Anda di halaman 1dari 20

REFERAT

EMPIEMA
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Kepaniteraan Klinik
Stase Ilmu Penyakit Paru di RSUD Dr. H. Kumpulan Pane Tebing Tinggi

Pembimbing :
dr. J. Parlin Sitanggang Sp.P

Disusun Oleh:
Putri Delima Sitorus
Utari Rahayu Sihombing
Dwi Lenia Wati Parangin-angin
M. Imam Fahmi
Putri Ananda Tumanggor

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SUMATERA UTARA
TEBING TINGGI
2015

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan referat

ini dengan judul

EMPIEMA. Adapun tujuan dalam karya tulis ilmiah ini adalah agar pembaca dapat
mengetahui dan memahami secara jelas mengenai salah satu penyakit empiema dan sebagai
tugas dalam menyelesaikan Kepanitraan Klinik Senior di Bagian Pulmonologi dan Kedokteran
Respirasi.
Saya menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini tidak mungkin terselesaikan dengan baik
tanpa adanya dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dr. J. Parlin Sitanggang Sp.P selaku dokter pembimbing bagian pulmonologi dan
kedokteran respirasi RSUD dr. H .Kumpulan Pane.
2. Teman-teman Sekelompok seperjuangan dan seluruh pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan referat ini.
Demikianlah makalah ini kami susun, semoga dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan
pembaca pada umumnya. Saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Tebing Tinggi, Mei 2015

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

............................................................................................

........................................................................................................

ii

BAB I PENDAHULUAN

............................................................................................

1.1 Latar Belakang

........................................................................................................

1.2 Tujuan

........................................................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

................................................................................

2.1 Anatomi dan Fisiologi pleura.......................................................................................

2.2 Empiema

........................................................................................................

2.2.1 Definisi

........................................................................................................

2.2.2 Epidemiologi

........................................................................................................

2.2.3 Etiologi

........................................................................................................

2.2.4 Klasifikasi dan Stadium Empiema


2.2.5 Patogenesis

....................................................................

........................................................................................................

2.2.6 Manifestasi Klinik

............................................................................................

10

2.2.7 Diagnosis

............................................................................................

10

2.2.8 Diagnosis Banding....................................................................................................

13

2.2.9 Penatalaksanaan .......................................................................................................

13

2.2.10 Komplikasi

.......................................................................................................

15

2.2.11 Prognosis

.......................................................................................................

15

BAB III PENUTUP .......................................................................................................

16

3.1 Kesimpulan

...........................................................................................

16

DAFTAR PUSTAKA

............................................................................................

17

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Empiema adalah suatu efusi pleura eksudat yang disebabkan oleh infeksi langsung pada
rongga pleura yang menyebabkan cairan pleura menjadi purulen atau keruh. Pada empiema
terdapat cairan pleura yang mana pada kultur dijumpai bakteri atau sel darah putih yang
meningkat.
Di negara yang sudah maju, angka kejadian empiema pada waktu sekarang ini sudah
sangat menurun, berkat pengobatan penyakit pneumonia atau bronkopneumonia dengan
antibiotik. Namun di negara yang sedang berkembang seperti di Indonesia, angka kejadiannya
masih tinggi. Angka kejadian tertinggi terdapat pada masa bayi. Empiema terjadi 10% dari anak
yang dirawat dengan pneumonia di era pre Antibiotik dengan kuman patogen terbanyak adalah
Streptoccous pneumoniae. Kejadian empiema meningkat lagi di tahun 50an sebanyak 14% dari
anak yang dirawat dengan pneumonia dengan pneumonia dengan kuman patogen terbanyak
adalah Stafilococcus aureus. Tahun 70-an kejadian empiema menurun yaitu sebanyak 2%.
Hippocrates telah mengenalnya sejak 2.400 tahun yang lampau dan dialah yang pertama
kali melakukan torakosintesis dan drainase pada pleural empiema, kemudian oleh Graham dan
kawan-kawannya dari suatu komisi empiema waktu perang dunia I diberikan cara-cara
perawatan dan pengobatan (pengelolaan) empiema yang dianut sampai sekarang, walaupun cara
pengelolaan empiema di berbagai rumah sakit beraneka ragam, namun tindakan standar masih
tetap dipertahankan. Penyakit tersebut dapat pula disebabkan oleh trauma pada dada (sekitar 15% kasus mendorong ke arah empiema) dan pecahnya abses dari paru ke dalam rongga pleura.
Empiema mempunyai tingkat kematian yang cukup tinggi, biasanya akibat dari kegagalan
bernapas dan sepsis. Dengan ditemukannya antibiotika yang ampuh, maka angka prevalensi dan
mortalitas empiema mula-mula menurun, akan tetapi pada tahun-tahun terakhir oleh karena

perubahan jenis kuman penyebab dan resistensi terhadap antibiotik, morbiditas dan mortalitas
empiema tampak naik lagi.

1.2 Tujuan
Mengetahui definisi, epidemiologi, etiologi, klasifikasi, patofisiologi, manifestasi klinis,
diagnosis, penatalaksanaan, komplikasi dan prognosis pada empiema.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi Pleura

Pleura adalah membran serosa yang licin, mengkilat, tipis dan transparan. Membran ini
menutupi jaringan paru dan terdiri dari 2 lapis:1
1. Pleura viseralis: terletak disebelah dalam, langsung menutupi permukaan paru.
2. Pleura parietalis: terletak disebelah luar, berhubungan dengan dinding dada.
Pleura parietalis dan viseralis terdiri atas selapis mesotel (yang memproduksi cairan),
membran basalis, jaringan elastik dan kolagen, pembuluh darah dan limfe.2
Membran pleura bersifat semipermiabel. Sejumlah cairan terus menerus merembes keluar
dari pembuluh darah yang melalui pleura parietal. Cairan ini diserap oleh pembuluh darah pleura
viseralis, dialirkan ke pembuluh limfe dan kembali kedarah. Efusi terjadi jika pemnbentukan
cairan oleh pleura parietalis melampau batas pengambilan yang dilakukan pleura viseralis.2
Rongga pleura adalah rongga potensial, mempunyai ukuran tebal 10-20 mm, berisi sekitar
10 cc cairan jernih yang tidak bewarna, mengandung protein < 1,5 gr/dl dan 1.500 sel/ml. Sel
cairan pleura didominasi oleh monosit, sejumlah kecil limfosit, makrofag dan sel mesotel. Sel

polimorphonuklear dan sel darah merah dijumpai dalam jumlah yang sangat kecil didalam cairan
pleura.3
Selain itu, rongga pleura (ruang intrapleural) adalah ruang potensial antara pleura parietal
dan viseral yang mengandung lapisan tipis cairan pelumas. Cairan ini disekresi oleh sel-sel
pleural sehingga paru-paru dapat mengembang tanpa melakukan friksi. Tekanan dalam rongga
pleura lebih rendah dari tekanan atmosfir sehingga mencegah terjadinya kolaps paru. Jika pleura
bermasalah seperti mengalami peradangan, maka udara atau cairan dapat masuk kedalam rongga
pleura. Hal tersebut dapat menyebab kan peru-paru tertekan dan kolaps.3
Volume cairan pleura selalu konstan, dipengaruhi oleh tekanan hidrostatik sebesar

mmHg , diproduksi oleh pleura parietalis, serta tekanan koloid osmotik sebesar 10 mmHg yang
selanjutnya akan diabsorbsi oleh pleura viseralis. Penyebab akumulasi cairan pleura adalah
sebagai berikut :4
1.
2.
3.
4.

Menurunnya tekanan koloid osmotik (hipolbuminemia).


Meningkatnya permeabilitas kapiler (radang, neoplasma).
Meningkatnya tekanan hidrostatik (gagal jantung).
Meningkatnya tekanan negatif intrapleura (atelektasis).

2.2 Empiema
2.2.1 Definisi
Empiema adalah kumpulan nanah dalam rongga antara paru-paru dan membran yang
mengelilinginya (rongga pleura). Kata ini berasal dari bahasa Yunani empyein yang artinya
menghasilkan nanah (supurasi). Tapi, kadang juga digunakan sebagai pengumpulan nanah di
kandung empedu atau rongga pelvic. Empiema di rongga pleural biasanya dikenal dengan
empiema thoraks, untuk membedakan dengan empiema di rongga tubuh lain.5
2.2.2 Epidemiologi
Dinegara yang sudah maju, angka kejadian empiema pada waktu sekarang ini sudah sangat
menurun, berkat pengobatan penyakit pneumonia atau bronkopneumonia dengan antibiotik.
Namun di negara yang sedang berkembang seperti di Indonesia, angka kejadiannya masih tinggi.
Angka kejadian tertinggi terdapat pada masa bayi. Empiema terjadi 10% dari anak yang dirawat
dengan pneumonia di era pre Antibiotik dengan kuman patogen terbanyak adalah Streptoccous

pneumoniae. Kejadian empiema meningkat lagi di tahun 50an sebanyak 14% dari anak yang
dirawat dengan pneumonia dengan pneumonia dengan kuman patogen terbanyak adalah
Stafilococcus aureus. Tahun 70-an kejadian empiema menurun yaitu sebanyak 2%.6
Akhir-akhir ini kejadian empiema kembali meningkat di seluruh dunia. Studi retrospektif
di Texas tahun 1993-2002 menemukan peningkatan kejadian empiema anak yaitu dari 5,8 kasus
per 10.000 pasien di tahun 1993-2000 dengan usia rata-rata adalah 4 tahun. Tahun 2001-2002
jumlah kasus manurun hingga 12,3 kasus per 10.000 pasien. Peningkatan kasus juga ditemukan
di Inggris yaitu 14 kasus per 1 juta penduduk di tahun 1995/1996 menjadi 26 kasus di tahun
2002-2003. Jumlah kasus empiema pada anak di Australia juga meningkat yaitu 4 kasus per 1
juta penduduk di tahun 1993-1994 menjadi 9,6 kasus per 1 juta penduduk di tahun 2004-2005
dan kejadian empiema pada pneumonia meningkat dari 0,27% menjadi 0,7%. Penyebab
peningkatan ini belum jelas, diduga akibat munculnya strain pneumococcal yang lebih virulen
dan strain Meticilin Resisten Stafilococcus Aures (MRSA). Satu penelitian retrospektif di
Amerika Serikat Tahun 2005-2008 menemukan bahwa pneumonia dengan empiema lebih
banyak di sebabkan oleh MRSA. 6
2.2.3

Etiologi

1. Berasal dari Paru


a. Pneumonia
Infeksi paru seperti pneumonia dapat menyebar secara langsung ke pleura., penyebaran
melalui sistem limfatik atau penyebaran secara hematogen. Penyebaran juga bisa terjadi akibat
adanya nekrosis jaringan akibat pneumonia.5
b. Abses Paru
Abses akibat aspirasi paling sering terjadi pada segmen posterior lobus atas dan segmen
apikal lobus bawah, dan sering terjadi pada paru kanan, karena bronkus utama kanan lebih lurus
dibanding kiri. Abses bisa mengalami ruptur ke dalam bronkus, dengan isinya diekspektorasikan
keluar dengan meninggalkan kavitas yang berisi air dan udara, kadang-kadang abses ruptur ke
rongga pleura sehingga terjadi empiema.
c. Bronkiektasis
d. TB paru
e. Aktinomikosis paru
f. Fistel Bronko-Pleura5

2.Infeksi yang berasal dari diluar paru


a. Trauma Thoraks
b. Torasentesi pada pleura
c.Sufrenik abses
d.Amoebic liver abses
e.Pembedahan thorak5
Pembedahan thorak yang tidak steril dapat mengakibatkan masuknya kuman ke rongga
pleura sehingga terjadi peradangan di rongga pleura yang dapat menimbulkan empiema. Akibat
instrument bedah, rupturnya esophagus, bocornya anastomis esophagus dan fistula bronkopleural
yang diikuti dengan pneumonektomi.5
3. Bakteriologi
Sebelum antibiotic berkembang, pneumokokus (Streptococus pneumoniae) dan
Streptococus b hemolyticus (Sterptococus pyogenes) adalah penyebab empiema yang terbesar di
bandingkan sekarang. Basil gram negatif seperti Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa,
Proteus species dan Klebsiella pneumoniae merupakan grup yang terbesar dan hampir 30 %
dijumpai pada hasil isolasi setelah berkurangnya kejadian empiema sebagai komplikasi
pneumonia pneumokokus.5
Staphilococcus aureus adalah bakteri gram positif dengan sifatnya yang dapat
menghemolisa darah dan mengkoagulasi plasma. Bakteri ini tumbuh dalam keadaan aerob,
bakteri ini dapat memproduksi eksotoksin yang dapat menghemolisis eritrosit, kemudian
leukocidin yang dapat membunuh leukosit, dan menyebabkan peradangan pada rongga pleura.5
Staphylococcus aureus merupakan organisme penyebab infeksi yang paling sering
menyebabkan empiema pada anak-anak, terutama pada bayi sekitar 92 % empiema pada anakanak di bawah 2 tahun. Bakteri gram negatif yang lain Haemophilus influenzae adalah penyebab
empiema pada anak-anak.5
Empiema juga dapat disebabkan organisme yang lain seperti empiema tuberkulosis yang
sekarang jarang dijumpai pada negara berkembang. Empiema jarang disebabkan oleh jamur,
terutama pada penderita yang mengalami penurunan daya tahan tubuh (Immunocompromised).
Aspergillus species dapat menginfeksi rongga pleura dan dapat menyebabkan empiema dan ini

terkadang terjadi pada penderita yang mengalami penurunan daya tahan tubuh yang dapat
menyebabkan penyakit paru-paru dan pleura yang serius walaupun jarang.5
Untuk terjadinya infeksi paru-paru, kuman pathogen harus dapat melewati saluran
pernapasan bawah.5
2.2.4 Klasifikasi dan Stadium Emfiema
Empiema dibagi menjadi dua:
1. Empiema Akut
Empiema akut disebabkan oleh infeksi akut di paru atau diluar paru. Mungkin pada fase
infeksi, cairan tidak tampak sebagai pus tetapi sebagai cairan jernih kuning atau kekuningkuningan. Sering timbul endapan fibrin sehingga sulit mengeluarkan pus.6
2. Empiema Kronik
empiema kronis yaitu empyema yang berlangsung lebih dari 3 bulan. Empiema disebut
kronik bila paru sudah tidak bisa mengempis lagi ketika rongga pleura dibuka atau ketika dibuat
hubungan langsung dengan dunia luar, umumnya keadaan ini disebabkan oleh terbentuknya
fibrin yang merupakan pembukus tebal (sampai 1 cm) dan keras yang disebut korteks empiema.
Karena adanya korteks ini paru tidak dapat menguncup bila rongga pleura dibuka. Kadang
empiema menembus dinding dada sampai menyebabkan fistel kulit. Keadaan ini disebut
empiema nesesitasis.6
Apabila pleura parietalis dan viseralis menyatu pada tempat tertentu terjadi yang disebut
lakunasi, sehingga empiema terdapat dibeberapa ruang. Karena kronik ini dapat terjadi karena
penyebab empiema tidak dihilangkan, mungkin juga karena adanya benda asing.6
Ada tiga stadium empiema toraks yaitu:
a. Stadium 1
Disebut juga stadium eksudatif atau stadium akut, yang terjadi pada hari-hari pertama
saat efusi. Inflamasi pleura menyebabkan peningkatan permeabilitas dan terjadi penimbunan
cairan pleura namun masih sedikit. Cairan yang dihasilkan mengandung elemen seluler yang
kebanyakan terdirir atas neutrofil.stadium ini terjadi selama 24 72 jam dan kemudian
berkembang menjadi stadium fibropurulen. Cairan pleura mengalir bebas dan dikarakterisasi
dengan jumlah darah putih yang rendah dan enzim laktat dehidrogenase (LDH) yang rendah

serta glukosa dan pH yang normal, drainase yang dilakukan sedini mungkin dapat mempercepat
perbaikan.6
b. Stadium 2
Disebut juga dengan stadium fibropurulen atau stadium transisional yang dikarakterisasi
dengan inflamasi pleura yang meluas dan bertambahnya kekentalan dan kekeruhan cairan.
Cairan dapat berisi banyak leukosit polimorfonuklear, bakteri dan debris seluler. Akumulasi
protein dan fibrin disertai pembentukan membrane fibrin, yang membentuk bagian atau lokulasi
dalam ruang pleura. Saat stadium ini berlanjut, pH cairan pleura dan glukosa menjadi rendah
sedangkan LDH meningkat. Stadium ini berakhir setelah 7 10 hari dan sering membuntuhkan
penanganan yang lanjut seperti torakostomi dan pemasangan tube.6
c. Stadium 3
Disebut juga stadium organisasi (kronik). Terjadi pembentukan kulit fibrinosa pada
membrane pleura, membentuk jaringan yang mencegah ekspansi pleura dan membentuk lokulasi
intrapleura yang menghalangi jalannya tuba torakostomi untuk drainase. Kulit pleura yang kental
terbentuk dari resorpsi cairan dan merupakan hasil dari proliferasi fibroblast. Parenkim paru
menjadi terperangkap dan terjadi pembentukan fibrotoraks. Stadium ini biasanya terjadi selama 2
Infeksi
Paru
Invasi
:
Bakteri
di Paru
Trauma
Pembedahan
4 minggu
setelah
gejala
awal.:6 Streptococcus dan Pneumococus
Pneumonia, Abses paru

Peradangan akut diikuti pembentukan eksudat serous

Sel-sel Polymorphonuclear Mengandung kadar protein


2.2.5 Patogenesis7
Cairan keruh dan kental
Pathway

Ada endapan fibrin


Membentuk kantung yang melokalisasi nanah
Menembus bronkus Menembus dinding toraks dan kluar melalui kulit
Fistel bronkopleura

Empiema nessensiatis

EMPIEMA AKUT

EMPIEMA KRONIS

2.2.6 Manifestasi Klinis


1.Empiema Akut
Dari anamnesis ditemukan batuk-batuk yang tidak produktif setelah suatu infeksi paru atau
bronkopneumonia, atau terdapat gejala dan tanda yang sesuai dengan penyebab lain. Biasanya
penderita mengeluh nyeri dada kalau cairan belum banyak. Penderita tampak sakit berat, pucat,

sesak napas, dan mungkin terdapat napas cuping hidung. Pada palpasi, fremitus vocal melemah,
pada perkusi ditemukan pekak yang memberikan gambaran garis melengkung, sedangkan
auskultasi mungkin memperdengarkan krepitasi, bising napas yang hilang, atau ronki yang
menghilang di batas cairan.8
2.Empiema Kronik
Dari anamnesis dapat diketahui apakah ada penyakit yang sudah lama diderta, misalnya
tuberculosis paru, bronkiektasis, abses hepar, abses paru, atau kanker paru. Pada pemeriksaan
biasanya keadaan umum tidak baik, demam, gizi kurang, dada yang terkena lebih kecil dari yang
sebelah, dan gerakan pernapasan tertinggal baik pada akhir inspirasi atau ekspirasi. Pada palpasi
fremitus vocal sering meninggi tetapi kadang-kadang melemah. Perkusi redup sampai pekak
tergantung dari keadaan fibrosisnya.8
2.2.7

Diagnosis
1.
Anamnesis
a) Demam dan keluar keringat malam.
b) Nyeri pleura.
c) Dispnea.
d) Anoreksia dan penurunan berat badan.8
2.

Pemeriksaan Fisik

a)
a)
b)
c)
d)
e)

Pada auskultasi dada ditemukan penurunan suara napas.


Pada perkusi dada ditemukan suara flatness.
Pada palpasi ditemukan penurunan fremitus.
Sisi yang sakit lebih cembung, tertinggal pada pernapasan.
Mediastinum terdorong ke sisi yang sehat.
Pada empiema yang kronis hemitoraks yang sakit mungkin sudah mengecil karena
terbentuknya schwarte.8

3. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Radiologi
a. Foto thoraks PA dan lateral didapatkan gambaran opacity yang menunjukan adanya
cairan dengan atau tanpa kelaina paru. Bila terjadi fibrothoraks , trakhea di mediastinum
tertarik ke sisi yang sakit dan juga tampak adanya penebalan.
b. Cairan pleura bebas dapat terlihat sebagai gambaran tumpul di sudut kostofrenikus pada
posisi posteroanterior atau lateral.

c. Dijumpai gambaran yang homogen pada daerah posterolateral dengan gambaran opak
yang konveks pada bagian anterior yang disebut dengan D-shaped shadow yang
mungkin disebabkan oleh obliterasi sudut kostofrenikus ipsilateral pada gambaran
posteroanterior.
d. Organ-organ mediastinum terlihat terdorong ke sisi yang berlawanan dengan efusi.
e. Air-fluid level dapat dijumpai jika disertai dengan pneumotoraks, fistula bronkopleural.9

Gambaran radiologi empiema7

Gambaran radiologi empiema dengan organ-organ mediastinum terlihat terdorong ke


sisi yang berlawanan dengan efusi7

2. Pemeriksaan pus
Aspirasi pleura akan menunjukan adanya pus di dalam rongga dada(pleura).
Pus dipakai sebagai bahan pemeriksaan sitologi , bakteriologi, jamur dan amoeba.
Untuk selanjutnya, dilakukan jkultur (pembiakan) terhadap kepekaan antobiotik.8
3. Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
a. Pemeriksaan dapat menunjukkan adanya septa atau sekat pada suatu empiema
yang terlokalisir.
b. Pemeriksaan ini juga dapat membantu untuk menentukan letak empiema yang
perlu dilakukan aspirasi atau pemasangan pipa drain.7
4. Pemeriksaan CT scan :
a. Pemeriksaan CT scan dapat menunjukkan adanya suatu penebalan dari pleura.
b. Kadang dijumpai limfadenopati inflamatori intratoraks pada CT scan7
5.

Pemeriksaan Gram/kultur sputum dan darah

Dapat diambil dengan biopsy jarum,aspirasi transtrakeal, bronkoskopi


fiberoptik atau biopsy pembukaan paru untuk mengatasi organisme penyebab. Lebih
dari satu tipe organisme ada: bakteri yang umum meliputi diplokokus pneumonia,
strafilokokus

aureus,

A-hemolitik

streptokokus,

haemophilus

influenza:

CMV.Catatan: kultur sputum dapat tak mengidentifikasi semua organisme yang ada,
kultur darah dapat menunjukkan bakterimia sementara.9
2.2.8

Diagnosa Banding
1. Empiema
2. Tuberkulosis Paru
3. Pneumonia
4. Abses paru
5. Tumor paru
6. Pleuritis3
2.2.9 Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan adalah untuk menyembuhkan infeksi dan menghilangkan pengumpulan
pus dari ruang antara paru dan permukaan bagian dalam dari dinding dada.
1.
Antibiotik

Mengatasi infeksi

Mengingat kematian utama karena sepsis, maka antibiotic memegang peranan


penting. Antibiotic harus segera diberikan begitu diagnose ditegakkan dan dosisnya
harus adekuat. Pemilihan antibiotic didasarkan pada pengecatan gram dan asupan
nanah. Pengobatan selanjutnya bergantung pada hasil kultur dan sensitivitasnya.
Antibiotic dapat diberikan secara sistemik atau topical. Biasanya diberikan Penicillin.10

2. Evaluasi Pus
a. Pengosongan Pus
Prinsip penatalaksaan ini seperti umumnya yang dilakukan pada abses untuk
mencegah efek toksiknya.10

Closed drainage-tube toracostorry water sealed drainage dengan indikasi:


i. Nanah sangat kental dan sukar diaspirasi.
ii.
Nanah terus terbentuk setelah dua minggu.
iii.
Terjadinya piopneumotorak.
WSD dapat juga dibantu dengan pengisapan negative sebesar 10-20 cmH 2O jika setelah 3-4
minggu tidak ada kemajuan, harus ditempuh cara lain seperti pada empiema kronis.10

Drainage terbuka (Open drainage)


Dilakukan dengan menggunakan kateter karet yang besar, oleh karenanya disertai

juga dengan reaksi tulang iga. Open drainage ini juga dikerjakan pada empiema kronis, hal
ini bisa terjadi akibat pengobatan yang terlambat atau tidak adekuat, misalnya aspirasi yang
terlambat/tidak adekuat, darnase tidak adekuat atau harus sering mengganti/membersikan
drain.10
3.Penutupan Rongga Empiema
Pada empiema menahun sering kali rongga empiema tidak menutup karena
penebalan dan kekakuan pleura. Pada keadaan demikian dilakukan pembedahan
(dekortikasi) atau torakoplasti.10
Dekortikasi 11
Tindakan ini termasuk operasi besar, dilakukan dengan indikasi berikut:
1. Drain tidak berjalan baik karena banyak kantong-kantong
2. Letak empiema sukar dicapai oleh drain
3. Empiema totalis yang mengalami oganisasi pada pleura viseralis
Torakoplasti 11
Alternative untuk torakoplasti diambil jika empiema tidak kunjung sembuh
karena adanya fistel bronkopleura atau tidak mungkin dilakukan dekortikasi.

4.Pengobatan Kausal
Misalnya pada subrenik abses dengan drainase subdiafragmatika, terapi spesifik
pada amoebiasis dan sebagainya.
5. Pengobatan Tambahan
Perbaikan keadaan umum, fisioterapi untuk membebaskan jalan napas.

2.2.10 Komplikasi
Adapun komplikasi secara khusus yang dapat timbul dari empiema adalah sebagai
berikut:11
1. Bula yang terbesar terbentuk karena bersatunya alveoli yang pecah sehingga dapat
memperburuk fungsi dari pernapasan.
2. Pneumotoraks yang disebabkan oleh karena pecahnya bula kadang-kadang dapat
berubah menjadi ventil pneumotoraks.
3. Kagagalan pernapasan dank or pulmonale merupakan komplikasi terakhir dari
empiema. Kematian justru terjadi setelah terjadinya kegagalan pernapasan. Pada tipe
pink puffer, walaupun pasien tampak sangat sesak akan terapi O2 dan CO2 darah
masih dalam batas normal.
4. Terjadinya penurunan berat badan yang hebat, terutama pada usia muda.
5. Infeksi pleura mengarah ke sepsis, perlu diadakan evaluasi pepsis secara menyeluruh,
misalnya foto dada.
6. Sepsis, yang mana pertama sekali dapat membentuk abses subfrenik sebelum
menyebar ke rongga pleura melalui aliran getah bening.

2.2.11 Prognosis
Prognosis dipengaruhi oleh umur, penyakit dasarnya dari pengobatan permulaan yang
adekuat. Angka kematian meningkat pada umur tua, penyakit dasar yang berat dan pengobatan
yang adekuat. 10

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Empiema adalah kumpulan nanah dalam rongga antara paru-paru dan membran yang
mengelilinginya (rongga pleura). Kata ini berasal dari bahasa Yunani empyein yang artinya
menghasilkan nanah (supurasi).

Penyebab terjadinya empiema sendiri terbagi menjadi:


1.
Infeksi yang berasal dari dalam paru :
Pneumonia
Abses paru
Bronkiektasis
TBC paru
Aktinomikosis paru
Fistel Bronko-Pleura
2.
Infeksi yang berasal dari luar paru :
Trauma Thoraks
Pembedahan thorak
Torasentesi pada pleura
Sufrenik abses
Amoebic liver abses (6)

Bentuk klinis empyema terdiri atas empyema akut pada fase ini, cairan tidak tampak
sebagai pus tetapi sebagai cairan jernih kuning atau kekuning-kuningan dan empiema kronis
yaitu empyema yang berlangsung lebih dari 3 bulan. Stadium-stadium dalam empyema antara
lain stadium eksudat, stadium fibropurulen danstadium organisasi. Diagnosa empyema dapat
ditegakan melalui pemeriksaan fisik, foto thorak, aspirasipleura dan biopsy pleura.
Prinsip pengobatan empiema yaitu berupa pengosongan pus, antibiotika, penutupan
rongga empyema, pengobaan kausal.

DAFTAR PUSTAKA
1. Guyton, Arthur, C. Hall, John, E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta : EGC;
2006. P. 598
2. Alsagaff, Hood. Mukty, H. Abdul. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya :
Airlangga University Press; 2009. P. 162-179
3. Rogayah, Rita. Empiema. 2010. Jakarta : Dept. Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran
Respirasi FKUI. Diakses tanggal 27 Mei 2013 :
http://staff.ui.ac.id/internal/140240448/material/empiema.pdf
4. Bartlett JG: Anaerobic bacterial infections of the lung. Chest 1987 Jun; 91(6): 901-9
5. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2.
Jakarta: Media Aesculapsion
6. Rosenbluth DB. 2002. Pleural effusion: Nonmalignant and malignant. In: Fishmans of
pulmonary disease and disorders. Editors: Fishman AP, Elias JA, et al. 3rd. Ed. McGrawHill Companies, 487-506.

7. Marc Tobler, Barry HG, et al. Empyema Imaging. 2011. Medscape. diakses tanggal 27
Mei 2013. http://emedicine.medscape.com/article/355892-overview
8. Huang-Che H, Heng-Chung C, et al. Lung abcess predicts the surgical outcome in
patients with pleural empyema. 2010. Journal of Cardiothoracic Surgery. diakses tanggal
28 Mei 2013 http://www.cardiothoracicsurgery.org/content/5/1/88
9. Malueka, Rusdy Ghazali. 2007. Radiologi Diagnostik. Yogyakarta : Pustaka Cendekia
Press
10. Yousef AA, Jaffe A. The Management of Peadiatric Empyema. HK J Paediatr
2009;14:16-21
11. Amin, Muhammad dkk. 1989. Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga University Press

Anda mungkin juga menyukai