Anda di halaman 1dari 21

Case Report Session

SIROSIS HEPATIS POST NEKROTIK


STADIUM DEKOMPENSATA

Oleh
DEWI FUJI LESTARI

06120022

PANELQY ANINDITO

0692300

ESFI TRIANA

06923001

MEIDIANASER PUTRA

06120170

PRESEPTOR
dr. IRZA WAHID, Sp.PD-KHOM

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


RSUP DR M DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2011

BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

1.1.

Definisi
Sirosis hati (liver cirrhosis) merupakan perjalanan patologi akhir berbagai macam

penyakit hati. Istilah sirosis diperkenalkan pertama kali oleh Laennec pada tahun1826. Diambil
bahasa Yunani scirrhus atau kirrhos yang artinya warna oranye dan dipakai untuk menunjukan
warna oranye atau kuning kecoklatan permukaan hati yang tampak saat otopsi.
Batasan fibrosis sendiri adalah penumpkan berlebihan matriks ekstaselular (seperti
kolagen, glikoprotein, proteoglikan) dala hati.
Menurut SHERLOCK; secara anatomis sirosis hati ialah terjadinya fibrosis yang sudah
meluas dengan terbentuknya nodul-nodul pada semua bagian hati, tidak hanya pada satu lobulus
saja.
Menurut GALL; sirosis hati ialah penyakit hati kronis dimana terjadi kerusakan sel hati
ynag terus menerus, dan terjadi regenerasi noduler serta proliferasi jaringan ikat yang difus
untuk menahan terjadinya nekrose parenkim atau timbulnya inflamasi.

1.2.

Epidemiologi
Kejadian sirosis hati di Yogyakarta menurut ARYONO; selama observasi 6 tahun (1969

1974) ditemukan 5,35% dari seluruh penderita yang dirawat di bagian penyakit dalam Rumah
Sakit Pugeran Yogyakarta. Selama 1966 1974 ditemukan 5,2% dari seluruh penderita ynag
dirawat di bagian penyakit dalam Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung. Di RSUP Padang
menurut YULIUS dan HANIF selama tahun 1969 1972 ditemukan 39,3% penderita sirosis dari
seluruh penderita penyakit hati.
Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki laki daripada wanita,
didapat perbandingan 1,6 : 1. Menurut ARYONO, 78% penderita sirosis dalam golongan umur
30 60 tahun. Puncaknya sekitar usia 40 49 tahun. Menurut JULIUS dan HANIF di RSUP
Padang puncaknya antara 30 49 tahun, dan 64,8% pada laki laki.

1.3.

Klasifikasi
Klasifikasi secara morfologi sirosis hati dibagi berdasarkan besar kecilnya nodul yaitu:

1. Makronoduler (ireguler, multilobuler).


2. Mikronoduler (regular, monolobuler).
3. Kombinasi (noduler dan mikronoduler)
Klasifikasi berasarkan etiologi :
1. Penyakit infeksi
2. Penyakit keturunan dan metabolik
3. Obat dan toksin
4. Penyebab lain atau tidak terbukti

1.4.

Etiologi

Penyebab pasti sirosis hati belum jelas, tapi di antaranya disebutkan:


1. Factor kekurangan gizi.
Protein hewani terutama kholin dan methionin memegang peranan penting, demikian
pula bahan makanan lainnya seperti vitamin B kompleks, tokoferol, cystine yang jika
kekurangan dapat menyebabkan terjadinya sirosis.
2. Hepatitis virus.
Hepatitis kronis menyebabkan terjadinya nekrose sel hati yang akhirnya terjadi sirosis
hati.
3. Zat hepatotoksik
Obat obatan dan bahan kimia dapat menyebabkan kerusakan hati secara akut berupa
nekrosis atau degenerasi lemak, secara kronis berupa sirosis hati. Pemberian zat
hepatotoksik terus menerus akan menyebabkan kerusakan hati yang merata dan
akhirnya terjadi sirosis hati. Misalnya alkohol yang berefek penimbunan lemak pada hati,
etanol menyebabkan nekrosis dan distorsi dalam jaringan hati.
4. Penyakit Wilson
Penyakit yang jarang ditemukan, biasanya pada orang muda ditandai sirosis hati,
degenerasi basal ganglia dari otak, dan terdapat cincin cokelat kehijauan (Kayser
Fleischer Ring) pada kornea. Diduga disebabkan oleh defisiensi bawaan seruloplasmin
yang juga berhubungan dengan penimbunan tembaga dalam jaringan hati.

5. Hemokromatosis
Dua kemungkinan timbulnya hemokromatosis yaitu:
1. Penderita mengalami kenaikan absorbs Fe sejak lahir.
2. Didapat setelah lahir (acquisita) pada penderita penyakit hati alkoholik yang
menyebabkan bertambahnya absorbsi dari Fe sehingga menimbulkan sirosis hati.
6. Sebab sebab lain;
1. Kelemahan jantung yang lama mengakibatkan sirosis kardiak.
2. Obstruksi saluran empedu menyebabkan sirosis biliaris primer.

1.5.

Patogenesis
Terjadinya fibrosis hati menggambarkan kondisi ketidakkeseimbangan antara produksi

matriks ekstraseluler dan proses degradasinya. Matriks ekstraseluler, yang merupakan tempat
perancah (scaffolding) normal untuk hepatosit, tediri dari jaringan kolagen (terutama tipe I, III,
dan V), glikoprotein, dan proteoglikan. Sel-sel stelata, berada dalam ruangan perisinusoidal,
merupakan sel yang penting untuk memproduksi matrik ekstraseluler. Sel-sel stelata, dulu
bernama sel-sel Ito, juga liposit, atau sel-sel perisinusoidal, dapat mulai diaktifasi menjadi sel
pembentuk kolagen oleh berbagai faktor parakrin. Beberapa faktor dapat dilepas atau diproduksi
oleh sel-sel hepatosit, sel-sel Kupfer, dan endotel sinusoid pada saat terjadi kerusakan sel hati.
Sebagai contoh, peningkatan kadar TGF -1 (transforming growth factor -1) dijumpai pada
pasien dengan hepatitis C kronik dan sirosis. TGF -1, selanjutnya kan merangsang sel-sel
stelata yang aktif untuk memproduksi kolagen tipe I.
Peningkatan deposisi kolagen dalam ruang Disse (ruang antara hepatosit dan sinusoid)
dan pengurangan ukuran fenestra endotel akan menimbulkan kapilarisasi sinusoid. Sel-sel stelata
yang aktif juga mempunyai sifat kontriksi. Kapilarisasi dan kontriksi sinusoid, oleh sel-sel
stelata, dapat memacu hipertensi portal. Pemakaian obat-obat dimasa depan untuk mencegah
timbulnya fibrosis ini dapat difokuskan terutama untuk menekan terjadi peradangan hati,
menghambat aktivasi sel-sel stelata, menghambat aktivitas fibrogenesis sel stelata dan
merangsang degradasi matriks.

1.6.

Manifestasi klinis

1.6.1. Gejala-gejala Sirosis


Stadium awal sirosis sering tanpa gejala sehingga ditemukan pada waktu pasien
melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau kerena kelainan penyakit lain. Gejala awal sirosis
(kompensata) meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang, perasaan perut
kembung, mual, berat badan menurun, pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil,
buah dada membesar, hilangnya dorongan seksualitas.
Bila sudah lanjut (sirosis dekompensata), gejala-gejala yang lebih menonjol terutama
bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi hilangya rambut badan,
gangguan tidur, dan demam tak begitu tinggi. Dapat disertai gangguan pembekuaan darah,
perdarahan gusi, epiktasis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih seperti teh pekat,
muntah darah atau/dan melena, serta perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi,
bingung, agitasi, sampai koma.

1.6.2. Temuan Klinis


Temuan klinis sirosis meliputi :

Spider nevi

Eritema Palmaris

Kuku-kuku Muchrche

Kontraktur Dupuytren akibat fibrosis fasia Palmaris

Ginekomastia

Atrofi testis

Splenomegali

Hepatomegali

Asites

Fetor hepatikum

Ikterus

Asterixis-bilateral

Gambar 1. gambaran klinis pada sirosis hati

1.6.3. Gambaran Laboratoris


Adanya sirosis dicurigai apabila ditemukan kelaninan pemeriksaan laboratorium meliputi :
Peningkatan SGOT dan SGPT, SGOT lebih meningkat dari SGPT tetapi bila normal
tidak mengenyampingkan adanya sirosis.
Peningkatan alkali fosfatase
Peningkatan Gamma-glutamil transpeptidase
Peningkatan bilirubin
Peningkatan globulin
Pemanjangan waktu PT
Penurunan albumin
Anemia
Pemeriksaan barium meal dapat melihat varises

Pemeriksaan Imaging seperti CT scan dan MRI utuk melihat perubahan morfologi hati

1.7.

Komplikasi
1. Edema dan asites
Dengan makin beratnya sirosis, terjadi pengiriman sinyal ke ginjal untuk melakukan
retensi garam dan air dalam tubuh. Garam dan air yang berlebihan, pada awalnya akan
berkumpul dalam jaringan di bawah kulit disekitar tumit dan kaki, karena efek gravitasi
pada saat duduk atau berdiri dan berkurang pada malam hari sebagai hasil menghilangnya
efek gravitasi pada waktu tidur. Dengan makin beratnya sirosisdan makin banyak air dan
garam yang diretensi, air akhirnya akan berkumpul dalam rongga abdomen antara diding
perut dan organ dalam perut. Penimbunan cairang ini disebut asites yang berakibat
pembesaran perut, keluhan tak enak dalam perut dan peningkatan berat badan.
2. Perdarahan gastrointestinal akibat hipertensi portal sehingga timbul varises esophagus
yang gampang pecah.

Gambar 2. obstruksi aliran darah dalam sirkulasi portal, dengan hipertensi


portal dan pengalihan aliran darah ke jalur vena yang lain,
termasuk vena di lambung dan esofagus.
Pada pasien sirosis, jaringan ikat dari hati menghambat aliran darah dari usus yang
kembali ke jantung. Kejadian ini dapat meningkatkan tekanan dalam vena porta

(hipertensi portal). Sebagai hasil peningkatan aliran darah dan peningkatan tekanan vena
porta ini, vena-vena di bagian bawah esofagus dan bagian atas lambung akan melebar,
sehingga timbul varises esofagus dan lambung. Makin tinggi tekanan portalnya, makin
besar varisesnya, dan makin besar kemungkinannya pasien mengalami perdarahan
varises. Perdarahan varises biasanya hebat dan tanpa pengobatan yang cepat dapat
berakibat fatal. Keluhan perdarahan varises bisa berupa muntah darah atau hematemesis.
Bahan muntahan dapat berwarna merah bercampur bekuan darah, atau seperti kopi
(coffee grounds appearance) akibat efek asam lambung terhadap darah. Buang air besar
berwarna hitam lembek (melena), dan keluhan lemah dan pusing pada saat posisi berubah
(orthostatic dizziness atau fainting), yang disebabkan penurunan tekanan darah mendadak
saat melakukan perubahan posisi berdiri dari berbaring.
3. Ensefalopati hepatik
Beberapa protein makanan yang masuk ke dalam usus akan digunakan oleh bakteribakteri normal usus. Dalam proses pencernaan ini, beberapa bahan akan terbentuk dalam
usus. Bahan-bahan ini sebagian akan terserap kembali ke dalam tubuh. Beberapa
diantaranya, misalnya amonia, berbahaya terhadap otak. Dalam keadaan normal bahanbahan toksik dibawa dari usus lewat vena porta masuk ke dalam hati untuk
didetoksifikasi. Pada sirosis, sel-sel hati tidak berfungsi normal, baik akibat kerusakan
maupun akibat hilangnya hubungan normal sel-sel ini dengan darah. Akibatnya bahanbahan toksik dalam darah tidak dapat masuk sel hati,sehingga terjadi akumulasi bahan ini
dalam darah.
Jika bahan-bahan ini terkumpul cukup banyak, fungsi otak akan terganggu. Kondisi ini
disebut ensefalopati hepatik. Tidur lebih banyak pada siang dibanding malam (perubahan
pola tidur) merupakan tanda awal ensefalopati hepatik. Keluhan lain dapat berupa mudah
tersinggung, tidak mampu konsentrasi atau menghitung, kehilangan memori, bingung,
dan penurunan kesadaran bertahap. Akhirnya ensefalopati hepatik yang berat dalam
menimbulkan koma dan kematian.
4. Sindroma hepatorenal
Pasien dengan sirosis yang memburuk dapat berkembang menjadi sindroma hepatorenal.
Sindroma ini merupakan komplikasi serius Karena terdpat penurunan fungs ginjal namn
ginjal secara fisik sebenarnya tidak mengalami kerusakan sama sekali. Penurunan fungsi

ginjal ini disebabkan perubahan aliran darah ke dalam ginjal. Batasan sindroma
hepatorenal adalah kegagalan ginjal secara progresif ntuk membersihkan bahan-bahan
toksik dari darah dan kegagalan memproduksi urin dalam jumlah adekuat, meskipun
fungsi lain ginjal yang penting, misalnya retensi garam tidak terganggu. Bila fungsi hati
membaik atau dilakukan transplantasi hati, ginjal akan bekerja normal lagi.
5. Karsinoma hepatoseluler. Beberapa penderita sirosis ditemukan juga karsinoma hati
akibat hiperplasi yang menjadi karsinoma.
6. Infeksi akibat penurunan daya tahan tubuh seperti peritonitis, pneumoni, sistitits,
endokarditis, glomerulonefritis, pielonefritis, sepsis.

1.8.

Pengobatan
Etiologi sirosis mempengaruhi penanganannya. Terapi ditujukan mengurangi progresi

penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang bisa menambah kerusakkan hati, pencegahan dan
penanganan komplikasi. Bila tidak ada koma hepatik diberikan diet yang mengandung protein
1g/Kg BB dan kalori sebanyak 2000-3000 kkal/hari.
Tatalaksana pasien sirosis kompensata ditujukan untuk mengurangi progresi kerusakkan
hati. Terapi ini ditujukan untuk menghilangkan etiologi, diantaranya : alkohol dan bahan-bahan
lain yang toksik dan dapat mencederai hati.
Hepatitis

autoimun

bisa

diberikan

kortikosteroid

atau

imunosupresif.

Pada

hemokromatosis flebotomi setiap minggu sampai konsentrasi besi menjadi normal dan diulang
sesuai kebutuhan. Pada penyakit non-alkoholik; menurunkan berat badan akan mencegah
terjadinya sirosis.
Pada hepatitis B, interferon alfa dan lamivudin merupakan terapi utama. Lamvudin
sebagai terapi lini pertama diberikan 100 mg secara oral setiap hari selama setahun. Interferon
alfa diberikan secara subkutan 3 MIU, tiga kali seminggu 4-6 bulan, namun ternyata juga banyak
yang kambuh.
Pada hepatitis C kronik; kombinasi interferon dan ribavirin merupakan terapi standar.
Interferon diberikan secara suntikan subkutan dengan dosis 5 MIU tiga kali seminggu dan
dikombinasi ribavirin 800-1000 mg/hari selama 6 bulan.

Pada pengobatan fibrosis hati; pengobatan antifibrotik pada saat ini lebih mengarah
kepada peradangan dan tidak terhadap fibrosis. Di masa datang, menempatkan sel stelata sebagai
target pengobatan dan mediator fibrogenik akan merupakan terapi utama.

1.9.

Pengobatan sirosis dekompensata

1.9.1. Asites
Tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2 gram atau 90
mmol/hari. Diet rendah garam dikombinasi dengan obat-obatan diuretic. Awalnya dengan
pemberian spironolakton dengan dosis 100-200 mg sekali sehari. Penurunan berat badan
dimonitor 0.5kg/hari, tanpa adanya edema kaki atau 1Kg/hari dengan adanya edema kaki.
Bilamana pemberian spironolakton tidak adekuat bisa dikombinasi dengan furosemid 20-40
mg/hari dengan dosis maksimal 160mg/hari. Parasintesis dilakukan jika asites terlampau besar.
Pengeluaran asites bisa sampai 4-6 liter dan dilindungi dengan pemberian albumin.

1.9.2. Ensefalopati hepatik


Laktulosa membantu pasien untuk mengeluarkan ammonia. Neomisin bisa digunakan
unuk menurangi bakteri sus penghasil ammonia, diet prtein dikurangi sampai 0,5 gr/kg berat
badan per hari, terutama diberikan yang kaya asam amino rantai cabang.

1.9.3. Varises esophagus


Sebelum berdarah dan sesudah berdarah dapat diberikan obat beta-blocker (propanolol).
Waktu perdarahan akut, bisa diberikan prearat somatostatin atau oktreotid, diteruskan dengan
tindakan skleroterapi aau ligasi endoskopi.

1.9.4. Peritonitis bakerial spontan


Diberikan antibiotik seperti sefotaksim intravena, amoksisilin, atau aminoglikosida.

1.9.5. Sindrom hepaorenal


Mengatasi perubahan sirkulasi darah di hati, mengatur keseimbangan garam dan air.

1.9.6. Transpatasi hati


Terapi definitif pada pasien sirosis deompensata. Namun sebelum dilakukan transplantasi
ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi resipien dahulu.

1.10. Prognosis
Prognosis pasien sirosis tergantung ada tidaknya komplikasi sirosis. Pasien sirosis
kompensata mempunyai harapan hidup lebih lama, jika tidak berkembang menjadi sirosis
dekompensata.
Untuk pasien sirosis hati yang direncanakan tindakan bedah, penilaian prognosis pasien
dilakukan dengan melakukan penilaian skor menurut Child-Turcotte-Pough (skor CTP).
Sementara untuk penilaian pasien sirosis yang direncanakan transplantasi hati menggunakan skor
MELD (Model for End-stage Liver Disease) atau PELD (Pediatric for End-stage Liver Disease).
CTP score :
Klasifikasi CTP
Bilirubin (mg/dL)
Pasien PBC dan PSC
Albumin (g/dL)
PT memanjang
INR
Asites
Ensefalopati

1
<2
<4
>3.5
>3.5
<1,7
-

2
23
4 10
2.8 3.5
46
1.8 2.3
Sedikit atau terkontrol obat
12

3
>3
>10
<2.8
>6
>23
Sedang atau berat
34

Skor MELD atau PELD :


Skor MELD : 3.8*log (bilirubin) + 11,2*log (INR) + 9.6* (kreatinin) +6.4
Interval skor MELD = 6 40
Menurut SHERLOCK, sirosis hati bukanlah penyakit yang progresif. Dengan terapi
yang adekuat dapat terjadi perbaikan. Menurut READ, STEIGMAN jika sudah terdapat
kegagalan hati dan hipertensi portal prognosanya jelek.

BAB II
LAPORAN KASUS
Seorang pasien laki-laki umur 64 tahun dirawat di RSUP DR.M Djamil Padang sejak
tanggal 28 Mei 2011, dengan data data sebagai berikut:
Anamnesis
Autoanamnesis
Identitas pasien
Nama

: Nasir

Umur

: 64 tahun

Jenis kelamin : laki-laki


No. RM

: 74 13 60

Tanggal masuk: 23
KU

: perut semakin membuncit sejak 1 bulan sebelum masuk RS.

RPS

perut semakin membuncit sejak 1 bulan sebelum masuk RS, awalnya os mersa
perutnya kembung, makin lama Perut os dirasakan semakin membuncit.

Mata kuning sejak 3 bulan sebelum masuk RS

BAK seperti teh pekat sejak 3 bulan sebelum masuk RS

BAB seperti dempul sejak 3 bulan sebelum masuk RS

Letih lesu sejak 2 bulan sebelum masuk RS

Nafsu makan menurun sejak 2 bulan sebelum masuk RS

Berat badan os dirasakan menurun sejak 2 bulan sebelum masuk RS

Os mengelukan perutnya tersa menyesak ke atas

Riwayat sakit kuning disangkal.

Riwayat transfusi ,disangkal.

RPD

: tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya.

RPK

: Tidak ada kleuarga yang menderita penyakit seperti ini

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan umum
-

Kesadaran: CMC

Tekanan darah: 120/80

Nadi: 86x/menit

Suhu: 36,8 derajat celcius

Pernapasan: 20x/menit

Sianosis: -

Keadaan umum: sedang

Keadaan gizi: sedang

Edema: -

Anemis: -

Ikterus: -

Kulit

tidak ada kelainan

Kelenjar getah bening :

KGB tidak membesar

Kepala

normocephal

Rambut

hitam dan tidak mudah dicabut

Mata

:
-

Konjunctiva tidak anemis

Sclera ikterik

Telinga

: tidak ada kelainan

Hidung

: tidak ada kelainan

Tenggorokan

: tidak ada kelainan

Gigi dan mulut

: tidak ada kelainan

Leher

: JVP 5 2 cmH2O

Dada

:
Paru
Inspeksi: simetris kiri dan kanan
Palpasi : fremitus sama kiri dan kanan
Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi: vesikuler (N), RI (-), wheezing (-)
Jantung

Inspeksi: iktus terlihat


Palpasi: iktus teraba 1 jari LMCS RIC V
Perkusi :

batas jantung kiri: 1 jari medial LMCS RIC V

batas jantung kanan: LSD

batas atas: RIC II

Auskultasi:

irama murni, teratur

bising (-)

M1>M2

P2 <A2

Perut
Inspeksi: perut tampak membuncit, vena kolateral.
Palpasi: hepar dan lien tidak teraba
Perkusi: shifting dullness (+)
Auskultasi:

BU (+) normal

Bruit (-)

Punggung
CVA, nyeri tekan (-) dan nyeri ketok (-)
Alat kelamin :
Anus

: tidak diperiksa

Anggota gerak:
o RF +/+
o RP -/o Edema -/o Palmar eritema +

Daftar Masalah
Sirosis hepatis post nekrotikum stadium dekompensata
Ikterik kolestasis ekstrahepatal ec. Susp koledoklitiasis
Cara penyelesaian:
-

DUF (darah urin feses)

Faal hepar dan ginjal

Elektrolit

HbsAg, Anti HCV

AFP

USG abdomen

Istirahat/DH II

IVFD Aminofusin hepar : triofusin = 1 : 2, I kolf untuk 8 jam.

Curcuma 3 x 1

Neurodex 3x1

Pengkajian Masalah
Sirosis hepatis post nekrotikum stadium dekompensata
Pemeriksaan:
-

DUF rutin

Faal hepar

USG abdomen

gastroskopi

Istirahat/DH II

IVFD aminofusin hepar : triofusin = 1 : 2, 1 kolf untuk 8 jam

Curcuma 3x1

NTR: 3x1

Lactulac sryp 3x1

Terapi:

Anjuran
o Faal hepar
o Periksa HbSAg
o ALP AFP
o USG abdomen
o Foto thorax
Perjalanan penyakit dan follow up pasien (beserta hasil labor dan pemeriksaan penunjang
lain)
31/05/2011
S/ perut membuncit (+)
O/ Kesadaran: CMC
TD: 120/80
Nadi: 88x/menit
Nafas: 20x/menit
Suhu: 37,1 C
Hasil pemeriksaan darah:
o Hb: 8,7 gram/dL
o Leukosit: 8700/mm3
o Trombosit: 96.000/mm3
o Diff count : 0/0/0/60/37/3
o MCV/MCH/MCHC: 103/37/36
o Ht: 25%
o Retikulosit: 6%
o GDR: 151 gr/dl
o Na/K/Cl : 129/2,5/98
o Albumin: 1,6 gr/dl
o SGOT/SGPT: 69 uI/50 uI
o Alkali phospatase / Gamma GT: 273 uI / 13 uI

Kesan:

Anemia

normositik

normokrom

trombositopenia,

hipoalbuminemia,

hiponatremia
A/ Sirosis Hepatis
P/ koreksi albumin 20%
Koreksi natrium 3%
04/06/2011
Follow up pasien:
S/ perut membuncit (+)
O/ Kesadaran: CMC
TD: 120/70
Nadi: 88x/menit
Nafas: 20x/menit
Suhu: 37 C
Lingkar perut : 96 cm
A/ Sirosis Hepatis
P/ Istirahat/DH II
Curcuma 3x1
NTR: 3x1
Lactulac sryp 3x1
Spironolakton 1x100mg
USG abdomen hari ini
Hasil USG : hati tidak membesar, permukaan tidak rata, parenkim kasar dan heterogen,
pinggir tumpul, vena tidak melebar, duktus biliaris tidak melebar, SOL (-), vena porta melebar,
kandung empedu dinding tebal, batu (-), pankreas normal, lien membesar, ginjal dalam batas
normal. Kesan: sirosis hepatis
Tindakan : tapping cairan asites 6 L
06/06/2011
S/ perut membuncit (+)
O/ Kesadaran: CMC
TD: 110/70

Nadi: 90x/menit
Nafas: 18x/menit
Suhu: 37,2 C
Lingkar Perut : 94 cm
A/ Sirosis Hepatis
P/ terapi lanjut
07/06/2011
S/ perut membuncit (+)
O/ Kesadaran: CMC
TD: 120/80
Nadi: 94x/menit
Nafas: 22x/menit
Suhu: 36,8 C
Lingkar Perut : 95 cm
A/ Sirosis Hepatis
P/ th. lanjut
08/06/2011
S/ perut membuncit (+)
O/ Kesadaran: CMC
TD: 110/80
Nadi: 90x/menit
Nafas: 20x/menit
Suhu: 37 C
Lingkar Perut : 95 cm
A/ Sirosis Hepatis
P/ th. lanjut
09/06/2011
S/ perut membuncit (+)

O/ Kesadaran: CMC
TD: 120/80
Nadi: 93x/menit
Nafas: 20x/menit
Suhu: 36,8 C
Lingkar Perut : 96 cm
A/ Sirosis Hepatis
P/ th. Lanjut
Tapping cairan asites
10/06/2011
S/ perut membuncit (+)
O/ Kesadaran: CMC
TD: 120/80
Nadi: 90x/menit
Nafas: 18x/menit
Suhu: 37,2 C
Lingkar Perut : 92 cm
A/ Sirosis Hepatis
P/ th. Lanjut

DISKUSI
Seorang pasien laki-laki dengan umur 64 tahun mulai dirawat tanggal 28 Mei 2011 di
RSUP Dr.M.Djamil Padang dengan diagnosa Sirosis hepatis post nekrotikum stadium
dekompensata. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa dimana pasien merasakan perutnya
semakin membuncit sakit sejak 3 bulan yang lalu, perut semakin membuncit sejak 1 bulan
sebelum masuk RS, awalnya os merasa perutnya kembung, makin lama Perut os dirasakan
semakin membuncit. Mata kuning sejak 3 bulan sebelum masuk rumah sakit, BAK seperti teh
pekat sejak 3 bulan sebelum masuk RS, BAB seperti dempul sejak 3 bulan sebelum masuk RS,
letih lesu sejak 2 bulan sebelum masuk RS, nafsu makan menurun sejak 2 bulan sebelum masuk
RS, berat badan os dirasakan menurun sejak 2 bulan sebelum masuk RS, Os mengelukan
perutnya terasa menyesak ke atas.
Pemeriksaan fisik pasien didapatkan sclera ikterik, perut membuncit, hepar dan lien tidak
teraba, vena kolateral (+) dan palmar eritem +/+. Perkusi abdomen didapatkan shifting dullness
positif dan auskultasi didapatkan bising usus positif.
Pasien didiagnosa dengan sirosis hepatis post nekrotikum stadium dekompensata. Pada
anamnesa riwayat sakit kuning disangkal, tetapi pada pemeriksaan fisik pasien didapatkan vena
kolateral pada abdomen, palmar eritem+/+ dan pemeriksaan laboratoriumnya didapatkan anemia
normositik normokrom, hipoalbuminemia dan hiponatremia. Pada USG abdomen didapatkan
hati tidak membesar, permukaan tidak rata, parenkim kasar dan heterogen, pinggir tumpul, vena
tidak melebar, duktus biliaris tidak melebar, SOL (-), vena porta melebar, kandung empedu
dinding tebal, batu (-), pankreas normal, lien membesar, ginjal dalam batas normal. Kesan:
sirosis hepatis.
Pasien ini diberikan terapi istirahat / DH 2, IVFD aminofusin hepar: triofusin = 1:2 ( 8
jam/kolf), curcuma 3x1 tab, NTR 3X1 tab, lactulac syr 3x1c. Anjuran pemeriksaan untuk pasien
ini ialah pemeriksaan DUF rutin, faal hepar, elektrolit, HbsAg, ALP dan AFP, foto thorax,
SGOT/SGPT, dan gastroskopi. Pada pasien ini juga dilakukan tapping cairan asites sebanyak 2
kali.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo, Aru W. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1. Edisi IV. Jakarta: Balai
Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2006.
2. Sulaiman, H Ali. Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati. Edisi I. Jakarta: Jayabadi. 2007.
3. Fauci, dkk. Harrisons principles of internal medicine. Edisi XVII. Amerika serikat:
The McGraw-Hill Companies. 2008.

Anda mungkin juga menyukai