Anda di halaman 1dari 63

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sistem adalah gabungan dari elemen-elemen (subsistem) di dalam suatu
proses atau struktur dan berfungsi sebagai satu kesatuan organisasi. Selanjutnya di
dalam subsistem tersebut juga terjadi suatu proses, yang berfungsi sebagai suatu
kesatuan sendiri sebagai bagian dari subsistem tersebut. Demikian seterusnya dari
sistem yang besar ini, misalnya: pelayanan kesehatan sebagai suatu sistem terdiri dari
subsistem pelayanan medis, pelayanan keperawatan, pelayanan rawat inap, rawat
jalan, dan sebagainya dan masing-masing subsistem terdiri dari subsistem lain.1
Subsistem pelayanan kesehatan adalah kesatuan yang utuh dan terpadu dari
berbagai upaya/kegiatan kesehatan yang diselenggarakan dalam suatu negara.
Sebenarnya subsistem pelayanan kesehatan mengandung pengertian yang sangat
luas. Sebagai akibat dari luasnya pengertian sehat, Maka terdapat berbagai kegiatan
yang sekalipun tidak berhubungan langsung dengan kesehatan, tetapi karena
dampaknya juga ditemukan pada kesehatan, menyebabkan berbagai kegiatan tersebut
seyogiyanya harus turut diperhitungkan. Kegiatan-kegiatan yang seperti ini, yang
dikenal dengan nama health related activities banyak macamnya. Misalnya kegiatan
pembangunan perumahan, pengadaan pangan, perbaikan lingkungan pemukiman,
dan lain sebagainya yang seperti ini. Tentu mudah dipahami jika kesemua kegiatan
ini turut diperhitungkan, akan ditemukan banyak kesulitan Pengelolaan Subsistem
Pelayanan Kesehatan akan menjadi sangat luas dan kompleks. Untuk mengatasinya,
telah diperoleh kesepakatan bahwa subsistem pelayanan kesehatan dibatasi hanya
pada kegiatan-kegiatan yang berhubungan langsung dengan penerapan ilmu
teknologi kedokteran saja. Kegiatan yang seperti ini populer dengan sebutan
pelayanan kesehatan (health service). Di dalam makalah ini, akan dibahas beberapa
subsistem pelayanan kesehatan.1,2

BAB II
PEMBAHASAN

2. 1. Batasan
Pelayanan kesehatan adalah sebuah konsep yang digunakan dalam
memberikan layanan kesehatan kepada masyarakat. Pelayanan kesehatan menurut
Prof. Dr. Soekidjo Notoatmojo adalah sebuah subsistem pelayanan kesehatan yang
tujuan utamanya adalah pelayanan preventif (pencegahan) dan promotif (peningkatan
kesehatan) dengan sasaran masyarakat. Sedangkan menurut Levey dan Loomba
(1973), pelayanan kesehatan adalah upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara
bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan, mencegah, dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan
perorangan, keluarga, kelompok, atau masyarakat.2
Definisi pelayanan kesehatan menurut Depkes RI (2009) adalah setiap upaya
yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah, dan menyembuhkan penyakit,
serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan ataupun
masyarakat. Sesuai dengan batasan seperti di atas, mudah dipahami bahwa bentuk
dan jenis pelayanan kesehatan yang ditemukan banyak macamnya. Karena
kesemuanya ini ditentukan oleh:3

Pengorganisasian pelayanan, apakah dilaksanakan secara sendiri atau secara


bersama-sama dalam suatu organisasi.

Ruang lingkup kegiatan, apakah hanya mencakup kegiatan pemeliharaan


kesehatan, peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan
penyakit, pemulihan kesehatan atau kombinasi dari padanya.

Sasaran pelayanan kesehatan, apakah untuk peseorangan, keluarga, kelompok


ataupun untuk masyarakat secara keseluruhan.2
Pelayanan kesehatan merupakan hak dasar rakyat yang harus dipenuhi oleh

negara (UUD, 1945, Pasal 28H ayat 1). Untuk mendapatkan hak dasar tersebut
negara harus menyediakannya baik dari segi kuantitas maupun kualitas
2

pelayanannya. Dalam Sistem Kesehatan Nasional (Depkes, 2009), istilah sistem


pelayanan kesehatan sebagai unsur pembentuk sistem kesehatan tidak ditemukan.
Secara interpretatif, sistem pelayanan kesehatan dimasukkan dalam katagori subsistem upaya kesehatan (Lihat Gambar 1).3

Gambar 1. Kerangka Sistem Kesehatan Nasional


Sub sistem upaya kesehatan untuk selanjutnya istilah ini dipersempit
menjadi sub sistem pelayanan kesehatan/health service system. Subsistem
pelayanan kesehatan adalah kesatuan yang utuh dan terpadu dari berbagai
upaya/kegiatan kesehatan yang diselenggarakan dalam suatu negara. Subsistem ini
terdiri dari dua unsur utama, yaitu a) (sub-sub) sistem pelayanan kesehatan
perorangan; dan b) (sub-sub) pelayanan kesehatan masyarakat. Salah satu jenis
sistem pelayanan kesehatan perorangan adalah praktik kedokteran.3

Dalam UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, didefinisikan


bahwa praktik kedokteran adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh dokter
terhadap pasien dalam melaksanakan upaya kesehatan, yaitu kesepakatan antara
dokter dengan pasien (client) dalam upaya pemeliharaan kesehatan, pencegahan
penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan.
Praktik kedokteran tersebut dijalankan sesuai dengan strata kewenangannya
berdasarkan kompetensi yang dimiliki setiap dokter (strata pertama/dokter, strata
kedua/dokter spesialis, dan strata ketiga/dokter spesialis konsultan).2
Pada praktik kedokteran strata pertama, apabila sistem jaminan kesehatan
nasional sudah berkembang, tidak lagi diselenggarakan pemerintah melalui
Puskesmas (SKN, 2004; lihat juga UU Nomor 40 Tahun 2004, tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional). Penyelenggaraan praktik kedokteran strata pertama akan
diserahkan kepada masyarakat dan swasta dengan menerapkan konsep dokter
keluarga, kecuali di daerah yang sangat terpencil masih dipadukan dengan pelayanan
Puskesmas (yaitu pelayan kedokteran dan pelayanan kesehatan masyarakat dilakukan
di Puskesmas seperti sekarang ini).3
2.2. Macam
Menurut pendapat Hodgetts dan Casco (1983), jenis pelayanan kesehatan
secara umum dapat dibedakan atas dua, yaitu:
1. Pelayanan kedokteran: Pelayanan kesehatan yang termasuk dalam kelompok
pelayanan kedokteran (medical services) ditandai dengan cara
pengorganisasian yang dapat bersifat sendiri (solo practice) atau secara
bersama-sama dalam satu organisasi. Tujuan utamanya untuk menyembuhkan
penyakit dan memulihkan kesehatan, serta sasarannya terutama untuk
perseorangan dan keluarga.
2. Pelayanan kesehatan masyarakat: Pelayanan kesehatan yang termasuk dalam
kelompok kesehatan masyarakat (public health service) ditandai dengan cara
pengorganisasian yang umumnya secara bersama-sama dalam suatu
organisasi. Tujuan utamanya untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan
serta mencegah penyakit, serta sasarannya untuk kelompok dan masyarakat.2,4

Perbedaan lebih lanjut dari kedua bentuk pelayanan kesehatan ini, dapat
dilihat dari rincian Leavel dan Clark (1953), yang secara sederhana dapat diuraikan
pada tabel 1.

Tabel 1. Perbedaan Pelayanan Kedokteran dengan Pelayanan Kesehatan Masyarakat2


Pelayanan Kedokteran

Pelayanan Kesehatan Masyarakat

Tenaga pelaksananya terutama adalah

Tenaga pelaksananya terutama ahli

dokter.
Perhatian utamanya pada peyembuhan
penyakit
Sasaran utamanya adalah perseorangan
atau keluarga
Kurang memperhatikan efisiensi
Tidak boleh menarik perhatian karena
bertentangan dengan etika kedokteran.
Menjalankan fungsi perseorangan dan
terikat dengan undang-undang
Penghasilan diperoleh dari imbalan
jasa.
Bertanggung jawab hanya kepada
penderita
Tidak dapat memonopoli upaya
kesehatan dan bahkan mendapat
saingan
Masalah administrasi amat sederhana

kesehatan masyarakat
Perhatian utamanya pada pencegahan
penyakit
Sasaran utamanya adalah masyarakat
secara keseluruhan.
Selalu berupaya mencari cara yang
efisien.
Dapat menarik perhatian masyarakat
misalnya dengan penyuluhan
kesehatan.
Menjalankan fungsi dengan
mengorganisir masyarakat dan
mendapat dukungan undang- undang
Penghasilan berupa gaji dari
pemerintah
Bertanggung jawab kepada seluruh
masyarakat
Dapat memonopoli upaya kesehatan
Menghadapi berbagai berbagai
persoalan kepemimpinan.

Secara sederhana, kedua pembagian yang seperti ini dapat digambarkan


dalam bagan 1.

Bagan 1. Pembagian Pelayanan Kesehatan2

2.3. Syarat Pokok Pelayanan Kesehatan


Sekalipun pelayanan kedokteran berbeda dengan pelayanan kesehatan
masyarakat, namun untuk dapat disebut sebagai suatu pelayanan kesehatan yang
baik, keduanya harus memiliki berbagai persyaratan pokok. Syarat pokok yang
dimaksud adalah:2
1. Tersedia dan berkesinambungan (available dan continous)
Syarat pokok pertama pelayanan kesehatan yang baik adalah pelayanan
kesehatan tersebut harus tersedia di masyarakat (available) serta bersifat
berkesinambungan (continous). Artinya semua jenis pelayanan kesehatan
yang dibutuhkan oleh masyarakat tidak sulit ditemukan, serta keberadaanya
dalam masyarakakt adalah setiap saat yang dibutuhkan.
2. Dapat diterima dan wajar (acceptable dan appropriate)

Syarat pokok kedua pelayanan kesehatan yang baik adalah yang dapat
diterima (acceptable) oleh masyarakat serta bersifat wajar (appropriate)
artinya pelayanan kesehatan tersebut tidak bertentangan dengan keyakinan
dan kepercayaan masyarakat. Pelayanan kesehatan yang bertentangan dengan
adat istiadat, kebudayaan, keyakinan dan kepercayaan masyarakat serta
bersifat tidak wajar, bukanlah suatu pelayanan kesehatan yang baik.
3. Mudah dicapai (accessible)
Syarat pokok ketiga pelayanan kesehatan yang baik adalah yang mudah
dicapai (accessible) oleh masyarakat. Pengertian ketercapaian yang
dimaksudkan disini terutama dari sudut lokasi. Dengan demikian untuk dapat
mewujudkan pelayanan kesehatan yang baik, maka pengaturan distribusi
sarana kesehatan menjadi sangat penting. Pelayanan kesehatan yang terlalu
terkonsentrasi di daerah perkotaan saja, dan sementara itu tidak ditemukan di
daerah pedesaan, bukanlah pelayanan kesehatan yang baik.
4. Mudah dijangkau (affordable)
Syarat pokok keempat peayanan kesehatan yang baik adalah yang mudah
dijangkau (affordable) oleh masyarakat. Pengertian keterjangkauan yang
dimaksud disini terutama dari sudut biaya. Untuk dapat mewujudkan keadaan
yang seperti ini harus dapat diupayakan biaya pelayanan kesehatan tersebut
sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat. Pelayanan kesehatan yang
mahal dank arena itu hanya mungkin di nikmati oleh sebagian kecil
masyarakat saja, bukanlah pelayanan kesehatan yang baik.
5. Bermutu (quality)
Syarat pokok kelima pelayanan kesehatan yang baik adalah yang bermutu
(quality). Pengertian mutu yang dimaksud disini adalah yang menunjuk pada
tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan, yang
disatu pihak dapat memuaskan para pemakai jasa pelayanan, dan di pihak lain
tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik serta standar yang telah
di tetapkan.
2.4. Masalah Pelayanan Kesehatan

Sayangnya sebagai akibat perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran


kelima persyaratan pokok ini sering tidak terpenuhi. Dengan telah berkembangnya
ilmu dan teknologi, terjadi beberapa perubahan dalam pelayanan kesehatan.2
Perubahan yang seperti ini di satu pihak memang mendatangkan banyak
keuntungan seperti misalnya meningkatnya mutu pelayanan yang dapat dilihat dari
makin menurunnya angka kesakitan, cacat, dan kematian serta meningkatnya umur
harapan hidup rata-rata. Tetapi di pihak lain, perubahan yang seperti ini ternyata juga
mendatangkan banyak masalah sebagai berikut:1,2
1. Terkotak-kotaknya pelayanan kesehatan (fragmented health services)
Timbulnya pengkotakan dalam pelayanan kesehatan erat hubungannya
dengan munculnya spesialisasi dan subspesialisasi dalam pelayanan
kesehatan. Dampak negatif yang ditimbulkan ialah menyulitkan masyarakat
memperoleh pelayanan kesehatan, yang apabila berkelanjutan pada gilirannya
akan menyebabkan tidak terpenuhinya kebutuhan masyarakat terhadap
pelayanan kesehatan.
2. Berubahnya sifat pelayanan kesehatan
Perubahan ini muncul sebagai akibat telah terkotak-kotaknya pelayanan
kesehtan, yang pengaruhnya terutama ditemukan pada hubungan dokter
pasien. Sebagai akibat munculnya spesialisasi dan subspesialisasi,
menyebabkan perhatian penyelenggara pelayanan kesehatan tidak dapat lagi
diberikan secara menyeluruh. Perhatian tersebut hanya tertuju kepada keluhan
dana ataupun organ tubuh yang sakit saja.
Perubahan sifat pelayanan kesehatan makin bertambah nyata, jika diketahui
bahwa pada saat ini telah banyak dipergunakan pula berbagai peralatan
kedokteran canggih. Ketergantungan yang kemudian muncul terhadap
berbagai peralatan kedokteran canggih tersebut, dapat menimbulkan berbagai
dampak negatif yang merugikan, yakni:
- makin regangnya hubungan antara dokter dengan pasien.
Antara dokter dengan pasien telah terdapat suatu tabir pemisah yaitu
berbagai peralatan kedokteran yang dipergunakan tersebut.
- makin mahalnya biaya kesehatan

Keadaan ini akan menyulitkan masyarakat dalam menjangkau pelayanan


kesehatan.
Kedua perubahan dengan dampaknya tersebut akan mempengaruhi mutu
pelayanan. Pelayanan kesehatan akan hanya memperhatikan organ tubuh saja dan
tidak secara sempurna menyelesaikan masalah kesehatan yang diderita oleh
seseorang.
Menurut Depkes RI sampai saat ini masih terdapat lima permasalahan
utama dalam bidang kesehatan. Pertama, rendahnya kualitas kesehatan penduduk
yang antara lain ditunjukkan dengan masih tingginya angka kematian bayi, anak
balita, dan angka kematian ibu melahirkan, serta tingginya proporsi balita yang
menderita gizi kurang. Kedua, masih tingginya angka kematian akibat penyakit
menular serta kecenderungan semakin meningkatnya kejadian penyakit tidak
menular. Ketiga, kesenjangan kualitas kesehatan dan akses terhadap pelayanan
kesehatan yang bermutu antarwilayah/daerah, gender, dan antarkelompok status
sosial ekonomi. Keempat, belum memadainya jumlah, penyebaran, komposisi, dan
mutu tenaga kesehatan. Kelima, terbatasnya sumber pembiayaan kesehatan dan
belum optimalnya alokasi pembiayaan kesehatan.1,2
2.5. Pelayanan Kesehatan Menyeluruh dan Terpadu
Menyadari bahwa pelayanan kesehatan yang terkotak-kotak bukanlah
pelayanan kesehatan yang baik, maka berbagai pihak berupaya mencari jalan keluar
yang sebaik-baiknya. Salah satu dari jalan keluar tersebut ialah memperkenalkan
kembali bentuk pelayanan kesehatan yang menyeluruh dan terpadu (comprehensive
and integrated health services).1,2,4
Pengertian pelayanan yang menyeluruh dan terpadu ada 2 macam menurut
Somers dan Somers tahun 1974. Pertama, pelayanan kesehatan yang berhasil
memadukan berbagai upaya kesehatan yang ada di masyarakat yakni pelayanan
peningkatan dan pemeliharaan kesehatan, pencegahan dan penyembuhan penyakit
serta pemulihan kesehatan. Suatu pelayanan kesehatan disebut sebagai pelayanan
kesehatan yang menyeluruh dan terpadu apabila kelima jenis pelayanan ini
diselenggarakan bersamaan. Kedua, pelayanan kesehatan yang menerapkan

pendekatan yang menyeluruh (holistic approach). Jadi tidak hanya memperhatikan


keluhan penderita saja, tetapi juga berbagai latar belakang social ekonomi, sosial
budaya, sosial psikologi, dan lain sebagainya. Suatu pelayanan kesehatan disebut
sebagai pelayanan kesehatan yang menyeluruh dan terpadu apabila pendekatan yang
dipergunakan memperhatikan berbagai aspek kehidupan dari para pemakai jasa
pelayanan kesehatan.1,2,4
Tergantung dari filosofi serta perkembangan pelayanan kesehatan yang
dimiliki oleh suatu negara, maka upaya yang dilakukan untuk mewujudkan pelayana
kesehatan yang menyeluruh dan terpadu ini agak berbeda. Secara umum upaya
pendekatan yang dimaksud dapat dibedakan atas dua macam yakni:
1. Pendekatan institusi
Jika pelayanan kesehatan masih bersifat sederhana maka kehendak untuk
mewujudkan pelayanan kesehatan yang menyeluruh dan terpadu dilakukan
melalui pendekatan institusi (institutional approach). Dalam arti penyelenggaraan
pelayanan kesehatan dilakukan dalam satu atap. Disini setiap bentuk dan jenis
pelayanan kesehatan yang dibutuhkan dikelolah dalam satu instuisi kesehatan
saja.
2. Pendekatan sistem
Tentu mudah untuk dipahami untuk negara yang pelayanan kesehatannya telah
berkembang dengan pesat, pendekatan institusi telah tidak mungkin di terapkan
lagi. Akibat makin kompleknya pelayanan kesehatan adalah mustahil untuk
menyediakan semua bentuk dan jenis pelayanan dalam suatu institusi. Bukan saja
akan menjadi terlalu mahal, tetapi yang terpenting lagi akan tidak efektif dan
efisien. Disamping memang dalam kehidupan masyarakat modern kini, telah
terdapa apa yang disebut dengan spesialisasi, yang apabila dapat diatur dan
dimanfaatkan dengan baik, akan dapat memberikan hasil yang lebih memuaskan.
Dalam keadaan yang seperti ini, kehendak untuk mewujudkan pelayanan
keserhatan yang menyeluruh dan terpadu di lakukan melalui pendekatan system
(system approach).
Pengertian pelayanan kesehatan yang menyeluruh dan terpadu yang
diterapkan saat ini, adalah dalam arti sistem. Di sini pelayanan kesehatan di bagi

10

atas beberapa strata,untuk kemudian antara satu strata dengan strata lainnya, diikat
dalam satu mekanisme hubungan kerja, sehingga secara keseluruhan membentuk
suatu kesatuan yang terpadu.1
2.6. Stratifikasi Pelayanan Kesehatan
Strata pelayanan kesehatan yang dianut oleh tiap negara tidaklah sama,
namun secara umum berbagai strata ini dapat dikelompokkan menjadi tiga
macam yakni:1,2
1.

Pelayanan kesehatan tingkat pertama


Pelayanan kesehatan tingkat pertama (primary health services) merupakan
pelayanan kesehatan yang bersifat pokok, yang sangat dibutuhkan oleh
sebagian besar masyarakat serta mempunyai nilai strategis untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Pada umumnya pelayanan
kesehatan tingkat pertama ini bersifat pelayanan rawat jalan
(ambulatory/out patient services).1,2

2.

Pelayanan kesehatan tingkat kedua


Pelayanan kesehatan tingkat kedua merupakan pelayanan kesehatan yang
lebih lanjut, telah bersifat rawat inap (in patient services) dan untuk
menyelenggarakannnya telah dibutuhkan tersedianya tenaga-tenaga
spesialis.1,2

3.

Pelayanan kesehatan tingkat ketiga


Pelayanan kesehatan tingkat ketiga merupakan pelayanan kesehatan yang
bersifat lebih kompleks dan umumnya diselenggarakan oleh tenaga-tenaga
subspesialis.12

2.7. Sistem Rujukan


Mekanisme hubungan kerja yang memadukan satu strata pelayanan dengan
strata pelayanan kesehatan lain banyak macamnya. Salah satu di antaranya dikenal
dengan nama sistem rujukan (referal system). Indonesia juga menganut sistem
rujukan ini, seperti yang dapat dilihat dalam Sistem Kesehatan Nasional. Inilah
sebabnya pelayanan kesehatan yang ada di Indonesia, dibedakan atas beberapa strata

11

seperti misalnya rumah sakit yang dibedakan atas beberapa kelas, mulai dari kelas D
pada tingkat yang paling bawah sampai ke kelas A pada tingkat yang paling atas.1,2
Sistem rujukan yaitu suatu sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang
melaksanakan pelimpahan tanggung jawab timbal balik terhadap suatu kasus
penyakit atau masalah kesehatan secara vertikal dalam arti dari unit yang
berkemampuan kurang kepada unit yang lebih mampu atau secara horizontal dalam
arti antar unit-unit yang setingkat kemampuannya. (SK Menteri Kesehatan RI No. 32
tahun 1972).2
Macam rujukan yang berlaku di Indonesia telah pula ditentukan. Sistem
Kesehatan Nasional membedakannya atas dua macam yakni:1,2,5
1. Rujukan kesehatan
Rujukan ini dikaitkan dengan upaya pencegahan penyakit dan peningkatan
derajat kesehatan. Dengan demikian rujukan kesehatan pada dasarnya berlaku
untuk pelayanan kesehatan masyarakat (public health services). Rujukan
kesehatan dibedakan atas 3 macam yakni rujukan teknologi, sarana, dan
operasional.
2. Rujukan medik
Rujukan ini terutama dikaitkan dengan upaya penyembuhan penyakit serta
pemulihan kesehatan. Dengan demikin rujukan medik pada dasarnya berlaku
untuk pelayanan kedokteran.

12

Bagan 2. Rujukan pelayanan kesehatan

Sama halnya dengan rujukan kesehatan, rujukan medik ini dibedakan atas tiga
macam yakni rujukan penderita, pengetahuan dan bahan-bahan pemeriksaan. Secara
sederhana, kedua macam rujukan ini dapat digambarkan dalam bagan 2.
Apabila sistem rujukan ini dapat terlaksana, dapatlah diharapkan terciptanya
pelayanan kesehatan yang menyeluruh dan terpadu. Beberapa manfaat juga akan
diperoleh yang jika ditinjau dari unsur pembentuk pelayanan kesehatan terlihat
sebagai berikut:2,5
1.

Dari sudut pemerintah sebagai penentu kebijakan


Jika ditinjau dari sudut pemerintah sebagai penentu kebijakan kesehatan (policy
maker), manfaat yang akan diperoleh antara lain:
a.

Membantu penghematan dana, karena tidak perlu menyediakan berbagai macam


peralatan kedokteran pada setiap sarana kesehatan.

b.

Memperjelas sistem pelayanan kesehatan, karena terdapat hubungan kerja antara


berbagai sarana kesehatan yang tersedia.

c. Memudahkan pekerjaan administrasi, terutama pada aspek perencanaan.


2. Dari sudut masyarakat sebagai pemakai jasa pelayanan
Jika ditinjau dari sudut masyarakat sebagai pemakai jasa pelayanan mamfaat yang
akan diperoleh antara lain:

13

a.

Meringankan biaya pengobatan, karena dapat dihindari pemeriksaan yang sama


secara berulang-ulang.

b.

Mempermudah masyarakat dalam mendapatkan pelayanan, karena telah


diketahui dengan jelas fungsi dan wewenang setiap sarana pelayanan kesehatan.

3. Dari sudut kalangan kesehatan sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan


Jika ditinjau dari sudut kalangan kesehatan sebagai penyelenggara kesehatan (health
provider) manfaat yang akan diperoleh antara lain:
a. Memperjelas jenjang karir tenaga kesehatan dengan berbagai akibat positif
lainnya seperti semangat kerja, ketekunan dan dedikasi.
b.

Membantu peningkatan pengetahuan dan keterampilan yakni melalui kerjasama


yang terjalin.

c. Memudahkan dan atau meringankan beban tugas, karena setiap sarana kesehatan
mempunyai tugas dan kewajiban tertentu.
2.8. Program Menjaga Mutu
Untuk dapat menjaga mutu pelayanan kesehatan banyak upaya yang dapat
dilakukan. Upaya tersebut jika dilaksanakan secara terarah dan terencana, dalam
ilmu administrasi kesehatan disebut dengan nama program menjaga mutu. Batasan
program menjaga mutu banyak macamnya. Program menjaga mutu dapat diartikan
sebagai suatu upaya yang dilaksanakan secara berkesinambungan, sistematis,
objektif dan terpadu dalam menetapkan masalah dan penyebab masalah mutu
pelayanan kesehatan berdasarkan standar yan telah ditetapkan, menetapkan dan
melaksanakan cara penyelesaikan masalah sesuai dengan kemampuan yang tersedia,
serta menilai hasil yang telah dicapai dan menyusun saran-saran tindak lanjut untuk
lebih meningkatkan mutu pelayanan.2
2.8.1. Tujuan Program Menjaga Mutu
Tujuan program pelayanan mutu mencangkup dua hal yang bersifat
pokok yang jika disederhanakan sebagai berikut:2
a. Tujuan antara
Tujuan antara yang ingin dicapai oleh program menjaga mutu ialah
diketahuinya mutu pelayanan. Jika dikaitkan dengan kegiatan program

14

menjaga mutu, tujuan ini dapat dicapai apabila masalah mutu berhasil
ditetapkan.
b. Tujuan akhir
Tujuan akhir yang ingin di capai ialah meningkatkan mutu pelayanan.
Sesuai dengan kegiatan program menjaga mutu, meningkatkan mutu
yang di maksudkan ialah apabila program masalah berhasil dilaksanakan.
2.8.2. Sasaran Program Menjaga Mutu
Sasaran program menjaga mutu adalah pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan. Setiap pelayanan kesehatan terdapat empat unsur yang
bersifat pokok yakni unsur masukan (input), proses (process), lingkungan
(environment), dan keluaran (output).1,2
a. Unsur masukan
Unsur masukan ialah semua hal yang diperlukan untuk
terselenggaranya pelayanan kesehatan. Unsur masukan ini banyak
macamnya. Yang terpenting adalah tenaga (man), dana (money), sumber
daya (resources), sarana (material) dan prasarana. Secara umum
disebutkan apabila tenaga dan sarana (kuantitas dan kualitas) tidak sesuai
dengan standar yang telah ditetapkan (standard of personnels and
facilities), serta jika dana yang tersedia tidak mendukung, maka sulit
diharapkan baiknya mutu pelayanan kesehatan.
b. Unsur Lingkungan
Unsur lingkungan adalah keadaan sekitar yang dapat mempengaruhi
pelayanan kesehatan. Untuk suatu institusi kesehatan, keadaan sekitar
yang terpenting adalah kebijakan (policy), organisasi (organization), dan
manajemen (management). Secara umum disebutkan apabila kebijakan,
organisasi, dan manajemen, tersebut tidak sesuai dengan standar dan
atau tidak bersifat mendukung, maka sulit diharapkan baiknya mutu
pelayanan kesehatan.
c. Unsur Proses

15

Unsur proses adalah semua tindakan yang dilakukan pada pelayanan


kesehatan dibedakan menjadi dua macam yaitu tindakan medis (medical
procedures) dan non medis (non-medical procedures). Secara umum
disebutkan apabila kedua tindakan ini tidak sesuai dengan standar yang
telah ditetapkan (standard of conduct), maka sulit diharapkan baiknya
mutu pelayanan.
d. Unsur keluaran
Unsur keluaran adalah yang menunjuk pada penampilan pelayanan
kesehatan yang dihasilkan baik aspek medis (medical performance)
maupun non medis (nonmedical performance). Apabila kedua
penampilan ini tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan berarti
pelayanan kesehatan yang diselenggarakan bukan pelayanan yang
bermutu.
2.8.3. Mutu Pelayanan Kesehatan
Mutu pelayanan kesehatan yang memiliki beberapa dimensi sebagai
berikut:2,7
a. Mutu adalah tingkat kesempurnaan dari penampilan suatu yang sedang
diamati.
b. Mutu adalah sifat yang dimiliki oleh suatu program
c. Mutu adalah totalitas dari wujud serta ciri dari suatu barang atau jasa yang
didalmnya terkandung sekaligus pengertian rasa aman atau pemenuhan
kebutuhan para pengguna.
d. Mutu adalah kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan.
Dimensi mutu yang dianut oleh pemakai jasa pelayanan sangat
berbeda dengan penyelenggaraan pelayanan dan ataupun penyandang dana
pelayanan kesehatan. Penelitian yang dilakukan oleh Poberts dan Provost
telah berhasil membuktikan adanya perbedaan dimensi tersebut.
Untuk mengatasi masalah mutu pelayanan kesehatan, telah disepakati
bahwa pembahasan tentang kepuasan pasien yang dikaitkan dengan mutu

16

pelayanan kesehatan, mengenal paling tidak dua pembatasan. Pembatasan


yang dimaksud ialah:2,7
1. Pembatasan pada derajat kepuasan pasien
Pembatasan pertama yang telah disepakati adalah pada derajat kepuasan
pasien. Untuk menghindari adanya unsur subjektifitas individual yang
dapat mempersulit pelaksanan program menjaga mutu, ditetapkannya
bahwa yang dimaksud dengan kepuasaan di sini, sekalipun orientasinya
tetap individual, tetapi ukuran yang dipakai adalah yang bersifat umum
yakni yang sesuai dengan tingkat kepusaan rata-rata penduduk. Dengan
perkataan lain, mutu suatu pelayanan kesehatan dinilai baik, apabila
pelayanan kesehatan tersebut dapat menimbulkan rasa puas pada diri
setiap pasien yang sesuai dengan tingkat kepuasaan rata-rata penduduk.
2. Pembatasan pada upaya yang dilakukan
Pembatasan kedua yang telah disepakati adalah pada upaya yang
dilakukan dalam menimbulkan rasa puas pada diri setiap pasien. Untuk
melindungi kepentingan pemakaian jasa pelayanan kesehatan, yang pada
umumnya awam terhadap tindakan kedokteran (Patient ignorancy)
ditetapkanlah upaya yang dilakukan tersebut harus sesuai dengan kode etik
serta standar pelayanan profesi. Suatu pelayanan kesehatan sekalipun
dapat memuaskan pasien, tetapi apabila penyelenggaraannya tidak sesuai
dengan kode etik serta standar pelayanan profesi bukanlah pelayanan
kesehatan yang bermutu. Dengan kata lain, dalam pengertian mutu
pelayanan kesehatan tercakup pula penyempurnaan tata cara
penyelenggaraan pelayanan kesehatan tersebut. Mutu suatu pelayanan
kesehatan dinilai baik apabila tatacara penyelenggaraannya sesuai dengan
kode etik serta standar pelayanan profesi yang telah ditetapkan.
Bertitik tolak dari adanya 2 batasan ini, disebutkan yang dimaksud
dengan mutu pelayanan kesehatan adalah yang menuju pada tingkat
kesempurnaan pelayanan kesehatan, yang disatu pihak dapat menimbulkan
kepuasan pada setiap pasien sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata

17

penduduk, serta di pihak lain tata cara penyelenggaraanya sesuai dengan kode
etik dan standar pelayanan profesi yang telah ditetapkan.2,7
2.8.4. Standar Mutu
Mutu menunjuk pada tingkat ideal tercapai yang diinginkan. Untuk itu
disusun suatu protokol dan indikator (tolok ukur) seperti standar. Saat ini
batasan tentang standar banyak macamnya. Berikut ini beberapa batasan
tentang standar:2,7
1. Standar adalah keadaan ideal atau tingkat tercapainya tertinggi dan
sempurna yang dipergunakan sebagai batas penerimaan minimal (Clinical
Practice Guideline, 1990).
2. Standar adalah kisaran variasi yang masih dapat diterima (Clinical
Practice Guideline, 1990)
3. Standar adalah rumsan tentang penampilan atau nilai yang diinginkan
yang mampu dicapai, berkait dengan parameter yang telah ditetapkan
(Donabedian, 1980).
4. Standar adalah spesifikasi dari fungsi atau tujuan yang harus dipenuhi oleh
suatu sarana pelayanan agar pemakaian jasa pelayanan dapat memperoleh
keuntungan yang maksimal dari pelayanan yang diselenggarakan
(Rowland dan Rowland, 1983).
5. Standar adalah tujuan produksi yang numeric, lazimnya ditetapkan secara
sendiri namun bersifat meningkat, yang dipakai sebagai pedoman untuk
memisahkan yang tidak dapat diterima atau buruk dengan yang dapat
diterima atau baik (Brent James, 1986).
Sesuai dengan peranan yang dimiliki oleh masing-masing unsur
pelayanan kesehatan, standar dalam program menjaga mutu secara umum
dapat dibedakan atas 2 macam yakni:
1. Standar persyaratan minimal
Standar persyaratan minimal adalah yang menunjukkan pada keadaan
minimal yang harus dipenuhi untuk dapat menjamin terselenggaranya

18

pelayanan kesehatan bermutu. Standar persyaratan ini dibedakan menjadi


3, yakni:2,7
a. Standar masukan
Dalam standar ini ditetapkan persyaratan minimal unsur masukan
yang diperlukan untuk dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan
yang bermutu, yakni jenis, jumlah dan kualifikasi tenaga pelaksana,
jenis, jumlah dan spesifikasi sarana serta jumlah dana (modal). Jika
standar masukan tersebut menunjuk pada tenaga pelaksana disebut
dengan nama standar ketenagaan (standard of personel). Sedangkan
jika standar masukan tersebut menunjukkan pada sarana yang dikenal
dengan nama standar sarana (standard facilities). Untuk dapat
menjamin terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu,
standar masukan tersebut harus dapat ditetapkan.
b. Standar lingkungan
Dalam standar lingkungan ditetapkan persyaratan minimal unsur
lingkungan yang diperlukan untuk dapat menyelenggarakan pelayanan
kesehatan bermutu, yakni garis-garis besar kebijakan, pola organisasi
serta sistem manajemen yang harus dipatuhi oleh setiap pelaksanaan
pelayanan kesehatan. Standar lingkungan ini popular dengan sebutan
standar organisasi dan manajemen (standard of organization and
management). Sama halnya dengan masukan, untuk dapat menjamin
terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu maka standar
lingkungan ini dapat pula ditetapkan.
c. Standar proses
Dalam standar proses ditetapkan persyaratan minimal unsur proses
yang harus dilakukan untuk dapat menyelenggarakan pelaksanaan
kesehatan yang bermutu, yakni tindakan medis dan tindakan non
medis pelayanan kesehatan. Standar proses ini dikenal dengan nama
standar tindakan (standard of conduct). Karena baik atau tidaknya
mutu pelayanan sangat ditentukan oleh kesesuaian tindakan dengan

19

standar proses, maka haruslah diupayakan tersusunnya standar proses


tersebut.
2. Standar penampilan minimal
Standar penampilan minimal menunjukkan penampilan pada
pelayanan kesehatan yang masih dapat diterima. Standar ini, karena
menunjukkan pada unsur keluaran, disebut dengan nama standar
keluaran, atau popular dengan sebutan standar penampilan (standard of
performance). Untuk mengetahui apakah mutu pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan masih dalam batas yang wajar atau tidak, perlulah
ditetapkan standar pengeluaran.
2.8.5. Bentuk Program Menjaga Mutu
Bentuk program menjaga mutu banyak macamnya. Jika ditinjau dari
kedudukan organisasi pelaksana menjaga mutu, bentuk program menjaga
mutu, secara umum dapat dibedakan atas 2 macam:2
1. Program menjaga mutu internal
Pada program menjaga mutu internal (Internal Quality Assurance)
kegiatan program menjaga mutu diselenggarakan oleh institusi yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Penyelenggara tersebut dapat
berupa perseorangan dan ataupun bersama-sama dalam suatu organisasi.
Jika dalam bentuk organisasi, keanggotaannya dapat hanya mereka yang
menyelenggarakan pelayanan (seluruhnya atau hanya perwakilan), atau
kumpulan dari para ahli yang tidak terlibat langsung dalam pelayanan
kesehatan.
2. Program menjaga mutu eksternal
Pada program menjaga mutu eksternal (External Quality Assurance)
kegiatan program menjaga mutu tidak diselenggarkan oleh institusi yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan, melainkan oleh suatu organisasi
khusus yang berada di luar institusi kesehatan. Semacam Professional
Standar Review Organization (PSRO) yang dibentuk di Amerika Serikat.

20

Lazimnya organisasi khusus ini bertanggunga jawab tidak hanya untuk 1


institusi kesehatan saja, melainkan untuk semua institusi kesehatan yang
ada di wilayah kerjanya.
Tetapi jika ditinjau dari waktu dilaksanakannya kegiatan menjaga
mutu, program menjaga mutu dapat dibedakan atas 3 macam yakni:2
1. Program menjaga mutu prospektif
Program penjaga mutu prospektif (Prospective quality assurance)
adalah program penjaga mutu yang diselenggarakan sebelum pelayanan
kesehatan. Pada bentuk ini, perhatian utama lebih ditujukan pada unsur
masukan dan lingkungan. Untuk menjamin terselenggaranya pelayanan
kesehatan yang bermutu, dilakukanlah pemantauan dan penilaian terhadap
tenaga pelaksana, dana dan sarana, disamping terhadap kebijakan,
organisasi dan manajemen institusi kesehatan.
Apabila ternyata ditemukan tenaga pelaksana, dana, sarana, kebijakan,
organisasi serta manajemen tidak sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan, tentu akan besar pengaruhnya terhadap mutu pelayanan, dalam
arti terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu sulit dapat
diharapkan. Prinsip-prinsip pokok menjaga mutu prospektif sering
dimanfaatkan dana tercantum dalam banyak peraturan perundangundangan. Beberapa diantaranya yang penting adalah:
a. Standardisasi
Untuk dapat menjamin terselenggaranya pelayanan kesehatan yang
bermutu, ditetapkanlah standarisasi (Standardization) institusi
kesehatan. Izin menyelenggarakan pelayanan kesehatan hanya
diberikan kepada institusi kesehatan yang memenuhi standar yang telah
ditetapkan. Dengan adanya ketentuan tentang standarisasi, yang
lazimnya mencakup tenaga dan sarana, dapatlah dihindarinya
berfungsinya institusi kesehatan yang tidak memenuhi syarat.

21

b. Perizinan
Sekalipun standardisasi telah terpenuhi, bukan lalu berarti mutu
pelayanan selalu dapat dipertanggungjawabkan. Untuk mencegah
pelayanan yang tidak bermutu, standardisasi perlu diikuti dengan
perizinan (licensure) yang lazimnya ditinjau secara berkala. Izin
menyelenggarakan pelayanan kesehatan hanya diberikna kepada
institusi kesehatan dan atau tenaga palaksana yang tetap memenuhi
persyaratan yang telah ditetapkan.
c. Sertifikasi
Sertifikasi adalah tidak lanjut dari perizinan, yakni memberikan
sertifikat (certification) (pengakuan) kepada institusi kesehatan dan atau
tenaga pelaksana yang benar-benar telah dan atau tetap memenuhi
persyaratan.
d. Akreditasi
Akreditasi (accreditation) adalah bentuk lain dari sertifikasi yang
nilainya dipandang lebih tinggi. Lazimnya akreditasi tersebut dilakukan
secara bertingkat, yakni yang sesuai dengan kemampuan institusi
kesehatan dan atau tenaga pelaksana yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan.
2. Program menjaga mutu konkuren
Program menjaga mutu konkuren (concurrent quality assurance)
adalah program menjaga mutu yang diselenggarakan bersamaan dengan
pelayanan kesehatan. Pada bentuk ini, perhatian utama lebih ditujukan
pada unsur proses, yakni memantau dan menilai tindakan medis dan non
medis yang dilakukan. Apabila kedua tindakan, tersebut tidak sesuai
dengan standar yang telah ditetapkan, maka berarti pelayanan kesehatan
yang diselenggarakan kurang bermutu.

22

3. Program menjaga mutu retrospektif


Program menjaga mutu retrospektif (retrospective quality assurance)
adalah program menjaga mutu yang diselenggarakan setelah pelayanan
kesehatan. Pada bentuk ini, perhatian utama lebih ditujukan pada unsur
keluaran, yakni memantau dan menilai penampilan pelayanan kesehatan.
Jika penampilan tersebut berada di bawah standar yang telah ditetapkan,
maka berarti pelayanan kesehatan yang diselenggarakan kurang bermutu.
a. Review rekam medis
Pada review rekam medis (record review) penampilan pelayanan dinilai
dari rekam medis yang dipergunakan pada pelayanan kesehatan. Semua
catatan yang ada dalam rekam medis dibandingkan dengan standar yang
telah ditetapkan. Tergantung dari masalah yang ingin dipantau dan
dinilai, record review dapat dibedakan atas beberapa macam. Misalnya
drug usage review jika yang dinilai adalah masalah penggunaan obat,
dan atau surgical case review jika yang dinilai adalah pelayanan
pembedahan.
b. Review jaringan
Pada review jaringan (tissue review) penampilan pelayanan dinilai dari
jaringan pembedahan yang dilakukan. Apakah gambaran patologi
anatomi dari jaringan yang diangkat telah sesuai dengan diagnosis yang
ditegakkan.
c. Survei klien
Pada survei klien (client survey) panampilan pelayanan kesehatan
dinilai dari pandangan pemakai jasa pelayanan. Survei klien ini dapat
dilakukan secara informal, dalam arti melangsungkan tanya jawab
setelah usainya setiap pelayanan, atau secara formal, dalam arti
melakukan suatu survei yang dirancang khusus.

23

2.8.6. Kegiatan Program Menjaga Mutu


Untuk dapat menyelenggarakan Program Menjaga Mutu, ada beberapa
kegitan yang harus dilaksanakan. Secara umum kegiatan tersebut dapat
dibedakan atas dua macam:2,6
1. Kegiatan persiapan
Kegiatan persiapan Program Menjaga Mutu banyak macamnya.
Secara umum dapat dibedakan atas enam macam yakni (JC-AHO, 1990
serta Benson dan Townes, 1990) yaitu: menetapkan organisasi yang
bertanggung jawab melaksanakan Program Menjaga Mutu, batas-batas
tanggung jawab organisasi pelaksana Program Menjaga Mutu,
menjabarkan ruang lingkup kegiatan yang diselenggarakan oleh organisasi
pelaksana Program Menjaga Mutu, menetapkan aspek pelayanan
kesehatan yang dipandang penting untuk diperhatikan, menetapkan tolak
ukur untuk aspek pelayanan kesehatan yang dipandang penting tersebut,
dan menetapkan ambang batas tolak ukur yang dimaksud.
Dari uraian tentang kegiatan persiapan ini, tampak kegiatan yang
pertama mempunyai peranan yang amat penting. Karena sesungguhnya
kegiatan persiapan lainnya hanya akan dapat dilakukan jika organisasi
pelaksana yang bertanggung jawab menyelenggarakan Program Menjaga
Mutu telah terbentuk. Organisasi pelaksana yang dapat dibentuk banyak
macamnya.
Secara umum bentuk organisasi pelaksana ini dapat dibedakan atas
tiga macam:
a. Perseorangan
Di sini pelaksana Program Menjaga Mutu belum diorganisir secara
formal, melainkan diserahkan kepada masing-masing orang yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Bentuk ini lazim ditemukan
pada institusi kesehatan yang masih sangat sederhana, dan atau yang
dikelola secara sendiri, misalnya praktek dokter perseorangan (solo
practitioner).

24

b. Kelompok
Di sini pelaksana Program Menjaga Mutu telah diorganisir dalam suatu
organisasi khusus yang diserahkan tanggung jawab menyelenggarakan
Program Menjaga Mutu. Pada institusi kesehatan yang kecil,
penyelenggara yang dilibatkan dapat semuanya. Tetapi pada institusi
kesehatan yang besar, penyelenggara yang dilibatkan hanya perwakilan
saja, yakni mereka yang lebih wewenang dan tanggung jawab.
Organisasi khusus yang dibentuk ini dikenal dengan nama Tim Penjaga
Mutu (Quality Assurance Commite).
c. Para Ahli
Di sini pelaksana Program Menjaga Mutu adalah para ahli yang tidak
terlibat langsung dalam pelayanan kesehatan.Organisasi yang dibentuk
mirip dengan Tim Penjaga Mutu yang dibentuk oleh para pelaksana
pelayanan. Bedanya hanya pada keanggotannya saja, karena pada
bentuk yang terakhir ini para anggotanya adalah para ahli yang tidak
terlibat langsung dalam pelayanan kesehatan.
Dari ketiga bentuk Organisasi Pelaksana, yang dinilai baik adalah
bentuk yang kedua, yakni Tim Penjaga Mutu yang melibatkan pelaksana
pelayanan. Jika diketahui bahwa untuk setiap kelompok pelayanan kesehatan
tersedia satu unit/instalasi pelayanan kesehatan, maka dianjurkan
pembentukan Tim tersebut dapat dilakukan pada setiap unit/instalasi
pelayanan kesehatan. Misalnya di unit rawat jalan, di unit pelayanan gawat
darurat, di unit pelayanan KB, di unit pelayanan bedah, di instalasi rawat
jalan, di instalasi rawat inap dan lain sebagainya yang sejenis.
Untuk koordinasi Program Menjaga Mutu secara keseluruhan perlu
dibentuk Tim Penjaga Mutu tingkat institusi yang peranannya tidak berdiri
sendiri, melainkan hanya mengkoordinir semua Tim Penjaga Mutu yang telah
ada, sehingga terbentuk jaringan Tim Penjaga Mutu tingkat institusi. Perlu
disampaikan bahwa status Tim dalam struktur organisasi institusi kesehatan
tidak bersifat struktural, melainkan bersifat fungsional. Dalam arti yang

25

terpenting adalah pelaksanaan fungsi yang dimilikinya, bukan kedudukannya


dalam struktur oraganisasi institusi kesehatan. Dengan perkataan lain,
pembentukan Tim Penjaga Mutu, tidak perlu harus mengubah struktur
oraganisasi institusi kesehatan yang telah ada.2,6
2. Kegiatan Pelaksanaan
a. Menetapkan masalah mutu pelayanan kesehatan
Kegiatan pertama yang perlu dilakukan adalah menetapkan masalah
mutu pelayanan kesehatan (problem). Adapun yang dimaksud dengan
masalah mutu disini adalah kesenjangan antara penampilan pelayanan
kesehatan (what is) dengan standar yang telah ditetapkan (what should
be). Karena mutu pelayanan kesehatan menunjuk pada unsur keluaran
(output), maka yang dimaksud dengan standar disini adalah standar
keluaran, yang pengukurannya dapat dilakukan dengan
mempergunakan indikator keluaran.
b. Menetapkan penyebab masalah mutu
Kegiatan kedua yang dilakukan adalah menetapkan penyebab masalah
mutu pelayanan kesehatan (cause of problem). Untuk dapat menetapkan
penyebab masalah ini perhatian hendaknya ditujukan pada unsur
masukan (input), proses (process) dan ataupun lingkungan
(environment) pelayanan kesehatan. Setiap kesenjangan yang
ditemukan adalah penyebab masalah mutu pelayanan.
c. Menetapkan cara penyelesaian masalah
Kegiatan ketiga yang dilakukan ialah menetapkan cara penyelesaian
masalah mutu pelayanan kesehatan (problem solution).
d. Melaksanakan cara penyelesaian masalah
Kegiatan keempat yang dilakukan ialah melaksanakan cara
penyelesaian masalah program menjaga mutu yang telah ditetapkan.
e. Melakukan penilaian dan menyusun saran
Kegiatan kelima yang dilakukan ialah menilai hasil yang dicapai serta
menyusun saran-saran untuk tindak lanjut. Jika hasil penilaian

26

pelaksanaan satu siklus ternyata berhasil mencapai tujuan sebagaimana


yang telah ditetapkan, dilnjutkan dengan menyusun saran.2,6
2.8.7. Karakteristik Kegiatan
Dalam melaksanakan kelima kegiatan tersebut, ada beberapa
karakteristik yang harus diperhatikan. Karakteristik yang dimaksud adalah:2,7
1. Berkesinambungan
Artinya pelaksanaan program menjaga mutu tidak hanya satu kali, tetapi
harus terus menerus. Dalam kaitan perlunya memenuhi sifat
berkesinambungan ini, program menjaga mutu sering pula disebut dengan
nama Program Meningkatkan Mutu (Quality Improvement Program).
2. Sistematis
Artinya pelaksanaan program menjaga mutu harus mengikuti alur kegiatan
serta sasaran yang baku. Alur kegiatan yang dimaksud dimulai dengan
menetapkan masalah, menetapkan penyebab masalah, menetapkan cara
penyelesaian masalah, melaksanakan cara penyelesaian masalah serta
melakukan penilaian hasil dan saran tindak lanjut. Sedangkan sasaran yang
dimaksud adalah semua unsur pelayanan yakni masukan (input),
lingkungan (environment), proses (process), serta keluaran (output)
pelayanan.
3. Objektif
Artinya pelaksanaan program menjaga mutu, terutama pada waktu
pemantauan dan penilaian, tidak dipengaruhi oleh berbagai pertimbangan
lain, kecuali atas dasar data yang ditemukan. Untuk menjamin objektivitas
penilaian, dipergunakan berbagai standar dan indikator.
4. Terpadu
Artinya pelaksanaan Program Menjaga Mutu harus terpadu dengan
pelaksanaan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan. Program Menjaga
Mutu yang pelaksanaannya terpisah dengan pelayanan kesehatan,
bukanlah Program Menjaga Mutu yang baik. Penyelenggaraan program

27

menjaga mutu pelayanan kesehatan yang terpadu ini populer dengan istilah
Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management).2,7
2.8.8. Manfaat Program Peningkatan Mutu
Apabila Program Menjaga Mutu dapat dilaksanakan, banyak manfaat
yang akan diperoleh. Secara umum manfaat yang dimaksud adalah:2,7
1. Dapat lebih meningkatkan efektivitas pelayanan kesehatan
Peningkatan efektivitas yang dimaksud di sini erat hubungannya dengan
dapat diatasinya masalah kesehatan secara tepat dan benar. Karena
memanglah sesuai dengan diselenggarakannya pelayanan kesehatan
dengan masalah yang ditemukan.
2. Dapat lebih meningkatkan efisiensi pelayanan kesehatan
Peningkatan efisiensi yang dimaksud disini erat hubungannya dengan
dapat dicegahnya penyelenggaraan pelayanan yang berlebihan dan atau
yang di bawah standar. Biaya tambahan karena pelayanan yang berlebihan
dan atau karena harus mengatasi berbagai efek samping karena pelayanan
yang di bawah standar, akan dapat dicegah.
3. Dapat lebih meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan
Peningkatan penerimaan ini erat hubungannya dengan telah sesuainya
pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dengan kebutuhan dan tuntutan
pemakai jasa pelayanan. Apabila peningkatan penerimaan ini dapat
diwujudkan, pada gilirannya pasti akan berperan besar dalam turut
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat secara keseluruhan.
4. Dapat melindungi pelaksana pelayanan dari kemungkinan munculnya
gugatan hukum
Pada saat ini sebagai akibat dari makin baiknya tingkat pendidikan dan
keadaan sosial ekonomi penduduk, tampak kesadaran hukum masyarakat
makin meningkat pula. Untuk melindungi kemungkinan munculnya
gugatan hukum dari masyarakat yang tidak puas terhadap pelayanan
kesehatan, tidak ada pilihan lain yang dapat dilakukan, kecuali berupa

28

menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang terjamin mutunya. Dalam


kaitan itu peranan Program Menjaga Mutu jelas amat penting, karena
apabila Program Menjaga Mutu dapat dilaksanakan, dapat diharapkan
terselenggaranya pelayanan kesehatan yang memuaskan pemakai jasa
pelayanan.2
2.9. Pelayanan Kedokteran
Pelayanan kedokteran merupakan bagian dari pelayanan kesehatan (health
services) yang tujuannya utamanya adalah menyembuhkan penyakit dan memulihkan
kesehatan, serta sasaran utamanya adalah perseorangan ataupun keluarga.
Sebenarnya sasaran perseorangan dan ataupun keluarga tersebut adalah sebagai satu
kesatuan. Dalam arti, seklaipun yang dihadapi adalah orang per orang dalam satu
keluarga, perhatian tidak boleh dilepaskan dari kehidupan keluarga secara
keseluruhan. Pelayanan kedokteran yang memusatkan perhatian kepada
perseorangan yang dikaitkan dengan kehidupan keluarga secara keseluruhan ini,
dikenal dengan nama pelayanan dokter keluarga (family practice).1,2
Pelayanan kedokteran yang ditemukan di masyarakat banyak macamnya.
Semuanya amat ditentukan oleh sampai seberapa jauh peranan yang dimiliki oleh
pihak swasta dalam turut menyediakan dan menyelenggarakan pelayanan kedokteran
tersebut. Pada negara yang tidak membenarkan keikutsertaan pihak swasta, macam
pelayanan kedokteran yang ditemukan, tidak begitu bervariasi. Tetapi apabila
peranan pihak swasta tersebut besar, maka macam pelayanan kedokteran yang
ditemukan sangat beraneka macam.1,2
Adanya keanekaragaman ini erat kaitannya dengan adanya inisiatif pihak
swasta dalam menyediakan dan menyelengarakan pelayanan kedokteran yang
dianggap dapat memenuhi kebutuhan dan tuntutan masyarakat. Mudah dipahami
karena kelangsungan hidup sarana pelayanan kedokteran swasta, memang sangat
dipengaruhi antara lain oleh sampai seberapa jauh pelayanan kedokteran tersebut
dapat diterima serta dimanfaatkan oleh segenap anggota masyarakat.
Pelayanan kedokteran terbagi menjadi beberapa macam sebagai berikut:1,2
1. Ditinjau dari jumlah tenaga pengelola dibedakan atas dua macam yakni:

29

a. Diselenggarakan oleh satu orang


Bentuk pelayanan kedokteran yang diselenggarakan oleh 1 orang (solo
practice), amat populer di Indonesia. Inilah sebabnya banyak ditemukan
dokter dan ataupun bidan yang membuka praktek perseorangan.
b. Diselenggarakan oleh kelompok
Bentuk pelayanan kedokteran berkelompok (group practice) merupakan
hal yang baru di Indonesia. Pelayanan kedokteran berkelompok ini
dapat dibedakan atas dua macam yakni: hanya menyelenggarakan satu
macam pelayanan kedokteran saja dan menyelenggarakan lebih dari
satu macam pelayanan kedokteran
2. Ditinjau dari cara pelayanan yang diselenggarakan dibedakan menjadi dua
macam yakni:
a.

Perawatan rawat jalan


Contoh pelayanan rawat jalan (ambulatory) adalah pelayanan
kedokteran yang diselenggarakan oleh poliklinik, balai pengobatan,
puskesmas dan ataupun praktek dokter perseorangan.

b.

Pelayanan rawat jalan dan rawat inap


Contoh pelayanan rawat jalan dan rawat inap (hospitalization) adalah
pelayanan kedokteran yang diselenggarakan oleh rumah sakit, rumah
sakit bersalin dan ataupun rumah bersalin.
3. Ditinjau dari macam pelayanan yang diselenggarakan dibedakan menjadi
dua macam yakni:
a. Menyediakan satu macam pelayanan kedokteran saja
Misalnya praktek dokter umum dan atau praktek dokter spesialis.
b. Menyediaan lebih dari satu macam pelayanan kedokteran
Untuk ini, pelayanan kedokteran dibedakan atas dua macam yakni:
pelayanan kedokteran tidak lengkap/menyeluruh (partial medical care)
(misal: balai kesehatan ibu dan anak) dan pelayanan kedokteran
lengkap/menyeluruh (comprehensive medical care) (misal:rumah sakit
umum).

30

4. Ditinjau dari penggunaan kemajuan ilmu dan tekhnologi kedokteran


dibedakan menjadi 2 macam yakni:
a. Pelayanan kedokteran tradisional (traditional medicine) seperti praktek
dukun, tabib, atau sinse.
b.

Pelayanan kedokteran modern (modern medicine) seperti dokter, bidan.


5. Ditinjau dari tingkat pendidikan dan keahlian tenaga pelaksana dibedakan
atas empat macam yakni:
a. Pelayanan kedokteran yang dilaksanakan oleh tenaga yang tidak
mendapat pendidikan kedokteran modern, misal praktek dukun, tabib,
atau sinse.
b. Pelayanan kedokteran yang dilaksanakan oleh tenaga paramedis, misal
praktek bidan.
c. Pelayanan kedokteran yang dilaksanakan oleh dokter umum, misal
praktek dokter umum.
d. Pelayanan kedokteran yang dilaksanakan oleh dokter spesialis.
6. Ditinjau dari peranannya dalam menyembuhkan penderita dibedakan
menjadi 2 macam yakni:
a.

Berhubungan langsung dengan penyembuhan penyakit


Sebagai contoh pelayanan kedokteran yang berhubungan langsung
dengan penyembuhan penyakit (clinical services).

b.

Tidak berhubungan langsung dengan penyembuhan penyakit.


Sebagai contoh pelayanan kedokteran yang tidak berhubungan langsung
dengan penyembuhan penyakit (non clinical services) adalah pelayanan
laboratorium, pelayanan radiologis, dan pelayanan apotik.

Berdasarkan UU kesehatan No. 23 tahun 1992 serta yang tercantum dalam


Sistem Kesehatan Nasional terutama tentang bentuk-bentuk Pokok SKN Bab IV,
pelayanan kedokteran di Indonesia dibedakan menjadi dua, yakni diselenggarakan
oleh pemerintah dan swasta. Sarana pelayanan yang diselenggarakan oleh
pemerintah di Indonesia adalah Puskesmas, sebagai sarana pelayanan kesehatan
tingkat pertama serta rumah sakit dengan berbagai jenjangnya, sebagai sarana
pelayanan kesehatan tingkat kedua dan ketiga. Sedangkan pelayanan kedokteran

31

yang diselenggarakan oleh swasta di Indonesia banyak macamnya. Antara lain


praktek bidan, praktek dokter gigi, dokter umum (perseorangan atau kelompok),
poliklinik, balai pengobatan, serta praktek dokter spesialis dan rumah sakit dengan
berbagai jenjangnya.1,2
2.10. Pelayanan Rawat Jalan
Pelayanan rawat jalan (ambulatory services) adalah pelayanan kedokteran
yang disediakan untuk pasien tidak dalam bentuk rawat inap (hospitalization) (Feste,
1989). Tidak hanya diselenggarakan oleh sarana pelayanan kesehatan yang telah
lazim dikenal seperti rumah sakit atau klinik, namun dapat juga diselenggarakan di
rumah pasien (home care) serta di rumah perawatan (nursing home). Dibandingkan
dengan pelayanan rawat inap, pelayanan rawat jalan ini memang tampak berkembang
lebih pesat. Faktor-faktor penyebab berkembangnya pelayanan berobat jalan yaitu:
sarana dan prasarana relatif lebih sederhana dan murah, kebijakan pemerintah yang
untuk mengendalikan biaya kesehatan mendorong dikembangkannya berbagai sarana
pelayanan rawat jalan, tingkat kesadaran kesehatan penduduk yang makin
meningkat, kemajuan ilmu dan teknologi kedokteran yang yang telah dapat
melakukan berbagai tindakan kedokteran yang dulunya memerlukan pelayanan rawat
inap, saat ini cukup dilayani dengan rawat jalan saja, serta utilisasi rumah sakit yang
makin terbatas.2
Bentuk pelayanan rawat jalan dibedakan menjadi 2 yaitu:
1. Pelayanan rawat jalan oleh klinik rumah sakit
Saat ini berbagai jenis rawat pelayanan rawat jalan banyak
diselenggarakan oleh klinik rumah sakit, yang secara umum dapat
dibedakan atas empat macam yaitu:
a. Pelayanan gawat darurat (emergencies services) yakni untuk menangani
pasien yang butuh pertolongan segera dan mendadak.
b. Pelayanan rawat jalan Paripurna (comprehensive hospital outpatient
services) yakni yang memberikan pelayanan kesehatan paripurna sesuai
dengan kebutuhan pasien

32

c. Pelayanan rujukan (referal services) yakni hanya melayani pasienpasien rujukan oleh sarana kesehatan lain. Biasanya untuk diagnosis
atau terapi, sedangkan perawatan selanjutnya tetap ditangani oleh
sarana kesehatan yang merujuk.
d. Pelayanan bedah jalan (ambulatory surgery services) yakni memberikan
pelayanan bedah yang dipulangkan pada hari yang sama.
2. Pelayanan rawat jalan oleh klinik mandiri
Bentuk kedua dari pelayanan rawat jalan adalah yang diselenggarakan oleh
klinik yang mandiri yakni yang tidak ada hubungan organisatoris dengan
Rumah Sakit, bentuk klinik mandiri ini banyak macamnya yang secara
umum dapat dibedakan atas dua macam:
a. Klinik mandiri sederhana
Bentuk klinik mandiri sederhana (simple free standing ambulatory
centers) yang poluler adalah praktek dokter umum dan atau praktek
dokter spesialis secara perseoranagn. Untuk Indonesia ditambah lagi
dengan praktek Bidan.
b. Klinik mandiri institusi
Bentuk klinik mandiri institusi (institutional free standing ambulatory
centers) banyak macamnya. Mulai dari praktek bekelompok (group
practitioner), poliklinik (clinic), BKIA (MCH center), PUSKESMAS
(community health center), Dan di Amerika Serikat ditambah lagi
dengan HMOs dan PPOs.
Sama halnya dengan berbagai pelayanan kesehatan lainnya, maka salah satu
syarat pelayanan rawat jalan yang baik adalah pelayanan yang bermutu. Karena itu
untuk dapat menjamin mutu pelayanan rawat jalan tersebut, maka program menjaga
mutu pelayanan rawat jalan perlu pula dilakukan.
Untuk ini diperhatikan bahwa sekalipun prinsip pokok program menjaga
mutu pada pelayanan rawat jalan tidak banyak berbeda dengan berbagai pelayanan
kesehatan lainnya, namun karena pada pelayanan rawat jalan ditemukan beberapa
ciri khusus, menyebabkan penyelenggaraan program menjaga mutu pada pelayanan

33

rawat jalan tidaklah semudah yang diperkirakan, ciri-ciri khusus yang dimaksud
adalah:
1. Sarana, prasarana serta jenis pelayanan rawat jalan sangat beraneka ragam,
sehingga sulit merumuskan tolak ukur yang bersifat baku.
2. Tenaga pelaksana bekerja pada srana pelayanan rawat jalan umumnya
terbatas, sehigga di satu pihak tidak dapat dibentuk suatu perangkat khusus
yang diserahkan tanggung jawab penyelengaraa program menjaga mutu, dan
pihak lain, apabila beban kerja terlalu besar, tidak memiliki cukup waktu
untuk menyelengarakan program menjaga mutu.
3. Hasil pelayanan rawat jalan sering tidak diketahui. Ini disebabkan karena
banyak dari pasien tidak datang lagi ke klinik.
4. Beberapa jenis penyakit yang datang ke sarana pelayanan rawat jalan adalah
penyakit yang dapat sembuh sendiri, sehingga penilaian yang objektif sulit
dilakukan.
5. Beberapa jenis penyakit yang datang ke sarana pelayanan rawat jalan adalah
mungkin penyakit yang telah berat dan bersifat kronis, sehingga menyulitkan
pekerjaan penilaian.
6. Beberapa jenis penyakit yang datang berobat datang ke sarana pelayanan
rawat jalan mungkin jenis penyakit yang penanggulangannya sebenarnya
berada di luar kemampuan yang dimiliki. Keadaan yang seperti ini juga akan
menyulitkan pekerjaan penilaian.
7. Rekam medis yang dipergunakan pada pelayanan rawat jalan tidak selengkap
rawat inap, sehingga data yang diperlukan untuk penilaian tidak lengkap.
8. Perilaku pasien yang datang kesarana pelayanan rawat jalansukar dikontrol,
dan karenanya sembuh atau tidaknya suatu penyakit yang dalami tidak
sepenuhnya tergantung dari mutu pelayanan yang diselenggarakan.2
2.11. Pelayanan Gawat Darurat
Pelayanan gawat darurat (emergency care) adalah bagian dari pelayanan
kedokteran yang dibutuhkan oleh penderita dalam waktu segera (imediately) untuk
menyelamatkan kehidupannya (life saving). Unit kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan gawat darurat disebut dengan nama Unit Gawat Darurat (emergency unit).
Tergantung dari kemampuan yang dimiliki, keberadaan unit gawat darurat (UGD)

34

tersebut dapat beraneka macam, namun yang lazim ditemukan adalah yang tergabung
dalam rumah sakit (hospital based emergency unit).2
Hanya saja betapapun telah majunya sistem rumah sakit yang dianut oleh
suatu negara, bukan berarti tiap rumah sakit memiliki kemampuan mengelola UGD
sendiri, untuk mengelola kegiatan UGD memang tidak mudah penyebab utamanya
adalah karena UGD adalah salah satu dari unit kesehatan yang padat modal, padat
karya dan padat teknologi. Sekalipun diakui tidak semua rumah sakit memiliki
kemampuan menyelenggarakan UGD, bukan lalu berarti ketidak adaan UGD di suatu
hidup dan kehidupan, keberadaan suatu UGD di setiap komunitas dapat dibenarkan.
Saat ini keberadaan suatu UGD di tiap komunitas telah merupakan salah satu
kebutuhan pokok. Dalam keadaan dimana tidak satupun rumah sakit mampu
menyelenggarakan pelayanan UGD, biasanya terdapat semacam peraturan yang
mewajibkan adanya kerjasama antar rumah sakit. Dalam keadaan yang seperti ini,
salah satu rumah sakit menyediakan diri untuk mengelola UGD, untuk kemudian
dapat dimanfaatkan secara bersama.2
Kegiatan yang menjadi tanggung jawab UGD banyak macamnya, secara
umum dapat dibedakan atas tiga macam sebagai berikut:2
1. Menyelenggarakan pelayanan gawat darurat. Sayangnya jenis pelayanan
kedokteran yang bersifat khas ini sering disalahgunakan. Pelayanan gawat
darurat sebenarnya bertujuan untuk menyelamatkan kehidupan penderita (life
savng), sering dimanfatkan hanya untuk memperoleh pelayanan pertolongan
pertama (first aid) dan bahkan pelayanan rawat jalan (ambulatory care).
Pengertian gawat darurat yang dianut oleh anggota masyarakat memang
berbeda dengan petugas kesehatan. Oleh anggota masyarakat, setiap
gangguan kesehatan yang dialaminya, dapat saja diartikan sebagai keadaan
darurat (emergency) dan karena itu mendatangi UGD untuk meminta
pertolongan. Tidak mengherankan jika jumlah penderita rawat jalan yang
mengunjungi UGD dari tahun ke tahun tampak semakin meningkat.
2. Menyelenggarakan pelayanan penyaringan untuk kasus-kasus yang
membutuhkan pelayanan rawat inap intensif. Pada dasarnya kegiatan ini
merupakan lanjutan dari pelayanan gawat darurat, yakni dengan merujuk

35

kasus-kasus gawat darurat yang dinilai berat untuk memperoleh pelayanan


rawa inap yang intensif. Seperti misalnya Unit Perawatan Intensif (intensive
care unit), untuk kasus-kasus penyakit umum, serta Unit Perawatan Jantung
Intensif (intensive cardiac care unit) untuk kasus-kasus penyakit jantung, dan
unit perawatan intensif lainnya.
3. Menyelenggarakan pelayanan informasi medis darurat dalam bentuk
menampung serta menjawab semua pertanyaan anggota masyarakat yang ada
hubungannya dengan keadaan medis darurat (emergency medical questions).
Sayangnya, kegiatan ketiga ini belum banyak diselenggarakan.
Masalah yang sering ditemui dalam mengelola UGD yaitu masalah
pembiayaan meliputi biaya besar, pendapatan tidak pernah bisa menjamin, masalah
beban kerja meliputi perbedaan pengertian keadaan gawat darurat pasien dan petugas
kesehatan, sehingga kunjungan ke UGD lebih banyak daripada rawat jalan. Selain
itu, karena sarana lain tidak dapat digunakan saat libur, makin banyak dokter
merujuk ke rumah sakit daripada melakukan tindakan medis di tempat praktek
pribadi, dan makin banyak penderita berhemat, serta kebijakan asuransi kesehatan
yang hanya menanggung biaya pelayanan rawat jalan apabila diselenggarakan oleh
UGD. Masalah di atas dapat diatasi dengan beberapa upaya penyelesaian masalah,
seperti meningkatkan kegiatan pendidikan kesehatan masyarakat sehingga
pemahaman masyarakat terhadap pelayanan gawat darurat dapat ditingkatkan,
menambah jumlah sarana kesehatan yang bertanggung jawab menyelenggarakan
pelayanan rawat jalan termasuk pelayanan pertolongan pertama, serta menggalakkan
program asuransi kesehatan, terutama sistem pembayaran pra-upaya (prepayment
system).2

2.12. Rumah Sakit


Menurut American Hospital Association tahun 1970, rumah sakit adalah
suatu organisasi yang melalui tenaga medis profesional yang terorganisir serta sarana

36

kedokteran yang permanen menyelenggarakan pelayanan kedokteran, asuhan


keperawatan yang berkesinambungan, diagnosis serta pengobatan penyakit yang
diderita pasien.1,2,8
Rumah sakit saat ini tidak sama dengan masa lalu. Sesuai dengan
perkembangan jaman, maka saat ini rumah sakit mengalami berbagai perkembangan
pula. Perkembangan ini dibedakan atas empat macam yakni:
a. Perkembangan pada fungsi yang dimiliki. Jika dahulu fungsi rumah sakit
hanya untuk menyembuhkan orang sakit (nosocomium/hospital), maka
saat ini telah berkembang menjadi suatu pusat kesehatan (health center)
serta telah mencakup pendidikan dan penelitian.
b. Perkembangan pada ruang lingkup kegiatan yang dilakukan. Dengan
munculnya diversifikasi dalam kehidupan masyarakat, maka ruang lingkup
kegiatan rumah sakit yang semula mencakup berbagai aspek sosial (tempat
beristirahat para musafir (xenodochium), tempat mengasuh anak yatim
(phanotrophium) serta tempat tinggal orang jompo (gerontoconium)), pada
saat ini telah membatasi diri hanya pada aspek kesehatan saja.
c. Perkembangan pada masing-masing fungsi yang dimiliki oleh Rumah
Sakit. Dengan kemajuanilmu dan teknologi kedokteran, maka fungsi
pelayanan, pendidikan, dan penelitian yang diselenggarakan oleh rumah
sakit tidak lagi pada hal-hal yang sederhana saja, tetapi telah mencakup
pula hal-hal yang spesialistik dan bahkan subspesialistik.
d. Perkembangan pada pemilikan Rumah Sakit. Dahulu rumah sakit hanya
didirikan oleh badan-badan keagamaan, badan-badan sosial (charitable
hospital), dan ataupun oleh pemerintah (public hospital), namun saat ini
telah didirikan pula oleh berbagai badan swasta (private hospital).
Masyarakat di rumah sakit juga mengalami perkembangan. Pada tahap awal,
rumah sakit sering dikelola oleh satu atau dua tenaga dokter saja. Masyarakat rumah
sakit pada saat itu hanya terdiri dari dokter dan pemakai jasa pelayanan rumah sakit
saja. Pada tahap selanjutnya, ketika fungsi rumah sakit mulai berkembang, ditambah
berkembangnya berbagai ilmu dan teknologi kedokteran, maka yang dimaksud
dengan masyarakat rumah sakit tidak hanya terbatas pada dokter dan pemakai jasa
pelayanan, tetapi juga berbagai tenaga kesehatan lain, seperti tenaga perawat. Ketika

37

pengelolaan rumah sakit telah begitu majemuk, maka muncullah kebutuhan akan
jenis tenaga lain, seperti tenaga administrasi, teknisi medis dan teknisi non-medis.
Dalam proses perkembangan selanjutnya, terdapat pula anggota masyarakat yang
menaruh perhatian kepada rumah sakit sebagai Dewan Perwakilan (board of trustees)
yang merupakan penentu kebijakan rumah sakit dan mewakili kepentingan
masyarakat. Di samping itu, pada beberapa rumah sakit ditemukan pula tenaga
relawan. Dengan makin majemuknya fungsi dan kegiatan rumah sakit, maka
termasuk pula para mahasiswa kedokteran dan para siswa keperawatan sebagai
masyarakat rumah sakit.2
2.12.1. Organisasi Rumah Sakit
Meskipun masyarakat rumah sakit pada saat ini telah mencakup
bidang yang amat luas, namun untuk kepentingan penyelenggaraan pelayanan
kesehatan, yang terpenting adalah masyarakat pengelola rumah sakit. Untuk
ini dilakukanlah pengorganisasian rumah sakit tersebut, yang jika
disederhanakan secara umum dapat dibedakan atas tiga kelompok organisasi
yakni:2,8
1. Para penentu kebijakan
Pada penentu kebijakan rumah sakit ini dikenal dengan nama Dewan
Perwakilan (Board of Trustees). Pada waktu awal dikenalkannya rumah
sakit, ke dalam Dewan Perwakilan termasuk wakil-wakil masyarakat.
Tetapi pada saat ini, terutama untuk rumah sakit yang dikelola oleh badan
swasta, anggota Dewan Perwakilan umumnya adalah para pemilik rumah
sakit. Sesuai dengan namanya, maka tugas utama Dewan Perwakilan ialah
menentukan kebijakan rumah sakit.
2. Para pelaksana pelayanan non-medis
Pada pelaksana pelayanan non-medis diwakili oleh kalangan administrasi
(administrator). Pelaksana pelayanan medis adalah mereka yang ditunjuk
oleh Dewan Perwakilan untuk mengelola kegiatan rumah sakit. Tugas
utamanya ialah mengelola kegiatan aspek non-medis rumah sakit sesuai
dengan kebijakan yang telah ditetapkan oleh Dewan Perwakilan.

38

3. Para pelaksana pelayanan medis


Para pelaksana pelayanan medis diwakili oleh kalangan kesehatan
(medical staff). Pelaksana pelayanan medis adalah mereka yang bekerja di
rumah sakit untuk menyelenggarakan pelayanan medis rumah sakit. Sesuai
dengan pengertian yang seperti ini maka tugas utama kalangan kesehatan
ialah menyelenggarakan pelayanan medis rumah sakit.
Staf yang bekerja di rumah sakit secara umum dapat dibedakan atas
dua macam. Pertama, staf medis (medical staff) yang dibedakan atas dua
macam yakni dokter serta paramedis. Kedua, bukan staf medis (non medical
staff) yang dibedakan atas beberapa macam, termasuk di dalamnya antara lain
administrator, para teknisi serta berbagai staf penunjang lainnya.2
Dari berbagai katagori staf yang bekerja di rumah sakit, yang
terpenting diantaranya adalah para dokter. Mudah dipahami karena pelayanan
kesehatan yang menjadi tugas utama rumah sakit pada dasarnya hanya dapat
diselenggarakan oleh para dokter saja. Adapun status karyawan para dokter
yang bekerja di rumah sakit banyak macamnya. Secara umum dapat
dibedakan atas enam macam yakni:8
1. Staf tetap
Staf tetap (attending staff) adalah para dokter yang bekerja di rumah sakit
secara purna waktu. Staf ini memiliki hak dan kewajiban yang penuh,
termasuk hak memilih dan dipilih pada pembentukan Dewan Medis
(Medical Board) yang di banyak rumah sakit di negara maju selalu
dibentuk. Tugas utama Dewan Medis adalah menentukan kebijakan medis
yang berlaku di rumah sakit.
2. Staf asosiate
Staf asosiate (associate staff) adalah para dokter yang bekerja di rumah
sakit secara purna waktu, tetapi statusnya belum sebagai staf tetap. Staf
associate adalah dokter yang telah melampaui masa percobaan, tetapi

39

masih menanti waktu untuk diangkat sebagai staf tetap. Umumnya staf
assosiate ini belum mempunyai hak dan kewajiban yang penuh.
3. Staf percobaan
Staf percobaan (provisional staff) adalah para dokter yang bekerja di
rumah sakit secara purna waktu, tetapi statusnya masih dalam masa
percobaan. Umumnya staf yang termasuk dalam katagori ini adalah dokter
yang baru diterima bekerja di rumah sakit, dan karena itu umumnya belum
memiliki hak dan kewajiban apapun.
4. Staf tamu
Staf tamu (courtesy staff) adalah para dokter yang kerja di rumah sakit
secara paruh waktu dalam arti menyelenggarakan pelayanan tidak secara
penuh. Umumnya staf tamu ini memiliki hak dan kewajiban yang terbatas.
5. Staf konsultan
Staf konsultan (consultating staff) adalah para dokter yang tidak bekerja di
rumah sakit, tetapi sering dihubungi untuk kepentingan konsultasi untuk
jenis pelayanan kesehatan tertentu.
6. Staf tidak tetap
Staf tidak tetap (temporary staff) adalah dokter yang bekerja sebagai
pegawai tidak tetap di rumah sakit. Misalnya hanya untuk jangka waktu
tertentu saja, sesuai dengan keperluan rumah sakit.
2.12.2. Jenis Rumah Sakit
Sesuai dengan perkembangan yang dialami, pada saat ini rumah sakit
dapat dibedakan atas beberapa jenis yakni:2
1. Menurut pemilik
Jika ditinjau dari pemiliknya, rumah sakit dapat dibedakan atas dua macam
yakni Rumah Sakit Pemerintah (government hospital) dan Rumah Sakit
Swasta (private hospital).
2. Menurut filosofi yang dianut

40

Jika ditinjau dari filosifi yang dianut, rumah sakit dapat dibedakan atas dua
macam yakni Rumah Sakit yang tidak mencari keuntungan (non-profit
hospital) dan Rumah Sakit yang mencari keuntungan (profit hospital).
3. Menurut jenis pelayanan yang diselenggarakan
Jika ditinjau dari jenis pelayanan yang diselenggarakan, rumah sakit dapat
dibedakan atas dua macam yakni Rumah Sakit Umum (general hospital)
jika semua jenis pelayanan kesehatan diselenggarakan, serta Rumah Sakit
Khusus (specialty hospital) jika hanya satu jenis pelayanan kesehatan saja
yang diselenggarakan.
4. Menurut lokasi rumah sakit
Jika ditinjau dari lokasinya, rumah sakit dapat dibedakan atas beberapa
macam yang kesemuanya tergantung dari pembagian sistem pemerintah
yang dianut. Misalnya Rumah Sakit Pusat jika lokasinya di ibukota negara,
Rumah Sakit Provinsi jika lokasinya di ibukota provinsi dan Rumah Sakit
Kabupaten jika lokasinya di ibukota kabupaten.
2.12.3. Rumah Sakit di Indonesia
Sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, rumah
sakit di Indonesia dapat dibedakan atas beberapa macam. Jika ditinjau dari
pemiliknya, maka rumah sakit di Indonesia dapat dibedakan atas dua macam
yakni:1,2,8
1. Rumah Sakit Pemerintah
Rumah sakit pemerintah yang dimaksudkan di sini dapat dibedakan atas
dua macam yakni:
a. Pemerintah Pusat
Pada dasarnya ada dua macam pemerintah pusat yang dimaksudkan di
sini yakni :

Departemen Kesehatan
Beberapa Rumah Sakit langsung dikelola oleh Departemen
Kesehatan, misalnya Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo di Jakarta

dan Rumah Sakit Dr. Soetomo di Surabaya.


Departemen Lain
41

Beberapa Departemen lainnya seperti Departemen Pertahanan dan


Keamanan, Departemen Pertahanan serta Departemen Perhubungan juga
mengelola Rumah Sakit sendiri. Peranan Departemen Kesehatan di sini
adalah merumuskan kebijakan pokok bidang kesehatan saja, yang harus
dipakai sebagai landasan dalam melaksanakan setiap upaya kesehatan.
Beberapa pengecualian memang dibenarkan asal saja tidak bertentangan
dengan kebijakan pokok bidang kesehatan yang telah dirumuskan.
b. Pemerintah Daerah
Sesuai dengan Undang-undang Pokok Pemerintah Daerah No. 5
Tahun 1974, maka rumah sakit-rumah sakit yang berada di daerah dikelola
oleh Pemerintah Daerah. Pengelola yang dimaksud tidak hanya dalam
bidang pembiayaan saja, tetapi juga dalam bidang kebijakan, seperti
misalnya yang menyangkut pembangunan sarana, pengadaan peralatan dan
ataupun penetapan tarif pelayanan.
Peranan Departemen Kesehatan di sini adalah merumuskan kebijakan
pokok upaya kesehatan saja, disamping dalam batas-batas tertentu juga
turut membantu dalam bidang pembiayaan, tenaga dan ataupun obatobatan, yakni dalam rangka menjalankan asas perbantuan (medebewind)
dari sistem pemerintah di Indonesia.
Sebagai akibat dari telah berlakunya ketentuan tentang swadana, maka
beberapa Rumah Sakit Pemerintah yang dinilai telah mampu, telah
dibenarkan untuk mengelola pendapatan (income) yang diperoleh secara
mandiri. Diperkirakan pada masa mendatan, prinsip pengelola secara
swadana ini, akan terus lebih dikembangkan. Penyebab utamanya adalah
kerena di satu pihak kemampuan keuangan pemerintah memang telah
sangat terbatas, dan di pihak lain keadaan sosial ekonomi penduduk juga
makin bertambah baik, sehingga dinilai telah mampu membiayai
pelayanan kesehatan yang dibutuhkan secara sendiri.
2. Rumah Sakit Swasta
Kecuali itu sesuai dengan Undang-undang Kesehatan No. 23 Tahun
1992, beberapa rumah sakit yang ada di Indonesia juga dikelola oleh pihak

42

swasta. Undang-undang Pokok Kesehatan dan juga Sistem Kesehatan


Nasional memang mengakui adanya peranan pihak swasta. Jika ditinjau dari
perkembangan yang dialami kini, rumah sakit swasta di Indonesia tampak
telah berkembang dengan pesat.
Sebagai akibat dari telah dibenarkannya pemilik modal bergerak
dalam perumahsakitan, menyebabkan mulai banyak ditemukan rumah sakit
swasta yang telah dikelola secara komersial serta yang berorientasi mencari
keuntungan (profit hospital). Walaupun untuk yang terakhir ini kehendak
untuk mempertahankan fungsi sosial rumah sakit tetap ditemukan, yakni
dengan mewajibkan rumah sakit swasta tersebut menyediakan sekurangkurangnya 20% dari tempat tidurnya untuk masyarakat golongan tidak
mampu.
Jika ditinjau dari kemampuan yang dimiliki, Rumah Sakit di Indonesia
dibedakan atas lima macam yakni:1,2
1. Rumah Sakit kelas A
Rumah Sakit kelas A adalah rumah sakit yang mampu memberikan
pelayanan kedokteran spesialis dan subspesialis luas. Oleh pemerintah,
Rumah Sakit kelas A ini telah ditetapkan sebagai tempat pelayanan rujukan
tertinggi (top referral hospital) atau disebut pula sebagai Rumah Sakit
Pusat.
2. Rumah Sakit kelas B
Rumah Sakit kelas B adalah rumah sakit yang mampu memberikan
pelayanan kedokteran spesialis luas dan subspesialis terbatas.
Direncanakan rumah sakit kelas B didirikan di setiap Provinsi (provincial
hospital) yang menampung pelayanan rujukan dari rumah sakit
Kabupaten. Rumah Sakit pendidikan yang tidak termasuk kelas A juga
diklasifikasiakan sebagai Rumah Sakit kelas B.
3. Rumah Sakit kelas C
Rumah Sakit kelas C adalah rumah sakit yang mampu memberikan
pelayanan kedokteran spesialis terbatas. Pada saat ini ada empat macam
pelayanan spesialis ini yang disediakan yakni pelayanan penyakit dalam,

43

pelayanan bedah, pelayanan kesehatan anak serta pelayanan kebidanan dan


kandungan. Direncanakan Rumah Sakit kelas C ini akan didirikan di setiap
ibukota Kabupaten (Regency hospital) yang menampung pelayanan
rujukan dari Puskesmas.
4. Rumah Sakit kelas D
Rumah Sakit kelas D adalah rumah sakit yang bersifat transisi karena pada
satu saat akan ditingkatkan menjadi rumah sakit kelas C. pada saat ini
kemampuan rumah sakit kelas D hanyalah memberikan pelayanan
kedokteran umum dan kedokteran gigi. Sama halnya dengan Rumah Sakit
kelas C, Rumah Sakit kelas D ini juga menampung pelayanan rujukan
yang berasal dari Puskesmas.
5. Rumah Sakit kelas E
Rumah Sakit kelas E adalah rumah sakit khusus (special hospital) yang
menyelenggarakan hanya satu macam pelayanan kedokteran saja. Pada
saat ini banyak Rumah Sakit kelas E yang ditemukan. Misalnya rumah
jiwa, rumah sakit kusta, rumah sakit paru, rumah sakit kanker, rumah sakit
jantung, rumah sakit ibu dan anak dan lain sebagainya yang seperti ini.

Bagan 3. Jenjang dan Sistem Rujukan Pelayanan Rumah Sakit1,2

44

Rumah Sakit
Kelas A
Rumah Sakit
Kelas B
Rumah Sakit
Kelas C
Rumah Sakit
Kelas D
Puskesmas
Puskesmas
Pembantu
Balai
Prakte
Ruma
Balai
Kesehatan
h
k
Pengob
Ibu dan
Bidan
Bersal
atan
Anak
Pengobain
Posyandu
tan
Tradisio
nal
Masyarakat

2.13. Pelayanan Dokter Keluarga


Menurut The American Academy of Family Physician tahun 1969, pelayanan
dokter keluarga adalah pelayanan yang menyeluruh yang memusatkan pelayanannya
kepada keluarga sebagai suatu unit, pada mana tanggung jawab dokter terhadap
pelayanan kesehatan tidak dibatasi oleh golongan umur atau jenis kelamin pasien,
juga tidak oleh organ tubuh atau jenis penyakit tertentu saja. Selain itu, pelayanan
dokter keluarga adalah pelayanan spesialis yang luas yang bertitik tolak dari suatu
pokok ilmu yang dikembangkan dari berbagai disiplin ilmu lainnya terutama ilmu
penyakit dalam, ilmu kesehatan anak, ilmu kebidanan dan kandungnan, ilmu bedah
serta ilmu kedokteran jiwa yang secara keseluruhan membentuk satu kesatuan yang
terpadu, diperkaya dengan ilmu perilaku, biologi, dan ilmu-ilmu klnik, dan

45

karenanya mampu mempersiapkan setiap dokter mempunyai peranan yang unik


dalam menyelenggarakan penatalaksanaan pasien, penyelesaian masalah, pelayanan
konseling serta dapat bertindak sebagai dokter pribadi yang mengkoordinasikan
seluruh pelayanan kesehatan.2,4
Pelaksana pelayanan dokter keluarga adalah dokter keluarga (family doctor,
family physician). Menurut IDI tahun 1982, dokter keluarga adalah dokter yang dapat
memberikan pelayanan kesehatan yang berorientasi komunitas dengan titik berat
kepada keluarga, ia tidak hanya memandang penderita sebagai individu yang sakit
tetapi sebagai bagian dari unit keluarga dan tidak hanya menanti secara pasif, tetapi
bila perlu aktif mengunjungi penderita atau keluarganya.2
Cabang ilmu kedokteran yang diterapkan oleh dokter keluarga pada waktu
penyelenggaraan pelayanan dokter keluarga disebut dengan nama kedokteran
keluarga (family medicine). Kedokteran keluarga menunjuk pada body of knowledge
dari pelayanan dokter keluarga yang merupakan disiplin baru dari ilmu kedokteran
yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan kesehatan khalayak secara lebih
responsif dan bertanggung jawab.2,9
Istilah kedokteran keluarga berbeda dengan kesehatan keluarga (family
health). Kedokteran keluarga lebih mengacu pada aplikasi ilmu kedokteran (medical
sciences), sedangkan pelayanan kesehatan keluarga lebih mengacu pada aplikasi ilmu
kesehatan masyarakat (public health services), dan membahas masalah kesehatan
masyarakat seperti kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana, pencegahan penyakit
dan kecelakaan, tumbuh kembang, dan atau masalah gizi, bayi dan anak.2,9
Munculnya pelayanan dokter keluarga dilatabelakangi oleh beberapa masalah
dalam praktek kedokteran umum. Secara bertahap minat dokter menyelenggarakan
pelayanan dokter umum makin berkurang, seirirng makin berkembangnya
spesialisasi dan subspesialisasi. Komisi Millis menyimpulkan beberapa penyebab
terjadinya hal ini yaitu karena makin menurunnya harga diri seorang dokter umum
dibandingkan dokter spesialis, makin sedikit kesempatan memperdalam pengetahuan
dan keterampilan sebagai dokter umum, dan makin buruknya kondisi kerja dokter
umum. Sedangkan menurut Robert Haggerty, hal ini terjadi karena komisi
penerimaan mahasiswa baru terdiri dari para dokter spesialis, yang lebih

46

mengutamakan mahasiswa yang lebih berorientasi pada keilmuan, tidak adanya


bagian dokter keluarga di fakultas kedokteran, terbatasnya fasilitas yang berafiliasi
dengan fakultas kedokteran yang dapat dipakai untuk menyelenggarakan pendidikan
dokter keluarga, makin meningkatnya proporsi mahasiswa yang langsung mengikuti
pendidikan dokter spesialis, perhatian terhadap dokter spesialis lebih baik daripada
dokter umum, dan status dokter umum di rumah sakit lebih rendah serta jam kerja
lebih lama daripada dokter spesialis.9
Ditinjau menurut subsistem pelayanan kesehatan, masalah pelayanan
kesehatan yang melatarbelakangi munculnya dokter keluarga adalah pelayanan
kesehatan yang terkotak-kotak, tergantung pada peralatan kedokteran canggih, dan
cenderung mengorganisir pelayanan kesehatan yang lebih majemuk. Sedangkan
menurut subsistem pembiayaan kesehatan, masalah yang dihadapi berupa biaya
kesehatan yang meningkat. Somers dan Somer (1970) mengajukan beberapa jalan
keluar terhadap masalah yang dihadapi ini, yaitu meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan dokter umum sehingga dapat mengejar berbagai ketinggalan yang
dimilikinya, menggantikan dokter umum dengan dokter keluarga yang dididik secara
khusus, melatih semua dokter dalam filosofi dan teknik pelayanan kesehatan yang
menyeluruh, serta menciptakan keadaan lingkungan yang dapat memacu
terselenggaranya pelayanan kesehatan yang menyeluruh dan terpadu.2
Terdapat 4 pendapat mengenai pelayanan dokter keluarga sebagai berikut:2,4,9
1. Pelayanan dokter keluarga adalah sama dengan pelayanan dokter umum.
Pendapat ini terutama dianut di Inggris.
2. Pelayanan dokter keluarga merupakan salah satu dari pelayanan dokter
spesialis. Pendapat ini banyak dianut oleh negara-negara yang telah maju,
seperti misalnya di Amerika Utara dan atau di Eropa.
3. Pelayanan dokter keluarga hanya menunjuk kepada tata cara pelayanan yang
diselenggarakan. Pendapat ini banyak dianut oleh negara-negara yang sedang
berkembang, termasuk Indonesia. Dokter bertanggung jawab dalam
mengkoordinasikan pelayanan kesehatan yang menyeluruh dan
berkesinambungan yang dibutuhkan oleh pasien. Karena itu, siapa saja

47

termasuk dokter spesialis, sepanjang menerapkan tata cara pelayanan yang


seperti ini, adalah dokter keluarga.
4. Pelayanan dokter keluarga tidak sama dengan pelayanan dokter umum, tetapi
antara keduanya terdapat banyak kesamaan. Pendapat ini pada dasarnya
merupakan pendapat awal yang muncul pada waktu konsep pelayanan dokter
keluarga pertama kali diperkenalkan.
Sesuai dengan masih terdapatnya perbedaan pendapat tentang pelayanan
dokter keluarga, maka untuk pengertian dokter keluarga juga ditemukan beberapa
perbedaan pendapat. Menurut Geyman, terdapat 4 macam perbedaan pengertian
dokter keluarga antara lain:2

Dokter keluarga sama dengan dokter umum

Dokter keluarga adalah dokter spesialis

Dokter keluarga adalah semua dokter yang menyelenggarakan pelayanan


dokter keluarga

Dokter keluarga tidak sama dengan dokter umum, tetapi antara keduanya
terdapat banyak kesamaan
Terlepas dari masih ditemukan perbedaan pendapat yang seperti ini, jika

ditinjau dari kepentingan masyarakat, yang lebih diutamakan bukanlah pada status
atau jenis pelayanan diselenggarakan, melainkan pada tata cara penyelenggaraannya.
Sesungguhnya untuk kepentingan masyarakat tersebut, sangat diharapkan pelayanan
kedokteran dapat diselenggarakan secara menyeluruh, terpadu serta
berkesinambungan yakni yang sesuai dengan ciri-ciri pokok pelayanan dokter
keluarga.4
Seorang dokter keluarga diharuskan memiliki pengetahuan dan keterampilan
tertentu, sesuai dengan ciri-ciri pelayanan dokter keluarga. Pengetahuan dan
keterampilan yang dimaksud banyak macamnya. Menurut PANTAP IDI (1982),
pengetahuan dan keterampilan dokter keluarga mencakup lima disiplin ilmu
kedokteran, yaitu Jiwa, Anak, Penyakit Dalam, Obgyn, dan Bedah. Di Amerika
Serikat, pendidikan dokter keluarga ditempuh selama 3 tahun dan pelajaran
disampaikan dibedakan atas tiga program, yakni program A, B, dan C seperti yang
dapat dilihat pada tabel 2.
48

Tabel 2. Paket mata pelajaran kedokteran keluarga2


PROGRAM A

PROGRAM B

PROGRAM C

Penyakit Dalam (33%)

Penyakit Dalam (50%)

Penyakit Dalam (33%)

Kesehatan Anak (16%)

Kesehatan Anak (16%)

Kesehatan Anak (16%)

Bedah (16%)

Kedokteran Jiwa (16%)

Kedokteran Jiwa (16%)

Obgyn (16%)

Kedokteran Komunitas

Kedokteran Komunitas,

Kedokteran Komunitas

dan pilihan

Administrasi dan pilihan

(11%)

(18%)

(35%)

Terdapat dua pendapat proses pendidikan dokter keluarga. Pertama,


pendidikan dokter keluarga tidak perlu diselenggarakan secara formal, tetapi cukup
dengan menyelenggarakan pendidikan kedokteran berkesinambungan oleh masingmasing disiplin ilmu yang sesuai. Pendapat ini dianut di Indonesia. Itulah sebabnya,
sebagaimana yang dikemukakan oleh PANTAP IDI (1982), pendidikan dokter
keluarga di Indonesia cukup dilaksanakan dalam bentuk pendidikan informal
(refreshing courses) selama 3 sampai 6 bulan. Kedua, pendidikan dokter keluarga
harus diselenggarakan secara formal dengan kurikulum dan lama pendidikan tertentu
oleh suatu bagian khusus yakni Bagian Kedokteran Keluarga. Pendapat yang seperti
ini ditemukan misalnya di Inggris, Kanada, dan Amerika Serikat.
Pelaksanaan program residensi dokter keluarga di Amerika Serikat secara
umum dapat diuraikan sebagai berikut:2,4
a. First contact management
Para dokter yang sedang mengikuti program pendidikan dokter keluarga
ditugaskan sebagai dokter yang paling awal memeriksa penderita yang datang
ke rumah sakit.
b. Continuing comprehensive care
Para dokter yang sedang mengikuti program pendidikan dokter keluarga
ditugaskan untuk melakukan pelayanan terhadap semua penderita dari semua
golongan umur.
c. Community medicine
49

Para dokter yang sedang mengikuti program pendidikan dokter keluarga


diperkenalkan pada prinsip kedokteran komunitas.
d. Behavioral sciences
Para dokter yang sedang mengikuti program pendidikan dokter keluarga
diperkenalkan pada prinsip-prinsip serta masalah-masalah prilaku manusia,
sebagai insan manusia, hubungan dengan keluarga serta masyarakat secara
keseluruhan.
e. Consultation and referral
Para dokter yang sedang mengikuti program pendidikan dokter keluarga
diperkenalkan dengan teknik serta sistem konsultasi dan rujukan sesuai
dengan kebutuhan penderita.
f. Self assessment and self study
Para dokter yang sedang mengikuti program pendidikan dokter keluarga
ditanamkan kebiasaan pribadi untuk bersedia dan mampu melakukan
penilaian diri secara mandiri untuk kemudian secara mandiri pula menambah
kekurangan pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya.
g. Specific medical knowledge and skills
Para dokter yang sedang mengikuti program pendidikan dokter keluarga
dilatih untuk memperdalam pengetahuan dan keterampilan khusus yang
diperlukan pada pelayanan dokter keluarga.
h. Elective posting
Para dokter yang sedang mengikuti program pendidikan dokter keluarga
diberikan kesempatan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya
untuk beberapa disiplin ilmu kedokteran tertentu, sesuai dengan kebutuhan
dan minat dokter masing-masing
Pengaruh keluarga terhadap kesehatan dapat dilihat melalui penyakit
keturunan, perkembangan bayi dan anak, penyebaran penyakit, pola penyakit dan
kematian, dan proses penyembuhan penyakit. Pengaruh keluarga terhadap diagnosis
penyakit amatlah penting. Keluarga adalah tempat bertanya pertama (reference
group) yang paling sering ditemukan. Tergantung dari pendapat yang disampaikan
oleh keluarga, maka persepsi penderita tentang diagnosis penyakit akan berbeda.

50

Kesemuanya ini akan menentukan pula prilaku pengobatandan ataupun perawatan


penyakit selanjutnya.2
Hal yang sama juga ditemukan pada tindakan pencegahan penyakit,
pengobatan, dan perawatan. Diimunisasi atau tidaknya bayi-bayi sangat tergantung
dari peranan para ibu. Jika pemahaman ibu tentang imunisasi adalah baik, maka
besar kemungkinan bayi yang dilahirkan akan memperoleh imunisasi yang lengkap.
Demikian halnya pada tindakan pengobatan dan perawatan penderita (moril dan
ataupun materil), maka beban penderita akan berkurang dank arena itu kesembuhan
penyakit akan dapat dipercepat.2
Sedangkan pengaruh kesehatan terhadap keluarga dapat dilihat pada fungsifungsi yang dimiliki, yakni:2,4
a. Fungsi Biologis
Apabila kesehatan keluarga terganggu maka fungsi biologis yang
anatara lain mencakup reproduksi dan atau membesarkan anak akan
terganggu pula.
b. Fungsi Psikologis
Apabila kesehatan keluarga terganggu maka fungsi psikologis yang
antara lain mencakup rasa aman (emosional dan kepribadian) serta
perkembangan dan kematangan kepribadian akan terganggu pula.
c. Fungsi Sosial
Fungsi sosial yang dimaksud di sini mencakup sosial budaya,
pendidikan, dan ekonomi.
Tujuan pelayanan dokter keluarga secara umum dapat dibedakan atas duam
macam yakni tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum pelayanan dokter
keluarga yaitu terwujudnya keadaan sehat bagi setiap anggota keluarga. Sedangkan
tujuan khusus yaitu terpenuhinya kebutuhan keluarga akan pelayanan yang lebih
efektif dan efisien.2,4,9
Ciri-ciri pelayanan dokter keluarga menurut IDI, 1982 terdiri atas lima
yaitu:2,4,9
a. Yang melayani penderita tidak hanya sebagai orang per orang, tetapi sebagai
anggota satu keluarga bahkan sebagai anggota masyarakat seutuhnya

51

b. Yang memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan memberikan


perhatian kepada penderita secara lengkap dan sempurna, jauh melebihi
jumlah keseluruhan keluhan yang disampaikan
c. Yang mengutamakan pelayanan kesehatan guna meningkatkan derajat
kesehatan seoptimal mungkin, mencegah timbulnya penyakit dan mengenal
serta mengobati penyakit sedini mungkin
d. Yang mengutamakan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan dan
berusaha memenuhi kebutuhan tersebut sebaik-baiknya
e. Yang menyediakan dirinya sebagai tempat pelayanan kesehatan tingkat
pertama dan bertanggung jawab pada pelayanan kesehatan lanjutan
Prinsip-prinsip pelayanan dokter keluarga sebenarnya dapat diterapkan di
semua bentuk pelayanan kesehatan yang dikenal seperti misalnya di rumah sakit
(melalui Department of Community Medicine), di klinik (misalnya Family Practice
Centre) dan atau di tempat-tempat praktek dokter swasta (bisa dalam group practice
dan atau solo practice). Pada tahap awal diperkenalkannya pelayanan dokter
kelaurga melalui praktek dokter swasta, sebagaimana yang dikemukakan oleh Debra
Hymovick dan Martha Underwood Barnard The process generally starts with the
inauguration of continuing relationship with his patients when they return to him
periodically with different complaints and illness.2,9
Praktek dokter keluarga yang diselenggarakan dapat berbeda-beda. Ada yang
mengutamakan pelayanan rawat jalan yang diselenggarakan di tempat praktek saja,
ada yang sekaligus melaksanakan kunjungan rumah, dan ada pula yang
mengabungkan dengan pelayanan rawat inap yang biasanya dilakukan di rumah
sakit. Pada tahap selanjutnya, bentuk dan wadah praktek dokter keluarga praktek
dokter keluarga tersebut mulai berkembang agak terarah. Bentuk praktek harus
mencakup ketiga bentuk pelayanan di atas. Sedangkan wadah praktek dokter
keluarga harus diorganisir sedemikian rupa sehingga mempunyai tempat praktek
yang dapat menyelenggarakan pelayanan yang menyeluruh dan berkesinambungan,
mempunyai sistem komunikasi yang menghubungkan dokter dan pasien.2,9

52

Pengetahuan dan keterampilan dokter keluarga tidak sehebat dokter spesialis,


maka untuk kasus yang telah lanjut atau yang terlalu spesialistik harus dirujuk ke
dokter spesialis. Seperti yang dikemukakan oleh Malerich (1970), praktek dokter
keluarga memang sesuai untuk penyakit-penyakit yang masih dalam stadium dini
atau yang bersifat umum saja. The family doctor cannot be expected to treat all
problems as best possible, but he can be expected to treat all common diseases as
best possible.2,9
Pelayanan dokter keluarga memiliki beberapa manfaat sebagai berikut:
a. Akan dapat diselenggarakan penanganan kasus penyakit sebagai manusia
seutuhnya
b. Akan dapat diselenggarakan pelayanan pencegahan penyakit dan dijamin
kesinambungan pelayanan kesehatan
c. Apabila dibutuhkan pelayanan spesialis, maka pengaturannya akan lebih baik
dan terarah
d. Akan dapat diselenggarakan pelayanan kesehatan yang terpadu
e. Jika seluruh anggota keluarga ikut serta dalam pelayanan, maka segala
keterangan tentang keluarga tersebut dapat dimanfaatkan dalam menangani
masalah kesehatan yang sedang dihadapi
f. Akan dapat diperhitungkan penanganan kasus penyakit dengan tatacara yang
lebih sederhana dan tidak begitu mahal dan karena itu akan meringankan
biaya kesehatan
g. Akan dapat dicegah pemakaian pelbagai peralatan kedokteran canggih yang
memberatkan biaya kesehatan
Pelayanan dokter keluarga di Indonesia dapat dinilai dari 3 sudut pandang yaitu dari
sudut pemerintah, dokter, dan masyarakat.2,4,9

Dari sudut pemerintah sebagai perumus kebijakan. Masalah yang ditemukan


berupa belum adanya perundang-undangan yang mengatur pelayanan dokter
keluarga dan belum mantapnya pendidikan dokter keluarga dalam kurikulum,
serta sistem pendidikan dokter di Indonesia.

53

Dari sudut dokter sebagai penyedia jasa pelayanan. Masalah yang ditemukan
berupa belum terdapat kata sepakat tentang pelayanan dokter keluarga
tersebut, belum sesuainya pengetahuan sikap dan perilaku dokter dengan
konsep dan prinsip-prinsip pelayanan dokter keluarga. Masalah teknis lainnya
seperti bentuk praktek, fasilitas kerja, serta waktu yang tersedia.

Dari sudut masyarakat sebagai pemakai jasa pelayanan. Masalah yang


ditemukan berupa pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat dalam
berobat, lebih menghargai pelayanan spesialis serta sering berobat ke dokter
yang berbeda. Selain itu, kemampuan keuangan masyarakat untuk
memanfaatkan pelayanan kesehatan belum memuaskan. Sistem pembiayaan
kesehatan di Indonesia masih didominir oleh sistem pembiayaan tunai (fee
for service), sedangkan sistem pembiayaan pra upaya (prepaid/health
insurance) masih belum membudaya.

2.14. Pelayanan Kesehatan Masyarakat


Pelayanan kesehatan masyarakat (public health services) adalah bagian dari
pelayanan kesehatan yang tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan kesehatan
dan mencegah penyakit dengan sasaran utamanya adalah masyarakat.2
Oleh karena ruang lingkup pelayanan kesehatan masyarakat menyangkut
kepentingan rakyat banyak, maka peran pemerintah dalam pelayanan kesehatan
masyarakat mempunyai porsi yang besar. Namun demikian karena keterbatasan
sumber daya pemerintah, maka potensi masyarakat perlu digali atau diikutsertakan
dalam upaya pelayanan kesehatan masyarakat tersebut.1,2
Bentuk pengikutsertaan masyarakat dapat dibedakan atas dua macam yakni:
a. Menggalang potensi masyarakat
Pemerintah dalam hal ini Kementrian Kesehatan mempunyai kewajiban dan
tanggung jawab dalam menggali dan membina potensi masyarakat dalam
upaya pelayanan kesehatan masyarakat. Menggalang potensi masyarakat di
sini mencakup tiga dimensi, yakni:1
1. Potensi masyarakat dalam arti komunitas (misalnya masyarakat RT,
RW, kelurahan, dan sebagainya). Misalnya dengan adanya dana sehat,
54

iuran untuk pengadaan PMT (Pembinaan Makanan Tambahan) untuk


balita, kader kesehatan, dan sebagainya adalah bentuk-bentuk
partisipasi dan penggalian potensi masyarakat dalam pelayanan
kesehatan masyarakat.
2. Menggalang potensi masyarakat melalui organisasi-organisasi
masyarakat atau sering disebut Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM). Penyelenggaraan pelayanan-pelayanan kesehatan masyarakat
oleh LSM-LSM pada hakikatnya juga merupakan bentuk partisipasi
masyarakat dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat.
3. Menggalang potensi masyarakat melalui perusahaan-perusahaan
swasta yang ikut membantu meringankan beban penyelenggara
pelayanan kesehatan masyarakat (Puskesmas, Balkesmas, dan
sebagainya), juga merupakan bentuk partisipasi masyarakat dalam
sistem pelayanan kesehatan masyarakat.1
b. Menggalang potensi swasta
Berbagai organisasi swasta tersebut diserahkan tanggung jawab untuk
menyelenggarakan beberapa program-program kesehatan masyarakat yang
telah ditentukan. Keterlibatan swasta dalam pelayanan kesehatanmasyarakat
banyak macamnya yang secara umum dapat dibedakan atas dua macam
yakni:
1. Keterlibatan secara nasional
Unit swasta yang keterlibatannya secara nasional adalah jika
mempunyai induk organisasi sebagai pusat serta organisasi cabang
sebagai pelaksana yang tersebar di berbagai daerah.
2. Keterlibatan secara lokal
Unit swasta yang ruang lingkup kegiatannya bersifat lokal yang
umumnya dalam bentuk yayasan ataupun badan-badan sosial lainnya.
Betapapun aktifnya organisasi masyarakat dan ataupun swasta
tersebut, peranannya memang tidak pernah dapat melampaui pemerintah.
Mudah dipahami karena program-program kesehatan masyarakat pada
dasarnya menyangkut kepentingan umum yang merupakan tanggung jawab
utama Pemerintah. Pada negara yang menganut asas sentralisasi, peranan

55

pemerintah pusat tampak menonjol, sedangkan pada negara yang menganut


asas desentralisasi, tugas-tugas pelayanan kesehatan masyarakat ini
dipercayakan kepada pemerintah daerah, yang dapat bersifat otonom dan
ataupun semiotonom.2
Pelayanan kesehatan masyarakat, baik yang diselenggarakan oleh
pemerintah maupun swasta perlu memperhatikan beberapa ketentuan, antara
lain:1
1. Penanggung Jawab
Suatu sistem pelayanan kesehatan masyarakat harus ada penanggung
jawab baik oleh pemerintah maupun swasta. Namun demikian,
pemerintah (dalam hal ini Kementrian Kesehatan) merupakan
tanggung jawab yang paling tinggi. Artinya, pengawasan, standar
pelayanan, dan sebagainya bagi pelayanan kesehatan masyarakat baik
pemerintah (Puskesmas), maupun swasta (Balkesmas) adalah di
bawah koordinasi Kementrian Kesehatan.
2. Standar Pelayanan
Sistem pelayanan kesehatan masyarakat , baik pemerintah maupun
swasta harus berdasarkan pada suatu standar tertentu. Di Indonesia,
standar ini telah ditetapkan oleh Kementrian Kesehatan, dengan
adanya Buku Pedoman Puskesmas.
3. Hubungan kerja
Sistem pelayanan kesehatan masyarakat harus mempunyai pembagian
kerja yang jelas antara bagian satu dengan yang lain. Artinya, fasilitas
kesehatan tersebut harus mempunyai struktur organisasi yang jelas
yang menggambarkan hubungan kerja baik horizontal maupun
vertikal.
4. Pengorganisasian Potensi Masyarakat
Ciri khas dari sistem pelayanan kesehatan masyarakat adalah
keikutsertaan masyarakat atau pengorganisasian masyarakat. Upaya
ini penting (terutama di Indonesia), karena adanya keterbatasan
sumber-sumber daya dari penyelenggara pelayanan kesehatan
masyarakat, perlu keikutsertaan masyarakat ini.

56

Penanggung jawab pelayanan kesehatan masyarakat di Indonesia adalah


Departemen Kesehatan yang menurut KEPRES No.15 tahun 1984 memang
diserahtugaskan sebagai penyelenggara sebagian dari tugas umum pemerintahan dan
pembangunan di bidang kesehatan. Untuk itu, Departemen Kesehatan melalui
segenap aparatnya tersebar di seluruh tanah air, aktif menyelenggarakan pelayanan
kesehatan masyarakat. Aparat yang dimaksud adalah Kantor Wilayah Departemen
Kesehatan yang terdapat di setiap propinsi dan Kantor Departemen Kesehatan yang
terdapat di setiap Kabupaten.2
Hanya saja sesuai dengan UU Pokok Pemerintahan Daerah No.5 tahun 1974
dimana tanggung jawab kesehatan berada pada Pemerintah Daerah maka tingkat
pemerintah daerah juga aparat pemerintah yang bertanggung jawab dalam bidang
kesehatan. Aparat yang dimaksud adalah Kantor Dinas Kesehatan Provinsi untuk
tingkat provinsi, Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten/Kotamadya untuk tingkat
Kabupaten/Kotamadya serta Kantor Kesehatan Kecamatan untuk tingkat Kecamatan.
Peranan kantor dalam Sistem Kesehatan di Indonesia, tidak hanya sebagai
pelaksana fungsi administrasi saja, teapi juga sebagai pelaksana fungsi pelayanan
kesehatan. Dengan kata lain Kantor Departemen Kesehatan yang terdapat di
kabupaten juga bertanggung jawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan, yang
dalam hal ini adalah pelayanan kesehatan masyarakat seperti misalnya mengatasi
keadaan wabah yang terjangkit di wilayah kerjanya. Pelaksana pelayanan kesehatan
masyarakat sehari-hari dipercayakan kepada Puskesmas, yang memang didirikan
pemerintah di semua kecamatan di Indonesia.1,2
Pada saat ini pemerintah berupaya secara maksimal untuk mengikutsertakan
potensi masyarakat. Peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan masyarakat
secara keseluruhan disebut Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD) yang
pengorganisasiannya berada dalam naungan Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa
(LKMD). Sedangkan wadah peran serta masyarakat dikenal dengan nama Pos
Pelayanan Terpadu (Posyandu). Kegiatan utama Posyandu meliputi pelayanan KIA,
pelayanan gizi, pelayanan KB, pemberian oralit, dan imunisasi.1,2

57

Bagan 4. Hubungan Antar Berbagai Sarana Pelayanan Kesehatan Masyarakat2

2.15. Puskesmas
Puskesmas adalah suatu unit pelaksana fungsional yang berfungsi sebagai
pusat pembangunan kesehatan, pusat pembinaan peran serta masyarakat dalam
bidang kesehatan serta pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama yang
menyelenggarakan kegiatannya secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan
pada suatu masyarakat yang bertempat tinggal dalam suatu wilayah tertentu. Jika
ditinjau dari sistem pelayanan kesehatan di Indonesia, maka peranan dan kedudukan
Puskesmas adalah sebagai ujung tombak sistem pelayanan kesehatan di Indonesia.
Puskesmas bertanggung jawab dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan
masyarakat dan pelayanan kedokteran. Saat ini kegiatan Puskesmas ada 17, yakni
Usaha Pelayanan Rawat Jalan, Usaha Kesejahteraan Ibu dan Anak, Usaha Keluarga
Berencana, Usaha Kesehatan Gigi, Usaha Kesehatan Gizi, Usaha Kesehatan Sekolah,
Usaha Kesehatan Lingkungan, Usaha Kesehatan Jiwa, Usaha Pendidikan Kesehatan,
Usaha Perawatan Kesehatan Masyarakat, Usaha Pencegahan dan Pemberantasan
Penyakit Menular, Usaha Kesehatan Olahraga, Usaha Kesehatan Lanjut Usia, Usaha
58

Kesehatan Mata, Usaha Kesehatan Kerja, Usaha Pencatatan dan Pelaporan, dan
Usaha Laboratorium Kesehatan Masyarakat.2,10,11
Sebagai sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama di Indonesia,
pengelolaan program kerja Puskesmas berpedoman pada empat asas pokok yakni:2,10
a. Asas pertanggung-jawaban wilayah
Puskesmas bertanggung jawab atas semua masalah kesehatan yang terjadi di
wilayah kerjanya. Puskesmas tidak hanya menanti kunjungan masyarakat,
melainkan harus secara aktif memberikan pelayanan kesehatan sedekat
mungkin dengan masyarakat.
b. Asas peran serta masyarakat
Puskesmas berupaya melibatkan masyarakat dalam menyelenggarakan
program kerja tersebut seperti dalam bentuk Posyandu.
c. Asas keterpaduan
Puskesmas berupaya memadukan kegiatan bukan saja dengan program
kesehatan lain (lintas program), tetapi juga dengan program dari sektor lain
(lintas sektoral). Dengan demikian Puskesmas dapat menghemat sumber
daya, sedangkan bagi masyarakat, lebih mudah memperoleh pelayanan
kesehatan.
d. Asas rujukan
Jika Puskesmas tidak mampu menangani suatu masalah kesehatan harus
merujuknya ke sarana kesehatan yang lebih mampu. Untuk pelayanan
kedokteran jalur rujukannya adalah rumah sakit. Sedangkan untuk pelayanan
kesehatan masyarakat jalur rujukannya adalah berbagai kantor kesehatan.

Bagan 5. Rujukan Pelayanan Puskesmas1,2

59

rujukan medis

Sistem terbentuk dari elemen atau bagian yang saling berhubungan dan saling
mempengaruhi. Apabila salah satu bagian atau subsistem tidak berjalan dengan baik,
maka akan mempengaruhi bagian yang lain. Secara garis besarnya elemen-elemen
dalam sistem itu adalah masukan, proses, keluran, dampak, umpan balik, dan
lingkungan. Masukan (input) adalah subelemen-subelemen yang diperlukan sebagai
masukan untuk berfungsinya sistem. Proses ialah suatu kegiatan yang berfungsi
untuk mengubah masukan sehingga menghasilkan sesuatu (keluaran) yang
direncanakan. Keluaran (output) mengandung arti hal yang dihasilkan oleh proses.
Dampak (impact) merupakan akibat yang dihasilkan oleh keluaran setelah beberapa
waktu lamanya. Umpan balik (feed back), juga merupakan hasil dari proses yang
sekaligus sebagai masukan untuk sistem tersebut. Lingkungan (environment) ialah
dunia di luar sistem yang mempengaruhi sistem tersebut. Contoh: Dalam pelayanan
Puskesmas, yang menjadi input adalah dokter, perawat, obat-obatan, fasilitas lain,
dan sebagainya. Prosesnya adalah kegiatan pelayanan Puskesmas tersebut, outputnya adalah pasien sembuh /tidak sembuh, jumlah ibu hamil yang dilayani, dan
sebagainya, dampaknya adalah meningkatnya status kesehatan masyarakat.
Sedangkan umpan balik pelayanan Puskesmas antara lain keluhan-keluhan pasien

60

terhadap pelayanan, sedangkan lingkungan adalah masyarakat dan instansi-instansi


di luar Puskesmas tersebut.2,10

61

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Subsistem pelayanan kesehatan adalah kesatuan yang utuh dan terpadu dari
berbagai upaya/kegiatan kesehatan yang diselenggarakan dalam suatu negara.
Subsistem pelayanan kesehatan ini terdiri atas pelayanan kesehatan menyeluruh dan
terpadu, stratifikasi pelayanan kesehatan, sistem rujukan, program menjaga mutu,
pelayanan kedokteran, pelayanan rawat jalan, pelayanan gawat darurat, rumah sakit,
pelayanan dokter keluarga, pelayanan kesehatan masyarakat, serta Puskesmas.

62

DAFTAR PUSTAKA

1.

Notoatmodjo S. Kesehatan Masyarakat: Ilmu dan Seni. Ed.rev. Jakarta:

Rineka Cipta, 2011.100-6.


2.
Azwar A. Pengantar Administrasi Kesehatan. Ed 3. Jakarta: Binarupa
Aksara,1996. 35-121.
Departemen Kesehatan RI. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta: 2009.
Prasetyawati AE. Kedokteran Keluarga dan Wawasannya. Fakultas

3.
4.

Kedokteran Sebelas Maret.


5.

Mulyono N. Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit Daerah,


Kenyataan dan Harapan. Jateng.

6.

Taswin. Kegiatan Program Menjaga Mutu. Universitas Dayanu Ikhsanuddin.


Bau-Bau

7.

Sri A. Mutu Pelayanan Kesehatan Dasar-dasar Pemahaman. Kesehatan

Masyarakat Universitas Diponegoro. Semarang.


8.
Arso SP. Prinsip-Prinsip Manajemen dalam Pelayanan Kesehatan.
Administrasi Rumah Sakit. Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas
Diponegoro.
Idris F. Pelayanan Dokter Berbasis Dokter Keluarga di Indonesia. Bgaian

9.

Ilmu Kesehatan Masyarakat- Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran


Universitas Sriwijaya. Palembang: 2006.
10. Ali AR. Sistem, Subsistem dan Suprasistem serta Analisa Sistem dari Sistem
Pelayanan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas). Dinkes Polewali Mandar
Prop. Sulawesi Barat.
11. Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat. Departemen Kesehatan RI.
Pedoman Perencanaan Tingkat Puskesmas. 2006.

63

Anda mungkin juga menyukai