Anda di halaman 1dari 33

KERTAS KERJA

ORIENTASI CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL (CPNS) TAHUN 2014

Disusun Oleh :
Fera Ayu Dianovita
NIP. 198906202015032001

DIREKTORAT JENDERAL
BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

2015

HALAMAN PENGESAHAN

KERTAS KERJA
ORIENTASI CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL (CPNS) TAHUN 2014

Disusun Oleh :
Fera Ayu Dianovita
NIP. 198906202015032001

Jakarta, 4 Mei 2015


Menyetujui,

Kepala Sub Direktorat Standarisasi dan Sertifikasi Alat Kesehatan


Direktorat Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasia dan Alat Kesehatan

Dra. Lili Sadiah Jusuf, Apt.


NIP 196302111994032005

KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat ridho
dan rahmat-Nya maka penyusun dapat menyelesaikan Kertas Kerja Orientasi
Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) Tahun 2014. Kertas kerja ini diajukan untuk
bahan pertimbangan penempatan posisi kerja, di Direktorat Jenderal Bina
kefarmasian dan Alat Kesehatan.
Penyusun menyadari banyak pihak yang telah membantu baik secara
moril maupun materil dalam menyelesaikan kertas kerja ini. Oleh karena itu,
penyusun ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada:
1. Dra. Maura Linda Sitanggang, Ph.D. selaku Direktur Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
2. Dra. Engko Sosialine, M., Apt selaku Plt. Sekretaris Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan; Dra. Engko Sosialine, M., Apt. Apt Selaku
Direktur Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan; Drs. Bayu TM, M.
Pharm, M, Apt. Selaku Direktur Bina Pelayanan Kesehatan; drg. Arianti
Anaya, MKM selaku Direktur Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan;
Dra. R. Dettie Yuliati, Apt., M.Si. selaku Direktur Bina Produksi dan Distribusi
Kefarmasian
3. Dra. Rida Wurjati, Apt., MKM. selaku Kepala Bagian Kepegawaian dan
Umum Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
4. Seluruh Kepala Bagian Subdirektorat dan kepala seksi di Direktorat Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.
5. Seluruh staf Direktorat Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian
Kesehatan RI.
Penyusun menyadari bahwa Kertas kerja ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran membangun sangat penyusun harapkan untuk
perbaikan di masa mendatang. Semoga Kertas kerja ini dapat bermanfaat untuk
bahan pertimbangan dalam penempatan posisi kerja.
Jakarta, 4 Mei 2015
Penulis

DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PENGESAHAN...................................................................

KATA PENGANTAR..............................................................................

ii

DAFTAR ISI...........................................................................................

iii

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................

iv

BAB I

PENDAHULUAN.....................................................................

I.1.

Latar Belakang ..............................................................

I.2.

Tujuan............................................................................

I.3.

Manfaat..........................................................................

I.4.

Lingkup bahasan............................................................

BAB II PROFIL DIREKTORAT JENDERAL KEFARMASIAN DAN


ALAT KESEHATAN .................................................................

II.1. Profil direktorat jenderal kefarmasian dan


alat kesehatan................................................................

II.2. Visi dan Misi...................................................................

II.3. Struktur Organisasi.........................................................


5
II.4. Tugas dan Fungsi...........................................................
5
II.5. Kegiatan.........................................................................
6
BAB III PEMBAHASAN ......................................................................

17

BAB IV PENUTUP ..............................................................................

24

IV.1. Kesimpulan ...................................................................

24

IV.2. Saran .............................................................................

24

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................

25

LAMPIRAN ......... ..............................................................................

26

DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN
I

Halaman

STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL BINA


KEFARMASIAN

DAN

ALAT

KESEHATAN

27
II

STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN


DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN
........................................................................................................
........................................................................................................
28

BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia merupakan badan pelaksana
pemerintah di bidang kesehatan, dipimpin oleh Menteri Kesehatan yang bertanggung
jawab langsung kepada Presiden. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
berperan dalam upaya pembangunan kesehatan melalui perumusan, penetapan, dan
pelaksanaan kebijakan di bidang kesehatan, salah satunya dalam bidang pelayanan
kefarmasian. Salah satu Direktorat Jenderal di bawah Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia yang berperan dalam upaya peningkatan pelayanan kefarmasian
adalah Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Dalam menjalankan
perannya di bidang pembangunan kesehatan, Kementerian Kesehatan membutuhkan
aparatur kesehatan yang berkualitas dan mampu melaksanakan tugasnya dengan
baik. Hal ini disebabkan karena aparatur kesehatan mempunyai peran penting
sebagai perencana, penggerak, dan pelaksana dalam pembangunan kesehatan.
Sesuai Permenkes Nomor 12 tahun 2014, cara untuk mendapatkan aparatur yang
professional, jujur, bertanggung jawab, netral, dan memiliki kompetensi adalah dengan
melaksanakan sistem orientasi kepada Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) di
Kementerian Kesehatan dan melaksanakan tugas kertas kerja. Kertas kerja
membahas mengenai penilaian izin penyalur alat kesehatan.
Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1191/Menkes/ Per/VIII/2010
tentang Penyaluran Alat Kesehatan, Penyaluran alat kesehatan hanya dapat
dilakukan oleh sarana yang telah memiliki izin penyakur alat kesehatan (IPAK) dan
harus dilakukan sesuai dengan ketentuan tentang Cara Distribusi Alat Kesehatan
yang Baik (CDAKB) yang mengacu kepada standar internasional yaitu Good
Distribution Practice (GDP).
I.2. Tujuan
Tujuan orientasi di CPNS di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
adalah :
1. Mampu menjelaskan tugas, fungsi, visi, misi dan kewenangan organisasi
kementerian kesehatan
2. Mampu menjelaskan kedudukan dan struktur organisasi kementerian kesehatan
3. Mampu menjelaskan kebijakan bidang tugas kementerian kesehatan
4. Mampu menjelaskan sarana dan prasarana serta manfaat dalam melaksanakan
tugas.
5. Mampu menjelaskan standard kerja / standard pelayanan umum.
6. Mampu menjelaskan SOP untuk melaksanakan tugas.
7. Mampu menjelaskan budaya kerja / nilai-nilai prinsip organisasi.
1

8. Mampu membuat kertas kerja tentang posisi unit kerja cpns dalam instansi
kementerian kesehatan.
I.3. Manfaat
Manfaat kegiatan orientasi CPNS di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan adalah :
1. Mengenal dan memahami Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
2. Mengenal dan memahami Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan.
3. Menghasilkan CPNS yang siap dan produktif dalam melaksanakan tugas yang
akan diembannya
I.4. Lingkup bahasan
Lingkup bahasan kertas kerja adalah membahas permasalahan di direktorat bina
produksi dan distribusi alat kesehatan mengenai penilaian ijin penyalur alat
kesehatan.

BAB II
PROFIL DIREKTORAT JENDRAL
BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
II.1. PROFIL DIREKTORAT JENDRAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan merupakan satuan
pelaksana kegiatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia yang terbentuk
berdasarkan

pada

Peraturan

Menteri

Kesehatan

Republik

Indonesia

No.

1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian


Kesehatan. Direktorat Jenderal merupakan unsur pelaksana yang dipimpin oleh
Direktur Jenderal dii bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri. Direktorat
Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mempunyai tugas merumuskan
serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pembinaan
kefarmasian dan alat kesehatan. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. 1144/Menkes/PER/VIII/2010 Pasal 528, struktur organisasi
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan terdiri atas Sekretariat
Direktorat Jenderal, Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan,
Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat
Kesehatan, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian.
II.2. VISI DAN MISI
II.2.1 Visi:
Visi Kementerian Kesehatan adalah Masyarakat Sehat yang Mandiri
dan Berkeadilan. Dalam upaya mewujudkan visi Kementerian Kesehatan
maka Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mempunyai
visi:Pelayanan Kefarmasian yang Berkualitas dalam Penyediaan Obat,
Penjaminan Mutu Obat dan Alat Kesehatan. Sehingga untuk mendukung
visi tersebut, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan memiliki
visi Tersedianya Alat kesehatan Aman, Bermutu, Bermanfaat, Tepat Guna
serta Terjangkau oleh Masyarakat.
II.2.2 Misi:
Misi Kementerian Kesehatan 2010-2014:
1. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, melalui pemberdayaan
masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani.
2. Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya
kesehatan yang paripurna, merata, bermutu dan berkeadilan.
3. Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan.
4. Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik.
Misi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan:
3

1. Meningkatkan ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat


esensial.
2. Meningkatkan peran pemerintah daerah dan profesionalisme dalam
manajemen logistik obat.
3. Meningkatkan penggunaan obat rasional melalui pelayanan kefarmasian.
4. Menciptakan iklim industri yang kondusif melalui penyusunan regulasi,
standar dan pedoman yang dapat mengakomodir pengembangan di
bidang farmasi dan makanan.
5. Meningkatkan keamanan, mutu dan manfaat alat kesehatan dan PKRT.
Misi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan:
1. Alat kesehatan yang beredar di wilayah Indonesia sesuai dengan yang
dipersyaratkan.
2. Pengawasan di peredaran (post market survalance) untuk melindungi
masyarakat

dari

produk

alat

kesehatan

yang

substandard

dan

mengetahui sumber permasalahan dilapangan.


3. Meningkatkan pengawasan sarana produksi alat kesehatan dan PKRT
dan sarana distribusi alat kesehatan
4. Meningkatkan mutu pelayanan perizinan yang prima di bidang alat
kesehatan dan PKRT.
5. Meningkatkan profesionalisme dan kompetensi SDM serta etika kerja
6. Mengembangkan industri alat kesehatan dan PKRT dalam negeri
berbasis riset.
7. Mencegah penyalagunaan dan penggunanasalahan alat kesehatan dan
PKRT.
8. Melindungi masyarakat dari alat kesehatan yang dapat beriko terhadap
kesehatan
9. Meningkatkan daya tarik investasi dan daya saing produk dalam negeri

II.3. STRUKTUR ORGANISASI


Berdasarkan

Peraturan

Menteri

Kesehatan

Republik

Indonesia

No.

1144/Menkes/PER/VIII/2010 Pasal 528, struktur organisasi Direktorat Jenderal Bina


Kefarmasian dan Alat Kesehatan terdiri atas :
1. Sekretariat Direktorat Jenderal.
2. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.
3. Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian.
4. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan.
5. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian.
Bagan Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan dapat dilihat pada Lampiran 1.
4

Struktur organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan


berdasarkan

Keputusan

Menteri

Kesehatan

Republik

Indonesia

No.

1144/MENKES/PER/VIII/2010, terdiri dari:


1. Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan.
2. Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik Invitro dan Perbekalan Kesehatan
Rumah Tangga.
3. Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah
Tangga.
4. Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi.
5. Subbagian Tata Usaha.
6. Kelompok Jabatan Fungsional.
Bagan Struktur organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan
dapat dilihat pada Lampiran 2.
II.4. TUGAS DAN FUNGSI
Berdasarkan

Peraturan

Menteri

Kesehatan

Republik

Indonesia

Nomor

1144/Menkes/Per/VIII/2010 tanggal 19 Agustus 2010 tentang Organisasi dan Tata


Kerja Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Bina Produksi dan
Distribusi Alat Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan
dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria,
serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi alat
kesehatan dan PKRT. Dalam rangka melaksanakan tugas Direktorat Bina Produksi
dan Distribusi Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi:
1.

Penyiapan perumusan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi


dan sertifikasi alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga.

2.

Pelaksanaan kegiatan di bidang penilaian, inspeksi, standarisasi, dan


sertifikasi alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga.

3.

Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penilaian,


inspeksi, standarisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan Perbekalan
Kesehatan Rumah Tangga.

4.

Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang penilaian, inspeksi,


standarisasi, dan sertifikasi alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah
Tangga.

5.

Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian,


inspeksi, standarisasi, dan sertifikasi alat kesehatan dan Perbekalan
Kesehatan Rumah Tangga.Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga
Direktorat.
5

II.5

KEGIATAN
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan memiliki 4 subdirektorat,
masing-masing subdirektorat terbagi lagi manjadi 2 seksi. Masing-masing seksi di
tiap subdirektorat memiliki kegiatan rutin. Kegiatan di Direktorat Bina Produksi dan
Distribusi Alat Kesehatan secara garis besar meliputi pre-market dan post-market.
Penjelasan kegiatan di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan
sebagai berikut :

II.5.1 Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan


Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan terdiri atas dua seksi yaitu Seksi Alat
Kesehatan Elektromedik dan Seksi Alat Kesehatan Non Elektromedik. Masingmasing seksi tersebut memiliki kegiatan rutin yaitu kegiatan pre-market Pelayanan
Permohonan Izin Edar Alat Kesehatan
Alat kesehatan dan yang akan diimpor, digunakan dan/atau diedarkan di
Indonesia harus terlebih dahulu memiliki izin edar. Alat kesehatan yang mendapat
izin edar harus memenuhi kriteria sebagai berikut (Menteri Kesehatan RI, 2010c):
1.

keamanan dan kemanfaatan alat kesehatan, yang dibuktikan dengan

melakukan uji klinisdan/atau bukti-bukti lain yang diperlukan;


2. keamanan dan kemanfaatan dibuktikan dengan menggunakan bahan
yang tidak dilarang dan tidak melebihi batas kadar yang telah ditentukan;
3. mutu, dinilai dari carapembuatan yang baik dan menggunakan bahan
dengan

spesifikasi

yang

sesuai

dan

memenuhi

persyaratan

yang

ditentukan.
Berdasarkan risiko penggunaannya, produk alat kesehatan dibagi menjadi 4 kelas
yaitu kelas I, kelas IIa, kelas IIb dan kelas III.
Permohonan izin edar alat kesehatan dan/atau PKRT produksi dalam negeri
diajukan oleh (Menteri Kesehatan RI, 2010c):
1. Perusahaan yang memproduksi dan/atau melakukan perakitan dan/atau
rekondisi/remanufaktur

dan/atau

makloon

alat

kesehatan

yang

telah

mendapat sertifikat produksi.


2. Penyalur Alat Kesehatan (PAK) yang telah memiliki izin penyalur dan ditunjuk
sebagai agen tunggal dari perusahaan yang memproduksi alat kesehatan
dalam negeri.
Untuk alat kesehatan yang merupakan produk impor, cara pembuatan yang baik
ditunjukkan dengan sertifikat produksi. Permohonan izin edar alat kesehatan impor
diajukan oleh (Menteri Kesehatan RI, 2010c) :
1. Penyalur Alat Kesehatan (PAK) yang telah memiliki izin atau Importir PKRT
yang memiliki penunjukan dari perusahaan atau perwakilan usaha yang
6

memiliki kuasa sebagai agen tunggal dengan mencantumkan jenis produk


yang diageni serta diketahui oleh perwakilan Republik Indonesia setempat,
dengan masa penunjukan minimal 2 (dua) tahun.
2. PAK yang telah memiliki izin atau importir PKRT yang bukan agen tunggal
harus memiliki surat kuasa untuk mendaftar alat kesehatan dan/atau PKRT
dari perusahaan pembuat alat kesehatan dan/atau PKRT atau perusahaan
penanggung jawab di luar negeri.
3. Perusahaan yang telah memiliki sertifikat produksi untuk melakukan
perakitan/pengemasan kembali produk impor.
Alat kesehatan impor yang akan didaftarkan, wajib disertai surat yang menyatakan
bahwa alat kesehatan tersebut sudah beredar dan digunakan di negara asal produk
diproduksi atau negara lain, serta dokumen lain yang menunjukkan keamanan atau
mutu alat kesehatan dari instansi yang berwenang sesuai yang diperlukan dalam
proses evaluasi.
Evaluasi dan penilaian data dilaksanakan oleh tim penilai alat kesehatan.
Untuk alat kesehatan dengan teknologi baru atau canggih, maka dilakukan evaluasi
oleh tim ahli. Bila hasil penilaian dan keputusan pendaftaran dinyatakan lengkap
maka akan dikeluarkan nomor registrasi/izin edar. Sedangkan, bila dinyatakan
kurang atau tidak lengkap maka dapat diberikan kesempatan untuk melengkapi data
yang kurang dalam jangka waktu selambat-lambatnya 1 bulan sejak tanggal
pemberitahuan.Jika sampai pada batas waktu yang ditentukan pemohon tidak
melengkapi data maka dilakukan penolakan pendaftaran(Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, 2009).
Direktur Jenderal atau pejabat yang ditunjuk harus memberikan keputusan
persetujuan atau penolakan pendaftaran izin edar alat kesehatan dalam jangka
waktu yang dihitung sejak permohonan izin edar dinyatakan lengkap, yaitu 30 hari
kerja untuk Kelas I, 60 hari kerja untuk Kelas IIa dan kelas IIb, dan 90 hari kerja
untuk kelas III. Jika persyartan telah lengkap, maka nomor izin edar kan dikeluarkan
yang terdiri dari 11 digit, yaitu(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009):
X XX XX XX - XXXX
Digit 1

: kelas

Digit 2,3

: kategori

Digit 4,5

: sub kategori

Digit 6,7

: tahun pemberian izin (dibalik)

Digit 8 sampai 11

: nomor urut pendaftaran

Alat Kesehatan Dalam Negeri

: AKD

Alat Kesehatan Impor

: AKL
7

PKRT Impor

: PKL

PKRT Dalam Negeri

: PKD

Contoh nomor izin edar :


Alat Kesehatan AKD 21104100085
AKL

: Alat Dalam Negeri

Digit 1 (Angka 2)

: Kelas 2 (resiko sedang)

Digit 2,3 (Angka 11)

: Peralatan obstetrik dan ginekologi (OG)

Digit 4,5 (Angka 04)

: Peralatan obstetrik dan ginekologi bedah

Digit 6,7 (Angka 90)

: Tahun pemberian izin (dibalik) 2010

Digit 8-11 (Angka 085)

: Nomor urut pendaftaran 0085

Penentuan/penilaian kelas, kategori dan sub kategori mengacu pada Code of


Federal Regulation (CFR).
Izin edar berlaku selama 5 (lima) tahun atau sesuai dengan masa penunjukan
keagenan masih berlaku dan dapat diperbaharui sepanjang memenuhi persyaratan.
Izin edar tidak berlaku apabila masa berlakunya habis, masa berlaku sertifikat
produksi habis, batas waktu keagena habis dan tidak diperpanjang, atau
persetujuan izin edar dicabut. Jika alat kesehatan yang telah memperoleh izin edar
terbukti tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan serta kemanfaatan,
pemerintah berwenang mencabut nomor pendaftaran/izin edar dan memerintahkan
penarikan alat kesehatan tersebut dari peredaran.
Izin edar dapat diperpanjang selambat-lambatnya 3 bulan sebelum masa
berlakunya habis. Jika dalam masa peredarannya terdapat perubahan seperti
ukuran, kemasan, penandaan, dan NPWP, maka perusahaan harus mengajukan
perubahan izin edar, tanpa perubahan pada nomor izin edar. Jika perubahan yang
ada selain pada 4 hal tersebut, maka harus memenuhi ketentuan tata cara
permohonan izin edar baru dengan perubahan nomor izin edar baru (Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, 2009).
II.5.2 Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik Invitro dan Perbekalan Kesehatan
Rumah Tangga
Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik Invitro dan Perbekalan Kesehatan
Rumah Tangga terdiri atas dua seksi yaitu Seksi Produk Diagnostik Invitro dan
Seksi Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Seksi Produk Diagnostik Invitro
memiliki kegiatan rutin meliputi kegiatan pre-market sama seperti kegiatan yang ada
di subdirektorat penilaian alat kesehatan yaitu Pelayanan Permohonan Izin Edar
Alat Kesehatan dan PKRT
8

PKRT yang akan diimpor, digunakan dan/atau diedarkan di Indonesia harus


terlebih dahulu memiliki izin edar. PKRT yang mendapat izin edar harus memenuhi
kriteria sebagai berikut (Menteri Kesehatan RI, 2010c):
1. keamanan dan kemanfaatan alat kesehatan, yang dibuktikan dengan
melakukan uji klinisdan/atau bukti-bukti lain yang diperlukan;
2. keamanan dan kemanfaatan PKRT dibuktikan dengan menggunakan bahan
yang tidak dilarang dan tidak melebihi batas kadar yang telah ditentukan;
3. mutu, dinilai dari cara pembuatan yang baik dan menggunakan bahan dengan
spesifikasi yang sesuai dan memenuhi persyaratan yang ditentukan.
Berdasarkan risiko penggunaannya, produk PKRT dibagi menjadi 3 kelas
yaitu kelas I, kelas II dan kelas III (Menteri Kesehatan RI, 2010c).
Permohonan izin edar PKRT produksi dalam negeri diajukan oleh (Menteri
Kesehatan RI, 2010c):
1. Perusahaan yang memproduksi dan/atau melakukan perakitan dan/atau
rekondisi/remanufaktur dan/atau makloon PKRT yang telah mendapat
sertifikat produksi.
2. Perusahaan pemilik merek dagang produk PKRT yang melakukan makloon
kepada perusahaan yang telah memiliki sertifikat produksi PKRT.
Untuk PKRT yang merupakan produk impor, cara pembuatan yang baik ditunjukkan
dengan sertifikat produksi.

Permohonan izin edar PKRT impor diajukan oleh

(Menteri Kesehatan RI, 2010c) :


1. Penyalur Alat Kesehatan (PAK) yang telah memiliki izin atau Importir PKRT
yang memiliki penunjukan dari perusahaan atau perwakilan usaha yang
memiliki kuasa sebagai agen tunggal dengan mencantumkan jenis produk
yang diageni serta diketahui oleh perwakilan Republik Indonesia setempat,
dengan masa penunjukan minimal 2 (dua) tahun.
2. PAK yang telah memiliki izin atau importir PKRT yang bukan agen tunggal
harus memiliki surat kuasa untuk mendaftar alat kesehatan dan/atau PKRT
dari perusahaan pembuat alat kesehatan dan/atau PKRT atau perusahaan
penanggung jawab di luar negeri.
3. Perusahaan yang telah memiliki sertifikat produksi untuk melakukan
perakitan/pengemasan kembali produk impor.
PKRT impor yang akan didaftarkan, wajib disertai surat yang menyatakan
bahwa PKRT tersebut sudah beredar dan digunakan di negara asal produk
diproduksi atau negara lain, serta dokumen lain yang menunjukkan keamanan atau
mutu PKRT dari instansi yang berwenang sesuai yang diperlukan dalam proses
evaluasi.
Direktur Jenderal atau pejabat yang ditunjuk harus memberikan keputusan
persetujuan atau penolakan pendaftaran izin edar alat kesehatan atau PKRT dalam
9

jangka waktu yang dihitung sejak permohonan izin edar dinyatakan lengkap, yaitu
30 hari kerja untuk Kelas I, 60 hari kerja untuk Kelas IIa dan kelas IIb, dan 90 hari
kerja untuk kelas III. Jika persyartan telah lengkap, maka nomor izin edar kan
dikeluarkan yang terdiri dari 11 digit, yaitu(Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 2009):
Contoh nomor izin edar :
PKRT: PKL 20305800100
PKL

: PKRT luar negeri

Digit 1 (Angka 2)

: Kelas 2 (resiko sedang)

Digit 2,3 (Angka 03)

: Kategori 3 (pembersih)

Digit 4,5 (Angka 05)

: Sub kategori 5 (pembersih kloset)

Digit 6,7 (Angka 80)

: Tahun pemberian izin (dibalik) 2008

Digit 8-11 (Angka 0100)

: Nomor urut pendaftaran 0100

Izin edar berlaku selama 5 (lima) tahun atau sesuai dengan masa penunjukan
keagenan masih berlaku dan dapat diperbaharui sepanjang memenuhi persyaratan.
Izin edar tidak berlaku apabila masa berlakunya habis, masa berlaku sertifikat
produksi habis, batas waktu keagena habis dan tidak diperpanjang, atau
persetujuan izin edar dicabut. Jika alat kesehatan yang telah memperoleh izin edar
terbukti tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan serta kemanfaatan,
pemerintah berwenang mencabut nomor pendaftaran/izin edar dan memerintahkan
penarikan alat kesehatan tersebut dari peredaran.
Izin edar dapat diperpanjang selambat-lambatnya 3 bulan sebelum masa
berlakunya habis. Jika dalam masa peredarannya terdapat perubahan seperti
ukuran, kemasan, penandaan, dan NPWP, maka perusahaan harus mengajukan
perubahan izin edar, tanpa perubahan pada nomor izin edar. Jika perubahan yang
ada selain pada 4 hal tersebut, maka harus memenuhi ketentuan tata cara
permohonan izin edar baru dengan perubahan nomor izin edar baru(Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, 2009).
II.5.3 Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah
Tangga
Subdirektorat Inspeksi Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan dan Perbekalan
Kesehatan Rumah Tangga terdiri atas dua seksi yaitu Seksi Inspeksi Produk dan
Seksi Inspeksi Sarana Produksi dan Distribusi. Subdirektorat ini memiliki kegiatan
rutin post-market yaitu Pembinaan, Pengendalian

dan

Pengawasan

Alat

Kesehatan dan PKRT.


Pembinaan, pengendalian dan pengawasan alat kesehatan dan PKRT
tercakup

dalam

1190/MENKES/PER/VIII/2010

Permenkes
dan

1189/MENKES/PER/VIII/2010,

1191/MENKES/PER/VIII/2010
10

mengenai

produksi, izin edar, dan izin penyalur alat kesehatan dan PKRT. Pembinaan yang
dilakukan dalam rangka pengamanan alat kesehatan dan PKRT bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat akan alat kesehatan dan PKRT yang memenuhi
persyaratan, melindungi masyarakat dari bahaya penggunaan alat kesehatan dan
PKRT yang tidak tepat atau tidak memenuhi persyaratan, dan menjamin
terpenuhinya atau terpeliharanya persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan
alat kesehatan dan PKRT.
Pemerintah melakukan pengawasan dan evaluasi secara berkala minimal 1
tahun sekali untuk menjamin ketaatan terhadap

CPAKB dan CPPKRTB.

Perusahaan yang memproduksi, mengemas kembali, merakit, merekondisi/


remanufakturing juga harus melaporkan hasil pengawasan mutu alat kesehatan
dan/atau PKRT secara berkala minimal setahun sekali. Pengawasan terhadap
segala kegiatan yang berhubungan

dengan produksi alat kesehatan dan/atau

PKRT dilaksanakan oleh pemerintah, produsen, distributor, dan masyarakat.


Pengawasan oleh pemerintah dilaksanakan secara berjenjang di tingkat pusat oleh
Direktur Jenderal dan di daerah oleh kepala dinas kesehatan provinsi dan kepala
dinas kesehatan kabupaten/kota. Kepala dinas kesehatan kabupaten/kota dan
kepala dinas kesehatan provinsi melaporkan hasil pembinaan dan pengawasan
yang dilakukan kepada Direktur Jenderal. Pembinaan dalam hal terkait produk
alat kesehatan dan PKRT mencakup informasi produk, perdagangan, sumber daya
manusia, pelayanan kesehatan, dan periklanan. Pembinaan dan pengawasan
dalam hal penyaluran alat kesehatan dan PKRT mencakup saran dan prasarana,
dokumentasi, penyaluran, pengadaan, dan penyimpanan (Menteri Kesehatan
Republik Indonesia, 2010c).
Pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah dapat melalui (Menteri
Kesehatan Republik Indonesia, 2010c):
1.
2.
3.
4.
5.

Audit terhadap informasi teknis dan klinik.


Pemeriksaan terhadap sarana produksi dan distribusi
Sampling dan pengujian.
Pengawasan penandaan iklan.
Penindakan yang berupa penegakan hukum.
Produsen dan distributor juga harus melakukan pengawasan terhadap

produknya. Pengawasan oleh produsen/penyalur dapat berupa (Menteri Kesehatan


Republik Indonesia, 2010d):
1. Audit terhadap informasi alat kesehatan dan/atau PKRT.
2. Pemeriksaan kembali terhadap produk untuk mengetahui kejadian yang tidak
diinginkan.
3. Melaporkan kepada pemerintahtentang kejadian yang tidak diinginkan.
Pengawasan oleh masyarakat dilakukan dengan (Menteri Kesehatan Republik
Indonesia, 2010c):
1. Memberdayakan masyarakat untuk mengetahui hak dan kewajiban terhadap
11

alat kesehatan yang beredar.


2. Meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap bahaya penggunaan alat
kesehatan yang tidak memenuhi standar yang ditetapkan.
3. Memberikan masukkan kepada pemerintah dan produsen demi peningkatan
mutu.
Jika terdapat indikasi kerugian karena penggunaan alat kesehatan dan/atau
PKRT, dapat dilakukan penelusuran oleh pemerintah, produsen dan penyalur untuk
segera diambil tindakan lebih lanjut berdasarkan tingkat risiko yang ditimbulkan dan
hasilnya dilaporkan kepada pemerintah. Penarikan kembali alat kesehatan dan/atau
PKRT dari peredaran karena tidak memenuhi persyaratan dan/atau dicabut izin
edarnya, kadaluwarsa,

dilaksanakan oleh dan menjadi

tanggung

jawab

perusahaan yang memproduksi dan/atau mengedarkannya. Pemusnahannya harus


dilaporkan kepada Direktur Jenderal. Dalam rangka pembinaan dan pengawasan,
pemerintah dapat mengambil tindakan administratif sesuai dengan kewenangannya
masing-masing berupa teguran lisan, teguran tertulis sampai dengan pencabutan
izin (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010d).
II.5.4 Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi
Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi terdiri atas dua seksi yaitu Seksi
Standardisasi Produk dan Seksi Standardisasi & Sertifikasi Produksi & Distribusi.
Masing-masing subdirektorat meiliki kegiatan premarket yaitu pelayanan sertifikat
produksi dan pelayanan ijin penyalur alat kesehatan (IPAK).
Pelayanan Sertifikat Produksi
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1189/Menkes/Per/VIII/2010 tentang
produksi alat kesehatan dan PKRT menyebutkan bahwa produk alat kesehatan dan
PKRT

yang

beredar

harus

memenuhi

standar dan/atau persyaratan mutu,

keamanan, dan kemanfaatan. Standar dan/atau persyaratan mutu, keamanan, dan


kemanfaatan tersebut sesuai dengan Farmakope Indonesia atau Standar Nasional
Indonesia (SNI) atau Pedoman Penilaian Alat Kesehatan dan PKRT atau standar
lain yang ditetapkan oleh Menteri seperti Cara Pembuatan Alat Kesehatan yang
Baik (CPAKB) dan Cara Pembuatan PKRT yang Baik (CPPKRTB).
Produksi alat kesehatan hanya dapat dilakukan oleh perusahaan yang telah
memiliki sertifikat produksi. Jenis produk yang diizinkan untuk diproduksi harus
sesuai dengan

lampiran sertifikat produksi. Penambahan jenis produk dapat

dilakukan dengan addendum sertifikat untuk perluasan produksi. Perusahaan yang


hanya melakukan pengemasan kembali, perakitan, rekondisi/remanufakturing tetap
harus memiliki sertifikat produksi.
kesehatan/PKRT

bertanggung

Perusahaan
jawab terhadap
12

yang
mutu,

memproduksi

alat

keamanan, dan

kemanfaatan alat kesehatan/PKRT yang diproduksinya. Perusahaan harus dapat


menjamin bahwa produknya dibuat sesuai dengan CPAKB dan CPPKRTB dan tidak
terjadi penurunan kualitas dan kinerja selama proses penyimpanan, penggunaan
maupun transportasi (Menteri Kesehatan RI, 2010b).
Bangunan untuk produksi alat kesehatan dan PKRT harus berada di lokasi
yang sesuai, memenuhi persyaratan teknis, sanitasi dan higiene dan tidak
digunakan untuk kegiatan selain yang tertulis di serifikat produksi kecuali telah
disetujui, seperti penggunaan bersama produksi obat, maka pencemaran silang
harus dihindari. Fasilitas yang telah memenuhi syarat harus selalu dipelihara
(Menteri Kesehatan RI, 2010b).
Peraturan

Menteri

No.1189/MENKES/PER/VIII/2010

Kesehatan

Republik

mengklasifikasikan

sertifikat

Indonesia
produksi

alat

kesehatan menjadi tiga kelas, meliputi:


1. Sertifikat Produksi Alat Kesehatan Kelas A, yaitu sertifikat yang diberikan
kepada pabrik yang telah menerapkan CPAKB secara keseluruhan sehingga
diizinkan untuk memproduksi alat kesehatan kelas I, kelas IIa, kelas IIb dan
kelas III. Penanggung jawab teknisnya minimal Apoteker atau sarjana lain
yang sesuai dan harus mempunyai laboratorium sendiri.
2. Sertifikat Produksi Alat Kesehatan Kelas B,yaitu sertifikat yang diberikan
kepada pabrik yang telah layak memproduksi alat kesehatan kelas I, kelas IIa,
dan kelas IIb, sesuai ketentuan CPAKB. Penanggung jawab teknisnya minimal
D3 farmasi, kimia, teknik yang sesuai dengan bidangnya. Jika tidak memiliki
laboratorium sendiri, harus bekerja sama dengan laboratorium yang ditunjuk.
3. Sertifikat Produksi Alat Kesehatan Kelas C , yaitu sertifikat yang diberikan
kepada pabrik yang telah layak memproduksi alat kesehatan kelas I dan kelas
IIa tertentu, sesuai ketentuan CPAKB. Penanggung jawab teknisnya
asistenapoteker atau tenaga lain yang sederajat, bekerja sama dengan
laboratoriumyang terakreditasi.
Sertifikat produksi PKRT diklasifikasikan menjadi tiga kelas, yaitu:
1. Sertifikat Produksi PKRT Kelas A, yaitu sertifikat yang diberikan kepada pabrik
yang telah menerapkan CPPKRTB secara keseluruhan sehingga diizinkan
untuk memproduksi PKRT kelas I dan kelas II dan kelas III.
2. Sertifikat Produksi PKRT Kelas B, yaitu sertifikat yang diberikan kepadapabrik
yang

layak

memproduksi

PKRT

kelas

dan

kelas

II

sesuai

ketentuanCPPKRTB.
3. Sertifikat Produksi PKRT Kelas C, yaitu sertifikat yang diberikan kepada pabrik
yang telah layak memproduksi PKRT kelas I dan kelas II tertentu, sesuai
ketentuan CPPKRTB.
13

Klasifikasi Sertifikat Produksi tersebutditetapkan

berdasarkan

hasil

pemeriksaan kesiapan pabrik dalam penerapan CPAKB dan CPPKRTB. Untuk


mendapatkan Sertifikat Produksi, perusahan harus mengajukan permohonan.
Permohonan hanya dapat diajukan oleh badan usaha yang telah melengkapi
persyaratan administratif dan teknis.
Sertifikat Produksi tersebut dapat berlaku selama 5 tahun dan dapat
diperpanjang dengan mengajukan permohonan selambat-lambatnya 3 bulan
sebelum masa berakhir. Untuk perubahan sertifikat produksi, dapat dilakukan jika
terjadi perubahan badan usaha, nama dan alamat perusahaan,penggantian
penanggung jawab teknis dan pimpinan perusahaan, serta perubahan klasifikasi.
Sertifikat produksi juga dapat dicabut jika terjadi pelanggaran terhadap
persyaratan dan peraturan perundang-undangan serta jika perusahaan tidak
menerapkan CPAKB ataupun CPPKRTB. Jika terjadi pelanggaran maka dapat
diberikan peringatan secara tertulis sebanyak 2 kali berturut-turut dengan tenggat
waktu masing-masing 2 bulan, penghentian kegiatan sementara, dan pencabutan
sertifikat produksi (Menteri Kesehatan RI, 2010b).
Perusahaan yang akan

mengekspor alat kesehatan dan/atau PKRT yang

memiliki sertifikat produksi dan

produknya telah memiliki izin edar diberikan

certificate of free sale yaitu surat keterangan yang dikeluarkan oleh Menteri yang
menerangkan bahwa suatu produk alat kesehatan dan/atau PKRT sudah
mendapatkan izin edar atau telah bebas dijual di Indonesia (Menteri Kesehatan RI,
2010b).
Pelayanan Permohonan Izin Penyalur Alat Kesehatan (IPAK)
Penyaluran alat kesehatan hanya dapat dilakukan oleh Penyalur Alat
Kesehatan (PAK), Cabang PAK, dan toko alat kesehatan dengan adanya izin.
Pedagang Besar Farmasi yang juga menyalurkan alat kesehatan juga harus
memiliki IPAK. Izin PAK diberikan oleh Kementerian Kesehatan, izin cabang PAK
diberikan oleh Dias Kesehatan Propinsi, dan izin toko alat kesehatan diberikan oleh
dinas kesehatan kabupaten/kota (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010d).
Untuk dapat mengajukan permohonan izin PAK, pemohon harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010d):
1.

berbentuk badan hukum yang telah memperoleh izin usaha sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan;


2. memiliki penanggung
jawab
teknis yang bekerja penuh, dengan
pendidikan yang sesuai dengan persyaratan dan ketentuan yang berlaku;
3. memiliki sarana dan prasarana berupa ruangan dan perlengkapan lainnya
yang memadai untuk kantor administrasi dan gudang dengan status milik
sendiri, kontrak atau sewa paling singkat 2 (dua) tahun;
4. memiliki bengkel atau bekerja sama dengan perusahaan lain dalam
14

melaksanakan jaminan purna jual, untuk perusahaan yang mendistribusikan


alat kesehatan yang memerlukannya;
5. memenuhi CDAKB.
PAK yang ingin melakukan ekspor dan impor alat kesehatan harus memiliki
serifikat PAK, dan sertifikat bebas jual (certificate of free sale/CFS) bagi alat
kesehatan yang telah memiliki izin edar atau sertifikat bebas ekspor (certificate of
exportation) bagi alat keehtan yang tidak memiliki izin ear dan diproduksi oleh
produsen yang telah memiliki sertifikat produksi (Menteri Kesehatan Republik
Indonesia, 2010d).
II.5.5

Subbagian Tata Usaha


Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat kesehatan selain memberikan
pelayanan pengajuan sertifikat produksi, izin edar dan izin penyalur, juga
memberikan pelayanan surat keterangan seperti Certificate of Free Sale (CFS) dan
surat keterangan lainnya untuk keperluan berikut (Menteri Kesehatan Republik
Indonesia, 2010d):
Berikut adalah dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan cq Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan:
1. Sertifikat Bebas Jual ( Certificate of Free Sale/CFS)
2. Sertifikat Pemberitahuan Ekspor (Certificate of Exportation)
3. Sertifikat Kesehatan (Health Certificate)
4. Surat Keterang an Impor (SKI ) khusus (Special Access scheme/ SAS)
5. Surat Keterangan Impor (SKI) untuk sampel dalam rangka izin edar
6. Surat Keterangan Impor (SKI) untuk bahan baku
7. Surat Keterangan Impor (SKI) untuk spare part
8. Surat Keterangan Produk (SKP) untuk pengadaan sektor pemerintah
9. Surat Keterangan Produk (SKP) untuk perusahaan/perusahaan
10. Surat Keterangan Impor (Bea dan Cukai)
11. Surat Keterangan sedang dalam proses perpanjangan/perubahan izin edar
12. Surat Keterangan sedang dalam proses perpanjangan/perubahan IPAK dan
Sertifikat Produksi Alkes/PKRT
13. Surat Rekomendasi/ Keterangan Lain
Pelayanan surat keterangan dilakukan oleh Subbagian Tata Usaha melalui
loket Unit Pelayanan Terpadu. Rencananya pelayanan surat keterangan akan
menggunakan sistem e-suket yang saat ini sedang dalam proses pengembangan.

15

BAB III
PEMBAHASAN
Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1191/Menkes/ Per/VIII/2010 tentang
Penyaluran Alat Kesehatan, penyalur alat kesehatan (PAK) adalah perusahaan berbentuk
badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran alat kesehatan
dalam jumlah besar sesuai ketentuan perundang-undangan. Izin penyalur alat kesehatan.
Penyaluran alat kesehatan hanya dapat dilakukan oleh sarana yang telah memiliki izin
penyakur alat kesehatan (IPAK) dan harus dilakukan sesuai dengan ketentuan tentang Cara
Distribusi Alat Kesehatan yang Baik (CDAKB) yang mengacu kepada standar internasional
yaitu Good Distribution Practice (GDP).
Berdasarkan kemampuan dari sarana distribusi alat kesehatan, maka Izin Penyalur
Alat Kesehatan dikelompokan menjadi 5 (lima) macam yaitu:
1. Alat Kesehatan Elektromedik Radiasi
2. Alat Kesehatan Elektromedik Non Radiasi
3. Alat Kesehatan Non Elektromedik Steril
4. Alat Kesehatan Non Elektromedik Non Steril
5. Produk Diagnostik Invitro
Jenis layanan distribusi alat kesehatan meliputi :
1. Izin Penyalur Alat Kesehatan
2. Perluasan/Perubahan Izin Penyalur Alat kesehatan
Dalam melaksanakan pelayanan publik yang transparan dan akuntabel maka pelayanan
pendaftaran Ijin Penyalur Alat Kesehatan dilakukan secara on line melalui website dengan
alamat http://www.regalkes.depkes.go.id dan proses selanjutnya dilakukan di Unit Layanan
Terpadu Kementerian Kesehatan RI.
Untuk memperloleh IPAK pendaftar harus melakukan pendaftaran terlebih dahulu. Tata
cara pendaftaran sebagai beriku :
A. UMUM
1. Pemohon harus mendaftarkan perusahaan untuk mendapatkan USER ID dan
PASSWORD melalui registrasi online pada alamat http://www.regalkes.depkes.go.id
2. Pemohon harus mengisi semua persyaratan secara lengkap melalui registrasi online
3. Pemohon yang melakukan proses perizinan di Unit Layanan Terpadu harus membawa
Kartu Pengenal (ID Card)dari perusahaan atau surat kuasa dari perusahaan
B. TAHAP PERIZINAN
Proses perizinan Penyalur Alat Kesehatan dibagi menjadi tiga tahap yaitu:
16

1. Tahap Rekomendasi yaitu proses verifikasi terhadap pemeriksaan sarana yang


dilakukan di Dinas Kesehatan Propinsi sesuai peraturan berlaku.
Keluaran dari proses ini adalah Rekomendasi Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dan
laporan Berita Acara Pemeriksaan Saranapenyalur.
2. Tahap praregistrasi yaitu proses untuk mengevaluasi kelengkapan persyaratan pada
tahap awal, jika telah memenuhi persyaratan praregistrasi yang ditentukan maka
selanjutnya melakukan pembayaran PNBP sesuai ketentuan
3. Tahap Registrasi yaitu proses evaluasi dan verifikasi terhadap kelayakan sarana dalam
memenuhi cara distribusi yang baik. Jika dianggap perlu tim evaluasi dapat melakukan
pemeriksaan langsung ke sarana.
Pada tahap registrasi maka keluarannya dapat berupa:
a. Persetujuan IPAK
b. Surat Tambahan data
c. Surat Penolakan
C. ALUR PROSES PERIZINAN

Gambar 1. Alur Proses Permohonan Izin Penyalur Alat Kesehatan


D. TAHAP REKOMENDASI
1. Perusahaan harus mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri melalui Kepala
Dinas Kesehatan Provinsi setempat, dengan menggunakan contoh formulir sesuai
Permenkes nomor 1191 tahun 2010.
2. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja sejak
menerima tembusan permohonan, berkoordinasi dengan Kepala Dinas Kesehatan
17

Kabupaten/Kota membentuk tim pemeriksaan bersama untuk melakukan pemeriksaan


setempat.
3. Tim pemeriksaan

bersama,

jika

diperlukan,

dapat

melibatkan

tenaga

ahli/konsultan/lembaga tersertifikasi di bidang distribusii alat kesehatan yang telah


disetujui oleh Direktur Jenderal.
4. Tim pemeriksaan bersama selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja melakukan
pemeriksaan dan membuat berita acara pemeriksaan dengan menggunakan contoh
formulir sesuai Permenkes nomor 1191 tahun 2010. Apabila telah memenuhi
persyaratan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja
setelah menerima hasil pemeriksaan dari tim pemeriksaan bersama membuat surat
rekomendasi kepada Direktur Jenderal dengan menggunakan contoh formulir sesuai
Permenkes nomor 1191 tahun 2010.
5. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada poin b, c, dan d tidak
dilaksanakan sesuai waktunya, perusahaan pemohon yang bersangkutan dapat
membuat surat pernyataan siap melaksanakan kegiatan kepada Direktur Jenderal
dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan menggunakan contoh formulir sesuai
Permenkes nomor 1191 tahun 2010.
E. TAHAP PRAREGISTRASI
1. Setelah diterima berita acara pemeriksaan dan rekomendasi serta lampirannya
sebagaimana dimaksud pada diatas pada poin 1. d dan e, pemohon mengunggah
(upload) semua dokumen persyaratan sesuai petunjuk registrasi online sebagaimana
terlampir.
2. Berkas permohonan yang telah dikirim dengan benar akan dilakukan verifikasi oleh
evaluator untuk menentukan persyaratan praregistrasi yang telah ditentukan, paling
lambat 7 hari. Pemohon harus melakukan pengecekan terhadap hasil evaluasi untuk
segera ditindak lanjuti
3. Permohonan yang sudah memenuhi persyaratan praregistrasi dan telah dinyatakan
memenuhi persyaratan untuk melanjutkan ketahap registrasi, akan mendapat
pemberitahuan selesai praregistrasi (notifikasi) dan Pemohon akan mendapat surat
pemberitahuan biaya PNBP yang harus dibayarkan serta ketentuan lain yang harus
diketahui sebelum melanjutkan ke tahap registrasi.
4. Petugas loket akan memberikan lembar Surat Setoran Bukan Pajak (SSBP) untuk
pembayaran Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) pada bank persepsi/yang
ditunjuk.
5. Pemohon harus melakukan pembayaran PNBP dan mengupload bukti pembayaran
PNBP maksimal 10 hari setelah mendapatkan surat persetujuan selesai praregistrasi.
Jika dalam 10 hari pemohon tidak melakukan pembayaran PNBP, maka permohonan
dinyatakan batal dan harus melakukan proses pra registrasi ulang.
18

6. Pemohon yang sudah membayar PNBP berkasnya akan dievaluasi lebih lanjut.
F. TAHAP REGISTRASI
Setelah melakukan pembayaran PNBP,selanjutnya:
1. Setelah pemohon mengupload bukti bayar pada sistem online maka pemohon akan
mendapatkan tanda terima tetap.
2. Tanda terima tetap diberikan kepada pemohon melalui Unit Layanan terpadu setelah
menyerahkan semua dokumen persyaratan (hard copy), surat pernyataan kesesuaian
data (sesuai contoh terlampir) dan print outsurat perintah bayar serta bukti
pembayaran (SSBP) asli dan fotokopi rangkap 3 (tiga)dan dimasukan ke dalam map
warna biru muda, selanjutnya diserahkan kepada petugas loket.
3. Hasil evaluasi tahap registrasi akan dikirim secara online. Pemohon harus melakukan
pengecekan terhadap hasil evaluasi.
4. Berkas yang masih perlu data tambahan harus segara dilengkapi paling banyak 2
(dua) kali masing-masing dalam waktu maksimal 30 hari sejak setelah dikeluarkan
surat tambahan data dihitung mulai tanggal surat tambahan data diterima.
5. Apabila pemohon tidak dapat melengkapi data sesuai ketentuan diatas maka akan
dikeluarkan surat penolakan dan pemohon harus mengajukan permohonan baru.
6. Biaya PNBP tidak dapat dikembalikan untuk berkas yang ditolak
7. Permohonan yang telah memenuhi persyaratan pada tahap registrasi maka Direktur
Jenderal mengeluarkan IPAK dalam jangka waktu 45 hari.
Gambar 2. Alur Perizinan Penyalur Alat Kesehatan Secara Online

Pemberian izin penyalur alat kesehatan semakin meningkat setiap tahun, data perizinan
penyalur aat kesehatan dapat dilihat dari tabel berikut ini.
Tabel 1. Data Perizinan Alat Kesehatan dan PKRT tahun 2014

19

Grafik 3. Data Perizinan Alat Kesehatan dan PKRT tahun 2010 2014
Tabel 2. Perbandingan target, realisasi dan capaian kinerja indicator Persentase sarana
distribusi alat kesehatan yang memenuhi persyaratan distribusi tahun 2010 - 2014

20

Grafik 4. Sarana distribusi alat kesehatan yang memenuhi persyaratan distribusi Tahun
2010-2014
Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa setiap tahun semakin banyak penyalur alat
kesehatan yang memenuhi persyaratan distribusi. Namun pada kenyataannya masih banyak
ditemui kendala pada proses perizinan penyalur alat kesehatan. Diantaranya kendala pada
proses registrasi IPAK (Izin Penyalur Alat Kesehatan). Di era serba on-line, registrasi IPAK di
kementerian kesehatan juga dilakukan secara on-line. Semua data di kirim ke kementerian
kesehatan secara on-line, tidak ada tatap muka dengan evaluator secara langsung seperti
dulu. Di satu sisi sistem on-line ini masih menjadi kendala PAK (Penyalur Alat Kesehatan)
terutama yang berada di daerah yang kurang terbiasa dengan system on-line. Pendaftar
kesulitan melakukan cara registrasi IPAK secara on-line. Supaya kendala ini teratasi, perlu
dilakukan sosialisasi ke PAK terutama yg berada di daerah mengenai cara pendaftaran
perizinan PAK secara on-line.
Kendala lain adalah kurangnya pemenuhan persyaratan dan standar penyimpanan alat
kesehatan. Hal ini dikarenakan beberapa penanggung jawab teknis PAK adalah Sarjana
kimia, sarjana biologi, sarjana teknik mesin, sarjana teknik industri dimana kurang
memahami standard penyimpanan alat kesehatan dan dampaknya bagi kesehatan. Oleh
karena itu, perlu dilakukan peningkatan kompetensi melalui sosialisasi kepada penanggung
jawab teknik mengenai Cara Distribusi Alat Kesehatan yang Baik. Selain itu minimnya
standard penyimpanan kesehatan karena kurang patuhnya penanggung jawab teknik untuk
memenusi persyaratan sarana distribusi sesuai CDAKB sehingga perlu dilakukan advokasi
dengan memberikan peringatan atau mencabut sertifikat izin penyalur alat kesehatan.

21

Kendala selanjutnya adalah mekanisme pasca pemberian izin penyalur alat kesehatan
untuk memastikan sarana dan prasarana distribusi masih sesuai dengan standard pada saat
dilakukan pendaftaran awal. Beberapa PAK tidak lagi memenuhi CDAKB setelah diberi izin
oleh karena itu perlu dilakukan inspeksi secara berkala ke sarana & prasarana PAK
mengenai penerapan persyaratan distribusi pada penyalur alat kesehatan sesuai dengan
pedoman CDAKB oleh petugas pusat dan daerah.

22

BAB IV
PENUTUP
IV.1.

KESIMPULAN
1. Kegiatan orientasi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) memberikan gambaran
mengenai tugas pokok dan fungsi masing-masing satuan kerja di lingkungan
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian
Kesehatan.
2. Permasalahan yang dihadapi dalam izin penyalur alat kesehatan adalah
kurangnya sosialisasi ke pendaftar mengenai registrasi sistem online, minimnya
pemenuhan persyaratan dan standar penyimpanan alat kesehatan, serta banyak
sarana dan prasarana yang tidak sesuai CDAKB pasca pemberian izin PAK.

IV.2.

SARAN
1. Perlu

dilakukan

pengaturan

jadwal

pembekalan

materi

oleh

Kepala

Subdirektorat/Kepala Bagian atau yang mewakili mengenai pelaksanaan tugas


tiap-tiap unit kerja agar diperoleh keseragaman pengetahuan pada masingmasing CPNS Peserta Orientasi.
2. Perlu peningkatan kompetensi pimpinan/penanggung jawab teknis sarana distribusi
alat kesehatan dalam menerapkan CDAKB melalui sosialisasi dan advokasi serta
perlu dilakukan pengendalian dan pengawasan sarana distribusi alat kesehatan
dalam rangka penerapan CDAKB oleh petugas pusat dan daerah sesuai dengan
pedoman CDAKB melalui peningkatan kemampuan SDM daerah dan melibatkan
daerah dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi sarana distribusi dan audit
investigasi.

23

DAFTAR PUSTAKA
Kementerian Kesehatan RI. 2009. Undang-Undang Kesehatan Republik Indonesia No. 36
tentang Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI
Kementerian

Kesehatan

RI.

1144/Menkes/Per/VIII/2010

2010.

Peraturan

Menteri

tentang

Organisasi

Dan

Kesehatan

Tata

Kerja

RI

No.

Kementerian

Kesehatan.Jakarta : Kementerian Kesehatan RI


Kementerian Kesehatan RI. 2010. Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 20102014. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Presiden RI. 2009 . Peraturan Presiden RI No. 47 tahun 2009 tentang pembentukan dan
organisasi kementerian negara.Jakarta.
Kementerian

Kesehatan

RI.

(2010).

Peraturan

Menteri

Kesehatan

RI

No.

1189/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Produksi Alat Kesehatan dan Perbekalan


Kesehatan Rumah Tangga. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI.
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan. (2014).Pedoman Pelayanan Izin
Edar Alat Kesehatan, Jakarta : Kementerian Kesehatan RI.
Kementerian

Kesehatan

RI.

2010.

Peraturan

Menteri

Kesehatan

RI

No.

1191/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Penyaluran Alat Kesehatan. Jakarta : Kementerian


Kesehatan RI

24

LAMPIRAN

25

LAMPIRAN 1. STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

26

LAMPIRAN 2. STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT BINA PRODUKSI BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN

27

Anda mungkin juga menyukai