan terjadinya pelebaran pembuluh darah otak serta proses
inflamasi (peradangan). Pelebaran dan inflamasi ini menyebabkan timbulnya nyeri
dan gejala lain, seperti mual. Semakin berat inflamasi yang terjadi, semakin berat
pula migrain yang diderita. Faktor genetik umumnya sangat berperan pada
timbulnya migrain.3
Nyeri kepala ini merupakan penyakit yang sering menyebabkan disabilitas, di
lain pihak sampai saat ini tampaknya belum ada pengobatan yang dapat
menyembuhkan migren kecuali hanya usaha mengendalikan serangan nyeri
kepala ini. Diagnosis yang akurat, memberi penerangan mengenai penyakitnya,
berusaha menenangkan pasien serta memberi perhatian dan mengajak pasien
bekerja sama dalam mengenal gejala dini dan gejala migrain pada umumnya serta
tindakan penanggulangannya merupakan bagian dari penatalaksanaan migrain
yang dapat menurunkan angka morbiditas pasien.1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Defenisi
Menurut International Headache Society (IHS), migren adalah nyeri kepala
berulang dengan serangan nyeri yang berlangsung 4-72 jam . Nyeri biasanya
sesisi (unilateral), bersifat berdenyut, intensitas nyeri sedang hingga berat,
diperhebat oleh aktivitas, dan dapat disertai mual dan/atau fotofobia, dan
fonofobia.
Migrain adalah serangan nyeri kepala berulang, dengan karakteristik lokasi
unilateral, berdenyut dan frekuensi, lama serta hebatnya rasa nyeri yang beraneka
ragam.2,3,4 Blau mengusulkan definisi migrain sebagai berikut nyeri kepala yang
berulang-ulang dan berlangsung 2-72 jam dan bebas nyeri antara serangan nyeri
kepalanya harus berhubungan dengan gangguan visual atau gastrointestinal atau
keduanya.2
2.2. Epidemiologi
Migrain dapat terjadi pada anak-anak sampai orang dewasa, biasanya
jarang terjadi setelah berumur lebih dari 50 tahun. Angka kejadian migrain dalam
kepustakaan berbeda-beda pada setiap negara, umumnya berkisar antara 56 %
dari populasi. Di Indonesia belum ada data secara kongkret. Pada wanita migrain
lebih banyak ditemukan dibanding pria dengan skala 2:1. Wanita hamil tidak luput
dari serangan migren, pada umumnya serangan muncul pada kehamilan trimester
I.5
2.3. Klasifikasi
Klasifikasi migren menurut International Headache Society (IHS):6
2.3.1. Migrain tanpa aura (common migraine)
Nyeri kepala selama 4-72 jam tanpa terapi. Sekurang-kurangnya 10
kali serangan. Pada anak-anak kurang dari 15 tahun, nyeri kepala dapat
berlangsung 2-48 jam. Nyeri kepala minimal mempunyai dua karakteristik
berikut ini:6
Lokasi unilateral
Kuafitas berdenyut
Intensitas sedang sampai berat yang menghambat aktivitas sehari-hari.
Diperberat dengan naik tangga atau aktivitas fisik rutin.
Selama nyeri kepala, minimal satu dari gejala berikut muncul:
Mual dan atau muntah
Fotofobia dan fonofobia
Minimal terdapat satu dari berikut:
Riwayat dan pemeriksaan fisik tidak mengarah pada kelainan lain.
Riwayat dan pemeriksaan fisik mengarah pada kelainan lain, tapi telah
disingkirkan dengan pemeriksaan penunjang yang memadai (misal: MRI
atau CT Scan kepala)
2.3.2. Migrain dengan aura (classic migraine)
Aura ialah gejala fokal neurologi yang komplek dan dapat timbul
sebelum, pada saat atau setelah serangan nyeri kepala6
- Terdiri dari empat fase yaitu: fase prodromal, fase aura, fase nyeri kepala
dan fase postdromal.
- Aura dengan minimal 2 serangan
- Terdapat minimal 3 dari 4 karakteristik sebagai berikut :
Satu gejala aura atau lebih mengindikasikan disfungsi CNS fokal
(misal: vertigo, tinitus, penurunan pendengaran, ataksia, gejala visual
pada hemifield kedua mata, disartria, diplopia, parestesia, paresis,
penurunan kesadaran)
Gejala aura timbul bertahap selama lebih dari 4 menit atau dua atau
lebih gejala aura terjadi bersama-sama Tidak ada gejala aura yang
berlangsung lebih dari 60 menit; bila lebih dari satu gejala aura
terjadi, durasinya lebih lama
Nyeri kepala mengikuti gejala aura dengan interval bebas nyeri kurang
dari 60 menit, tetapi kadang-kadang dapat terjadi sebelum aura.
- Sekurang-kurangnya terdapat satu dari yang tersebut dibawah ini :
Riwayat dan pemeriksaan fisik tidak mengarah pada kelainan lain.
Riwayat dan pemeriksaan fisik mengarah pada kelainan lain, tapi telah
disingkirkan dengan pemeriksaan penunjang yang memadai (mis:
MRI atau CT Scan kepala)
dan makanan ringan, dapat menjadi pencetus migren bila dimakan dalam
jumlah besar dan jangka waktu yang lama.
2.4.5. Cahaya kilat atau berkelip
Cahaya yang terlalu terang dan intensitas perangsangan visual yang
terlalu tinggi akan menyebabkan sakit kepala pada manusia normal.
Mekanisme ini juga berlaku untuk penderita migrain yang memiliki
kepekaan cahaya yang lebih tinggi daripada manusia normal. Sinar
matahari, televisi dan lampu disko dilaporkan sebagai sumber cahaya yang
menjadi faktor pencetus migren.
2.4.6. Psikis
Baik pada peristiwa duka ataupun pada peristiwa bahagia (stress)
2.4.7. Banyak tidur atau kurang tidur
Gangguan mekanisme tidur seperti tidur terlalu lama, kurang tidur,
sering terjaga tengah malam, sangat erat hubungannya dengan migrain dan
tension headache, sehingga perbaikan dari mekanisme tidur ini akan
sangat membantu untuk mengurangi frekuensi timbulnya migrain. Tidur
yang baik juga dilaporkan dapat memperpendek durasi serangan migrain.
2.4.8. Faktor herediter
2.4.9. Faktor kepribadian
10
11
12
dimana lapang pandang daerah kedua sisi menjadi gelap atau tertutup,
sehingga lapang pandang terfokus hanya pada bagian tengah (seolah-seolah
melihat melalui lorong).10
Beberapa gejala neurologis dapat muncul bersamaan dengan
timbulnya aura. Gejala-gejala ini umumnya gangguan bicara, kesemutan,
rasa baal, rasa lemah pada lengan dan tungkai bawah, gangguan persepsi
penglihatan seperti distorsi terhadap ruang an kebingungan (confusion).10
2.5.3. Fase Serangan
Tanpa pengobatan, serangan migrain umumnya berlangsung antara
4-72 jam. Migrain yang disertai aura disebut sebagai migrain klasik.
Sedangkan migrain tanpa disertai aura merupakan migrain umum (common
migraine). Gejala-gejala yang umum adalah:10
1. Nyeri kepala satu sisi yang terasa seperti berdenyut-denyut atau ditusuktusuk. Nyeri kadang-kadang dapat menyebar sampai terasa di seluruh bagian
kepala
2. Nyeri kepala bertambah berat bila melakukan aktivitas
3. Mual, kadang disertai muntah
4. Gejala gangguan pengelihatan dapat terjadi
5. Wajah dapat terasa seperti baal / kebal, atau semutan
6. Sangat sensitif terhadap cahaya dan bunyi (fotofobia dan fonofobia)
7. Wajah umumnya terlihat pucat, dan badan terasa dingin
8. Terdapat paling tidak 1 gejala aura (pada migrain klasik), yang berkembang
secara bertahap selama lebih dari 4 menit. Nyeri kepala dapat terjadi sebelum
13
2.6. Patofisiologi
2.6.1. Penekanan aktivitas sel neuron otak yang menjalar dan meluas
(spreading depression dari Leao)
Teori depresi yang meluas Leao (1944), dapat menerangkan
tumbuhnya aura pada migrain klasik. Leao pertama melakukan percobaan
pada kelinci. Ia menemukan bahwa depresi yang meluas timbul akibat
reaksi terhadap macam rangsangan lokal pada jaringan korteks otak.
Depresi yang meluas ini adalah gelombang yang menjalar akibat
penekanan aktivitas sel neuron otak spontan. Perjalanan dan meluasnya
gelombang sama dengan yang terjadi waktu kita melempar batu ke dalam
air. Kecepatan perjalanannya diperkirakan 2-5 mm per menit dan didahului
oleh fase rangsangan sel neuron otak yang berlangsung cepat. Jadi sama
dengan perjalanan aura pada migrain klasik.6
Percobaan ini ditunjang oleh penemuan Oleson, Larsen dan Lauritzen
(1981). dengan pengukuran aliran darah otak regional pada penderitapenderita migren klasik. Pada waktu serangan migrain klasik, mereka
menemukan penurunan aliran darah pada bagian belakang otak yang
14
meluas ke depan dengan kecepatan yang sama seperti pada depresi yang
meluas. Mereka mengambil kesimpulan bahwa penurunan aliran darah
otak regional yang meluas ke depan adalah akibat dari depresi yang
meluas.6
Terdapat persamaan antara percobaan binatang oleh Leao dan migrain
klinikal, akan tetapi terdapat juga perbedaan yang penting, misalnya tak
ada fase vasodilatasi pada pengamatan pada manusia, dan aliran darah
yang berkurang berlangsung terus setelah gejala aura. Meskipun demikian,
eksperimen perubahan aliran darah memberi kesan bahwa manifestasi
migrain terletak primer di otak dan kelainan vaskular adalah sekunder.6
2.6.2. Sistem trigemino-vaskular
Pembuluh darah otak dipersarafi oleh serat-serat saraf yang
mengandung. substansi P (SP), neurokinin-A (NKA) dan calcitonin-gene
related peptid (CGRP). Semua ini berasal dari ganglion nervus trigeminus
sesisi SP, NKA. dan CGRP menimbulkan pelebaran pembuluh darah arteri
otak. Selain ltu, rangsangan oleh serotonin (5hydroxytryptamine) pada
ujung-ujung saraf perivaskular menyebabkan rasa nyeri dan pelebaran
pembuluh darah sesisi.6
15
hubungan
dengan
reseptor-reseptor
serotonin
dan
noradrenalin. Juga dengan pembuluh darah otak yang letaknya lebih tinggi
dan sumsum tulang daerah leher yang letaknya lebih rendah. Rangsangan
pada inti-inti ini menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah otak sesisi
dan vasodilatasi pembuluh darah di luar otak. Selain itu terdapat
penekanan reseptor-reseptor nyeri yang letaknya lebih rendah di sumsum
16
17
18
2.8. Diagnosis
Kriteria
Diagnosis
migrain
berdasarkan
ICHD-II
(International
19
20
A. Analgesia Nonspesifik
Analgesia yang dapat diberikan pada kasus nyeri lain selain nyeri
kepala. Secara umum dapat dikatakan bahwa terapi memakai analgesia
nonspesifik masih dapat menolong pada migrain dengan intensitas nyeri
ringan sampai sedang. 12
Yang
termasuk
analgesia
nonspesifik
adalah
asetaminofen
menghambat
enzim
siklooksigenase
sehingga
sintesa
prostaglandin dihambat.1
Pasien diminta meminum obatnya begitu serangan migrain terasa.
Dosis obat harus adekuat baik secara obat tunggal atau kombinasi.
Apabila satu OAINS tidak efektif dapat dicoba OAINS yang lain. Efek
samping pemberian OAINS perlu dipahami untuk menghindari hal-hal
yang tidak diinginkan. Pada wanita hamil hindari pemberian OAINS
21
22
triptan
generasi
kedua
(zolmitriptan,
eletriptan,
23
24
25
medication
overuse.
Terapi
pencegahan
harus
dipertimbangkan jika pasien sakit kepala lebih dari dua kali seminggu.
Jika pemberian obat oral tidak mungkin karena mual atau jika agen oral
gagal, alternatif metode administrasi (rektal, hidung, atau subkutan
intravena) dapat digunakan.10
Tabel 2.1. Guideline penatalaksanaan Migrain menurut The U.S. Headache Consortium 10
Tabel 2.2. Penatalaksanaan Nonspesifik Migrain Akut menurut The U.S. Headache Consortium 10
Medikasi
Analgetik/NSAIDs
1. Aspirin
Dosis
650-1000mg tiap 4-6 jam
Efektivitas
3
26
3. Naproxen Sodium
4. Ketorolac
50-150mg IM atau IV
Dapat diulang 50-150mg tiap 3-4 jam
2. Prochlorperazine
3.Isometheptene,
acetaminophen,
dichloralphenazone
Narcotic Analgesic
1. Meperidine
Terapi ajuvan
1. Metoclorpamid
Tabel 2.3. Penatalaksanaan Spesifik Migrain Akut menurut The U.S. Headache Consortium 10
Medikasi
Derivat Ergotamin
1. Ergotamine
Dosis
Efektivitas
27
(cafergot)
Triptan
1. Sumatripan
2. Naratripan
3. Rizatripan
4. Zolmitripan
28
2.10.2. Perbandingan Penatalaksanaan Migrain Menurut The U.S. Headache Consortium dengan AAFP/ACPASIM Recommendations10
Tipe Penatalaksanaan
Akut
AAFP/ACPASIM Recommendations
Menggunakan NSAIDs sebagai terapi lini pertama.
Rekomendasi :
Aspirin
Ibuprofen
Naproxen sodium
Tolfenamic acid
Acetaminophen + aspirin + caffeine
Pada pasien yang tidak berespon terhadap NSAIDs,
menggunakan terapi spesifik migrain, rekomendasi :
DHE nasal spray
Oral naratriptan
SC, oral sumatriptan
Oral rizatriptan
Oral zolmitriptan
Cara pemberian dengan rute non oral bagi pasien migrain yang Cara pemberian dengan rute non oral bagi pasien migrain
diawali dengan kompleks gejala mual atau muntah.
yang diawali dengan kompleks gejala mual atau muntah.
Terapi menggunakan antiemetik
Preventive
Penggunaan obat
Memulai pengobatan dengan dosis efektif terendah
Menggunakan dosis yang adekuat
29
30
Cyprohetadine
Buproprion
diltiazem
doxepin
fluvoxamine
ibuprofen
imipramine
Mirtazepine
nortriptyline
paroxetine
Protriptyline
Sertraline
Tiagabine
Topiramate
Trazadone
Venlafaxine
Edukasi pada Pasien
Maksimalkan kepatuhan
Tentukan harapan pasien
Buat rencana manajemen formal
31
BAB III
KESIMPULAN
dibagi atas mengurangi faktor resiko, terapi farmaka dengan memakai obat, terapi
nonfarmaka. Terapi farmaka dibagi atas dua kelompok yaitu terapi abortif (terapi
akut) dan terapi preventif (terapi pencegahan). Walaupun terapi farmaka
merupakan terapi utama migren, terapi nonfarmaka tidak bisa dilupakan. Bahkan
pada kehamilan terapi nonfarmaka diutamakan.14
32
DAFTAR PUSTAKA
33
13. Matchar DB, McCrory DC, Gray RN. Toward evidence-based management of
migraine. JAMA 2000;284:2640-1.
14. Lipton RB, Stewart WF, Stone AM, Lainez MJ, Sawyer JP. Stratified care vs
step care strategies for migraine: the Disability in Strategies of Care (DISC)
Study: a randomized trial. JAMA 2000;284:2599-605.
34