Anda di halaman 1dari 24

Nama : Rudi Lado

Nim

: 1008011045
TES BUTA WARNA

DEFINISI
Buta warna adalah suatu kelainan yang disebabkan ketidakmampuan sel-sel kerucut mata
untuk menangkap suatu spektrum warna tertentu, sehingga pasien tidak atau kurang dapat
membedakan warna yang dapat terjadi kongenital atau didapat akibat penyakit tertentu. (1,2)
PENGLIHATAN WARNA
Persepsi visual sangat dipengaruhi oleh struktur anatomi mata. Kornea dan lensa masuk
menjadi impuls-impuls saraf yang akan diteruskan ke otak. Di bagian inilah, proses penglihatan
warna berlangsung. Bagian fovea terdiri dari sel kerucut namun bentuknya menyerupai batang.
Perbedaan penting antara sel batang dan kerucut adalah fungsinya. Fungsi sel batang adalah
untuk melihat dalam kondisi kurang cahaya sedangkan sel kerucut bertugas untuk penglihatan
dengan cahaya yang cukup. (1,2)
Berdasarkan responsivitasnya, sel kerucut dibagi menjadi 3 macam, S cone, M cone, L
cone, sedangkan sel batang hanya terdiri dari satu tipe sel. Penamaan ini berdasarkan pada
sensitivitas sel terhadap panjang gelombang cahaya short wavelength, middle wavelength, dan
long wavelength. Ada juga yang menamakan panjang gelombang ini sebagai RGB (red, green,
dan blue) namun, penamaan SML dirasa lebih tepat. Pada sel kerucut, terdapat 3 tipe yang
menampilkan warna, sedangkan sel batang hanya satu macam, menunjukkan bahwa sel batang
tidak mampu mengidentifi kasi warna. Sel S tersebar merata pada seluruh retina, namun tidak
terdapat di daerah tengah fovea. Perbandingan jumlah L:M:S adalah 12:6:1. (1,)
Mekanisme penglihatan warna dapat
dijelaskan menurut teori-teori di bawah ini:
1. Teori trikromatik
Pada teori ini, dikenal 3 reseptor yang sensitive terhadap 3 spektrum warna yaitu merah,
hijau, dan biru. Gambaran warna muncul karena rasio signal dari 3 reseptor warna yang dikirim

ke otak dibandingkan sampai menampilkan warna. Teori trikromatik ini tidak diragukan, tetapi
tidak dapat menjelaskan fenomena transmisi ke otak.
2. Teori Herings opponent colors
Hering mengajukan teori lawan warna dengan observasinya meliputi penampilan warna,
kontras warna, foto setelah jadi, dan defisiensi penglihatan warna. Hering mencatat
penemuannya bahwa warna tertentu tidak terjadi secara bersamaan, contohnya kemerahankehijauan dan kekuningankebiruan. Hering menemukan bahwa kontras warna ikut berpengaruh
untuk membedakan warna yang berpasangan.
3. Teori modern opponent colors
Teori ini bertentangan dengan teori trikromatik. Teori ini menyatakan bahwa warna yang
diterima di reseptor warna dikirim ke retina untuk diubah sinyalnya dan baru dikirim ke otak. (1,2)
ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI
Buta warna dapat terjadi secara kongenital atau didapat akibat penyakit tertentu. Buta
warna yang diturunkan tidak bersifat progresif dan tidak dapat diobati. Pada kelainan macula
(retinitis sentral dan degenerasi makula sentral), sering terdapat kelainan pada penglihatan
warna biru dan kuning, sedang pada kelainan saraf optik akan terlihat gangguan penglihatan
warna merah dan hijau. (1,2)
Buta warna umumnya dianggap lebih banyak terdapat pada laki-laki dibanding perempuan
dengan perbandingan 20:1. Buta warna herediter merupakan kelainan genetik sexlinked pada
kromosom X ayah dan ibu. Anak perempuan menerima satu kromosom X dari ibu dan satu dari
ayah. Dibutuhkan hanya satu gen untuk penglihatan warna normal. Anak laki-laki, menerima
kromosom X dari ibu dan Y dari ayah, jika gen X tunggal tidak mempunyai gen fotopigmen
maka akan terjadi buta warna. Dikenal hukum Kollner yang menyatakan defek penglihatan
warna merah hijau merupakan lesi saraf optik ataupun jalur penglihatan, sedangkan defek
penglihatan biru kuning akibat kelainan pada epitel sensori retina atau lapis kerucut dan batang
retina. Terdapat pengecualian Hukum Kollner:
Neuropati optik iskemik, atrofi optic pada glaukoma, atrofi optik diturunkan secara dominan,
atrofi saraf optik tertentu memberikan cacat biru kuning.
Defek penglihatan merah hijau pada degenerasi makula, mungkin akibat kerusakan retina yang
terletak pada sel ganglionnya.

Pada degenerasi makula juvenile terdapat buta biru kuning, merah hijau atau buta warna total,
sedangkan degenerasi makula stardgart dan fundus fl avimakulatus mengakibatkan gangguan
pada warna merah hijau.
Defek penglihatan warna biru dapat pula terjadi pada peningkatan tekanan intraokular.
Gangguan penglihatan biru kuning terdapat
pada glaukoma, ablasio retina, degenerasi pigmen retina, degenerasi makula senilis dini, myopia,
korioretinitis, oklusi pembuluh darah retina, retinopati diabetik dan hipertensi, papil edema, dan
keracunan metil alcohol serta pada penambahan usia. Ganguan penglihatan merah hijau terdapat
pada kelainan saraf optik, keracunan tembakau dan racun, neuritis retrobulbar, atrofi optik, dan
lesi kompresi traktus optikus. (1,2)
KLASIFIKASI BUTA WARNA
Defek penglihatan warna atau buta warna dapat dikenal dalam bentuk7:
1. Trikromatik, yaitu keadaan pasien mempunyai 3 pigmen kerucut yang mengatur fungsi
penglihatan. Pasien buta warna jenis ini
dapat melihat berbagai warna, tetapi dengan interpretasi berbeda dari normal. Bentuk defisiensi
yang paling sering ditemukan:
Deuteranomali, dengan defek pada penglihatan warna hijau atau kelemahan fotopigmen M
cone atau absorpsi M cone bergeser ke arah gelombang yang lebih panjang sehingga
diperlukan lebih banyak hijau untuk menjadi kuning baku.
Protanomali, kelemahan fotopigmen L cone atau absorpsi L cone ke arah gelombang yang
lebih rendah, diperlukan lebih banyak merah untuk menggabung menjadi kuning baku pada
anomaloskop. Protanomali dan deutronomali terkait kromosom X dan, di Amerika, terdapat
pada 5% anak laki-laki.
Tritanomali, merupakan defek penglihatan warna biru atau fotopigmen S cone atau absorpsi
S cone bergeser ke arah gelombang yang lebih panjang. Kelainan ini bersifat autosomal
dominan pada 0,1% pasien.
2. Dikromatik, yaitu pasien mempunyai 2 pigmen kerucut, akibatnya sulit membedakan warna
tertentu.

Protanopia, keadaan yang paling sering ditemukan dengan defek pada penglihatan warna
merah hijau atau kurang sensitifnya pigmen merah kerucut (hilangnya fotopigmen L cone)
karena tidak berjalannya mekanisme red-green opponent.
Deuteranopia, kekurangan pigmen hijau kerucut (hilangnya fotopigmen M cone) sehingga
tidak dapat membedakan warna kemerahan dan kehijauan karena kurang berjalannya
mekanisme viable red-green opponent.
Tritanopia (tidak kenal biru), terdapat kesulitan membedakan warna biru dari kuning karena
hilangnya fotopigmen S-cone. (1,2)
3. Monokromatik (akromatopsia atau buta warna total), hanya terdapat satu jenis pigmen sel
kerucut, sedangkan dua pigmen lainnya

rusak. Pasien sering mengeluh fotofobia, tajam

penglihatan kurang, tidak mampu membedakan warna dasar atau warna antara (hanya dapat
membedakan hitam dan putih), silau, dan nistagmus. Kelainan ini bersifat autosomal resesif.
Monokromatisme sel batang (rod monochromatism) Disebut juga suatu akromatopsia
(seluruh komponen pigmen warna kerucut tidak normal), terdapat kelainan pada kedua mata
bersama dengan keadaan lain, seperti tajam penglihatan kurang dari 6/60, nistagmus,
fotofobia, skotoma sentral, dan mungkin terjadi akibat kelainan sentral hingga terdapat
gangguan penglihatan warna total, hemeralopia (buta silang), tidak terdapat buta senja atau
malam, dengan kelainan refraksi tinggi. Insidens sebesar 1 dalam 30.000 dan pewarisan secara
autosomal resesif menyebabkan mutasi gen yang menyandi protein photoreceptor cation
channel or cone transducin.
Monokromatisme sel kerucut (cone monochromatism)Terdapat hanya sedikit defek atau
yang efektif hanya satu tipe pigmen sel kerucut. Hal ini jarang, 1 dalam 100.000. Tajam
penglihatan normal, tidak tedapat nistagmus, tidak terdapat diskrimanasi warna. Biasanya
disebabkan monokromasi biru, terkait kromosom X resesif, yang menyebabkan mutasi gen
yang menyandi opsin kerucut merah dan hijau. (1,2)
DIAGNOSIS
Uji Ishihara merupakan ujia untuk mengetahui defek penglihatan warna didasarkan pada
menentukan angka atau pola yang ada pada kartu dengan berbagai ragam warna. Penapisan
dengan uji Ishihara merupakan evaluasi minimum gangguan penglihatan warna. Uji ini memakai

seri titik bola kecil dengan warna dan besar berbeda (gambar pseudokromatik) sehingga
keseluruhan terlihat warna pucat dan menyulitkan pasien dengan kelainan warna. Penderita buta
warna atau dengan kelainan penglihatan warna dapat melihat sebagian atau sama sekali tidak
dapat melihat gambaran yang diperlihatkan. Pada pemeriksaan, pasien diminta melihat dan
mengenali tanda gambar yang diperlihatkan selama 10 detik. (1,2)

TES KONFRONTASI
Lapangan pandang mata adalah luas lapangan penglihatan seorang individu. Terdapat tiga
jenis lapangan pandang; lapangan makular yaitu lapangan pandang yang paling jelas dilihat oleh
kedua mata, lapangan binokular yang dilihat oleh kedua mata secara umumnya dan lapangan
monokular yaitu kawasan yang bisa dilihat oleh salah satu mata saja.

Gambar 1.:Lapangan Pandang Mata

Jaringan neural penglihatan terjadi apabila cahaya yang masuk ke dalam mata sampai ke
fotoreseptor di retina. Setelah itu, transmisi impuls pada nervus optikus kepada kiasma optik.
Traktus optikus, yaitu serabut saraf optik dari kiasma optik, membawa impuls ke lobus serebral
dimana penglihatan diinterpretasikan.
Untuk suatu objek terfokus ke atas retina, semakin jauh objek itu, semakin menipis lensa
mata untuk memfokusnya.Pengubahan bentuk lensa dikawal oleh otot siliari yang terdapat pada
badan siliari, disebut akomodasi. Apabila terjadi kontraksi, fiber dalam ligamen suspensori
meregang dan menyebabkan lensa menebal dan menjadi lebih konveks.
Nervus optikus adalah juluran-juluran sentral asel bipolar di stratum optikum retinae.
Neuron-neuron tersebut mengantarkan impuls visual dari retina ke korpus genikulatum lateral
dan kulikulus superior. Impuls visual yang ada di korpus genikulatum lateral dikirim ke korteks
visual sebagai suatu penglihatan. Respo rangsang visual adalah batang dan kerucut yang ada di
lapisan retina terdalam. Batang merupakan reseptor impuls visual pada penerangan yang
berintensitas rendah dan tidak peka terhadap rangsang warna. Sel kerucut merupakan reseptor
impuls visual pada penerangan terang, peka terhadap cahaya dan menyerap rangsang visual
terperinci.

ANATOMI DAN FISIOLOGI MATA


Nervus optikus memasuki ruang intrakranial melalui foramen optikum. Di depan tuber
sinerium (tangkai hipofisis) nervus optikus kiri dan kanan bergabung menjadi satu berkas
membentuk kiasma optikum, dimana serabut bagian nasal dari masing-masing mata akan
bersilangan dan kemudian menyatu dengan serabut temporal mata yang lain membentuk
traktus optikus dan melanjutkan perjalanan untuk ke korpus genikulatum lateral dan nukleus
pretektalis.1,3

Gambar: Perjalanan serabut saraf nervus optikus (tampak basal)1,4


Serabut saraf yang bersinaps di korpus genikulatum lateral merupakan jaras visual
sedangkan serabut saraf yang berakhir di nukleus pretektalis di batang otak menghantarkan
impuls visual (saraf afferent) yang membangkitkan refleks visual seperti refleks pupil. 1,3
Selanjutnya, dari korpus genikulatum lateral, jaras visual terus melalui traktus genikulokalkarina
(radiasio optik) ke korteks visual. Daerah berakhirnya serabut di korteks disebut korteks striatum
(area 17/area Brodmann). Ini merupakan pusat persepsi cahaya. Di sekitar area 17, terdapat area
yang berfungsi untuk asosiasi rangsang visual, yaitu area 18 dan 19.
Setelah sampai di korpus genikulatum lateral, serabut saraf yang membawa impuls
penglihatan

akan

berlanjut

melalui

radiatio

optika

(optik

radiation)

atau

traktus

genikulokalkarina ke korteks penglihatan primer di girus kalkarina. Korteks penglihatan primer


tersebut mendapat vaskularisasi dari a. kalkarina yang merupakan cabang dari a. serebri
posterior. Serabut yang berasal dari bagian parietal korpus genikulatum lateral membawa impuls
lapang pandang bawah sedangkan serabut yang berasal dari temporal membawa impuls dari
lapang pandang atas.1,4

Gambar: Radiatio optika1


Untuk serabut yang mengurus refleks pupil, dari nukleus pretektalis, kemudian bersinaps
dengan neuron berikutnya yang mengirimkan serabut ke nucleus Edinger Westphal sisi yang
sama dan sisi kontralateral. Dari sini rangsang kemudian diteruskan melalui nervus
okulomotorius ke sfingter pupil.5,6

Gambar: Jaras refleks pupil6


Retina merupakan reseptor permukaan untuk informasi visual. Retina berfungsi
menerima cahaya dan merubahnya menjadi sinyal fotokimia, untuk selanjutnya meneruskan
sinyal tersebut ke otak. Retina terdiri dari 3 macam sel saraf (neuron), yaitu sel-sel reseptor

sensoris atau fotoreseptor (batang dan kerucut), sel bipolar, serta sel ganglion. Sel batang
bertanggungjawab

untuk penglihatan

pada daerah kurang cahaya

dan

sel

kerucut

bertanggungjawab untuk penglihatan pada daerah cukup cahaya dan warna.

Gambar . Lapisan neuron pada retina1


Cahaya yang masuk ke mata diubah menjadi sinyal elektrik di retina. Cahaya tersebut
mencetuskan reaksi fotokimiawi di sel batang dan kerucut, yang mengakibatkan pembentukan
impuls yang akhirnya dihantarkan ke korteks visual. 1,2 Sel-sel bipolar retina menerima input pada
dendritnya dari sel batang dan kerucut, kemudian menghantarkan impuls lebih jauh ke arah
sentral pada lapisan sel ganglion. Akson panjang sel ganglion melewati papilla optika (diskus
nervi optika) dan meninggalkan mata sebagai nervus optikus, yang mengandung sekitar 1 juta
serabut. Pada bagian tengah kaput nervus optikus tersebut keluar cabang-cabang dari arteri
centralis retina yang merupakan cabang dari A. oftalmika.1,
JARAS PENGLIHATAN SENSORIK (Visual Pathway)
Nervus kranialis merupakan indera khusus penglihatan. Cahaya diditeksi oleh sel-sel
batang dan kerucut di retina, yang dapat dianggap sebagai end-organ sensoris khusus

pengliahatan. Badan sel dari reseptor reseptor mengeluarkan tonjolan ( prosesus ) yang bersinaps
dengan sel bipolar, neuron kedua di jaras penglihatan. Sel-sel bipolar kemudian bersinaps dengan
selsel ganglion di retina. Akson-akson sel ganglion membentuk lapisan saraf-saraf pada retina
dan menyatu membentuk nervus optikus. Saraf keluar dari bagian belakang bola mata dan
berjalan ke posterior di dalam kerucut otot untuk masuk ke dalam organ tengkorak melalui
kanalis optikus.1,4,8
Di dalam tengkorak, dua nervus optikus menyatu membentuk kiasma di kiasma lebih dari
separuh serabut( yang berasal dari separuh retina bagian nasal ) mengalami dekusasi dan
menyatu dengan serabut serabut temporal yang tidak menyilang dari nervus optikus kontralateral
untuk membentuk traktus optikus. Masing masing traktus optikus berjalan mengelilingi
pedunculus serebri menuju ke nukleus genikulatum lateralis, tempat traktus tersebut akan
bersinaps. Semua serabut yang menerima impuls dari separuh kanan lapangan pandang tiap-tiap
mata membentuk traktus optikus kiri dan berproyeksi pada hemisfer serebrum kiri. Demikian
juga, separuh kiri lapangan pandang berproyeksi pada hemisfer serebrum kanan. 20% serabut di
traktus menjalankan fungsi pupil. Serabut serabut ini meninggalkan tepat di sebelah anterior
nukleus dan melewati bracium coliculli superioris menuju ke nukleus pretectalis otak tengah.
Serat-serat lainnya bersinaps pada nukleus genikulatus lateralis. Badan-badan sel-sel struktur ini
membentuk traktus geniculocalcarinae. Traktus ini berjalan melalui crus posterius kapsula
interna dan kemudian menyebar seperti kipas dalam radiatio optika yang melintasi lobus
temporal dan parietalis dalamperjalanan ke korteks oksipitalis (korteks kalkarina, striata, atau
korteks penglihatan primer).1,2,4
Jalur penglihatan merupakan saluran saraf dari retina ke pusat penglihatan pada daerah
oksipital otak. Terdapat beberapa dasar jalur penglihatan, seperti:2

Retina bagian nasal dari macula diproyeksikan ke arah temporal lapang pandangan
Serabut saraf bagian nasal retina menyilang kiasma optik.
Serabut saraf bagian temporal berjalan tidak bersilang pada kiasma optik.

III. PEMERIKSAAN LAPANGAN PANDANG


Bila kita memfiksasi pandangan kita ke satu benda, benda ini terlihat nyata, sedangkan
benda-benda di sekitarnya tampak kurang tajam. Seluruh lapangan yang terlihat, bila kita
memfiksasi mata ke satu benda disebut lapangan pandang.6
Nervus optikus (N. II) merupakan saraf sensorik khusus untuk fungsi penglihatan.
Keluhan yang berhubungan dengan gangguan nervus optikus adalah ketajaman penglihatan
berkurang dan lapangan pandang berkurang. Jalur penglihatan merupakan saraf dari retina ke
pusat penglihatan pada daerah oksipital otak. Gangguan pada jalur penglihatan akan
mengakibatkan gangguan fungsinya.
Pada pemeriksaan lapangan pandang, kita menentukan batas perifer dari penglihatan,
yaitu batas sampai mana benda dapat dilihat, jika mata difiksasi pada satu titik. Sinar yang
datang dari tempat fiksasi jatuh di makula, yaitu pusat melihat jelas (tajam), sedangkan yang
datang dari sekitarnya jatuh di bagian perifer retina.
Lapangan pandang yang normal mempunyai bentuk tertentu, dan tidak sama ke semua
arah. Seseorang dapat melihat ke lateral sampai sudut 90-100 derajat dari titik fiksasi, ke medial
60 derajat, ke atas 50-60 derajat dan ke bawah 60-75 derajat. Ada tiga metode standar dalam

pemeriksaan lapang pandang yaitu dengan metode konfrontasi, perimeter, dan kampimeter atau
tangent screen.
Pemeriksaan lapangan pandang (visual field) yang sederhana dapat dilakukan dengan
jalan membandingkan lapang pandang pasien dengan pemeriksa (yang dianggap normal) yaitu
dengan metode konfrontasi dari Donder. Teknik pemeriksaan tes konfrontasi adalah dengan cara
Pasien duduk atau berdiri berhadapan dengan pemeriksa dengan jarak kira-kira 1 meter. Bila
mata kanan yang hendak diperiksa lebih dahulu, maka mata kiri pasien harus ditutup, misalnya
dengan tangannya atau kertas, sedangkan pemeriksa harus menutup mata kanannya. Pasien
diminta untuk memfiksasi pandangannya pada mata kiri pemeriksa.
Kemudian pemeriksa menggerakkan jari tangannya di bidang pertengahan antar
pemeriksa dan pasien. Gerakan dilakukan dari arah luar ke dalam.Jika pasien sudah melihat
gerakan jari-jari pemeriksa, ia harus memberi tanda dan dibandingkan dengan lapang pandang
pemeriksa. Bila terjadi gangguan lapang pandang, maka pemeriksa akan lebih dahulu melihat
gerakan tersebut. Gerakan jari tangan ini dilakukan dari semua arah (atas, bawah, nasal,
temporal). Pemeriksaan dilakukan pada masing-masing mata.
Bila pasien tidak dapat melihat jari pemeriksa sedangkan pemeriksa sudah dapat
melihatnya, maka hal ini berarti bahwa lapang pandang pasien menyempit. Kedua mata diperiksa
secara tersendiri dan lapang pandang tiap mata dapat memperlihatkan bentuk yang khas untuk
tipe lesi pada susunan nervus optikus.
Pemeriksaan Lapang Pandang Konfrontasi
Metode konfrontasi.
Pemeriksa dan penderita saling berhadapan.
Satu mata penderita yang akan diperiksa memandang lurus kedepan (kearah mata

pemeriksa).
Mata yang lain ditutup.
Bila yang akan diperiksa mata kanan, maka mata kanan pemeriksa juga

dipejamkan.
Tangan pemeriksa direntangkan, salah satu tangan pemeriksa atau kedua tangan
pemeriksa digerak-gerakkan dan penderita diminta untuk menunjuk kea rah
tangan yang bergerak (dari belakang penderita). (2)

IV. KELAINAN PADA PEMERIKSAAN LAPANG PANDANG

Gambar . Lintasan Impuls visual dan Gangguan Medan Penglihatan Akibat Berbagai Lesi di
Lintasan Visual
Analisis lapangan pandang dalam Menentukan lokasi lesi di jaras penglihatan
Pada praktek klinis, lokasi lesi di jaras penglihatan ditentukan dengan pemeriksaan
lapang pandang sentral dan perifer. Tekniknya dengan perimetri. Lesi di sebelah anterior kiasma
(retina atau nervus optikus) menyebabkan defek lapang pandang unilateral; lesi dimana saja di
jaras penglihatan yang terletak posterior terhadap kiasma menyebabkan defek homonim
kontralateral. Lesi kiasma biasanya menyebabkan defek bitemporal. Lesi pada bagian lateral
khiasma optikum akan menyebabkan hemianopsia binasal, sedangkan lesi pada bagian medial
kiasma akan menghilangkan medan penglihatan temporal yang disebut hemianopsia bitemporal.
Kelainan seperti ini banyak disebabkan oleh lesi khiasma, seperti tumor dan kista intrasellar,
erosi dari processus clinoid seperti yang terjadi dengan tumor atau aneurisma dorsal dari sella
tursica, kalsifikasi di antara atau di atas sella tursika seperti yang terjadi dengan kista dan
aneurisma kraniofaringioma, dan juga pada meningioma suprasellar. Juga dapat disebabkan oleh
trauma dan tumor pada regio khiasma. Hemianopsia bitemporal bisa didapatkan pada kista
suprasellar. Bisa juga ditemukan pada pasien dengan tumor pituitari tapi bersifat predominan

parasentral. Pada adenoma pituitari juga bisa terkadi kebutaan atau anopsia pada salah satu mata
dan hemianopsia temporal pada mata yang lainnya.
Sebaiknya digunakan isopter multiple (objek pemeriksaan dengan berbagai macam
ukuran) untuk mengevaluasi defek secara menyeluruh. Defek lapangan pandang dengan suatu
batas melandai (sloping) (yakni defek lapangan pandang lebih besar dari objek pemeriksaan yang
lebih kecil atau berwarna daripada yang dengan yang putih) mengisaratkan edema atau
penekanan (kompresi), lesi iskemik atau vaskular cendrung menghasilkan defek lapangan
pandang dengan batas-batas curam (yakni defek berukuran sama tanpa memandang ukuran atau
warna objek pemeriksaan yang digunakan). 1, 4,5 ,8
Penyamarataan lain yang penting adalah bahwa semakin kongren defek lapangan
pandang homonim (yakni semakin mirip ukuran, bentuk dan lokasi defek pada lapangan pandang
terkait dikedua mata), semakin posterior letak lesi di jaras penglihata. Lesi di regio
oksipitalcendrung menyebabkan defek identik di masing masing lapangan pandang, sedangkan
lesi di traktus optikus menyebabkan defek lapangan pandang homonim yang inkongruen (tidak
serupa).1,2,4,6
Kasus lesi dikorteks oksipitalis, tempat lapangan pandang sentral diwakili diposterior dan
di lapangan pandang bagian atas diwakili di inferio, terdapat hubungan antara defek lapangan
pandang dan lokasi lesi. Karena lobus oksipital mendapatkan perdarahan ganda dari sirkulasi
serebral posterior dan media infark oksipitalis bisa atau bisa juga tidak menimbulkan kerusakan
pada polus oksipitalis. Ini menyisakan lapangan pandang atau menimbulkan kehilangan lapangan
pandang pada sisi hemianopsia; ada lapangan pandang sisa disebut sebagai macular sparing.
Lesi oksipital juga dapat menimbulkan fenomena penglihatan residual. Pada fenomena ini,
respon terhadap gerakan mingkin dapat dipertunjukan di lapangan pandang yang hemianopsia
tanpa adanya penglihatan yang terbentuk.
Suatu hemianopsia homonim lengkap, dimanapun letak lesinya, seyogianya masih
memiliki ketajaman penglihatan yang utuh disetiap mata karena masih adanya fungsi makula
dilapangan penglihatan yang tersisa.
Jika terdapat lesi disepanjang lintasan nervus optikus (N.II) hingga korteks sensorik, akan
menunjukkan gejala gangguan penglihatan yaitu pada lapang pandang atau medan penglihatan.
Lesi pada nervus optikus akan menyebabkan hilangnya penglihatan monokular atau disebut
aniopsia. Hal ini disebabkan karena penyumbatan arteri centralis retina yang mendarahi retina

tanpa kolateral, ataupun arteri karotis interna yang akan bercabang menjadi arteri oftalmika yang
kemudian menjadi arteri centralis retina. Kebutaan tersebut terjadi tiba-tiba dan disebut
amaurosis fugax.5,7
Lesi pada traktus optikus akan menyebabkan hemianopsia homonim kontralateral.
Serabut-serabut dari retina pada bagian temporal akan rusak, bersamaan dengan serabut dari
bagian nasal retina mata yang lain yang bersilangan. Lesi pada radiasio optika bagian medial
akan menyebabkan quadroanopsia inferior homonim kontralateral, sedangkan lesi pada serabut
lateralnya akan menyebabkan quadroanopsia superior homonim kontralateral. Quadroanopsia
atau kuadranopia biasanya terjadi pada lesi yang terdapat pada bagian temporo-parietal. Lesi
pada bagian posterior radiasio optika akan mengakibatkan hemianopsia homonim yang sama dan
sebangun dengan mengecualikan penglihatan makular.5
Selain hemianopsia klasik dan kuadranopia, gangguan lapang pandang lain dan
fenomena terkait yang dapat terdeteksi pada pemeriksaan lapangan pandang adalah skotoma
sentral merupakan hilangnya penglihatan sentral yang umumnya berhubungan dengan penurunan
ketajaman penglihatan dan merupakan karakteristik penyakit nervus optikus dan penyakit
makula retina. Perluasan bintik buta fisiologis, yang terlihat dengan pembengkakan diskus
optikus (edema papil) yang disebabkan oleh peningkatan tekanan intrakranial, dan umumnya
terjadi dengan ketajaman penglihatan yang masih baik. Penglihatan seperti terowongan (tunnel
vision) merupakan hilangnya lapang pandang perifer dengan dipertahankannya daerah sentral
yang disebabkan oleh beberapa penyebab, antara lain penyakit oftalmologi, yaitu glaukoma
kronik sederhana, retinitis pigmentosa, dan penyakit korteks, yaitu hemianopia homonim
bilateral dengan makula yang masih baik (macular sparing).5,
Retina mendapat darah dari arteri retina sentralis, yang merupakan endateri, yaitu arteri
yang tidak mempunyai kolateral. Karena itu, lesi pada retina akibat penyumbatan arteri retina
sentralis tidak akan diperbaiki lagi oleh perdarahan kolateral. Arteri retina sentralis adalah
cabang dari arteri oftalmika. Pada thrombosis arteri karotis, pangkal arteri oftalmika dapat ikut
tersumbat juga. Gambaran klinik thrombosis tersebut terdiri dari hemiparesis kontralateral dan
buta ipsilateral.
Lesi pada nervus optikus sering disebabkan oleh infeksi dan intoksikasi. Di samping itu,
sebab mekanik, seperti jiratan karena araknoiditis atau penyempitan foramen optikum (osteitis
jenis Paget) atau penekanan karena tumor hipofisis, kraniofaringioma, meningioma, aneurisme

arteri oftalmika dapat mengakibatkan kerusakan pada nervus optikus, baik sesisi maupun
bilateral. Gangguan pada nervus optikus, baik yang bersifat radang, maupun demielinisasi atau
degenerasi atau semuanya dinamakan neuritis optika.
V. GANGGUAN PENGLIHATAN KARENA LESI DI NERVUS OPTIKUS
Gambaran klinis khas yang menunjukkan adanya penyakit nervus optikus adalah defek
pupil aferen, penglihatan warna yang buruk, dan perubahan pada diskus optikus. Namun pada
stadium awal penyakit, diskus optikus mungkin normal. Walaupun telah terdapat penurunan
lapangan pandang dan tajam penglihaqtan yang berat.
Edema diskus terutama terjadi pada penyakit-penyakit yang mengenai bagian anterior
nervus optik tetapi juga terjadi pada peningkatan tekanan intrakranial dan kompresi nrevus
optikus intraorbital. Edema diskus optikus dapat merupakan suatu tanda klinis penting, misalnya
pada diagnosis neuropatioptik iskemik anterior.
Atrofi optik adalah suatu respons nonspesifik terhadap kerusakan nervus optik akibat
sebab apapun. Karena nervus optikus terdiri dari aksn-akson sel ganglia retina, atrofi optik dapat
terjadi pada penyakit retina primer, misalnya retinitis pigmentosa atau oklusi arteria centralis
retinae. Ekskavasi caput nervi optiki (pencekungan diskus optikus) umumnya merupakan tanda
neuropati opti glaukomatosa.1,5,8
Secara umum, ada hubungan antara derajat pemucatan diskus optikus dan penurunan
tajam penglihatan, lapangan pandang, penglihatan warna, dan respon pupil. Tetapi hubungan ini
tergantung etiologi yang mendasari.
A. Neuritis Optik

Neuritis optik demielinatif idiopatik


pada orang dewasa, neuritis optik demielinatif idiopatik biasanya bersifat unilateral dan

terutama mengenai wanita.


Gambaran klinis:
Hilang penglihatan yang subakut, berkembang setelah 2-7hari. Pada orang dewasa sekitar
sepertiga pasien memiliki penglihatan yang lebih baik dari 20/40 selama serangan pertama.
Sepertiga lebih, penglihatannya lebih buruk dari 20/200. Penglihatan warna dan sensitifitas
kontras juga terganggu. Didapatkan juga keluhan rasa nyeri pada mata.

Hampir semua defek lapangan pandang terjadi, tetapi yang paling sering adalah skotoma
sentral. Skotoma tersebut biasanya sirkular, dengan ukuran dan kepadatan yang sangat bervariasi.
1,4

Pemeriksaan dan diagnosis banding:1


Pemeriksaan lapang pandang sentral dengan automated perimetry paling sering
menunjukkan kehilangan lapang pandang difus. Reflex cahaya pupil melambat, dan bila kelainan
nervus optikusnya tidak simetris, akan dijumpai defek pupil aferen.1, 4,5 ,8
Adanya gangguan atipik khususnya penglihatan yang tak kunjung membaik setelah 6
minggu, harus dipikirkan kemungkinan adanya penyakit lain. Pemeriksaan yang perlu dilakukan
untuk membedaka dengan neuropati optik kompresif yaitu MRI atau CT. Visual evoket
respon(VER) mata yang terkena mungkin menunjukkan penurunan amplitude atau peningkatan
masa laten selama episode akut neuritis optik. , 4,5 ,8

Sklerosis Multipel
Sklerosis multiple khasnya adalah suatu penyakit demielinasi pada sistem saraf pusat

yang sering kambuh dan revisi. Penyebabnya belum diketahui. Khas yaitu lesinya terjadi pada
waktu yang berlainan dan di lokasi-lokasi yang tidak berbatasan pada system saraf. Yakni lesilesi tersebar dalam ruang dan waktu. Terdapat kecendrungan melibatkan nervus optikus,dan
kiasma optikus, batang otak, pedunculus serebelum, dan medulla spinalis.

Tipe Neuritis Optik lain


Tipe ini jarang dijumpai. Perjalanan klinisnya mirip dengan neuritis optic dielinatif
idiopatik.

B. Neuropati optik toksik dan nutrisional


Pada neuropati optik toksik atau nutrisional yang biasa ditemukan adalah penurunan
penglihatan progresif subakut yang simetris, disertai dengan defek lapangan pandang sentral ,
buruknya penglihatan warna, dan pemucatan bagian temporal diskus.
Keterlibatan nervus optikus relatif jarang ditemukan pada defisiensi vitamin B12, tetapi
dapat merupakan manifestasi pertama dari anemia pernisiosa. Defisiensi vitamin B1 biasanya
merupakan suatu ciri malnutrisi berat, dan terjadinya bersamaan dengan ambliopia tembakaualkohol.1,4

Pajanan timbal kronik atau keracunan arsen bisa menimbulkan efek toksik pada nervus
optikus. Serta keracunan bahan-bahan kimia yang laindapat menyebabkan gangguan penglihatan
yang dimulai dengan kekaburan penglihatan yang ringan lalu penyempitan lapangan pandang
dan buta total. Ditemukan hiperemi diskus, penurunan respon pupil terhadap cahaya yang setara
dengan tingkat penurunan penglihatan.

Gambar: ambliopia nutrisional menunjukkan skotoma sentrosekal


C. Trauma Nervus Optikus
Cedera langsung pada nervus optikus, termasuk penyuntikan anestesi local untuk bedah
mata, dan fraktur yang mengenai kanalis optic dapat menyebabkan cedera rotasional pada bola
mata.
D. Atrofi Optik Herediter
Karena adanya kelainan genetic yang mendasari suatu mutasi titik, pada DNA
mitokondria. Gejalanya bias berupa penglihatan kabur dan sebuah skotoma sentral yang tampak
pada satu mata.
VI. GANGGUAN PENGLIHATAN KARENA LESI DI KIASMA OPTIKUM

Secara umum lesi pada kiasma menyebabkan defek lapangan pandang hemianopsia
bitemporal namun dapat juga berupa buta mutlak, defek medan penglihatan, skotoma, halusinasi
visual dan buta warna. Pada awalnya defek ini biasanya tidak lengkap dan sering asimetris.
Namun, seiring dengan berjalannya penyakit, hemianopsia bitemporal menjadi komplet,
lapangan pandang nasal inferior dan superior kemudian terkena, dan ketajaman penglihatan
sentral akan berkurang. Sebagian besar penyakit yang mengenai kiasma bersifat neoplastik;
proses vaskular atau peradangan hanya sesekali menyebabkan disfungsi kiasma.1,4
A. Tumor Hipofisis
Lobus anterior kelenjar hipofisis adalah lokasi awal tumor hipofisis, yang bermanifestasi
dalam bentuk hilang penglihatan, kelumpuhan pada nervus kranialis termasuk keluumpuhan otot
ekstraokuler, dan sebuah massa lesi pada CT scan atau MRI, yang berasal dari sela hipofisis dan
meluas ke regio suprasela dan / parasela.1
Pemeriksaan penglihatan, khususnya dokumentasi lapangan pandang serta pemeriksaan
endokri,penting dalam penentuan panatalaksanaan tumor ini. Prolaktinoma umumnya diterapi
awal secara medis dengan agonis dopamin, seperti cabergolin, bromocriptine, atau pergolid.
Makroadenoma lipofisis lain umumnya menjalani hipofisektomi transfenoid. Radioterapi dapat
diberikan sebagai adjuvan pembedahan atau pada penyakit kambuhan. Ketajaman penglihatan
dan lapangan pandang dapat pulih secara dramatis setelah tekanan pada kiasma dihilangkan,.
Gambaran awal caput nervi optiki tidak memperkirakan hasil akhir penglihatan, tetapi atropi
ooptik merupakan tanda prognostik yang buruk.1
B. Kraniofaringioma
Kraniofaringioma adalah sekelompok tumor yang jarang ditemukan dan berasal dari sisa
epitel kantung rathke ( 80% dari populasi normal memiliki sisa tersebut ) dan khasnya mulai
menimbulkan gejala antara usia 10 sampai 25 tahun, walaupun terkadang baru terjadi pada saat
usia 60 atau 70an. Tumor tumor ini biasanya terletak pada suprasela, tapi kadang kadang terletak
pada intrasela. Gejala dan tanda sangantt bervariasi sesuai dengan usia pasien dan lokasi pasti
serta kecepatan pertumbuhan tumor. Bila tumor terletak pada suprasela, tampak jelas defek
lapangan pandang traktus atau kiasma yang asimetris. Papiledem labih sering daripada

dibandingkan pada tumor hipofisis. Pada tumor yang telah ada sejak bayi, dapat dijumpai
hipoplasia nerve optikus. Dapatt timbul defisiensi hipofisis, dan keterlibatan hipotalamus dapat
menyababkan pertumbuhan terhenti. Kalsifikasi bagian bagian tumor menimbulkan gambaran
radilogik yang khas terutama pada anak anak.
Tatalaksana terdiri atas pengangkatan secra bedah selengkap mungkin pada tindakan
pertama karena operasi ulang cendrung mengenai hipotalamus, dan prognosis pasien kurang
baik. Sering digunakan radioterapi adjuvan, terutama pada pengangkatan secara bedah tidak
sempurna.
C. Meningioma Suprasela
Meningioma suprasela berasal dari meninges yang menutupi tuberculum sellae dan
planum sfenoidale; pasienya banyak yang wanita. Tampilan yang ada sering kali berupa hilang
penglihatan akibat terkenanya kiasma optikum dan nervus optikus. Diagnosa biasanya
dimungkinkan dengan gambaran neuroimaging. Terapi terdiri atas pengangkatan secar bedah,
sering dikombinasi dengan radioterapi adjuvan bila eksisinya tidak sempurna atau bila gambaran
histopatologinya menunjukan suatu tumor yang agresif.1
VII. GANGGUAN LAPANGAN PANDANG DI RETROKIASMA
Tumor dan penyakit serebrovaskuler merupakan penyebab sebagian besar lesi pada jaras
penglihatan retrokiasmatik walaupun setiap proses penyakit intra kranial dapat mengenai struktur
struktur tersebut.1
Lesi retrokiasmatik menimbulkan defek lapangan pandang homonim kontralateral. Lesi
parsial anterior, di traktus optikus, traktur geniculatus lateralis, atau traktus genikulokalkarina
( radiatio optikus ), cendrung menghasilkan lapangan pandang inkongruen ( tidak serupa )
dengan keterlibatan lebih luas pada mata yang berdefek nasal. Lesi parsial posterior, di traktus
genikulokalkarina atau korteks oksipital, menghasilkan defek lapangan pandang yang lebih
kongruen. Namun setelah lesi retrokiasmatik apapun berkembang sempurna. Tingkat
inkongruensinya tidak dapat di nilai, dan tanda ini kehilangan kemampuan melokalisasinya. lesi
retrokiasmatik unilateral apapun tidak mempengaruhi ketajaman penglihatan karena jaras
penglihatan dari separuh otak lainnya tetap utuh.1

Lesi traktus optikus atau nukleus genikulatus lateralis jarang di jumpai. Setelah beberapa
minggu sampai bulan, discus mungkin menjadi pucat dan lebih jelas dimata kontralateral, dengan
defek lapisan serat saraf retina. Pada lesi traktus, dapat dijumpai defek pupil aferen relatif kontra
lateral. Traktus optikus atau nukleus genikulatus lateral sedikitnya memiliki pasokan darah
ganda,sehingga jarang terjadi lesi vaskuler primer. Sebagian besar kasus disebabkan oleh trauma,
tumor, malformasi arterovenosa, abses dan penyakit demilienisasi.1, 4
Lesi yang mengenai traktus genikulokalkarina tidak menimbulkan atrofi optik ( karena
sinaps dinucleus geniculatus ) kecuali bila lesinya berlangsung lama, biasanya kongenital. Jaras
inferior trktus genikulokalkarina berjalan melalui lobus temporalis dan jaras superiornya melalui
lobus parietalis, dengan fungsi makula diantara keduanya. Lesi dijaras inferior terutama
menyebabkan defek lapang pandang superior. Proses proses yang mempengaruhi lobus
midtemporalis dan anterior umumnya bersifat neoplastik; proses di lobus parietal dan temporalis
posterior dapat bersifat vaskuler atau neoplastik. Awitan penyakit yang perlahan dengan defisit
neurologik ringan dan multipel lebih khas untuk proses neoplastik.sedangkan kelainan
neurologik berat yang akut lebih khas untuk proses vaskuler.1, 4
Lesi vaskuler dilobus oksipitalis sering dijumpai dan merupakan penyebab 80% kasus
defek lapang pandang homonim terisolasi pada pasien berusia 50 yahun atau lebih. Ujung paling
posterior dari masing masing lobus oksipitalis mewakili fungsi makula, perwakilan lapang
pandang yang semakin perifer terletak semakin anterior. Karena sering terdsapat suplai darah
ganda, sumbatan pembuluh darah dapat menyisakakn korteks posterior secara selektif dan
menimbulkan defek lapangan pandang homonim tanpa mengenai makula ( macular sparing )
atau sebaliknya, mengenai korteks oksipital posterior dan menimbulkan skotoma makula
koingruen homonim. Pusat pusat dikorteks yang berperan dalam pembentukan nistagmus
optokinetik terletak didaerah diantara lobus oksipital dan temporal dan didaerah oksipital
posterior, yang berada dalam wilayah vaskulerisasi arteria cerebri media. Nistagmus optokinetik
asimetrik bersama dengan defek lapangan pandang oksipital mengindikasikan suatu proses yang
tidak berkaitan dengan wilayah vaskulerisasi sehingga mengisyatkan adanya tumor (tanda
cogan). Gangguan penglihatan disertai demensia mengindikasikan varian visual penyakit
alzheimer dan penyakit creutzfeldt-Jakob. CT-scan dan MRI memperlihatkan lesi serebral
dengan sangat jelas.

TES AMSREL GRID


ANATOMI MAKULA
Makula terletak di retina bagian polus posterior di antara arteri retina temporal superior
dan inferior dengan diameter 5,5 mm. Makula adalah suatu daerah cekungan di sentral
berukuran 1,5 mm; kira-kira sama dengan diameter diskus; secara anatomis disebut juga dengan
fovea. Secara histologis, macula terdiri dari 5 lapisan, yaitu membrane limitan interna, lapisan fl
eksiformis luar (lapisan ini lebih tebal dan padat di daerah macula karena akson sel batang dan
sel

kerucut menjadi lebih oblik saat meninggalkan fovea dan dikenal sebagai lapisan serabut

Henle), lapisan nukleus luar, membrane limitan eksterna, dan sel-sel fotoreseptor.6 Sel batang
dan kerucut merupakan sel fotoreseptor yang sensitif terhadap cahaya. Selsel ini memiliki 2
segmen yaitu segmen luar dan segmen dalam.7 Segmen luar (terdiri dari membran cakram yang
berisi pigmen penglihatan) berhubungan dengan epitel pigmen retina. Sel epitel pigmen retina
akan memfagositosis secara terus menerus membrane cakram, sisa metabolisme segmen luar
yang telah difagositosis oleh epitel pigmen retina disebut lipofusin. Sel epitel pigmen retina
memiliki aktivitas
metabolisme yang tinggi; dengan bertambahnya usia, pigmen lipofusin makin bertambah,
akibatnya akan mengganggu pergerakan nutrien dari pembuluh darah koroid ke epitel pigmen
retina dan sel fotoreseptor.
DEFINISI
ARMD merupakan degenerasi makula yang timbul pada usia lebih dari 50 tahun; ditandai
dengan lesi makula berupa drusen, hiperpigmentasi atau hipopigmentasi yang berhubungan
dengan drusen pada kedua mata, neovaskularisasi koroid, perdarahan sub-retina, dan lepasnya
epitel pigmen retina. Tanda awal ARMD berupa drusen kekuningan yang terletak di lapisan
retina luar di polus posterior.8-11 Drusen ini ukurannya bervariasi; dapat diperkirakan dengan
membandingkannya dengan kaliber vena besar di sekitar papil (} 125 mikron). Menurut
ukurannya, drusen dapat dibagi dalam bentuk kecil: <64 mikron, sedang: 64-125 mikron, dan

besar: >125 mikron. 3 Sedangkan menurut bentuknya, dibagi menjadi drusen keras: berukuran
kecil dengan batas tegas dan drusen lunak: berukuran lebih besar dengan batas kurang tegas.
PATOFISIOLOGI
Patofi siologi ARMD belum diketahui pasti, ada teori yang mengaitkannya dengan proses
penuaan dan teori kerusakan oksidatif.
1. Proses penuaan
Bertambahnya usia maka akan menyebabkan degenerasi lapisan retina tepatnya membrane
Bruch; degenerasi membran Bruch menyebabkan lapisan elastin berkurang sehingga terjadi
penurunan permeabilitas terhadap sisa-sisa pembuangan sel. Akibatnya terjadi penimbunan di
dalam epitel pigmen retina (EPR) berupa lipofusin. Lipofusin ini akan menghambat degradasi
makromolekul seperti protein dan lemak, mempengaruhi keseimbangan vascular endothelial
growth factor (VEGF), serta bersifat fotoreaktif, akibatnya akan terjadi apoptosis EPR. Lipofusin
yang tertimbun di dalam sel EPR menurunkan kemampuan EPR untuk memfagosit membran
cakram sel fotoreseptor. Lipofusin yang tertimbun di antara sitoplasma dan membran basalis sel
EPR, akan
membentuk deposit laminar basal yang akan menyebabkan penebalan membran Bruch.
Kerusakan membran Bruch juga akan menimbulkan neovaskularisasi koroid.
2. Teori kerusakan oksidatif
Sel fotoreseptor paling banyak terkena pajanan cahaya dan menggunakan oksigen sebagai energi,
kedua faktor tersebut akan menyebabkan terbentuknya radikal bebas. Radikal bebas adalah atom
atau molekul yang memiliki electron yang tidak berpasangan, yang bersifat sangat reaktif dan
tidak stabil. Bila produksi radikal bebas berlebihan dan anti-oksidan yang ada tidak mampu
meredamnya, akan timbul suatu keadaan stres oksidatif yang selanjutnya akan memicu
kerusakan oksidatif tingkat selular.
KARTU AMSLER
Amsler Grid merupakan Kartu pemeriksaan untuk mengetahui fungsi penglihatan sentral macula.
Pemeriksaan ini didasarkan pada bila terdapat gangguan kuantitatif sel kerucut pada macula
maka akan terjadi metamorfopsia. Pada awal ARMD neovaskular dapat terlihat distorsi garis

lurus (metamorfopsia) dan skotoma sentral. Pemeriksaan ini dapat dilakukan untuk pemantauan
oleh penderita sendiri sehingga tindakan dapat dilakukan secepatnya.
Halaman 1

Amsler Grid
Cara Uji Diri Dengan Amsler Grid
Jika Anda membutuhkan kacamata baca, silahkan memakainya saat Anda menggunakan grid
Amsler. Grid harus di tentang jarak yang sama dari mata Anda bahwa bahan bacaan lainnya
akan.
Tutup satu mata, kemudian fokus pada titik di tengah.
Apakah ada garis terlihat bergelombang, kabur atau terdistorsi? (Semua garis harus lurus,
semua persimpangan harus
membentuk sudut kanan dan semua kotak harus ukuran yang sama.)
Apakah ada daerah yang hilang atau daerah gelap di grid?
Dapatkah Anda melihat semua sudut dan sisi grid?
Jangan lupa untuk menguji kedua mata

1. Kartika, Keishatyanarsha K. Yenni, Yohanie H. Patofisiologi dan diagnosis Buta


warna.Jakartahttp://www.kalbemed.com/Portals/6/10_215Patofi%20siologi%20dan
%20Diagnosis%20Buta%20Warna.pdf.
2. Ilyas Sidarta. Penuntun ilmu penyakit mata edisi kelima. Fakultas kedokteran
3.
4.
5.
6.

Universitas Indonesia.Jakarta.2014
Guyton, Arthur C, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran jakarta:EGC, 2007
Satyanegara. Ilmu Bedah saraf edisi IV. Gramedia, Jakarta:2010
Sidharta, P. 2010. Tata Pemeriksaan Klinis dalam Neurologi. Dian Rakyat: Jakarta.
Voughan Daniel, Asbury Taylor: Oftalmologi Umum. Ed 14. Widya Medika. Jakarta:

2000
7. Budiono A. Nervus Optikus. Pekanbaru riau 2008 Avaliable in : Files of DrsMed
FK UNRI (Http://yayanakhyar.wordpress.com)
8. Erry Age related macular degeneration.

Jakarta.

Indonesia

http://www.kalbemed.com/Portals/6/09_194Age-Related%20Macular
%20Degeneration.pdf.

2012

Anda mungkin juga menyukai