Anda di halaman 1dari 47

4.

PEMBENTUKAN ZAT PADAT DARI LARUTAN DAN LEBURAN

Bab ini membahas tentang reaksi dan proses dimana produk padat diperoleh
dari fase cair. Dari sudut pandang kimia, kasus yang paling sederhana adalah bila cairan
memiliki komposisi yang sama seperti zat padat yaitu bila padatan terbentuk dari cairan
tanpa perubahan kimia tetapi hanya karena perubahaan keadaan fisik. Kristalisasi dan
proses pembentukan gelas yang terlibat akan dibahas pada sub bab 4.1. Buku ini tidak
membahas

tentang

reaksi kimia

fisik

yang menerapkan sedikit mungkin rumus

matematika tanpa menggunakan turunan matematis atau turunan fisika. Namun, disini
kami menekankan pada gambaran yang lebih luas untuk memberikan pemahaman
tentang proses-proses kimia yang terlibat. Proses kristalisasi dan pengendapan dari
larutan dibahas pada sub bab 4.2. Dasar kimiafisik sangat erat hubungannya dengan zat
cair tetapi proses yang terlibat lebih kompleks karena perbedaan komposisi kimia untuk
fase padat dan fase cair. Pada sub bab 4.3, kami akan memeriksa bagaimana alam
mengendalikan

proses

kristalisasi senyawa dalam sistem biologis.

Dalam proses

solvothermal (sub bab 4.4), pelarutan dan rekristalisasi senyawa dipercepat oleh
peningkatan temperatur dan tekanan. Pada sub bab terakhir (4.5), kami akan membahas
tentang proses sol-gel yang menyebabkan pemerolehan produk padat melalui pembekuan
dari pada kristalisasi atau pengendapan.

4.1 Gelas
Ketika membicarakan tentang gelas, maka kita pasti akan langsung terpikirkan
tentang jendela atau botol gelas atau mungkin layar gelas komputer dan TV. Namun,
gelas juga digunakan dalam aplikasi teknologi tinggi seperti teknologi komunikasi atau
material-material alami. Pada akhir sub bab ini, kita akan tahu bahwa logam mampu
membentuk gelas dan kita juga akan membahas metode untuk memproduksi gelas
metalik. Kita akan memulai sub bab ini dengan mendefinisikan apa itu gelas. Setelah
mengetahui masalah struktural, kita akan tahu di bawah kondisi apa peleburan dapat
membuat gelas setelah pendinginan bukannya

kristalisasi. Ini adalah perkenalan singkat

tentang proses pembuatan gelas.


Pendinginan senyawa cair di bawah titik leburnya (Tm ) secara normal dihasilkan
dari kristalisasi. Kristal dikelompokkan berdasarkan pada susunan periodik atom atau
molekulnya. Ketika senyawa mengkristal, strukturnya akan kembali terbentuk. Struktur

yang mulanya adalah sturktur cair tidak beraturan menjadi struktur kristal beraturan.
Bersamaan dengan itu, nilai entalpi menurun secara tiba-tiba dari nilai cair menjadi nilai
kristal. Pendinginan yang diteruskan di bawah Tm dalam entalpi lanjutan menurunkan
kapsitas panas kristal.

Cairan yang sangat dingin (supercooled) diperoleh jika cairan dapat didinginkan
di bawah temperatur lebur (Tm) tanpa kristalisasi. Jika Cairan yang sangat dingin dapat
didinginkan secara perlahan, maka atom-atomnya akan kembali terbentuk menjadi
struktur cair yang seimbang (tergantung pada temperatur ) tanpa penurunan besar entalpi
yang diamati dalam kristalisasi. Namun, bila cairan didinginkan, viskositasnya () akan
meningkat dan terkadang menjadi sangat tinggi sehingga atom-atomnya tidak lagi
tersusun menjadi struktur keseimbangan selama beberapa waktu. Karenanya, entalpi
mulai menyimpang dari garis keseimbangan yang lurus karena ditentukan oleh viskositas
panas cairan yang dibekukan. Viskositas cairan yang dibekukan sangat tinggi sehingga
strukturnya menjadi tertata dan tidak lagi dipengaruhi oleh temperatur . Cairan yang
dibekukan telah menjadi gelas. Daerah temperatur

yang membatasi entalpi cairan

keseimbangan dan entalpi cairan yang dipadatkan adalah daerah transformasi gelas.
Dengan demikian, gelas dapat didefinisikan sebagai zat padat amorf (non
kristal) tanpa struktur periodik yang panjang sehingga membentuk perilaku transformasi
gelas. Setiap material anorganik, organik atau logam yang menghasilkan perilaku
transformasi gelas adalah gelas.
Gambar 4-1 menunjukkan bahwa perilaku

transformasi gelas merupakan

fenomena yang tergantung pada waktu. Ketika cairan yang sangat dingin (supercooled)
didinginkan secara perlahan, entalpi akan mulai menyimpang dari garis keseimbangan
pada temperatur

yang lebih rendah. Kemudian daerah transformasi gelas berubah

menjadi temperatur

yang lebih rendah. Karena memiliki vikositas tinggi pada temperatur

yang lebih rendah, maka diperlukan waktu yang lebih lama untuk mencapai struktur

keseimbangan. Laju pendinginan yang lebih rendah menyebabkan cairan yang sangat
dingin menambah struktur keseimbangan pada temperatur yang lebih rendah. Gelas yang
dihasilkan dengan laju pendinginan yang lebih rendah akan memiliki entalpi yang lebih
rendah dari pada gelas yang dihasilkan dengan laju pendinginan yang lebih cepat.
Meskipun transformasi gelas hanya terjadi di atas rentang suatu temperatur,
akan lebih aman untuk menggunakan temperatur

sebagai indikator untuk perubahan

antara peleburan dan padatan gelas. Temperatur

tersebut disebut dengan temperatur

transformasi atau temperatur

transisi gelas (Tg). Karena Tg merupakan fungsi

laju

pemanasan (pendinginan) dan metode yang digunakan untuk pengukuran, maka Tg tidak
dapat dianggap sebagai sifat dari gelas. Kondisi yang distandarkan telah digunakan untuk
membuat Tg dari berbagai sampel sebanding yang berbeda.

4.1.1 Teori Struktural Pembentukan Gelas


Teori awal tentang pembentukan gelas hanya berkutat dan mempertanyakan
mengapa ada material yang dapat membentuk gelas sedangkan material lainnya tidak.
Teori ini sering kali disebut teori struktural pembentukan gelas. Diketahui bahwa
kemampuan untuk membentuk jaringan tiga dimensi adalah dengan menghubungkan
balok-balok pembangun dasar (basic building block) yang terjadi dalam kondisi akhir
pembentukan gelas. Material-material dengan ionik tinggi tidak dapat membentuk
struktur jaringan. Balok pembangun dasar terdiri atas elemen elektropositif pusat (yang
disebut kation, meskipun jaringan ini tidak bersifat ionik) yang dikelilingi oleh
sejumlah elemen elektronegatif (yang disebut anion).
Silikat, contohnya, mudah membentuk gelas, bukannya kristalisasi ulang setelah
peleburan dan pendinginan (Gambar 4.2). Silikat lebih banyak memiliki struktur jaringan
dari pada struktur rapat. Berlawanan dengan senyawa kristal penyusun, jaringan vitreous
(mirip gelas) tidak periodik dan tidak simetris. Perilaku rata-ratanya ke berbagai arah
adalah sama, dan karenanya sifat gelasnya adalah isotropis.

Model struktur gelas yang paling umum digunakan adalah berdasarkan pada
gagasan awal Zachariasen dan teori ini disebut dengan Teori Jaringan Acak (random
network theory). Aturan untuk gelas kalkoogenida atau halida sederhana adalah:
1. Tiap anion dihubungkan (linked) dengan kation yang jumlahnya tidak lebih dari dua
(diperlukan koordinasi yang lebih tinggi untuk anion dalam ujung ikatan untuk
membentuk jaringan acak non periodik).
2. Koordiansi polihedra hanya terhubung pada bagian sudut bukan bagian ujung atau
bagian depan.
3. Jumlah koordiansi kation yang membentuk jaringan (pembentuk jaringan) kecil
(koordinasi polihedra yang lebih tinggi seperti oktahedra cenderung pada bagian
ujung atau bagian depan dari apda bagian sudut).
4. Setidaknya tiga sudut polihedron harus disatukan untuk membentuk jaringan tiga
dimensi (hanya kemudian jaringan dapat menjadi tiga dimensi). Penggabungan dua
sudut dapat dihasilkan dalam struktur polimerik [seperti silikon].
Gambar 4-3 memberikan gambaran skematis tentang struktur gelas silikat alkali
untuk mengilustrasikan aturan ini. Silikon (kation) pada silikat dan gelas silikat selalu
bersifat tetrahedral yang dikelilingi oleh empat atom oksigen (anion). Dalam koordinasi
tersebut, jumlah silikon adalah empat (aturan 3). Jaringan terbentuk dari tetraheda [SiO 4 ]
yang terhubung. Tetraheda hanya bertempat di bagian sudut. Dua atom silikon yang
berdekatan hanya dihubungkan dengan satu atom oksigen (aturan 2). Pada silika vitrous,
tiap atom oksigen menghubungkan dua atom oksigen (aturan 1). Pada gelas silikat,
terdapat sejumlah atom oksigen (lihat gambar 4-6). Muatan negatif atom oksigen yang
tidak terhubung harus dikompensasi oleh kation terdekat untuk mencapai kenetralan
muatan lokal. Namun, aturan 4 tetap harus dipatuhi.

Stuktur gelas flouroberyllate (diturunkan dari BeF2 sebagai senyawa induk)


adalah sama. Tidak mengherankan karena SiO 2 dan BeF2 adalah isoelektronik dan
memiliki struktur yang sama.
Gelas borate memiliki banyak sturktur yang lebih rumit karena miliki sejumlah
balok pembangun yang lebih besar. Sebagian elemen penyusun gelas borate ditunjukkan
pada gambar 4-4. Ingat bahwa dalam gelas borat juga terdapat unit planar trigonal [BO 3 ]
dan unit hedral [BO 4 ].
Aturan Zachariasen dimodifikasi untuk gelas kompleks yang sebagian anionnya
hanya dihubungkan dengan kation jaringan. Harus ada presentase tinggi dalam kation
jaringan yang memiliki planar tetrahedral atau trigonal yang dikelilingi oleh anion dan
tetrahedra atau segitiga hanya terdapat di bagian sudut.
Pada umumnya, struktur gelas ditentukan oleh:

Bilangan koordinasi kation pembentuk jaringan. Koordinasi polihedra kation ini


merupakan balok pembangun struktur gelas. Balok-balok ini mungkin dihubungkan
dengan unit yang lebih besar seperti cincin atau gugus yang memiliki susunan yang
lebih rapi dari pada ikatan acak (lihat gambar 4-2).

Hubungan/konektivitas jaringan yaitu jumlah rata-rata ikatan penghubung jaringan


dengan kation pembentuk.

Distribusi sudut ikatan. Distribusi sudut ikatan dan sudut dihedral menyebabkan
keacakan

dalam struktur

dan karenanya melekat pada

material-material tak

berbentuk.

Dimensionalitas jaringan. Sebuah jaringan tidak harus tiga dimensi untuk dapat
membentuk gelas. Contohnya, polimer rantai panjang yang memiliki jaringan satu
dimensi dapat membentuk gelas dengan cara melibatkan rantai polimer tiga dimensi.

Teori

struktural

pembentukan

gelas

hanya

berhubungan

dengan

kasus

pembentukan gelas relatif. Sebagian besar senyawa atau campuran yang membentuk
gelas selama pendinginan dari peleburan pada laju pendinginan umum dianggap sebagai
pembentuk gelas yang baik sedangkan material yang membutuhkan laju pendinginan
yang lebih cepat dianggap sebagai pembentuk gelas yang buruk. Leburan yang tidak
dapat didinginkan untuk membentuk gelas kecuali dengan laju pendinginan yang besarbesaran. Karenanya ini tidak dapat dijadikan pembentuk gelas.

Telah diketahui bahwa sebenarnya semua material dapat membentuk gelas jika
didinginkan dengan sangat cepat sehingga tidak ada waktu bagi struktur material tersebut
untuk membentuk pola kristal periodik. Karenanya, pertanyaan yang muncul bukan pada
apakah suatu material dapat membentuk gelas tetapi seberapa cepat material tersebut
harus didinginkan untuk menghindari kristalisasi yang dapat terdeteksi. Hal ini mengacu
pada teori kinetik proses pembentukan gelas.

4.1.2

Kristalisasi Vs Pembentukan Gelas


Kristalisais sebenarnya melibatkan dua proses: pembentukan nukleus kristal

(nukleasi) dan pertumbuhan kristal lanjutan. Nukleus dapat bersifat homogen yaitu
terbentuk secara spontan di dalam peleburan atau heterogen bila terbentuk di permukaan
(kotoran, dinding pelebruan, dll). Jika tidak ada nukleus, pertumbuhan kristal tidak dapat
terjadi dan material tersebut akan membentuk

gelas.

Karenanya,

leburan yang

memperlihatkan rintangan besar pada nukleasi juga mendorong perilaku

pembentukan

gelas yang baik. Suatu leburan yang bebas dari nukleus heterogen potensial dapat
didinginkan dengan lebih mudah untuk membentuk gelas dari pada leburan yang

mengandung konsentrasi nukleus yang tinggi. Dengan kata lain, walaupun terdapat
banyak nukleus tapi tidak ada pertumbuhan kristal yang terjadi maka padatan tersebut
akan tetap menjadi gelas.
Leburan yang tersusun atas berbagai elemen yang berbeda menghambat
penyusunan kembali leburan menjadi struktur kristal yang rapi karena distribusi ulang
ion ke berbagai situs yang tepat pada kristal yang sedang tumbuh akan menjadi sulit.
Pendekatan ini digunakan secara rutin dalam teknologi gelas komersial. Pendekatan ini
juga menjelaskan tentang komposisi kompleks berbagai gelas umum.
Dalam proses nukleasi homogen, nukleus terbentuk dengan cara yang sama
melalui cairan atau leburan. Dalam teori nukleasi klasik, laju nukleasi I (nukleus per
satuan volume per detik) dihitung dengan persamaan 4-1 berikut ini:
(4-1)
Dimana GN adalah perubahan energi bebas dalam sistem ketika nukleus krsital
terbentuk (penghalang/barrier

thermodinamika terhadap nukleasi) dan GD adalah

penghambat/barrier kinetik pada difusi hubungan nukleus-cairan.


Untuk nukleus speris, penghambat thermodinamika (GN) diketahui dengan
persamaan 4-2.
GN = 4/3 r3 Gv + 4r2 y

(4-2)

Dimana y adalah energi penghubung kristal-cairan dan GN adalah perubahan


volume energi bebas per satuan volume. Ingat bahwa 4/3

r3 adalah volume dan 4 r2

adalah permukaan daerah bulatan.

Term pertama mewakili perubahan energi bebas volume (GV). GV negatif karena
bidang kristal memiliki energi bebas yang lebih rendah dari pada leburan.

Term kedua

mewakili peningkatan

energi permukaan

(GS =4r2 y) karena

pembentukan penghubung baru antara fase padat (nukleus) dan leburan.


Karena nukleus kecil, term energi permukaan akan mendominasi pada jari-jari r
yang sangat rendah. Energi sistem (GN) pertama akan meningkat dengan bertambahnya
jari-jari (Gambar 4.5) dan nukleos akan melarut atau melebur. Namun, jika nukleus tetap
tumbuh menjadi ukuran yang cukup besar, term pertama (yang dihitung dengan
persamaan 4-2) akan menjadi lebih besar dari pada term kedua (energi permukaan), dan

energi sistem akan mulai menurun seiring dengan menurunnya ukuran nukleus. Nukleus
akan menjadi stabil.
Nilai radius dimana nukleus akan stabil disebut dengan radius kritis atau r*
(persamaan 4-3),
r* =

(4-3)

(radius r* positif karena GV <0).

Jika temperatur

hanya sedikit di bawah Tm , nilai absolut energi bebas volume

(GV) sangat kecil. Hal ini sesuai dengan radius kritis bahwa r* untuk nukleus stabil
(persamaan 4-3) sangat besar. Karena probabilitas neukleus yang mencapai ukuran besar
sangat sedikit, maka leburan akan bebas nukleus meskipun temperatur
Karena temperatur

di bawah Tm.

menurun, GV akan meningkat sehingga menurunkan nilai r*.

Kadang, r* akan menjadi sangat kecil (seringkali hanya sepersepuluh nanometer) sehinga
probabilitas pembentukan nukleus akan menjadi signifikan.
Penurunan temperatur
menurun

mengikuti

nukleus

lebih lanjut, barrier thermodinamika pada nukleasi


untuk

membentuk

laju

penurunan

lanjutan.

Namun,

viskositas juga sangat tergantung pada temperatur sehingga hambatan kinetik meningkat.
Laju nukleasi mulai menurun dan kadang mencapai nol. Pengaruh yang berlawanan
karena

perubahan

hambatan

thermodinamika

dan

kinetik

dihasilkan

dalam

ketergantungan temperatur maksimal dalam jumlah nukleasi.


Nukleasi heterogen terjadi ketika energi penghubung padat-padat antara kristal
yang sudah ada dan kristal yang sedang tumbuh kecil. kemudian keseimbangan energi
dalam persamaan 4-2 akan mengalami penurunan energi bebas volume (GV); volume
kristal dapat membentuk energi yang lebih kecil yang dikonsumsi oleh penghubung
padat-cair.

Ketergantungan temperatur
ketergantungan temperatur

dalam pertumbuhan kristal sangat mirip dengan

pada nukleasi. Perbedaan prisipnya adalah bahwa kristal

dapat tumbuh pada temperatur

di bawah Tm dalam waktu yang lama bila nukleus

(homogen maupun heetrogen) tersedia. Dalam nukleasi, jika viskositas rendah, laju
pertumbuhan ditentukan oleh laju thermodimika dan akan cenderung besar. Bila
temperatur
kristal.

menurun, viskositas meningkat dan hal ini akan menghentikan pertumbuhan

Kurva

yang dihasilkan dari pertumbuhan kristal vs.

temperatur

akan

menunjukkan laju maksimal.

Pada kenyataanya, nukleasi dan pertumbuhan kristal terjadi secara bertahap


selama pendinginan leburan. Jumlah nukleasi akan berubah secara berkelanjutan bila
temperatur

menurun. Ketergantungan jumlah nukleasi dan pertumbuhan kristal pada

temperatur

ditunjukkan pada gambar 4-6. Gambar ini menunjukkan dua kasus: leburan

yang mengkristal (diagram bagian atas); dan leburan yang membentuk gelas (diagram
bagian bawah). Selama pendinginan, leburan di bawah Tm akan tumbuh jika ada
sejumlah nukleus yang memadai. Jika maksimum nukleasi ada pada temperatur

yang

sama dari pada maksimum pertumbuhan kristal (yaitu jika T kecil), sebagian besar
nukleus akan dihasilkan pada temperatur

yang sama ketika pertumbuhan kristal dapat

masksimal. Ini berarti bahwa kristalisasi leburan dapat terjadi dengan mudah. Dengan
kata lain, jika maksimum nukleasi ada pada temperatur yang lebih rendah dari pada
maksimum pertumbuhan kristal (yaitu jika T besar), nukleus akan terbentuk tetapi tidak
dapat tumbuh karena hambatan kinetik pada temperatur ini menghambat pertumbuhan
kristal. Ini berarti bahwa leburan akan membentuk gelas.

Pembentukan gelas membutuhkan pendinginan leburan dengan cara tersebut


sehingga sejumlah pembentukan kristal dapat dicegah. Jika laju nukleasi (I) dan
pertumbuhan kristal linear (U) sama dengan fungsi temperatur, maka pembagian volume
kristal

dalam sampel Vx /V

dalam kondisi isothermal,

dapat

diketahui dengan

menggunakan persamaan 4-4 berikut ini:


(4-4)
Dimana Vx adalah volume kristal, V adalah volume sampel dan t adalah waktu
penyitaan sampel pada temperatur eksperimen.
Berdasarkan

persamaan

4-4,

seseorang

dapat

menghitung

waktu

diperlukan untuk membentuk fraksi volume kristal tertentu pada temperatur


Pada temperatur

yang

tertentu.

lain, waktu yang diperlukan untuk fraksi volume kristal yang sama

berbeda karena ketergantungan temperatur

yang berbeda dalam nukleasi dan

pertumbuhan

menghitung

kristal.

Seseorang

juga

dapat

kurva

waktu/temperatur

sehingga menghasilkan nilai Vx /V (gambar 4-7) yang disebut dengan kurva TTT (timetemperature-transformation). Kurva ini memiliki bentuk umum seperti yang ditunjukkan
pada gambar 4-7 dan karenanya disebut dengan kurva hidung. Dari kurva TTT, kondisi
untuk pendinginan dapat diperoleh. Karena I dan U mendekati 0 bila temperatur
mendekati Tm, maka waktu yang diperlukan untuk fraksi volume kristal akan mendekati
tidak terhitung. Pada temperatur yang sangat rendah, nilai I dan U mendekati 0 karena
adanya viskositas leburan yang sangat tinggi dan waktu untuk mencapai nilai Vx /V juga
mendekati tidak terhingga. Kondisi yang kurang baik dalam pembentukan gelas terjadi
pada temperatur

Tm

yang menghasilkan bentuk hidung pada kurva sedangkan waktu

yang diperlukan untuk pembentukan kristal (tn ) adalah minimal.

Pada fraksi volume kristal suatu sample yang diangap sebagai gelas hingga
sekarang masih menjadi pertanyaan: umumnya nilainya adalah 1 ppm. Kandungan kristal
yang dapat diterima untuk gelas jendela akan sedikit berbeda dengan gelas yang dapat
diterima sebagai serat optic atau lensa. Laju pendinginan kritis (dT/dt)c adalah laju
pendinginan minimal yang dibutuhkan untuk menghasilkan gelas (dengan kandungan
kristal yang dapat diterima). Laju pendinginan kritis ini dapat dieproleh dari lengkungan
kurva dengan kondisi awal ditentukan sebagai Tm pada waktu nol. Dengan demikian
dapat diketahui:
(4-5)
Nilai laju pendinginan kritis adalah 9x10-6 K.s-1 untuk gelas SiO2. Pada hasil
yang berlawanan, pembentukan gelas metalik membutuhkan laju pendinginan sebesar
106 sampai 1010 K.s- 1 . Leburan dengan laju pendinginan kritis yang lebih kecil memiliki
kemampuan yag lebih baik dalam membentuk gelas.
Salah satu aturan terbaik untuk memprediksi kemampuan membentuk gelas
dari berbagai carian adalah menggunakan criteria Turnbull. Ketika temperatur
perubahan gelas menurun Trg = Tg/Tm mendekati nilai 2/3, nukleasi homogen dalam
leburan yang sangat dingin menjadi sangat tinggi bila dibandingkan dengan nilai yang
lebih rendah.

Kristalisasi gelas yang tidak diharapkan selama proses produksi dihasilkan


dalam konsentrasi homogen untuk kristal yang memiliki ukuran berbeda. Hal ini harus
dihindari. Namun, kristalisasi yang telah dikontrol dengan pemanasan kembali gelas
(gambar 4-8) dengan temperatur laju nukleasi maksimum dilanjutkan dengan temperatur
pertumbuhan kristal maksimum dapat mendorong terbentuknya satu kelas material yang

disebut

keramik

gelas

dengan sifat dan penggunaan yang menarik.

Nama ini

menunjukkan bahwa material-material ini tidak dihasilkan dengan pengerasan seperti


material keramik biasanya. Keramik gelas terdiri atas sedikit kristal yang sejenis. Kristal
ini didistribusikan dalam matrik yang tidak beraturan secara tidak teratur.
Karena koefisien ekspansi panas sample adalah fungsi rata-rata volume yang
ada dalam tiap fase, maka pembentukan kristal dengan koefisien ekspansi panas sangat
berbeda dari gelas awal. Pembentukan kristal ini dapat mengubah semua koefisien
ekspansi panas secara cepat. Gelas awal yang digunakan untuk produksi peralatan masak
transparan memiliki koefisien ekspansi panas sekitar 4 ppm.K -1 . Setelah prosesing
keramik gelas, koefisien ekspansi panas hanya sekitar 1/10 nilai ini.

4.1.3

Peleburan Gelas
Meskipun gelas dapat dibuat dengan berbagai metode, metode yang paling

umum digunakan adalah dengan meleburkan komponen-komponen penyusun pada


temperatur

yang dinaikkan. Tahap produksi dapat dilihat pada bagan di bawah ini

(Gambar 4.9).

Material mentah

Pengelompokan dan pencampuran

Peleburan kelompok

Pemurnian

Hemogenisasi

Produk

Gambar 4.9 Tahap-tahap fabrikasi gelas


Contoh komposisi gelas teknis dan gelas optik dapat dilihat pada tabel 4-1.

Tabel 4-1. Komposisi beberapa jenis gelas


Gelas jendela
Gelas laboratorium
Gelas serat florida

72% SiO 2 , 1.5% Al2 O3 , 3.5% MgO, 8.5% CaO, 14.5


% Na2 O
80% SiO 2 , 10% B2 O3 , 3% Al2 O3 , 1% MgO, 1% CaO,
5% Na2 O
53% ZrF4 , 20% BaF2 , NaF, 2% LaF2 , 3% AlF3 , 2%
LnF3

Material Mentah Untuk Pembuatan Gelas


Berdasarkan peran dalam prosesnya, material mentah pembuat gelas dapat
dibagi menjadi 4 kelompok:

pembentuk gelas, pengubah jaringan, pewarna dan agen

pemurni. Senyawa yang sama dapat digunakan untuk tujuan yang berbeda. Contohnya
aluminium berfungsi sebagai pembentuk gelas dalam gelas aluminat tetapi aluminium
berfungsi sebagai pengubah dalam gelas silikat. Oksida arsenik juga dapat digunakan
sebagai pembentuk gelas atau agen pemurni.
Pembentuk gelas (pembentuk jaringan). Pembentuk gelas primer dalam gelas
oksida komersial adalah silica (SiO 2 ), borik oksida (B2 O 3 ) dan oksida fosforit (P2 O5 )
yang kesemuanya membentuk gelas dengan komponen tunggal. Senyawa yang lain dapat
berfungsi sebagai pembentuk gelas bila dicampur dengan oksida lain termasuk GeO2 ,
Bi2 O 3 , As2 O3 , Sb2 O3 , TeO 2 , Al2 O 3 , Ga2 O 3 dan V2 O5 . As2 S3 , As2 Se3 dan GeS2 merupakan
pembentuk gelas yang penting dalam gelas kalsogenida. Tiga pembentuk gelas halida
yang paling umum adalah BeF 2 , AlF3 dan ZrF4 .
Pengubah (Modifiers) jaringan. Bila silica membentuk gelas khusus dengan
berbagai aplikasi, penggunaan gelas silica murni untuk botol, jendela dan aplikasi
komersial lain akan sangat mahal karena temperatur peleburan yang tinggi (> 2000o C).
Temperatur

pemrosesan berkurang

dengan bertambahnya oksida alkali tanah atau

alkalin yang memecah ikatan Si-O-Si dan kemudian menurunkan temperatur peleburan.
Penggunaan PbO menjadi sangat terbatas karena adanya toksisitas. PbO khusus
digunakan dalam pelarutan partikel yang keras yang dapat merusak gelas akhir.
Kombinasi beberapa pengubah jaringan yang berbeda seringkali dibutuhkan untuk
mengubah sifat gelas.
2

(4-6)

Pewarna. Digunakan dalam jumlah kecil untuk mengendalikan warna produk


gelas akhir. Seringnya warna adalah oksida logam transisi 3d atau tanah tanah jarang 4f.

Emas dan perak juga digunakan untuk menghasilkan warna melalui pembentukan koloid
pada gelas. Besi oksida yang seringkali ditemukan dalam pasir juga dapat digunakan
untuk memproduksi gelas silikat komersial. Besi ini juga sering digunakan sebagai
pewarna berbagai produk gelas. Jika pewarna digunakan untuk menetralkan pengaruh
warna lain sehingga menghasilkan gelas yang agak keabu-abuan maka pewarna ini
disebut decolorant.
Agen Pemurni/fining . Agen ini ditambahkan pada kelompok pembentuk gelas
dengan tujuan untuk membuang gelembung dari leburan. Agen pemurni untuk gelas
oksidan termasuk arsenik dan antimoni oksida, potasium dan sodium nitrat, NaCl,
Florida dan sejumlah sulfat. Material-material ini biasanya dibutuhkan dalam jumlah
kecil (<1 wt%) dan hanya memiliki pengaruh kecil terhadap sifat gelas akhir.

Peleburan Batch
Peleburan batch melibatkan peleburan dan dekomposisi material mentah untuk
membentuk leburan awal. Pemanasan awal biasanya dilakukan untuk melepaskan
kelembaban yang mungkin diserap material mentah atau terbentuk melalui dehidrasi
hidroksida. Gas-gas dilepaskan selama dekomposisi karbonat, sulfat dan nitrat. Gas ini
dilepaskan ketika proses pencampuran dan pemutaran yang membantu menghomogenkan
leburan. Namun, gelembung gas harus dihilangkan dari leburan sebelum proses selesai.
Waktu yang diperlukan

untuk melarutkan

batch asli secara sempurna disebut

Batch-free time (Gambar 4.10) Faktor yang mempengaruhi

Batch-free time adalah

temperatur, keseluruhan komposisi gelas, material mentah yang digunakan, homogenitas


kelompok, ukuran butiran

komponen batch dan jumlah sisa gelas (cullet) yang

ditambahkan dalam kelompok. Penggunaan cullet tidak hanya untuk mengurangi limbah
tetapi juga mengurangi Batch-free time baik dengan mengurangi jumlah material yang
keras dalam kelompok maupun dengan memberikan cairan tammaterial melalui proses
peleburan.
Banyak komponen gelas yang mudah menguap jika temperatur

dinaikkan.

Hilangnya komponen ini dapat mengubah komposisi gelas yang diperoleh setelah
peleburan yang diperlama.

Hilangnya penguapan umumnya terjadi pada alkali, timah,

borium dan oksida fosfor, halida, dan komponen lain yang memiliki tekanan uap tinggi
pada temperatur tinggi.

Banyaknya alkali yang hilang akan meningkat dengan cepat dalam susunan Li <
Na < K < Rb < Cs. Kehilangan ini biasanya dapat dikurangi dengan menurunkan
temperatur

lebur. Dengan meningkatkan tekanan komponen yang mudah menguap

secara langsung maka dapat menciptakan keseimbangan antara spesies yang dapat
dipecah dan spesies yang dapat menguap serta mencegah hilangnya komponen penting.
Namun, peleburan biasanya tidak mungkin dilakukan dalam proses peleburan komersial
yang besar.

Perlu untuk membiarkan hilangnya komponen dengan menyediakan

konsentrasi komponen yang tinggi sehingga hanya komponen tertentu yang menguap.
Sebagian besar leburan pembentuk gelas membutuhkan teknik khusus. Contohnya,
komponen gelas kalkogenida bersifat toksit dan cepat menguap. Karenanya, kontaminasi
dengan oksigen dalam jumlah kecil dapat menghancurkan

transfromasi gelas. Leburan

ini biasanya disiapkan dengan memanaskan campuran bubuk silica seperti gelas di dalam
ruang hampa dan kemudian menghentikan peleburan untuk membentuk gelas. Gelas
halida logam berat juga dibutuhkan untuk meleburkan atmosfir bebas oksigen yang
menjaga sifat optik gas halida. Gas ini sering dileburkan di bawah atmosfir reaktif seperti
CCl4 yang berfungsi sebagai pengikat oksigen dan sumber halida.

Pemurnian Leburan
Istilah pemurnian mengacu pada pembuangan gelembung yang tidak diinginkan
dalam pembuatan gelas komersial. Pemurnian leburan dimulai selama proses peleburan.
4

(4-7)

Setelah peleburan batch selesai, leburan biasanya dipanaskan pada temperatur


yang lebih tinggi dan terus dipertahankan sampai benar-benar murni.

Karena trioksida

lebih stabil daripada pentoksida pada temperatur ini, pentoksida yang dihasilkan melalui
reaksi nitrat terurai dengan melepaskan oksigen (persamaan 4-8).
+

(4-8)

E =As, Sb
Oksigen yang dilepaskan dapat berbentuk gelembung baru atau berbaur menjadi
gelembung yang lebih kecil sehingga menambah ukuran dan jumlahnya.

Gelembung

yang masih tersisa dalam leburan kaya akan oksigen terutama gelembung yang telah ada
sebelumnya. Keseimbangan yang ditunjukkan pada persamaan 4-8 sangat tergantung
pada temperatur. Menurunnya temperatur
Perubahan

ini membutuhkan

dapat menyebabkan perubahan pentoksida.

penyerapan

oksigen

dari leburan.

Pada umumnya,

penyerapan menghabiskan banyak gelembung.


Meskipun agen pemurni lain biasanya kurang effisien, toksisitas arsenik dan
antimonioksida

sering

dibutuhkan

sebagai agen pemurni alternatif.

Sodium sulfat

contohnya juga melepaskan sejumlah volume gas selama peleburan kelompok dan juga
menghasilkan sodium untuk peleburan SLS, soda-lime-silicat (persamaan 4-9).
. n

(4-9)

Pemurnian sulfat sangat dipengaruhi oleh reaksi dengan gas pembakaran atau
sumber karbon lain. Reaksi antara SO 3 dan C atau CO menghasilkan SO 2 dan CO 2 yang
melepaskan banyak gas.
Halida merupakan agen pemurni paling bermanfaat karena

memiliki viskositas

lebur yang lebih lambat. Halida pada umumnya efektif dalam memurnikan leburan
dengan kandungan aluminium tinggi.

Homogenisasi Leburan
Leburan yang pertama kali terbentuk bersifat sangat heterogen. Heterogenitas ini
secara berangsur-angsur
jumlah

gelembung

selama

berkurang dengan perilaku


pemurnian.

Pembuatan

pemutaran atau meningkatkan


gelas

homogen

biasanya

membutuhkan waktu tambahan dalam proses difusinya untuk meningkatkan homogenitas


leburan. Cacat kotor seperti gelembung dan batu (partikel yang tidak dapat dipecah)

seringkali dapat dilihat dengan jelas. Cacat ini tidak dapat diterima dalam gelas
komersial.

Istilah

striae dan

cord digunakan

untuk

menggambarkan

variasi

komposisi gelas. Striae adalah daerah komposisi dua dimensi yang berbeda dari bulk
sedangkan cord adalah daerah yang sama tetapi satu dimensi. Daerah ini menyebabkan
tampilan yang berombak karena ragam indek yang patah. Pada gelas yang berwarna,
daerah yang tidak homogen dapat dideteksi dengan perbedaan intensitas warna.
Homogenitas yang buruk biasanya disebabkan oleh pencampuran material-material
awal yang tidak sempurna. Striae dan cord dapat dibentuk dengan reaksi yang
menggunakan pemutusan ikatan dengan penguapan komponen seperti alkali, borous atau
timah.

Penurunan

mengurangi
mekanik,

skala

ukuran butir batch dapat meningkatkan homogenitas karena


ketidakhomogenitas

pembuatan

arus

leburan

awal.

konfeksi dalam leburan

Pemutaran
atau

dengan

gelembung

gas

pemutar
dapat

meningkatkan homogenitas.

4.1.4

Gelas Metalik
Secara thermodinamika, material-material yang tidak berbentuk/amorfus (gelas)

adalah padat dan dalam bentuk yang tidak seimbang. pembuatan gelas membutuhkan
teknik agar bidang keseimbangan membeku. Campuran logam mula-mula menjadi gelas
dengan memadamkan leburan dengan cepat. Sekarang ini telah banyak dikembangkan
metode yang menggunakan laju pendinginan tinggi. Meskipun zat padat dapat dibentuk
dari cairan (leburan) atau gas (uap), istilah pemadatan cepat secara normal diterapkan
pada pembentukan padatan dari leburan. Namun, harus diperhatikan bahwa gelas metalik
juga dapat dihasilkan dari metode PVD (physical vapor deposition).
Gelas metalik yang sebagian besar adalah campuran memiliki sifat unik.

Gelas

ini menunjukkan kuat arus yang tinggi dan ketahanan terhadap tekanan yang mendekati
batas teoritis. Gelas ini dapat dikombinasikan dengan gelas lain melalui pembengkokan,
pemotongan dan tempaan. Penyebaran elektron dalam struktur dapat meningkatkan daya
hambat elektrik yang dua atau tiga kali lebih tinggi dari pada daya hambat komposo
bentuk kristal yang sama. Selain itu, gelas metalik dengan dasar ferromagnetik
menunjukkan sifat farromagnetik yang lembut.
Seperti yang telah dibahas di atas , pembentuk gelas yang buruk (seperti logam)
membutuhkan laju pendinginan yang lebih cepat dari pada pembentuk gelas yang baik.
Laju pendinginan yang sangat tinggi selama pamadatan leburan yang cepat dapat dicapai

dengan meratakan lapisan tipis, filamen atau droplet leburan menggunakan kotakn heat
sink yang efisien.
Metode droplet. Metode ini merupakan teknologi long-established dalam
pembuatan bijih timah dengan membubuhkan timah yang sudah dilebur ke wadah baja
yang telah dipanaskan sebelumnya. Prinsipnya adalah bahwa tetesan yang tertunda atau
tetesan yang jatuh dengan lambat akan menjadi droplet karena adanya tekanan
permukaan. Terdapat beberapa metode dalam proses ini. Metode standar adalah spray
atomization dimana gas dengan viskositas tinggi dipancarkan dengan cepat pada droplet.
Droplet kemudian dapat membeku dan membentuk bubuk. Contohnya, dalam metode
splat quenching, laju pendinginan dapat sebesar 104 K.s-1 . Material-material ini harus
digabungkan untuk aplikasi teknis.

Metode spinning (pemutaran). Aliran leburan distabilkan dengan pembentukan


film permukaan sebelum leburan ini terpecah menjadi droplet. Dalam metode chill-blockmelt-spinninng standar, aliran leburan dimasukkan ke permukaan dan diputar dengan
kecepatan 10 meter per detik. Selanjutnya, pita dengan ketebalan 10-50 m dan lebar
beberapa mm akan terbentuk.
Metode peleburan permukaan (surface melting method). Dalam bentuk yang
paling sederhana, sumber panas seperti elektron atau sorotan laser disaring di permukaan
material yang akan dilebur. Setelah mendapat sorotan, kolam lelehan mendingin secara
cepat karena sebagian besar material yang tidak melebur berfungsi sebagai heat sink.
Proses ini dapat juga digunakan untuk pencampuran permukaan. Material campuran yang
belum masuk ke dalam substrat kemudian

dicampur dan disatukan dengan material

permukaan. Hal ini terjadi pada lapisan campuran setelah pemadatan.

Pencampuran ion. Ini merupakan metode yang sangat berbeda. Film multilapisan
pertama kali disiapkan dengan menyimpan logam A dan B dalam substrat (gambar 4-14).
Film yang sudah disimpan kemudian diberi sorotan sinar

(seperti ion Xe) untuk

mendapatkan campuran yang sama antara lapisan A dan lapisan B yang dihasilkan dalam
pembentukan campuran Ax By . Laju pendinginan yang efektif adalah sebesar 10 14 K.s-1 .
Substrat yang mendukung seperti silica atau NaCl, atau mungkin logam A dapat
dijadikan senyawa lembam untuk membentuk campuran permukaan.

Gelas Metalik Curah


Baru-baru ini, aliase metalik yang banyak dipesan telah disintesiskan sehingga
memiliki kemampuan pembentuk gelas yang beda dan tidak memerlukan pemutaran
cepat untuk membentuk gelas. Sistem aliase logam semacam itu termasuk La-Al-Cu-Ni
atau Zr-Ti-Cu-Ni-Be (contohnya dengan komposisi Zr41.2 Ti13.8 Cu12.5 Ni10 Be22.5 atau
Zr46.75 Ti8.25 Ni10 Be27.5 ). Campuran ini memiliki kemampuan besar untuk mengurangi
temperatur

perubahan gelas (Tg/Tm) di atas

0,6 dan membentuk gelas pada laju

pendinginan yang kurang dari 10 2 K.s-1 . Hal ini menyebabkan gelas terbentuk pada
ketebalan beberapa sentimeter jika menggunakan metode metalurgi. Campuran ini dapat
disebut gelas metalik curah. Berikut ini adalah tiga aturan empiris untuk mendapatkan
kemampuan pembentuk gelas yang tinggi dalam campuran metalik:

Sistem campuran harus lebih dari tiga elemen

Harus ada perbedaan yang signifikan dalam rasio ukuran atom (di atas 12%) diantara
elemen-elemen pembentuknya.

Elemen komponen harus memiliki panas negatif dalam pencampurannya.


Faktor-faktor ini termasuk pengemasan acak padat tinggi dalam cairan yang

sangat

dingin

yang

mendorong

munculnya

energi interfasial cair-padat.

Manfaat

energetik pembentukan struktur periodik menjadi lebih kecil karena sistem menjadi lebih
kompleks.

4.2 Presipitasi (pengendapan)


Dalam ilmu pengetahuan awal, siswa mengetahui bagaimana mengendapkan
garam dalam larutan. Namun, ekspansi larutan konsentrat pada larutan lain tidak dapat
memberikan kontrol terhadap ukuran partikel, morfologi partikel dll.
Contohnya, pencampuran larutan air silver nitrat dan sodium bromida akan cepat
menghasilkan endapan silver bromida (AgBr), tetapi endapan yang dihasilkan ini akan
sia-sia dalam emulsi fotografis karena menagndung campuran kristal dengan ukuran dan
bentuk yang berbeda-beda. Sifat material fotografis sangat kuat dipengaruhi oleh ukuran,
bentuk, komposisi mikrokristal sensitif dalam emulsi fotografis. Proses pengendapan
silver halida dapat dikontrol dengan cara yang sama dengan cara memperoleh
keseragaman ukuran dan bentuk kristal. Pemilihan kristal silver halida yang digunakan
dalam emulsi fotografis ditunjukkan pada gambar 4-15. Metode

tentang pegontrolan

ukuran dan bentuk krital akan dibahas pada sub bab selanjutnya. Pada umumnya, larutan
air silver nitrat (AgNO3 ) dan alkalli halida ditambahkan pada larutan air gelatin (sekitar
2-5wt%) dengan pemutaran cepat pada temperatur

30o -80o C. Gelatin berfungsi untuk

mencegah pembekuan mikrokristal. Garam alkali yang dapat larut dihasilkan selama
pengendapan dan alkali halida kemudian harus dibuang sebelum emulsi dapat diproses.
Pengendapan merupakan fenomena yang agak kompkeks karena melibatkan
proses-proses berikut:

nukleasi

pertumbuhan kristal

pematangan ostwald

rekristalisasi

koagulasi/pembekuan

aglomerasi/penggumpalan

Tiap tahap ini harus dikontrol agar menciptakan partikel monodispersi dengan
morfologi yang dapat diproduksi ulang. Selain komposisi kimia, ukuran, distribusi
ukuran dan sifat partikel kristal mempengaruhi sifat dan kerja material-material yang
diinginkan. Ukuran partikel yang sama membantu dalam pembuatan dispersi yang stabil,
bubuk keramik yang seragam, pigment dengan warna atau katalis yang dapat diproduksi
ulang.
Dalam proses pengendapan teknis, air merupakan pelarut yang paling banyak
digunakan. Hal berikut ini dapat diterapkan untuk pelarut lain. Pelarut yang sangat
khusus adalah garam lebur. Contohnya, perovskit BaTiO 3 dihasilkan dari Ba(NO 3 ) dan
sebagian dari hidrolisis TiCl4 dalam campuran lebur NaNO3 dan KNO 3 pada temperatur

500o C. Ingat bahwa preparasi BaTiO 3 dengan

dengan metode keramik akan

membutuhkan temperatur > 1000o C.


Pemikiran teoritis yang berhubungan dengan nukleasi dan pertumbuhan kristal
telah dibahas pada sub bab 4.1 tentang kristalisasi leburan. Pembentukan nukleus kristal
pada leburan terjadi dengan menurunkan temperature. Untuk pengendapan (kristalisasi)
larutan, konsentrasi pengendapan larutan harus dinaikkan hingga nukleus terbentuk. Ini
dapat diperoleh dengan berbagai cara, contohnya:

reaksi ion langsung (misal penambahan ion bromida pada larutan yang mengandung
ion silver untuk menghasilkan AgBr);

Reaksi redoks (misal reduksi HAuCl4 dengan formaldehida untuk membuat emas
koloidal);

Pengendapan dengan pelarut yang buruk (misal ekspansi air pada larutan ethanolik
sulfur untuk mengendapkan sulfur);

Deekomposis senyawa (misal addisi asam pada larutan thiosulfat cair untuk
memdapatkan sulfur elemental); dan

Reaksi hidrolisis (lihat penjelasan di bawah ini).


Pembentukan awal partikel dari larutan berlangsung seperti ditunjukkan dalam

gambar 4.16 (LaMer Model) :

Konsentrasi zat terlarut (solut) terus ditingkatkan sampai konsentrasi minimum


nukleasi, co . Dengan demikian, tidak akan terjadi pengendapan.

Ketika c0 dicapai, nukleasi terjadi. Konsetrasi solut terus meningkat hingga hingga
mencapai konsentrasi nukleasi maksimal. Kemudian konsentrasi nukleasi menurun
karena konsumsi larutan oleh nukleasi dan pengendapan partikel. Besarnya c s dan cN
mempengaruhi penguapan. Pada konsentrasi kritis nukleasi terjadi dengan sangat
cepat.

Ketika (sekali)
tidak

akan

konsentrasi minimum nukleasi, c0 , tercapai lagi, maka nukleus baru

terbentuk.

Pertumbuhan

kristal berkurang hingga

konsentrasi

keseimbangan larutan, ceq tercapai.


Jika nukleus baru terbentuk selama periode pertumbuhan, maka akan dihasilkan
berbagai ukuran partikel. Untuk mencapai partikel dengan ukuran yang sama diperlukan
pemisahan antara nukleasi dan tahap pertumbuhan. Artinya, setelah nukleasi spesies
larutan pembentuk partikel harus terus terbentuk sehingga men dorong pembuangan

partikel ukuran tertentu dari larutan sehingga tidak terjadi nukleasi sekunder. Besarnya
pertumbuhan partikel dapat dikontrol dengan difusi spesies yang dapat larut pada partikel
atau reaksi kondensasi antara partikel dan spesies dapat larut.

Pengumpulan spesies pembentuk partikel dilakukan dengan melarutkan partikelpartikel kecil. Seperti yang dibahas pada sub bab 2.1.4, partikel yang lebih kecil akan
lebih

cepat

larut daripada partikel yang lebih besar karena adanya pengaruh

kelengkungan. Dengan demikian, partikel yang lebih besar akan lebih lama tumbuh
daripada partikel kecil. Namun, partikel yang lebih besar lebih stabil.
Partikel yang terbentuk melalui mekanisme ini adalah kristal meskipun partikel
amorfus dan partikel porous juga sering diperoleh. Pertumbuhan kristal dapat terjadi jika
pengikatan spesies molekuler cukup lemah untuk memecah susunan kristal. Partikel
amorfus diperoleh jika spesies molekuler menempel pada partikel dan tidak dapat
diarahkan.

Perhatikan analogi proses CVD dimana molekul

pendahulu bereaksi bila

terdapat kontak dengan permukaan.


Mekanisme pertumbuhan

tidak terjadi pada semua eksperimen. Contohnya,

monodisper sphere diperoleh di bawah kondisi dengan konsentrasi spesies pembentuk


partikel di atas c0 dan bila nukleus baru terus terbentuk. Hal ini terjadi pada distribusi
partikel

ukuran

besar.

Mikrograf

elektronik

untuk

material-material

tersebut

menunjukkan bahwa partikel terdiri atas sejumlah partikel penyusun yang lebih kecil.
Model pembekuan nukleasi digunakan dalam proses tersebut. Model ini menunjukkan
bahwa partikel primer yang kecil cenderung tidak stabil karena ukurannya yang kecil.

Monodispersitas pengendapan akhir diperoleh melalui pengumpulan ukuran yang sama.


Struktur endapan menyebabkan reduksi kolektif pada daerah permukaan.
Seperti yang dijelaskan di atas, ada beberapa metode untuk meningkatkan
konsentrasi pengendapan spesies hingga penguapan dicapai dan pertumbuhan kristal
berlanjut.
Metode forced hydrolysis untuk pembuatan logam oksida atau hidroksida
dipengaruhi oleh deprotonasi ion logam hidrat yang kemudian mendorong terjadinya
reaksi polikondensasi. Hasil terbaik diperoleh di bawah kondisi lembab dan konsentrasi
rendah. Ketika garam logam dilarutkan dalam air ion-ion logam akan tersolvasi oleh
molekul air. Molekul air terkoordinasi dapat mengalami deprotonasi yang menghasilkan
spesies hidroksida dan spesies oksida.

Keseimbangan proses deprotonasi (4.10)

tergantung pada muatan logam dan pH.


-H+

-H+

(4-10)

Gambar 4-17 menunjukkan bahwa pembentukan oksida diuntungkan untuk ion


logam yang memiliki muatan ion dan pH tinggi. Diagram ini juga menjelaskan mengapa
hidrolisis kation valensi rendah menghasilkan kompleks aquo, hidrokso atau aquo
hidroksi di atas skala pH lengkap, sedangkan kation valensi tinggi membentuk senyawa
oxo atau oxo-hidrokso.

Ada

beberapa

kemungkinan

untuk

mengubah

persamaan

4-10

sehingga

menghasilkan oksida dari garam logam hidrat. Contohnya, senyawa seperti formamida
dapat digunakan untuk meningkatkan pH secara berkala untuk membuang proton dari
keseimbangan. Tahap ini menyebabkan muatan berpindah dari kiri ke kanan. Akibatnya,
larutan dapat diberi perlakuan dengan temperatur

yang dikurangi.

Temperatur

yang

lebih tinggi menyebabkan lepasnya proton dari ion-ion logam hidrat. Mekanisme
polikondensasi pada senyawa hidrokso yang biasanya menyebabkan pengendapan logam
oksida akan dibahas pada sub bab 4.5.
Metode hidrolisis sangat peka terhadap berbagai faktor seperti konsentrasi garam,
pH, sifat material dan temperatur. Pada sebagian besar kasus, padatan terbentuk melalui
interaksi berbagai larutan kompleks. Komposisi dan konsentarsi spesies pembentuk
partikel ini sangat beragam dari sistem ke sistem tergantung pada kondisi eksperimennya.
Perubahan kondisi eksperimen mempengaruhi keseimbangan monomerik dan oligomerik
kompleks dengan derajat hidroksilasi.
Pengendapan ion oksida/hidroksida dengan menyimpan lama larutan asam garam
Fe(III) merupakan contoh yang telah diteliti. Sesuai dengan kondisi reaksinya, komposisi
garam dapat menjadi FeOOH atau Fe2 O3 dan garam ini mampu memproduksi sistem
yang terdiri atas partikel berbentuk kubus, elip, piramida, seperti roda atau lengkung.
Warna juga bermacam-macam dari kuning hingga merah, dan dari coklat hingga hitam
tergantung pada ukuran dan bentuk partikelnya.
Anion yang masuk sangat penting untuk menentukan sifat dan morfologi
endapan. Alasannya adalah bahwa ion seperti fosfat atau sulfat dapat mendorong
polikondensasi

dengan

membentuk

polinuklear

kompleks.

Contohnya,

kromium

hidroksida tumbuh sebagai partikel lengkung amorfus ketika kromium sulfat atau larutan
fosfat disimpan lama tetapi tidak ada pertumbuhan partikel dari larutan kromium klorida,
nitrat atau larutan asetat. Akibatnya, perlu untuk membuang sejumlah spesies dalam
larutan untuk mengontrol reaksi secara kinetis dan kemudian mencapai hasil yang dapat
diproduksi ulang.
Metode

lain

yang

umum diterapkan

dalam pembuatan

monosfer adalah

dekomposisi kompleks thermal yang dibentuk oleh ion logam dengan agen chelating
seperti trithanolamin, ethilenediamine tetraacetat acid (EDTA), asam nitrilotriasetik, dll.
Ketika logam kompleks dilarutkan dalam larutan basa kuat, ikatan chelating putus dan
ion-ion logam yang terbebas bereaksi dengan air. Karena agen chelating menghasilkan

konstanta stabilitas logam yang berbeda, besarnya reaksi dapat dikendalikan dengan
pilihan cairan chelating. Pendekatan ini memberikan kesempatan untuk bertahan pada
banyak kondisi dari pada metode forced hydrolysis termasuk menambah agen oksidasi
atau reduksi. Selain digunakan pada berbagai oksida dengan komponen tunggal, metode
ini dapat digunakan untuk membuat campuran (kristal logam oksida yang dilapisi dengan
oksida lain) dan juga material-material non-oksida. Contohnya, partikel CdS dapat
ditumbuhkan dengan mengencerkan larutan thioasetamida (sumber ion sulfida) dalam
larutan Cd(NO 3 )2 .
Kelemahan metode ini adalah bahwa metode ini membutuhkan pengenceran
larutan yang dihasilkan dari sejumlah kecil produk sedangkan larutan ini hanya diperoleh
dalam waktu tertentu. Metode untuk sintesis dalam jumlah besar dalam dispersi adalah
dengan proses CDJP (controlled double jet precipitation). Teknik ini dikembangkan
untuk industri forografis dalam pembuatan kristal silver halida. Akan tetapi teknik ini
sekarang digunakan untuk memproduksi berbagai garam yang mudah larut. Metode ini
berdasarkan pada pemasukan simultan larutan reaktan melalui input yang terpisah
menjadi reaktor di bawah kondisi tertentu (gambar 4-18).

Tujuan teknik CDJP adalah untukmencapai semburan nukleus stabil tunggal


untuk menggunakan material tambahan baru dalam pertumbuhannya tanpa meningkatkan
jumlahnya.

Pada daerah larutan konsentrat tinggi atau zona pencampuran primer,

penguapan yang sangat tinggi dicapai biasanya mencapai 10 5 sampai 108 kali daya larut.
Pada zona ini, sejumlah nukleus yang tidak stabil terbentuk selama penambahan reaktan.
Nukleus yang tidak stabil dialihkan dalam zona pencampuran sekunder. Dalam zona ini
nukleus kembali dilarutkan jika penguapan rendah. Pada tahap awal, penguapan pada
zona pencampuran sekunder

meningkat karena larutnya nukleus yang tidak stabil.

Penguapan ini terjadi karena meningkatnya jumlah nukleus yang stabil. Bila sejumlah
nukleus stabil terbentuk dalam tahap curah, nukleus ini menjadi mampu menyerap semua

spesies yang dihasilkan dari pelarutan nukleus tidak stabil. Pada saat tersebut, sejumlah
kristal yang sedang tumbuh tidak lagi bertambah dan nukleus tidak stabil yang dihasilkan
dari zona pemutaran primer berfungsi sebagai sumber monomer dalam pertumbuhan
kristal. Dengan demikian, setelah tahap awal ini pertumbuhan kristal stabil hanya terjadi
dalam zona pencampuran sekunder.
Dengan kata lain, partikel monodisperse juga dapat terbentuk melalui nukleasi
agregasi. Pertama, partikel primer mulai terbentuk karena pertumbuhan nukleus yang
tidak stabil. Bila sejumlah partikel telah terbentuk mereka mulai berkumpul untuk
membentuk gugusan yang merupakan nukleus partikel sekunder. Selama CDJP, partikel
sekunder bergabung dan membentuk partikel primer baru dan kemudian tumbuh hingga
mencapai ukuran tertentu.
Bentuk kristal silver halida untuk emulsi fotografis (gambar 4-15) dikendalikan
dengan menetapkan konsentrasi Ag+ (seperti pAg) dan konsentrasi bromida pada jumlah
konstan. Proses ini disebut metode pAg-controlled double-jet. AgBr membentuk kristal
kubus hanya ketika mengendap pada pAg dengan nilai < 7,5. Untuk pAg > 8,5, bijih
kristal menjadi oktahidral. Alasannya adalah perbedaan kemampuan serap bromida
terhadap kristal kubus dan kristal oktadihral. Pada pAg < 7,5 bromida yang diserap lebih
banyak sehingga pertumbuhan kristal terhambat. Oktahiral kemudian tumbuh dan hilang
lebih cepat sehingga hanya menyisakan kristal kubus. Sebaliknya, pada pAg >8,5 kristal
sangat dihambat oleh ion-ion bromida. Kristal tabular diperoleh dengan mengontrol pAg
dan jumlah masukan reaktor.

4.3 Material-Material Alami


Kimia anorganik

dan ilmu kehidupan yang digabungkan menjadi satu disiplin ilmu

tampaknya mejadi sesuatu yang saling berlawanan pada awalnya. Namun, proses
biomineralisasi dan kimia material-material anorganik semakin lama semakin menarik
perhatian dan berbagai penelitianpun dilakukan untuk memeriksa hubungannya. Dua
kelas material yang berbeda akan dibahas pada sub bab ini. Dengan kata lain, materialmaterial alami padat yang dihasilkan dari mahluk hidup seperti tulang, gigi, tulang
belakang, kulit telah menunjukkan ragam morfologi yang sangat menarik karena
memiliki keindahan dan kerumitan dalam material, struktur dan fungsinya. Dengan kata
lain, zat-zat yang akan dibahas pada sub bab 4.3.2 disiapkan dengan pendekatan
biometrik atau zat-zat ini akan digunakan dalam prostes atau peralatan medis yang
dirancang untuk kontak dengan tubuh mahluk hidup. Sintesis biometik dari materialamaterial lembut seperti hidrigel responsif secara kimiawi tidak akan dijelaskan. Namun,
kita akan menekankan pada pendekatan biomimetik terhadap material-material berbasis
anorganik, nonofase dan komposit. Sebagian besar aspek penting dari sudut pandang
biologis tidak dapat kami rangkum dalam buku ini, contohnya aktivitas sel yang
mengendalikan semua proses, hormone dan molekul lain yang terlibat dalam komunikasi
antara organisme dan sel-sel yang bermineral.

4.3.1 Material Biogenik dan Biomineralisasi


Biomineralisasi merujuk pada proses pembentukan padatan anorganik dalam
mahluk hidup. Salah satu pertanyaan penting: mengapa proses biomineralisasi berbeda
dengan mineralisasi atau kristalisasi? Misalnya seashell (kulit kerang laut) dapat
diperoleh sepanjang pantai merupakan kristal kalsium karbonat. Coba bandingkan
dengan obyek keindahan biologi dan arsitekturnya yang rumit dengan material sintesis
serupa buatan manusia! Merupakan perbandingan yang mengagumkan.

Gambar 4.19 Berbagai jenis kulit kerang laut

Pertama dari semua, tabung uji (test tube) kalsium karbonat merupakan campuran
kristal semua jenis bentuk dan morfologi, karena alam mengerahkan kontrol luar biasa
terhadap ukuran kristal, bentuk dan orientasinya, maupun sifat material yang dihasilkan
seperti kekutan yang tinggi, resistensi patah, dan nilai seni (estetika). Kedua, kristal
abiogenik

terbentuk

sesuai

dengan

kondisi

termodinamik/kinetik

selama

sintesis.

Struktur material biogenik merupakan spesies-spesifik dan sangat tergantung pada


lingkungan lokal pembentukan kristal.
Mineral biogenik

dapat diperoleh dimana saja. Misalnya

kulit tiram, koral,

gading, duri anak berandal laut (urchin), kristal magnetik dsb. Mineral tersebut terbentuk
dalam skala besar

dalam biosfer, mempunyai dampak besar terhadap kimia laut dan

komponen penting sedimen laut maupun batuan sedimen. Fungsi utama mineral biogenik
adalah memberikan kekuatan mekanik pada bagian yang keras dari tulang dan gigi.
Walaupun demikian biomineral tidak dapat dianggap sebagi sistem statis, tetapi
menunjukkan perilaku demineralisasi/regenerasi aktif yang membuatnya sebagai media
penyimpan,

misalnya besi atau kalsium.

Tidak

semua biomaterial keberadaannya

diinginkan, misalnya kalsium oksalat monohidrat, CaC2 O4 .H2 O, merupakan komponen


utama

batu

urin.

Adanya

proses

pembentukan

kalsium

oksalat

menyebabkan

penghambatan asluran kencing atau disebut penyakit kencing batu (urinary stone).
Komponen umum biomeneral adalah karbonat, fosfat, halida, sulfat dan okasalat
logam-logam

alkali tanah, khususnya kalsium dan oksida silikon serta beberapa logam

transisi, seperti besi (tabel 4.2)


Predominasi mineral yang mengandung kalsium terhadap mineral lain logam
alkali tanah (Golongan IIA) dapat dijelaskan dengan harga Ksp yang rendah dari
karbonat, fosfat, halida, sulfat dan okasalat serta relatif tingginya konsentrasi Ca 2+ dalam
fluida ekstraseluler (10-3 M). Garam magnesium, misalnya, umumnya mudah larut dan
tidak ada biomineral Mg sederhana yang dikenal. Kebanyakan biomineral adalah garam
ionik, kecuali silika, akibat stabilitas unit Si-O-Si dalam air.
Varietas jenis biomaterial dikenal sebagai: material amorf, agregasi kristal
mesoskopik teratur, yaitu dalam bentuk material fungsional makroskopik seperti tulang,
atau gigi, serta material nanokristal. Contoh dari ketiga jenis biomaterial disajikan dalam
paragraf berikut.

Tabel 4.2 Biomineral yang penting, komposis, dan fungsi

Diatom Amorf
Diatom adalah alga berselsatu yang merupakan komponen penting fitoplankton.
Diatom memiliki eksoskeleton yang unik (kulit atau frustule) yang tersusun dari silika
amorf biogenik (Gambar 4.20). Bagian kehidupan yang ada di dalam. Jika diatom mati,
kulit silika mengumpul pada dasar laut. Deposit ini digunakan secara komersial sebagai
komponen produksi seperti semir sepatu dan barang kosmetik.

Gambar 4.20 Impresi diatom


Meskipun silika tidak

memperlihatkan susunan kristalografi rentang-panjang,

susunan morfologi secara mikroskopik sering teramati. Susunan mikroskopik ini bisa
muncul selama

nukleasi atau

proses

pertumbuhan.

Pertimbangan

mendukung pembentukan agregat silika terkemas rapat adalah

energi yang

inti yang terikat secara

kovalen dan permukaan terhidrat yang tinggi. Permukaan ini memungkinkan untuk
berinteraksi dengan substrat organik dalam lingkingan biologis dengan cara yang analog
pada interaksi kristal, dengan demikian menurunkan energi bebas pembentukan agregat
dan mengendalikan morfologi agregat pada skala mikroskopis (Gambar 4.21)

Gambar 4.21 Model sel diatom


Gambar 4.22 menunjukkan model metabolisme silikon dari diatom berselsatu.
Pembentukan lapisan diatom berhubungan dengan siklus vegetatifi selama dua sel anak
dengan eksoskeleton sempurna terbentuk melalui pembagian sebuah sel induk.
Sintesis sel diatom ini terjadi melalui tahap transport monomer asam silikat
(Si(OH)4 ) dari lingkungan ke dalam interior sel dengan mekanisme transport aktif. Untuk
mencegah polikondensasi takterkontrol asam silikat dengan bertambahnya konsentrasi
dalam sel, asam silikat diikatkan pada kofaktor ((Si(OH) 4

Cof)) sifat kimia yang

belum dikenal. Badan Golgi sel mungkin bertindak sebagai reservoir asam silika
bertopeng.

Gambar 4.22 Model metabolisme silikon diatom


Dari depot asam silika badan Golgi menyalurkan gelembung kecil, terbentuk
silika transport vesicle (STV) yang bergabung dengan silika deposistion vesicle (SDV),
mineralisasi organel-organel sel. Kondensasi asam silkta berlangsung dalam SDV, yang
berada pada bagian bawah dinding sel baru dan tumbuh dengan cepat ke segala arah.
Areolae vesicle juga berlokasi pada dinding sel yang biasanya satu lapis gelembung
udara tersusun rapat yang bertindak sebagai model (pola) negatif

untuk SDV. Hal ini

sering menyebabkan struktur heksagonal lapisan diatom. Hipotesis prepattern-mold ini


menggambarkan pembentukan lapisan diatom, tetapi tidak menerangkannya. Bentuk dan
penampakan lapisan silika dikendalikan oleh faktor genetik.
Dari cara pandang pengetahuan material, morfogenesis lapisan diatom merupakan
penyempurnaan yang tidak paralel dengan semua pendekatan sintetis ke arah material
porus berbasis Si lainnya seperti zeolit, MCM, dsb.

Agregat kristalin mesoskopik teratur : Tulang


Tulang merupakan material istimewa dengan sifat mekanik luar biasa. Tulang
mempunyai dua fungsi esensial: yang pertama sebagai material struktural yang mampu
mendukung beratnya sendiri, menahan gaya-gaya akut, membelok tanpa pecah dan
sebagainya, yang kedua bertindak sebagai reservoir ion untuk kation dan anion. Kedua
fungsi tersebut tergantung signifikan pada ukuran nyata, bentuk, komposisi kimia dan
struktur kristal mineral yang mengkristal dan penyusunannya dalam matriks organik.
Mineral

tulang

secara

umum

C8,3 (PO 4 )4,3 (CO 3 )x (HPO 4 )y (OH)0,3 ,

dapat

dinyatakan

dengan

rumus

harga y berkurang dan x bertambah dengan

bertambahnya usia, sedangkan x + y tetap konstan, sama dengan 1,7.

Struktur tulang sebagai material komposit dapat dipahami dalam term tingkat
organisasi yang berbeda yang ada dalam material:
o Tingkat

terendah

organisasi

menggambarkan

kristal,

framework

organik

(kebanyakan fibril kollagen), dan hubungan antara framework dan kristal.


o Level organisasi berikutnya (10

mikron) menggambarkan susunan rentang

panjang kollagen dan kristal yang berhubungan.


o Level paling tinggi organisasi menggambarkan bangunan makroskopik tulang.
Bangunan tulang ini biasanya tersusun dari lapisan luar yang relatif rapat (tulang
kortis)

mengelilingi

lapisan

kurang

rapat,

jaringan

berpori

(tulang

cancellous/rawan), yang diisi dengan jaringan menyerupai gel yang dikenal


sebagai sumsum tulang

Material Kristalin
Dari sekian banyak logam transisi yang meperlihatkan kimia biokoordinasi,
hanya besi dan sebagian kecil mangan, yang mempunyai peranan penting dalam
biomineralisasi. Kimia bioanorganik solid-state unsur-unsur tersebut didominasi kimia
redoks sebagai sumber energi untuk aktivitas biologis, affinitas terhadap O, S dan ligan
OH, dan kemudahan hidrolisis dalam larutan air. Seperti biomineral yang mengandung
kalsium, oksida besi biologis digunakan untuk penguatan jaringan halus dan sebagai
depot penyimpanan (Fe3+, OH-, dan HPO 4 2-). Lebih jauh sifat magnetik fase bervalensi
campuran dimanfaatkan oleh bakteri dari berbagai jenis untuk navigasi dalam medan
geomagnetik ambien. Kebanyakan bakteri magnetotaktik mensintesis magnetit (Fe3 O4 )
intraseluler, spesies yang menghuni lingkungan kaya sulfida, mengendapkan mineral
isomorfis greigite (Fe3 S4 ). Ukuran dan morfologi kristal dikendalikan oleh membran
organik yang merupakan spesies tergantung. Dalam kedua sistem, kristal (magnetosome)
harus di ijajarkan dalam rantai untuk menyampaikan bakteri dengan suatu momen dipol
magnet dan harus mempunyai dimensi yang sebanding dengan domain magnetik tunggal
(

40 80 nm) (Gambar 4.23). Partikel-partikel yang lebih kecil ukuran ini

menunjukkan perilaku supermagnetik,

partikel yang lebih besar akan mempunyai

beberapa domain yang tidak bisa berfungsi secara efisien sebagai kompas biomagnetik.

Gambar 4.23 Bayangan TEM bakteri magnetospirillum (kiri). Cincin kristal magnetik
(magnetosome) kanan
Proses Mineralisasi
Biomineral ultrastruktur banyak dikenal dalam berbagai organisme, namun detail
interaksi molekuler

yang mengendalikan pembentukannya masih belum diketahui.

Prseipitasi mineral-mineral yang tercantum pada tabel 4.2 dari larutan air
ke arah prosedur laboraorium, tetapi

tertuju relatif

pengendalian ukuran, bentuk, orientasi dan

asembling kristal tersebut, sebagai biomaterial khusus, merupakan suatu tigas yang
kompleks. Prinsip fisika kimia yang mendasari, sama seperti yang telah dibahas dalam
bab 4.2

penjenuhan-super (supersturation), nukleasi, dan pertumbuhan kristal. Dalam

proses biomineralisasi tahap-tahap

tersebut sangat tergantung bukan hanya pada

konsentrasi ion dari medium, tetapi juga pada sifat interfase (matriks mineral-organik dan
mineral- lingkungan) yang ada dalam sistem.
Proses mineralisasi berlangsung dalam sistem terbuka (sel dengan membran sel
selektif permeabel)

sepanjang lintasan kesetimbangan termodinamik. Sel ada dalam

pertukaran permanen energi dan material dengan lingkungan. Dalam suasana ruang yang
tertentu

memungkinkan

membuat

batas

pengaturan

situs

proses

mineralisasi.

Kompartemen terlokalisasi yang dikelilingi membran lemak adalah yang sangat umum.
Pengaturan eksak

proses fisiko-kimia dalam kompartemen tersebut menyebabkan

pengendalian struktur biomineral. Untuk mencapai proses superjenuh, kompartemen


tempat mineral terbentuk

harus membolehkan

diffusi pasif ion-ion dan atau akumulasi

ion-ion terhadap kenaikan (gradien) konsentrasi. Dalam pompa ion-spesifik dan saluransaluran, komponen mesin diperlukan untuk biomineralisasi. Situs harus diaktifkan dalam
waktu spesifik dalam kehidupan organisme, ukuran dan bentuk dibatasi, dan sangat
diatur sesuai dengan kimia proses mineralisasi.

Proses

biomineralisasi

dapat

dibagi

menjadi

empat

tahap,

preorganisasi

supramolekul, nukleasi terkendali, pertumbuhan kristal terkendali dan proses seluler.


Uraian masing- masing tahap adalah sebagai berikut.
Preorganisasi

supramolekular.

Seperti

dijelaskan

sebelumnya,

deposisi

terkontrol material anorganik biogenik dalam mahluk hidup adalah adanya kompartemen
reaksi yang terorganisasi secara supramolekular yang ada dalam zone mineralisasi adalah
terisolasi dari lingkungan sel. Kompartemen tersebut dapat berlokasi:
o Pada atau dalam dinding membran sel bakteri (episelular)
o Di luar sel, miaslnya ekstraselular yang dipermudah dengan tambahan network
polimer-protein seperti dalam matriks kallogen

untuk pembentukan tulang.

Banyak kulit dan gigi disusun dalam framework yang bisa menjadi lemellar,
columnar atau reticular
o Intraselular melalui self-assembly cage protein tertutup atau vesicle lipida dalam
konstruksi

molekular

kompartemen

interaksi hidrophob-hidrophilik

yang

didasarkan

yang ada untuk

pada

penyeimbangan

molekul amphiphilik

dalam

lingkungan berair.

Nukleasi terkontrol melalui rekognisi molekul interfasial.


terkontrol kluster anorganik

Nukleasi

dari larutan air menjadi framework terbentuk pada tahap

pertama preorganisasi supramolekul adalah salah satu poin dalam proses biomineralisasi.
Konsep yang mendasari adalah arsitektur organik terpreorganisasi tersebut terdiri dari
permukaan terfungsikan yang bertindak sebagai blueprint (cetakan) untuk nukleasi
anorganik

situs terarah.

Pada interfase anorganik diperlukan proses elektrostatik,

rekognisi struktural dan stereokimia. (Gambar 4.24).

Gambar 4.24 Mode komplementer interfase anorganik-organik

Dapat dianggap bahwa beberapa fakator tersebut bertindak secara kooperatif


dalam sistem biologis. Aspek paling dasar rekognisi melibatkan matching distribusi
muatan dan polaritas. Kurvatur lubang molekular, yang dapat menjadi cekung, cembung,
atau planar memberikan kontrol dimensi pada nukleasi.
Nukleasi terkontrol yang paling menguntungkan adalah permukaan cekung,
karena konsentrasi gugus fungsional di daerah ini sangat tinggi. Permukaan cembung
kurang aktif, karena situs yang berikatan tidak saling berdekatan, demikian juga untuk
permukaan planar (datar). Walaupun demikian, kontrol nuleasi tersebut menyebabkan
kecocokan struktur rentang-panjang, yang disebut epitaksi biologis (gambar 4.25).
Epitaksi dalam biomineralisasi berbeda dengan epitaksi anorganik, karena subtrat
organik tidak menunjukkan kehalusan khas atau kekakuan tetapi menunjukan stereokimia
permukaan akibat gugus fungsional terkspos (tersingkap). Peran permukaan organik yang
terlibat

dalam kristalisasi anorganik

terutama

adalah menurunkan energi aktivasi

nukleasi. (lih 4.1 nukleasi heterogen).

Gambar 4.25 Epitaksi pada biomineralisasi


Bukan hanya interaksi rentang-pendek yang penting, kadang-kadang struktur
periodik

yang besar dapat mengendalikan nukleasi anorganik, melalui konformasi

molekul sekunder, tersier, quartenary,


nukleasi

terkontrol

sepanjang

sumbu

makromolekul yang dapat bertindak bluprint


kristalografi

spesifik.

Contohnya

adalaha

makromolekul coolagen dalam pembentukan tulang. Kristal tulang ternukleasi dalam


interstices asembli kristal darai serabut (fibril) kallogen.
Pertumbuhan kristal terkontrol. Dengan nukleasi sederhana fase anorganik
dalam host supramolekuler,

diikuti

pertumbuhan kristal yang sesuai hukum kristalisasi,

partikel yang dihasilkan terbatas ukurannya, tetapi menunjukkan morfologi normal.


Konstrain

(rintangan)

biologis

seperti

mekanisme

genitik

dipertimbangkan

untuk

menerangkan kompleksitas bentuk dalam biomineral. Mekanisme biologis mengontrol


lingkungan selular dan bentuk kompartemen organik untuk nukleasi dan pertumbuhan
kristal. Morfogenesis berbasis genetik menyebabkan arsitektur bermineral menjadi unik
dan spesies-spesifik.
Kimia dalam lingkungan terlokalisasi secara biologi menentukan pertumbuhan
kristal, agregasi dan tekstur. Oleh karenanya dalam sistem biomineralisasi yang sama
senyawa berbeda atau polimorf dapat terdeposit seperti Fe 2 O3 .nH2 O, -Fe(OH)3 , dan
Fe3 O 4 dalam gigi moluska atau aragonie dan kalsit dalam kulit.
Dalam beberapa sistem, memungkinkan lokakasi spasial pompa ion dalam
kompartemen organik tertutup menyebabkan pembentukan vektor kristal. Jika ion
mengalir ke dalam kompartemen terlokalisasi hanya pada port masuk spesifik, kemudian
situs tersebut akan menjadi daerah awal pertumbuhan mineral. Jika situs tersebut
sekarang dimatikan dan pompa lain sepanjang membran dihidupkan, aliran vektorial
arus ion akan menyebabkan mineral mengembang sepanjang arah yang lebih disukai.

Gambar 4.26 Mekanisme kontrol dalam biomineralisasi (MX: biomineral)


Gambar 4.26 menggambarkan beberapa proses umum (a-g) untuk pengendalian kondisi
superjenuh larutan terenkapsulasi dalam asembli supramolekular preform.
Mekanisme proses biomineralisasi menliputi:
a) Konsumsi energi memperbesar gradien konsentrasi dalam membran melalui
pompa ion spesifik (A dan B = ion ektranous)
b) Proses redoks pada permukaan membran diikuti transport selektif

spesies

teroksidasi atau tereduksi ke dalam sel ( yaitu Fe 3+ dilewatkan melalui dinding sel
bakteri setelah reduksi menjadi ion Fe2+).

c) Kompleksasi selektif ion logam (Mn+) biasanya pada permukaan membran


inner- diikuti , dalam tahap kemudian, melalui dekomposisi terkontrol kompleks
logam (MC) membebaskan kation logam dalam larutan air.
d) Proses transport enzim (E) termediasi meningkatkan konsentrasi anion (X-)
e) Variasi pH
f) Dalam reaksi mineralisasi yang menghasilkan air melalui reaksi kimia, kontrol
atas tekanan osmose mengatur nukleasi, yaitu reaksi kondensasi gugus Si-OH
menjadi unit Si-O-Si.
Secara singkat, regulasi dapat dicapai dengan memfasilitasi flux ion, switch kompleksasidekompleksasi, redooks lokal dan modifikasi pH, dan perubahan aktivitas ion lokal.
Prosesing Selular.

Biomineralisasi tidak berhenti dengan pembentukan partikel

kecil, tetapi berlangsung dengan konstruksi arsitekstur orde tinggi dengan mengelaborasi
sifat struktural. Contoh struktur ultra terorganisasi adalah kristal magnetik dalam bakteri
magnetotaktik (Gambar 4.23). Contoh lainnya adalah lapisan nacrous dari kulit dengan
asembli organik menyerupai lembaran. (Gambar 4.27). Detail rekognisi dan proses
organisasi yang terlibat dalam konstruksi aristektur biomineralisasi orde tinggi sekarang
belum diketahui.

Gambar 4.27 Image SEM patahan sel abalone merah


4.3.2

Biomaterial Sintetik
Replikasi eksak arsitektur biologis dan proses pembentukan diinginkan untuk

pengembangan implan dan prostesis. Walaupun demikian, keterbatasan yang begitu jauh
adalah kemampuan pada kehidupan langsung sel dalam suatu cara untuk membentuk
suatu material dengan sengaja. Oleh karena itu harus didapatkan cara untuk mendesain
material sintetis yang dapat menggantikan material biologis.

Gambar 4.28 Contoh penggunaan klinis biomaterial


Biomaterial adalah zat yang digunakan dalam prostheses atau peralatan medis
didesain untk kontak dengan bodi yang hidup. Hampir semua jenis material ditampilkan.
Polimer digunakan dalam optalmologi, untuk treatmen kulit, dan sebagai implan jaringan
lunak. Logam digunkan dalam peralatan fiksasi patah/retak, pengantian tempurung lutut
parsial atau total maupun amalgama gigi. Karbon pirolitik digunakan pada pelapisan,
klep hati prostetik, keramik dan gelas sebagai komponen bioaktif untk perekat implan

yang baik pada jaringan alami atau tulang dan sebagai pembawa pengiriman obat. Skema
penggunaan klinis beberapa biomaterial ditunjukkan pada gambar 4.28.
Biomaterial untuk aplikasi medis harus dioptimasi sifat-sifat mekanik, kimis, dan
biologis. Dalam beberapa kasus material komposit dan termodifikasi permukaan sering
digunakan, karena fase tunggal tidak dapat memenuhi seluruh keperluan. Bentuk
biomaterial tergantung pada fungsi yang dimaksud dalam tubuh. Implan biasanya terbuat
dari bulk, material nonporus, tetapi struktur berlapis dan komposit bisa juga digunakan
untuk mencapai perbaikan sifat mekanik dan kimia interfasial. Implan yang hanya
berfungsi mengisi ruang atau augment pada jaringan tulang digunakan dalam bentuk
serbuk, partikulat, atau material berpori.
Jenis interaksi antara jaringan sel (tissue) dan biomaterial dpat dibedakan
menjadi:
o Material bioiner menunjukkan interaksi minimal jaringan yang bertetangga.
Material

ini

tidak

membebaskan

senyawa

pada

lingkungan

dan

tidak

membahayakan jaringan. Misalnya implan terbuat dari logam atau alumina nonporus terikat

oleh pertumbuhan tulang dalam permukaan tidak teratur, dengan

sementasi peralatan ke dalam jaringan atau melalui pres-fitting ke dalam suatu


cacat kisi (disebut fiksasi morfologi)
o Material biokompatibel, berinteraksi positif dengan jaringan tetangga. Akibat
interaksi

ini

stabilitas

mekanik

implant

meningkat.

Misalnya

implant

hidroksikapatit terikat secara mekanik oleh tanpa pertumbuhan (fiksasi biologis)


o Material bioaktif meningkatkan recoveri (pemulihan) dan pertumbuhan jaringan.
Material bioaktif resorabel untuk implan dan prostheses didesain untuk diganti
secara lambat oleh tulang. Bioaktif, rapat, keramik nonporus reaktif permukaan,
gelas dan keramik gelas melekat langsung melalui ikatan kimia dengan tulang
(fiksasi bioaktif).
Keramik dan Gelas Bioaktif
Keramik bioaktif dan gelas merupakan material dengan potensial tinggi untuk
aplikasi medis (gambar 4.28) karena diperoleh untuk memproduksi lapisan reaksi pada
permukaanya dan membentuk ikatan dengan jaringan tulang. Aplikasi klinis material
tersebut terutama sebagai pelapis pada prostheses metalik atau sebagai substituen
cangkok tulang. Material fosfat dan komposit keramik digunkan sebagai sement tulang
dan material meja set pencangkokan tulang.

Komponen khas kimia material bioaktif adalah Na 2 O, K 2 O, MgO, CaO, Al2 O3 ,


SiO 2 , P2 O5 dan CaF2 dalam kombinasi dan rasio berbeda. Kandungan silika rendah dan
adanya ion kalsium dan fosfat dalam gelas mengasilkan pertukaran ion dalam larutan
fisiologis dan nukleasi yang cepat serta kristalisasi mineral tulang hidrokarbonat apatit
pada permukaan. Lapisan mineral tulang yang tumbuh terikat pada kallogen, yang
ditumbuhkan oleh sel-sel tulang, dan ikatan interfasial yang kuat terbentuk antara implant
anorganik dan jaringan hidup. Urutan reaksi yang terjadi pada permukaan glas bioaktif
sebagai ikatan dengan jaringan yang terbentuk diringkas pada gambar 4.29. Tahap 1-5
dimengerti dengan baik, sedangakan seluruh pemahaman tahap 6-11 terpencar.

Gambar 4.29 Urutan reaksi interfase yang diusulkan dalam pembentukan ikatan
antara jaringan dan glas bioaktif
Pengganti Tulang
Material yang dapat digunakan sebagai pengganti tulang adalah sangat penting.
Struktur hirarkhi yang rumit dari tulang tidak mudah ditiru oleh saintis material.
Pendekatan yang berbeda telah dilakukan untuk mengganti material tulang. Sampel
termodifikasi secara biologi seperti sterilisasi dan kalsinasi tulang dari binatang dapat
digunakan. Selain itu, koral dan alga dapat ditretmen secara kimia secara hidrotermal
menjadi kalsium karbonat hingga kalsium fosfat. (Pers. 4.11)
5 CaCO 3 + 3 (NH4 )2 HPO 4 + H2 O ----> Ca5 (PO 4 )3 OH + 3 3 (NH4 )2 CO 3 + 2 H2 CO3
(4.11)
Dengan menggunakan pendekatan ini, memungkinkan mempertahankan struktur porus
dalam material kalsium fosfat, yang penting dalam pembentukan tulang baru untuk
tumbuh dalam pori-pori.

Metode lain menggunakan kollagen termodifikasi kimia pada polimer degradable,


pada implant metalik, bioglas dan kombinasinya. Riset optimalisasi pengganti tulang
dengan stabilitas mekanik dan biokontabilitas yang baik belum tersedia. Pendekatan baru
berbasis kalsium fosfat (persamaan 4.12)
Ca(H2 PO 4 )2 . H2 O + - Ca3 (PO 4 )2 (s) + CaCO 3 (s) + Na2 HPO 4 ------>
Ca8,8 (HPO 4 )0,7 (PO 4 )4,5 (CO 3 )0,7 (OH)1,3

(4.12)

Komponen solid dicampur dengan larutan sodium fosfat menghasilkan suatu


paste yang dapat diinjeksikan yang terawat in situ hanya setelah lima menit. Karbonat
yang mengandung hidroksil apatit yang terbentuk selma curing

sangat mirip pada

mineral tulang dengan kristalnya yang sangat kecil (~ 20 nm).

Prostheses Persendian
Diskusi

prostheses

sendi

bertujuan

untuk

menunjukkan

perkembangan

biomaterial untuk aplikasi medis merupakan tugas kompleks dengan isu mekanik, kimia,
dan biologis berperanan besar.
Prosteses pangkal paha (sendi) tiruan pertama kali digunakan tahun 1938, tetapi
sekarang teknik-teknik standar telah digunakan dalam kedaokteran klinis, hampir
500.000 prostheses diimplankan setiap hari di seluruh dunia. Pembungkus pangkal sendi
diganti oleh dua bagian alat (Gambar 4.30), batang bagian bola, bola dan socket pangkal
sendi tiruan dimasukkan ke dalam tulang paha, dan socket tiruan diikatkan pada tulang
panggul.

Gamabr 4.30 Hip join tiruan. (A ) bagian bola dengan shank (B) bagian socket

Salah satu problem utama

adalah muatan mekanik yang tinggi pada prostheses,

dan ketidakstabilan interfase antara implant dan jaringan hostnya. Oleh karena itu,
penjangkaran atau ikatan kimia implan terhadap tulang merupakan keadaan kritis. Sejak
tahun 1960, telah dibuat banyak kemajuan dengan perkembangan semen tulang. Bahan
ini secara cepat melakukan self-curing polimetilmetakrilat (PMMA) yang menghasilkan
jangkar mekanik stabil untuk prosthesis metalik dalam bed tulang. Sifat mekanik PMMA
yang berhubungan dengan koneksi tulang dan implant sangat bagus. Karena proses
curing eksotermis, temperaturnya dapat mencapai 100o C, yang bisa membahayakan
jaringan tetangga. Selain itu, monomer toksik atau oligomer bisa dibebaskan ke dalam
tubuh. Oleh karena itu perlu dikembangkan suatu alternatif.
Sekarang, hanya setengah tulang pangkal paha tiruan disemenkan ke dalam
tulang, lainnya diimplankan secara akurat melalui fitting. Hal ini dilakukan dengan
melapisi implan dengan hidroksilapatit (HA), serbuk keramik (kalsium fosfat) atau
titanium untuk memperbaiki bioaktivitasnya (Gambar 4.31). Suatu secara biologis dapat
dicapai dengan pelapisan ligan yang mengandung peptida, yang mengikat secara selektif
sel-sel reseptor yang membentuk tulang (osteoblast).

Gambar 4.31 Skema hip joint tiruan dilapisi dengan lapisan berpori
Pemilihan material implan yang digunakan sangat krusial, karena waktu hidup
sendi pangkal tulang tiruan diharapkan sangat lama (10 20 tahun). Selama waktu ini
bahan tersebut harus melewati jutaan siklus gerakan. Akibatnya friksinya sangat tinggi
dan migrasi partikel-partikel kecil dapat terjadi dan menyebabkan cacat jaringan yang
bertetangga. Oleh karena itu kombinasi material lunak dan keras biasa digunakan. Untuk

bagian socket digunakan polietilen dengan berat molekul besar (Mr > 10 6 g/mol), dan
dimasukkan ke dalam kapsul titanium atau baja. Bagian bola menggunakan bahan
alumina atau baja. Titanium metalik banyak digunakan untuk membentuk tulang kering
(tangkai), yang menunjukkan sifat biokompatibilitas yang baik dan tahan korosi akibat
pembentukan lapisan titanium oksida (TiO 2 ) pada permukaan. Perkembangan optimasi
material terus berlanjut yang berusaha menggabungkan stabilitas mekanik tinggi, tahan
korosi dan bioaktivitas yang baik.

4.3.3

Kimia Material Biomimetic


Pemrosesan material bioinspired (ekspoitasi prinsip-prinsip dasar biomineralisasi)

menjadi disiplin pengetahuan material yang penting. Material seperti tulang, gigi dan
komposit kompleks, dan organisasi kimia interfasial dioptimasi untuk penggunaan yang
bermanfaat.
Mimicking struktur menjadi tahap yang bermakna ke arah pembentukan apa yang
disebut

smart

material.

Untuk

saintis

material,

biomineralisasi

memberikan

kesempatan unik untuk mempelajari penyelesaian masalah utama dalam desain material.
Meskipun ada beberapa keberhasilan, belum ada sistem yang sudah dipikirkan mendekati
kontrol melekul dalam biomineralisasi alami.
Suatu

contoh

teknik

prosesing

berdasarkan

strategi kompartemen adalah

pembentukan kristal Fe3 O4 (magnetit) dengan menggunakan mikroemulsi, gelembung


(vesicle) fosfolipid, protein dan misel balik dibentuk oleh campuran surfaktan-air untuk
menghasilkan nanopartikel anorganik dengan ukuran dan bentuk terkontrol. Partikel
skala nano

sangat menarik

karena memperlihatkan efek ukuran kuantum dalam

elektroniknya, optik, magnetik dan sifat kimia serta mempunyai bagian atom permukaan
yang tinggi. Cage supramolekul organik dibentuk oleh lemak atau surfaktan yang
mengandung suatu lingkungan-mikro yang mengendalikan terjadinya presipitasi. Misel
atau

vesicle

terjadinya

tersebut

proses

dapat

dipikirkan

biomineralisasi.

mimic

Keduanya

kompartemen supramolekul dalam

merupakan

sistem serbaguna karena

lingkungan reaksi dapat mempunyai variasi diameter ( 1 500 nm), dan gugus
fungsional permukaannya dapat dimodifikasi. Banyak nanomaterial lain dibuat dalam
cara ini. Karena setiap partikel dikelilingi oleh membran organik, interaksi partikelpartikel diabaikan, dan laju reaksi dikendalikan oleh diffusi /diffusion controlled,(
Gambar 4.32).

Gambar 4.32 Presipitasi membrane termediasi oksida logam dalam vesicle


fosfolipida
Permukaan

berperan penting dalam proses biomineralisasi.

Contoh kedua

pendekatan biomimetik dalam pengetahuan material adalah penggunaan permukaan


sintetis untuk mengawali nukleasi dan pertumbuhan kristal. Teknik lain seperti chemical
vapour deposition juga menggunakan substrat anorganik

seperti emal dan silikon untuk

pertumbuhan secara epitaksi. Penggunaan larutan merupakan tahap signifikan proses,


karena dapat dipakai pada berbagai bentuk kompleks dan varisi permukaan yang luas.
Pendekatan biomimetik ke arah nukleasi dan pertumbuhan terkontrol material anorganik
melibatkan

penggunaan

surfaktan

monolayer

atau

permukaan

yang

mempunyai

keunggulan

gugus fungsi dan pengemasannya dapat dimodifikasi dengan cara yang tepat

seperti sebagai blueprint (cetakan).


Monolayer surfaktan,

jika disebarkan pada permukaan larutan air dapat

dinyatakan sebagai model permukaan membran biologis yang akan dibahas pada bab 7.
Potensial monolayer

yang terbentuk

pada interfase gas-cair untuk

mempercepat

kristalisasi diidentifikasi pertama kali, jika film amphiphilik asam amino kiral diperoleh
mengiduksi menjadi kristalisasi enansioselektif kristal organik (-glysin)
Mikrokristal terkuantisasi-ukuran dan ultratipis, film partikulat semikonduktor
sulfida

juga

disintesis

menggunakan

monolayer

surfaktan.

Monolayer

surfaktan

disebarkan pada permukaan larutan air prekursor garam logam. Gas hidrogen sulfida
masuk (infuse) melalui monolayer , interfase monolayer /air dan partikel nanokristalin
yang terpisahkan dengan baik

tumbuh.

Koalisensi (penggabungan) partikel, yang

membentul lapisan pertama, yaitu suatu lapis tipis semikonduktor sulfida berpori.
Spesies logam segar berdifusi ke area gugus kepala monolayer dan membentuk lapisan
kedua, yaitu film sulfida. Tahap tersebut secara berurutan diulangi untuk membangun
lapis demi lapis semikoduktor sulfida: film hingga suatu ketebalan datar, yang tergantung
pada komposisi kimia (CdS ~ 30 nm dan ZnS ~ 350 nm). Adanya monolayer surfaktan

adalah sangat mutlak untuk pembentukan film semikonduktor atau nanopartikel. Hal ini
dapat dilihat dalam suatu eksperimen, yaitu gas H2 S diinfuskan pada larutan air ion
logam tanpa surfaktan. Eksperimen ini menghasilkan pembentukan partikel metal-sulfida
yang besar, tidak teratur dan polidispers.

Gambar 4.33 Skema pertumbuhan nanopartikel film logam sulfida pada monolayer
Fungsionalitas dan pengemasan permukaan supramolekul dapat dimodifikasi
untuk memberikan komplementaritas antara kimia permukaan dan struktur film dan
muka kristal dari suatu inti. Contohnya adalah nukleasi dan pertumbuhan kristal pada
template. Barit (barium sulfat, BaSO 4 ) diendapkan dari larutansuperjenuh dalam adanya
monolayer n-eicosil sulfat, C 20 H23 OSO 3 --, suatu amphiphilik alifatis sulfat rantai panjang.
Kristalisasi barium sulfat dengan tidak adanya monolayer menghasilkan endapan tablet
bujursangkar. Pada kondisi monoleyer n-eicosil sulfat, kristal barium sulfat mengalami
nukleasi dengan bidang (100) paralel terhadap bidang monolayer (Gambar 4.34).

Gambar 4.34 Skema pengendapan BaSO 4 dalam adanya monolayer n-eicosil


sulfat

Penyusunan tiga atom oksigen gugus sulfat pada cermin interfase, suatu
penyusunan yang serupa anion sulfat pada sisi (muka) barium sulfat (100). Ikatan kation
Ba2+ dengan monolayer

bisa mensimulasi

bidang (100) dan memulai orientasi nukleasi

dari monolayer. Jika suatu monolayer asam eicosanoat digunakan sebagai pengganti,
hanya rekognisi struktural minimal yang muncul untuk berlangsung, karena gugus akhir
karboksilat hanya bidentat, pertumbuhan BaSO 4 tidak teramati.

Anda mungkin juga menyukai