sumbangan antropologi terhadap kajian hukum karena pada kenyataannya hukum tidak dapat dipahami sebagai teks netral yang terpisah dari masyarakat. Warga masyarakat dapat menanggapi hukum secara berbeda tergantung pada konteks sosial dan budaya dimana mereka berada. Dalam hal ini masyarakat juga memiliki kapasitas untuk menciptakan aturanaturannya sendiri sesuai dengan kebutuhan mereka untuk dapat melangsungkan hidup.
Pendahuluan (2)
Sebagian ilmuwan hukum dan praktisi,
termasuk polisi, merasa bahwa kajian hukum yang hanya menggunakan pendekatan substantif kurang dapat memberikan penjelasan yang berarti mengenai bagaimana hukum dikonstruksi dalam konteks politik dan bagaimana hukum diimplementasikan dalam masyarakat. Pendekatan antropologi terhadap hukum dilakukan dengan menempatkan hukum sebagai gejala atau proses sosial, yang dalam operasinya sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor di luar hukum seperti politik, ekonomi, sosial, dan budaya.
Pendahuluan (3)
Untuk keperluan itu akan diperkenalkan
sejumlah pendekatan teoretik dan konsekuensi metodologisnya beserta tematema yang dikembangkan dalam Antropologi Hukum, seperti kajian pluralisme hukum klasik dan global, penyelesaian sengketa, kajian terhadap bidang-bidang sosial semi otonom, pembangunan hukum, akses terhadap keadilan, dan isu-isu khusus seperti pengelolaan SDA dan pekerja migran perempuan.
Komponen Penilaian
UAS 40% tertulis, dilakukan di
kelas UTS 30% tertulis, dilakukan di kelas TUGAS 30% diskusi kasus dalam kelompok, kunjungan ke pengadilan dan presentasi hasil observasi kunjungan dalam kelompok.
Buku Bacaan
Modul Antropologi Hukum, PTIK
Sulistyowati Irianto (ed), Hukum Yang Bergerak, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2009 Sulistyowati Irianto & Shidarta (ed), Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2009 Tapi Omas Ihromi (ed), Antropologi Hukum, Bunga Rampai, Jakarta: Yayasan Obor, 1993. Sulistyowati Irianto & Lidwina Inge, Perempuan di Persidangan, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2009 Antonius Cahyadi & Donny Danardono, Sosiologi Hukum Dalam Perubahan, Jakarta: Yayasan Obor, 2009
Batasan Antropologi Hukum
(Soehendera, 2004):
Ilmu pengetahuan (logos) tentang
manusia (anthropos) yg bersangkutan dengan hukum. Manusia yg dimaksud adalah man yg hidup bermasyarakat. Suatu cabang spesialisasi dari Antropologi Budaya yg secara khusus menyoroti segi kebudayaan manusia yang berkaitan dengan hukum sebagai alat pengendali sosial (T.O. Ihromi).
Yang dikaji Antrop. Hukum
(Soehendera, 2004):
Hukum yang dikaji bukan saja yg
normatif, atau sekedar pengulangan perilaku, tapi interaksi dinamis antara budaya dengan hukum (dalam aneka masyarakat) comparative.
a.
b.
c.
d.
Faedah mempelajari A.H.
Bagi Polisi (Soehendera, 2004):
Memahami kenyataan sosio-legal dalam
kehidupan sehari-hari (yang sering berbeda dengan aspek normatif hukum). Memahami kenyataan sosio-legal pada masyarakat Non-Barat (adat) (yang sering berbeda dengan masyarakat Barat). Memahami adanya kemajemukan budaya (hukum) plural society; Memahami dinamika & Perubahan sosiolegal masyarakat;
Ciri-Ciri Umum Antropologi
Hukum (Ihromi, 1989; Soehendera, 2004): a.
b. c. d.
Tidak membatasi kajian hanya pada
masyarakat & kebudayaan tertentu saja (misal: kajian H. Adat dengan lingkup Indonesia hanya dikukan pada kelompok2 etnik yang ada di Indonesia); Comparative study; Masyarakat dipandang secara terintegrasi & Holistic; A.H. Ilmu yang bersifat empiris (maka teori2nya harus didukung fakta) (Pospisil71).